Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Penelitian

HUBUNGAN MOTIVASI KADER DAN SISTEM PENGHARGAAN DENGAN


KEAKTIFAN KADER POSYANDU LANSIA DALAM UPAYA PENCEGAHAN STROKE
DI KECAMATAN DAU
Tita Hariyanti*, Masruroh Rahayu**, Rani Evadewi***
*Laboratorium Kesehatan Masyarakat, **Laboratorium Neurologi,
***Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUB
ABSTRAK
Peningkatan angka harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia di
Indonesia meningkat. Hal ini juga menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif contohnya
stroke. Kader posyandu lansia memiliki peran dalam penyebarluasan informasi kesehatan,
termasuk informasi mengenai pencegahan stroke. Namun belum tentu semua kader aktif untuk
menjalankan tugasnya tersebut. Keaktifan kader dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini
bertujuan mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan keaktifan kader
dalam upaya pencegahan stroke. Pada penelitian ini, faktor internal kader yang diteliti adalah
motivasi, sedangkan faktor eksternal yang diteliti yaitu sistem penghargaan. Penelitian ini
menggunakan desain studi cross sectional dengan instrumen berupa kuisioner. Responden
dalam penelitian ini adalah kader posyandu lansia di Kecamatan Dau yang telah menyatakan
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh
kader tetap aktif dalam upaya pencegahan stroke walaupun sebagian besar kader tersebut
memiliki motivasi yang rendah dan hampir seluruh sistem penghargaan yang mereka terima
kurang baik. Berdasarkan uji signifikansi Chi-square didapatkan p-value>0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa motivasi dan sistem penghargaan tidak berhubungan dengan keaktifan
kader posyandu lansia dalam upaya pencegahan stroke di Kecamatan Dau.
Kata kunci : motivasi, sistem penghargaan, keaktifan kader posyandu lansia, stroke
ABSTRACT
Improvement of life expectancy increases the number of elderly people. It also causes
degenerative disease increase, for example stroke. Elderly cadres have a role in dissemination
of health information, including information of stroke prevention. But not all cadres active to
carry out these duties. Participation of cadres influenced by many factors. Therefore this study
aims to determine the relationship of the internal factors and external factors with the
participation of cadres in the stroke prevention. The internal factor studied were motivation of
cadres, while external factors studied were the reward system. This study use a cross sectional
study design with questionnaire as the instrument. Respondents in this study were elderly
caders in the Dau district who have expressed their willing to participate in the study. The
results showed the almost all of cadres remain active in the stroke prevention even though
majority of these cadres have low motivation and they received not good enough reward
system. Based on Chi square test, p-value >0,05 so the conclusion of this research is cadres
motivation and reward system do not related to the participation of the Elderly cadres in stroke
prevention at Dau district.
Keywords: motivation, reward system, participation of elderly cadres, stroke

Jurnal Penelitian
PENDAHULUAN
Angka harapan hidup penduduk di
Indonesia semakin meningkat, berbanding
lurus
dengan meningkatnya kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini
mengakibatkan
terjadinya
pergeseran
demografi kependudukan di Indonesia,
yang ditandai dengan menurunnya jumlah
penduduk usia muda dan meningkatnya
jumlah penduduk usia dewasa maupun
lanjut usia.1 Pergeseran demografi ini
menyebabkan pola penyakit ikut berubah,
dimana terjadi peningkatan penyakit
degeneratif yaitu penyakit tidak menular
yang
berlangsung
kronis
karena
kemunduran fungsi organ tubuh akibat
proses penuaan.2
Stroke
merupakan
penyakit
degeneratif yang menduduki peringkat
kedua penyebab kematian terbanyak di
dunia.3 Prevalensi stroke yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau
dengan gejala di seluruh Indonesia sebesar
0,83% sedangkan di Jawa Timur juga cukup
tinggi yaitu sebesar 0,77%.4 Stroke
didefinisikan sebagai suatu manifestasi
klinis gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis yang timbul
secara mendadak dan berlangsung lebih
dari 24 jam.5 Berat ringannya kecacatan
yang ditimbulkan akibat stroke ditentukan
oleh penanganan awal yang tepat dengan
memanfaatkan golden period dan jenis
stroke yang dialami oleh pasien. Jika
penanganan tidak dilakukan lebih dari jam
tersebut,
pasien
dapat
mengalami
kecacatan yang berat.6
Faktor risiko stroke ada yang bisa
dimodifikasi dan tidak bisa modifikasi.7
Mayoritas masyarakat belum mengetahui
cara mengontrol faktor-faktor risiko stroke
yang
seharusnya
dapat
dimodifikasi
tersebut, sehingga diperlukan sosialisasi
penyakit stroke dan cara pencegahannya
kepada masyarakat yaitu melalui posyandu
lansia. Salah satu tujuan posyandu lansia
adalah meningkatkan jangkauan pelayanan
kesehatan lansia di masyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan
kebutuhan
lansia.8
Anggota

masyarakat yang bersedia, mampu dan


memiliki waktu untuk menyelenggarakan
kegiatan Posyandu dengan sukarela dikenal
dengan sebutan kader.9
Berdasarkan data statistik, cakupan
pelayanan untuk penduduk lanjut usia di
Kecamatan Dau pada tahun 2009 sebesar
99,88%.10 Namun pada tahun 2010
menurun hingga 39,09%.11 Keaktifan kader
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.
Salah satu faktor internal yang berasal dari
dalam diri kader yang mempengaruhi
keaktifannya dalam kegiatan Posyandu
adalah motivasi. Motivasi merupakan
dorongan dari dalam diri manusia untuk
bertindak atau berperilaku.12 Apabila
seorang kader memiliki kemauan atau
motivasi yang tinggi, maka partisipasinya
dalam kegiatan Posyandu akan meningkat.
Hal ini sesuai dengan teori Abraham
Maslow yang menyebutkan bahwa pada
dasarnya manusia mempunyai lima tingkat
kebutuhan hidup berjenjang yang disusun
menurut hirarki kebutuhan. Tingkatan
kebutuhan hidup manusia berdasarkan teori
Maslow dimulai dari tingkat terendah hingga
tertinggi
yaitu
kebutuhan
fisiologis,
kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial,
kebutuhan penghargaan serta kebutuhan
aktualisasi diri.13
Contoh dari faktor eksternal yang
mempengaruhi keaktifan kader yaitu sistem
penghargaan. Sistem penghargaan dapat
berupa insentif dan non insentif. Menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI No 2048
tahun 2011, sistem penghargaan pada
bidang
kesehatan
bertujuan
untuk
memberikan pengakuan dan penghargaan
atas prestasi dan peran masyarakat, serta
untuk meningkatkan motivasi masyarakat
dalam
mendukung
keberhasilan
pembangunan bidang kesehatan.14 Oleh
karena itu diperlukan suatu penelitian untuk
mengetahui hubungan antara faktor-faktor
yang mempengaruhi keaktifan kader
posyandu lansia tersebut dalam upaya
pencegahan stroke di Kecamatan Dau.
Pada penelitian ini, faktor internal kader
yang diteliti adalah motivasi, sedangkan
faktor eksternal yang diteliti yaitu sistem
penghargaan.

Jurnal Penelitian
METODE PENELITIAN

HASIL DAN ANALISIS DATA

Desain
Penelitian.
Penelitian
ini
merupakan penelitian deskriptif analitik
observasional dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini bersifat analitik
sebab
bertujuan
untuk
menganalisa
hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Penelitian ini termasuk tipe
cross sectional karena variabel-variabel
yang akan diteliti tersebut diukur dalam
waktu yang bersamaan.

Karakteristik Responden. Pada penelitian


ini, gambaran karakteristik kader posyandu
lansia yang diamati meliputi umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan dan lama
menjadi
kader.
Distribusi
frekuensi
karakteristik kader tersebut dapat dilihat
pada tabel 1 berikut ini:

Sampel. Peneliti menggunakan teknik total


sampling
sehingga
mengikutsertakan
seluruh kader posyandu lansia yang ada di
Kecamatan Dau. Jumlah sampel terjangkau
pada penelitian ini yaitu 126 orang.
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian
dilaksanakan di seluruh posyandu lansia di
Kecamatan Dau, Kabupaten Malang pada
bulan Agustus-September 2013.
Prosedur Penelitian. Peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian kepada
seluruh
kader
posyandu
lansia
di
Kecamatan
Dau,
serta
meminta
kesediaannya untuk ikut dalam penelitian
ini.
Apabila
bersedia
diminta
menandatangani informed consent. Setelah
itu responden diminta mengisi kuisioner.
Analisis Data. Setelah data yang
diperlukan telah terkumpul, dilakukan dua
macam analisis, yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat. Pada analisis univariat,
data yang terkumpul diolah dan dianalisis
untuk mendapatkan gambaran distribusi
frekuensi atau besarnya presentase dari
variabel independen maupun dependen.
Untuk analisis bivariat, hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen
ditentukan melalui uji chi square dengan
menggunakan program SPSS 16,0 for
windows.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik


Kader Posyandu Lansia (n=126)
No.
1

Karakteristik
Umur
a. 20
b. 21-40
c. 41-60
d. > 60
Jenis kelamin
a. Perempuan
b. Laki-laki
Pekerjaan
a. Tidak bekerja
b. Bekerja
c. Pensiun
Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. D3/S1
Lama menjadi kader
a. < 1 tahun
b. 1 - 5 tahun
c. 5 - 10 tahun
d. 10 tahun

1
62
59
4

0.79
49.21
46.83
3.17

115
11

91.27
8.73

79
46
1

62.70
36,51
0.79

38
36
40
12

30.16
28.57
31.75
9.52

10
80
34
2

7.94
63.49
26.98
1.59

Deskripsi Hasil Penelitian. Deskripsi hasil


penelitian mencakup deskripsi dari variabel
motivasi kader, sistem penghargaan serta
keaktifan kader posyandu lansia dalam
upaya pencegahan stroke di Kecamatan
Dau.

Jurnal Penelitian
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kader Berdasarkan Tingkat Motivasi
-

Jenis Motivasi
Ingin membantu masyarakat
Ingin membantu masyarakat dan mengembangkan keterampilan
Ingin mendapat jaminan kesehatan, membantu masyarakat, mengembangkan keterampilan
Ingin mendapat upah
Ingin mendapat jaminan kesehatan dan membantu masyarakat
Ingin mendapat jaminan kesehatan dan mengembangkan keterampilan
Ingin mendapat upah dan membantu masyarakat
Ingin mendapat upah, mendapat jaminan kesehatan dan membantu masyarakat
Ingin mendapat upah, membantu masyarakat dan mengembangkan keterampilan
Ingin membantu masyarakat dan dihormati orang lain
Jumlah

n
70
34
11
3
2
2
1
1
1
1
126

%
55.56
26.98
8.73
2.38
1.59
1.59
0.79
0.79
0.79
0.79
100

Tabel 3. Hubungan antara Motivasi Kader dengan Keaktifan Kader


Tingkat
Motivasi

Partisipasi kader

Total

Tinggi
Rendah

Aktif
n
%
40
31.75
62
49.21

Tidak aktif
n
%
6
4.76
18
14.29

n
46
74

%
36.51
63.49

Jumlah

102

24

126

100

80.95

Hasil
penelitian
menunjukkan
sebagian besar kader berperan aktif dalam
kegiatan posyandu lansia karena motivasi
hanya ingin membantu masyarakat saja
(55,56%). Hampir separuh kader posyandu
lansia selain ingin membantu masyarakat
juga memiliki motivasi lain, yaitu ingin
mengembangkan
keterampilan
yang
dimilikinya (26,98%).
Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat
diketahui bahwa dari total keseluruhan 126
orang kader posyandu lansia, hampir
seluruh kader berpartisipasi aktif dalam
upaya pencegahan stroke di Kecamatan
Dau yaitu sebanyak 102 orang (80,95 %).
Sebagian kecil kader lainnya termasuk
dalam kategori tidak aktif dalam upaya
pencegahan stroke di Kecamatan Dau yaitu
sebanyak 24 orang (19,05%).
Peneliti mengkategorikan motivasi
kader posyandu lansia menjadi dua jenis
yaitu motivasi tinggi dan motivasi rendah.

19.05

Sebagian besar kader posyandu lansia di


Kecamatan Dau memiliki tingkat motivasi
yang rendah yaitu sebanyak 63,49%,
sedangkan tingkat motivasi yang tinggi
dimiliki oleh hampir separuh kader
posyandu lansia yaitu sebanyak 36,51%.
Jumlah kader yang aktif dalam
upaya pencegahan stroke pada kegiatan
posyandu lansia lebih banyak pada kader
yang memiliki motivasi rendah daripada
kader yang memiliki motivasi tinggi. Setelah
dilakukan perhitungan analisis statistik
dengan uji chi square menggunakan SPSS
16.0 dari data pada Tabel 3 tersebut,
didapatkan p-value = 0,193 Nilai p ini lebih
besar daripada taraf nyata yang digunakan
oleh peneliti ( = 0,05) sehingga dapat
dinyatakan tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat motivasi dengan
keaktifan kader dalam upaya pencegahan
stroke di Kecamatan Dau.

Jurnal Penelitian
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kader Berdasarkan Sistem Penghargaan yang Diterima
Sistem Penghargaan
Seragam
Seragam dan uang
Pin
Lencana, seragam, uang
Uang
Piagam, seragam dan uang
Lencana dan seragam
Pin, seragam dan uang
Piagam
Plakat
Tidak ada
Jumlah

n
47
38
10
9
6
4
2
1
1
0
8
126

%
37.30
30.16
7.94
7.14
4.76
3.17
1.59
0.79
0.79
0
6.35
100

Tabel 5. Hubungan antara Sistem Penghargaan dengan Keaktifan Kader


Tingkat
Sistem
Penghargaan
Baik
Kurang baik
Jumlah

Partisipasi kader
Aktif

Tidak aktif

14
88
102

11.11
69.84
80.95

0
24
24

0
19.05
19.05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


hampir separuh kader posyandu lansia
pernah menerima penghargaan atau tanda
jasa berupa seragam (37,30%). Hampir
separuh kader lainnya pernah menerima
seragam dan uang (30,16%). Kader
posyandu lansia di Kecamatan Dau
menerima paling banyak tiga macam jenis
dari enam jenis tanda penghargaan yang
dapat diberikan oleh Kecamatan atau
Puskesmas. Tidak ada kader yang pernah
menerima penghargaan berupa plakat.
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui
bahwa terdapat sebagian kecil kader yang
tidak pernah menerima penghargaan sama
sekali (6,35%).
Sistem penghargaan yang diterima
oleh kader posyandu lansia tersebut dapat
dikategorikan menjadi baik dan kurang baik.
Hanya terdapat sebagian kecil kader
posyandu lansia di Kecamatan Dau yang
pernah menerima sistem penghargaan
dengan kategori baik yaitu sebanyak 14
orang (11,11%), sedangkan hampir seluruh
kader posyandu lansia lainnya menerima
sistem penghargaan dengan kategori

Total
n

14 11.11
112 88.89
126 100

kurang baik yaitu sebanyak 112 orang


(88,89%).
Jumlah kader yang aktif dalam
upaya pencegahan stroke pada kegiatan
posyandu lansia lebih banyak pada kader
yang memperoleh sistem penghargaan
kurang
baik
daripada
kader
yang
memperoleh sistem penghargaan dengan
kategori
baik.
Setelah
dilakukan
perhitungan analisis statistik dengan uji chi
square menggunakan SPSS 16.0 dari data
pada Tabel 5 tersebut, didapatkan p-value =
0,070. Nilai p ini lebih besar daripada taraf
nyata yang digunakan oleh peneliti ( =
0,05) sehingga dapat dinyatakan tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat
motivasi dengan keaktifan kader dalam
upaya pencegahan stroke di Kecamatan
Dau.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat diketahui bahwa hampir seluruh
kader posyandu lansia termasuk dalam
kategori aktif (80,95%). Hasil ini sejalan

Jurnal Penelitian
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syafei (2010) yang menunjukkan bahwa
jumlah kader yang aktif dalam kegiatan
Posyandu lebih banyak daripada jumlah
kader yang tidak aktif.12 Berdasarkan hasil
observasi peneliti, seluruh kader yang hadir
pada saat kegiatan posyandu lansia aktif
dalam menjalankan semua tugasnya yaitu
memberikan penyuluhan tentang penyakit
stroke yang meliputi penyebab, faktor risiko,
gejala dan cara pencegahan. Kader juga
dapat memberikan nasehat tentang pola
makan serta gaya hidup yang sehat pada
penduduk yang telah lanjut usia maupun
penduduk yang memiliki riwayat penyakit
stroke dalam keluarganya sebab mereka
juga beresiko tinggi terkena penyakit stroke.
Selain penyuluhan, kader posyandu lansia
juga dapat memberikan pemeriksaan
kesehatan dasar seperti pengukuran berat
badan dan tekanan darah sebagai upaya
managemen risiko stroke. Di mana obesitas
dan tekanan darah tinggi termasuk dalam
faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi.7

Motivasi adalah salah satu faktor


internal
yang
dapat
mempengaruhi
keaktifan kader posyandu lansia dalam
upaya pencegahan stroke di Kecamatan
Dau. Pada penelitian ini, motivasi diukur
menggunakan indikator sesuai dengan teori
hirarki kebutuhan Abraham Maslow. Teori
Abraham Maslow menyatakan bahwa
seseorang melakukan suatu perilaku atau
pekerjaan karena adanya dorongan untuk
memenuhi kebutuhan - kebutuhan yang
tidak terpuaskan. Terdapat lima jenis
kebutuhan dalam teori Abraham Maslow
tersebut,
yaitu
kebutuhan
fisiologis,
kebutuhan keselamatan / keamanan,
kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan /
status serta kebutuhan aktualisasi diri.13
Perbedaan persentase tingkat kebutuhan
tidak terpuaskan yang menjadi motivasi
pada teori Abraham Maslow dan hasil
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
berikut ini:

Gambar 1. Perbedaan Teori maslow dan Hasil Peneltian


Kebutuhan yang memiliki tingkatan
tertinggi dalam hirarki kebutuhan Maslow
adalah aktualisasi diri.13 Pada penelitian ini
motivasi aktualisasi diri (38,1%) menempati
peringkat kedua setelah motivasi sosial
(96,03%).
Ini
menunjukkan
bahwa
kebutuhan sosial kader posyandu lansia di
Kecamatan Dau lebih tinggi daripada
kebutuhan aktualisasi diri. Penelitian
sebelumnya yaitu Nilawati (2008) dan

Syafei (2010) juga menunjukkan bahwa


motivasi terbanyak untuk berperan aktif
sebagai kader Posyandu adalah karena
ingin memenuhi kebutuhan sosial yaitu rasa
peduli dan ingin membantu masyarakat.12,15
Hal ini sesuai dengan adat dan budaya
masyarakat Indonesia yang mengutamakan
rasa kemanusiaan dan rasa gotong royong
antar sesama.

Jurnal Penelitian
Jumlah kader yang terbanyak yaitu
kader yang memiliki motivasi rendah. Hal ini
dapat disebabkan karena sebagian besar
kebutuhan responden telah
terpuaskan
sehingga apabila motivasi diukur dengan
menggunakan indikator hirarki kebutuhan
Maslow maka sebagian besar responden
cenderung memiliki motivasi yang rendah.
Selain itu, berdasarkan hasil observasi
peneliti ada motivasi lain di luar teori
Maslow yang dapat mendasari keinginan
responden untuk menjadi kader posyandu
lansia.
Teori
Maslow
juga
telah
mendapatkan beberapa kritik, salah satunya
yaitu Wahjosumidjo yang menyatakan
bahwa hirarki kebutuhan Maslow tersebut
tidak dapat dipakai setiap saat karena
adanya perbedaan kebutuhan dari setiap
orang yang dipengaruhi oleh faktor latar
belakang pendidikan, tinggi rendahnya
kedudukan, pengalaman masa lalu, cita-cita
masa depan dan pandangan hidup.13
Hasil uji analisis chi square
menunjukkan
tingkat
motivasi
tidak
mempunyai hubungan dengan keaktifan
kader. Walaupun dengan motivasi yang
rendah, responden tidak merasa keberatan
untuk hadir dan mengikuti kegiatan
posyandu lansia di Kecamatan Dau. Hal ini
disebabkan kegiatan posyandu lansia
tersebut hanya dilakukan satu kali setiap
bulan. Berdasarkan wawancara tidak
terstruktur dengan bidan desa, kader juga
ikut berperan dalam mengusulkan jadwal
pelaksanaan kegiatan posyandu lansia
sehingga dapat mempermudah para kader
dalam mengatur dan meluangkan waktunya
untuk kegiatan posyandu lansia tersebut.
Hubungan motivasi dan keaktifan yang tidak
signifikan ini juga dapat diartikan bahwa ada
faktor internal lain yang mempengaruhi
keaktifan
kader,
contohnya
yaitu
pengetahuan dan sikap kader.12
Hasil penelitian menunjukan bahwa
sistem penghargaan yang paling banyak
diterima oleh kader yaitu dalam bentuk
seragam. Hal ini sesuai dengan penelitian
Yuniar (2010) yang menyatakan bahwa
insentif yang biasanya diberikan kepada
kader yaitu berupa seragam. Apabila
keuangan memungkinkan kader akan diberi

insentif berupa seragam setiap dua tahun


sekali di tingkat kecamatan dan desa.16
Terdapat 6,35% kader yang menyatakan
tidak
pernah
mendapatkan
tanda
penghargaan sama sekali, di mana kaderkader tersebut berasal dari desa yang sama
yaitu Karang Widoro. Berdasarkan hasil
wawancara tidak terstruktur dengan bidan
desa yang
berada di Karang Widoro,
posyandu lansia di desa tersebut baru
dioperasionalkan selama satu tahun
sementara posyandu lansia di desa lainnya
telah beroperasional selama 5 tahun
sehingga
menyebabkan
manajemen
Posyandu tersebut belum berfungsi secara
maksimal.
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan RI Nomor 2048 Tahun 2011,
kader yang telah mendarmabaktikan dirinya
dalam kurun waktu 10 tahun, 15 tahun, dan
20 tahun berhak memperoleh penghargaan
Kader Lestari.14 Dari penelitian ini dapat
diketahui bahwa terdapat 2 orang
responden yang telah menjadi kader di
Kecamatan Dau selama lebih dari 10 tahun,
namun
mereka
belum
menerima
penghargaan sebagai Kader Lestari dari
Menteri Kesehatan RI. Kemungkinan
penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi
pemerintah mengenai adanya penghargaan
bidang
kesehatan
sehingga
pihak
puskesmas atau kecamatan Dau belum
paham mengenai tata cara pengusulan
tanda penghargaan bagi kader.
Pada penelitian ini, dapat diketahui
bahwa kader posyandu lansia yang
berperan aktif dalam upaya pencegahan
stroke di Kecamatan Dau lebih banyak pada
responden yang memperoleh sistem
penghargaan kurang baik. Hasil uji analisis
chi square juga menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara sistem penghargaan
dengan keaktifan kader posyandu lansia.
Walaupun sistem penghargaan yang
diterima responden kurang baik, namun
responden tetap bersedia untuk aktif
menjadi kader posyandu lansia di
Kecamatan Dau. Hal ini didukung dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
hanya sebagian kecil responden yang
menganggap kebutuhan penghargaan atau

Jurnal Penelitian
status sebagai motivasi utama untuk aktif
menjadi kader. Hal ini juga dapat diartikan
bahwa ada faktor eksternal lain yang
mempengaruhi keaktifan kader selain
sistem penghargaan. Faktor eksternal
tersebut contohnya pelatihan, kelengkapan
sarana,
dukungan
pemerintah
serta
dukungan masyarakat.12
KESIMPULAN
1. Hampir seluruh kader posyandu lansia
di Kecamatan Dau aktif dalam upaya
pencegahan stroke.
2. Berbeda dengan teori Maslow, pada
penelitian ini motivasi terbanyak yang
dimiliki kader adalah ingin membantu
masyarakat (kebutuhan sosial).
3. Apabila
dilakukan
pengkategorian
motivasi, sebagian besar kader memiliki
motivasi yang rendah
4. Hampir seluruh kader posyandu lansia
di Kecamatan Dau menerima sistem
penghargaan dengan kategori kurang
baik
5. Hasil uji chi square menunjukkan tidak
terdapat hubungan antara motivasi
kader dengan keaktifan kader posyandu
lansia dalam upaya pencegahan stroke
di Kecamatan Dau
6. Hasil uji chi square menunjukkan tidak
terdapat hubungan antara sistem
penghargaan dengan keaktifan kader
posyandu
lansia
dalam
upaya
pencegahan stroke di Kecamatan Dau
7. Dapat disimpulkan bahwa ada faktor
internal dan faktor eksternal lain yang
dapat mempengaruhi keaktifan kader
selain
motivasi
dan
sistem
penghargaan.
SARAN
1. Untuk meningkatkan motivasi para
kader, Kecamatan Dau sebaiknya
mengundang seorang motivator untuk
memberikan seminar mengenai motivasi
kerja.

2. Petugas puskesmas perlu memberikan


pelatihan kepada kader mengenai
pencegahan penyakit stroke maupun
penyakit lainnya.
3. Untuk memenuhi kebutuhan sosial yang
menjadi salah satu motivasi kader
sebaiknya diadakan suatu kegiatan
yang dapat menciptakan kebersamaan
antar kader misalnya dengan rekreasi.
4. Sebaiknya dilakukan perbaikan sistem
penghargaan bagi kader. Contohnya
mengusulkan
penghargaan
Kader
Lestari kepada Menteri Kesehatan RI
yang ditujukan kepada kader yang telah
mendarmabaktikan dirinya lebih dari 10
tahun, melakukan pemilihan kader
teladan di tingkat kecamatan.
5. Dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
mengenai faktor internal dan faktor
eksternal
lain
yang
dapat
mempengaruhi
keaktifan
kader
posyandu lansia. Untuk penelitian
mengenai
motivasi
sebaiknya
menggunakan indikator yang lebih
bervariasi, tidak hanya berdasarkan
teori hirarki kebutuhan Maslow saja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan
Pusat
Statistik.
2012.
Piramida
Penduduk,
(Online),
(http://www.datastatistikindonesia.com/portal/index.php?opti
on=com_content&task=view&id=213
&Itemid=190&limit=1&limitstart=4,
diakses pada tanggal 4 April 2013)
2. Handajani A, Roosihermiatie B, dan
Maryani H. Faktor-Faktor yang
Berhubungan
dengan
Pola
Kematian Pada penyakit Degeneratif
di Indonesia. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 2010, Vol. 13,
No. 1, hal. 42-53
3. WHO. 2008. World Health Statistic
2008. WHO. France, p. 30
4. Departemen Kesehatan. 2008. Riset
Kesehatan Dasar 2007. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Jakarta. Hal 111

Jurnal Penelitian
5. Baehr M, Frotscher M. 2005.
Diagnosis Topik neurologi Duus:
anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Alifa
Dimanti (penterjemah). 2007. Edisi
keempat. EGC. Jakarta
6. Putra BP, Alberta LT, Almahmudah
M, Proboningsih J. Hubungan
Antara
Pengetahuan
Keluarga
tentang Stroke dengan Tindakan
Pertolongan Pertama Serangan
Stroke Fase golden Period. Jurnal
Keperawatan, 2011, Volum: 4,
Nomor: 3, hal. 125-129
7. Castells SA, Coello PA, Sabin JA,
Garcia PA, Anton EA, Perez FXB, et
al. 2009. Clinical Practice Guideline
for
Primary
and
Secondary
Prevention of Stroke. Madrid: Quality
Plan for the National Health System
of the Ministry of Health and
Consumer Affairs
8. Wahono Hesthi. 2010. Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Gantungan
Makamhaji.
Skripsi.
Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta,
Surakarta.
9. Kementerian
Kesehatan.
2011.
Pedoman
Umum
Pelayanan
Posyandu. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
10. Dinas Kesehatan Malang. 2010.
Profil Kesehatan Kabupaten Malang
Tahun 2010 (Berdasarkan Data
Tahun 2009). Dinas Kesehatan
Malang. Malang
11. Dinas Kesehatan Malang. 2011.
Profil Kesehatan Kabupaten Malang
Tahun 2011 (Berdasarkan Data
Tahun 2010). Dinas Kesehatan
Malang. Malang
12. Syafei A. 2010. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Partisipasi
Kader dalam Kegiatan Gizi di
Posyandu di Kelurahan Rengas,
Kecamatan Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan. Skripsi. Tidak
diterbitkan, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam


Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
13. Sudirga KA. 2011. Analisis Motivasi
danKepuasan
Kerja
pada
Perusahaan
Kontraktor
di
Kabupaten Jembrana. Tesis. Tidak
diterbitkan. Fakultas Teknik Sipl
Universitas Udayana. Bali
14. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik Indonesia No.2048 /
Menkes / Per / X / 2011 tentang
Penganugerahan
Tanda
Penghargaan Bidang Kesehatan.
2011. Jakarta
15. Nilawati.
2008.
Pengaruh
Karakteristik Kader dan Strategi
Revitalisasi Posyandu terhadap
Keaktifan Kader di Kecamatan
Samadua Kabupaten Aceh Selatan
Tahun
2008.
Tesis.
Tidak
diterbitkan. Konsentrasi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan pada
sekolah pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.
16. Yuniar Y, Sari ID, Syaripuddin M,
Supardi S. 2010. Kajian Program
Pos Obat Desa Di Kabupaten
Karanganyar Dan Subang. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.
13, No. 1, Januari 2010. Hal 61-68

Menyetujui,
Pembimbing I

dr. Tita Hariyanti, M.Kes


NIP. 19731022 200312 2 002

Anda mungkin juga menyukai