Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perpustakaan merupakan sarana pendukung untuk menunjang program
pendidikan yang berguna sebagai pendorong minat bangsa untuk membaca dan
mendapatkan kebutuhan akan ilmu pengetahuan, pusat informasi, teknologi,
kesenian dan kebudayaan. Perpustakaan merupakan tempat, gedung, atau ruang
yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku, majalah, dan
bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari dan
dibicarakan.1 Selain itu, perpustakaan juga berfungsi untuk mendukung Sistem
Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kebutuhan terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan dibutuhkan oleh
seluruh masyarakat, termasuk bagi masyarakat berkebutuhan khusus, khususnya
penyandang tunanetra. Hal ini sesuai dengan pasal 31 UUD 1945, yang berbunyi
Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal tersebut juga
diperkuat dengan pendapat Suyatmi, bahwa Keterampilan membaca, perlu
dimiliki setiap orang, bukan saja pelajar, atau golongan terdidik, tetapi masyarakat
luas pun harus menempatkan keperluan membaca sejajar dengan keperluankeperluan yang lain.2 Meskipun memiliki keterbatasan penglihatan, ilmu
1 http://kbbi.web.id/pustaka
2 Dra. Suyatmi. Membaca Intensif. Surakarta. UNS Press. 1992. Hal.3,
yang juga dikutip oleh Arjido J.P. Sitorus dalam Perencanaan dan
Perancangan Arsitektur Perpustakaan Braile di Surakarta.

pengetahuan dan pendidikan tetaplah menjadi kebutuhan yang menjadi hak bagi
penyandang tunanetra, baik secara pendidikan yang berkualitas maupun
ketersediaan ruang baca yang memfasilitasi keterbatasannya.
Penyandang tunanetra juga merupakan bagian dari masyarakat pada
umumnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara,
dan derajat yang sama sebagai manusia ciptaan Tuhan. Tunanetra adalah istilah
umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau
hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya
Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa
penglihatan (Low Vision). Akibat hilang atau berkurangnya fungsi indra
penglihatannya maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang
lainnya seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga
tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa
misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.3
Keterbatasan penglihatan bagi penyandang tunanetra merupakan kendala
dalam memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan melalui buku dan media
visual lainnya. Hal ini bersamaan dengan ketersediaan buku khusus penyandang
tunanetra yaitu buku dengan cetakan huruf braille yang cukup terbatas. Tidak
semua buku yang ada memiliki terjemahan kedalam huruf braille. Perpustakaan
khusus untuk buku braille pun sangat terbatas, hanya ada pada sekolah-sekolah
SLB-A dan beberapa yang didirikan oleh yayasan di bidang tunanetra. Hal ini

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Tunanetra

menjadikan pemenuhan hak dan kebutuhan penyandang tunanetra dibidang ilmu


pengetahuan sangat minim.
Perpustakaan di Indonesia umumnya tidak menyediakan fasilitas yang
standar bagi penyandang tunanetra. Tidak hanya koleksi buku braille yang sangat
minim, namun juga akses dan sirkulasi ruangan yang tidak ramah terhadap
penyandang tunanetra. Hal ini membuat kebutuhan ilmu pengetahuan bagi
penyandang tunanetra semakin terbatas, sehingga memerlukan perhatian khusus
dari pemerintah. Terlebih jika ditinjau dari data statistic yang dikeluarkan oleh
kementrian Balai Pengembangan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Tengah yang menyebutkan bahwa jumlah penyandang tunanetra yang
semakin meningkat setiap tahunnya.
Menurut data resmi Badan Pusat Statistik Pusat (BPS Pusat) tahun 1998
jumlah tunanetra mencapai 1.884.557 jiwa atau 0,90% dari jumlah penduduk
Indonesia (data BPS Pusat 1998 jumlah penduduk Indonesia 209.395.222 jiwa).
Berdasarkan data resmi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta
(BPS Surakarta), mulai dari tahun 2003 sampai 2007 jumlah tunanetra di kota
Surakarta mengalami peningkatan. Jumlah tunanetra di kota Surakarta pada tahun
2003 adalah 103 orang dengan jumlah penduduk 497.234 atau 0,2% dari total
penduduk kota Surakarta saat itu dan tahun 2007 jumlah tunanetra di kota
Surakarta mengalami peningkatan menjadi 307 orang dari jumlah penduduk
515.372 atau 0,6% dari total penduduk kota Surakarta saat itu (Surakarta Dalam
Angka Tahun 2008). Berdasarkan data jumlah penderita tuna netra menururt BPS
Surakarta, dari tahun 2003-2007 yaitu 0,2%-0,6% menunjukkan kenaikan di

setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah penderita tunanetra tersebut merupakan


suatu pendorong untuk meningkatkan perhatian kepada tunanetra seperti fasilitas
yang digunakan tunanetra khususnya perpustakaan sebagai sarana informasi dan
ilmu pengetahuan.
Surakarta dan sekitarnya yaitu Karanganyar, Boyolali dan Klaten
mempunyai jumlah penyandang tunanetra terbanyak di provinsi Jawa Tengah.
Selain itu, Surakarta pernah menjadi tuan rumah Asean Para Games yang
merupakan kompetisi olahraga se-Asia Tenggara khusus bagi difabel, sehingga
menjadikan kota Surakarta dianggap layak untuk ditargetkan menjadi kota yang
ramah bagi difabel. Hal ini juga terkait dengan pencanangan Surakarta atau yang
juga dikenal dengan kota Solo, yang dicanangkan sebagai kota Inklusi oleh wali
kota Solo FX Hadi Rudyatmo.
Kota Inklusi merupakan sebuah kota dengan kondisi yang terbuka dan
universal serta ramah bagi semua kondisi masyarakat, yang setiap anggotanya
saling mengakui keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan. Solo
Kota Inklusi merupakan sebuah pencanangan yang membawa sistem pendidikan
di Surakarta menjadi lebih terbuka bagi semua lapisan masyarakat khususnya
difabel. Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan perbaikan
dalam berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan
sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus.
Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan
khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya
terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak

berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati,


bersikap membantu dan memiliki kepedulian. Disamping itu bukti lain yang ada
mereka yang tanpa berkebutuhan khusus memiliki prestasi yang baik tanpa
merasa terganggu sedikitpun.4
Solo sebagai Kota Inklusi tentunya perlu mempunyai berbagai sarana dan
prasarana yang menunjang fungsinya sebagai kota yang ramah dan nyaman bagi
semua lapisan masyarakat terlebih bagi masyarakat difabel, khususnya
penyandang

tunanetra.

Hal

ini

memperkuat

alasan

perlu

didirikannya

perpustakaan khusus bagi penyandang tunanetra khususnya di Surakarta, sebagai


pusat informasi dan ilmu pengetahuan bagi penyandang tunanetra di Surakarta.
B. Rumusan Maslah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana mewujudkan Interior perpustakaan yang ramah, nyaman,
aman dan fungsional bagi penyandang tunanetra?
2. Bagaimana memaksimalkan interior dengan daya tangkap indra
pendengaran, indra pencium dan indra peraba dalam tema humanize
human sehingga penyandang tunanetra dapat beraktifitas maksimal
sesuai kebutuhan.
Agar permasalahan tidak meluas, maka perlu adanya pembatasan area
lingkup garap dalam perencanaan ini yaitu:
1. Lobby
4 http://solokotainklusi.com/id/latar-belakang/

2. Ruang Koleksi buku


a. Buku braille
b. Buku biasa
3. Area baca
a. Area Baca buku braille
b. Area Scan buku
4. Ruang audio
5. Ruang Pelatihan Braille
6. Ruang Cetak braille
7. Ruang Service
8. Ruang Kantor
9. Area Makan (Ini usul dari bu siti saat ujian seminar)
C. Tujuan
Perancangan interior perpustakaan khusus tunanetra di Surakarta ini
bertujuan untuk,
1. Mewujudkan Interior perpustakaan yang ramah, nyaman, fungsional
dan aman bagi penyandang tunanetra.
2. Memaksimalkan interior dengan daya tangkap indra pendengaran,
indra pencium dan indra peraba dalam tema humanize humans
sehingga penyandang tunanetra dapat beraktifitas maksimal sesuai
kebutuhan.
D. Manfaat

Diharapkan dalam Perancangan interior perpustakaan khusus tunanetra ini


dapat memberikan banyak manfaat di antaranya:
G.1

Untuk penyandang tunanetra


a. Dapat terpenuhi kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan
dengan maksimal.
b. Dapat memperoleh pengalaman objek secara utuh jika
menggunakan semua pengalaman alat indranya yang masih
berfungsi untuk memahami suatu konsep.

G.2

Untuk mahasiswa
Untuk pengembangan ilmu terutama untuk Ilmu Desain Interior yang
berkaitan dengan perpustakaan dan pengembangan kepekaan social terhadap
masyarakat di sekitarnya.

G.3

Untuk umum
Sebagai wacana dan penambah wawasan bagi pembaca mengenai
perancangan perpustakaan khusus untuk tunanetra. Serta sebagai edukasi bagi
masyarakat dalam memahami kondisi penyandang tunanetra.

G.4

Untuk diri sendiri


Menambah wawasan dan kreatifitas diri sendiri dalam perancangan
perpustakaan khusus tunanetra dan menambah kepekaan terhadap kondisi
penyandang tunanetra.

G.5

Untuk lembaga
Sebagai wacana (referensi) dan sebagai pengembangan ilmu khususnya
untuk perancangan interior perpustakaan khusus tunanetra.

E. Sasaran Perancangan Desain


Perancangan interior perpustakaan khusus tunanetra mempunyai sasaran
yaitu:
1.

Untuk penyandang tunanetra baik yang berdomisili di Surakarta


maupun luar kota.

2.

Untuk penyandang tunanetra baru dan orang awam yang akan


mempelajari huruf braille.

3.

Untuk masyarakat Surakarta maupun luar kota.

4.

Tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan kunjungan bagi sekolah


SLB-A maupun sekolah biasa, dan sebagai tujuan study instansi
pendidikan lainnya.

F. Originalitas Karya
Berdasarkan data yang ada di lapangan dan literatur, didapati beberapa
judul tugas akhir yang membahas tentang perpustakaan. Di antaranya tugas akhir
karya mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur UNS Surakarta yaitu Arsido Jp.
Sitorus tahun 1998 dengan judul Perencanaan Arsitektur Perpustakaan Braille di
Surakarta
Karya ini berjudul hampir sama yaitu Perencanaan Interior Khusus
Tunanetra di Surakarta, dengan penekanan kata Interior sebagai pembeda. Disebut
orisinal dengan alasan fokus subyek garap desain interior dengan memaksimalkan
indra pendengaran, penciuman dan peraba sebagai ide perancangan interior di
dalamnya. Dalam karya Arsindo Jp. Sitorus mengangkat Arsitekturnya dan

sirkulasi ruang di dalamnya, namun tidak membahas mengenai interior


perpustakaan. Interior perpustakaan yang diangkat didalam perancangan ini
melingkupi semua ruangan, ditinjau dari aspek keamanan, kenyamanan dan
keselamatan, baik dari segi sirkulasi manuisa, sirkulasi udara dan cahaya, bentuk
furniture dan ruang, system keamanan dan bahan yang digunakan. Dengan adanya
spesifikasi subjek yang diangkat dalam perancangan ini yaitu penyandang
tunanetra, sehingga interior yang dirancang akan menyesuaikan kebutuhan
tunanetra. Hal ini menjadi landasan desain untuk merancang seluruh elemen
interior didalam perpustakaan, baik lantai, dinding dan ceiling.

Anda mungkin juga menyukai