Disusun Oleh :
Anike Merliza
(06111410006)
Dosen Pengasuh :
Drs. Andi Suharman, M.Si
1.
+ Ynukleofil
RY
hasil substitusi
Xgugus pergi
Gugus pergi adalah substituen yang lepas dari substrat, yang berarti atom atau
gugus apa saja yang digeser dari ikatannya dengan atom karbon. Substrat bisa bermuatan
netral atau positif, sedangkan nukleofil bermuatan netral atau negatif. Pada umumnya
nukleofil adalah ion yang bermuatan negatif (anion), tetapi beberapa molekul netral dapat
pula bertindak sebagai nukleofil, contoh: H2O, CH3OH, dan CH3NH2. Hal ini disebabkan
karena molekul-molekul netral tersebut, memiliki pasangan elektron menyendiri yang
dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma dengan atom C substrat. Dalam reaksi
substitusi nukleofilik bila nukleofilnya H2O atau -OH disebut reaksi hidrolisis, sedangkan
bila nukleofil penyerangnya berupa pelarut disebut reaksi solvolisis. Dengan demikian
maka reaksi substitusi nukleofilik dapat dituliskan dalam 4 macam persamaan reaksi, yaitu
:
Nu:
+ RL
Nu R
+ L:
Nu:
+ RL
Nu+ R
+ L:
Nu:
+ R L+
Nu R
+ L:
Nu:
+ R L+
Nu+ R
+ L:
Keterangan :
Nu
: atau L:
Ion atau molekul yang merupakan basa yang sangat lemah, seperti I, Cl,
Brmerupakan gugus pergi yang baik, karena mudah dilepaskan ikatannya dari atom C
substrat. Sedangkan nukleofil yang baik adalah nukleofil yang berupa basa kuat.
Contoh-contoh Reaksi Substitusi Nukleofilik Senyawa Alifatik
1.
CH3CH2 CH2CH2 CN
CH3
CH 3
CH3CH2 O C CH3
CH3
CH3 CH Br + OH-
I-
NuR + L -
+ RL
CH3
CH 3CH CH3
Br-
Br-
Br-
2.
Cl
OH
CH3- N+ CH3 +
CH3
3.
Nu: + RL+
CH3
CH3
CH3 Br
R+ - Nu + L
CH3 S+ CH3
\
CH3
Nu: -
+ R+L
NuR +
CH3 O CH3
CH3
CH3
C6H5CHN+CH3 + CH3CO
CH3 CH3
CH3 CH2 O-
C6H5-CHOCCH3 + :N CH3
CH3 S+ CH3 +
CH 3
CH 3
CH3
CH3 S CH3
CH3
CH3 S+ CH3 +
OH-
CH3 OH
+ CH3 S CH3
CH3
4.
NU+ - R + L-
CH3
CH 3
:N CH3
CH3
CH3
Br
Reaksi substitusi nukleofil senyawa alifatik biasanya terjadi pada senyawa alkil
halida (R-X). Atom karbon yang mengikat halida pada alkil halida ini, mempunyai muatan
parsial positif, sehingga mudah diserang oleh nukleofil. Jika gugus perginya adalah ion
halida, maka gugus ini merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion halidanya
merupakan basa yang sangat lemah dan mudah digantikan oleh nukleofil.
1. Mekanisme Reaksi SN2
Bila laju reaksi substitusi nukleofilik tergantung pada konsentrasi substrat dan
nukleofil, maka reaksi ini dimanakan reaksi tingkat dua dan dinyatakan dengan SN2. Notasi
SN2 menunjukkan reaksi substitusi nukleofil bimolekular, yang berarti bahwa pada reaksi
ini ada 2 spesies yang terlibat dalam pembentukan keadaan transisi. Dalam reaksi S N2,
nukleofil menyerang substrat dari arah belakang, dalam arti nukleofil mendekati substrat
dari arah yang berlawanan dengan posisi gugus pergi. Reaksinya merupakan proses satu
langkah, tanpa pembentukan zat antara. Pola umum dari serangan nukleofil terhadap
substrat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Nu:
Z
nukleofil
Nu
Nu
Z
substrat
L:
keadaan transisi
hasil substitusi
gugus pergi
Penyerangan nukleofil dari arah belakang suatu atom karbon tetrahedral yang
mengikat gugus pergi, ada dua hal yang terjadi yaitu: suatu ikatan baru mulai dibentuk dan
ikatan C-X mulai terputus. Proses ini disebut proses satu tahap (proses serempak). Pada
proses ini diperlukan energi untuk memutuskan ikatan C-X. Energi tersebut dipenuhi dari
energi yang dibebaskan pada pembentukan ikatan C-Y yang terjadi secara simultan. Jika
energi potensial kedua spesies yang bertumbukan cukup tinggi, maka dapat dicapai suatu
keadaan energi yang memudahkan pembentukan ikatan baru dan pemutusan ikatan C-X.
Pada waktu pereaksi berubah menjadi hasil substitusi, maka pereaksi tersebut harus
melewati keadaan antara yang memiliki energi potensial tinggi jika dibandingkan dengan
energi rata-rata pereaksi dan hasil reaksi. Keadaan antara ini disebut keadaan transisi atau
kompleks teraktifkan. Karena pembentukan keadaan transisi ini melibatkan dua partikel
yaitu substrat dan nukleofil, maka reaksi SN2 dikatakan bersifat bimolekular. Keadaan
transisi ini melibatkan suatu rehibridisasi sementara dari atom C yang mengikat gugus
pergi dan sp3 ke sp2 dan akhirnya kembali ke sp3 pada saat hasil reaksi terbentuk.
Jika nukleofil menyerang dari arah belakang molekul substrat, ketiga gugus yang
terikat pada atom karbon dengan hibridisasi sp 3 berubah posisi menjadi datar pada keadaan
transisi, kemudian membalik ke posisi yang lain (seperti payung yang kelewat terbuka).
Peristiwa membalik ini disebut inversi.
Laju reaksi SN2 ditentukan oleh konsentarsi substrat dan konsentrasi nukleofil.
Artinya konsentrasi kedua reaktan terlibat dalam langkah penentu laju reaksi. Jika
konsentrasi pereaksi dalam reaksi SN2 diperbesar akan menambah laju pembentukan
produk. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan konsentrasi pereaksi tersebut, akan
akan meningkatkan jumlah tumbukan antar molekul. Untuk reaksi S N2 yang dinyatakan
dengan persamaan reaksi:
Nu- + R-X
R-Nu + X
maka :
Harga k konstan untuk reaksi dengan kondisi eksperiman yang sama (pelarut,
konsentrasi).
Untuk membuktikan adanya inversi konfigurasi pada reaksi SN2 yaitu dengan
menggunakan substrat yang bersifat aktif optik. Inversi konfigurasi ini disebut inversi
Walden, sebagai penghormatan terhadap Walden atas jasanya dalam melakukan observasi
yang intensif yang mengungkapkan adanya fenomena tersebut. Contoh yang digunakan
oleh Walden untuk membuktikan terjadinya inversi konfigurasi pada reaksi S N2 ini adalah
reaksi antara (+)-asam malat dengan tionil klorida (SOCl 2) yang menghasilkan (+)-asam
klorosuksinat, sedangkan bila (+)-asam malat direaksikan dengan PCl5 ternyata
menghasilkan (-)-asam klorosuksinat.
O
C OH
|
H C Cl
|
(-)-asam klorosuksinat
CH2
|
O
PCl5
C=O
C OH
OH
|
H C OH
|
CH2
SOCl2
C OH
C=O
H C Cl
OH
CH 2
|
(+) asam malat
C=O
|
OH
Salah satu hasil reaksi di atas, mengalami inversi konfigurasi dan yang lain
mengalami retensi konfigurasi. Yang menjadi masalah adalah hasil yang manakah yang
mengalami retensi konfigurasi dan yang manakah yang mengalami inversi konfigurasi.
Dalam hal ini sulit ditentukan karena rotasi tidak selalu berhubungan dengan konfigurasi,
dalam arti bahwa senyawa yang konfigurasinya serupa tidak harus mempunyai rotasi
dengan arah yang sama. Contoh lain yang diamati Walden adalah reaksi antara (+)-asam
klorosuksinat dengan KOH dan Ag2O
KOH
C OH
|
H C OH
(-)-asam malat
|
CH2
|
O
C=O
C OH
OH
|
H C Cl
CH2
C OH
|
C=O
|
Ag2O
C OH
OH
CH 2
|
(+) asam klorosuksinat
C=O
|
OH
Reaksi KOH dengan senyawa (+)-asam klorosuksinat ternyata diperoleh senyawa
aktif optik yang merupakan enantiomernya, sedangkan reaksinya dengan Ag2O
menghasilkan (+)-asam malat. Terjadinya inversi pada konfigurasi pada reaksi S N2 ini juga
ditunjukkan oleh reaksi antara (R)-2-bromooktana dengan ion hidroksida OH yang
menghasilkan (S)-2-oktanol dengan persamaan reaksi:
CH2(CH2)4CH3
CH2(CH2)4CH3
H
C
Br
OH-
SN2
HO
Br-
CH3
(R)- 2- bromooktana
(S)-2-oktanol
Inversi konfigurasi dapat terjadi dalam reaksi diatas, di mana terlihat bahwa gugus
OH tidak menempati posisi yang sebelumnya diduduki oleh Br. Dapat dikatakan bahwa
alkohol yang terbentuk yaitu 2-oktanol mempunyai konfigurasi yang berlawanan dengan 2bromooktana. Inversi konfigurasi artinya suatu reaksi yang menghasilkan senyawa dengan
konfigurasi yang berlawanan dengan konfigurasi reaktan.
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SN2 terutama disebabkan oleh faktor sterik
dan bukan ditimbulkan oleh faktor polaritas. Hal ini berarti perbedaan laju reaksi berkaitan
dengan keruahan substituen dan bukan karena faktor distribusi elektronnya. Apabila
jumlah substituen yang terikat pada atom C yang mengikat gugus pergi bertambah, maka
kereaktifannya dalam reaksi SN2 akan menurun.
Contoh : Reaksi substitusi gugus OH pada 2 macam alkil halida primer.
1.
OH-
+ CH3Br
bromometana
2.
OH-
CH3OH +
Br-
metanol
+ CH3CH2Br
bromometana
CH3CH2OH +
Br-
etanol
bromoetana memerlukan waktu satu jam untuk menyelesaikan separuh reaksi, maka
bromoetana hanya memerlukan 1/30 kalinya, yaitu 2 menit saja untuk menyelesaikan
separuh reaksinya. Laju relatif rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2 dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Laju reaksi relatif rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2
Alkil halida
Laju relatif
CH3-X
CH3CH2-X
CH3CH2-CH2-X
CH3CH2-CH2-CH2-X
(CH3)2-CH-X
(CH3)2-CH-CH2-X
(CH3)3-C-CH2-X
(CH3)3-C-X
30
1
0,4
0,4
0,025
0,030
10-5
~0
Makin meruahnya gugus yang diikat oleh atom C yang mengikat gugus pergi
makin rendah laju reaksinya. Untuk alkil halida sederhana, urutan kereaktifannya dalam
reaksi SN2 adalah: metil > alkil primer > alkil sekunder > alkil tersier
Laju reaksi neopentil halida terhadap reaksi SN2 sangat rendah, meskipun senyawa
termasuk alkil halida primer. Hal ini disebabkan karena dalam reaksi SN2 nukleofil
menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi, sehingga gugus yang meruah pada
atom karbon atau didekat atom karbon tersebut akan menghalangi serangan nukleofil.
2. Mekanisme Reaksi SN1
Reaksi substitusi nukleofilik yang laju reaksinya hanya tergantung dari konsentrasi
substrat dan tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil disebut reaksi SN1 atau reaksi
substitusi nukleofilik unimolekuler. Reaksi SN1 terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
melibatkan ionisasi alkil halida menjadi ion karbonium, berlangsung lambat dan
merupakan tahap penentu reaksi. Tahap ke dua melibatkan serangan yang cepat dari
nukleofil pada karbonium. Contoh dari reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler adalah
hidrolisa tersier butil bromida. Tersier butil halida dan alkil halida tersier lainnya, karena
keruahan strukturnya (rintangan sterik) tidak bereaksi secara S N2. Tetapi bila tbutilbromida direaksikan dengan suatu nukleofil yang berupa basa yang sangat lemah
(seperti H2O atau CH3CH2OH), memberikan hasil substitusi SN1.
CH3
CH 3
CH3 C Br
+ CH3CH2 OH
250C
CH3
CH3
t-butil bromida
etanol
etil-t-butil eter
CH3
CH 3
CH3 C Br
+ H2 O
|
CH3
t-butil bromida
250C
CH3 C OH
|
CH3
t-butil alkohol
+ HBr
Hasil reaksi substitusi yang diperoleh pada reaksi SN1 berbeda dengan hasil
substitusi yang diperoleh pada reaksi SN2. Sebagai contoh bila dalam reaksi SN1 digunakan
substrat suatu enantiomer murni dari alkil halida yang mengandung atom C kiral, akan
diperoleh hasil substitusi yang berupa campuran rasemik dan bukannya hasil inversi
konfigurasi seperti yang diperoleh pada reaksi SN2. Disamping itu diperoleh kesimpulan
bahwa pada reaksi SN1 pengaruh konsentrasi nukleofil terhadap laju reaksi keseluruhan
sangat kecil. Hal ini berlawanan dengan reaksi S N2 yang laju reaksinya berbandingan lurus
dengan konsentrasi nukleofil. Tersier -butil bromida dapat bereaksi SN1 dengan ion
hidroksida.
CH3
CH 3
CH3 C Br
+ OH-
CH3 C OH
Br-
CH3
CH3
t-butil bromida
t-butil alkohol
Reaksi SN1 t- butil bromida dengan gugus OH - diatas merupakan reaksi bertahap.
Tahap pertama adalah pemutusan ikatan C-Br membentuk sepasang ion yaitu ion bromida
dan karbokation (suatu ion dengan muatan positif pada atom C). Karena pada reaksi ini
melibatkan pembentukan ion, maka reaksi ini dibantu oleh pelarut polar seperti H 2O
dengan cara menstabilkan ion yang terbentuk melalui proses solvasi. Mekanisme reaksinya
adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Pembentukan karbokation
CH3
CH 3
| +
CH3 C Br
|
CH3
CH3 C ----Br
|
CH3
Keadan transisi
CH 3
-
|
CH3 C+
Br-
|
CH 3
CH3
CH3
CH3 C Br
CH3 C OH
CH3
CH3
Tahap 1 merupakan tahap penentu reaksi, karena berjalan lambat. Pada tahap ini
terjadi ionisasi t-butil bromida membentuk karbokation tersier-butil dan ion bromida. Laju
reaksi pada tahap ini hanya tergantung pada konsentrasi t-butil bromida dan tidak
tergantung pada konsentrasi ion OH.
Stereokimia reaksi SN1
Pada reaksi SN1, ion karbonium merupakan intermediet dan mempunyai geometri
berbentuk planar, sehingga nukleofil dapat menyerang dari dua sisi. Jika ditinjau dari segi
stereokimia, terbukti bahwa pada reaksi substitusi dengan mekanisme SN1, serangan
nuklefil dapat terjadi dari arah depan atau dari arah belakang kedudukan gugus pergi.
Dengan demikian pada reaksi SN1, dapat terjadi retensi atau inversi konfigurasi. Serangan
nukleofil pelarut terjadi dari arah depan sehingga terbentuk retensi konfigurasi, sedangkan
serangan nukleofil yang bukan pelarut dapat terjadi dari arah depan atau belakang sehingga
terjadi rasemisasi.
Contoh:
H2O
C6 H13
CH3
Br
C6 H13
Br-
CH3
a
C6 H13
HO
CH3
H
C6 H13
CH3
OH
inversi
retensi
(dominan)
Terjadinya hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: seperti yang telah
dipaparkan dimuka, reaksi SN1 menghasilkan karbokation. Pada karbokation ini atom C
berhibridisasi sp2 dengan sebuah orbital p yang kosong yang dapat digambarkan sebagai
C +
Jika nukleofil menyerang orbital p yang kosong dari karbokation tersebut, maka
peluang untuk menyerang kedua sisi adalah sama. Jika hal ini terjadi akan menghasilkan
campuran rasemat atau terjadi rasemisasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada
reaksi SN1 tidak akan diperoleh inversi konfigurasi seperti halnya pada reaksi SN2. Laju
reaksi SN1 hanya tergantung pada konsentrasi substrat dan tidak tergantung
pada konsentrasi nukleofil, sehingga persamaan laju reaksinya adalah:
Laju
1,00
CH3CH2-Br
1,00
(CH3)2-CH-Br
11,6
(CH3)3-C-Br
1,2 x 106
Laju reaksi SN1 dipengaruhi oleh energi pengaktifan relatif yang mengakibatkan
terbentuknya karbokation yang berlainan. Energi keadaan transisi yang akan membentuk
karbokation ditentukan
oleh
terbentuk pada keadaan transisi ini. Reaksi yang menghasilkan karbokation yang berenergi
lebih rendah dan lebih stabil akan berlangsung lebih lambat.Urutan kestabilan karbokation
dalam reaksi SN1 adalah sebagai berikut:
CH3
|
CH3 <
CH3CH
+
2
<
CH3 C
<
CH3 C
CH3
CH3
Reaksi SN1 dari alkil halida tersier berlangsung dengan laju yang tinggi karena
menghasilkan karbokation yang lebih stabil daripada karbokation yang dihasilkan oleh
metil halida atau alkil halida primer.
Banyaknya gugus alkil yang terikat pada atom C trivalen positif berhubungan
dengan kestabilan karbokation tersebut. Kestabilan karbokation ini dapat dijelaskan dengan
hukum fisika yang menyatakan bahwa sistem yang bermuatan akan distabilkan oleh
penyebaran (delokalisasi) muatan. Gugus alkil adalah gugus pendorong elektron, artinya
gugus alkil ini akan memindahkan kerapatan elektronnya ke atom yang bermuatan positif.
Melalui pemindahan elektron ini, gugus alkil yang terikat pada atom C positif dari
karbokation mendelokalisasikan muatan positif atom C. Dengan cara ini maka gugus alkil
tersebut membantu menstabilkan karbokation.
Orbital yang
tumpang tindih
H
C
H
C
H
Orbital kosong
Kerapatan elektron pada ikatan sigma () C-H gugus metil mengalir ke orbital p
yang kosong dari karbokation karena orbital-orbital ini dapat bertumpang tindih sebagian.
Dengan pergeseran kerapatan elektron ini, muatan positif dari atom C karbokation
berkurang dari atom H gugus metil menjadi bermuatan parsial positif. Delokalisasi muatan
seperti ini akan menyebabkan kestabilan karbokation meningkat.
Ada tiga gugus metil pendorong elektron di sekeliling atom C pusat yang dapat
membantu delokalisasi muatan positif, pada karbokation tersier butil. Pada Kation
isopropil memiliki 2 gugus metil, karbokation etil memiliki satu gugus metil, sedangkan
dalam
karbokation
metil
tidak
ada
satupun
gugus
yang
dapat
membantu
mendelokalisasikan muatan positif. Dengan demikian maka delokalisasi muatan dan urutan
kestabilan karbokation berkaitan erat dengan gugus metil yang terikat pada atom C positif
karbokation, seperti yang dijelaskan berikut ini:
+
CH3
CH3
CH3
>
+
CH3
CH3
> CH3
| +
|
H
>
H- C
|
H
|
H
akiral
Produk reaksi adalah rasemat atau beberapa ada yang mengalami inversi
Elektrofilisitas/keelektrofilan
Elektrofilitas merupakan sesuatu yang tertarik pada elektron, Dan karena tertarik
oleh daerah negatif, elektrofil harus merupakan sesuatu yang memebawa muatan positif
penuh atau memiliki sedikit muatan positif disuatu daerah padanya.
Tahapan reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler, SE1:
Tahap pertama
Seandainya elektrofil merupakan ion positif X+. Dua dari elektron pada sisten yang
terdeloakalisai tertarik kearah X+ dan membentuk ikatan. Sehingga terjadi pemutusan
dislokalisasi, walaupun tidak seluruhnya.
Ion yang terbentuk pada tahap ini bukan merupakan hasil akhir. Tahap ini hanya
merupakan tahap antara. Hasilnya merupakan hasil antara.
Masih terjadi delokalisasi pada hasil antara, namun hanya pada sebagian daerah
dari ion. Ion pada hasil antara bermuatan positif sebagai hasil dari penggabungan molekul
netral dan ion positif. Muatan positif ini lalu menyebar sepanjang daerah yang
terdelokalisasi pada cincin. Anda cukup menggambarkan + pada bagian tengah cincin
untuk menunjukkan hal ini. Hidrogen pada bagian bagian atas dari gambar bukanlah
hidrogen yang baru, hidrogen tersebut sudah berikatan pada carbon yang sama sebelum
reaksi. Dan untuk lebih memperjelas reaksi selanjutnya hidrogen tersebut perlu dituliskan.
Tahap kedua
Disini kita akan memerkenalkan ion baru, Y-. Darimana ini datang? Anda harus ingat
bahwa tidak mungkin untuk mendapatkan positif ion saja pada suatu sistem kimia. Jadi ion
Y- merupakan ion yang sebelumnya berikatan dengan X+.
Elektron tidak berpasangan pada Y-membentuk ikatan dengan atom hidrogen pada
bagian atas dari cincin. Ini berarti bahwa pasangan dari elektron yang menghubungkan
hidrogen dengan cincin tidak diperlukan lagi. Bagian tersebut lalu bergerak kebawah dan
mengisi ruang kosong pada daerah dislokalisasi elektron dan mengembalikan dislokalisasi
elektron seperti semula. Sehingga stabilitas benzen-pun kembali. Mekanisme reaksi E1
merupakan alternatif dari mekanisme reaksi SN1. Karbokation dapat memberikan sebuah
proton kepada suatu basa dalam reaksi eliminasi.
Mekanisme reaksi E1 terdiri dari dua tahap, yaitu :
Tahap 1, yang merupakan reaksi E1 yang berjalan lambat.
Tahap 2, yang merupakn reaksi E1 yang dengan berjalan cepat.
Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler, SE1
Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1) terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap ionisasi yang berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi, dan
tahap penggabungan karbanion dengan elektrofil yang berlangsung cepat.
R- :
Tahap 1. R-X
Tahap 2. R- :
Y+
X+
R-Y
c
b
Y + X+
Y+
c
Y+
(SE2 depan)
X+
(SE2, belakang)
Tahap 1. R-X
Tahap 2. R- :
Y+
X+
R-Y
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi (pembentukan
karbanion).Produk reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk