NPM
: 10110048
Kelas
: D (Sore)
Mata Kuliah
: Metodologi Penelitian
Waktu/ Sifat
Dosen Pengampu
Survey
Penelitian korelasi
Penelitian komparasi
Penelitian korelasi
Grounded Research
Analisa Data Sekunder
2. Penelitian Eksperimen
3. Penelitian evaluasi
4. Grounded Search
Penelitian Esakta
2.
Penelitian non-Esakta
3. Pengertian:
a. Identifikasi permasalahan adalah pengenalan masalah atau inventarisir
masalah.
b. Rumusan permasalahan adalah pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun
dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi
arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya
yang ingin dikaji/dicari tahu oleh si peneliti.
c. Hubungan identifikasi masalah, rumusan masalah, dan latar belakang:
Di dalam membuat suatu penelitian, yang terlebih dahulu dilakukan pertamatama mencari masalah pada umumnya yang kemudian menjadi latar belakang
masalah. Kemudian dilakukanlah pencarian dan pencatatan masalah (disebut
dengan identifikasi masalah). setelah dilakukan pengindentifikasian masalah
maka masalah tersebut perlu dirumuskan secara jelas karena dengan
perumusan yang jelas diharapkan dapat mengetahui variabel apa yang akan
diukur untuk mencapai tujuan penelitian.
4. Pengertian:
a. Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan
obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu
produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut.
b. Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang sebagai
suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel
dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili
keseluruhan gejala yang diamati.
c. Responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang sesuatu
fakta/pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan,
yaitu ketika mengisi angket/lisan ketika menjawab wawancara.
d. Metode sampling dibagi menjadi 2 yaitu:
i. Cara Acak/ Random: Cara pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk
menjadi anggota sampel sehingga setiap elemen mendapat kesempatan
yang sama untuk terpilih menjadi sampel
ii. Cara tak acak/ non random: cara pemilihan elemen untuk menjadi anggota
sampel namun setiap elemen tidak mendapat kesempatan yang sama.
5. Terlampir
6. Visi & Misi Program Studi Teknik Sipil dan Visi & Misi Fakultas Teknik UWKS
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
Visi: Program studi yang unggul dalam menghasilkan lulusan bermutu, bermartabat dan
dapat diterima pemangku kepentingan di bidang rekayasa sipil pada tahun 2014
Misi:
1.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengurangi resiko akibat bencana alam khususnya gempa, maka diperlukan
perencanaan struktur bangunan tahan gempa yang akan dibangun di wilayah dengan resiko
gempa tinggi. Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem rangka rangka ruang dalam
dimana komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja
melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus adalah suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-
ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan 23.2
sampai dengan 23.5 (SNI 03-2847-2002).
Perencanaan gedung bertingkat perlu memperhatikan beberapa kriteria, yaitu kriteria
3S (strength, stiffness dan serviceability) yang berarti gedung tersebut harus direncanakan
dengan memperhatikan tingkat kekuatan, kelayakan pakai, serta kenyamanan sesuai dengan
peraturan perencanaan yang berlaku, sehingga dalam merencanakan suatu bangunan gedung
bertingkat, selain memperhitungkan kekuatan struktur juga memerlukan suatu perencanaan
konstruksi gedung yang tahan terhadap gempa (Virdy, 2012). Ini dikarenakan fungsi dari
perencanaan gedung tahan gempa tersebut sangatlah perlu bagi suatu gedung yang bertingkat
banyak. Salah satu manfaatnya adalah apabila terjadi suatu gempa, struktur tersebut akan
tetap bediri walaupun sudah dalam kondisi diambang keruntuhan dan juga menghindari
terjadinya korban jiwa dikarenakan runtuhnya gedung akibat gempa tersebut (Rajif, 2012).
Mengingat semakin meningkatnya tingkat perekonomian di Indonesia khususnya di
kota Aceh hal ini membuat banyak investor melakukan berbagai macam jenis usaha salah
satunya usaha dalam bidang perhotelan. Kebutuhan akan penginapan (hotel) di kota Aceh
masih sangat banyak, sedangkan saat ini hotel yang terdapat di Aceh masih sedikit. Dengan
dibukanya Hotel Harris & Pop ini, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan
kebutuhan perhotelan. Untuk itu, dengan dibangunnya Hotel Harris & Pop di Kota Aceh ini
dirasa sangatlah tepat.
Pada proyek tugas akhir ini, gedung Hotel Harris & Pop yang awalnya berada di
Surabaya yang masuk dalam wilayah gempa rendah, akan direncanakan ulang di Aceh yang
masuk dalam wilayah gempa tinggi dan akan direncanakan menggunakan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka untuk mendesain struktur beton bertulang
Hotel Harris & Pop Aceh, permasalahan yang ditinjau adalah:
a. Bagaimana merencanakan struktur bangunan gedung dengan Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus pada daerah gempa tinggi?
b. Bagaimana merencanakan dimensi struktur gedung tahan gempa?
c. Bagaimana cara merencanakan penulangan serta pendetailannya pada komponenkomponen struktur gedung tahan gempa?
d. Bagaimana hasil perhitungan dan perencanaan jika diaplikasikan ke dalam gambar
perencanaan.
penyusunan
proposal
ini
adalah
sebagai
persyaratan
untuk
menyelesaikan program studi di jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Tujuan dari Perencanaan Gedung Hotel Harris & Pop dalam proposal ini adalah :
a. Merencanakan struktur bangunan gedung dengan Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus pada daerah gempa tinggi;
b. Merencanakan dimensi struktur gedung tahan gempa;
c. Merencanakan penulangan serta pendetailannya pada komponen-komponen struktur
d. Menuangkan hasil perhitungan dan perencanaan ke dalam gambar perencanaan.
1.4 Manfaat
Manfaat dalam perencanan gedung ini adalah :
a. Agar didapatkan dimensi dari elemen-elemen struktur gedung yang berfungsi dengan
baik sehingga gedung tersebut mampu menahan gaya gempa yang terjadi.
b. Agar mampu merencanakan dan menghitung struktur atas gedung yang berupa balok,
kolom, pelat dan struktur bawah yang berupa pondasi yang direncanakan pada
wilayah gempa tinggi sesuai SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung dan SNI 03-1726-2012 tentang tata cara perencanaan
tahan gempa untuk bangunan gedung
c. Agar didapatkan gambar perencanaan dan pendetailan struktur berdasarkan analisa
perhitungan yang sesungguhnya.
1.5 Data Gedung
Data perencanaan gedung Hotel Harris & Pop pada proposal ini adalah sebagai
berikut:
Nama bangunan
Lokasi
Fungsi gedung
Jumlah lantai
Panjang bangunan
Lebar bangunan
Tinggi bangunan
Jenis struktur
Atap gedung
Pondasi
1.6 Batasan Masalah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
Perencanaan struktur gedung tahan gempa menjadi sangat penting karena sebagian
besar wilayah Indonesia berada di wilayah gempa tinggi. Pemilihan sistem perencanaan
struktur pun perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kekuatan bangunan tersebut.
Perencanaan struktur gedung pada daerah gempa harus menjamin struktur bangunan
tidak rusak atau runtuh oleh gempa kecil atau sedang. Tetapi oleh gempa kuat, struktur utama
boleh rusak berat dengan syarat tidak sampai terjadi keruntuhan bangunan mendadak
sehingga penghuni masih sempat untuk menyelamatkan diri. Hal ini dapat dicapai jika
struktur gedung tersebut mampu memencarkan energi gempa serta membatasi gaya yang
bekerja. Untuk wilayah gempa tinggi, perencanaan gedung harus mengikuti persyaratan yang
diatur dalam SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1726-2012, yaitu perencanaan pembangunan
gedung bertingkat untuk daerah dengan resiko gempa tinggi sesuai sistem struktur yang
digunakan untuk perencanaan struktur tahan gempa, salah satunya adalah perencanaan
dengan menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRMPK).
SRPMK adalah suatu sistem rangka ruang dalam atau portal dimana komponen
komponen struktur dan joinjoin portal tersebut mampu menahan gaya lateral dan gaya-gaya
dalam yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial, dimana perhitungan struktur
menggunakan metode Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus dirancang dengan
menggunakan konsep Strong Column Weak Beam, yaitu kemampuan kolom harus lebih besar
20% dari pada balok (SNI 03-2847-2002).
2.2 Pedoman Peraturan Perencanaan
Pedoman peraturan dalam perencanaan Tugas Akhir ini menggunakan peraturan
peraturan yang berlaku yaitu :
SNI 03-2847-2002 tentang Tata Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung,
SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung,
Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 03-17271989)
2.3
Wilayah Gempa
Pada perencanaan ini akan dilakukan dengan menggunakan peta gempa terbaru,
dimana peta gempa terbaru ini menjelaskan intensitas gempa lokal yang lebih besar
dibandingkan intensitas gempa lokal dari peta sebelumnya. Jadi, intensitas gempa didasarkan
pada kategori desain seismik dan pada masing-masing wilayah, yang bisa diperoleh dari data
hasil test tanah yang dilakukan.
Sumber : http://kakaramdhanolii.wordpress.com/2012/12/20/peta-zona-gempa-indonesiaindonesia-earthquake-zonemap-2/
Gambar 2.1. Wilayah Gempa di Indonesia
2.4
Pembebanan
Pembebanan yang diperhitungkan dalam perencanaan adalah :
Beban Mati
Beban yang disebabkan oleh struktur itu sendiri yang bersifat tetap dan bagian lain
yang tidak terpisahkan dari gedung. Beban mati untuk gedung diatur dalam SNI 031727-1989.
Beban Hidup
Beban yang terjadi akibat dari penghunian atau pengunaan gedung sesuai SNI 031727-1989 termasuk barang-barang dalam ruangan yang tidak permanen.
Beban Gempa
Dalam parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari
respon spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam Peta Desain Spektra Indonesia
dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
2.4.1.
Kombinasi Pembebanan
Komponen elemen struktur dan elemen-elemen pondasi harus dirancang sedemikian
hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan
kombinasi-kombinasi sebagai berikut
Kombinasi 1 = 1,4 D
(2.1)
(2.2)
(2.3)
(2.4)
Dimana :
D
= Beban mati
= Beban hidup
= Beban gempa
2.5 Klasifikasi Situs
Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas
situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF yang mengikuti pasal 5.3 SNI 03-1726-2012.
Tabel 2.1 Klasifikasi Situs
Kelas situs
Vs(m/detik)
N atau Nch
Su(Kpa)
>1500
N/A
N/A
SB (batuan)
N/A
N/A
SC (tanah keras)
>50
100
SD (tanah sedang)
15 sampai 50
50 sampai 100
<175
<15
<50
SA (batuan keras)
SE (tanah lunak)
Dan koefisien situs Fa dan FV mengikiti tabel 2.2 dan tabel 2.3
Ss= 0,5
Ss = 0,75
Ss = 1,0
Ss 1,25
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,2
1,2
1,1
1,0
1,0
SD
1,6
1,4
1,2
1,1
1,0
SE
2,5
1,7
1,2
0,9
0,9
SF
(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 22)
SSb
S1= 0,2
S1 = 0,3
S1 = 0,4
S1 0,5
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,7
1,6
1,5
1,4
1,3
SD
2,4
1,8
1,6
1,5
SE
3,5
3,2
2,8
2,4
2,4
SSb
SF
(Sumber : SNI 03-1726-2012, hal 22)
2
3
SMS
SD1 =
2
3
SM1
Bila spektrum respon desain diperlukan oleh standar ini dan prosedur gerak tanah dari
spesifik situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons disain harus dikembangkan
dengan mengacu gambar 6.4-1 SNI 03-1726-2012, dan mengacu ketentuan dibawah ini :
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respon percepatan desain Sa, harus
diambil dari persamaan
T
Sa = SDS (0,4+ 0,6 )
2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa sama dengan SDS
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respon percepatan disain, Sa diambil
berdasarkan persamaan
Sa =
SD1
T
Dimana :
2.5.1
Sa
SD1
Tabel 2.4 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan Iemenurut Tabel 2.5
Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Jenis Pemanfaatan
Kategori Resiko
II
III
dan
cukup
menimbulkan
bahaya
bagi
dan
non
gedung
yang
dibutuhkan
untuk
IV
I dan II
1,0
III
1,25
IV
1,50
2.5.2
pasal ini. Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III yang berlokasi dimana parameter
respon spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik , S 1, lebih besar dari atau sama
dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur
dengan kategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respon spektral percepatan
terpetakan pada periode 1 detik , S 1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan
sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan
kategori desain seismik berdasarkan kategori resiko dan parameter respon spektral percepatan
desainnya, SDS dan SD1.
Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon percepatan pada Periode
Pendek
Nilai SDS
SDS < 0,167
O,167 SDS < 0,33
0,33 SDS < 0,50
0,50 SDS
Kategori Resiko
I, II, atau III
IV
A
A
B
C
C
D
D
D
Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon percepatan pada Periode 1
detik
Nilai SD1
SD1 < 0,067
0,067 SD1 < 0,133
0,133 SD1 < 0,20
0,20 SD1
Kategori Resiko
I, II, atau III
A
B
C
D
IV
A
C
D
D
yangditunjukkan dalam Tabel 2.8 atau kombinasi sistem seperti dalam pasal 7.2.2, 7.2.3 dan
7.2.4 pada SNI 03-1726-2012. Pembagian setiap tipe berdasarkan pada elemen vertikal yang
digunakan untuk menahangaya gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai
dengan batasan sistemstruktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam tabel
2.8 Koefisien modifikasi respons yang sesuai, R, faktor lebih kuat sistem dan koefisien
amplifikasi defleksi, Cd, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.8 harus digunakan dalam
penentuan gaya geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antar lantai tingkat disain
Setiap sistem penahan gaya gempa yang dipilih harus dirancang dan didetail sesuai
dengan persyaratan khusus dari sistem tersebut yang ditetapkan dalam dokumen acuan yang
berlaku seperti terdaftar dalam tabel 2.8 dan persyaratan tambahan yang ditetapkan dalam
pasal 7.14 pada SNI 03-1726-2012
Sistem penahan gaya gempa yang tidak termuat dalam tabel 2.8 diijinkan apabila
data analisis dan data uji diserahkan kepada pihak yang berwenang memberikan persetujuan,
yang membentuk karakteristik dinamis dan menunjukkan tahanan gaya lateral dan kapasitas
disipasi energi agar ekivalen dengan sistem struktur yang terdaftar dalam tabel 2.8 untukl
nilai-nilai ekivalen dari R, , Cd
Tabel 2.8 Faktor R, , Cd untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Faktor modifikasi respons, R mereduksi gaya sampai tingkat kekuatan, bukan tingkat
tegangan ijin.
b
Faktor pembesaran defleksi, Cd, untuk penggunaan dalam 7.8.6, 7.8.7, dan 7.9.2.
Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa yang dibatasi sampai bangunan
Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa yang dibatasi sampai bangunan
Rangka pemikul momen biasa diijinkan untuk digunakan sebagai pengganti rangka
harga tabel faktor kuat-lebih, 0, diijinkan untuk direduksi dengan mengurangi setengah
untuk struktur dengan diafragma fleksibel, tetapi tidak boleh diambil kurang dari 2,0 untuk
segala struktur, kecuali untuk sistem kolom kantilever.
h
lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk sistem struktur yang dikenai kategori desain seismik D atau
E.
i
lihat 7.2.5.6 dan 7.2.5.7 untuk sistem struktur yang dikenai kategori desain seismik F.
Rangka baja dengan bresing konsentris biasa baja diijinkan pada bangunan satu tingkat
sampai ketinggian 18 meter dimana beban mati atap tidak melebihi 0,96 KN/m 2 dan pada
struktur griya tawang.
k
Penambahan ketinggian sampai 13,7 m diijinkan untuk fasilitas gudang penyimpanan satu
tingkat.
l
Definisi Dinding struktural khusus, termasuk konstruksi pra cetak dan cetak ditempat.
Definisi Rangka momen khusus, termasuk konstruksi pra cetak dan cetak ditempat.
Secara berurutan, efek beban gempa dengan kuat lebih E mh, diijinkan berdasarkan perkiraan
Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan harus dibatasi untuk
bangunan dengan tinggi satu lantai sesuai dengan tata cara yang berlaku.
2.6
Prosedur Analisis
Analisis struktur yang disyaratkan oleh SNI 03-1726-2012 harus terdiri dari salah satu
manual, dimana perhitungan gempanya dilakukan secara manual karena menggunakan rumus
baku yang telah ada pada peraturan gempa.
