Anda di halaman 1dari 8

MITIGASI RISIKO PELAKSANAN KONTRAK

Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.


Abstrak
Pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk paket pekerjaan dengan nilai di atas
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus dilaksanakan dengan berdasarkan suatu
perikatan dalam bentuk Surat Perjanjian (kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dengan Penyedia Barang/Jasa. Bagi penyedia barang/jasa, kontrak merupakan jaminan
bahwa proses pembayaran atas pekerjaan yang telah dilaksanakannya tidak akan mengalami
hambatan. Bagi PPK kontrak merupakan jaminan bahwa penyelesaian pekerjaan oleh
penyedia barang/jasa sesuai dengan kesepakatan.
Tujuan dibuatnya perikatan tertulis dalam bentuk kontrak adalah agar masingmasing pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak mengetahui secara rinci hak dan
kewajibannya serta berupaya maksimal untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dari sudut
pandang majemen risiko setiap kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah pasti
mengandung risiko. Indikator adanya risiko dalam pelaksanaan kontrak tersebut dapat
dilihat dari adanya ketentuan dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan barang dan Jasa
Pemerintah yang membolehkan PPK untuk melakukan pemutusan kontrak secara sepihak
dan/atau mengenakan denda kepada penyedia barang/jasa yang tidak melaksanakan kontrak
sebagaimana mestinya.
Tulisan ini mencoba menguraikan tentang risiko pelaksanaan kontrak dan langkahlangkah penanganannya.

Pengertian Risiko
Dalam pergaulan masyarakat sehari-hari kata risiko diartikan sebagai akibat dari
suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan oleh seseorang. Contohnya ketika
seseorang memanjat pohon dan jatuh maka orang mengatakan bahwa jatuh dari pohon itu
adalah resiko dari pekerjaan memanjat. Contoh lain ketika seorang pejabat tertangkap karena
telah melakukan tindakan korupsi orang mengatakan bahwa tertangkapnya pejabat tersebut
adalah risiko dari perbuatannya melakukan korupsi. Masyarakat pada umumnya hanya
membicarakan risiko ketika akibat dari perbuatan seseorang telah terjadi. Apabila kegiatan
yang dilakukan seseorang telah berakhir dengan baik orang tidak pernah membicarakan risiko
pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dalam pengertian sehari-hari di kalangan masyarakat risiko
itu diartikan sebagai akibat dari suatu perbuatan yang telah dilakukan.
Di jajaran pemerintahan, istilah risiko diartikan sebagai suatu yang belum terjadi dan
belum tentu terjadi yang kalau hal tersebut terjadi akan berakibat tidak baik terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap kegiatan yang
dilakukan oleh instansi pemerintah pasti memiliki risiko meskipun risiko dimaksud belum
tentu terjadi. Risiko tersebut harus dikelola supaya tidak menyebabkan timbulnya pengaruh
negatif yang akan menghambat terhadap tujuan organisasi pemerintah. Pengelolaan risiko di
lingkungan instansi pemerintah disebut manajemen risiko.
Di lingkungan Kementerian Keuangan penerapan manajemen risiko telah menjadi
suatu kewajiban dan terus dikembangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor
191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen
Keuangan. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.09/2008 berbunyi:
(1) Setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan harus menerapkan dan
mengembangkan manajemen risiko di lingkungan masing-masing.

2
(2) Penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh seluruh unit Eselon II sebagai unit yang memiliki risiko yang
selanjutnya disebut Unit Pemilik Risiko.
(3) Pimpinan unit Eselon II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pemilik
Risiko.
Perihal Kontrak
Dalam pergaulan masyarakat pada umumnya setiap orang tidak mungkin terlepas dari
adanya persetujuan-persetujuan ketika berhubungan dengan orang lain.
Akibat dari
persetujuan itu akan timbul hak dan kewajiban pada masing-masing individu. Adakalanya hak
dan kewajiban itu dilaksanakan secara seketika, misalnya dalam peristiwa jual beli hak penjual
untuk memperoleh pembayaran dan memberikan barang kepada pembeli, dan hak pembeli
untuk menerima barang dan kewajibannya untuk membayar kepada penjual timbul secara
bersamaan dalam waktu yang sama dimana hak dan kewajiban tersebut dilaksanakan secara
seketika. Adakalanya pemenuhan hak dan kewajiban tersebut tidak langsung dilaksanakan
pada saat persetujuan itu dibuat, tetapi harus dilaksanakan di masa yang akan datang. Untuk
menjamin dipenuhinya kewajiban di masa yang akan datang maka kesepakatan yang dibuat
pada saat ini perlu dituangkan secara tertulis dalam suatu perjanjian. Dalam pengadaan
barang/jasa perjanjian demikian disebut kontrak.
Menurut pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian (kontrak) adalah suatu perbuatan di
mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Semua
klausule yang telah dituangkan dalam kontrak bersifat mengikat sebagai hukum bagi para
pihak yang berkontrak. Bahkan menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang.
Yang dimaksud sesuai dengan undang-undang dalam pembuatan
persetujuan adalah terpenuhinya unsur-unsur yang dikehendaki dalam pasal 1320 KUH
Perdata yaitu:
1. Adanya kewenangan para pihak untuk membuat suatu kesepakatan;
2. Adanya kesepakatan para pihak terhadap apa yang dijanjikan dalam kontrak;
3. Adanya sesuatu objek tertentu yang diperjanjikan;
4. Objek perjanjian tersebut bukan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum yang berlaku.
Jika dilihat dari persyaratan kontrak dapat dipastikan bahwa semua kontrak antara
PPK dan penyedia barang jasa pemerintah adalah sah dan telah memenuhi unsur-unsur yang
dikehendaki pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan kewenangan jelas ada pada para pihak,
wewenang PPK di atur dalam Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 dan wewenang
pimpinan perusahaan diatur dalam akte pendirian perusahaannya. Adanya kesepakatan para
pihak terhadap isi kontrak sudah sangat jelas karena lahirnya kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah telah melalui seluruh rangkaian proses pemilihan penyedia barang/jasa. Untuk
menyatakan bahwa kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah batal demi hukum juga suatu
hal yang tidak mungkin karena pengadaan barang/jasa yang merupakan objek kontrak bukan
merupakan suatu yang dilarang. Karena itu ketika PPK dan penyedia barang/jasa telah
selesai menandatangani kontrak tidak ada pilihan lain kecuali kedua belah pihak berupaya
untuk menunaikan seluruh kewajiban yang telah diatur dalam kontrak dengan sebaikbaiknya.

Resiko Pelaksanaan Kontrak dan Cara Penanganannya


Dalam konteks pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, risiko
kontrak adalah setiap kemungkinan yang dapat terjadi dan bila hal itu terjadi akan berakibat
menghambat pencapaian tujuan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah .
Meskipun risiko kontrak tersebut belum terjadi namun tetap harus dilakukan penanganan
(mitigasi) dengan cara menurunkan level risiko dari level tinggi sampai pada level terendah
dimana risiko itu dapat diterima oleh pemilik risiko. Pilihan tindakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil mitigasi risiko adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Menerima risiko
Menghindari risiko
Menurunkan dampak risiko
Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
Membagi atau mentransfer risiko

Dengan pertimbangan bahwa penanganan risiko harus dilakukan dengan cara yang
efisien, maka tidak semua risiko harus ditangani. Risiko yang berada dalam batas toleransi
pemilik risiko dapat dibiarkan saja tidak ditangani. Palaksanaan penanganan risiko harus
memperhatikan petunjuk penanganan sebagai berikut:
1. Pihak yang terlibat dalam penangan risiko harus memahami proses bisnis organisasi.
2. Penyusunan rencana penanganan risiko melibatkan pihak yang berkepentingan dengan
risiko.
3. Rencana penanganan risiko harus SMART (Specific, Measurable, Acheivable, Realistic,
Time bound).
4. Memperhatikan dan dialamatkan pada penyebab yang menimbulkan risiko.
5. Memperhatikan biaya dan manfaat.
6. Bukan untuk mengurang jumlah risiko tetapi hanya untuk menurunkan level risiko.
7. Rencana penanganan risiko yang telah disusun harus dijalankan.
Resiko pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebagai
berikut:
1. Penyelesaian pekerjaan terlambat dari jadwal yang telah disepakati.
Batas waktu yang disediakan bagi penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan seluruh
pekerjaan telah diatur dengan jelas dan pasti di dalam setiap kontrak. Keterlambatan
penyelesaian pekerjaan mengharuskan PPK mengenakan sanksi kepada penyedia
barang/jasa pemerintah berupa denda sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak
untuk setiap hari keterlambatan. Apabila jumlah denda mencapai lebih dari 5% dari nilai
kontrak maka PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak. Dalam hal terjadi pemutusan
kontrak, PPK harus memberitahu kepada KPA untuk mengenakan sanksi kepada penyedia
barang/jasa berupa blacklist (dimasukkan dalam daftar hitam) selama dua tahun.
Meskipun atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan telah dikenakan sanksi berupa denda
dan blacklist, namun akibat dari keterlambatan penyelesaian pekerjaan tetap saja akan
membawa pengaruh negatif terhadap tujuan organisasi pemerintah. Karena itu dalam
pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah keterlambatan penyelesaian
pekerjaan merupakan salah satu risiko yang perlu dimitigasi.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain:
a. Cuaca/musim seperti curah hujan yang terlalu tinggi yang dapat menghambat

4
penyelesaia pekerjaan konstruksi.
b. Keamanan seperti gangguan terhadap pekerja.
c. Kelangkaan/ketiadaan bahan di pasar.
d. Rendahnya frofesionalitas pekerja.

a.

b.

c.

d.

Penanganan risiko tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


Untuk menghindari gangguan cuaca dapat dilakukan dengan menyesuaikan rencana
jadwal pelaksanaan kegiatan dengan musim. Penyusun jadwal rencana pengadaan
merupakan tugas pokok PPK. Jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan yang telah disusun
oleh PPK dikomunikasikan kepada Kelompok Kerja ULP untuk dijadikan pedoman dalam
menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa.
Untuk menghindari terjadinya gangguan keamanan terhadap pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaan termasuk keamanan terhadap bahan-bahan dan peralatan kerja
pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara membangun pagar pembatas yang
membatasi lokasi bangunan dari gangguan masyarakat umum.
Untuk menghindari kelangkaan bahan dapat dilakukan dengan mencantumkan syarat
perlunya surat dukungan dari agen barang atau distributor resmi sebagai persyaratan
bagi penyedia dalam mengikuti proses pemilihan panyedia.
Untuk menghindari rendahnya profesionalitas pekerja dan penyedia barang/jasa dapat
dilakukan dengan mencantumkan persyaratan berupa daftar personil tetap dengan syarat
kualifikasi tertentu.

2. Kwalitas dan volume hasil pekerjaan kurang dari yang semestinya.


Jenis dan kwalitas barang yang menjadi objek kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah harus dituangkan dengan jelas di dalam kontrak dan/atau dokumen lainnya.
Surat perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah tidak berdiri sendiri, melainkan
menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan dokumen-dokumen lainnya yang
digunakan dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa. Dengan demikian meskipun
kualitas barang/jasa tidak tercantum dengan jelas di dalam kontrak pihak penyedia
barang/jasa tetap harus menyediakan barang/jasa sesuai dengan spesifikasi teknis yang
telah ditetapkan. Spesifikasi teknis barang dimaksud dapat merujuk pada dokumendokumen yang digunakan dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa seperti surat
penawaran, dokumen pemilihan penyedia, berita acara penjelasan dll.
Volume pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa juga harus
dicantumkan dengan jelas di dalam kontrak. Dalam hal jenis kontrak yang digunakan adalah
kontrak harga satuan, volume yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan
dan dapat dilakukan perubahan sepanjang tidak menyebabkan nilai kontrak bertambah
menjadi lebih dari 110% nilai kontrak awal. Penyedia barang/jasa wajib menyerahkan
barang/jasa sesuai dengan kebutuhan nyata berdasarkan pesanan yang mungkin saja
berbeda dengan jumlah barang/jasa yang tercantum dalam kontrak. Pembayaran dilakukan
berdasarkan jumlah barang/jasa yang benar-benar diserahkan oleh penyedia barang/jasa.
Jika jumlah barang yang nyata-nyata diserahkan melebihi jumlah yang tercantum dalam
kontrak maka harus dilakukan addendum kontrak. Sebaliknya jika jumlah barang yang
nyata-nyata diserahkan kurang dari jumlah yang tercantum dalam kontrak, tidak perlu
dilakukan addendum kontrak meskipun nilai pembayaran kontrak menjadi tidak terbayar
seluruhnya. Dalam hal jenis kontrak yang digunakan adalah kontrak lump sum penyedia
harus menyerahkan barang/jasa sesuai volume yang telah ditetapkan dalam kontrak.

5
Volume pekerjaan yang telah disepakati tidak boleh dilakukan penambahan atau
pengurangan.
Jumlah/volume barang serta spesifikasi teknis barang yang dituangkan dalam kontrak
adalah hasil perhitungan kebutuhan dalam rangka melaksanakan tugas satuan kerja.
Kekurangan penyerahan barang dan/atau tidak terpenuhinya spesifikasi teknis barang akan
berakibat kurang maksimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi satker. Karena itu dalam
manajemen risiko kualitas dan jumlah/volume barang yang tidak sesuai dengan yang
tertuang dalam kontrak, merupakan risiko dalam pelaksanaan kontrak pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Di bibang konstruksi pelaksanaan pekerjaan memerlukan pengawasan langsung di
lapangan. Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan yang sifatnya membangun atau membuat
bentuk fisik lainnya seperti pengerjaan bangunan gedung atau pembuatan kapal dan
sebagainya. Perlunya pengawasan pelaksanaan pada pekerjaan konstruksi adalah untuk
mengetahui lebih awal kualitas, ukuran, dan spesifikasi bahan-bahan yang akan
dipasang/dilekatkan pada konstruksi bangunan. Jika tidak diawasi sejak sebelum
pemasangannya, maka bahan atau komponen bangunan tersebut sulit diketahui kualitasnya
karena sudah tertutup oleh bahan atau komponen lain, atau kalaupun diketahui ada bahan
atau komponen yang telah terpasang yang tidak memenuhi syarat maka bahan atau
komponen tersebut sulit untuk dilepaskan kembali. Contohnya pemasangan besi baja yang
tertanam di dalam cor beton, kalau tidak diawasi pada saat pemasangan, untuk
mengetahuinya hanya dapat diketahui dengan cara membongkar cor beton yang ada. Contoh
lainnya adalah kramik lantai yang sudah terpasang, jika diketahui bahwa bahan tersebut
tidak sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan maka untuk menggantinya harus dengan
cara menghancurkan lantai yang ada.
Tujuan lain dari pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi adalah untuk
memastikan bahwa pekerjaan tersebut dikerjakan sesuai dengan jadwal yang telah
direncanakan sehingga tidak terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Pengawasan
pelaksanaan pekerjaan harus benar-benar kuat. Lemahnya pengawasan akan menghambat
terwujudnya tujuan kontrak yaitu terlaksananya pekerjaan konstruksi sesuai dengan
rencana.

a.
b.
c.
d.

Rendahnya kwalitas barang dan/atau hasil pekerjaan dapat disebabkan oleh:


Spesifikasi teknis barang tidak dicantumkan secara jelas dalam dokumen kontrak.
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan tidak memiliki pemahaman yang cukup
tentang barang/pekerjaan yang dilaksanakan.
Lemahnya pengawasan pelaksanaan pekerjaan
Perbuatan curang dari penyedia barang/jasa.

Untuk menghindari terjadinya risiko barang yang diserahkan tidak sesuai dengan
kualitas dan jumlah yang tercantum dalam kontrak hal yang dapat dilakukan adalah:
a. Mencantumkan spesifikasi teknis barang dengan jelas dan lengkap dalam dokumen
pemilihan penyedia barang/jasa.
b. Mengharuskan persyaratan melampirkan gambar dan brosur barang dalam surat
penawaran peserta lelang.
c. Melaksanakan evaluasi secara ketat terhadap spesifikasi teknis dan merek barang yang
tercantum dalam dokumen penawaran peserta.
d. Mencantumkan merek dan type/model barang secara jelas dalam kontrak.
e. Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
f. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.

3. Timbulnya Perselisihan antara PPK dan Penyedia.


Kontrak adalah perjanjian tertulis berisi banyak kesepakatan yang dituangkan dalam
pasal-pasal kontrak. Seluruh pasal dalam kontrak merupakan perwujudan dari keinginan
para pihak yang telah mendapat persetujuan dari pihak lainnya. Dalam berkontrak
kedudukan para pihak adalah seimbang, dan masing-masing boleh mengemukakan
keinginannya sepanjang pihak lawannya setuju. Pernyataan setuju dilakukan dengan cara
menandatangani kontrak. Karena itu sebelum menandatangani kontrak masing-masing
pihak seharusnya telah membaca dengan teliti kata demi kata yang terdapat dalam seluruh
pasal-pasal kontrak.
Penyusunan kontrak dilakukan oleh PPK dimulai dari penyusunan draft kontrak
untuk diserahkan kepada Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan. Kelompok Kerja Unit
Layanan Pengadaan mencantumkan draft kontrak dalam dokumen pemilihan penyedia
barang/jasa untuk diketahui oleh semua calon peserta lelang. Dengan demikian semua
ketentuan yang akan dituangkan dalam kontrak seyogyanya telah diketahui oleh penyedia
barang/jasa sebelum mengajukan penawaran dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa.
Selanjutnya pemenang lelang mengadakan perikatan dengan PPK dengan mengacu pada
draft kontrak.
Adakalanya PPK dan penyedia barang/jasa menganggap bahwa kesepakatan yang
mereka buat secara lisan sudah cukup jelas dan pasti dapat dilaksanakan manakala masingmasing pihak menyatakan sepakat akan memenuhi kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini kontrak hanya merupakan salah satu persyaratan agar proses pengajuan
tagihan dapat berjalan dengan lancar. Karena itu mereka tidak begitu perhatian terhadap
pasal-pasal kontrak, dan tidak teliti dalam mempelajari kontrak. Akibatnya penuangan isi
kesepakatan ke dalam kontrak kadang-kadang kurang lengkap sehingga berpotensi
menimbulkan perbedaan persepsi di antara para pihak. Adakalanya pihak yang berkontrak
merasa bahwa kalimat yang terdapat dalam pasal kontrak sudah cukup jelas, walaupun
kalimat tersebut sebenarnya masih mengandung lebih dari satu tafsiran (ambigu). Akibatnya
terjadi perbedaan persepsi yang menimbulkan ketidaksempurnaan hasil pelaksanan
kontrak.
Perbedaan persepsi tidak hanya berakibat pada buruknya kinerja penyedia
barang/jasa dalam pandangan PPK, tetapi dapat berkibat lebih lanjut pada terganggunya
pencapaian tujuan satuan kerja pemerintah bahkan dapat menimbulkan perselisihan di
antara para pihak. Karena itu perbedaan persepsi terkait isi kontrak merupakan risiko
dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah. Untuk menghindari
adanya perbedaan persepsi tentang kontrak, sebelum menanda tangani kontrak PPK dapat
meminta pendapat para ahli hukum kontrak. Dalam hal nilai kontrak lebih dari
Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) PPK tidak boleh menandatangani kontrak
sebelum ada pendapat dari ahli hukum kontrak.

4. Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai Keinginan.


Kegagalan merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan demikian
bunyi ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya peran perencanaan terhadap hasil
pekerjaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu rangkaian kegiatan pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Dalam pengadaan barang dan perlengkapan kantor perlu
perencanaan yang matang agar pengadaannya benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga

7
dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja satker. Untuk itu penyusun an
rencana tidak hanya terfokus pada jumlah barang yang akan diadakan, tetapi juga
memperhatikan spesifikasi teknis dan kinerja dari masing-masing barang. Perlengkapan dan
peralatan yang tepat akan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi seluruh pegawai
dalam menyelesaikan tugas dan fungsinya.
Dalam pembangunan konstruksi perencanaan harus dituangkan secara detail dalam
bentuk gambar disain bangunan. Ruang lingkup perencanaan tidak hanya terbatas pada
bentuk bangunan dan penataan letak dan ukuran ruangan, tetapi juga meliputi struktur dan
daya tahan bangunan konstruksi. Karena itu bentuk dan kekuatan podasi, ukuran besi, kualitas
adukan semen/beton, juga harus mendapat perhatian yang serius dan dituangkan secara jelas
dalam perencanaan. Kesalahan perencanaan akan sangat berpengaruh pada hasil akhir
pekerjaan. Karena itu kegagalan perencanaan harus diperhitungkan sebagai salah satu risiko
pelaksanaan kontrak.
Dalam bidang pengadaan barang perencanaan kebutuhan barang dilakukan oleh PPK
dengan melakukan analisis kebutuhan berdasarkan data dan informasi kebutuhan dari
seluruh pegawai satuan kerja. Data tentang jumlah dan kondisi barang/perlengkapan kantor.
Kesalahan dalam melakukan analisis kebutuhan dapat berakibat jumlah barang yang
diadakan baik jumlah maupun spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan kebutuhan. Karena
kinerja barang/perlengkapan kantor memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja
pegawai maka kesalahan merencanakan kebutuhan dapat mengganggu tugas kantor.
Dalam bidang konstruksi perencanaan pembangunan gedung dibuat oleh konsultan
perencanaan berdasarkan keinginan PPK. Kesalahan PPK dalam menyampaikan informasi
terkait perencanaan kantor, akan berakibat pada buruknya hasil perencanaan yang pada
gilirannya akan berkontribusi terhadap hasil kerja pekerjaan konstruksi.
Untuk menghindari terjadinya kegagalan perencanaan pekerjaan konstruksi harus
dilakukan koordinasi antara PPK sebagai penanggung jawab kegiatan dengan konsultan
perencana konstruksi. Konsultan perencana harus mempresentasikan kepada PPK tentang
seluruh hasil perencanaannya serta bersedia melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan
keinginan PPK. Apabila hasil akhir perencanaan konstruksi yang telah diserahkan kepada
PPK masih terdapat kesalahan, konsultan perencana wajib membuat desain perencaan yang
baru dengan biaya sendiri.
Penutup
Pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan nilai paket lebih dari
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak dapat dilaksanakan secara seketika seperti
jual beli barang pada umumnya. Untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan tersebut
penyedia barang/jasa yang telah ditunjuk membutuhkan waktu penyelesaian pekerjaan.
Perbedaan waktu penunjukan penyedia dengan waktu penyerahan pekerjaan memungkinkan
timbulnya kondisi yang mempengaruhi atau dapat merubah pendirian penyedia barang/jasa
dalam menyelesaikan kewajiban menyediakan barang/jasa yang berakibat tidak
diserahkannya barang/jasa dalam keadaan baik sesuai kesepakatan dengan PPK. Untuk
menjamin bahwa pihak penyedia barang/jasa memenuhi kewajibannya maka penunjukan
penyedia barang/jasa harus diikuti dengan penandatanganan kontrak pengadaan
barang/jasa.
Tujuan pembuatan kontrak adalah untuk menjamin bahwa penyedia barang/jasa akan
menyerah hasil pekerjaannya berupa barang/jasa sesuai dengan yang telah disepakati dalam
kontrak. Dalam perspektif manajemen resiko pelaksanaan kontrak memiliki cukup banyak
risiko antara lain:

1.
2.
3.
4.

Penyelesaian pekerjaan terlambat dari jadwal yang telah disepakati.


Kualitas dan volume hasil pekerjaan kurang dari yang semestinya.
Perselihan antara PPK dengan Penyedia.
Hasil pekerjaan tidak sesuai keinginan

Penanganan resiko tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:


A. Untuk pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara:
a. Memilih waktu yang tepat untuk memulai pelaksanaan pekerjaan.
b. Membangun pagar pembatas yang membatasi lokasi bangunan dari gangguan
masyarakat umum.
c. Mencantumkan syarat perlunya surat dukungan dari agen barang atau
distributor resmi sebagai persyaratan bagi penyedia dalam mengikuti proses
pemilihan panyedia.
d. Mncantumkan persyaratan berupa daftar personil tetap dengan syarat
kualifikasi tertentu.
e. Meminta pendapat para ahli hukum kontrak.
f. Melakukan koordinasi antara konsultan perencana
g. Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan
h. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.
B. Untuk pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara:
a. Mencantumkan syarat perlunya surat dukungan dari agen barang atau
distributor resmi sebagai persyaratan bagi penyedia dalam mengikuti proses
pemilihan panyedia.
b. Mencantumkan spesifikasi teknis barang dengan jelas dan lengkap dalam
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa.
c. Mengharuskan persyaratan melampirkan gambar dan brosur barang di dalam
dokumen penawaran peserta lelang.
d. Melaksanakan evaluasi secara ketat terhadap spesifikasi teknis dan merek
barang yang tercantum dalam dokumen penawaran peserta.
e. Mencantumkan merek dan type/model barang secara jelas dalam kontrak.
f. Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan
g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.
h. Meminta pendapat para ahli hukum kontrak.
i. Menunjuk tim ahli untuk membantu Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan.
Daftar Pustaka
1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
4. Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
5. Peraturan menteri Keuangan nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen
Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai