Anda di halaman 1dari 15

PENENTUAN KADAR KLORIN (Cl2) DALAM CAIRAN PEMUTIH

MENGGUNAKAN TITRASI IODOMETRI

MAKALAH

Diajukan Untuk Melengkapi


Tugas Mata Kuliah Kimia Analitik I

Oleh :

VIVIEN ANJADI SUWITO


1005120705

Dosen Pembimbing :
Dra.Rini, S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
 
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemutih pakaian digunakan untuk menghilangkan noda membandel yang menempel pada
pakaian. Pemutih yang beredar dipasaran, umumnya mengandung senyawa hipoklorit sebagai
bahan aktifnya. Latutan pemutih mengandung senyawa natrium hipoklorit (NaClO) dengan
kadar 5,25 % ; sedangkan serbuk pemutih mengandung senyawa kalsium hipoklorit,
Ca(ClO)2. Pemutih merupakan bahan kimia yang sangat reaktif. Mencampur bahan pemutih
dengan bahan rumah tangga lainnya dapat sangat berbahaya. Misalnya, jika pemutih
dicampur dengan pembersih kloset yang mengandung asam klorida dapat menghasilkan gas
klorin. Gas klorin dapat merusak saluran pernafasan, dan jika kadarnya cukup besar dapat
mematikan. Mencampur pemutih dengan ammonia juga menghasilkan gas beracun, yaitu
kloramin (NH2Cl) dan hidrazin (N2H4). Oleh karena itu jangan sekali-kali mencampur
pemutih dengan bahan lain tanpa petunjuk atau pengetahuan yang jelas. Penggunaan bahan
kimia tidak dapat dihindari karena sebagian bahan kimia sangat menunjang kehidupan kita.
Namun, penggunaan bahan kimia secara tidak tepat bisa berdampak negatif bagi manusia dan
lingkungan.

Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
Mengetahui zat aktif yang terkandung dalam cairan pemutih pakaian (bayclin)
Mengetahui bahaya jika cairan pemutih tercampur dengan zat kimia lain.
Mengetahui kandungan klor (Cl2) dalam cairan pemutih dengan menggunakan titrasi
iodometri.

Rumusan Masalah
Zat atau senyawa apa saja yang terkandung dalam cairan pemutih pakaian?
Apa bahaya/efek yang ditimbulkan, jika cairan pemutih pakaian tersebut tercampur dengan
bahan kimia yang lain?
Bagaimana cara menentukan kandungan klor (Cl2) dalam cairan pemutih pakaian dengan
menggunakan titrasi iodometri.

Manfaat Penulisan
            Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi  mahasiswa pada umumnya dan
teman-teman dari program studi Pendidikan Kimia pada khususnya untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang salah satu bahan kimia yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari yakni cairan pemutih pakaian serta bagaimana cara penentuan kandungan klorin
yang terdapat di dalamnya.

BAB II
ISI

2.1 Klorin
Klor (bahasa Yunani: Chloro=hijau pucat) adalah salah satu unsur kimia dengan simbol
“Cl”dan mempunyai nomor atom 17. Dalam tabel periodik, unsur ini termasuk kelompok
halogen atau golongan VIIA. Dalam bentuk ionya, unsur ini biasanya sebagai pembentuk
garam dan senyawa lain yang tersedia di alam dalam jumlah yang sangat berlimpah. Sangat
pentingnya unsur ini hampir semua kehidupan mengandung dan membutuhkan unsur ini ,
termasuk manusia.
Dalam bentuk gas, klorin berwarna kuning kehijauan, dan sangat beracun. Dalam bentuk cair
atau padat, klor sering digunakan sebagai oksidan, pemutih, atau desinfektan Kebanyakan
klor diproduksi untuk digunakan dalam pembuatan senyawa klorin untuk sanitasi, pemutihan
kertas, desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klor digunakan untuk pembuatan
klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstrasi brom.
Semua perairan alami mengandung klorida yang kadarnya sangat bervariasi mulai dari
beberapa milligram sampai puluhan ribu milligram (air laut). Namun suatu perairan baik itu
air tanah, air artesis, danau atau sungai biasanya memiliki kadar klorida yang relatif tetap.
Perubahan kadar klorida dalam suatu perairan berhubungan dengan lokasi maupun waktu
tertentu yang menunjukkan adanya percampuran dengan perairan lain maupun pencemaran
terhadap perairan tersebut. Keberadaa ion Cl-dalam air akan berpengaruh terhadap tingkat
keasinan air. Semakin tinggi konsentrasi Cl- , berarti semakin asin air dan semakin rendah
kualitasnya.
2.2  Bubuk Pemutih
Bubuk pemutih terdiri dari campuran kalsium hipoklorit dan klorida basa (CaCl2),
Ca(OH)2.H2O. Kalsium hipoklorit atau yang biasa disebut kaporit adalah senyawa kimia yang
memiliki rumus kimia Ca(OCl)2.  Kaporit biasanya digunakan untuk menjernihkan air .
Kalsium hipoklorit adalah padatan putih yang siap didekomposisi di dalam air untuk
kemudian melepaskan oksigen dan klorin. Senyawa aktifnya adalah hipoklorit yang
mempunyai daya untuk memutihkan. Kalsium hipoklorit memiliki aroma klorin yang kuat.
Senyawa ini tidak terdapat di lingkungan secara bebas.

Kalsium hipoklorit utamanya digunakan sebagai agen pemutih atau disinfektan. Senyawa ini
adalah komponen yang digunakan dalam pemutih komersial, larutan pembersih, dan
disinfektan untuk air minum, sistem pemurnian air, dan kolam renang. Ketika berada di
udara, kalsium hipoklorit akan terdegradasi oleh sinar matahari dan senyawa-senyawa lain
yang terdapat di udara. Di air dan tanah, kalsium hipoklorit berpisah menjadi ion kalsium
(Ca2+) dan hipoklorit (ClO-). Ion ini dapat bereaksi dengan substansi-substansi lain yang
terdapat di air.

 Kalsium hipoklorit tidak terakumulasi di dalam rantai makanan. Jalur pajanan kalsium
hipoklorit kepada manusia, yakni pertama, manusia dapat terpajan kalsium hipoklorit dalam
level kecil ketika menggunakan disinfektan seperti pemutih rumah tangga. Kedua, manusia
bisa terpajan ketika ia berenang di kolam yang menggunakan bahan kimia ini untuk
membunuh bakteri. Ketiga, meminum air dari suplai air minum publik yang menggunakan
bahan kimia ini untuk membunuh bakteri juga bisa menjadi jalur pajanan. Selain itu, para
pekerja yang dipekerjakan di pekerjaan dimana senyawa ini digunakan sebagai pemutih
kertas dan tekstil dapat menjadi subyek pajanan kalsium hipoklorit dalam level sedikit lebih
tinggi.
Efek toksik dari kalsium hipoklorit utamanya bergantung pada sifat korosif hipoklorit. Jika
sejumlah kecil dari pemutih (3-6% hipoklorit) tertelan (ingesti), efeknya adalah iritasi pada
sistem gastrointestinal. Jika konsentrasi pemutih yang tertelan lebih besar, misalnya
hipoklorit 10% atau lebih, efek yang akan dirasakan adalah iritasi korosif hebat pada mulut,
tenggorokan, esofagus, dan lambung dengan pendarahan, perforasi (perlubangan), dan pada
akhirnya kematian. Jaringan parut permanen dan penyempitan esofagus dapat muncul pada
orang-orang yang dapat bertahan hidup setelah mengalami intoksikasi (mabuk hipoklorit)
hebat.
Jika gas klorin yang terlepas dari larutan hipoklorit terhirup (inhalasi), efek yang akan
muncul adalah iritasi pada rongga hidung, sakit pada tenggorokan, dan batuk. Kontak dengan
larutan hipoklorit kuat dengan kulit akan menyebabkan kulit melepuh, nyeri bakar, dan
inflamasi. Kontak mata dengan larutan pemutih konsentrasi rendah menyebabkan iritasi
ringan, tetapi tidak permanen. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
luka mata parah. Pajanan hipoklorit dalam level rendah pada jangka waktu lama dapat
menyebabkan iritasi kulit. Belum diketahui apakah pajanan klorin memiliki efek pada
kemampuan reproduksi.
Pada Makanan, Food and Drug Administrastion (FDA) menetapkan ambang batas klorin,
yang tergambarkan oleh natrium hipoklorit atau kalsium hipoklorit, yaitu tidak boleh
melebihi berturut-turut 0.0082 pounds (sama dengan 3.72 gram) dan 0.0036 pounds (sama
dengan 1.633 gram) klorin per pounds makanan kering (1 pounds sama dengan 453.59 gram).
Dengan kata lain, dalam 100 gram makanan, kadar klorin (yang digambarkan dengan natrium
hipoklorit atau kalsium hipoklorit) tidak boleh melebihi berturut-turut 0.82 gram dan 0.36
gram.
Seperti diketahui, hal-hal yang memengaruhi efek pajanan suatu bahan kimia terhadap
metabolisme tubuh manusia dipengaruhi oleh dosis, lama pajanan, jalur pajanan, ciri khas
dan perilaku manusia, serta keberadaan senyawa kimia lainnya . Disini FDA melakukan
perhitungan dengan menggunakan statistik manusia secara umum. Jika kita menggunakan
standar ini untuk manusia di Indonesia, mungkin standar ini masih belum aman. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan antropometri manusia Indonesia dengan manusia Eropa,Amerika,
Afrika, atau manusia dari belahan dunia lainnya. Untuk mendapatkan angka yang lebih dapat
melindungi kesehatan manusia di Indonesia, maka diperlukan penelitian lebih lanjut.

2.3  Iodometri
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara
melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan
yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang
terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Svehla,
1997). Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi
reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa
zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi
oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik.
Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan
pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day &
Underwood, 1981). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer.
Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga boraks atau natrium
seringkali ditambahkan sebagai pengawet. Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion
tetrationat:
 I2 + 2S2O32-             2I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen dari
Na2S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17 karena satu electron persatu molekul hilang.
Jika pH dari larutan diatas 9 tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat:
4I2 + S2O32- + 5 H2O            8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin oksidasi menjadi sulfat tidak muncul , terutama
jika iodin dipergunakan sebagai titran.
Banyak agen pengoksidasi kuat seperti garam permanganate,garam dikromat dan garam
serium (IV) mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat ,namun reaksinya tidak kuantitatif. Dalam
standarisasi larutan-larutan tiosulfat sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-
standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standar yang paling jelas
namun jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan penimbangan yang lebih
sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan
membebaskan iodine dari iodide,sebuah iodometrik.
Kalium iodat dan kalium bromat mengoksidasi iodide secara kuantitatif menjadi iodine dalam
larutan asam:
IO3- + 5I + 6H+           3I2 + 3H2O BrO3- + 6I- + 6H+           3I2 + Br- + 3H2O
Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat ,reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit kelebihan
ion hydrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat namun
kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hydrogen biasanya
sejumlah kecil ammonium molibda ditambah sebagai katalis. Kerugian utama dari kedua
garam ini sebagai standar primer adalah bahwa berat ekivalen mereka kecil.
Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi ia larut dalam larutan KI harus disimpan pada
tempat yang dingin dan gelap . berkurangnya iodium dan akibat penguapan dan oksidsi udara
menyebabkan banyak kesalahan dalm analisis dapat distandarisasi dengan Na2S2O3.5H2O
yang lebih dahulu distandarisasi dengan senyawa lain.
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M
dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut
yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga
biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002). Warna larutan 0,1 N iodium
adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga
memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti
karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui
titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka
terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam
larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium
thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32-              3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai:
 S2O32- + I3-              S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi:
S2O3I- + S2O32-              S4O62- +I3-
Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002). Jika suatu zat pengoksidasi kuat
diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat
berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara
kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu
dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett,
1994).
Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan naiknya konsentrasi ion-
hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-sistem yang mengandung permanganat,
dikromat, arsenat, antimonat, borat dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang
mengandung oksigen dan karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak
anion pengoksidasi yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial reduksi
merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam larutan (Bassett, 1994).
 Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod adalah: 1. Kehilangan
iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang cukup berarti 2. Larutan iodida yang
asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+               2I2 + 2H2O
Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam dan
dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan berasam
dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama
berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang
terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II)
oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:
2HNO2 + 2H+ + 2I-             2NO + I2 + 2H2O 4NO + O2 + 2H2O
4HNO2
Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk
membebaskan iodium:
IO3- + 5I- + 6H+              3I2 + 3H2O
(Day & Underwood, 1981).

BAB III
PEMBAHASAN

1.  ALAT DAN BAHAN


Alat :
Labu ukur 100 mL
Pipet gondok 10 mL
Erlenmeyer
250 mL Pipet tetes Buret
Bahan :
Larutan KIO3 sebagai larutan baku
Air suling
Larutan Na2S2O3
Larutan  0,1 N KI 20%
HCl 4 N
Larutan kanji
Larutan H2SO4
Amonium molibdat 3%
Pemutih (bayclin sebagai aplikasinya)
2. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Larutan Standar
Pembuatan larutan KIO3 sebagai larutan baku, timbang KIO3 sebanyak 0,37 gr dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutkan dengan air suling dan encerkan sampai tanda batas. Kocok dengan baik agar
tercampur sempurna.
Penentuan (standarisasi) pemutih (bayclin) dengan KIO3. Bilas dan isi buret dengan larutan
Na2S2O3  0,1 N.
Pipet dengan pipet tetes sebanyak 2 mL, masukkan dalam erlenmeyer dan tambah 75 mL air
suling, ditambah 0,3 gr KI, tambah 2 mL H2SO4 1:6 dan tambah 3 tetes ammonium molibdat
3%.
Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna menjadi kuning
muda, kemudian ditambahkan kanji dan dititrasi terus sampai warna biru hilang.
Baca dan catat angka pada buret saat awal dan akhir titrsi, tentukan dan catat volume larutan
natrium tiosulfat yang digunakan dalam titrasi.
Hitung konsentrasi larutan natium tiosulfaat. Ulangi titrasi sampai 3 kali menggunakan
volume larutan natrium tiosulafat yang sama.
Hitung konsentrasi lautan natrium tiosulfat rata-rata.
B. Penentuan Kadar Klor dalam
Dengan menentukan kadar Cl2 pada pemutih(bayclin)
Dengan mengukur berat jenis pemutih (bayclin) diperoleh massa pikno 20 gram dan massa
kotor pemutih 75 gram sehingga diperoleh massa pemutih adalah 55 gram dengan volum 50
mL sehingga diperoleh berat jenis pemutih sebesar 1,1 gram/mL.
Kemudian dari 50 mL diambil 2 mL dari pemutih (tidak berwarna) dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer lalu ditambah aquades 75 mL agar tidak terlalu pekat .
Kemudian ditambah 0,3 gram KI berupa serbuk putih sehingga dihasilkan larutan berwarna
coklat kekuningan .
Selanjutnya ditambah lagi dengan 2 mL H2SO4 (tidak berwarna) dengan tujuan untuk
menjadikan suasana asam serta ditambahkan juga dengan 3 tetes amonium molibdat 3%
(tidak berwarna) sebagai katalis untuk mempercepat reaksi.
Dari penambahan-penambahan yang dilakukan ini diperoleh larutan berwarna coklat tua dan
terdapat endapan.
Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 tidak berwarna sampai larutan berwarna kuning muda
dan endapan menghilang.
Setelah menjadi kuning muda larutan ditambah dengan 5 mL larutan kanji tidak berwarna
maka larutan berubah warna menjadi ungu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa didalam
larutan terdapat I2 dan larutan kanji ini berfungsi sebagai indicator.
Kemudian titrasi dilanjutkan lagi hingga warna ungu kehitaman tepat hilang. Hal ini
menunjukkan bahwa didalam larutan tidak terdapat lagi I2 melainkan telah menjadi IÂ- .
Percobaan ini dilakukan sampai tiga kali sampai dengan diperoleh data volum Na2S2O3 yang
digunakan.
Sebagai contoh perhitungan penentuan kadar klorin dalam cairan pemutih pakaian diatas
adalah sebagai berikut :
V1 = 16,6 mL
V2 = 19,7 mL
V3 = 17,7 mL.
Sehingga perhitungannya sebagai berikut:
Cl2 + 2 I- → 2Cl- + I2
I2 + 2 S2O32- → S4O62- + 2I-
Pada percobaan pertama
Massa Sampel = V x ρ =  2 x 1,1 = 2,2 gram
molek Na2S2O3 = molek Cl2
             N. V    =  molek Cl2
 0,146 x 16,6    =   molek Cl2
2,4236 x 10-3    =   molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
                                 = 0,0024 x 35,5
                                 = 0,0852 gram.
% Massa Cl2 = Massa Cl2 x 100% Massa sampel
                      = 0,0852 x 100%. 2,2
                      = 3,8727 %
                      = 3,88 %.
Pada percobaan Kedua
Massa Sampel = V x ρ = 2 mL x 1,1 gram/mL = 2,2 gram
molek Na2S2O3   =   molek Cl2
              N. V    =    molek Cl2
  0,146 x 19,7    =    molek Cl2
  2,8762 x 10-3  =    molek Cl2
Sehingga massa Cl2 =   molek Cl2 . BE
                                 =    0,0029 x 35,5
                                 = 0,1029 gram
% Massa Cl2 = Massa Cl2 X 100% Massa Sampel
                      = 0,1029 x 100%. 2,2
                      = 4,6772 %
                      = 4,68 %
Pada percobaan Ketiga
Massa Sampel = V x ρ = 2 mL x 1,1 gram/mL = 2,2 gram
molek Na2S2O3   =   molek Cl2
           N. V       =   molek Cl2
  0,146 x 17,7   =    molek Cl2
 2,5842 x 10-3  =   molek Cl2
Sehingga massa Cl2 = molek Cl2 . BE
                                = 0,0026 x 35,5
                                = 0,0923 gram
% Massa Cl2 = Massa Cl2 X 100% . Massa Sampel
                     = 0,0923 x 100%. 2,2
                     = 4,1954 %
                     = 4,19 %
Jadi kadar rata-rata Cl2 dalam sampel pada percobaan ini adalah sekitar 4,25 %.
BAB IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai normalitas sebagai
larutan baku adalah 0,1037 N, sedangkan nilai normalitas larutan Na2S2O3 rata-rata adalah
0,146 N 2. Untuk aplikasi iodometri yaitu penentuan kadar ÂCl2 dalam pemutih (bayclin)
diperoleh kadar rata-rata  sebesar 4,25 %.
3.2 Saran
Untuk menentukan titik akhir suatu titrasi harus dilakukan secara cermat dan teliti , kelebihan
larutan Na2S2O3 sedikit saja saat titik akhir sudah tercapai akan membuat larutan erlenmeyer
tidak berwarna padahal seharusnya berwarna kuning muda dan sebaliknya apabila larutan
Na2S2O3 masih kurang maka warna kuning yang diinginkan tidsk sesuai karena warnanya
kurang muda(terlalu pekat), sehingga akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan untuk
menentukan normalitas Na2S2O3. Titik akhir titrasi tidak jauh berbeda dengan titik
ekivalennya, namun karena faktor keterbatasan indera penglihatan membuat titik akhir titrasi
tidak tepat dengan titik ekivalennya.

http://vivienanjadi.blogspot.co.id/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo_18.html
KANDUNGAN Beras
 7:43 PM   Dani Afandi   No comments

Beras
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ketan beralih ke halaman ini.

Beras, putih, panjang, biasa

Nilai nurtrisi per 100 g (3.5 oz)

Energi 1.527 kJ (365 kcal)

Karbohidrat 79 g

- Gula 0.12 g

- Serat pangan 1.3 g

Lemak 0.66 g
Protein 7.13 g

Air 11.62 g

Thiamine (Vit. B1) 0.070 mg (5%)

Riboflavin (Vit. B2) 0.049 mg (3%)

Niacin (Vit. B3) 1.6 mg (11%)

Pantothenic acid (B5) 1.014 mg (20%)

Vitamin B6 0.164 mg (13%)

Folate (Vit. B9) 8 μg (2%)

Calcium 28 mg (3%)

Iron 0.80 mg (6%)

Magnesium 25 mg (7%)

Manganese 1.088 mg (54%)

Phosphorus 115 mg (16%)

Potassium 115 mg (2%)

Zinc 1.09 mg (11%)

Persentase merujuk kepada rekomendasi Amerika Serikat untuk dewasa.

Source: Sumberdata Nutrisi USDA

Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi
disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi).
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga
bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau
bahkan hitam, yang disebut beras.
Beras dari padi ketan disebut ketan.

Anatomi beras
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari
 aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit,
 endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
 embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan
bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.

Kandungan beras
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat:

 amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang


 amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket

Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan
teksturnasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga
sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya
terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

Macam dan warna beras

Berbagai macam beras dan ketan di Indonesia.

Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron,
warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras "biasa" yang berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan
amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini mendominasi pasar beras.
Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber
warna merah atau ungu.
Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas
tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam.
Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan
amilopektin.
Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.
Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya 'Cianjur Pandanwangi' atau 'Rajalele').
Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara
genetik dan menjadi objek rekayasa genetika beras.

 Aspek pangan
Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga
digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam penganan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk
pula untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param.
Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin.
Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang
memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah
menjadisuplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras.
Untuk kepentingan diet, beras dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas gluten dalam bentuk
berondong.
Di antara berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, beras yang berwarna merah atau beras merah diyakini
memiliki khasiat sebagai obat. Beras merah yang telah dikenal sejak tahun 2.800 SM ini, oleh para tabib saat itu
dipercaya memiliki nilai nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Meski, dibandingkan
dengan beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio
(1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain
lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan tiaminnyayang lebih tinggi (0,12
mg : 0,31 mg).
Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri,
dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan, jantung
berdebar, dan refleks berkurang.
Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah fosfor (243 mg per 100 gr bahan) dan selenium.
Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation
peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak
bersifat toksik. Peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak
jenuh dalam membran sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker, dan penyakit
degeneratiflainnya. Karena kemampuannya itulah banyak pakar mengatakan bahan ini mempunyai potensi untuk
mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.

 Aspek budaya dan bahasa


Beras merupakan bagian integral, dapat dikatakan menjadi penciri dari budaya Austronesia, khususnya
Austronesia bagian barat. Istilah Austronesia lebih merupakan istilah yang mengacu pada aspek kebahasaan
(linguistik).
Pembedaan padi, gabah, merang, jerami, beras, nasi, atau ketan, merupakan salah satu ciri melekatnya "budaya
padi" pada masyarakat pengguna keluarga bahasa Austronesia, dan dengan demikian juga bagian dari budaya
Austronesia.
Sejumlah relief pada candi-candi di Jawa juga memperlihatkan aspek "budaya padi" pada masyarakat setempat
pada masa itu.
Rujukan
1. ^ fao.org, Agriculture Statistics > Grains > Rice production (2007) by country, diakses pada 6
Mei 2010
2. ^ [1]. Tempo Interaktif edisi 6 Juli 2006
3. ^ http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/359944/
4. ^ http://www.greenradio.fm/news/1-latest-news/5078-produksi-beras-2010-meningkat-tipis-
5. ^ [2]. BaliPost daring. Edisi 11 Nov. 2004
6. ^ [3]Tempo Interaktif. 6 Juli 2006.
7. ^ [4] Kompas daring. Edisi 26 Maret 2008
8. ^ http://www.analisadaily.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=38805:produksi-beras-nasional-2009-surplus-3-juta-
ton&catid=26:nasional&Itemid=44
9. ^ http://www.greenradio.fm/news/1-latest-news/5078-produksi-beras-2010-meningkat-tipis-

Anda mungkin juga menyukai