Anda di halaman 1dari 51

UAS SEMESTER GANJIL 2013 2014

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
Nama

: Eka Kusuma Ariesvi

NPM

: 10110048

Kelas

: D (Sore)

Mata Kuliah

: Metodologi Penelitian

Waktu/ Sifat

: Take Home Exam

Dosen Pengampu

: Dr. Ir. H. Miftahul Huda, MM.

1. Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang


digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu.
2. Jenis-jenis penelitian ditinjau dari berbagai aspek:
Penelitian adalah kegiatan yang sistematis dan terencana sesuai dengan kaidah-kaidah
dan metode, untuk mencari akar permasalahan dari suatu hal, sehingga dapat
dicarikan alternatif-alternatif . penelitian dibagi menjadi beberapa jenis, menurut
sudut pandang tertentu, diantaranya
A. Berdasarkan Tujuannya
1. Penelitian eksploratif
2. Penelitian developmental
3. Penelitian verifikatif
B. Berdasarkan Metodenya
1. Penelitian Deskriptif
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Survey
Penelitian korelasi
Penelitian komparasi
Penelitian korelasi
Grounded Research
Analisa Data Sekunder

2. Penelitian Eksperimen
3. Penelitian evaluasi
4. Grounded Search

5. Analisa Data Sekunder


C. Berdasarkan Pendekatannya
1. Penelitian Longitudinal
2. Penelitian Long-cross Sectional
D. Berdasarkan Bidang Ilmu
1.

Penelitian Esakta

2.

Penelitian non-Esakta

3. Pengertian:
a. Identifikasi permasalahan adalah pengenalan masalah atau inventarisir
masalah.
b. Rumusan permasalahan adalah pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun
dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi
arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya
yang ingin dikaji/dicari tahu oleh si peneliti.
c. Hubungan identifikasi masalah, rumusan masalah, dan latar belakang:
Di dalam membuat suatu penelitian, yang terlebih dahulu dilakukan pertamatama mencari masalah pada umumnya yang kemudian menjadi latar belakang
masalah. Kemudian dilakukanlah pencarian dan pencatatan masalah (disebut
dengan identifikasi masalah). setelah dilakukan pengindentifikasian masalah
maka masalah tersebut perlu dirumuskan secara jelas karena dengan
perumusan yang jelas diharapkan dapat mengetahui variabel apa yang akan
diukur untuk mencapai tujuan penelitian.
4. Pengertian:
a. Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan
obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu
produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut.
b. Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang sebagai
suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel
dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili
keseluruhan gejala yang diamati.
c. Responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang sesuatu
fakta/pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan,
yaitu ketika mengisi angket/lisan ketika menjawab wawancara.
d. Metode sampling dibagi menjadi 2 yaitu:

i. Cara Acak/ Random: Cara pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk
menjadi anggota sampel sehingga setiap elemen mendapat kesempatan
yang sama untuk terpilih menjadi sampel
ii. Cara tak acak/ non random: cara pemilihan elemen untuk menjadi anggota
sampel namun setiap elemen tidak mendapat kesempatan yang sama.
5. Terlampir
6. Visi & Misi Program Studi Teknik Sipil dan Visi & Misi Fakultas Teknik UWKS
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
Visi: Program studi yang unggul dalam menghasilkan lulusan bermutu, bermartabat dan
dapat diterima pemangku kepentingan di bidang rekayasa sipil pada tahun 2014
Misi:
1.

Melaksanakan sistem manajemen mutu guna menjamin terlaksananya

tridharma perguruan tinggi


2. Meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang
bermutu, bermanfaat dan berkelanjutan.
3. Menerapkan dan mengembangkan IPTEK, kemampuan berwirausaha, keahlian dan
etika profesional dibidang rekayasa sipil, serta memiliki etika cendekiawan dan
berwawasan lingkungan sebagai ciri khas lulusan untuk memenuhi kepuasan
pemangku kepentingan.

VISI DAN MISI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
Visi : Sebagai fakultas unggulan yang berkualitas dan beretika profesi pada tahun 2014
Misi:
1. Memperkuat sistem manajemen sebagai landasan tata kelola fakultas yang baik (Good
Faculty Governance)
2. Meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi yang
berkualitas dan berkelanjutan

3. Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan


beretika profesi
4. Menerapkan dan mengembangkan IPTEK, kemampuan berwirausaha, memiliki
keahlian dan etika profesional, dan berwawasan lingkungan sebagai produk unggulan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengurangi resiko akibat bencana alam khususnya gempa, maka diperlukan
perencanaan struktur bangunan tahan gempa yang akan dibangun di wilayah dengan resiko
gempa tinggi. Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem rangka rangka ruang dalam
dimana komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja
melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus adalah suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-

ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan 23.2
sampai dengan 23.5 (SNI 03-2847-2002).
Perencanaan gedung bertingkat perlu memperhatikan beberapa kriteria, yaitu kriteria
3S (strength, stiffness dan serviceability) yang berarti gedung tersebut harus direncanakan
dengan memperhatikan tingkat kekuatan, kelayakan pakai, serta kenyamanan sesuai dengan
peraturan perencanaan yang berlaku, sehingga dalam merencanakan suatu bangunan gedung
bertingkat, selain memperhitungkan kekuatan struktur juga memerlukan suatu perencanaan
konstruksi gedung yang tahan terhadap gempa (Virdy, 2012). Ini dikarenakan fungsi dari
perencanaan gedung tahan gempa tersebut sangatlah perlu bagi suatu gedung yang bertingkat
banyak. Salah satu manfaatnya adalah apabila terjadi suatu gempa, struktur tersebut akan
tetap bediri walaupun sudah dalam kondisi diambang keruntuhan dan juga menghindari
terjadinya korban jiwa dikarenakan runtuhnya gedung akibat gempa tersebut (Rajif, 2012).
Mengingat semakin meningkatnya tingkat perekonomian di Indonesia khususnya di
kota Aceh hal ini membuat banyak investor melakukan berbagai macam jenis usaha salah
satunya usaha dalam bidang perhotelan. Kebutuhan akan penginapan (hotel) di kota Aceh
masih sangat banyak, sedangkan saat ini hotel yang terdapat di Aceh masih sedikit. Dengan
dibukanya Hotel Harris & Pop ini, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan
kebutuhan perhotelan. Untuk itu, dengan dibangunnya Hotel Harris & Pop di Kota Aceh ini
dirasa sangatlah tepat.
Pada proyek tugas akhir ini, gedung Hotel Harris & Pop yang awalnya berada di
Surabaya yang masuk dalam wilayah gempa rendah, akan direncanakan ulang di Aceh yang
masuk dalam wilayah gempa tinggi dan akan direncanakan menggunakan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka untuk mendesain struktur beton bertulang
Hotel Harris & Pop Aceh, permasalahan yang ditinjau adalah:
a. Bagaimana merencanakan struktur bangunan gedung dengan Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus pada daerah gempa tinggi?
b. Bagaimana merencanakan dimensi struktur gedung tahan gempa?
c. Bagaimana cara merencanakan penulangan serta pendetailannya pada komponenkomponen struktur gedung tahan gempa?
d. Bagaimana hasil perhitungan dan perencanaan jika diaplikasikan ke dalam gambar
perencanaan.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari

penyusunan

proposal

ini

adalah

sebagai

persyaratan

untuk

menyelesaikan program studi di jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Tujuan dari Perencanaan Gedung Hotel Harris & Pop dalam proposal ini adalah :
a. Merencanakan struktur bangunan gedung dengan Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus pada daerah gempa tinggi;
b. Merencanakan dimensi struktur gedung tahan gempa;
c. Merencanakan penulangan serta pendetailannya pada komponen-komponen struktur
d. Menuangkan hasil perhitungan dan perencanaan ke dalam gambar perencanaan.
1.4 Manfaat
Manfaat dalam perencanan gedung ini adalah :
a. Agar didapatkan dimensi dari elemen-elemen struktur gedung yang berfungsi dengan
baik sehingga gedung tersebut mampu menahan gaya gempa yang terjadi.
b. Agar mampu merencanakan dan menghitung struktur atas gedung yang berupa balok,
kolom, pelat dan struktur bawah yang berupa pondasi yang direncanakan pada
wilayah gempa tinggi sesuai SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung dan SNI 03-1726-2012 tentang tata cara perencanaan
tahan gempa untuk bangunan gedung
c. Agar didapatkan gambar perencanaan dan pendetailan struktur berdasarkan analisa
perhitungan yang sesungguhnya.
1.5 Data Gedung
Data perencanaan gedung Hotel Harris & Pop pada proposal ini adalah sebagai
berikut:
Nama bangunan
Lokasi
Fungsi gedung
Jumlah lantai
Panjang bangunan
Lebar bangunan
Tinggi bangunan
Jenis struktur
Atap gedung
Pondasi
1.6 Batasan Masalah

: Hotel Harris & Pop


: Aceh
: Penginapan (hotel)
: 5 lantai + 1 atap
: 54 meter
: 36 meter
: 24 meter
: Beton bertulang
: Beton bertulang
: Tiang pancang beton bertulang

Menghindari melebarnya pembahasan, perencanaan gedung ini dibatasi pada


masalah-masalah berikut :
a. Gedung direncanakan berada pada wilayah gempa tinggi berdasarkan SNI 03-1726-2012.
b. Perencanan struktur gedung menggunakan metode Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus.
c. Perencanaan penulangan berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 3 sampai dengan 20 dan
23.2 sampai dengan 23.8 untuk pendetailan.
d. Perencanaan beban gempa berdasarkan SNI 03-1726-2012 dan analisa gaya gempa
menggunakan analisa statik ekuivalen.
e. Analisis gaya dalam menggunakan program komputer ETABS versi 9.7.
f. Perencanaan struktur sekunder, yaitu : perencanaan pelat atap, pelat lantai, perencanaan
tangga, perencanaan balok penggantung lift dan perencanaan balok anak.
g. Perencanaan struktur primer, yaitu : perencanaan balok induk, perencanaan kolom,
perencanaan pertemuan balok-kolom dan perencanaan pondasi tiang pancang.
h. Perencanaan gedung tidak meninjau arsitektur, analisa biaya, manajemen kontruksi dan
pelaksanaan yang ada pada lapangan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Umum
Perencanaan struktur gedung tahan gempa menjadi sangat penting karena sebagian
besar wilayah Indonesia berada di wilayah gempa tinggi. Pemilihan sistem perencanaan
struktur pun perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kekuatan bangunan tersebut.
Perencanaan struktur gedung pada daerah gempa harus menjamin struktur bangunan
tidak rusak atau runtuh oleh gempa kecil atau sedang. Tetapi oleh gempa kuat, struktur utama
boleh rusak berat dengan syarat tidak sampai terjadi keruntuhan bangunan mendadak
sehingga penghuni masih sempat untuk menyelamatkan diri. Hal ini dapat dicapai jika
struktur gedung tersebut mampu memencarkan energi gempa serta membatasi gaya yang
bekerja. Untuk wilayah gempa tinggi, perencanaan gedung harus mengikuti persyaratan yang
diatur dalam SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1726-2012, yaitu perencanaan pembangunan

gedung bertingkat untuk daerah dengan resiko gempa tinggi sesuai sistem struktur yang
digunakan untuk perencanaan struktur tahan gempa, salah satunya adalah perencanaan
dengan menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRMPK).
SRPMK adalah suatu sistem rangka ruang dalam atau portal dimana komponen
komponen struktur dan joinjoin portal tersebut mampu menahan gaya lateral dan gaya-gaya
dalam yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial, dimana perhitungan struktur
menggunakan metode Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus dirancang dengan
menggunakan konsep Strong Column Weak Beam, yaitu kemampuan kolom harus lebih besar
20% dari pada balok (SNI 03-2847-2002).
2.2 Pedoman Peraturan Perencanaan
Pedoman peraturan dalam perencanaan Tugas Akhir ini menggunakan peraturan
peraturan yang berlaku yaitu :
SNI 03-2847-2002 tentang Tata Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung,
SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung,
Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 03-17271989)
2.3

Wilayah Gempa
Pada perencanaan ini akan dilakukan dengan menggunakan peta gempa terbaru,

dimana peta gempa terbaru ini menjelaskan intensitas gempa lokal yang lebih besar
dibandingkan intensitas gempa lokal dari peta sebelumnya. Jadi, intensitas gempa didasarkan
pada kategori desain seismik dan pada masing-masing wilayah, yang bisa diperoleh dari data
hasil test tanah yang dilakukan.

Sumber : http://kakaramdhanolii.wordpress.com/2012/12/20/peta-zona-gempa-indonesiaindonesia-earthquake-zonemap-2/
Gambar 2.1. Wilayah Gempa di Indonesia
2.4

Pembebanan
Pembebanan yang diperhitungkan dalam perencanaan adalah :

Beban Mati
Beban yang disebabkan oleh struktur itu sendiri yang bersifat tetap dan bagian lain
yang tidak terpisahkan dari gedung. Beban mati untuk gedung diatur dalam SNI 031727-1989.
Beban Hidup
Beban yang terjadi akibat dari penghunian atau pengunaan gedung sesuai SNI 031727-1989 termasuk barang-barang dalam ruangan yang tidak permanen.

