Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Rumah sakit adalah tempat pasien
mendapatkan terapi dan perawatan agar sembuh dari penyakit yang diderita. Seiring
dengan pesatnya peningkatan kesadaran masyarakat akan arti kesehatan menuntut
profesionalisme tinggi dalam suatu pelayanan rumah sakit.
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya merupakan rumah sakit type B Pendidikan
dengan fasilitas cukup besar, lengkap dan tergolong canggih, diharapkan dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat luas. Sebagai
rumah sakit pendidikan, RSU Haji Surabaya memiliki kerja sama yang cukup banyak
dengan perguruan tinggi di bidang kesehatan untuk memperoleh pengalaman praktek
di rumah sakit. Hal tersebut mengakibatkan banyak tenaga kesehatan mahasiswa
praktek dokter muda, perawat magang, dan ahli gizi yang magang. Ditambah lagi
karyawan tetap dan karyawan sementara yang totalnya cukup banyak di RSU Haji.
Dengan banyaknya orang yang bekerja di dalam rumah sakit, maka banyak juga
perantara perantara bakteri atau kuman yang ada di rumah sakit.

Selain untuk mencari kesembuhan, rumah sakit juga merupakan depot bagi
berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
1

berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan
rumah sakit seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non
medis. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara
lainnya adalah lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah dan
biaya meningkat.
Infeksi nosokomial atau disebut juga Healthcare Associated Infections (HCAI)
adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah
sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial merupakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat
2x24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam
masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit
yang telah dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena
infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung
atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien.
Data WHO tahun 2002 menyebutkan terjadinya infeksi nosokomial di seluruh
dunia sebesar 8,7 persen atau sejumlah 1,4 juta jiwa pasien mendapat infeksi
nosokomial ketika dirawat di Rumah Sakit. Prevalensi infeksi nosokomial
diIndonesia yang tertinggi adalah di Rumah Sakit Pendidikan yaitu 9,8% . Studi
tersebut juga menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial adalah pada
pelayanan bedah sebanyak 11,2%. Pada penelitian lain di RS Hasan Sadikin
Bandung, didapatkan insidensi infeksi nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD dr.
Sutomo adalah sebesar 9,85%. jumlah tersebut kurang lebih 10% adalah dari infeksi
2

komunitas, yang sudah ada pada saat pasien masuk rumah sakit, serta 10% lagi adalah
infeksi nosokomial. Lokasi dan presentasi infeksi yaitu : (1) saluran kemih (30%), (2)
luka operasi (20%), (3) saluran pernafasan (20%), (4) luka lain (30%).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial selama bertugas
di bagian bedah?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh
pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah
72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita
pada saat pasien masuk ke rumah sakit.
Kriteria infeksi nosokomial menurut Depkes 2003 adalah :
1.

Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik

2.

infeksi tersebut.
Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24

3.

jam(72 jam) sejak mulai dirawat.


Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari

4.

waktu inkubasi infeksi tersebut.


Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat

5.

persalinan atau selama dirawat di rumah sakit


Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi dan
terbukti infeksi tersebut di dapat penderita saat dirawat di rumah sakit
yang sama pada waktu yang lalu dan belum pernah dilaporkan sebagai
infeksi nosokomial.

2.2.

FAKTOR

FAKTOR

YANG

BERPERAN

TERHADAP

INFEKSI

NOSOKOMIAL:
Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari atas
2 bagian besar, yaitu :
1. Faktor Endogen ( umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan
kondisi kondisi lokal )
2. Faktor Eksogen ( lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat
medis, serat lingkungan )
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Darmadi (2008)
adalah: petugas kesehatan, peralatan medis, lingkungan, makanan dan minuman,
penderita lain, pengunjung atau keluarga.
1) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan khususnya perawat dapat menjadi sumber utama tertapar
infeksi yang dapat menularkan berbagai kuman ke pasien maupun tempat lain karena
perawat rata-rata setiap harinya 7-8 jam melakukan kontak langsung dengan pasien.
Salah satu upaya dalam pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah
perilaku cuci tangan karena tangan merupakan sumber penularan utama yang paling
efisien untuk penularan infeksi nosokomial. Perilaku mencuci tangan perawat yang
kurang adekuat akan memindahkan organisme organisme bakteri pathogen secara
langsung kepada hopes yang menyebabkan infeksi nosokomial di semua jenis
lingkungan pasien.
2) Lingkungan

Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih juga bias menyebabkan infeksi
nosokomial sebab mikroorganisme penyebab infeksi bias tumbuh dan berkembang
pada lingkungan yang tidak bersih.
3) Peralatan medis
Peralatan medis yang dimaksud adalah alat yang digunakan melakukan
tindakan keperawatan, misalnya jarum, kateter, kassa, instrument, dan sebagainya.
Bila peralatan medis tidak dikelola kebersihan dan kesterilannya maka akan
menyebabkan infeksi nosokomial.
4) Makanan atau minuman
5) Penderita lain
Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau bangsal
perawatan dapat merupakan sumber penularan.
6) Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya, yang dapat ditularkan dari dalam rumah
sakit ke luar rumah sakit. Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita
apakah sudah sesuai dengan standart kebersihan bahan yang layak untuk dikonsumsi
bila tidak bersih itu juga akan menyebabkan infeksi terutama pada saluran pencernaan
yang sedang mengalami iritasi.
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross
infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di
rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self infection, Auto
infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah
6

tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan (Environmental
infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang
tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya lingkungan yang
lembab dan lain-lain (Depkes RI, 1995).
Menurut Jemes H,Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang
model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung
antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien. Seterusnya, kontak
tidak langsung ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan
menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan
luka paska operasi. Selain itu, penularan cara droplet infection dimana kuman dapat
mencapai ke udara (air borne) dan penularan melalui vektor yaitu penularan melalui
hewan/serangga yang membawa kuman.
2.3 RUTE PENULARAN
A. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat
antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius.
Mikroba penyebab infeksi nosokomial dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1.

Staphylococcus aureus
7

2. Streptococcus
3. Pneumococcus
4. Infeksi Kuman Gram Negatif
5. Neisseria Gonorrhoeae
6.

Infeksi Kuman Anaerob

7. Infeksi Jamur
B. Agen Reservoir
C. Reservoir adalah tempat patogen mampu hidup atau tidak dapat berkembang
biak. Pseudomonas bertahan hidup dan berkembang biak dalam reservoir
nebulizer yang digunakan dalam perawatan pasien dengan gangguan
pernapasan. Reservoir yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai
organisme hidup dan berkembang biak pada kulit, rongga tubuh, cairan dan
keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu membuat seseorang menjadi
sakit. Carier (penular) adalah manusia atau binatang yang tidak menunjukkan
gejala penyakit tetapi ada pathogen dalam tubuh meeka yang dapat ditularkan
ke orang lain. Misalnya sesorang dapat menjadi carier virus hepatitis B tanpa
ada tanda dan gejala infeksi. Binatang, makanan, air, insekta dan benda mati
dapat menjadi reservoir bagi mikroorganisme yang infeksius. Untuk
berkembang dengan cepat mikroorganisme infeksius memerlukan lingkungan
yang sesuai termasuk makanan, oksigen, air dan suhu yang tepat, PH dan
cahaya.
D. Portal masuk (Port of entri)

Sebelum masuk, kuman harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian


rentan terhadap infeksi, namun adanya luka pada kulit merupakan tempat
masuk kuman.
E. Portal keluar (Port of exit)
Setelah organisme menemukan tempat unruk tumbuh dan berkembang
biak, merka harus menemukan jalan keluar jika mereka masuk ke penjamu lain
dan menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk kuman dapat berupa saluran
pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin dan plasenta.
F. Cara penularan
Bisa langsunng maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya darah,/
cairan tubuh dan secara tidak langsung melalui binatang, benda benda mati
dan udara.
G. Kepekaan dari host
Seseorang terkena infeksi tergantung kerentenan terhadap agen infeksius.
Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap pathogen.
Makin virulen suatu mikroorganisme makin besar kemungkinan kerentanan
seseorang. Resistensi seseorang terhadap agen infeksius ditingkatkan dengan
vaksin.
2.4 JENIS JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL
a.) Bakteremia
Keadaan pasien yang menunujukkan demam tinggi setelah 3 x 24 jam dengan
suhu mencapai 38,5 0C. dikatakan bakteremia nosokomial apabila terjadi
tindakan tindakan invasive di RS, seperti pemasangan infuse, lumbal pungsi
9

dan kateterisasi. nfeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi
nosokomial, tetapidengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama
disebabkan oleh bakteri yangresistan antibiotika seperti Staphylococcus dan
Candida. Infeksi dapat muncul di tempatmasuknya alat-alat seperti jarum
suntik, kateter urin dan infus.
b.) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan kateterisasi buli buli dan
tindakan invasive pada sistem reproduksi. Organisme yang bisa menginfeksi
biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus,Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi
yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen,
sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yanglama biasanya
karena mikroorganisme eksogen.Sangat sulit untuk dapat mencegah
penyebaran

mikroorganisme

sepanjang

uretrayang

melekat

dengan

permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah1-2


minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi
tangan atausarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan
untuk membesarkanbalon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal
dan teknik septik dan aseptic.
c.) Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi dikatakan infeksi nosokomial bila keadaan pra bedah dan
selama pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
d.) Infeksi saluran cerna

10

Infeksi yang terjadi selama berada d ruang rawat inap dengan gejala- gejala
mencret dengan atau tanpa muntah,nyeri perut, demam. Mikroorganisme
tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae danClostridium.
Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan
enterovirus, adenovirus, rotavirus. Bedakan antara diarrhea dangan
gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi
menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi
abnormalitas dari pertahanan mukosa, sepertia chlorhydria, lemahnya
motilitas intestinal, dan perubahan pada flora normal. Sedangkan faktor
ekstrinsik meliputi tindakan medis yang diberikan seperti pemasangan
nasogastrictube dan obat-obatan saluran cerna.
e.) Infeksi saluran napas bawah
Infeksi ini ter jadi setelah 3 x 24 jam dengan gejala dema 38,50C, lekositosis,
batuk dengan dahak dan terdengar suara ronki basah
f.) Infeksi pembuluh darah
g.) infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung
dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis
B, virus hepatitisC, dan HIV. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori
utama: Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda
infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan
dibagian tubuhnya yang lain Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat
dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain. Infeksi
hepatitis akut timbul setelah 2 minggu di RS atau 6 bulan setelah keluar
11

dari rs. Dengan tanda tanda klinis yang khas yaitu kenaikan
SGOT,SGPT, Bilirubin.
h.) Infeksi lain
-

Tulang dan Sendi Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus
vertebralis.

Infeksi sistem Kardiovaskuler Infeksi arteri atau vena, endokarditis,


miokarditis, perikarditis dan mediastinitis

Infeksi sistem saraf pusat Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan
infeksi intra cranial

Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulutKonjunctivitis, infeksi mata, otitis


eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi
saluran nafas atas.

2.5 PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL


Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah
mencegah infeksi. Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah
menerapkan Universal Precaution pada petugas kesehatan atau petugas pelayanan
kesehatan. Universal Precaution adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan
tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung
pada diagnosis penyakitnya (Irianto, 2010). Kewaspadaan universal dimaksudkan
untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan
berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain.
12

Menurut WHO (2005) kewaspadaan universal diterapkan dengan cara :


a) Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka
sarung tangan
b) Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
c) Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
d) Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan
tubuh
e) Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang
sekali pakai tidak boleh dipakai ulang
f) Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang
cocok
g) Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
h) Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan
prosedur
i) Buang limbah sesuai prosedur.

Mencuci tangan
Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen dkk, 2004).
13

Perilaku mencuci tangan perawat yang kurang adekuat akan memindahkan


organisme-organisme bakteri pathogen secara langsung kepada hospes yang
menyebabkan infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien. Mencuci tangan
sebaiknya dilakukan sebelum perawat memeriksa (kontak langsung) dengan pasien
dan sebelum memakai sarung tangan bedah steril sebelum pembedahan atau sarung
tangan pemeriksaan untuk tindakan rutin, seperti pemeriksaan panggul. Mencuci
tangan juga sebaiknya dilakukan setelah perawat melakukan kontak yang lama dan
intensif dengan pasien, setelah memegang instrument atau alat yang kotor, dan
setelah menyentuh selaput lendir, darah serta setelah melepaskan sarung tangan. Jadi
paling tidak perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan ke pasien.

Prinsip hand wash dengan sabun dan hand rub menggunakan alkohol, yaitu:
1. Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun
ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan.

Gambar 2.1
Langkah Pertama Cuci Tangan

14

2. Gosok masing-masing punggung tangan secara bergantian

Gambar 2.2
Langkah KeduaCuci Tangan

3. Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari

Gambar 2.3
Langkah Ketiga Cuci Tangan

4. Gosokkan ujung jari dengan mengatupkan jari tangan kanan terus


gosokkan ke telapak tangan kiri

Gambar 2.4
Langkah Keempat Cuci Tangan

15

5. Gosok dan putar ibu jari secara bergantian

Gambar 2.5
Langkah Kelima Cuci Tangan

6. Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian

Gambar 2.6
Langkah Keenam Cuci Tangan

7. Menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar


dengan telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan
menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan.

16

. Gambar 2.7
Langkah Ketujuh Cuci Tangan

2.6 PERAN DOKTER MUDA


Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang
menjalankan profesi di sarana kesehatan yang telah ditetapkan. Peran
dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya-upaya yang
bisa dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah sebagai
berikut:
1. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan.
Tindakan - tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter muda adalah :
a) Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien.
b) Menutup jarum dengan cara yang benar (tidak menggunakan dua
tangan)
c) Mengumpulkan dan membuang jarum, alat tajam pada tempat
yang telah disediakan.
d) Menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh,
kulit yang luka dan membran mukosa.
e) Menggunakan

masker,

pelindung

mata

dan

gaun

ketika

kemunkinan berhadapan dengan derah atau cairan tubah yang


menyembur.
f) Menutup semua luka atau irisan dengan bahan kedap air (linen).

17

g) Segera dan berhati-hati dalam membersihkan tumpahan darah atau


cairan tubuh yang lain.
2. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh.
Imunisasi berperan dalam memberikan kekebalan terhadap serangan
penyakit.Profesi dokter muda yang selalu berkontak langsung dengan pasien
sangat rentanterhadap penularan penyakit dari pasien. Imunisasi yang dapat
diberikan kepada dokter muda salah satumya hepatitis B.
3. Alat perlindungan diri dalam bekerja.
Alat perlindungan diri seperti masker sangat penting dalam mencegah
tertular penyakit pernafasan seperti TB. Alat perlindungan diri harus dipakai
oleh dokter mudaguna mencegah terinfeksi dan menularkan penyakit
4. Profesionalisme dalam bekerja.
Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan efektik
dalam segala tindakan medis akan menurunkan resiko tertularnya infeksi dari
penderita. Semisal dalam manajemen luka, tindakan aseptis harus benar dan
skill operator harus sesua iprotap agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi
tempat masuknya infeksi lainnya. Perlunya pematangan pengetahuan dan skill
dokter muda dalam segala tindakan medis besar perannya dalam mencegah
infeksi nosokomial.
5.Managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Managemen setelah terpapar sumber infeksi meliputi darah dan cairan dari
pasienatau sumber lainnya besar manfaatnya guna mencegah terinfeksi
penyakit. Darah yang menempel harus dicuci bersih dan antiseptik dipakai guna
18

membunuh kuman penyakit.Alat alat setelah selesai dipakai ditempatkan pada


cairan disinfektan dan dilakukan metode disinfeksi yang sesuai guna
menghindari adanya penularan penyakit pada pemakaia selanjutnya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang muncul selama pasien dirawat di
rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama pasien itu dirawat
atau setelah selesai
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection)
yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di
rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self
19

infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu
sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi
lingkungan (Environmental infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang
berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan
rumah sakit. Misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain
Mikroorganisme penyebaba infeksi nosokomial meliputi (E. Coli, S.aureus,
P.aeroginosa, enterococcus sp, Candida spp, Klebsiella spp, Enterobacter
spp, C.difficile)
Upaya yang dapat dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi
nosokomial adalah menerapkan universal precaution dalam semua tindakan,
imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh, alat perlindungan diri dalam
bekerja, profesionalisme dalam bekerja,menerapkan tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta managemen setelah
terpapar sumber infeksi.
2.7 Saran
1. Penting dan perlunya memperluas wawasan, mempelajari, dan memahami
pengetahuan tentang infeksi nosokomial sebelum mulai bertugas di rumah
sakit.
2. Penting dan perlunya pelatihan tindakan

pencegahan infeksi nosokomial

(septik,aseptik, sterlisasi dan disinfektan) secara baik dan benar.


3. Penting dan perlunya kegiatan vaksinasi kepada dokter muda sebelum mulai
bertugas di rumah sakit.

20

4. Penting dan perlunya dokter muda untuk mempelajari SOP (Stadard of


Procedure) setiap tindakan medis yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2005, Manajemen Hyperkes dan Keselamatan Kerja,
PMPK, Volume 08 / no 02.
ECDC (European Centre for disease and Control),2013,
http://www.ecdc.europa.eu/en/activities/surveillance/HAI/Documents/2008_HAI_
%20special_chapter.pdf, diakses tanggal 22 Januari 2014.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta;2006
Wahyudi, Hari, 2006, Infeksi Nosokomial, http://www.ossmed.com/ diakses tanggal
23 Maret 2012

21

WHO, 2003, Health Care Worker Safety, http: //www.who.int/injection _safety /


toolbox/docs/en/AM_HCW_Safety.pdf,diakses tanggal 23 Januari 2014.
WHO, 2011, Healthcare-associated Infections,
http://www.who.int/gpsc/country_work/gpsc_ccisc_fact_sheet_en.pdf?
ua=1,diakses tanggal 24 Januari 2014.
.

22

Anda mungkin juga menyukai