Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Status dan peranan di lingkungan akan membawa perubahan di dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dari keluarga itu sendiri. Berkembangnya
teknologi komunikasi dan meluasnya industrialisasi, urbanisasi serta mobilisasi
merupakan faktor pendorong perubahan keluarga. Yang mana pola-pola
kehidupan berkeluarga yang telah diperoleh sebelumnya termasuk hal-hal yang
diakui di dalam kehidupan keluarga maupun di luar dari kekuatan hubungan
interpersonal yang merupakan tipe baru kehidupan keluarga yang sedang tumbuh.
Tipe keluarga yang dapat memberikan dasar kepuasan di dalamnya,
merupakan sesuatu yang diinginkan dalam mencapai keharmonisan serta dapat
mewujudkan bentuk hubungan komunikasi dalam keluarga, baik sebagai orangtua
maupun sebagai anak dan banyak keluarga yang hidup dalam hubungan yang erat
dengan kelompok kerabat mereka. Situasi yang mempengaruhi hubungan
kelompok dari individu baik terutama dari orangtua akan sangat berpengaruh pada
diri anak selaku tempat untuk berkomunikasi.
Komunikasi antara orangtua dengan anak akan memunculkan suatu
pengaruh bagi efektivitas komunikasi secara langsung yang terjadi di keluarga.
Dan salah satu kesibukan orangtua dan kurangnya waktu orangtua untuk anakanak dalam berkomunikasi akan menjadikan anak bersikap pasif terhadap
orangtua mereka dan salah satu pelarian mereka adalah dengan menonton televisi

1
Universitas Sumatera Utara

terutama sepulang sekolah. Dan yang sering menjadi pokok permasalahan yang
timbul yakni kadangkala ada keluhan dari orangtua terhadap anak-anak mereka
cenderung bersikap kurang memperdulikan setiap pembicaraan yang diberikan
oleh orangtua. Hal ini disebabkan pengaruh kesibukan orangtua untuk bekerja dan
orangtua kurang bisa memberikan pengertian dan pemahaman pada waktu dan
situasi yang tidak tepat, sebab orangtua merupakan tempat dan dasar tingkah laku
anak terhadap anak lain di lingkungan sekitarnya. Media televisi memberikan
tayangan yang cukup menarik bagi anak-anak sendiri, dan hal ini menjadikan
anak menggunakan televisi sebagai pengisi waktu senggang mereka.
Kita boleh sependapat, bahwa televisi sebagai benda mati sesungguhnya
tidak berbahaya. Televisi menjadi bahaya ketika sudah diletakkan, diputar
(dihidupkan), kemudian ditonton oleh mereka yang tidak cukup memiliki
intelektual memadai, seperti anak. Dengan kata lain, faktor manusia beserta
persepsinya terhadap televisi akan sangat menentukan, apakah ia akan mudah
terbawa pengaruh negatif atau sebaliknya. Persoalan makin menjadi ketika televisi
telah menjadi satu-satunya narasumber anak, untuk melihat dan berinteraksi
dengan lingkungan sosial secara riil. Tanpa distansi psikologis dan intelektual
yang memadai, anak dapat mempersepsikan apa yang muncul di televisi sebagai
konstruksi dan aktual dari kehidupan sosial termasuk bagaimana seharusnya
berhubungan dengan orangtua. Contohnya adalah pengaruh tayangan Smackdown
pada anak. Akibat ditayangkannya acara tersebut secara bebas, tanpa adanya
penyesuaian jam tayang, maka si anak dapat menonton acara tersebut tanpa
didampingi orangtua. Karena acara tersebut ditayangkan pada jam-jam dimana

Universitas Sumatera Utara

anak bisa saja masih menonton televisi. Lagipula, saat ini walaupun acara tersebut
sudah tidak ditayangkan lagi, tetapi masih ada dalam bentuk Play Station dan
permainan di komputer. Dengan demikian, anak masih dapat mengikuti gaya dari
tayangan itu. Akibatnya, telah jatuh korban yang seluruhnya merupakan anak
yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar. Untuk itu, diperlukan arahan dan
bimbingan dari orangtua.
Meski belum ada satu pakarpun yang mampu membuktikan pengaruh
negatif dari film atau tontonan lain di televisi terhadap perilaku anak-anak, tetapi
kecenderungan orangtua untuk membebaskan anak-anak asyik di depan televisi
sungguh suatu yang sangat memprihatinkan. Tanpa bermaksud menyudutkan
pihak penyelenggara siaran televisi yang setiap kali memberikan peringatan untuk
mendampingi anak-anak dalam menonton televisi, kehadiran siaran televisi
sepanjang hari di rumah-rumah mau tidak mau membawa perubahan budaya.
Sesuai dengan anjuran pihak penyelenggara televisi tersebut, semestinya orangtua
selektif memilih acara yang layak ditonton untuk anak-anaknya. Kalaupun
terpaksa anak-anaknya ikut menonton film untuk dewasa, mestinya anak-anak
didampingi dan diberi penjelasan mengenai film tersebut.
Bagi orangtua yang memiliki anak usia sekolah, kegemaran menonton
televisi ini bisa menjadi masalah. Anak-anak yang semestinya tekun belajar pada
malam hari, karena ada acara yang menarik di televisi, terpaksa meletakkan pensil
dan buku mereka demi melihat acara televisi yang sangat disukainya atau bahkan
anak-anak

balita

yang

sedang

mengembangkan

kreativitasnya

dengan

menggambar memakai krayon terpaksa mengikuti jejak kakaknya menonton acara


televisi tersebut. Apabila hal tersebut dibiarkan terus menerus, akan menjadi hal-

Universitas Sumatera Utara

hal yang kurang baik. Bagi anak sekolah, akan menjadi malas belajar dan lebih
suka menonton televisi atau waktu untuk menonton lebih banyak daripada waktu
yang digunakan untuk belajar, maka tidak heran apabila prestasi di sekolahnya
kurang baik.
Walaupun demikian, tidak bijaksana juga apabila anak-anak sama sekali
tidak boleh menonton televisi karena banyak juga acara-acara yang bersifat ilmu
pengetahuan, pelajaran untuk anak-anak, dan informasi-informasi penting lainnya.
Jadi setiap program televisi pada dasarnya memiliki daya tarik dan peluang yang
sama dalam mempengaruhi anak. Yang kemudian menentukan adalah, pada saat
apa dan dalam kondisi bagaimana anak menonton acara itu.
Menonton televisi jelas jadi bagian yang tidak lagi bisa dipisahkan dari
kehidupan anak, sehingga melarangnya bukan sikap yang arif. Akan tetapi,
sekadar mendampingi anak menonton televisi saja juga jelas tidak cukup, sebab
yang diperlukan adalah transfer pengetahuan dan strategi bagaimana agar anak
tidak tertipu oleh media televisi. Dengan cara ini, anak tidak perlu didampingi 24
jam untuk menonton, tetapi justru diberi kebebasan, setelah melalui serangkaian
stimulasi atau permainan dan dialog, memilah aspek positif dan negatif dari
sebuah tayangan televisi yang ditonton oleh anak.
Oleh karena itu peranan orangtua sangat dibutuhkan dalam membantu
persoalan-persoalan

yang

dihadapi

sekaligus

sangat

menentukan

dalam

pembentukan dan pertumbuhan serta kemampuan seorang anak menuju masa


depannya. Sehingga tidak melebihi kenyataan jika dikatakan bahwa peranan
orangtua turut mewarnai perkembangan perilaku anaknya dalam keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai peran


komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak terhadap pola perilaku anak di
Perumahan Taman Setia Budi Indah. Peneliti memilih lokasi penelitian di
Perumahan Taman Setia Budi Indah karena peneliti melihat bahwa pengaruh
perilaku yang terjadi terhadap anak yang mengkonsumsi media massa televisi
disana berdampak positif. Berdasarkan pengamatan sementara, peneliti melihat
bahwa komunikasi antar pribadi orangtua dan anak terhadap pola perilaku di
Perumahan Taman Setia Budi Indah dapat berperilaku yang sopan baik dalam
keluarga maupun masyarakat luar.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah komunikasi orangtua dengan anak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pola perilaku anak dalam mengkonsumsi media massa televisi
di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

1.3. Pembatasan Masalah


Agar ruang lingkup penelitian ini tidak terlalu luas dan dapat lebih jelas
dan spesifik maka diperlukan pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun
pembatasan masalah yang dikemukakan adalah :
a. Objek penelitian terbatas pada komunikasi dalam keluarga yakni pesan
informasi yang disampaikan oleh sumber yakni orangtua dan anak dalam
mengkonsumsi media massa televisi khususnya acara yang ditayangkan di
televisi.

Universitas Sumatera Utara

b. Penelitian ini terbatas pada kepala keluarga yang memiliki anak usia 6 sampai
12 tahun.
c. Penelitian ini terbatas pada kepala keluarga di Perumahan Taman Setia Indah.
d. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2008.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah sudah pasti
mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Demikian pula dalam penelitian ini, yang
mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi antar pribadi orangtua
dengan anak.
b. Untuk mengetahui bagaimana pola perilaku anak di dalam mengkonsumsi
media massa televisi.

1.4.2. Manfaat Penelitian


a. Sebagai suatu sumber informasi bagi orangtua untuk mempelajari,
mendidik dan mempraktekkan dalam komunikasi orangtua dengan
anak dalam keluarga agar tercipta suatu keluarga yang harmonis dan
komunikatif.
b. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan dan meningkatkan
kesadaran, menumbuhkan, mengembangkan peran serta orangtua
terutama mengenai pola perilaku anak dalam mengkonsumsi media
massa televisi.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Kerangka Teori


Dalam suatu penelitian diperlukan teori-teori dan kerangka berpikir yang
berguna sebagai landasan dalam memecahkan permasalahan secara jelas dan
sistematis.
Mengingat masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah peran
komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak terhadap pola perilaku anak
dalam mengkonsumsi media massa televisi, maka peneliti mengemukakan
penelitian tentang komunikasi antar pribadi, teori peranan, teori pesan, perilaku
anak, televisi.

1.5.1. Komunikasi Antar Pribadi


Devito

mendefinisikan

komunikasi

antar

pribadi

sebagai

proses

pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara


sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa unsur balik
seketika (Effendy, 1993 : 60).
Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi
antar pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam
komunikasi antar pribadi berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan
pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya
upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual
inderstanding) dan empati.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rogers ada beberapa ciri komunikasi yang mengemukakan


saluran antar pribadi, yaitu :
a. Arus pesan cenderung dua arah
b. Konteks komunikasi adalah tatap muka
c. Tingkat umpan balik yang tinggi.
d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi
e. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap
Hubungan yang terjadi antara orangtua dengan anaknya diperlukan
komunikasi yang efektif. Hal ini diperlukan karena komunikasi antar pribadi
dilakukan secara dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung.
Orangtua sebagai komunikator dibutuhkan dalam membantu persoalan-persoalan
yang dihadapi seorang anak. Untuk itu pembicara yang dialogis diperlukan
dimana anak mampu dan berani menyampaikan persoalan yang sedang
dihadapinya.
Untuk menumbuhkan hubungan antar pribadi yang baik harus memiliki
sikap percaya, suportif, dan terbuka. Semakin baik hubungan antar pribadi, makin
terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang
orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang
berlangsung (Rakhmat, 2002 : 129).
Dalam komunikasi antar pribadi dikenal sebuah teori yang diperkenalkan
oleh Joseph Luft (1969) yaitu teori self disclosure. Teori ini menekankan bahwa
setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang
lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang
pengenalan yang dikenal dengan jendela Johari (Johari Window). Dari Johari

Universitas Sumatera Utara

Window tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar


seorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili
melalui suasana di keempat bidang (jendela) itu.
Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang
lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka.
Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak
hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.
Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara
kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.
Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua pihak sama-sama tidak
mengetahui masalah hubungan di antara mereka.
Keadaan yang tidak dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar
pribadi ialah bidang 1, dimana antara komunikator dengan komunikan saling
mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan
antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam
berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang
untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

1.5.2. Teori Peranan


Teori peranan adalah tingkah laku yang dibentuk oleh peranan-peranan
yang diberikan oleh masyarakat bagi individu untuk melaksanakannya. Dengan
kata lain, teori ini mengakui pengaruh faktor-faktor sosial pada tingkah laku
individu dalam situasi berbeda.

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut teori ini peranan yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang
berbeda pula. Tetapi apa yang membuat jenis tingkah laku itu sesuai dalam suatu
situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain yang relatif bebas pada seseorang yang
menjalankan peranan tersebut.
Pada umumnya peran orangtua tidak hanya menyalurkan perilakunya
tetapi juga sikapnya. Peran juga dapat mempengaruhi nilai-nilai yang dipegang
orangtua dan mempengaruhi anak dari pertumbuhan dan perkembangan perilaku
anak.

1.5.3. Teori Pesan


Pesan merupakan lambang-lambang yang bersifat verbal maupun
nonverbal. Ada beberapa jenis pesan, antara lain information message (pesan yang
mengandung informasi), instructional message (pesan yang mengandung
perintah) dan motivational (pesan yang berusaha mendorong) (Littlejhon dan
Stephen, 1996 : 90).
Dalam studi komunikasi kita mengenal teori pesan. Teori ini
menggunakan dua tipe teori psikologi yang cocok bila dikaitkan dengan
komunikasi antar pribadi orangtua terhadap perilaku anaknya. Teori tersebut
adalah :
1. Teori yang menjelaskan sifat
Teori ini memfokuskan kepada hubungan manusia yang bersifat tetap sesuai
dengan karakteristik yang dimiliki dalam berinteraksi dengan orang lain. Teori
ini meramalkan bahwa sifat kepribadian seseorang dapat dilihat ketika orang
itu berkomunikasi dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Teori yang menjelaskan mengenai proses


Teori ini memilih cara-cara pengiriman pesan sehingga terjadi penerimaan
sesungguhnya. Teori ini memilih cara-cara pengiriman informasi didapatkan
dan diselenggarakan, bagaimana memori digunakan, bagaimana orang
memutuskan untuk bertindak dan hal-hal lainnya. Sifat dan pendekatan
keadaan tidak sejalan dengan penjelasan proses Littlejhon & Stephen, 1995 :
95).

1.5.4. Perilaku Anak


Gunarsa (1997 : 3), menggambarkan perilaku ialah tanggapan atas reaksi
individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) tidak saja badan atau ucapan.
Perilaku yang umum meliputi merangkak, berjalan, berbicara, berlari, tertawa,
memukul, menghisap, menggigit, menggaruk dan makan.
Sedangkan anak menurut WJS Poerwadarminta (1986 : 38), anak adalah
keturunan yang kedua. Anak merupakan individu yang berkembang baik jasmani
maupun jiwa kepribadiannya.
Elizabeth B.Hurlock (1988 : 38) menjelaskan periode masa kanak-kanak
terdiri atas dua bagian yaitu :
1. Masa kanak-kanak (2-6 tahun) adalah usia prasekolah ataupun kelompok.
Anak itu berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan
diri secara sosial.
2. Akhir masa kanak-kanak (6-13 tahun) pada anak perempuan dan 14 tahun
pada anak laki-laki, adalah periode dimana terjadi kematangan seksual dan
masa remaja dimulai.

Universitas Sumatera Utara

12

Perkembangan utama ialah sosialisasi dan merupakan usia sekolah atau


usia kelompok.

1.5.5. Televisi
Menurut Rusdi Muchtar, dibandingkan media lainnya (radio, surat kabar,
majalah, buku dan sebagainya). Televisi nampaknya mempunyai sifat istimewa
yang merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informasi,
hiburan maupun pendidikan. Bahkan gabungan dari ketiga unsur di atas dengan
layar yang relatif kecil diletakkan di sudut ruangan rumah, televisi menciptakan
suasana tertentu dimana para pemirsa duduk dengan santai tanpa kesengajaan
mengikutinya. Penyampaian isi atau pesan seolah-olah langsung antara
komunikator (pembawa acara, pembawa berita, artis) dengan komunikan
(pemirsa). Informasi yang disampaikan bahwa mudah dimengerti karena jelas
terdengar secara audio (suara) dan terlihat secara visual (gambar). (Wawan
Kuswandi, 1996:v).

1.6. Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan
adanya kerangka konsep ini merupakan bahan yang akan menuntun dan
merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1993:40).
Adapun kerangka konsep yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (independent variable X)
Komunikasi antar pribadi orangtua dan anak saat menonton televisi.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Variabel terikat (dependent variable Y)


Perilaku anak.

1.7. Hipotesa
Menurut Fred N. Kerlinger Sumantri (1990 : 13) hipotesa adalah
pernyataan yang merupakan terkaan mengenai hubungan antara dua variabel atau
lebih.
Hipotesa

yang

diajukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
Ho :

Tidak terdapat hubungan antara komunikasi orangtua dan anak tentang


pola perilaku anak di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

Ha :

Terdapat hubungan antara komunikasi orangtua dan anak terhadap pola


perilaku anak di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

1.8. Model Teoritis


Berdasarkan keseluruhan variabel yang telah disusun dan dikelompokkan
maka dapat dibentuk suatu model teoritis sebagai berikut :
(Variabel X)
Komunikasi antar pribadi
orangtua dan anak dalam
mengkonsumsi televisi

(Variabel Y)
Perilaku anak

Keterangan :
X
= Variabel bebas
Y
= Variabel terikat

Universitas Sumatera Utara

14

1.9. Operasional Variabel


Dalam proses penelitian variabel yang menjadi fokus analisa harus
dikuasai oleh peneliti. Variabel yang akan dianalisa operasionalnya (keadaan dan
implementasinya di lapangan) harus dikuasai dengan jelas. Jadi defenisi
operasional variabel adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk
mengukur variabel-variabel. Sehingga dalam penelitian ini defenisi operasional
variabel berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka
berdasarkan konsep, dibuatlah operasional variabel untuk membentuk kesamaan
dan kesesuaian dalam penelitian.
Variabel Teoritis

Variabel Operasional

Variabel X
Komunikasi antar pribadi

a. Intensitas

orangtua dan anak dalam

Pengarahan

mengkonsumsi media

Membicarakan

televisi

Membimbing

Memberi aturan

Memberi nasehat

Memberi peringatan

b. Kualitas pendampingan bagi anak saat


menonton

Variabel Terikat (Y)


Perilaku anak

Mendampingi anak

Menjawab pertanyaan anak

Memilah acara televisi yang ditonton

Membatasi waktu menonton anak

c. Frekuensi menonton

Tingkat keseringan dalam menonton televisi

Saluran televisi yang ditonton

Universitas Sumatera Utara

15

Variabel Teoritis

Variabel Operasional
d. Intensitas menonton

Lamanya waktu menonton

e. Jadwal waktu menonton


f. Jenis acara televisi yang dikonsumsi
g. Perilaku anak dalam menonton acara televisi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai