Anda di halaman 1dari 6

DO (Dissolved Oxygen) adalah kadar oksigen terlarut dalam air.

DO adalah salah satu para meter kualitas air, dengan titik acuan pada jumlah oksigen yang terlarut dalam air (air bersih mempunyai DO sekitar 10 ppm pada suhu 250C. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah ukuran kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme yang hidup di perairan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalamnya. Apabila kandungan oksigen dalam air menurun, maka kemampuan mikroorganisme aerobik untuk menguraikan bahan organik tersebut juga menurun. COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi. Indikator ini umumnya digunakan pada limbah industri. TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 m. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang kemudian diikuti dengan pengendapan (Fardiaz, 1992) Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan. TSS adalah zat-zat padat yang berada pada dalam suspensi, dapat dibedakan menurut ukuranya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel koloid) dam partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi) (Alaerts dan Santika, 1987) Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual, sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi, sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena sebenarnya air di antara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang (Alaerts dan Santika, 1987)

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD sama dengan BOD, yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri. Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD. Pengujian COD sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan BOD karena bakteri akan mati. Selain itu waktu pengujian COD lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BOD lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri (seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi. Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini menurut Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu

(1) BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi; (2) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah; (3) untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah; dan (4) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah. Karena nampaknya BOD akan tetap digunakan sampai beberapa waktu mendatang, maka penting untuk mengetahui sebanyak mungkin mengenai cara 10 penentuannya berikut segala keterbatasan atau kelemahannya.

Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bias lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Metode pengukuran BOD dan COD Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selamalimahari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.

Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.

Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).Limahari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut- 4kanlama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah

beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik sepertiIndonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.

Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux (Gambar 1) diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasilimahari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walau- pun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (limahari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.

Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Penyebab

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbedabeda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik seperti air comberan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air. Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai seperti di Sungai Citarum Pencemaran air oleh sampah Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan

Akibat v Dapat menyebabkan banjir v Erosi v Kekurangan sumber air v Dapat membuat sumber penyakit v Tanah Longsor v Dapat merusak Ekosistem sungai v Kerugian untuk Nelayan

Pencemaran air adalah masuknya bahan pencemar ke dalam lingkungan perairan, sehingga menurunkan kualitas air. Bahan pencemar ini dapat membunuh hewan dan tumbuhan yang hidup di dalamnya. Selain itu, dapat mengganggu atau memutuskan jaring-jaring makanan di lingkungan perairan. Apa Sajakah Parameter Untuk Menentukan Kualitas Air?

Anda mungkin juga menyukai