Beban Gempa
Dalam parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari
respon spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam Peta Desain Spektra Indonesia
dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
2.4.1.
Kombinasi Pembebanan
Komponen elemen struktur dan elemen-elemen pondasi harus dirancang sedemikian
hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan
kombinasi-kombinasi sebagai berikut

Kombinasi 1 = 1,4 D

(2.1)

Kombinasi 2 = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

(2.2)

Kombinasi 3 = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E

(2.3)

Kombinasi 4 = 0,9 D 1,0 E

(2.4)

Dimana :
D

= Beban mati

= Beban hidup

= Beban gempa
2.5 Klasifikasi Situs
Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas

situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF yang mengikuti pasal 5.3 SNI 03-1726-2012.
Tabel 2.1 Klasifikasi Situs
Kelas situs

Vs(m/detik)

N atau Nch

Su(Kpa)

>1500

N/A

N/A

SB (batuan)

750 sampai 1500

N/A

N/A

SC (tanah keras)

350 sampai 750

>50

100

SD (tanah sedang)

175 sampai 350

15 sampai 50

50 sampai 100

<175

<15

<50

SA (batuan keras)

SE (tanah lunak)

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari


3m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI>20
2. kadar air, w40%
3. kuat geser niralir Su<25kpa
SF
(tanah
khusus
yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
dibutuhkan investigasi geoteknik atau lebih dari karakteristik berikut :
spesifik dan analisis respon
Rawan dan berpotensi gagal
spesifik-situs yang mengikuti atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah
6.10.1)
likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
tersementasi lemah
Lempung
sangat
organik
(ketebalan H>3 m)
Lempung berplastisitas sangat
tinggi (ketebalan H>7,5 m dengan indeks
plastisitas PI>75)

Lapisan lempung lunak/ setengah teguh dengan


ketebalan H>35 m dan Su<50 Kpa
(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 17-18)
Untuk menentukan respon spektrum percepatan gempa di permukaan tanah,
diperlukan suatu faktor amplifikasi pada periode 0,2 detik dan periode 1 detik. Faktor
amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan getaran perode pendek (F a)
dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran periode 1 detik (F v).
Parameter spektrum respon percepatan pada periode pendek (Sms) dan periode 1 detik (SM1)
yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan
sebagai berikut :
SMS = Fa .Ss
SM1 = FV .S1
Dimana :

SS = parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode


pendek.
S1 = parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode 1
detik.

Dan koefisien situs Fa dan FV mengikiti tabel 2.2 dan tabel 2.3

Tabel 2.2 Koefisien situs, Fa


Kelas
situs

Parameter respon spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada


periode pendek, T=0,2 detik, Ss
Ss 0,25

Ss= 0,5

Ss = 0,75

Ss = 1,0

Ss 1,25

SA

0,8

0,8

0,8

0,8

0,8

SB

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

SC

1,2

1,2

1,1

1,0

1,0

SD

1,6

1,4

1,2

1,1

1,0

SE

2,5

1,7

1,2

0,9

0,9

SF
(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 22)

SSb

(a) Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier


(b) SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs
spesifik
Tabel 2.3 Koefisien situs, Fv
Kelas situs

Parameter respon spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan


pada periode pendek 1 detik, S1
S1 0,1

S1= 0,2

S1 = 0,3

S1 = 0,4

S1 0,5

SA

0,8

0,8

0,8

0,8

0,8

SB

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

SC

1,7

1,6

1,5

1,4

1,3

SD

2,4

1,8

1,6

1,5

SE

3,5

3,2

2,8

2,4

2,4

SSb

SF
(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 22)

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier


(b) S1 = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs
spesifik
Percepatan spektral desain untuk periode pendek SDS dan pada periode 1 detik, SD1,
harus ditentukan melalui perumusan sebagai berikut :
SDS =

2
3

SMS

SD1 =

2
3

SM1

Bila spektrum respon desain diperlukan oleh standar ini dan prosedur gerak tanah dari
spesifik situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons disain harus dikembangkan
dengan mengacu gambar 6.4-1 SNI 03-1726-2012, dan mengacu ketentuan dibawah ini :
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respon percepatan desain Sa, harus
diambil dari persamaan
T
Sa = SDS (0,4+ 0,6 )

2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa sama dengan SDS
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respon percepatan disain, Sa diambil
berdasarkan persamaan
Sa =

SD1
T

Dimana :

2.5.1

Sa

= parameter respon spektra percepatan disain pada periode pendek

SD1

= parameter respon spektra percepatan desain pada periode 1 detik

= periode getar funda mental struktur

Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan


Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai

Tabel 2.4 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan Iemenurut Tabel 2.5
Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Jenis Pemanfaatan

Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah

terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,


termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan
perikanan
- Fasilitas sementara
-Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil Iainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk
dalam kategori risiko I, III, IV,termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Perumahan

II

- Rumah toko dan rumah kantor


- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit
bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori
risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massa
terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidakdibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam
kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk

III

fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,


penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar
berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau
bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan
beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya
melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang
berwenang

dan

cukup

menimbulkan

bahaya

bagi

masyarakat jika terjadi kebocoran.


Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas
yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang
memiliki fasititas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor
polisi, serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai,
dan tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,
tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,
struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau
struktur rumah atau struktur pendukung air atau material
atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan
untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung

dan

non

gedung

yang

dibutuhkan

mempertahankan fungsi struktur bangunan lain

untuk

IV

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 14-15)

Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa


Kategori Resiko

Faktor Keutamaan Gempa Ie

I dan II

1,0

III

1,25

IV

1,50

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 15)

2.5.2

Kategori Desain Seismik


Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti

pasal ini. Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III yang berlokasi dimana parameter
respon spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik , S 1, lebih besar dari atau sama
dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur
dengan kategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respon spektral percepatan
terpetakan pada periode 1 detik , S 1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan
sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan
kategori desain seismik berdasarkan kategori resiko dan parameter respon spektral percepatan
desainnya, SDS dan SD1.
Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon percepatan pada Periode
Pendek
Nilai SDS
SDS < 0,167
O,167 SDS < 0,33
0,33 SDS < 0,50
0,50 SDS

Kategori Resiko
I, II, atau III
IV
A
A
B
C
C
D
D
D

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 24)

Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon percepatan pada Periode 1
detik

Nilai SD1
SD1 < 0,067
0,067 SD1 < 0,133
0,133 SD1 < 0,20
0,20 SD1

Kategori Resiko
I, II, atau III
A
B
C
D

IV
A
C
D
D

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 25)


2.5.3

Pemilihan Sistem Struktur


Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah satu tipe

yangditunjukkan dalam Tabel 2.8 atau kombinasi sistem seperti dalam pasal 7.2.2, 7.2.3 dan
7.2.4 pada SNI 03-1726-2012. Pembagian setiap tipe berdasarkan pada elemen vertikal yang
digunakan untuk menahangaya gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai
dengan batasan sistemstruktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam tabel
2.8 Koefisien modifikasi respons yang sesuai, R, faktor lebih kuat sistem dan koefisien
amplifikasi defleksi, Cd, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.8 harus digunakan dalam
penentuan gaya geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antar lantai tingkat disain
Setiap sistem penahan gaya gempa yang dipilih harus dirancang dan didetail sesuai
dengan persyaratan khusus dari sistem tersebut yang ditetapkan dalam dokumen acuan yang
berlaku seperti terdaftar dalam tabel 2.8 dan persyaratan tambahan yang ditetapkan dalam
pasal 7.14 pada SNI 03-1726-2012
Sistem penahan gaya gempa yang tidak termuat dalam tabel 2.8 diijinkan apabila
data analisis dan data uji diserahkan kepada pihak yang berwenang memberikan persetujuan,
yang membentuk karakteristik dinamis dan menunjukkan tahanan gaya lateral dan kapasitas
disipasi energi agar ekivalen dengan sistem struktur yang terdaftar dalam tabel 2.8 untukl
nilai-nilai ekivalen dari R, , Cd
Tabel 2.8 Faktor R, , Cd untuk Sistem Penahan Gaya Gempa

Tabel 2.8 Faktor R, , Cd untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (lanjutan)

Tabel 2.8 Faktor R, , Cd untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (lanjutan)

Tabel 2.8 Faktor R, , Cd untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (lanjutan)

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 34-38)


Catatan :
a

Faktor modifikasi respons, R mereduksi gaya sampai tingkat kekuatan, bukan tingkat

tegangan ijin.
b

Faktor pembesaran defleksi, Cd, untuk penggunaan dalam 7.8.6, 7.8.7, dan 7.9.2.

TB = tidak dibatasi dan TI = tidak diijinkan

Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa yang dibatasi sampai bangunan

dengan ketinggian 72 m atau kurang.


e

Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa yang dibatasi sampai bangunan

dengan ketinggian 48 m atau kurang.


f

Rangka pemikul momen biasa diijinkan untuk digunakan sebagai pengganti rangka

pemikul momen menengah untuk kategori desain seismik B atau C.

harga tabel faktor kuat-lebih, 0, diijinkan untuk direduksi dengan mengurangi setengah

untuk struktur dengan diafragma fleksibel, tetapi tidak boleh diambil kurang dari 2,0 untuk
segala struktur, kecuali untuk sistem kolom kantilever.
h

lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk sistem struktur yang dikenai kategori desain seismik D atau

E.
i

lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk sistem struktur yang dikenai kategori desain seismik F.

Rangka baja dengan bresing konsentris biasa baja diijinkan pada bangunan satu tingkat

sampai ketinggian 18 meter dimana beban mati atap tidak melebihi 0,96 KN/m 2 dan pada
struktur griya tawang.
k

Penambahan ketinggian sampai 13,7 m diijinkan untuk fasilitas gudang penyimpanan satu

tingkat.
l

Dinding geser didefinisikan sebagai dinding struktural.

Definisi Dinding struktural khusus, termasuk konstruksi pra cetak dan cetak ditempat.

Definisi Rangka momen khusus, termasuk konstruksi pra cetak dan cetak ditempat.

Secara berurutan, efek beban gempa dengan kuat lebih E mh, diijinkan berdasarkan perkiraan

kekuatan yang ditentukan sesuai dengan tata cara yang berlaku.


p

Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan harus dibatasi untuk

bangunan dengan tinggi satu lantai sesuai dengan tata cara yang berlaku.
2.6

Prosedur Analisis
Analisis struktur yang disyaratkan oleh SNI 03-1726-2012 harus terdiri dari salah satu

tipe yang diijinkan dalam tabel 2.9

Tabel 2.9 Prosedur Analisis yang Digunakan

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 53)


2.6.1

Analisis Gaya Gempa Lateral Ekivalen


Metode analisis gaya gempa lateral ekivalen ini sering juga disebut sebagai analisa

manual, dimana perhitungan gempanya dilakukan secara manual karena menggunakan rumus
baku yang telah ada pada peraturan gempa.
2.6.2

Periode Fundamental Pendekatan


Periode fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh

menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis
yang teruji. Periode fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk
batasan atas pada periode yang dihitung (C u) dari tabel 3.0 dan periode fundamental
pendekatan, Ta, yang ditentukan sesuai dengan 7.8.2.1. Sebagai alternatif pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan periode fundamental struktur, T, diijinkan secara langsung
menggunakan periode bangunan pendekatan, Ta, yang dihitung sesuai dengan 7.8.2.1. Periode
fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut:
Ta = Ct hnx

Dimana :

Ta = Periode fundamental pendekatan (det)


Ct dan x = Parameter periode pendekatan yang ditentukan pada tabel 3.1
hn = Tinggi struktur gedung

Tabel 2.10 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung
Parameter percepatan respon spektral desain
pada 1 detik, SD1

Koefisien
Cu

0,4

1,4

0,3

1,4

0,2

1,5

0,15

1,6

0,1

1,7

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 56)


Tabel 2.11 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur

Ct

0,0724

0,8

Sistem rangka pemikul momen dimana


rangka pemikul momen 100 persen gaya
gempa yang diisyaratkan dan tidak
dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari defleksi jika dikenai
gaya gempa :
Rangka baja pemikul momen

Rangka beton pemikul momen

0,0466

0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris

0,0731

0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang


terhadap tekuk

0,0731

Semua sistem struktur lainnya

0,0488
a

(Sumber : SNI 02-1726-2012, hal 56)

0,75

0,75

Pembatasan periode fundamental dari suatu struktur gedung dimaksudkan untuk :

Mencegah pengaruh P-Delta berlebih

Mencegah simpangan antar tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa yang
menyebabkan pelelehan pertama, yaitu untuk menjamin dan membatasi kemungkinan
terjadinya kerusakan struktur akibat pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan,
maupun kerusakan non structural.

Mencegah simpangan antar tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa
maksimum, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang
menelan korban jiwa manusia.

Mencegah kekuatan struktur terpasang yang terlalu rendah, mengingat struktur gedung
dengan waktu getar fundamental yang panjang menyerap beban gempa yang rendah (terlihat
dari Diagram Respon Spektrum), sehingga menghasilkan kekuatan terpasang yang rendah.
2.6.3 Distribusi Gaya Gempa
Setelah dihitung periode fundamental pendekatan dari struktur bangunan, berikutnya
menghitung distribusi gaya gempa yang berdasarkan beban geser dasar seismik yang dibagi
sepanjang tinggi struktur gedung
V = Cs.W

(SNI 03-1726-2012 P 7.8.1.)

Dan
C S=

S DS
R
( )
Ie

Dimana :
V

= beban geser dasar seismik.

Cs

= Koefisien respons seismik.

Ie

= Faktor keutamaan gempa

SDS

= Parameter percepatan spektrum respon desain dalam rentang periode pendek.

= berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai.

= Koefisien modifikasi respons pada tabel 2.8


Beban geser dasar seismik V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung

menjadi gaya gempa nominal statik ekivalen F 1 yang menangkap pada pusat massa lantai
tingkat ke-I menurut persamaan :
Fi=

Wi . Zi k

W .Z

.V
k

Fi =

Wi x Zi
n

Wi x Zi

(SNI 03-1726-2012 Ps 7.8.3)

i=1

Dimana :
Fi = Gaya gempa nominal statik ekuivalen
Wi = Berat lantai ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
k = Eksponen yang terkait dengan periode struktur, Ta 0,5 maka k = 1 dan Ta > 0,5 maka k
= 2 atau ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
2.6.4 Simpangan Horizontal Struktur
Akibat gaya gempa yang bekerja disepanjang tinggi bangunan, maka struktur akan
mengalami simpangan ke arah horizontal. Besarnya simpangan horizontal perlu dihitung
untuk menentukan periode alami fundamental sebenarnya dari struktur.
2.6.5

Periode Alami Fundamental Struktur


Periode sebenarnya untuk setiap arah dari bangunan, dihitung berdasarkan besarnya

simpangan horizontal yang terjadi pada struktur bangunan akibat gaya gempa horizontal.
Periode alami fundamental T dari struktur gedung beraturan dalam arah masing-masing
sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Reyleigh sebagai berikut :

T R=6 ,3

Dimana :

Wi x di2
i=1
n

g Fi x di
i=1

Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai


Fi = Beban gempa nominal statik ekuivalen
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i (mm)
g = percepatan gravitasi (9810 mm/det2)
n = nomor lantai tingkat paling atas.
Apabila Periode fundamental pendekatan Ta struktur gedung untuk penentuan
percepatan respon spektral desain pada 1 detik, S D1, nilainya tidak boleh lebih dari 3,5 nilai
yang dihitung menurut TR diatas.
2.6.6 Batasan Simpangan Antar Lantai
Simpangan antar lantai struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam
kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, yaitu
untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung.
Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain () harus dihitung sebagai perbedaan
defleksi sebagai pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat
massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk menghitung defleksi dasar
tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat diatasnya. Simpangan Antar
lantai tingkat desain tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (a).
x<a
Tabel 2.12 Simpangan antar lantai ijin, a
Struktur

Kategori resiko
I atau II

III

IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser


batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan
dinding interior, partisi, langit-langit, dan
sistem dinding eksterior yang telah
didesain
untuk
mengakomodasi
simpangan antar lantai tingkat

0,025hsx

0,02hsx

0,015hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata

0,01hsx

0,01hsx

0,01hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya

0,007hsx

0,007hsx

0,007hsx

Semua struktur lainnya

0,02hsx

0,015hsx

0,01hsx

(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 66)


2.7

Konsep Desain
Pokok-pokok pedoman atau syarat umum analisa dan desain bangunan yang terkena

beban gempa sesuai dengan SNI terbaru :

2.7.1

Mutu Bahan

f 'c
Kuat tekan beton

sesuai SNI 03 2847 2002 Ps. 23.2.4.1 tidak boleh kurang

dari 20 MPa. Kuat tekan 20 MPa atau lebih dipandang menjamin kualitas beton.
2.7.2

Klasifikasi Situs dari Jenis Tanah Setempat


Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, atau tanah

khusus apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat
yang tercantum dalam SNI 03-1726-2012. N adalah nilai SPT rata-rata dengan tebal lapisan
tanah sebagai pembesaran pembobotnya, yang dihitung menurut persamaan sebagai berikut :

Data tanah untuk perencanaan gedung ini berada di wilayah Aceh ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 2.13 Hasil Nilai Test Penetrasi Standart Rata-rata
Lapisan ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

t(m)
02
24
45
56
68
89
9 10
10 12
12 14
14 16
16 18
18 19
19 20

N
2
3
5
3
2
3
5
12
21
22
18
19
31

t/N
1
0,67
0,2
0,33
1
0,33
0,2
0,17
0,095
0,09
0,11
0,053
0,032

14
15
16
Maka diperoleh nilai N =

24
4,629

20 22
22 23
23 24

32
34
40

0,0625
0,029
0,025

= 5,18

Dari tabel 2.1 jenis-jenis tanah, untuk kedalaman 24 meter dengan Nilai hasil Test
Penetrasi Standart rata-rata (N) = 5,18 maka tanah di bawah bangunan termasuk dalam situs
SE. Dan berdasarkan peta desain spektrum Indonesia, Aceh dengan situs SE memiliki
parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode pendek S DS= 0,611 dan
parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode 1 detik SD1= 0,593
2.7.3

Faktor Keutamaan Gempa


Menurut tabel 2.4, gedung ini Gedung apartemen/ rumah susun maka termasuk

dalam kategori resiko II dengan Faktor Keutamaan (I) 1,0.


2.7.4

Kategori Desain Seismik


Seperti yang telah kita ketahui gedung Hotel Harris & Pop berada pada kategori

resiko II dengan SDS = 0,611 dan SD1 = 0,593 maka menurut tabel 2.7 dan tabel 2.7 berada
pada kategori desain seismik D
2.7.5

Pemilihan Sistem Struktur


Karena perancangan gedung ini terletak pada kategori desain D pada tabel 2.8 dapat

menentukan sistem struktur yang dapat direncanakan pada kategori desain D , maka
perhitungan menggunakan SRPMK dengan tulangan khusus dan harus memenuhi persyaratan
desain pada SNI 2847 Ps 23.7.
2.7.6

Eksentrisitas Rencana (ed)


Eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat dihitung

menurut SNI 1726 Ps 5.4.3. Dimana pusat massa gedung ini adalah gaya gempa dinamik
(pengaruh gempa yang sesungguhnya di tiap join-join akibat gerakan tanah), sedangkan pusat
rotasi adalah titik pada lantai yang ditinjau bila suatu beban horizontal bekerja padanya, lantai
tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi.
2.7.7 Syarat Kekakuan Komponen Struktur (Syarat Permodelan)
Momen inersia penampang utuh dikalikan dengan efektifitas penampang (untuk
kolom dan balok rangka beton bertulang terbuka sebesar 75%).

2.7.8 Pengaruh Arah Pembebanan Gempa


Pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama (kritis) harus dianggap 100% dan
harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak
lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.
2.7.9 Integritas Struktur

Komponen Lentur
Komponen lentur SRPMK diatur dalam SNI 03 2847 2002 Ps. 23.3.

Komponen Terkena Beban Lentur dan Aksial


Komponen terkena beban lentur dan aksial SRPMK diatur dalam SNI 03 2847
2002 Ps. 23.4

Hubungan Balok Kolom (HBK)


Syarat pendetailan HBK diatur dalam SNI 03 2847 2002 Ps. 23.5

Kuat Geser
Untuk komponen lentur gaya geser rencana diatur dalam SNI 03 2847 2002 Ps.
23.5
2.8

Komponen Struktur Sekunder


Struktur sekunder merupakan bagian dari struktur gedung yang tidak menahan

kekuatan secara keseluruhan, namun tetap mengalami tegangan-tegangan akibat pembebanan


yang bekerja pada bagian tersebut secara langsung, ataupun tegangan akibat perubahan
bentuk dari struktur primer. Bagian dari struktur sekunder meliputi plat lantai, plat atap dan
tangga.
2.8.1

Plat
Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya

pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat dan peraturan yang ada. Pada perencanaan
ini digunakan tumpuan terjepit penuh untuk mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku
terhadap momen puntir dan juga di dalam pelaksanaan pelat akan dicor bersamaan dengan
balok.

Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah
saja tergantung sistem strukturnya. Dimensi bidang pelat Lx dan Ly ditampikan pada Gambar
2.2:

Gambar 2.2. Arah Sumbu Lokal Dan Sumbu Global Pada Elemen Pelat
Dalam perencanaan plat lantai dan atap di tugas akhir ini yaitu menggunakan desain
plat dua arah karena plat ditopang pada keempat sisinya oleh balok, sehingga lentur yang
terjadi pada plat adalah pada kedua arah tersebut yang mengacu pada SNI 03-2847-2002.
2.8.2

Tangga
Tangga tersusun dari plat dan anak tangga yang terbagi atas antrede (injakan) dan

optrede (tanjakan) yang ukuranya tergantung pada kegunaan tangga tersebut. Secara umum
antrede direncanakan dengan lebar 20 cm30 cm dan optrede dengan tinggi 15 cm 20 cm,
sehingga rumus untuk penentuan optrede dan antrede adalah 2 (optrede) + 1 (antrede) = 6165 cm.
2.9 Komponen Struktur Primer
Struktur primer merupakan komponen utama yang berfungsi untuk menahan beban
grafitasi dan beban lateral (beban gempa). Dimana kekakukannya mempengaruhi perilaku
dari gedung tersebut. Komponen struktur primer ini terdiri dari balok dan kolom.
2.9.1

Komponen Balok
Komponen balok atau struktur lentur harus memenuhi persyaratan pada SNI 2847

Pasal 23.3 (1(4) agar penampangnya terbukti bekerja dengan baik. Tiap komponen harus
cukup daktail dan cukup efisien untuk mentransfer momen ke kolom. Akan tetapi jika ada
kolom yang terkena momen dan kena beban aksial terfaktor < Ag .fc/10 boleh didisain
sebagai komponen lentur.

Analisa lentur terhadap balok

Pada dasarnya balok hanya direncanakan untuk menahan beban lentur saja, dimana
tidak semua daerah pada komponen lentur diperlakukan sama dengan daerah yang lain, hal
ini disebabkan karena adanya pembebanan pada komponen lentur tersebut dimana pada
daerah 1/4L pada balok terjadi momen negatif dan pada daerah lapangan terjadi momen
positif, dengan adanya reaksi yang terjadi pada komponen lentur ini maka pemasangan
tulangan pada komponen lentur berbeda untuk daerah yang mempunyai momen positif
dengan daerah yang mengalami momen negatif.

Gambar 2.3 Momen yang terjadi pada balok akibat pembebanan

Dengan adanya momen yang terjadi pada balok maka kita dapat menganalisa daerah
pada beton yang menerima gaya tekan dan mana yang menerima gaya tarik. Sehingga kita
sebagai perencana tidak salah mengasumsikan yang akhirnya terjadi salah pemasangan
penulangan.
2.9.2

Komponen Kolom
Berdasarkan prinsip Capacity Design dimana kolom harus diberi cukup kekuatan,

sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral
memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom yang akan menyebabkan
kerusakan berat, sehingga hal tersebut harus dihindarkan.
Oleh sebab itu kolom-kolom selalu didisain 20% lebih kuat dari balok-balok disuatu
hubungan balok kolom (HBK). Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial berfaktor,
konsisten dengan arah beban lateral, yang memberikan kuat lentur paling rendah. Untuk
kategori desain D, E dan F, rasio tulangan dikurangi dari 8% menjadi 6% untuk
menghindarkan kongesti dari tulangan, sehingga mengurangi hasil pengecoran yang kurang
baik. Ini juga menghindarkan terjadinya tegangan geser yang besar pada kolom. Biasanya

pemakaian ratio tulangan yang lebih besar dari 4% dipandang tidak praktis dan tidak
ekonomis.
Komponen Lentur
Komponen-komponen lentur harus memenuhi persyaratan pada SNI 2847 Pasal 23.3
(1(4) agar penampangnya terbukti bekerja dengan baik. Tiap komponen harus cukup daktail
dan cukup efisien untuk mentransfer momen ke kolom. Akan tetapi jika ada kolom yang
terkena momen dan kena beban aksial terfaktor < Ag . fc/10 boleh didesain sebagai
komponen lentur. Dalam peraturan SNI 2847- 2002 wilayah gempa 5 dan 6 sama halnya
dengan kategori desain sesimik D, E dan F.

Penulangan

Umum

Tabel 2.14 Persyaratan Komponen Lentur


Kategori Desain D, E dan F
Pasal 23.1(1)
Komponen lentur SRPM harus memenuhi kondisi berikut :
1. Beban aksial tekan < Ag.fc/10
2. Bentang bersih 4d
Pasal 23.3 (2(1))
Tulangan minimal harus paling sedikitnya
bw .d
1,4.bw .d
fc' dan
4 fy
fy
Pada tiap potongan atas dan bawah, kecuali ketentuan
Pasal 12.5(3) dipenuhi
Pasal 23.3 (2(1))
Rasio tulangan < 0,0025
Pasal 23.3(2(2)
Kekuatan momen positif dimuka kolom kuat momen
negative dimuka kolom.
Pasal 23.3 (2(1))
Sedikitnya dipasang 2 tulangan atas dan bawah pada tiap
potongan secara menerus.
Pasal 23.3 (2(2))
Ditiap potongan sepanjang komponen tidak boleh ada kuat
momen negative maupun positif yang kurang dari kuat
momen maximum yang terpasang dikedua muka kolom.
Pasal 23.3 (2(3)) dan 23.3 (2(4))
Sambungan lewatan diijinkan bila dipasang hoops atau
spiral sepanjang sambungan lewatan, s harus < d/4 atau
100 mm.
Sambungan mekanis harus memenuhi 23.2(6).

Penulangan Pengekangan /Confinement Sambungan Lewatan

Pasal 23.3 (2(3))


Sambungan lewatan tidak bioleh dipasang :
1. Dalam HBK
2. Dalam jarak 2d dari muka kolom
3. Di lokasi kemungkinan terjadi sendi plastis.
Pasal 23.3(3(1)) dan 23.3(3(2))
Hoops diperlukan sepanjang 2 d dari muka kolom pada
dua ujung komponen lentur dengan meletakkan hoop
pertama sejarak 50 mm dari muka kolom
Pasal 23.3.(3(1))
Hoops juga diperlukan sepanjang 2d di dua sisi potongan
yang momen leleh mungkin timbul berkenaan dengan
lateral displacement in elastic dari rangka
Pasal 23.3.(2(2))
Dimana hoops diisyaratkan, jarak s harus tidak melebihi:
d/4
8 x tul.terkecil memanjang
24 x beugel
300 mm
Pasal 23.3.(3(3))
Dimana hoops disyaratkan, tulangan memanjang di
perimeter harus dilengkapi penahan lateral sesuai
9.10(5(3))
Pasal 23.3.(3(4))
Dimana hoop tidak disyaratkan, begel dengan hook gempa
di dua ujung harus dipasang dengan < d/2 sepanjang
komponen
Pasal 23.3.(4)
Tulangan tranversal harus pula dipasang untuk menahan
gaya geser (Ve)

(Sumber : SNI-03-2847-2002, hal 225)


Penulangan Lentur
Adapun persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada di
kategori desai D,E dan F ditunjukan pada gambar 2.5. Syarat momen nominal minimal
disembarang penampang komponen lentur dinyatakan dalam momen nominal pada muka
kolom. Syarat ini menjamin kekuatan dan daktilitas bila terjadi lateral displacemen besar.
Persyaratan yang mengharuskan paling sedikitnya 2 batang tulangan menerus disisi atas
maupun sisi bawah balok, dimaksudkan untuk keperlukan pelaksanaan.

Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 41
Gambar 2.4 Persyaratan penulangan komponen lentur kategori desain D, E dan F
Sambungan Lewatan Komponen Lentur
Sementara untuk sambungan lewatan (SL) harus diletakkan diluar daerah sendi
plastis. Bila dipakai SL, maka sambungan itu harus didisain sebagai sambungan lewatan tarik
dan harus dikekang sebaik-baiknya. Pada sambungan mekanikal boleh juga dipakai dan harus
memenuhi ketentuan Pasal 23.2.

Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 42
Gambar 2.5 Sambungan lewatan dan sengkang tertutup untuk kategori desain D, E dan F
Tulangan Pengekang Komponen Lentur
Pengekangan yang cukup disyaratkan harus ada diujung-ujung komponen lentur yang
kemungkinan besar akan terjadi sendi plastis untuk menjamin kemampuan daktilitasnya, bila
terkena beban bolak-balik. Tulangan tranversal perlu dipasang pula untuk menahan gaya
melintang dan menghindarkan tulangan memanjang menekuk. Di WG 5 dan 6, tulangan
tranversal tersebut harus terdiri dari hoops seperti diperlihatkan pada. Sedangkan begel boleh
digunakan untuk pengekangan WG 3 dan 5.

Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 42
Gambar 2.6 Penulangan tranversal pada Kategori Desain D, E Dan F

Komponen Terkena Beban Lentur dan Aksial


Persyaratan komponen rangka yang terkena kombinasi beban lentur dan aksial dapat
dilihat pada Tabel 2.17 Komponen rangka Terkena Beban Lentur dn Aksial. Persyaratan ini
berlaku khas untuk kolom pada suatu rangka yang dan komponen lentur lainnya yang terkena
beban aksial berfaktor Pu> Ag fc10. Untuk pembatasan persyaratan geometris yang
ditetapkan dalam Pasal 23.4(1(1)) murni bertujuan praktis yang didasarkan atas kesimpulan
hasil pengalaman dan percobaan.

Tabel 2.15 Komponen Rangka Terkena Beban Lentur dan Aksial

Kategori desain D, E dan F

(Sumber : SNI-03-2847-2002, hal 125)


Hubungan Balok-Kolom
Integritas menyeluruh SRPM sangat tergantung pada perilaku HBK. Degradasi pada
HBK akan menghasilkan deformasi lateral besar yang dapat menyebabkan kerusakan
besar berlebihan atau bahkan keruntuhan. Persyaratan HBK tercantum pada Tabel 2.18.

Tabel 2.16 Pendetailan Hubungan Balok dan Kolom (HBK)


Kategori desain D,E dan F

2.9.3 Komponen Struktur yang Tidak Direncanakan Memikul Beban Gempa


Komponen struktur yang bukan Sistem Pemikul Beban Lateral (SPBL) harus
didetailkan sesuai pasal 23.9. Ketentuan ini diadakan berdasarkan pengalaman kegagalan
struktur pada gempa Northridge pada 1994, sedikitnya meruntuhkan 2 struktur bangunan
parkir yang terutama disebabkan oleh kolom interior yang hanya didesain untuk memikul
beban gravitasi saja.
Pendetailan sesuai pasal 23.9 untuk komponen struktur tergantung pada besar momen
yang timbul oleh pergeseran lateral. Persyaratan ini bertujuan agar tetap terjamin kestabilan

komponen struktur tersebut oleh beban gravitasi yang bersamaan dengan timbulnya momen
momen hasil persimpangan antar tingkat (story drift).
Tabel 2.17 Persyaratan Kuat Geser
Kategori desain D,E dan F

Keadaan Kolom Lebih Kuat daripada Balok


Untuk perencanaan struktur dengan daktilitas penuh, dilaksanakan dengan pendetailan
khusus sehingga diperoleh kolom lebih kuat daripada balok (Strong Column Weak Beam).
Keadaan kolom lebih kuat daripada balok.
Hal ini memberikan keuntungan sebagai berikut :

Bahaya kestabilan akibat P-delta lebih kecil

Sendi plastis di dalam balok dapat berfungsi dengan sangat baik


yang memungkinkan terjadinya rotasi plastis yang besar

Daktilitas yang dituntut daripada balok yang menghasilkan


daktilitas struktur sebesar 4 kali pada umumnya mudah dipenuhi
Beban gempa bersifat siklis bolak balik, sehingga dapat menyebabkan penampang-

penampang ujung balok di daerah sendi plastis mengalami momen positif dan negatif secara
bergantian. Hal ini dapat mengakibatkan keretakan pada seluruh penampang beton di daerah
sendi plastis, karena baik serat atas maupun bawah penampang pada gilirannya akan
mengalami regangan tarik di luar batas kemampuan beton tersebut.
Terbentuknya sendi plastis pada balok portal tersebut terjadi secara bertahap. Pada
tahap terbentuknya sendi plastis yang pertama sampai, portal belum mengalami keruntuhan
karena salah satu balok pada ujung dekat titik buhulnya belum terjadi sendi plastis sehingga
masih dapat menahan portal dari keruntuhan.
Keadaan balok yang lebih kuat daripada kolomnya akan menyebabkan mekanisme
goyangan yang disertai pembentukan sendi-sendi plastis di dalam kolom-kolom struktur
bangunan tersebut. Pemakaian balok yang kuat pada umumnya hanya dapat diijinkan untuk
struktur-struktur rendah karena :
Pemencaran energi yang terjadi terpusat di dalm sejumlah kecil kolom-kolom struktur,
yang mungkin tidak memiliki cukup daktilitas karena besarnya gaya-gaya aksial yang
bekerja di dalamnya.
Daktilitas yang dituntut dari kolom-kolom untuk mencapai faktor daktilitas = 5,3,
akan sangat tinggi sehingga sulit untuk dipenuhi. Dari struktur yang ditinjau berupa

portal 5 lantai dapat dijelaskan bahwa jika portal direncanakan dengan sistem balok
lebih kuat daripada kolom maka apabila struktur terlanda gempa akan terbentuk sendi
plastis pada kolom terlebih dahulu daripada baloknya. Terbentuknya sendi plastis
yang pertama sampai yang kelima, portal belum mengalami keruntuhan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa portal tersebut akan runtuh apabila telah terjadi paling
sedikit enam buah sendi plastis pada kolomnya.
2.10

Perencanaan Struktur Pondasi

2.10.1 Perencanaan Pondasi


Tahap ini dilakukan perencanaan tiang pancang dan poer yang mampu menahan
struktur atas gedung Daya dukung vertikal tiang dihitung berdasarkan kombinasi tahanan
gesekan (friction) dan tahanan ujung (end bearing). Data tanah yang digunakan untuk
perencanaan daya dukung didapat dari hasil data Sondir
Adapun perumusan Daya Dukung Ultimate pada sebuah pondasi adalah:

Qsp

n
1

f b Ab U l i f si
FK
i 1

Menurut Terzaghi dan Meyerhof

Dimana :
Qsp

= daya dukung vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang tunggal

FK

= faktor keamanan (diambil = 2)

fb

= tahanan ujung tiang (ton/m2)

Ab

= luas penampang ujung tiang (m2)

= keliling tiang (m)

li

= tebal lapisan tanah dengan memperhitungkan geseran dinding tiang (m)

fsi

= intensitas tahanan geser tiang (ton/m2)

Langkahlangkah dalam perhitungan daya dukung tiang pancang yang berdasarkan hasil uji
Sondir adalah sebagai berikut:
1. Panjang equivalen dari penetrasi tiang

N rata-rata pada jarak 8D ke atas dari ujung


N rata rata pada jarak 4D dari ujung tiang

N1
N2

N1 N 2
2

N :
N rata rata

2. Menghitung Gaya Geser Pada Dinding Tiang Pancang


Prosedur Perhitungan :
- menentukan harga rata-rata N bagi lapisan-lapisan tanah
- memperkirakan gaya geser dinding tiang
- menghitung sumbangan gaya geser tiang
Tabel 2.18 Intensitas Gaya Geser Dinding Tiang Pancang
Jenis

Tiang

Tiang Cor

Tanah

Pracetak

Setempat

C atau N (12)

C/2 atau N/2 (12)

N/5 (10)

N/2 (12)

Tanah
Kohesif
Tanah
Berpasir

Total gaya geser maximum pada dinding tiang


Qf

Qsp

= U li fsi

1
Q p Q f
SF

Daya dukung pondasi berdasarkan mutu bahan


Kemampuan tiang diambil nilai terkecil dari kekuatan bahan atau kekuatan tanah.
3.

Perencanaan tiang pancang kelompok


Perhitungan jarak tiang berdasarkan Dirjen Bina Marga Departemen PU sebagi berikut :

1,5 D S 3,5 D
dimana :

S = jarak antar tiang pancang


D = diameter tiang pancang

Untuk jarak tepi tiang pancang


D S1 1,5
Nx

= jumlah tiang pancang pada arah X

Ny

= jumlah tiang pancang pada arah Y

xmak

= jarak as tiang pancang terhadap sumbu X

ymak

= jarak as tiang pancang terhadap sumbu Y

x2

= jumlah kuadrat jarak as tiang pancang terhadap sumbu X

y2

= jumlah kuadrat jarak as tiang pancang terhadap sumbu Y

Beban normal yang bekerja :


o

berat sendiri poer

beban aksial kolom


Untuk perhitungan pondasi, faktor beban yang digunakan sebesar 1. Karena nilai Faktor
Keamanan (FK) perhitungan kekuatan tanah sebesar 2.

4.

Kontrol kebutuhan tiang pancang


n = P / Pijin
P tiang yang dijinkan
P

P (My xmak) (Mx ymak)


P My xmak Mx ymak

Pmaks

Pijin
2
2
n
x
y
n
x2
y2

Pmin

P My xmak Mx ymak

0
n
x2
y2

Daya dukung pondasi kelompok menurut Converse Labarre


Q tiang = x P ijin> Pmak

Efisiensi = =
Dimana : D

D (m 1) n (n 1) m

1 arc tg
*
90 m n
S

= diameter tiang pancang

= jarak antar tiang pancang

= jumlah tiang pancang dalam 1 kolom

n
5.

= jumlah tiang pancang dalam 1 baris

Cek Kekuatan
P maks < ( Pijin x )..........(Ok)

2.10.2 Perencanaan Poer


Dalam merencanakan tebal poer, harus memenuhi persyaratan bahwa kekuatan gaya
geser nominal harus lebih besar dari geser pons yang terjadi. Kuat geser yang disumbangkan
beton diambil terkecil dari :

Vc =

Vc =

Vc =

f 'c bo .d
6

SNI 03 2841 2002 Ps. 13.12.2.1.a


f 'c bo .d
6

s d

bo

1
3

SNI 03 2841 2002 Ps. 13.12.2.1.b

f 'c bo. d
SNI 03 2841 2002 Ps. 13.12.2.1.c

Penampang kritis

S1

S
B

S1
d/2

d/2
b kolom

Gambar 2.7 Penampang Kritis pada Pondasi


Dimana :
c = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek pada kolom
Bo = keliling dari penampang kritis pada poer
= 2 (bkolom + d) + 2 (h kolom + d)
s = 30, untuk kolom tepi
= 40, untuk kolom tengah

= 20, untuk kolom pojok


Vc

>

.Pt

(Ok)

Ketebalan dan ukuran poer memenuhi syarat terhadap geser.

BAB III
METODOLOGI

3.1

Diagram Alir Perencanaan

Perencanaan Struktur Gedung Hotel Harris & Pop di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus akan diuraikan dalam bentuk flow chart sebagai
berikut:

3.2

Penjelasan Diagram Alir Perencanaan

Metodologi yang dipakai dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah :


1.

2.

Pengumpulan dan pencarian data yang diperlukan untuk perancangan :

Gambar arsitektur

Data tanah

Pemilihan Kriteria Design


a. Kombinasi Pembebanan
b. Kategori Desain Seismik

: Kategori Desain D

c. Jenis tanah

: Tanah lunak

d. Kategori Gedung

: Perhotelan

e. Konfigurasi struktur gedung

: Beraturan

f. Sistem Struktur

: Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

g. Perencanaan Struktur Gedung :


Tinggi bangunan

: + 28 m

Jumlah lantai

: 6 lantai + 1 lantai atap

Lebar

: 32 m

Panjang

: 54 m

3.

Struktur bangunan

: Beton bertulang

Struktur pondasi

: Pondasi Tiang Pancang

Preliminary Design
Preliminary design dimensi balok sesuai dengan SNI 03 2847 2002

Ps.11.5.2
Dimensi (tebal) plat yang kemudian ditentukan menurut peraturan SNI 03

2847 2002 Ps. 11.5.3


Preliminary design kolom sesuai dengan SNI 03 2847 2002 Ps. 12.8

4.

Pembebanan
Pembebanan pada stuktur ini berdasarkan Peraturan SNI 03-1727-1989, SNI 03 1726
2012 dan SNI 03 2847 -2002 antara lain :

Beban Mati dan beban hidup (SNI 03-1727-1989)

Pembebanan Gempa (SNI 03-1726-2012)


Beban gempa yang diterima oleh gedung dihitung dengan cara analisa respom
spektrum dinamis, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai bebanbeban dinamik untuk menirukan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan
tanah.

Kombinasi pembebanan sesuai SNI 03-1726-2012

5. Analisa struktur menggunakan program bantu ETABS 9.07


6. Perencanaan Struktur Sekunder

Desain plat

Balok anak

Desain tangga

Desain balok penggantung lift

7.

Perencanaan Struktur Primer

Perencanaan balok
Komponen balok direncanakan dan dilakukan pendetailan sesuai SNI 2847 Pasal
23.3.1 -23.3(3(4))

Perencanaan kolom
Komponen kolom dilakukan pendetailan sesuai SNI 2847 Pasal 23.4(1)-23.4(4(5))
yang meliputi tulangangan tranversal, strong column weak beam dan sambungan
lewatan. Untuk HBK didetail sesuai pasal 23.5(1(3))-23.5.

8.

9.

Pendetailan
Panjang Pengekangan
Panjang Penyaluran
Strong Column Weak Beam
Hubungan Balok Kolom (HBK)

Hubungan Balok Kolom sesuai dengan SNI 03 2847 2002 pasal 23.5
10.

Pondasi

Perencanaan Struktur Pondasi

Perhitungan Pondasi sesuai dengan SNI 03 2847 2002 pasal 17


11.

Penggambaran
Hasil perhitungan perancangan dituangkan dalam bentuk gambar teknik. Dalam tugas
akhir ini penggambaran menggunakan program bantu AutoCAD.

12.

Kesimpulan.

13.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai