Anda di halaman 1dari 12

Timbulnya Perasaan Cinta dan Peranan Aspek Biologi

Aspek biologi memegang peranan terhadap munculnya perasaan cinta. Para psikologi
cinta membedakan perasaan cinta menjadi dua yaitu passionate love (cinta romantik), yang
dicirikan oleh emosi keintiman yang kuat dan ketertarikan seksual yang tinggi, dan
companionate love (cinta persahabatan), yang dicirikan karena adanya afeksi, rasa percaya, dan
perasaan tenteram disaat bersama orang yang dicintai.
Passionate love merupakan situasi saat seseorang mengalami hasrat yang sangat kuat dan
tidak bisa dijelaskan logika, jatuh cinta pada pandangan pertama, serta merupakan tahap awal
dari hubungan cinta. Passionate love dapat menghilang, atau berevolusi menjadi companionate
love.
Saat ini, beberapa penelitian yang dilakukan atas bantuan teknologi seperti pencitraan
otak (PET), menjelaskan bagaimana perasaan cinta passionate love muncul. Penelitian yang
berorientasi biologi ini meyakini bahwa saraf-saraf yang berkaitan dengan passionate love ini
sudah berkembang sejak bayi, yang didorong karena ketergantungan bayi pada ibunya.
Penjelasan cinta yang bersumber dari aspek biologi ini berusaha menjelaskan mengapa seseorang
yang jatuh cinta, perasaan (hati) lebih didahulukan dari pada kepala (otak). Mengapa seseorang
sangat terobsesi pada seseorang sehingga mengalami kesulitan tidur serta kehilangan selera
makan saat berpisah dengan kekasihnya?
Menurut ilmuwan cinta yang berpandangan bahwa cinta dipengaruhi oleh system biologis
tubuh menyatakan bahwa cinta seorang bayi kepada ibunya atau sebaliknya adalah sebuah cinta
romantic (maternal romantik), yaitu ketergantungan paling mendalam pada manusia, sesuatu
yang dibentuk oleh evolusi untuk menjaga kelangsungan kehidupan spesies. Cinta maternal
antara ibu dan anak dipengaruhi system saraf yang membuat kelekatan dan keintiman terasa
menyenangkan. Mekanisme system saraf yang berperan pada kelekatan ibu dan bayinya diyakini
berperan dalam hubungan cinta romantic pada masa dewasa.
Neurotransmitter dan hormon yang berperan pada perasaan gembira akan diaktifkan pada
hubungan maternal ibu dan bayi, dan jaringan saraf dan hormon yang sama juga diantifkan pada

hubungan cinta antara individu dewasa atau pada hubungan pertemanan yang melibatkan emosi
yang kuat. Hormon oxytocin memiliki peranan penting dalam system attachment-caregiving
(kelekatan karena perawatan); hormon ini mempengaruhi pengekspresian perasaan cinta,
perasaan peduli, perasaan saling percaya, tidak hanya antara ibu dan anak, tetapi juga antara
teman dan pasangan.
Pada sebuah penelitian dengan menggunakan MRI, para partisipan diperlihatkan
beberapa foto. Peneliti menemukan bahwa beberapa bagian otak akan menjadi aktif saat
seseorang melihat foto pasangannya, sedangkan apabila orang tersebut melihat foto temantemannya atau melihat gambar lain, maka bagian otak yang aktif adalah bagian yang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa cinta memiliki aspek biologi. Cinta lahir karena adanya
aktivitas chemistry pada otak. Tetapi, pandangan ini harus di jelaskan lebih jauh lagi, karena
jangan sampai menyimpulkan bahwa cinta hanyalah sekedar aktivitas kimia dan saraf tertentu
pada otak. Pada kenyataannya hubungan cinta pada manusia melibatkan beragam faktor lainnya,
yang mempengaruhi bagaimana cinta tumbuh dan berkembang, dan bagaimana seseorang
menjalin hubungan, dan kemampuan kesetiaan terhadap pasangan yang akan melahirkan cinta
yang awet terjaga.
Referensi:
Santrock, J. John. 2007. Perkembangan Anak, Edisi Kesebelas, Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Carol Wide. 2007. Psikologi, Edisi Kesemblan, Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Teori Cinta (The Triangular Theory of Love) Sternberg


Banyak ahli yang mengemukakan teori tentang cinta. salah satunya adalah Stenberg, yang
mengajukan teori segitiga cinta. Cinta adalah suatu perasaan emosi yang kuat penuh kasih
sayang terhadap seseorang yang bersifat positif serta memiliki pengaruh positif (apabila individu
mengimplementasikan cinta sesuai makna yang sebenarnya) bagi individu yang merupakan
gabungan dari berbagai perasaan, hasrat, dan pikiran yang terjadi secara bersamaan.
Teori cinta/ teori segitiga cinta Sternberg (dalam Sternberg dan Barnes, 1988)
mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama (tiga komponen), yaitu: keintiman
(intimacy), gairah (passion), dan keputusan atau komitmen (decision/commitment).
Berikut ini akan dijelaskan mengenai komponen cinta menurut Sternberg (dalam
Sternberg dan Barnes, 1988):
Keakraban atau keintiman (intimacy)
Keakraban atau keintiman (intimacy) Adalah perasaan dalam suatu hubungan yang
meningkatkan kedekatan, keterikatan, dan keterkaitan. Dengan kata lain bahwa intimacy
mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan
kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya.
Hasil penelitian Sternberg dan Grajeg (dalam Sternberg dan Barnes, 1988) menunjukkan
keakraban mencakup sekurang-kurangnya sepuluh elemen, yaitu:
1. Keinginan meningkatkan kesejahteraan dari yang dicintai
2. Mengalami kebahagiaan bersama yang dicintai
3. Menghargai orang yang dicintainya setinggi-tingginya
4. Dapat mengandalkan orang yang dicintai dalam waktu yang dibutuhkan
5. Memiliki saling pengertian dengan orang yang dicintai
6. Membagi dirinya dan miliknya dengan orang yang dicintai
7. Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai
8. Memberi dukungan emosional kepada orang yang dicintai
9. Berkomunikasi secara akrab dengan orang yang dicintai
10. Menganggap penting orang yang dicintai dalam hidupnya
Gairah (Passion)

Gairah (passion) meliputi rasa kerinduan yang dalam untuk bersatu dengan orang yang
dicintai yang merupakan ekspresi hasrat dan kebutuhan seksual. Atau dengan kata lain bahwa
passion merupakan elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang merasa ingin dekat secara
fisik, menikmati atau merasakan sentuhan fisik, ataupun melakukan hubungan seksual dengan
pasangan hidupnya. Komponen passion juga mengacu pada dorongan yang mengarah pada
romance, ketertarikan fisik, konsumsi seksual dan perasaan suka dalam suatu hubungan
percintaan.
Dalam suatu hubungan (relationship), intimacy bisa jadi merupakan suatu fungsi dari
seberapa besarnya hubungan itu memenuhi kebutuhan seseorang terhadap passion. Sebaliknya,
passion juga dapat ditimbulkan karena intimacy. Dalam beberapa hubungan dekat antara orangorang yang berlainan jenis, passion berkembang cepat sedangkan intimacy lambat.
Passion bisa mendorong seseorang membina hubungan dengan orang lain, sedangkan
initmacylah yang mempertahankan kedekatan dengan orang tersebut. Dalam jenis hubungan
akrab yang lain, passion yang bersifat ketertarikan fisik (physical attraction) berkembang setelah
ada intimacy. Dua orang sahabat karib lain jenis bisa tertarik satu sama lain secara fisik kalau
sudah sampai tingkat keintiman tertentu.
Terkadang intimacy dan passion berkembang berlawanan, misalnya dalam hubungan
dengan wanita tuna susila, passion meningkat dan intimacy rendah. Namun bisa juga sejalan,
misalnya kalau untuk mencapai kedekatan emosional, intimacy dan passion bercampur dan
passion menjadi keintiman secara emosional.
Pada intinya, walaupun interaksi intimacy dan passion berbeda, namun kedua komponen
ini selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya di dalam suatu hubungan yang akrab.
Keputusan atau Komitmen (decision/commitment)
Komponen keputusan atau komitmen dari cinta mengandung dua aspek, yang pertama
adalah aspek jangka pendek dan yang kedua adalah aspek jangka panjang. Aspek jangka pendek
adalah keputusan untuk mencintai seseorang. Sedangkan aspek jangka panjang adalah komitmen
untuk menjaga cinta itu. Atau dengan kata lain bahwa komitmen adalah suatu ketetapan
seseorang untuk bertahan bersama sesuatu atau seseorang sampai akhir.

Kedua aspek tersebut tidak harus terjadi secara bersamaan, dan bukan berarti bila kita
memutuskan untuk mencintai seseorang juga berarti kita bersedia untuk memelihara hubungan
tersebut, misalnya pada pasangan yang hidup bersama. Atau sebaliknya, bisa saja kita bersedia
untuk terikat (komit) namun tidak mencintai seseorang. Komponen ini sangat diperlukan untuk
melewati masa-masa sulit.
Commitment berinteraksi dengan intimacy dan passion. Untuk sebagian orang,
commitment ini adalah merupakan kombinasi dari intimacy dan timbulnya passion. Bisa saja
intimacy dan passion timbul setelah adanya komitmen, misalnya perkawinan yang diatur
(perjodohan).
Keintiman dan komitmen nampak relatif stabil dalam hubungan dekat, sementara gairah
atau nafsu cenderung relatif tidak stabil dan dapat berfluktuasi tanpa dapat diterka. Dalam
hubungan romantis jangka pendek, nafsu cenderung lebih berperan. Sebaliknya, dalam hubungan
romantis jangka panjang, keintiman dan komitmen harus memainkan peranan yang lebih besar
(Sternberg, dalam Strernberg & Barnes, 1988).
Ketiga komponen yang telah disebutkan di atas haruslah seimbang untuk dapat
menghasilkan hubungan cinta yang memuaskan dan bertahan lama
Dimensi-dimensi Penyusun Rasa Cinta
Cinta merupakan salah satu aspek psikologis. Dia termasuk salah satu dimensi dari
perasaan (emosi) dasar manusia (suka, senang, benci, cinta, jijit, dan bahagia). Tetapi, menurut
Izard (dalam Strongman, 1998), cinta dapat mendatangkan segala jenis emosi, baik yang
menyenangkan maupun yang menyakitkan.
Menurut Stenberg, dalam sebuah teorinya mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga
dimensi dasar, yaitu hasrat (passion), keintiman (intimacy), dan komitment/keputusan
(commitment/decision).
Hasrat
Dimensi ini menekankan pada intensnya perasaan serta perasaan (keterbangkitan) yang muncul
dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada cinta jenis ini, seseorang mengalami

ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu,
melakukan kontak mata secara intens saat bertemu, mengalami perasaan indah serta melambung
ke awan, mengagumi dan terpesona dengan pasangan, detak jantung meningkat, mengalami
perasaan sejahtera, ingin selalu bersama pasangan yang dicintai, memiliki energy yang besar
untuk melakukan sesuatu demi pasangan mereka, merasakan adanya kesamaan dalam banyak
hal, serta tentu saja merasa sangat berbahagia.
Keintiman
Dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatannya yang mengikat
mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman emosional jika kedua pihak
saling mengerti, terbuka, dan saling mendukung, serta bisa berbicara apa pun tanpa merasa takut
ditolak. Mereka mampu untuk saling memaafkan dan menerima, khususnya ketika mereka tidak
sependapat atau berbuat kesalahan.
Komitmen/Keputusan
Pada dimensi komitmen/keputusan, seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang
pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat bermakna mencurahkan perhatian, melakukan
sesuatu untuk menjaga suatu hubungan tetap langgeng, melindungi hubungan tersebut dari
bahaya, serta memperbaiki bila hubungan dalam keadaan kritis.
Dimensi-dimensi diatas adalah dimensi dasar penyusun rasa cinta. Antara hasrat,
keintiman dan komitment/keputusan adalah sebuah bentuk aplikasi cinta yang sempurna menurut
Stenberg. Kehilangan salah satu dimensinya, akan mengurangi esensi dari cinta itu sendiri.

Sayang, Nafsu, dan Seks dalam Bingkai Cintai

Kata cinta memang mengandung beribu makna. Dan terkadang kata cinta di alih
maknakan dan disamakan dengan kata sayang, nafsu dan seks. Definisi kata-kata ini sebenarnya
berbeda, dan anda bisa membacanya pada ulasan tulisan sebelumnya.
Pembahasan mengenai cinta ini memang sebuah bahasan yang tidak habis-habisnya dan
tak bosan-bosannya saya menulis tentangnya. Menulis tentang cinta, merupakan ketertarikan
tersendiri, karena penulis sendiri menginginkan sebuah cinta yang tulis dan murni, bukan sebuah
cinta yang semu dan penuh kebohongan. Hal ini dikarenakan, kebanyakan dari kita, memberikan
cinta yang palsu, partial, dan bahkan penipuan atas nama cinta. Dengan bersembunyi dibalik
kata cinta, seseorang bahkan bisa menyengsarakan orang lain, bahkan dirinya sendiri. Mereka
tidak sadar bahwa, persepsi tentang cinta yang dikenalnya selama ini sebenarnya keliru.
Apa sih cinta itu? Menurut saya, cinta adalah sebuah perasaan yang disusun dari
komponen-komponen perasaan yang lain. Sehingga anda tidak dapat membahasan apa itu cinta,
karena harus menyimpulkan dari kumpulan-kumpulan perasaan yang menyusunnya.
Komponen-komponen yang menyusun cinta, antara lain perasaan suka, perasaan sayang,
nafsu dan seks. Semua ini adalah komponen penyusun rasa cinta. sehingga jika seseorang
mengatakan sayang belum tentu cinta. seseorang yang tertarik/bernafsu, belum tentu cinta. Cinta
adalah sekumpulan perasaan diatas yang menyatu.

Yang menjadi kendala adalah dalam pengekspresian rasa cinta. Rasa sayang, suka
pengekspresiannya mungkin bisa dalam bentuk verbal dan bisa diungkapkan dimasa saja dalam
situasi apa saja. Berbeda dengan pengekspresian rasa cinta yang berhubungan dengan nafsu dan
seks, pengekspresiannya membutuhkan tempat dan waktu yang tepat. Jika tidak, maka akan
melukai cinta itu sendiri. Ini memang sebuah dilemma, jika cinta hanya diekspresikan dalam
bentuk verbal (kata suka dan sayang), dan belum bisa mengekspresikannya dalam bentuk nafsu
dan seks
Bagaimana dengan ikatan pacaran dan semacamnya dimana kata cinta hanya terbatas
pengespresiannya dalan kata suka dan sayang (dalam bentuk verbal)? Ini menunjukkan bahwa,
ekspresi cinta dalam pacaran adalah ekspresi cinta yang tidak sempurna. Cinta akan
terekspresikan secara sempurna dalam sebuah ikatan pernikahan yang menghalalkan segala
perasaan cinta (suka, sayang, nafsu dan seterusnya).

Perbedaan Rasa Cinta antara Laki-laki dan Perempuan


Pengimplementasian rasa cinta pada setiap individu akan berbeda. Perbedaan ini
kemungkinan terjadi diantara wanita dan pria. Perbedaan jenis kelamin kemungkinan ikut
menentukan perbedaan cinta, karena jenis kelamin merupakan perbedaan yang paling
fundamental, baik secara fisik maupun psikologis.
Jenis kelamin ternyata merupakan salah satu kategori dasar dalam kehidupan sosial.
Waktu bertemu dengan orang baru, pasti individu akan berusaha mengidentifikasikan individu
sebagai pria dan wanita. Kategori jenis kelamin biasanya terjadi secara otomatis, tanpa perlu
banyak dipikir.
Jenis kelamin adalah perbedaan yang khas antara pria dan wanita atau antara organisme
yang memproduksi sel telur dan sel sperma (Chaplin, 1995). Selain itu, ditambahkan juga bahwa
seks atau jenis kelamin adalah sebuah perbedaan yang penting atau berarti antara pria dan wanita
pada sifat-sifat jasmaniah dan rohaniah (mentalnya).
Menurut Baron dan Byrne (2000), jenis kelamin didefinisikan sebagai istilah biologis
yang secara genetik menentukan perbedaan antara pria dan wanita secara anatomi dan fisiologis.

Baron dan Byrne juga menjelaskan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan peran, tingkah laku,
kesukaan, dan atribut-atribut lain yang mendefinisikan pengertian pria dan wanita dalam suatu
kebudayaan.
Perbedaan antara pria dan wanita dapat dilihat dari ciri-ciri fisik maupun psikis yang
dimilikinya. Ciri-ciri fisik pria diantaranya mempunyai lebaran bahu lebih besar dari panggul,
payudara tidak berkembang seperti pada wanita, suara keras atau berat, glutea (pantat) sedikit
berisi atau tidak sama sekali. Ciri-ciri fisik wanita diantaranya mempunyai lebaran bahu lebih
kecil dari panggul, payudara yang berkembang mulai dari masa pubertas hingga dewasa, suara
halus atau lembut atau merdu, glutea (pantat) yang lebih berisi (Aidil, 2005).
Selain ciri-ciri fisik di atas, terdapat juga ciri-ciri psikis (psikologis) yang membedakan
antara pria dan wanita, dimana ciri-ciri tersebut antara lain menunjukkan bahwa pria memiliki
sifat yang agresif, tidak emosional, objektif, logis, dominan, ambisius. Wanita memiliki sifat
yang lemah lembut, cerewet, bijaksana, peka terhadap perasaan orang lain, tertarik pada
penampilan diri, mengungkapkan perasaan yang lemah lembut, mudah menangis, kebutuhan
akan rasa aman yang besar (Rosenkrantz, dkk. dalam Sears, dkk., 1992).
Menurut Dagun (1992), pria memiliki sifat yang berbeda dengan wanita, diantaranya
sangat bebas, hampir memendamkan emosi, dapat membuat keputusan, mudah memisahkan
pikiran dan perasaan, tidak pernah suka penampilan, bebas membicarakan seks dengan teman
pria. Wanita memiliki sifat yang tidak bebas, tidak memendamkan emosi, sangat mudah
terpengaruh, sangat ketergantungan, segan membicarakan seks dengan teman pria.
Mencari dan menemukan calon pasangan hidup biasanya dimulai dengan suatu interaksi
yang terjadi antar dua individu dewasa muda yang lambat laun akan menimbulkan suatu
kedekatan secara emosional, sehingga puncak pengalaman psikososial tampaknya tercapai pada
masa dewasa awal. Pada masa ini, individu mulai mengkristalisasi hubungan dengan seorang
individu yang paling dicintai, dipercayai atau dibina sebelumnya yang dikenal dengan istilah
pacaran.
Hubungan pacaran biasanya diawali dengan adanya daya tarik tertentu. Kemudian lamakelamaan pacaran memungkinkan berkembangnya rasa cinta, perhatian, kehangatan, serta
interaksi yang berarti antara pria dan wanita. Pacaran terdiri dari elemen yang mencakup adanya

aktivitas atau peristiwa tertentu yang dialami dan dinikmati bersama oleh sepasang individu yang
berbeda jenis (Duvall & Miller, dalam Anindya, 2007).
Namun, di dalam menjalin suatu hubungan pacaran tidak selamanya akan berjalan lancar,
ada saja masalah yang sering timbul yang biasanya berkaitan dengan salah satu dari ketiga
komponen cinta di atas.
Masalah yang sering timbul biasanya berkaitan dengan salah satu dari ketiga komponen
cinta tersebut. Misalnya dalam hubungan pacaran, masalah yang sering timbul adalah wanita
selalu memberikan sekaligus mengharapkan perhatian, pengertian, dukungan emosional,
menghargai pasangannya dimana hal ini berkaitan dengan komponen intimacy, akan tetapi pria
kurang menunjukkan hal-hal tersebut. Pria lebih mendominasi suatu hubungan dengan
komponen passion misalnya dengan mengekspresikan makna cinta dengan cara melakukan
tingkah laku seksual mulai dari berpegangan tangan, berciuman, bahkan sampai melakukan
hubungan intim. Bahkan survey yang dilakukan oleh Mens Health Indonesia (dalam Femina,
2007) menunjukkan bahwa 49% pria Indonesia mengatakan bahwa seks di luar nikah bukanlah
hal yang salah. Artinya bahwa pria cenderung lebih mengutamakan komponen passion daripada
komponen-komponen yang lainnya dalam mengeksperikan cintanya. Banyak juga timbul
masalah yang berkaitan dengan komponen commitment, seperti hubungan sepasang kekasih
yang sudah lama berpacaran, namun pada saat ditanya komitmennya untuk melangkah ke
jenjang yang lebih serius, pria akan maju mundur mengenai hal teresebut. Menurut buku Why
Men Marry Bitches yang ditulis oleh Sherry Argov (dalam Femina, 2007) dikatakan bahwa ide
untuk menikah memang menakutkan untuk pria dibandingkan untuk wanita. Hal ini terjadi
karena beberapa faktor. Pertama, pria takut terjebak dalam wanita yang salah dan membuat ia
tidak bahagia seumur hidupnya. Kedua, pria takut, jika dia kurang berhasil dalam karirnya,
istrinya akan berkhianat dengan pria lain yang lebih sukses. Ketiga, pria lebih takut bercerai
daripada wanita.
Masih ada beberapa contoh kasus atau fenomena yang berkaitan dengan hal tersebut yang
dikutip dalam majalah Femina (2007), diantaranya seperti sepasang kekasih yang sudah
berpacaran selama 2,5 tahun dan rencananya akan menikah, namun pria memutuskan hubungan
tersebut dengan alasan belum siap menikah dan butuh waktu menyendiri, dan masih banyak
masalah-masalah lainnya.

Berbedanya perwujudan tingkah laku antara pria dengan wanita terhadap ketiga
komponen cinta tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan pemenuhan tingkah laku dari
komponen- komponen cinta. Hal ini apabila tidak ditindaklanjuti oleh kedua pasangan dan tidak
dikomunikasikan dengan baik, maka hubungan tersebut dapat berakhir. Pada akhirnya dapat
dikatakan bahwa semakin sering munculnya perbedaan dalam perwujudan tingkah laku dari
komponen-komponen cinta tersebut, maka semakin besar peluang untuk berakhirnya suatu
hubungan (dalam hal ini adalah hubungan pacaran).

Hidup tanpa Cinta, Bahagiakah?


Hidup tanpa cinta, bahagiakah? Sebuah judul yang provokatif. Tapi jika pernyataan ini
ditanyakan pada responden, saya yakin, akan mendapatkan nilai yang mayoritas (perkiraan saya
diatas 90%) menyatakan tidak bahagia. Karena hidup perlu cinta, dan kebahagiaan pun perlu
cinta. Kata filosof cinta, karrena cinta, saya bisa bertahan hidup, dan karena cinta membawa
warna kehidupan
Pada tulisan yang lalu saya sudah ulas mengenai adakah hubungan antara cinta
dengan kebahagiaan?. Saya sarankan anda membacanya terlebih dahulu, sebelum melanjutkan
membaca tulisan ini. Dalam alasan itu dapat disimpulan bahwa, hubungan antara cinta dengan
kebahagiaan tidak selalu konsisten. Artinya, cinta tidak selamanya diikuti dengan kebahagian,
ataupun sebaliknya, kebahagian tidak selamanya dihasilkan dari cinta.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, hidup tanpa cinta, bahagiakah? Saya
berasumsi bahwa, lebih dari 90% orang setuju mengatakan tidak bahagia. Jika saya tanyakan
kepada anda, apakah anda mencintai saya? Anda pasti menjawab, tunggu dulu.
Jika saya seorang laki-laki yang gagah, tampan, kaya, pintar, dan seterusnya, pasti
jawaban anda akan berubah patut dipertimbangkan (jawaban seorang perempuan).
Jika saya seorang perempuan cantik, pintar, kaya, setia dan seterusnya, pasti jawaban
anda juga akan berubah iya (jawaban seorang lelaki).

Apa yang bisa disimpulkan dari pernyataan diatas. Ternyata cinta bisa tumbuh karena apa
yang kita harapkan sesuai dengan apa yang datang menghampiri. Anda tidak mencintai saya,
karena memang anda tidak mengenal siapa saya, dan bukan siapa-siapanya anda. Lain halnya
jika anda sudah mengenal saya lebih jauh, minimal anda akan menumbuhkan rasa simpati jika
saya mengalami sebuah musibah.
Disini dapat diambil kesimpulan bahwa, cinta itu tumbuh seiring dengan usaha kita
mengetahui objek cinta. Benar kata sebuah syair lagu karena cinta harus diusahakan. Betul,
cinta harus diusahakan, bukan didapat. Jjika anda ingin mencintai seseorang, maka kenalilah
orang tersebut. Jika anda ingin berhenti membenci seseorang, kenalilah orang tersebut, anda
akan memahaminya mengapa dia berbuat sesuatu yang anda tidak sukai, dan lama kelamaan
anda akan menumbuhkan rasa cinta. Mungkin anda pernah melihat seseorang yang sering
bertengkar pada awalnya, tak tahunya kok jadi pacaran? Ini menguatkan bahwa, cinta itu harus
diusahakan.
Bagaimana dengan kebahagiaan. Kebahagiaan sebenarnya adalah sebuah hasil yang
memuaskan dari harapan. Jika sebuah usaha menghasilkan usaha yang memuaskan, anda akan
bahagia. Cinta adalah sebuah usaha. Jika usaha anda mendapatkan hasil (cinta), anda akan
bahagia. Dari sini kita akan melihat bahwa, kebahagiaan itu jauh lebih luas dari cinta itu sendiri
(jika kita berbicara hasil). Artinya, orang bisa saja bahagia, tanpa cinta. Seseorang yang tidak
mempunyai cinta sekarang, bisa saja bahagia dengan hal-hal lain yang dianggap sukses.

Anda mungkin juga menyukai