2.6.2
menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis
yang teruji. Periode fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk
batasan atas pada periode yang dihitung (C u) dari tabel 3.0 dan periode fundamental
pendekatan, Ta, yang ditentukan sesuai dengan 7.8.2.1. Sebagai alternatif pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan periode fundamental struktur, T, diijinkan secara langsung
menggunakan periode bangunan pendekatan, Ta, yang dihitung sesuai dengan 7.8.2.1. Periode
fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut:
Ta = Ct hnx
Dimana :
Tabel 2.10 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung
Parameter percepatan respon spektral desain
pada 1 detik, SD1
Koefisien
Cu
0,4
1,4
0,3
1,4
0,2
1,5
0,15
1,6
0,1
1,7
Ct
0,0724
0,8
0,0466
0,9
0,0731
0,75
0,0731
0,0488
a
0,75
0,75
Mencegah simpangan antar tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa yang
menyebabkan pelelehan pertama, yaitu untuk menjamin dan membatasi kemungkinan
terjadinya kerusakan struktur akibat pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan,
maupun kerusakan non structural.
Mencegah simpangan antar tingkat yang berlebihan pada taraf pembebanan gempa
maksimum, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang
menelan korban jiwa manusia.
Mencegah kekuatan struktur terpasang yang terlalu rendah, mengingat struktur gedung
dengan waktu getar fundamental yang panjang menyerap beban gempa yang rendah (terlihat
dari Diagram Respon Spektrum), sehingga menghasilkan kekuatan terpasang yang rendah.
2.6.3 Distribusi Gaya Gempa
Setelah dihitung periode fundamental pendekatan dari struktur bangunan, berikutnya
menghitung distribusi gaya gempa yang berdasarkan beban geser dasar seismik yang dibagi
sepanjang tinggi struktur gedung
V = Cs.W
Dan
C S=
S DS
R
( )
Ie
Dimana :
V
Cs
Ie
SDS
menjadi gaya gempa nominal statik ekivalen F 1 yang menangkap pada pusat massa lantai
tingkat ke-I menurut persamaan :
Fi=
Wi . Zi k
W .Z
.V
k
Fi =
Wi x Zi
n
Wi x Zi
i=1
Dimana :
Fi = Gaya gempa nominal statik ekuivalen
Wi = Berat lantai ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
k = Eksponen yang terkait dengan periode struktur, Ta 0,5 maka k = 1 dan Ta > 0,5 maka k
= 2 atau ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
2.6.4 Simpangan Horizontal Struktur
Akibat gaya gempa yang bekerja disepanjang tinggi bangunan, maka struktur akan
mengalami simpangan ke arah horizontal. Besarnya simpangan horizontal perlu dihitung
untuk menentukan periode alami fundamental sebenarnya dari struktur.
2.6.5
simpangan horizontal yang terjadi pada struktur bangunan akibat gaya gempa horizontal.
Periode alami fundamental T dari struktur gedung beraturan dalam arah masing-masing
sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Reyleigh sebagai berikut :
T R=6 ,3
Dimana :
Wi x di2
i=1
n
g Fi x di
i=1
Kategori resiko
I atau II
III
IV
0,025hsx
0,02hsx
0,015hsx
0,01hsx
0,01hsx
0,01hsx
0,007hsx
0,007hsx
0,007hsx
0,02hsx
0,015hsx
0,01hsx
Konsep Desain
Pokok-pokok pedoman atau syarat umum analisa dan desain bangunan yang terkena
2.7.1
Mutu Bahan
f 'c
Kuat tekan beton
dari 20 MPa. Kuat tekan 20 MPa atau lebih dipandang menjamin kualitas beton.
2.7.2
khusus apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat
yang tercantum dalam SNI 03-1726-2012. N adalah nilai SPT rata-rata dengan tebal lapisan
tanah sebagai pembesaran pembobotnya, yang dihitung menurut persamaan sebagai berikut :
Data tanah untuk perencanaan gedung ini berada di wilayah Aceh ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 2.13 Hasil Nilai Test Penetrasi Standart Rata-rata
Lapisan ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
t(m)
02
24
45
56
68
89
9 10
10 12
12 14
14 16
16 18
18 19
19 20
N
2
3
5
3
2
3
5
12
21
22
18
19
31
t/N
1
0,67
0,2
0,33
1
0,33
0,2
0,17
0,095
0,09
0,11
0,053
0,032
14
15
16
Maka diperoleh nilai N =
24
4,629
20 22
22 23
23 24
32
34
40
0,0625
0,029
0,025
= 5,18
Dari tabel 2.1 jenis-jenis tanah, untuk kedalaman 24 meter dengan Nilai hasil Test
Penetrasi Standart rata-rata (N) = 5,18 maka tanah di bawah bangunan termasuk dalam situs
SE. Dan berdasarkan peta desain spektrum Indonesia, Aceh dengan situs SE memiliki
parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode pendek S DS= 0,611 dan
parameter respon spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode 1 detik SD1= 0,593
2.7.3
resiko II dengan SDS = 0,611 dan SD1 = 0,593 maka menurut tabel 2.7 dan tabel 2.7 berada
pada kategori desain seismik D
2.7.5
menentukan sistem struktur yang dapat direncanakan pada kategori desain D , maka
perhitungan menggunakan SRPMK dengan tulangan khusus dan harus memenuhi persyaratan
desain pada SNI 2847 Ps 23.7.
2.7.6
menurut SNI 1726 Ps 5.4.3. Dimana pusat massa gedung ini adalah gaya gempa dinamik
(pengaruh gempa yang sesungguhnya di tiap join-join akibat gerakan tanah), sedangkan pusat
rotasi adalah titik pada lantai yang ditinjau bila suatu beban horizontal bekerja padanya, lantai
tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi.
2.7.7 Syarat Kekakuan Komponen Struktur (Syarat Permodelan)
Momen inersia penampang utuh dikalikan dengan efektifitas penampang (untuk
kolom dan balok rangka beton bertulang terbuka sebesar 75%).
Komponen Lentur
Komponen lentur SRPMK diatur dalam SNI 03 2847 2002 Ps. 23.3.
Kuat Geser
Untuk komponen lentur gaya geser rencana diatur dalam SNI 03 2847 2002 Ps.
23.5
2.8
Plat
Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya
pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat dan peraturan yang ada. Pada perencanaan
ini digunakan tumpuan terjepit penuh untuk mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku
terhadap momen puntir dan juga di dalam pelaksanaan pelat akan dicor bersamaan dengan
balok.
Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah
saja tergantung sistem strukturnya. Dimensi bidang pelat Lx dan Ly ditampikan pada Gambar
2.2:
Gambar 2.2. Arah Sumbu Lokal Dan Sumbu Global Pada Elemen Pelat
Dalam perencanaan plat lantai dan atap di tugas akhir ini yaitu menggunakan desain
plat dua arah karena plat ditopang pada keempat sisinya oleh balok, sehingga lentur yang
terjadi pada plat adalah pada kedua arah tersebut yang mengacu pada SNI 03-2847-2002.
2.8.2
Tangga
Tangga tersusun dari plat dan anak tangga yang terbagi atas antrede (injakan) dan
optrede (tanjakan) yang ukuranya tergantung pada kegunaan tangga tersebut. Secara umum
antrede direncanakan dengan lebar 20 cm30 cm dan optrede dengan tinggi 15 cm 20 cm,
sehingga rumus untuk penentuan optrede dan antrede adalah 2 (optrede) + 1 (antrede) = 6165 cm.
2.9 Komponen Struktur Primer
Struktur primer merupakan komponen utama yang berfungsi untuk menahan beban
grafitasi dan beban lateral (beban gempa). Dimana kekakukannya mempengaruhi perilaku
dari gedung tersebut. Komponen struktur primer ini terdiri dari balok dan kolom.
2.9.1
Komponen Balok
Komponen balok atau struktur lentur harus memenuhi persyaratan pada SNI 2847
Pasal 23.3 (1(4) agar penampangnya terbukti bekerja dengan baik. Tiap komponen harus
cukup daktail dan cukup efisien untuk mentransfer momen ke kolom. Akan tetapi jika ada
kolom yang terkena momen dan kena beban aksial terfaktor < Ag .fc/10 boleh didisain
sebagai komponen lentur.
Pada dasarnya balok hanya direncanakan untuk menahan beban lentur saja, dimana
tidak semua daerah pada komponen lentur diperlakukan sama dengan daerah yang lain, hal
ini disebabkan karena adanya pembebanan pada komponen lentur tersebut dimana pada
daerah 1/4L pada balok terjadi momen negatif dan pada daerah lapangan terjadi momen
positif, dengan adanya reaksi yang terjadi pada komponen lentur ini maka pemasangan
tulangan pada komponen lentur berbeda untuk daerah yang mempunyai momen positif
dengan daerah yang mengalami momen negatif.
Dengan adanya momen yang terjadi pada balok maka kita dapat menganalisa daerah
pada beton yang menerima gaya tekan dan mana yang menerima gaya tarik. Sehingga kita
sebagai perencana tidak salah mengasumsikan yang akhirnya terjadi salah pemasangan
penulangan.
2.9.2
Komponen Kolom
Berdasarkan prinsip Capacity Design dimana kolom harus diberi cukup kekuatan,
sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral
memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom yang akan menyebabkan
kerusakan berat, sehingga hal tersebut harus dihindarkan.
Oleh sebab itu kolom-kolom selalu didisain 20% lebih kuat dari balok-balok disuatu
hubungan balok kolom (HBK). Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial berfaktor,
konsisten dengan arah beban lateral, yang memberikan kuat lentur paling rendah. Untuk
kategori desain D, E dan F, rasio tulangan dikurangi dari 8% menjadi 6% untuk
menghindarkan kongesti dari tulangan, sehingga mengurangi hasil pengecoran yang kurang
baik. Ini juga menghindarkan terjadinya tegangan geser yang besar pada kolom. Biasanya
pemakaian ratio tulangan yang lebih besar dari 4% dipandang tidak praktis dan tidak
ekonomis.
Komponen Lentur
Komponen-komponen lentur harus memenuhi persyaratan pada SNI 2847 Pasal 23.3
(1(4) agar penampangnya terbukti bekerja dengan baik. Tiap komponen harus cukup daktail
dan cukup efisien untuk mentransfer momen ke kolom. Akan tetapi jika ada kolom yang
terkena momen dan kena beban aksial terfaktor < Ag . fc/10 boleh didesain sebagai
komponen lentur. Dalam peraturan SNI 2847- 2002 wilayah gempa 5 dan 6 sama halnya
dengan kategori desain sesimik D, E dan F.
Penulangan
Umum
Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 41
Gambar 2.4 Persyaratan penulangan komponen lentur kategori desain D, E dan F
Sambungan Lewatan Komponen Lentur
Sementara untuk sambungan lewatan (SL) harus diletakkan diluar daerah sendi
plastis. Bila dipakai SL, maka sambungan itu harus didisain sebagai sambungan lewatan tarik
dan harus dikekang sebaik-baiknya. Pada sambungan mekanikal boleh juga dipakai dan harus
memenuhi ketentuan Pasal 23.2.
Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 42
Gambar 2.5 Sambungan lewatan dan sengkang tertutup untuk kategori desain D, E dan F
Tulangan Pengekang Komponen Lentur
Pengekangan yang cukup disyaratkan harus ada diujung-ujung komponen lentur yang
kemungkinan besar akan terjadi sendi plastis untuk menjamin kemampuan daktilitasnya, bila
terkena beban bolak-balik. Tulangan tranversal perlu dipasang pula untuk menahan gaya
melintang dan menghindarkan tulangan memanjang menekuk. Di WG 5 dan 6, tulangan
tranversal tersebut harus terdiri dari hoops seperti diperlihatkan pada. Sedangkan begel boleh
digunakan untuk pengekangan WG 3 dan 5.
Sumber : Purwono, Perencanaan Struktur Beton Bertulang tahan Gempa, 2010, hal 42
Gambar 2.6 Penulangan tranversal pada Kategori Desain D, E Dan F
komponen struktur tersebut oleh beban gravitasi yang bersamaan dengan timbulnya momen
momen hasil persimpangan antar tingkat (story drift).
Tabel 2.17 Persyaratan Kuat Geser
Kategori desain D,E dan F
penampang ujung balok di daerah sendi plastis mengalami momen positif dan negatif secara
bergantian. Hal ini dapat mengakibatkan keretakan pada seluruh penampang beton di daerah
sendi plastis, karena baik serat atas maupun bawah penampang pada gilirannya akan
mengalami regangan tarik di luar batas kemampuan beton tersebut.
Terbentuknya sendi plastis pada balok portal tersebut terjadi secara bertahap. Pada
tahap terbentuknya sendi plastis yang pertama sampai, portal belum mengalami keruntuhan
karena salah satu balok pada ujung dekat titik buhulnya belum terjadi sendi plastis sehingga
masih dapat menahan portal dari keruntuhan.
Keadaan balok yang lebih kuat daripada kolomnya akan menyebabkan mekanisme
goyangan yang disertai pembentukan sendi-sendi plastis di dalam kolom-kolom struktur
bangunan tersebut. Pemakaian balok yang kuat pada umumnya hanya dapat diijinkan untuk
struktur-struktur rendah karena :
Pemencaran energi yang terjadi terpusat di dalm sejumlah kecil kolom-kolom struktur,
yang mungkin tidak memiliki cukup daktilitas karena besarnya gaya-gaya aksial yang
bekerja di dalamnya.
Daktilitas yang dituntut dari kolom-kolom untuk mencapai faktor daktilitas = 5,3,
akan sangat tinggi sehingga sulit untuk dipenuhi. Dari struktur yang ditinjau berupa
portal 5 lantai dapat dijelaskan bahwa jika portal direncanakan dengan sistem balok
lebih kuat daripada kolom maka apabila struktur terlanda gempa akan terbentuk sendi
plastis pada kolom terlebih dahulu daripada baloknya. Terbentuknya sendi plastis
yang pertama sampai yang kelima, portal belum mengalami keruntuhan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa portal tersebut akan runtuh apabila telah terjadi paling
sedikit enam buah sendi plastis pada kolomnya.
2.10
Qsp
n
1
f b Ab U l i f si
FK
i 1
Dimana :
Qsp
FK
fb
Ab
li
fsi
Langkahlangkah dalam perhitungan daya dukung tiang pancang yang berdasarkan hasil uji
Sondir adalah sebagai berikut:
1. Panjang equivalen dari penetrasi tiang
N1
N2
N1 N 2
2
N :
N rata rata
Tiang
Tiang Cor
Tanah
Pracetak
Setempat
C atau N (12)
N/5 (10)
N/2 (12)
Tanah
Kohesif
Tanah
Berpasir
Qsp
= U li fsi
1
Q p Q f
SF
1,5 D S 3,5 D
dimana :
Ny
xmak
ymak
x2
y2
4.
Pmaks
Pijin
2
2
n
x
y
n
x2
y2
Pmin
P My xmak Mx ymak
0
n
x2
y2
Efisiensi = =
Dimana : D
D (m 1) n (n 1) m
1 arc tg
*
90 m n
S
n
5.
Cek Kekuatan
P maks < ( Pijin x )..........(Ok)
Vc =
Vc =
Vc =
f 'c bo .d
6
s d
bo
1
3
f 'c bo. d
SNI 03 2841 2002 Ps. 13.12.2.1.c
Penampang kritis
S1
S
B
S1
d/2
d/2
b kolom
>
.Pt
(Ok)
BAB III
METODOLOGI
3.1
Perencanaan Struktur Gedung Hotel Harris & Pop di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus akan diuraikan dalam bentuk flow chart sebagai
berikut:
3.2
2.
Gambar arsitektur
Data tanah
: Kategori Desain D
c. Jenis tanah
: Tanah lunak
d. Kategori Gedung
: Perhotelan
: Beraturan
f. Sistem Struktur
: + 28 m
Jumlah lantai
Lebar
: 32 m
Panjang
: 54 m
3.
Struktur bangunan
: Beton bertulang
Struktur pondasi
Preliminary Design
Preliminary design dimensi balok sesuai dengan SNI 03 2847 2002
Ps.11.5.2
Dimensi (tebal) plat yang kemudian ditentukan menurut peraturan SNI 03
4.
Pembebanan
Pembebanan pada stuktur ini berdasarkan Peraturan SNI 03-1727-1989, SNI 03 1726
2012 dan SNI 03 2847 -2002 antara lain :
Desain plat
Balok anak
Desain tangga
7.
Perencanaan balok
Komponen balok direncanakan dan dilakukan pendetailan sesuai SNI 2847 Pasal
23.3.1 -23.3(3(4))
Perencanaan kolom
Komponen kolom dilakukan pendetailan sesuai SNI 2847 Pasal 23.4(1)-23.4(4(5))
yang meliputi tulangangan tranversal, strong column weak beam dan sambungan
lewatan. Untuk HBK didetail sesuai pasal 23.5(1(3))-23.5.
8.
9.
Pendetailan
Panjang Pengekangan
Panjang Penyaluran
Strong Column Weak Beam
Hubungan Balok Kolom (HBK)
Hubungan Balok Kolom sesuai dengan SNI 03 2847 2002 pasal 23.5
10.
Pondasi
Penggambaran
Hasil perhitungan perancangan dituangkan dalam bentuk gambar teknik. Dalam tugas
akhir ini penggambaran menggunakan program bantu AutoCAD.
12.
Kesimpulan.
13.
Selesai