Anda di halaman 1dari 14

106

MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS


KEARIFAN LOKAL MELALUI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Oleh:
Nuraini Asriati
(Pendidikan IPS, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)
Abstrak: Tantangan saat ini dan masa yang akan datang dituntut kemampuan kita
menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa.
Kebijakan dan implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal di sekolah menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka
membangun bangsa sehingga dapat berfungsi sebagai salah satu
sumber nilai-nilai yang luhur. Kearifan lokal merupakan modal utama
masyarakat dalam membangun dirinya tanpa merusak tatanan sosial
yang adaptif dengan lingkungan alam sekitarnya. Kearifan lokal
dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dalam struktur
sosial masyarakat dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol,
dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi dalam
kehidupan. Oleh karena itu, guru harus mampu merancang program
pembelajaran dengan memperhatikan ranah afektif sebagai salah satu
karakteristik manusia dalam hasil belajar, walau memerlukan waktu
yang lama. Terintegrasinya pendidikan karakter dalam muatan
keunggulan lokal pada proses pembelajaran, akan sesuai dengan
lingkungan yang ada dan dialami peserta didik dalam rangka
mengaitkan pembelajaran dengan kejadian nyata sehingga dapat
menciptakan proses pembelajaran yang bermakna. Secara teoritis,
pengembangan karakter berbasis potensi diri belum diajarkan di
sekolah sekolah, namun secara praktis telah diaplikasikan dan
dipraktekkan oleh siswa di kelas maupun di lingkungan sekolah.
Kata Kunci: Karakter Potensi, Kearifan Lokal, Pembelajaran Di Sekolah.
Pendahuluan
Maraknya peristiwa yang
mendera bangsa kita saat ini pun
sudah merambak pada golongan elit
sehingga meningkat pula kriminalitas,
tingginya
kasus
korupsi,
dan
penegakan hukum yang sepertinya
masih jauh dari harapan nilai

keadilan. Kejadian tersebut memberi


kesan seakan-akan bangsa kita sedang
mengalami krisis etika dan krisis
kepercayaan
diri
yang
berkepanjangan.
Peristiwa
demi
peristiwa di atas menunjukkan
segelintir sebuah kegagalan dalam
bidang
pendidikan.
Kegagalan

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

pendidikan yang paling fatal


adalah ketika produk didik tak lagi
memiliki kepekaan nurani yang
berlandaskan moralitas, sense of
Padahal
substansi
humanity.
pendidikan adalah memanusiakan
manusia, menempatkan kemanusiaan
pada derajat tertinggi dengan
memaksimalkan karya dan karsa.
Ketika tak lagi peduli, bahkan
secara tragis, berusaha menafikkan
eksistensi kemanusiaan orang lain,
maka produk pendidikan berada
pada
tingkatan
terburuk.
Berdasarkan kenyataan tersebut,
pendidikan
nilai/moral
memang
sangat diperlukan atas dasar argumen
adanya
kebutuhan
nyata
dan
mendesak. Dalam Permendiknas
N0.45/2006 setiap rumusan SKL
secara implisit dan eksplisit termuat
substansi nilai/karakter.
Dewasa
ini
dalam
masyarakat yang cepat berubah,
pendidikan karakter bagi anak
merupakan hal yang sangat penting.
Hal ini disebabkan pada era global,
anak akan dihadapkan pada banyak
pilihan tentang nilai yang buruk
dianggapnya baik atau sebaliknya.
Pertukaran dan pengikisan nilainilai suatu masyarakat tersebut akan
terjadi secara terbuka. Nilai-nilai
yang dianggap baik oleh suatu
kelompok masyarakat bukan tak
mungkin akan menjadi luntur
digantikan oleh nilai-nilai baru yang
belum tentu cocok dengan budaya
masyarakat. Nilai bagi seseorang
tidaklah statis, akan tetapi selalu

107

berubah.
Setiap
orang
akan
menganggap sesuatu itu baik sesuai
dengan pandangannya pada saat itu.
Oleh sebab itu, sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa dibina dan
diarahkan.
Apabila
seseorang
menganggap nilai agama adalah di
atas segalanya, maka nilai-nilai
yang lain akan bergantung pada nilai
agama itu. Dengan demikian, sikap
seseorang sangat tergantung pada
sistem nilai yang dianggapnya paling
benar, dan kemudian sikap itu yang
akan mengendalikan perilaku orang
tersebut.
Tantangan saat ini dan masa
yang akan datang, bagaimana kita
mampu menempatkan pendidikan
karakter sebagai sesuatu kekuatan
bangsa. Oleh karena itu, kebijakan
dan implementasi pendidikan yang
berbasis karakter di sekolah menjadi
sangat penting dan strategis dalam
rangka membangun bangsa ini.
Kearifan lokal dapat berfungsi
sebagai salah satu sumber nilai-nilai
yang luhur. Dengan kata lain, kearifan
lokal bisa menjadi sumur yang tak
kunjung kering di musim kemarau
panjang, nilai-nilai kebijaksanaan
bagi perwujudan cita-cita bangsa
yang seimbang, baik secara lahiriah
maupun batiniah. Di samping
berfungsi sebagai penyaring bagi
nilai-nilai berasal dari luar, kearifan
lokal dapat juga digunakan untuk
meredam
gejolak-gejolak
yang
bersifat intern. Misalnya konflik
masyarakat yang sesuku atau antar
suku. Upaya promosi nilai-nilai luhur

108

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

dalam kebudayaan tertentu secara


formal akan menimbulkan apresiasi
dan rasa bangga terhadap nilai-nilai
tersebut. Dengan demikian akan
timbul semangat yang kuat untuk
menerapkannya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Tantangan globalisasi dan
proses demokrasi yang semakin kuat
dan beragam disatu pihak, dan dunia
persekolahan
sepertinya
lebih
mementingkan penguasaan dimensi
pengetahuan
dan
mengabaikan
pendidikan nilai/moral saat ini,
merupakan alasan yang kuat bagi
Indonesia untuk membangkitkan
komitmen dan melakukan pendidikan
karakter. Pendidikan karakter bangsa
diharapkan mampu menjadi alternatif
solusi berbagai persoalan tersebut.
Kondisi dan situasi saat ini
tampaknya menuntut pendidikan
karakter
yang
perlu
ditransformasikan. Berangkat dari
rasa keprihatinan atas kondisi bangsa
kita dengan maraknya peristiwaperistiwa yang terjadi saat ini,
memberi kesan seakan-akan bangsa
kita sedang mengalami krisis etika
dan krisis kepercayaan diri yang
berkepanjangan.
Berdasarkan
kenyataan
tersebut,
pendidikan
nilai/moral
memang
sangat
diperlukan atas dasar argumen adanya
kebutuhan nyata dan mendesak
berdasarkan kearifan lokal, dan dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran
afektif di sekolah.

Pembahasan
A. Model Pendidikan Karakter
Komitmen Nasional tentang
perlunya pendidikan karakter, secara
imperatif tertuang dalam Undangundang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Pasal 3 UU tersebut
dinyatakan
bahwa
Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak
serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Jika dicermati 5
(lima) dari 8 (delapan) potensi
peserta
didik
yang
ingin
dikembangkan sangat terkait erat
dengan karakter.
Urgensi dari pelaksanaan
komitmen
nasional
pendidikan
karakter, telah dinyatakan pada
Sarasehan
Nasional
Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa sebagai
Kesepakatan Nasional Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa yang menyatakan bahwa:
(a). Pendidikan budaya dan karakter
bangsa merupakan bagian integral yg
tak terpisahkan dari pendidikan
nasional secara utuh; (b). Pendidikan
budaya dan karakter bangsa harus
dikembangkan secara komprehensif

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

sebagai
proses
pembudayaan.
(c). Pendidikan budaya dan karakter
bangsa merupakan tanggung jawab
bersama
antara
pemerintah,
masyarakat, sekolah dan orang tua.
Grand Design Pendidikan
Karakter menjadi rujukan konseptual

109

dan operasional pada setiap jalur,


jenjang
pendidikan
dan
jenis
pendidikan.
Adapun
design
pendidikan
karakter
dapat
di
gambarkan sebagai berikut :

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER


Agama, Pancasila,
UUD 1945,
UU No. 20/2003 ttg
Sisdiknas

Teori
Pendidikan,
Psikologi,
Nilai, Sosial
Budaya

Nilai-nilai
Luhur

Pengalaman terbaik
(best practices)dan
praktik nyata

PROSES PEMBUDAYAAN DAN PEMBERDAYAAN


INTERVENSI

SATUAN

KELUARGA

MASYARAKAT

PENDIDIKAN

Perilaku
Berkarakter

HABITUASI

PERANGKAT PENDUKUNG
Kebijakan, Pedoman, Sumber Daya,
Lingkungan, Sarana dan Prasarana,
Kebersamaan, Komitmen pemangku
kepentingan.

Gambar. 1 : Grand Design Pendidikan Karakter.


Dari design pendidikan karakter di atas, dapat dikembangkan nilai nilai dalam
pendidikan karakter bangsa diidentifikasikan dari empat (4) sumber yaitu agama,
pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya karakter dan
pendidikan merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan bahkan ketika
pendidikan cenderung diperlakukan sebagai wahan transfer pengetahuan pun telah
terjadi perambatan nilai yang bermuara pada nilai- nilai kebenaran intelektual.
Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultural tersebut
dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development),
Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut :

110

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

Gambar. 2 : Konfigurasi Karakter dalam Proses Psikologis dan Sosial Kultural.


Dari gambar 2 di atas dapat dijelaskan
pendidikan
karakter.
Sejarah
bahwa keselarasan dan kesatuan
perjalanan bangsa kita, kepercayaan
(holistis) antara olah pikir, olah hati,
pada sesuatu yang supranatural
olah raga, dan olah rasa/karsa
menjadi
bagian
hidup
dari
merupakan aspek penting dari
kebanyakan suku bangsa.
pendidikan karakter. Olah pikir dan
Persoalannya adalah bagaimana
olah hati yang mencakup proses
mengimplementasikan kearifan lokal
intrapersonal merupakan landasan
untuk membangun pendidikan karakter
untuk mewujudkan proses interpersonal
di sekolah?. Oleh karena itu, perlu ada
berupa olah raga dan olah rasa/karsa.
revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal)
Guru dapat mentransformasikan logika
yang relevan untuk membangun
berpikir dan tingkah laku spiritual
pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan
kepada para murid dibarengi dengan
kearifan lokal di daerah pada gilirannya
pengawasan terhadap tingkah laku
akan mampu mengantarkan siswa
(amanah) dan jaringan sosial (tabligh)
Pilar inilah yang membuat pemeluk
yang tengah dilakoni oleh mereka.
agama merasa harus selalu jujur. Pilar
lainnya, setiap perbuatan manusia akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak
B. Kearifan Lokal Dalam
di hadapan Tuhan.
Pengembangan Karakter
Aspek inilah yang mendorong
Disadari atau tidak, banyak
nilai-nilai tradisional yang hidup
para
pemeluk
agama
selalu
dalam masyarakat dan dapat dijadikan
mempertimbangkan setiap tindakannya,
sebagai muatan pendidikan karakter.
apakah sejalan dengan ajaran agama
ataukah menyimpang, sedangkan untuk
Nilai-nilai tradisi ini telah menjadi
kearifan lokal walaupun berbeda-beda
sikap tolong menolong, setiap agama
namun memiliki kesamaan yang
memerintahkannya minimal di antara
pemeluk agamanya masing-masing.
sangat signifikan manakala nilai-nilai
tradisional
disinkronkan
dengan

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

Di samping nilai dan norma


yang bersumber dari agama, di tengah
masyarakat kita dalam suku-suku
bangsa Indonesia masih hidup nilainilai dan norma sosial yang bersumber
dari adat. Biasanya kearifan lokal yang
bersumber dari mengajarkan kebaikan
seperti ajakan untuk menambah
pengetahuan, dorongan untuk kerja
keras, nasihat dalam mengumpulkan
kekayaan, unggah-ungguh berbahasa,
cara menghormati orang lain, hingga
ajaran melestarikan alam sekitar.
Secara turun temurun kearifan lokal
yang bersumber dari adat istiadat, dan
bersanding dengan kearifan lokal
yang bersumber dari ajaran agama,
masih
terus
diwariskan
dan
sesungguhnya masih hidup di tengah
masyarakat kita. Karena itu, ketika
pendidikan karakter didengungkan
ulang maka sejatinya kearifan lokal
itu
dapat
digunakan
untuk
memperkuat pendidikan karakter.
Sebaliknya pendidikan karakter ini
merevitalisasi kearifan lokal untuk
dimanfaatkan
dalam
rangka
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kearifan lokal merupakan
suatu gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan
berkembang secara terus-menerus
dalam kesadaran masyarakat dari
yang sifatnya berkaitan dengan
kehidupan yang sakral sampai dengan
yang profan (bagian keseharian dari
hidup dan bersifat biasa-biasa saja).
Keseragaman
budaya
Indonesia
merupakan modal besar membangun
bangsa dimana setiap daerah memiliki

111

keunikan tersendiri dan mengandung


kearifan lokal.
Kearifan
lokal
menurut
Susanti,
ialah
gagasan-gagasan
setempat yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakat. Bentuk kearifan lokal
dalam masyarakat dapat berupa nilai,
norma, etika, kepercayaan, adat
istiadat, hukum adat, dan aturanaturan khusus. Nilai-nilai luhur terkait
kearifan lokal ialah : 1). Cinta kepada
Allah dan alam semesta beserta
isinya, 2). Tanggung jawab, disiplin,
dan mandiri, 3). Jujur, 4). Hormat dan
santun, 5). Kasih sayang, dan peduli,
6). Percaya diri, krearif, kerja keras,
dan pantang menyerah, 7). Keadilan
dan kepemimpinan, 8). Baik dan
rendah hati, 9). Toleransi, cinta damai
dan persatuan.
Masyarakat Indonesia sudah
sepatutnya untuk kembali kepada jati
diri melalui pemaknaan kembali dan
rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya.
Dalam kerangka itu, upaya yang perlu
dilakukan adalah menguak makna
substantif kearifan lokal. Sebagai
misal, keterbukaan dikembangkan
dan kontekstualisasikan menjadi
kejujuran. Kehalusan diformulasi
sebagai keramah-tamahan yang tulus.
Harga diri diletakkan dalam upaya
pengembangan prestasi, dan demikian
seterusnya.
Kearifan lokal merupakan
modal utama masyarakat dalam
membangun dirinya tanpa merusak
tatanan sosial yang adaptif dengan

112

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

lingkungan alam sekitarnya. Kearifan


lokal dibangun dari nilai-nilai sosial
yang dijunjung dalam struktur sosial
masyarakat sendiri dan memiliki
fungsi sebagai pedoman, pengontrol,
dan rambu-rambu untuk berperilaku
dalam berbagai dimensi kehidupan
baik saat berhubungan dengan sesama
maupun dengan alam. Sekarang
eksistensi kearifan lokal dirasakan
semakin memudar pada berbagai
kelompok masyarakat.
Peluang
berhasilnya
implementasi
model
pendidikan
berkarakter dan berbudaya sebanding
dengan daya dukung yang dimiliki.
Pada konteks ini, yang dimaksud daya
dukung adalah segala sumber tenaga,
waktu, pikiran (gagasan), kebijakan,
dana, kemauan dan semangat, dan
komitmen baik yang berasal dari satuan
pendidikan
maupun
dari
luar
(lingkungan sekitar satuan pendidikan).
Semakin besar daya dukung yang
dimiliki, semakin besar pula peluang
model pendidikan tersebut berhasil
terimplementasikan.
Terintegrasinya
muatan
keunggulan lokal pada pembelajaran,
akan sesuai dengan lingkungan yang
ada dan dialami peserta didik. Dengan
demikian, peserta didik akan lebih
termotivasi dalam belajar (Baharuddin
dan Wahyuni, 2008). Hal ini sejalan
dengan Nurhadi, dkk (2004) bahwa
upaya
mengaitkan
pembelajaran
dengan kejadian atau fakta di dunia
nyata, dapat menciptakan proses
pembelajaran yang bermakna.

Salah satu fungsi dari sekolah


mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam
menjalankan fungsi sosial harus
mampu mensosialisasikan peserta
didik, sehingga mereka nantinya bisa
mengubah
diri
mereka
dan
masyarakatnya. Masyarakat merupakan
sebuah tempat yang menjadi tempat
hidup, tumbuh, berkembang dan
berubah bagi manusia. Sekolah
berupaya menggali dan mewariskan
kearifan lokal dalam membangun
kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, sudah
seharusnya
kurikulum
sekolah,
memberikan perhatian yang lebih
besar pada pendidikan karakter
bangsa dibandingkan kurikulum masa
sebelumnya.
Kearifan
lokal
merupakan suatu gagasan konseptual
yang hidup dalam masyarakat,
tumbuh dan berkembang secara terusmenerus dalam kesadaran masyarakat
dari yang sifatnya berkaitan dengan
kehidupan yang sakral sampai dengan
yang profan (bagian keseharian dari
hidup dan bersifat biasa-biasa saja).
Keberagaman
budaya
Indonesia
merupakan modal besar membangun
bangsa. Setiap daerah memiliki
keunikan tersendiri dan mengandung
kearifan lokal. Salah satu cara yang
bisa
ditempuh
yakni
dengan
memasukkan nilai-nilai kearifan
lokal, baik lewat mata pelajaran
maupun dalam perilaku.

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

C. Karakter Berbasis Budaya


Sekolah
Apa itu karakter berbasis
kultur sekolah?. Bagaimana individu
yang
terlibat
dalam
lembaga
pendidikan dapat berperan serta secara
aktif dalam pembentukan kultur sekolah
yang berjiwa pendidikan karakter?,
Bagaimana kultur sekolah itu terbentuk
dan
bagaimana
menjaga
keberlangsungannya sehingga sekolah
memiliki sebuah tradisi pendidikan yang
kokoh?, Bagaimana sekolah mendesain
pendidikan karakter berbasis kultur
sekolah?, Pendidikan karakter jika
dilaksanakan secara menyeluruh dan
utuh, akan memperkuat kultur sekolah
yang
semakin
kondusif
bagi
pertumbuhan setiap individu dalam
komunitas sekolah.
Kultur sekolah inilah yang
seringkali luput dari pembahasan
ketika para pendidik maupun publik
berbicara
tentang
pendidikan
karakter. Pendidikan karakter tidak
akan efektif jika pengembangan
kultur
sekolah
yang
berjiwa
pendidikan karakter tidak tersentuh
melalui
program-program
yang
dirancang. Untuk itu, para pendidik
dan
komunitas
sekolah
mesti
mengerti, menyadari, dan ikut terlibat
aktif dalam mendesain pendidikan
karakter berbasis kultur sekolah ini.
Pendidikan karakter harus
masuk dalam setiap aspek kegiatan
belajar-mengajar di ruang kelas,
praktek keseharian di sekolah, dan
terintegrasi dengan setiap kegiatan
ekstra kurikuler seperti pramuka,

113

pecinta alam, olah raga, palang


merah, dan karya tulis ilmiah. Setelah
itu setiap siswa diharapkan mampu
menerapkannya di rumah dan
lingkungan sekitarnya. Semua aspek
pendidikan mulai dari ruang kelas
hingga lingkungan tempat tinggal
harus tetap berkesinambungan dalam
menjaga
nilai-nilai
pendidikan
karakter. Model pendidikan karakter
dalam pembelajaran bisa merupakan;
1). Otonomi, mata pelajaran sendiri,
2). Integrasi, terpadu dengan mata
pelajaran lain, 3). Suplemen berupa
kegiatan tambahan yang bersifat
ekstrakulikuler atau kemitraan dan,
4). Kolaborasi, berupa kegiatan
gabungan
dari
ketiga
model
pendidikan.
Dalam
konteks
mikro
pengembangan karakter berlangsung
dalam konteks suatu satuan pendidikan
atau sekolah secara holistik. Sekolah
sebagai leading sector berupaya
memanfaatkan dan memberdayakan
semua lingkungan belajar yang ada
untuk
menginisiasi
dan
menyempurnakan secara terus menerus
proses pendidikan karakter di sekolah.
Budaya
sekolah
diyakini
merupakan aspek yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Jika
suasan
sekolah
penuh
dengan
kedisiplinan, kejujuran, kasih saying
maka akan menghasilkan output yang
berkarakter.
Secara
mikro
pengembangan karakter dapat dibagi
dalam 4 pilar yaitu kegiatan belajar
mengajar di kelas, kegiatan keseharian
dalam bentuk budaya sekolah, kegiatan

114

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

ko kurikuler dan ekstra kurikuler, serta


kegiatan keseharian dirumah dan
masyarakat.
Adapun
program
pengembangan karakter pada latar

mikro dapat digambarkan sebagai


berikut :

STRATEGI MIKRO DI SEKOLAH


Integrasi ke dalam KBM
pada setiap Mapel

BUDAYA SEKOLAH:
(KEGIATAN/KEHIDUPAN
KESEHARIAN DI
SATUAN PENDIDIKAN)

Pembiasaan dalam kehidupan


keseharian di satuan pendidikan

KEGIATAN
EKSTRA
KURIKULER

Integrasi ke dalam kegiatan


Ektrakurikuler Pramuka,
Olahraga, Karya Tulis, Dsb.

KEGIATAN
KESEHARIAN
DI RUMAH

Penerapan pembiasaan
kehidupan keseharian di
rumah yang sama dengan
5
di satuan pendidikan

Gambar. 3 : Konteks Mikro Pengembangan Karakter.


D. Starategi Pembelajaran
Mengembangkan Potensi Diri
Pembentukan sikap melalui
pendidikan karakter berbasis potensi
diri merupakan daya upaya untuk
mengembangkan budaya harmoni. Di
dalam
kelas
ketidakseimbangan
sering terjadi antara harapan dan
mimpi peserta didik tetapi tidak
dibarengi sikap dan daya juang yang
tinggi. Budaya harmoni merupakan
keseimbangan antara mimpi dan
perbuatan dan pendidik dan peserta
didik sama sama aktif.
Pendidikan karakter berbasis
potensi diri merupakan keseluruhan
teori konsep yang mencakup model
pembelajaran
kooperatif
Tipe
Komprehensif (MPKTK) berbasis
lesson
study
dan
sinergi
pemberdayaan peserta didik (Yahya

Khan; 2010:118). Konsep ini


mendorong peserta didik untuk
memiliki etos belajar, inisiatif,
spontanitas, suasana hati yang
nyaman berfikir, suka bertanya anti
menyontek, dan belajar mandiri.
Selain itu, membiasakan diri datang
tepat waktu, menjawab pertanyaan
guru dengan cepat, tepat, interaksi
sosial yang tinggi dengan teman
teman
sekelas,
dan
berfikir
komprehensif.
Juga
merupakan
strategi
pengembangan
karakter
potensi diri peserta didik. Pendidikan
karakter
seperti
itu
dalam
mengembangkan potensi diri peserta
didik merupakan shock therapy
mendongkrak nilai prestasi peserta
didik.
Pengembangan karakter potnsi
diri merupakan pendidikan yang tidak

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

saja membimbing dan membina peserta


didik untuk memiliki kompetensi
intelektual, keterampilan mekanik
tetapi
pencapaian
pembangunan
karakter. Pengembangan ini memiliki
problematika yang bersifat kompleks.
Oleh
karena
itu,
dalam
pelaksanaannya memerlukan berbagai
macam pendekatan pembelajaran.
Pendekatan merupakan arahan ideal
yang selanjutnya dijabarkan dalam
strategi pembelajaran di sekolah
melalui perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Tujuan yang diharapkan dari
pengembangan potensi diri peserta
didik di sekolah adalah adanya
perubahan sikap peserta didik yang
semula kontra produktif menjadi
produktif, inovatif dan kreatif.
Ada beberapa cara yang
ditempuh
dalam
melakukan
pembelajaran di sekolah melalui
beberapa model antara lain :
1. Model Konsiderasi
Melalui penggunaan model
konsiderasi ini, siswa didorong untuk
lebih peduli, lebih memperhatikan
orang lain, sehingga mereka dapat
bergaul, bekerja sama, dan hidup secara
harmonis dengan orang lain. Langkahlangkah : (1). menghadapkan siswa
pada situasi yang mengandung
konsiderasi, (2). meminta siswa
menganalisis situasi berkenaan dengan
perasaan, kebutuhan dan kepentingan
orang lain, (3). siswa menuliskan
responsnya masing-masing, (4). siswa
menganalisis respons siswa lain, (5).
mengajak siswa melihat konsekuesi
dari tiap tindakannya, (6). meminta

115

siswa untuk menentukan pilihannya.


2. Model Pembentukan Rasional
Model pembentukan rasional
ini
bertujuan
mengembangkan
kematangan pemikiran tentang nilainilai. Langkah-langkah pembelajaran
rasional : (1). mengidentifikasi situasi
dimana ada ketidakserasian atau
penyimpangan
tindakan,
(2).
menghimpun informasi tambahan,
(3). menganalisis situasi dengan
berpegang pada norma, prinsip atau
ketentuan ketentuan yang berlaku
dalam masyarakat, (4). mencari
alternatif
tindakan
dengan
memikirkan akibat-akibatnya, (5).
mengambil
keputusan
dengan
berpegang
pada
prinsip
atau
ketentuan-ketentuan legal dalam
masyarakat.
3. Klarifikasi Nilai
Langkah-langkahnya : (1).
pemilihan, para siswa mengadakan
pemilihan tindakan secara bebas, dari
sejumlah
alternatif
tindakan
mempertimbangkan kebaikan dan
akibat-akibatnya, (2). menghargai
pemilihan,
siswa
menghargai
pilihannya
serta
memperkuatmempertegas pilihannya, (3). berbuat,
siswa melakukan perbuatan yang
berkaitan dengan pilihannya.
4. Pengembangan Moral Kognitif
Langkah-langkahnya : (1).
menghadapkan siswa pada suatu
situasi yang mengandung dilema
moral atau pertentangan nilai, (2).
siswa diminta memilih salah satu
tindakan yang mengandung nilai
moral tertentu, (3). siswa diminta

116

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

mendiskusikan menganalisis kebaikan


dan kejelekannya, (4). siswa di
dorong untuk mencari tindakantindakan yang lebih baik, (5). siswa
menerapkan tindakan dalam segi lain.
Model Nondirektif
Model
ini
bertujuan
membantu siswa mengaktualisasikan
dirinya. Langkah-langkahnya : (1).
menciptakan sesuatu yang permisif
melalui
ekspresi
bebas,
(2).
pengungkapan siswa mengemukakan
perasaan, pemikiran dan masalahmasalah yang dihadapinya, guru
menerima
dan
memberikan
klarifikasi,
(3).
pengembangan
pemahaman, siswa mendiskusikan
masalah, guru memberikan dorongan,
(4). perencanaan dan penentuan
keputusan, siswa merencanakan dan
menentukan
keputusan,
guru
memberikan klarifikasi, (5). integrasi,
siswa memperoleh pemahaman lebih
luas dan mengembangkan kegiatan
kegiatan positif.
Untuk memudahkan pelaksanaan
strategi pembelajaran di sekolah bisa
dilakukan dengan beberapa pendekatan
antara lain :
1. Pendekatan Penanaman Nilai
Tujuan pendidikan nilai menurut
pendekatan ini adalah : Pertama,
diterimanya
nilai-nilai
sosial
tertentu oleh siswa; Kedua,
berubahnya nilai-nilai siswa yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang diinginkan. Metode yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran pendekatan ini antara

2.

5.

3.

4.

5.

lain : keteladanan, penguatan


positif dan negatif, simulasi, dan
permainan peranan.
Pendekatan Perkembangan
Kognitif
Pendekatan ini sangat mudah
digunakan dalam proses pendidikan
di sekolah karena memberikan
penekanan
pada
aspek
perkembanagan
kemampuan
berfikir.
Oleh
karena
itu,
pendekatan
ini
memberikan
perhatian sepenuhnya pada isu
moral dan penyelesaiaan masalah
yang
berhubungan
dengan
pertentangan
nilai
dalam
masyarakat.
Pendekatan Analisis Nilai
Pendekatan
ini
memberikan
penekanan pada perkembangan
kemampuan siswa untuk berpikir
logis dengan cara menganalisa
masalah yang berhubungan nilainilai sosial.
Pendekatan Klarifikasi Nilai
Pendekatan ini menekankan pada
usaha membantu siswa mengkaji
perasaan dan perbuatannya sendiri
serta
membantu
siswa
mengidentifikasi nilai-nilai moral
dengan menggunakan kemampuan
berfikir rasional dan kesadaran
emosional.
Pendekatan Berbuat
Pendekatan ini menekankan pada
usaha memberikan kesempatan
untuk
melakukan
perbuatan
perbuatan
moral
secara
perseorangan maupun bersama
sama dalam suatu kelompok

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

dengan melakukan perbuatan moral


sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial.
Pembentukan sikap siswa dapat
dipengaruhi oleh pembiasaan dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik
antara lain dengan :
a. Pengalaman Pribadi
Tidak adanya pengalaman
yang dimiliki oleh seseorang dengan
suatu objek psikologis cenderung
akan membentuk sikap negatif
terhadap objek tersebut. Sikap akan
lebih mudah terbentuk jika yang
dialami seseorang terjadi dalam
situasi yang melibatkan emosi, karena
penghayatan akan pengalaman lebih
mendalam dan lebih lama membekas.
b. Pengaruh Orang lain yang
Dianggap Penting
Pada umumnya seseorang
lebih cenderung memiliki sifat yang
konformis atau searah dengan sikap
orang yang dianggap penting yang
didorong oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik.
c. Pengaruh Kebudayaan
Pengaruh
lingkungan
(termasuk kebudayaan) sangat kuat
dalam membentuk pribadi seseorang.
Kepribadian merupakan pola perilaku
yang konsisten yang menggambarkan
sejarah reinforcement yang kita alami
karena kebudayaan memberikan
corak pengalaman bagi individu
dalam suatu masyarakat.
d. Media Massa
Media massa memberikan
pesan-pesan yang sugestif yang

117

mengarahkan
opini
seseorang.
Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat,
pesan-pesan sugestif akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu
hat sehingga terbentuklah arah sikap
tertentu.
e. Lembaga
Pendidikan
dan
Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta
lembaga agama sebagai sesuatu
sistem mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan
keduanya
meletakkan
dasar
pengertian dan konsep moral dalam
diri individu.
f. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang
didasari oleh emosi, yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk.
Penutup
Kearifan lokal merupakan
modal utama masyarakat dalam
membangun dirinya tanpa merusak
tatanan sosial yang adaptif dengan
lingkungan alam sekitarnya. Kearifan
lokal dibangun dari nilai-nilai sosial
yang dijunjung dalam struktur sosial
masyarakat sendiri dan memiliki
fungsi sebagai pedoman, pengontrol,
dan rambu-rambu untuk berperilaku
dalam berbagai dimensi kehidupan
Pengembangan kemampuan sikap
baik melalui proses pembiasaan
maupun modeling bukan hanya
ditentukan
oleh
guru,
tetapi

118

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 3. No. 2. Oktober 2012

dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh


karena itu, memerlukan upaya semua
pihak, baik lingkungan sekolah,
keluarga,
maupun
lingkungan
masyarakat. Keberhasilan pembentukan
sikap tidak bisa dievaluasi dengan
segera seperti pembentukan aspek
kognitif dan aspek keterampilan yang
hasilnya dapat diketahui setelah proses
pembelajaran
berakhir.
Strategi
pengembangan karakter potensi peserta
didik didukung oleh tiga pilar yaitu
orang tua, sekolah dan lingkungan.
Dalam
konteks tersebut
buaya
paternalistik dapat dijadikan pedoman
karena peran orang tua dan guru yang
berwibawa karakter dapat ditanamkan
dan diajarkan serta dikembangkan
walau keberhasilan pembentukan sikap
baru dapat dilihat pada rentang waktu
yang cukup panjang.
Daftar Pustaka
Blum, Lawrence A. 2001. Antirasisme,
Multikulturalisme,
dan
Komunitas Antar Ras, Tiga
Nilai yang Bersifat Mendidik
bagi
Sebuah
Masyarakat
Multikultural, dalam L. May,
S. Collins Chobanian, dan K.
Wong, editor, Etika Terapan I:
Sebuah
Pendekatan
Multikultural. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Departemen Pendidikan Nasional, 2001,
Program Sinergi Pemberdayaan
Potensi Mahasiswa, Jakarta:
Depdiknas.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik Departemen Dalam

Negeri.
2007.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor
39 Tahun 2007 tentang
Pedoman Fasilitasi Organisasi
Kemasyarakatan
Bidang
Kebudayaan, Keraton, dan
Lembaga
Adat
dalam
Pelestarian dan Pengembangan
Budaya Daerah.
http://pangasuhbumi.com/article/20582 /
pemulihan lingkungan dengan
kearifan lokal. html.
http://tal4mbur4ng.blogspot.com/2010/0
7/
kearifan
lokal
guna
pemecahan masalah. html.
Jonassen, D.H, 1994, Developing a
Learning
Strategy
Using
Pattern Notes : A New
Technology,
Programmed
Learning and Educational
Technology, Halaman 163-175.
Kartodirdjo,
Sartono.
1994a.
Kebudayaan
Pembangunan
dalam Perspektif Sejarah.
Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Kartodirdjo,
Sartono.
1994b.
Pembangunan Bangsa tentang
Nasionalisme, Kesadaran dan
Kebudayaan
Nasional.
Yogyakarta: Aditya Media.
Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan
Mentalitas
dan
Pembangunan. Cetakan ke-11.
Jakarta : Gramedia.
Koentjaraningrat, 1986. Pengantar
Ilmu Antropologi. Cetakan ke6. Jakarta : Aksara Baru.
Nuraini Asriati, 2010, Membangun
dan
Mengembangkan

Perkembangan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah (Nuraini Asriati)

Pendidikan Nilai Pembentukan


Karakter, Dan Pembiasaan
Sikap
Siswa
Melalui
Pembelajaran Afektif, Jurnal
Cakrawala
Kependidikan,
Vol 8 No1. Maret 2010,
Pontianak : Penerbit FKIP
Untan Pontianak.
Nuraini Asriati, 2011, Grand Design
Pendidikan Karakter Berbasis
Sekolah, Jurnal Visi Ilmu
Pendidikan Volume 6 edisi
Agustus 2011, ISSN 20859848. Pontianak : Penerbit
Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
Untan Pontianak.
Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan
dalam Budaya : Buku 1
Kebutuhan
Membangun
Bangsa yang Kuat. Jakarta :
Wedatama Widya Sastra.
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan
dalam Budaya : Buku 2
Dialog Budaya Nasional dan
Etnik, Peranan Industri
Budaya dan Media Massa,
Warisan
Budaya
dan
Pelestarian Dinamis. Jakarta :
Wedatama Widya Sastra.
Smiers, Joost. 2009. Arts Under
Pressure : Memperjuangkan
Keanekaragaman Budaya di
Era Globalisasi. Terjemahan
Umi Haryati. Yogyakarta:
Insistpress.
Stogdill Ralph M, 1990, The process of
Model Building. NewYork:
W.W.Norton.
Yahya Khan, 2010, Pendidikan
karakter Berbasis Potensi Diri

119

Mendongkrak
Kualitas
Pendidikan,
Yokyakarta:
Pelangi Publishing.

Anda mungkin juga menyukai