Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH PENCAMPURAN ABU SEKAM PADI DAN KAPUR

UNTUK STABILISASI TANAH EKSPANSIF


Gogot Setyo Budi
Dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Kristen Petra
Denny Setiawan Ariwibowo
PT. Artha Niaga Nusantara - Surabaya
Agus Terisna Jaya
Alumni Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Kristen Petra
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 24% kapur dapat meningkatkan
kekuatan tanah sampai 400%, sedangkan bila 60% dari kapur tersebut diganti dengan abu
sekam, kekuatannya turun menjadi 300%. Secara umum, campuran 60% abu sekam padi
dan 40% kapur sangat efektif untuk menurunkan potensi pengembangan ( swelling),
sampai di bawah 1%, dan meningkatkan kekuatan tanah (strength). Curing optimum yang
diperlukan tanah campuran untuk mencapai kekuatan maksimum adalah 14 hari.
Untuk mengurangi biaya stabilisasi tanah, dalam penelitian ini digunakan abu
sekam padi untuk mengurangi pemakaian kapur. Efektifitas campuran abu sekam padi
dengan kapur sebagai stabilisator pada tanah yang tidak expansif telah diteliti oleh Lazaro
dan Moh, sedangkan kegunaanya sebagai bahan urugan yang ringan telah diselidiki oleh
Santoso dan Sanjoto.
Ada dua kombinasi campuran yang digunakan, yaitu campuran tanah asli, kapur,
dan abu sekam padi dan campuran tanah asli dan kapur sebagai pembanding.

Tabel 1. Prosentase Campuran Tanah Asli : Kapur (Ca) : Abu Sekam Padi (RHA)
Perbandingan
Ca : RHA

2:8

3:7

4:6

Total Persen
Campuran Kapur
dan Abu Sekam
25

Persen Campuran
Tanah Asli

Kapur

Abu Sekam

75

20

40
60
25
40
60
25
40
60

60
40
75
60
40
75
60
40

8
12
7.5
12
18
10
16
24

32
48
17.5
28
42
15
24
36

Pada campuran tanah asli, kapur, dan abu sekam padi, kekuatan tanah meningkat seiring
dengan lama curing. Namun kenaikan kekuatan tanah pada curing 28 hari hampir sama
dengan kekuatan tanah pada curing 14 hari. Semakin banyak prosentase abu sekam padi
cenderung menurunkan kekuatan tanah.
Semakin banyak prosentase tanah asli yang diganti bahan stabilisator, kadar air
optimum (Optimum Moisture Content, OMC) pada tes pemadatan (Standard Proctor)
cenderung meningkat, sedangkan dry density maksimumnya menurun.

KESIMPULAN
1.

Semakin banyak prosentase tanah yang diganti dengan campuran kapur dan abu
sekam padi, kadar air optimum-nya semakin meningkat dan berat volume kering

2.
3.

maksimum-nya menurun.
Curing optimum untuk meningkatkan kekuatan tanah adalah 14 hari.
Peningkatan prosentase abu sekam dalam campuran akan memberikan
kecenderungan untuk menurunkan kekuatan, akan tetapi sangat efektif untuk

4.

mengurangi pengembangan.
Penambahan kapur sebesar 24% pada tanah asli dapat menaikkan kekuatan sampai
400%. Apabila 60% kapur tersebut diganti dengan abu sekam padi, peningkatan
kekuatan turun menjadi 300%. Penurunan kekuatan ini masih jauh diatas kekuatan

tanah asli sehingga pemanfaatan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi masih
5.

efektif untuk mereduksi penggunaan kapur.


Kandungan kapur yang optimum untuk stabilisasi tanah ekspansif adalah antara

6.

8% sampai dengan 15%.


Komposisi campuran 40% kapur dan 60% abu sekam padi memberikan kekuatan
yang paling optimum.

LAPORAN PENELITIAN

PERILAKU GESER TANAH YANG DISTABILISASI


DENGAN KAPUR ABU SEKAM PADI DAN TULANGAN
COCO-FIBER
oleh:
Ir. John Tri Hatmoko, M.Sc
Ir. Y. Hendra Suryadharma, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2014

pengujian di laboratorium telah dilakukan yang menghasilkan : pada pengujian


pemadatan, tanah dengan berbagai kadar RHA tanpa kapur ( 0% kapur) tidak
menunjukkan penurunan kadar air optimum maupun peningkatan kepadatan kering
maksimum. Sedikit penurunan OMC dan peningkatan MDD pada masa peram 7 hari,
setelah itu hampir tidak terjadi penurunan OMC maupun peningkatan MDO pada masa
peram 14 hari. Untuk kadar kapur 4 dan 8% menunjukkan peningkatan kepadatan MDO
dan penurunan OMC sejalan dengan lamanya waktu pemeraman. Didalam pengujian kuat

tekan bebas, tanah + RHA yang dipadatkan maksimum pada MOD - OMC nya
berperilaku getas.
Sekam padi merupakan produk samping dari industri penggilingan padi. Industri
penggilingan padi dapat menghasilkan 65% beras, 20% sekam padi, dan sisanya hilang.
Jika sejumlah sekam padi yang dihasilkan dari industri penggilingan padi tidak dikelola
dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan
(Ismunadji 1988). Sekam padi memiliki berat volume sekitar 125 kgr/m3, dengan nilai
kalori sebesar 3300 k.Cal/kgr dengan produktivitas panas 0,271 BTU (Houston, 1972).
Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk kebutuhan
industri, pakan ternak, energui atau bahan bakar. Sekam padi terbuat dari jejaring seratserat selulosa yang mengandung silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras.
Dan jika dibakar silika tersebut akan berbentuk serbuk halus yang amorf. Sekam padi
merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar setela dilakukan pembakaran. Abu
sekam padi hasil pembakaran pada suhu 500 s.d. 600OC akan menghasilkan abu silika
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Mittal, 1997; Putro, 2007).
Kandungan kimia abu sekam padi didominasi oleh silica yang berkisar antara 86,9
sampai 97,3%, berbeda dengan bahan tambah yang lain seperti abu ampas tebu maupun
abu terbang yang didominasi oleh Silika (SiO2), alumina (Al2O3) dan iron (Fe2O3)
(tabel 2). Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan silika mineral, dimana silika sekam padi memiliki butiran halus,
lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan biaya yang relatif murah, serta
didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui. Dengan
kelebihan tersebut, menunjukkan silica sekam padi berpotensi cukup besar untuk
digunakan sebagai sumber silika, yang merupakan bahan material yang memiliki aplikasi
yang cukup luas penggunaannya, terutama pada teknologi bahan yang antara lain
meningkatkan kuat desak beton maupun perbaikan sifat-sifat mekanika tanah.

Ketika bahan pengikat seperti semen, kapur maupun abu terbang dicampur dengan
tanah dengan kadar air tertentu, sederetan reaksi akan terjadi yang dihasilkan oleh
disosiasi kapur aktif (CaO) pada bahan pengikat, serta formasi gel-gel yang bersifat
posolanik seperti calcium silikat hidrat (C-S-H), dan calcium aluminat silikat hidrat (CA-S-H). Reaksi tersebut adalah sebagai berikut:
CaO + H2O Ca (OH)2 ..(1)
Ca (OH)2 Ca++ + 2(OH)- ..(2)
Ca++ + 2(OH)- + SiO2 CSH ..(3)
Ca++ + 2(OH)- + Al2O3 CAH(4)
Ca++ + 2(OH)- + + SiO2 + Al2O3 CASH...(5)

Reaksi-reaksi tersebut diatas disebut sebagai reaksi sementasi atau reaksi posolanik yang
menghasilkan formasi sementasi yang berbentuk gel. Peningkatan kekuatan tanah
tergantung pada kuantitas reakasi-rekasi yang terjadi. Pada waktu yang pendek terjadi
reaksi sementasi yang menghasilkan CSH (reaksi 3) dan CAH (reaksi 4), sedangkan
dalam jangka waktu yang relative lama terjadi reaksi posolanik yang menghasilkan
CASH ( reaksi 5). Semakin tinggi nilai kadar air optimum suatu campuran menunjukkan
bahwa proses reaksi kimia campuran antara kapur-abu sekam atau campuran lain
membutuhkan kadar air yang cukup besar untuk menghasilkan senyawa calcium silikat
hidrat (C-S-H) atau calcium aluminat silikat hidrat (C-A-S-H).

1. Stabilisasi dengan kapur


Penggunaan kapur sebagai bahan stabilisasi lempung montmorilonite sudah sangat
berkembang dan sangat disukai pada beberapa decade disebabkan oleh sifatnya yang
memiliki perubahan volume kecil ( Transporrtation Research Board 1986). Biasanya
jumlah kapur yang diperlukan berkisar antara 2% sampai dengan 8% berat tanah ( Chen
1975). Penambahan kapur pada tanah lempung memberikan ion-ion calcium ( Ca++) dan
ion magnesium (Mg++) yang cukup banyak. Ion-ion tersebut akan menggantikan ion

positif seperti sodium (Na+) atau potassium (K+), dimana proses ini disebut sebagai
proses pertukaran ion-ion positif ( kation ). Pertukaran natrium atau potassium oleh
calcium atau magnesium secara signifikans akan mereduksi indeks plastisitas tanah, yang
diikuti oleh penurunan potensi pengembangan. Disamping untuk meningkatkan proses
pertukaran ion, penambahan kapur kedalam tanah akan meningkatkan derajat keasaman
(pH) tanah. Juga akan terjadi perubahan tekstur tanah jika dilakukan penambahan kapur
pada tanah tersebut. Dengan bertambahnya kapur, kandungan lempung akan menurun
dan prosentasi butiran kasar akan meningkat ( Chen 1975).

2. Abu Sekam Padi


Abu sekam padi atau rice husk ash (RHA), seperti telah disinggung di depan,
merupakan limbah pembakaran sekam padi yang diperoleh dari hasil penggiilingan padi.
RHA mengandungg silica (SiO2) yang cukup besar sekitar 80% (tabel 1) yang masih
berbentuk amorphous. Bentuk ini sangat reaktif sehingga dapat digolongkan sebagai
bahan pozolanik. Pada umumnya material pozolanik memuat silica, atau silica + alumina,
atau silika + ferro dengan adanya air akan bereaksi dengan Ca(OH)2 yang kemudian
membentuk hidrat. Unsur CA(OH)2 banyak terkandung didalam kapur sehingga tanah +
RHA + kapur akan menghasilkan CSH, CAH.
Diane (2001) mencoba untuk mengkaji seberapa besar pengaruh penambahan abu
sekam padi (sebagai bahan satabilisasi) untuk meningkatkan stabilitas tanah lempung
ekspansif. Prosentase abu sekam padi yang digunakan adalah : 0%, 5%, 10% dan 15%
dari berat kering tanah asli. Pengujian yang dilakukan adalah : pengujian batas-batas
konsistensi, pemadatan tanah, potensi pengembangan, CBR, dan pengujian geser
langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tanah mengalami pengembangan terndah
pada penambahan abu sekam padi senbesar 10%. Nilai CBR maksimum terjadi pada
kadar abu sekam padi 10%. Demikan halnya mengenai kuat geser tak terdrainase,
kanaikan maksimum pada kadar 10%.

Pengaruh stabilisasi kapur pada tanah yang dicampur dengan RHA di evaluasi
dengan pengujian tekan bebas . Tanah + RHA dicampur dengan 4% dan 8% kapur dan
diperam dengan 56 periode waktu yang berbeda yaitu : 0, 14, 28 dan 56 hari. Sampel
tanah disiapkan dengan cara yang sama sperti pada pengujian-pengujian sebelumnya.
Untuk pemeraman, setiap sampel dibungkus di dalam plastik untuk menjaga agar kadar
air tidak menurun. Setelah pemeraman dilakukan uji tekan bebas, setiap variasi sampel
dan masa pemeraman disiapkan minimal 3 buah sampel. Tabel 4.11 menyajikan kuat
tekan bebas : tanah RHA kapur dengan masa peram yang berbeda.
Tabel 4.11. Kuat tekan bebas (kPa) : tanah RHA Kapur
KADAR

SAMPEL

KAPUR

TANAH
L100K4
A75L25K4
A50L50K4
A25L75K4
L100K8
A75L25K8
A50L50K8
A25L75K8

4%

8%

0
51,2
60,5
46,9
36,1
51,2
60,5
46,9
36,1

MASA PERAM
14
28
539,9
6009
635,2
718,9
754,8
798,2
804,3
1305,7

743,8
806,3
821,4
925,2
867,5
900,6
1029,1
1678,5

56
875,6
900,6
956,8
1207,5
1056,4
1107,2
1201,1
2298,5

Tanah lempung RHA kapur mengalami kenaikan kuat tekan bebas terhadap masa
peram, pada kadar RHA 25%, kadar kapur baik 4% maupun 8% (A25L75K4,
A25L75K8). Kenaikan kuat tekan bebas terbesar terhadap masa pemeraman terjadi pada
A50L50K8. Terlihat pada komposisi tanah tersebut kenaikan kuat tekan bebas terhadap
waktu pemeraman cukup tajam. Hal itu terjadi kemungkianan disebabkan oleh reaksi
posolanik pada fraksi tanah halus.

KESIMPULAN
1) Pada pengujian pemadatan, tanah dengan berbagai kadar RHA tanpa kapur (0%
kapur) tidak menunjukkan penurunan kadar air optimum maupun peningkatan
kepadatan kering maksimum. Sedikit penurunan OMC dan peningkatan MDD
pada masa peram 7 hari, setelah itu hampir tidak terjadi penurunan OMC maupun

peningkatan MDD pada masa peram 14 hari. Untuk kadar kapur 4 dan 8%
menunjukkan peningkatan kepadatan MDD dan penurunan OMC sejalan dengan
lamanya waktu pemeraman.
2) Didalam pengujian kuat tekan bebas, tanah + RHA yang dipadatkan maksimum
pada MDD OMC nya berperilaku getas. Perilaku getas nampak jelas pada tanah
yang distabilisasi kapur dibandingkan dengan tanah yang tidak distabilisasi.

KUAT TEKAN BEBAS TANAH LEMPUNG YANG


DISTABILISASI DENGAN
LIMBAH KARBIT DAN ABU SEKAM PADI
Willis Diana, Agus Setyo Muntohar*, Anita Rahmawati
Geotechnical Engineering Research Group, Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
*Email: muntohar@umy.ac.id
penelitian terhadap penggunan limbah karbit dan abu sekam padi sebagai
bahan stabilisasi tanah lempung. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan
mempelajari karakteristik kuat tekan bebas tanah lempung yang distabilisasi
dengan menggunakan kedua bahan tersebut. Kadar limbah karbit yang diperlukan
untuk stabilisasi adalah 8% dari berat total campuran yang ditentukan berdasarkan
perubahan plastisitas. Perbandingan limbah karbit dan abu sekam padi yang
digunakan yaitu 30:70%, 50:50%, dan 70:30%. Semua benda uji dipadatkan pada
nilai kepadatan dan kadar air yang sama yaitu pada kepadatan kering maksimum
dan kadar air optimum. Tanah yang distabilisasi dengan semen digunakan sebagai
benda uji kontrol. Hasil pengujian didapatkan bahwa tanah yang distabilisasi
dengan campuran limbah karbit dan abu sekam padi memiliki kuat tekan yang
lebih tinggi daripada tanah dan tanah yang distabilisasi dengan semen. Proporsi
campuran limbah karbit dan abu sekam padi sebesar 50:50 menghasilkan kuat
tekan 23 kali lebih besar yang lebih besar dari pada tanah tanpa stabilisasi
dan lebih besar 60-80% terhadap tanah yang distabilisasi dengan semen.

Penambahan RHA dapat mengurangi jumlah kapur yang diperlukan oleh


tanah dalam stabilisasi dan memberikan kuat dukung tanah yang lebih tinggi
(Lazaro dan Moh, 1970). Kombinasi RHA dan semen pada tanah laterit juga
mampu meningkatkan kuat dukung tanah dasar jalan raya (Rahman, 1987).
Penambahan abu sekam padi pada tanah dapat mengurangi pengembangan dan
kompresibilitas tanah, meningkatkan kuat geser dan kuat tekan bebas tanah
(Sarkar, dkk, 2012). Indeks plastisitas dapat menurun dengan penambahan 6%
kapur dan 12,5% abu sekam padi (Tallib dan Bankole, 2011). Muntohar (2005)
memberikan rekomendasi perbandingan kadar kapur dan abu sekam padi untuk
stabilisasi adalah 1:1 hingga 1:2 untuk menghasilkan kekuatan yang maksimum.
Pemakaian 9% RHApada tanah lempung dapat meningkatkan kuat tekan bebas
sampai 80% lebih tinggi dibanding tanah tanpa stabilisasi (Yadu, dkk, 2010).
Sedangkan penelitian oleh Rao dkk. (2011) dengan campuran 20% RHA+ 5%
kapur + 3% gypsum menyebabkan kuat tekan bebas meningkat 6 kali terhadap
kuat tekan tanah tanpa stabilisasi. Subuni dkk. (2002) menyebutkan bahwa abu
sekam padi dalam campurannya dengan semen dalam bentuk pasta berfungsi pula
sebagai bahan ikat (binder) dan meningkatkan kuat tekan mortar.
Tabel 2. Rancangan campuran tanah, kapur karbit (CC), dan abu sekam padi
(RHA)
Campuran benda uji dan
Persen Campuran (%)
Tanah
CC
RHA
semen
simbol
Tanpa stabilisasi (Tanah)
100
0
0
0
Tanah + semen (OPC)
92
0
0
8
Tanah + 30CC : 70RHA
92
2,4
5,6
0
Tanah + 50CC : 50RHA
92
4
4
0
Tanah + 70CC : 30RHA
92
5,6
2,4
0
Komposisi kapur karbit dan abu sekam padi yang menghasilkan kuat tekan
bebas paling tinggi adalah pada komposisi campuran 50% kapur karbit dan 50%

abu sekam padi. Kuat tekan bebas dengan komposisi 50% CC:50% RHA (tanah
92%, kapur karbit 4%, abu sekam padi 4%) sebesar 669,46 kPa, , 863,47 kPa, dan
875,73 kPa berturut-turut untuk curing time 7, 14,28 hari. Dibandingkan dengan
kekuatan tanah asli (tanpa distabilisasi), ada kenaikan kuat tekan bebas sebesar 2
sampai 3 kali. Bila dibandingkan dengan kuat tekan bebas tanah yang distabilisasi
dengan semen, komposisi 50% CC:50% ASP menghasilkan kuat tekan bebas 60%
sampai 80% lebih besar, sehingga penggunaan kapur karbit dan abu sekam padi
lebih efektif dibandingan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah
lempung.
Secara umum, semakin lama curing time, kuat tekan bebasnya semakin
meningkat. Peningkatan kuat tekan bebas lebih besar terjadi dari umur 7 sampai 14
hari, dibandingkan dari umur 14 sampai 28 hari. Dari umur 7 hari sampai 14 hari
peningkatan kuat tekan bebas berkisar antara 10% sampai 60%, sedangkan dari
umur 14 hari sampai 28 hari peningkatan kekuatan berkisar antara 1% sampai
40%.
Perilaku tegangan regangan untuk tanah yang distabilisasi
dengan semen maupun dengan kapur karbit dan abu sekam padi
memperlihatkan perilaku yang sama. Tanah yang distabilisasi
dengan semen maupun kapur karbit dan abu sekam padi
memperlihatkan perilaku lebih getas bila dibandingkan dengan
tanah tanpa distabilisasi, walaupun kuat tekan bebasnya lebih
tinggi. Tanah yang distabilisasi dengan kombinasi campuran 70%
CC; 30% RHA menunjukan tegangan (kuat tekan bebas) yang
lebih kecil dan yang lebih getas daripada tanah yang distabilisasi
dengan semen. Untuk Tanah yang distabilisasi dengan 50% CC :
50% RHA menunjukan kuat tekan bebas yang lebih tinggi dan

sedikit lebih daktail dibandingkan tanah yang distabilisasi dengan


semen.

KESIMPULAN
Penggunaan kapur karbit dan abu sekam padi lebih efektif dibandingan
penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah lempung. Akan tetapi, tanah
yang distabilisasi dengan semen maupun kapur karbit dan abu sekam padi
mempunyai tegangan aksial maksimum yang lebih besar dan berperilaku lebih
getas daripada tanah tanpa stabilisasi.
1) Komposisi campuran kapur karbit dan abu sekam padi yang menghasilkan
kuat tekan bebas paling besar adalah 50% CC : 50% RHA (tanah 92%, kapur
karbit 4%, abu sekam padi 4%), pada komposisi campuran tersebut kuat
tekan bebas pada umur 7, 14, 28 hari berturut-turut 669,4 kPa; 863,4 kPa,
dan 875,7 kPa,
2) Dibandingkan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen, tanah
lempung yang distabilisasi dengan kapur karbit dan abu sekam padi (dengan
komposisi 50% CC: 50% RHA) memiliki kuat tekan bebas lebih tinggi,
yaitu 60% sampai 80% lebih besar dari tanah yang distabilisasi dengan
semen,
3) Kuat tekan bebas tanah yang distabilisasi dengan kapur karbit dan abu
sekam padi meningkat seiring dengan lamanya curing time, peningkatan
kuat tekan bebas paling besar terjadi dari curing time 7 hari sampai 14 hari.

PERBANDINGAN NILAI DAYA DUKUNG TANAH DASAR BADAN


JALAN YANG DISTABILISASI SEMEN DAN ABU SEKAM PADI
Ratna Yuniarti
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram 83125 Lombok NTB Telp. 0370 636126
e-mail: ratna_yuniarti@yahoo.com
I Gusti Ayu Suarini
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram
Ismawati
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram
Tanah lempung adalah agregat mineral kristalin berbentuk serpih berukuran
mikroskopis dan semi mikroskopis. Tanah lempung termasuk dalam klasifikasi tanah
berbutir halus dengan ukuran butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Lempung mempunyai
ciri khas dan sifat-sifat koloid seperti plastisitas, kohesi, dan kemampuan mengabsorsi
pada kisaran air yang besar. Kohesi adalah sifat bahan yang bagian-bagiannya melekat
satu sama lain sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu
berubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi
retak-retak atau pecah (Wesley, 1977).
Menurut Chen (1975) mineral lempung terdiri dari 3 komponen utama yaitu
montmorillonite, illite, dan kaolinite. Diantara ketiga mineral ini, montmorillonite adalah
mineral paling halus sehingga mempunyai permukaan paling besar dan sangat mudah

menyerap air dalam jumlah banyak, sehingga sangat mudah mengembang dan
menimbulkan permasalahan.
Semen yang bercampur dengan tanah mengakibatkan terjadinya proses pertukaran
kation alkali (Na+ dan K+) dari tanah digantikan oleh kation dari semen sehingga ukuran
butiran lempung bertambah besar (flokulasi). Selain proses flokulasi yang terjadi dalam
stabilisasi tanah, terjadi pula proses pozzolan, proses hidrasi, dan proses sementasi.
Proses pozzolan terjadi antara kalsium hidroksida dari tanah bereaksi dengan silikat
(SiO2) dan aluminat (AlO3) dari semen membentuk material pengikat yang terdiri dari
kalsium silikat atau aluminat silikat. Reaksi dari ion Ca2+ dengan silikat dan aluminat
dari permukaan partikel lempung membentuk pasta semen (hydrated gel) sehingga
mengikat partikel-partikel tanah. Proses sementasi dapat juga terjadi karena sifat semen
bila bercampur dengan air yang sesuai akan menjadi pozzolan / sementasi.
Penggunaan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung
dimungkinkan karena material ini banyak mengandung unsur silikat (SiO2) dan aluminat
(Al2O3), sehingga dikategorikan sebagai pozzolan. Menurut penelitian Muntohar dan
Hantoro (2000), penambahan kapur dan abu sekam padi pada tanah lempung ternyata
dapat mengurangi kemampuan mengembangnya tanah lempung ekspansif. Indeks
plastisitas akan berkurang dari 41,2% menjadi 0,96% jika ditambahkan campuran kapur
dan abu sekam padi (Lime and Rice Husk Ash) sebanyak 12 - 12,5%. Potensi
pengembangan juga berkurang dari 19,23% menjadi 0,019%. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa penambahan LRHA pada tanah lempung dapat menurunkan indeks
plastisitas dan potensi pengembangan.
Sampel tanah yang dipakai untuk melakukan studi ini diambil dari desa Tanak Awu
Kecamatan Penujak Kabupaten Lombok Tengah. Penambahan semen dan abu sekam padi
yang dikaji pada penelitian ini adalah sebesar 10% terhadap berat tanah.
Tanah lempung Tanak Awu memiliki warna kehitaman pada saat basah sedangkan
pada saat kering berwarna abu-abu kehitaman.

Kadar air awal

= 49,87%,

Berat jenis tanah

= 2,70,

Batas cair (Liquid Limit)

= 129,40%,

batas plastis (Plastic Limit)

= 45,3%,

Indeks plastisitas (Plasticity Index)

= 84,1% > 17%,

Nilai PI > 17% termasuk kategori plastisitas tinggi, umumnya dimiliki oleh tanah
lempung yang bersifat kohesif (Hardiyatmo, 1992).
Uji Gradasi :
Butiran pasir

= 15,17%,

Lempung

= 42,57%,

Lanau

= 42,26%

Butiran lolos saringan nomor 200

= 84,83%,

Uji pemadatan standar :


Berat volume kering maksimum (dmaks)

= 1,165 gr/cm3 ,

Kadar air optimum

= 37,5%,

Pengujian CBR :
Tanpa rendaman

= 5,94% (atas), 6,23% (bawah)

Rendaman

= 3,55% (atas), 2,77% (bawah)

Penetrasi yang dilakukan pada bagian bawah mould menghasilkan nilai CBR yang lebih
besar dari bagian atasnya karena pemadatan dilakukan sebanyak 3 lapis dan bagian
bawah mould menerima tumbukan yang lebih sering sehingga kondisinya lebih padat.

SIMPULAN
1. Penambahan semen dan abu sekam padi telah meningkatkan nilai daya dukung
tanah secara signifikan. Daya dukung tanah lempung yang distabilisasi semen
setelah direndam dalam air lebih besar daripada nilai CBR tanpa rendaman. Hal

yang sebaliknya terjadi pada tanah yang distabilisasi abu sekam padi, yaitu nilai
CBR mengalami penurunan setelah sampel terendam dalam air.
2. Pemberian semen dan abu sekam padi telah menurunkan nilai indeks plastisitas
tanah dari 84,1% menjadi 59,41% dan 50,18%. Penurunan nilai PI tersebut dapat
mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan tanah.
3. Dari hasil uji pemadatan dengan Proctor standar diperoleh nilai dmaks = 1,165
gr/cm3 dan kadar air optimum sebesar 37,5%. Penambahan semen dan abu sekam
padi yang mengisi rongga pori tanah telah meningkatkan dmaks masing-masing
menjadi 1,282 g/cm3 dan 1,232 g/cm3.

Anda mungkin juga menyukai