Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)

DOSEN : Daria Br. Ginting, M,Si.

Kelompok 1

Anggota :

1. Arizal Pratama 2013451145


2. Novi Andika Septiana 2013451101
3. Nurdiva Khavivah Lingga 2013451102
4. Pramudita Sapitri 2013451105
5. Putri Alsyira Diana 2013451106
6. Rizka Damaiyanti 2013451113
7. Ryo Syafitra 2013451116
8. Sevira Permata Sari 2013451136
9. Sherly Alfiro nurshafa’at 2013451125
10. Uci Anuari AG 2013451131
11. Wayan Panca Putri 2013451133

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN D3 SANITASI REGULER 3

TAHUN AJARAN 2020/2021


BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin,
1988; Metcalf & Eddy, 1991). Sekali lagi, Boyd (1990) menegaskan bahwa bahan organik
yang terurai menjadi BOD adalah bahan organik yang siap terurai (bahan organik yang
mudah terurai). Mays (1996) mendefinisikan BOD sebagai ukuran jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh populasi mikroba di perairan sebagai tanggapan terhadap masuknya bahan
organik yang terdekomposisi. Dari istilah ini dapat disimpulkan bahwa meskipun nilai BOD
menunjukkan jumlah oksigen, demi kesederhanaan itu juga dapat diartikan sebagai gambaran
dari jumlah bahan organik yang dapat terurai secara hayati di perairan.

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin,
1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily
decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai
respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini
dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk
mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan. Selain waktu analisis yang lama, kelemahan
dari penentuan BOD lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri
(seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan
pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau
pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi. Meskipun ada
kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini menurut
Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan
pengolahan air limbah, yaitu :

(1) BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk
menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi;

(2) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah;

(3) untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah; dan

(4) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan
air limbah.

Karena nampaknya BOD akan tetap digunakan sampai beberapa waktu mendatang, maka
penting untuk mengetahui sebanyak mungkin mengenai cara penentuannya berikut segala
keterbatasan atau kelemahannya.
Metode pengukuran BOD

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian
mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada
kondisi gelap dan suhu tetap (20ºC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5
(DOi – DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter
(mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode
Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi
dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses
fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selamalimahari,
diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi
hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting
diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada
pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat
ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat
kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan
penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran
dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci
metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf
& Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan
mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang
cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20
hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 –
70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).Limahari inkubasi adalah
kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan
waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut- 4kanlama waktu tersebut dalam
nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau
memperbandingkan. Temperatur 20ºC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard.
Temperatur 20ºC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim
sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik
sepertiIndonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik
umumnya berkisar antara 25 – 30ºC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah
bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang
diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama
tersebut.
Uji BOD

Berdasarkan American Public Health Association (APHA) metode 5210, uji BOD dapat
dilakukan dengan 3 metode yaitu titrasi, metode dilusi dan metode respirometrik. Metode
titrasi yang dilakukan adalah secara Iodometri, sedangkan metode dilusi dilakukan dengan
menggunakan DO-meter. Namun berbeda dari kedua metode ini, metode respirometrik
memanfaatkan siklus pernafasan bakteri dengan mengukur tekanan gas oksigen yang ada
pada tabung uji selama proses berlangsung. Secara umum, uji BOD dilakukan dengan
menginkubasi sampel pada suhu 20°C selama 5 hari dan disebut sebagai BOD5, tetapi uji
BOD juga dapat dilakukan selama 7 hari yang disebut BOD7 atau bahkan hingga 21 hari
yang disebut sebagai BOD Ultimate (BOD21 / BODU). Kondisi yang harus diterapkan
sebagai syarat dalam pengujian BOD adalah sebagai berikut :

a. Suhu sampel harus 20 ± 1°C dengan pH haruslah berkisar pada 6.5 – 7.5, dan sampel tidak
boleh disimpan lebih dari 2 hari.

b. Jika sampel limbah telah mengalami proses desinfektasi dengan penambahan zat seperti
klorin, klorin dioksida, ozon dan lain sebagainya, maka sampel harus melalui proses pre-
treatment terlebih dahulu.

c. Jika bakteri toksik terkandung dalam sampel maka harus sampel harus melalui proses pre-
treatment terlebih dahulu.

d. Jika sampel mengandung banyak bakteri nitrifikasi, maka pre-treatment perlu dilakukan,
namun hal ini hanya jika uji BOD dilakukan lebih dari 5 hari.

e. Sampel tidak boleh mengandung logam berat sehingga pre-treatment perlu dilakukan jika
sampel mengandung logam berat.

f. Bakteri yang terkandung dalam sampel haruslah cukup.

g. Nutrient yang ditambahkan pada sampel haruslah cukup.

Uji BOD : Metode Respirometrik

Metode respirometrik memanfaatkan bakteri aerob dengan mengestimasikan pada hari


0 (nol) nilai BOD adalah 0 mg/L, hal ini karena bakteri belum melakukan proses
respirasi. Ketika respirasi bakteri telah terjadi, nilai oksigen pada botol uji akan perlahan
menurun dengan meningkatnya volume gas karbon dioksida (CO2), namun gas ini tidak
akan mengganggu proses karena akan ditangkap oleh padatan Alkali hiroksida seperti
NaOH, KOH ataupun LiOH. Serangkaian reaksi dari proses ini adalah sebagai berikut :
Mengacu pada standard American Public Health Association (APHA) metode 5210D,
adapun reagen – reagen yang dibutuhkan selama proses pengujian BOD adalah sebagai
berikut :
1. Air destilasi
Digunakannya air hasil destilasi dalam uji BOD agar tidak adanya kontaminasi bakteri
dari air, dan hindari penggunaan air yang dimurnikan melalui suatu membran jika
membran tidak dibersihkan secara berkala.
2. Larutan Nutrisi (Nutrient Solution)
Larutan ini merupakan makanan untuk para bakteri aerob dan terdiri dari beberapa reagen
kimia seperti kalsium klorida (CaCl2), magnesium sulfat (MgSO4), Besi (III) klorida
(FeCl3), dan larutan buffer phosphate. Namun preparasi keseluruhan larutan – larutan
tersebut akan memakan waktu dari mulai penimbangan hingga pelarutan, selain itu
preparasi setiap larutan dilakukan dalam jumlah 1 L. Hal ini tentulah kurang efisien jika
dilihat dari segi waktu maupun “cost” dalam tiap pengujian, sehingga alternatif lainnya
adalah dengan menggunakan nutrient pack sepertu nutrient buffer pillow.
3. Larutan benih bakteri (Bacterial seed suspension)
Beberapa industri ada yang langsung mengandalkan bakteri yang terkandung dalam air
limbah, namun beberapa industri juga ada yang menambahkan benih bakteri dalam
pengujian BOD-nya. Preparasi benih bakteri ini telah dijelaskan pada SNI nomor 6989
bagian 72 tahun 2009 dan sumber bibit mikroba dapat diperoleh dari limbah domestik,
efluen dari pengolahan limbah secara biologis yang belum mencapai proses destifektasi,
dan air sungai yang menerima buangan limbah organik. Terdapat 3 cara untuk membuat
larutan suspensi benih bakteri yang dapat digunakan untuk uji BOD yaitu cara pertama
dengan mengambil supernatan dari sumber bibit mikroba limbah domestik), cara kedua
berdasarkan OECD guideline for testing of chemicals, 301 – 1992 ready biodegradability,
atau dengan menggunakan suspensi bibit bakteri berupa BOD seed. Dalam hal ini,
pengguna BOD seed sangatlah efisien karena tidak memakan waktu terlalu lama seperti
cara lainnya, serta peralatan yang diperlukan hanyalah magnetic stirrer dan gelas kimia
berisikan air dilusi.
4. Padatan Alkali Hidroksida
Padatan alkali hidroksida seperti LiOH, KOH, dan NaOH dapat digunakan pada uji BOD
sebagai penangkap gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses respirasi
bakteri. Gas ini akan bereaksi dengan alkali hidroksida membentuk suatu karbonat.
Penting untuk dicatat bahwa padatan alkali hidroksida tidak dimasukkan langsung pada
sampel, melainkan di isi pada alkalinity holder yang berada di ujung botol sebelum
sensor, yang ditunjukkan pada Gambar 1.
5. Larutan basa dan asam 1 N
Kegunaan kedua larutan ini adalah untuk memastikan bahwa pH sampel tidak jauh dari
angka 7.
6. Larutan glukosa – asam glutamat (Glucose-Glutamic Acid / GGA)
Larutan ini digunakan sebagai larutan standard untuk uji BOD, namun dibutuhkan
preparasi seperti pengeringan dalam oven selama 1 jam, penimbangan dan pelarutan,
dengan hasil kadar BOD yang harus dihitung secara manual. Sebagai alternatifnya, BOD
tablet komersial yang telah mencantumkan nilai BOD dapat digunakan sebagai standard
untuk melakukan validasi metode pengujian BOD.
7. Larutan – larutan pre-treament
Beberapa larutan yang dapat digunakan untuk pre-treatment sampel adalah larutan NaOH
yang digunakan untuk menghilangkan ion logam berat yang ada pada sampel; Larutan
Natrium sulfit yang digunakan untuk menghilangkan klorin, serta larutan inhibitor bakteri
nitrifikasi.
METODOLOGI PENELITIAN

Alat

Alat yang digunakan adalah botol winkler, lemari inkubasi, pipet volumetrik, labu ukur,
aerator, pH meter, oven, kultur tabung borosilikat bertutup ulir, heatingblock, statif,
mikroburet, pipet skala, erlenmeyer, gelas kimia dan neraca analitik.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah larutan mangan sulfat (MnSO4), larutan alkali iodida azida
(NaN3, NaOH, dan NaI), larutan asam sulfat (H2SO4), larutan glukosa-asam-glutamat,
larutan pereaksi asam sulfat (H2SO4 dan Ag2SO4), indikator amilum, larutan baku kalium
dikromat (K2Cr2O7), larutan indikator feroin, larutan air pengencer (akuades jenuh oksigen,
buffer fosfat, MgSO4, CaCl2, FeCl3), larutan ferro ammonium sulfat (FAS), larutan baku
kalium hidrogen ftalat (KHP) dan akuades

Prosedur Kerja

1. Analisis BOD

a. Persiapan Pengujian BOD Adapun persiapan pengujian BOD pada sampel dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:

1) Sampel uji dikondisikan pada suhu 20ºC ± 3ºC.

2) Sampel dilakukan pengukuran pH, Jika nilainya tidak dalam kisaran 6,0-8,0 maka pH
diatur pada kisaran tersebut dengan menambahkan larutan H2SO4 atau NaOH.

3) Larutan glukosa-asam glutamat dikondisikan pada suhu 20ºC ± 3ºC.

4) Larutan glukosa-asam glutamat sebanyak 20 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L dan


diencerkan dengan air pengencer.
5) Jumlah pengenceran sampel sangat tergantung pada sampel uji, dan di pilih pengenceran
yang diperkirakan dapat menghasilkan penurunan oksigen terlarut minimal 2,0 mg/L dan sisa
oksigen terlarut minimal 1,0 mg/L setelah diinkubasi 5 hari pengenceran sampel uji dapat
dilakukan berdasarkan faktor pengenceran seperti pada Tabel berikut ini :

b. Prosedur Pengujian BOD

Adapun tahapan pengujian BOD terhadap sampel adalah sebagai berikut:

1) Botol winkler disiapkan 2 buah dan ditandai masing-masing A1 dan A2.

2) Larutan sampel uji dan larutan air pengencer dimasukkan ke dalam masing-masing botol
winkler A1 dan A2 sampai meluap. Kemudian masing-masing botol ditutup secara hati-hati
untuk menghindari terbentuknya gelembung udara.

3) Pengocokan dilakukan beberapa kali, kemudian akuades ditambahkan pada sekitar mulut
botol winkler yang telah ditutup.

4) Botol A2 disimpan dalam lemari inkubator 20oC ± 1oC selama 5 hari.

5) Botol A1 ditambahkan 1 mL larutan MnSO4, ditambahkan 1 mL larutan alkali iodida


azida dan ditambahkan 1 mL larutan H2SO4, serta ditambahkan 1-2 tetes indikator amilum.

6) Pengukuran dilakukan dengan metode titrasi secara iodometri (modifikasi Azida) sesuai
dengan yang ditujukkan. Hasil pengukuran, merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (A1).
Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari harus dilakukan paling lama 30 menit setelah
pengenceran.
7) Pengerjaan tahap 5 dan 6 diulangi untuk botol A2 yang telah diinkubasi 5 hari. Hasil
pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari (A2).

8) Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan larutan pengencer tanpa sampel uji.
Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (B1) dan nilai
oksigen terlarut 5 Hari (B2).

9) Penetapan kontrol standar dilakukan dengan menggunakan larutan glukosaasam glutamat.


Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari dan nilai oksigen
terlarut 5 Hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan pengujian limbah industri di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan yaitu BOD dengan 3 sampel dengan dua kali pengulangan.BOD merupakan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan
organik dalam kondisi aerobik.Walaupun nilai BOD untuk menyatakan jumlah oksigen
terlarut, tetapi dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan (Atima, 2015).Prinsip pengukuran BOD yaitu
sejumlah sampel uji ditambahkan kedalam larutan pengencer jenuh oksigen yang telah
ditambah larutan nutrisi, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 20oC ± 3oC
selama 5 hari. Nilai BOD dihitung berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol)
hari dan 5 (lima) hari. Bahan kontrol standar dalam uji BOD ini digunakan larutan glukosa-
asam glutamat. Untuk mengetahui nilai BOD dari sampel uji maka terlebih dahulu dihitung
nilai DO yang dihasilkan dari masing-masing sampel tersebut.DO dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

DO (mg/L) = V x N x 8000

50

Keterangan:

V = mL Na2S2O3

N = Normalitas Na2S2O3

8000 = berat mili ekuivalen oksigen x 1000 mL/Liter

50 = mL sampel uji

Setelah nilai DO masing-masing sampel diketahui maka nilai BOD dari sampel uji
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

BOD5= A1 -A2 - B1 -B2 x P

Keterangan:

A1=Nilai DO dari sampel uji sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L)


A2=Nilai DO dari sampel uji setelah inkubasi (5 hari) (mg/L)

B1= Nilai DO dari blanko sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L)

B2= Nilai DO dari blanko setelah inkubasi (5 hari) (mg/L)

P= Perbandingan volume sampel uji (V1) per volume total (V2)

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka didapatkan nilai
BOD pada sampel uji seperti yang tertera pada tabel berikut

Keterangan:

A1 = Nilai DO dari sampel uji sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L)

A2 = Nilai DO dari sampel uji setelah inkubasi (5 hari) (mg/L)

B1 = Nilai DO dari blanko sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L)

B2 = Nilai DO dari blanko setelah inkubasi (5 hari) (mg/L)

Kondisi awal pada sampel 1 berwarna hitam yang mengindikasikan bahwa sampel 1
belum memenuhi standar untuk dibuang langsung ke perairan. Sedangkan kondisi awal pada
sampel 2 berwarna keruh dan pada sampel 3 berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa
sampel 2 dan 3 masih memenuhi standar untuk dibuang langsung ke perairan. Berdasarkan
Tabel 1. nilai BOD yang dihasilkan pada sampel 1 di atas ambang batas baku mutu air limbah
yaitu sebesar 1874,40 mg/L. Tingginya nilai BOD mengakibatkan menurunnya kandungan
oksigen terlarut (DO) dari limbah sehingga kandungan senyawa organik yang dihasilkan
tinggi dan mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai zat padat tersuspensi (Pamungkas,
2016).Pada sampel 2 dan 3 telah memenuhi standar baku mutu air limbah karena nilai BOD
yang dihasilkan menunjukkan nilai yang normal dan memenuhi baku mutu air limbah yaitu
sebesar 25,62 mg/L pada sampel 2 dan 8,67 mg/L pada sampel 3. Oleh karena itu, pada
sampel 2 dan 3 masih memenuhi standar untuk dibuang langsung ke perairan.

Penentuan nilai BOD sampel dilakukan dengan metode titrasi winkler.Prinsip


penentuan nilai BOD dengan metode titrasi winkler adalah titrasi iodometri (modifikasi
azida). Pada metode ini, volume yang akan ditentukan adalah volume larutan natrium
thiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan untuk titrasi iodium (I2) yang dibebaskan. Sebelumnya
larutan buffer fosfat yang telah diaerasi dengan oksigen ditambahkan dengan larutan MnSO4
dan larutan alkali iodida azida sehingga terbentuk endapan Mn(OH)3. Dengan penambahan
H2SO4,endapan yang terbentuk akan larut kembali dan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) sampai berubah warna menjadi warna kuning
jerami. Selanjutnyalarutan ditambahkan indikator amilum ke dalam larutan Iodium dan
dilanjutkan titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) sampai terjadi perubahan
warna dari biru menjadi tidak berwarna. Penambahan indikator amilum menjelang titik akhir
titrasi dilakukan agar tidak terbentuk ikatan iod-amilum yang dapat menyebabkan volume
Na2S2O3 keluar lebih banyak dari yang seharusnya. Mekanisme reaksi yang terjadi dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai