Anda di halaman 1dari 26

Presentasi Kasus

DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun Oleh :
CHINTIA R. ENDISMOYO
1102008309
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

Pembimbing :

Dr. Donny Gustiawan SpPd

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD CIBITUNG

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
tugas presentasi kasus yang berjudul Diabetes Mellitus. Penyusunan tugas ini masih jauh
dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat
membuat yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Donny Gustiawan
SpPD sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cibitung, 29-04-2013

Penyusun

BAB I

KASUS
I. Identitas Pasien
Nama

: Ny. K

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 33 Tahun

Alamat

: Tambun

Pekerjaan

: Karyawan Pabrik

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Tgl. Masuk

: 24-04-2013

Tgl. Keluar

: --

II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Bengkak pada kedua kaki, tangan dan wajah sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Cibitung dengan keluhan bengkak pada kedua kaki ,
tangan dan wajah sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
Keluhan ini sering hilang timbul. Bengkak biasanya timbul pada siang dan malam
hari. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah dengan konsistensi cair 5-6
kali perhari. Pasien sering merasa haus dan lemas. Tidak ada demam. BAK dan BAB
tidak ada gangguan.
Pasien mempunyai riwayat darah tinggi dan diabetes melitus tidak terkontrol
sejak 2 tahun yang lalu. Pernah ke dokter dan diberikan captopril dan glibenclamid.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal pernah menderita sakit kuning, kontak dengan penderita sakit
kuning riwayat alergi pemakaian obat-obatan atau makanan. Tidak ada riwayat
mengalami trauma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami bengkak seperti ini,
hipertensi, sakit jantung, ginjal, kencing manis,dan alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


-

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

200/120 mmHg

Nadi

132 x / menit

Pernapasan

24 x /menit,

Suhu

36,00 C

Ikterus

-/-

Oedema

+/+

Cyanotik

-/-

Anemia

-/-

Ptechia

Turgor kulit

Baik

Tinggi Badan

155 cm

Berat badan

47 Kg

KEPALA

Bentuk

Normal, simetris

Rambut

Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

Konjungtiva tidak anemis


sklera tidak ikterik
pupil isokor kanan = kiri,
Refleksi cahaya (+).

Telinga

Bentuk normal, simetris, membran timpani intak

Hidung

Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi

Mulut

Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak


hiperemis, tidak ada nyeri menelan.

LEHER
Bentuk normal, deviasi trakhea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.
JVP
THORAKS
-

Inspeksi

Bentuk dada kanan = kiri simetris


pergerakan napas kanan = kiri.
Iktus kordis tampak

Palpasi

Fremitus taktil kanan = kiri


Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclavicula kiri

Perkusi

Sonor pada kedua lapang paru

Batas pinggang jantung

sela iga III garis sternalis kiri

Batas kanan jantung

sela iga IV garis parasternalis kanan

Batas kiri jantung

sela iga V garis midklavikula kiri

Batas paru hati :

sela iga IV garis midklavikula kanan

Auskultasi

Pernapasan vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-

bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
-

Inspeksi

Perut datar simetris


umbilikus tidak menonjol

Palpasi

Nyeri tekan abdomen (+)


Nyeri tekan epigastrium (+)
hepar dan lien sulit dinilai

Perkusi

Shifting dullness (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Hangat

EKSTREMITAS
-

Superior

Sianosis (-/-)
edema (+/-)
-

Inferior

Hangat
edema (+/+)
Sianosis (-/-)

Neurologi

Refleks fisiologis
Refleks patologis
Kekuatan otot
Fungsi sensorik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (24-04-2013)
Hemoglobin

: 10,6

g/dl

11,0 17,0

Leukosit

: 16.200

103/l

4,0 10,0

Limfosit

: 39

103/l

1,0 5,0

Monosit

: 3,77

103/l

0,1 1,0

Granulosit

: 2,9

103/l

2,0 8,0

Hematokrit

: 32,0

35,0 55,0

Trombosit

103/l

: 510

150 - 400

Kimia klinik
Fungsi Ginjal
Ureum

: 88

mg/dl 10 -50

Kreatinin

: 1,3

mg/dl 0,6 1,38

Fungsi Hati
- Protein total

: 4,8

g/dl

7,0 9,0

- Albumin

: 2,1

g/dl

3,5 5,0

- Globulin

: 2,7

g/dl

1,5 3,0

- SGOT

: 12

U/l

0 - 38

- SGPT

: 23

U/l

0 - 41

- Warna

Kuning

- Kejernihan

Agak keruh

- Protein

++/pos 2

Urine

Diagnosis Kerja : Susp. Sindrom Nefrotik + Diabetes Mellitus tipe 2 + Hipertensi


Diagnosis Banding : Diabetes Melitus tipe 1
Penatalaksanaan
Umum

Tirah baring
Diet MLTKTP
Medikamentosa

IVFD RL 500 cc 20 gtt/menit

Captopril 3x12,5 mg

Lasix 2x 2 ampul

Ranitidin 1amp 2x1 ampul

Sliding scale (Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah)

Pemeriksaan anjuran

Pemeriksaan A1C

Albumin / globulin

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida

EKG

Foto sinar-X dada

Funduskopi

FOLLOW UP
Tanggal
Keluhan

25-04-2013
Edema (+)
- Muntah
- Mual

26-04-2013
Edema (+)
- Muntah
- Mual

Edema (+)
berkurang
Muntah (-)
- Mual
371 (12.00wib)
518 (18.00wib)
595 (24.00wib)

GDS

227 (24.00wib)

Pemeriksaan fisik
- Kesadaran
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu

CM
190/110mmHg
100x/mnt
24x/mnt
36,40 C

CM
180/100mmHg
100x/mnt
24x/mnt
370 C

CM
170/90mmHg
88x/mnt
24x/mnt
36,50 C

(-)

(-)

(-)

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

Mata
- Conjungtiva anemis
Thorak
Cor pulmo

273 (12.00wib)
426 (24.00wib)

27-04-2013

Diagnosa

Penatalaksanaan
Bed rest
RL 500 cc/ 20 gtt

Captopril

3x10

mg
-

Lasix 2x 2 ampul
Ranitidin 1amp
2x1 ampul

- Nefropati
diabetik+ hipertensi
+ DM

- Nefropati diabetik
+ hipertensi + DM

- hipertensi + DM

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
5 unit

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
10 unit
20 unit

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
20 unit
20unit
20 unit

28-04-2013

29-04-2013

30-04-2013

Insulin

Tanggal
Keluhan

GDS
Pemeriksaan fisik
- Kesadaran
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
Mata
- Conjungtiva anemis
Thorak
Cor pulmo

Edema (-)
- Muntah (-)
- Mual

Edema (-)
- Muntah (-)
- Mual

547 (12.00wib)
831 (18.00wib)
474 (24.00wib)

152 (06.00wib)

Edema (-)
- Muntah (-)
- Mual

CM
160/90mmHg
84x/mnt
24x/mnt
36,40 C

CM
170/90mmHg
88x/mnt
24x/mnt
360 C

CM
170/100mmHg
113x/mnt
24x/mnt
360 C

(-)

(-)

(-)

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

Ronki -/Wheezing -/BJ I/II Reguler

- hipertensi + DM

- hipertensi + DM

- hipertensi + DM

Diagnosa

Penatalaksanaan
Bed rest
RL 500 cc /20 gtt

Captopril

3x10

mg
-

Lasix 2x 2 ampul
Ranitidin 1amp
2x1 ampul
Insulin

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
20 unit
20 unit
20 unit

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

Resume:
Seorang perempuan usia 33 tahun datang ke Rumah Sakit Cibitung dengan
keluhan Edema pada kedua tungkai, tangan dan wajah. Keluhan disertai mual dengan
muntah dengan konsistensi cair 5-6 kali perhari. Pasien mengeluh sering haus dan merasa
lemas. Terdapat riwayat hipertensi dan diabetes melitus tidak terkontrol selama 2 tahun,
sebelumnya mendapatkan pengobatan captopril dan glibenclamid.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 200/120 mmHg dengan nadi
132x/menit , edema pada kedua tungkai bawah, tangan dan wajah.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil lekositosis (16,2
ribu/ul) dan terdapat proteinuria (pos ++), hipoalbumin (2,1 mg/dL) dan ureum yang
meningkat (88 mg/dL). Terdapat peningkatan gula darah pada pemeriksaan gula darah
sewaktu sebesar 229 mg/dL (>200 mg/dl) dengan tambahan gejala klasik berupa polifagi.
Diagnosis n

VI. PROGNOSIS
Pasien DM tipe II, jika pasien cepat didiagnosa dan diobati maka akan memperlambat
terjadinya komplikasi pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya menurun.
Namun, jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat mortalitas dan morbiditasnya
akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi.

BAB II
PEMBAHASAN
I. PENDAHULUAN
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen
Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia
diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar
1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai
11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di
Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.
II. DEFINISI Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. (Konsensus
Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011

III. ETIOLOGI

(Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011)


IV. FAKTOR RESIKO
Penyakit DM bukan merupakan penyakit menular, namun penyakit yang
diturunkan. Namun, bukan berarti mutlak bahwa bila orang tua terkena DM, pasti
anaknya terkena penyakit DM juga. Walaupun kedua orang tua terkena DM kadangkadang anaknya tidak terkena DM. namun, bila dibandingkan dengan kedua orang tua
yang normal (tidak ada riwayat DM), penderita DM lebih cenderung memiliki anak
yang akan menderita DM juga. Resiko resiko bagi seseorang yang kemungkinan
menderita DM bila ditemukan kondisi-kondisi berikut ini :
1.

Riwayat kedua orangtua yang mengidap DM

2.

Riwayat salah satu orang tua atau saudara kandung terkena penyakit DM

3.

Riwayat salah satu anggota keluarga (nenek, kakek, paman, bibi, sepupu)
mengidap penyakit DM

4.

Seorang yang gemuk / obesitas (> 20 %, BB ideal) atau indeks masa tubuh (IMT)
> 27 kg/m2

5.

Umur diatas 40 tahun dengan fakroe yang disebutkan diatas

6.

Seseorang dengan tekanan darah tinggi (> 140/90)

7.

Seorang dengan kelainan profil lipid darah (dislifidema) yaitu kolesterol HDL <
35 mg/dl, dan / atau trigliserida > 250 mg/dl

8.

Seseorang yang sebelumnya dinyatakan sebagai toleransi glukosa terganggu


(TGT) atau gula darah puasa (terganggu) (GDPT)

9.

Wanita yang sebelumnya mengalami diabetes kehamilan

10.

Wanita yang melahirkan bayi > 4.000 gr

11.

Riwayat menggunakan obat-obatan oral atau suntikan dalam jangka waktu lama,
obat golongan kortikosteroid (untuk pengobatan asma, kulit, rematik dan lainnya)

V. PATOFISIOLOGI
Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen
meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang
menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan
keton

(ketogenesis).

Terjadinya

peningkatan

keton

didalam

plasma

akan

menyebabkan ketonurea (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH
serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi
menurun,

sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika

hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran
kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi.
Glukosuria

mengakibatkan

keseimbangan

menimbulkan rasa lapar yang tinggi (poliFagi).

kalori

negatif

sehingga

Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme


energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan
menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak
adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya
pandangan menjadi kabur
Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati
Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan
sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.

VI. DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
Manifestasi Klinis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di
bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-x dada

V. TERAPI
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Pilar penatalaksanaan DM :

I.

Edukasi.

II.

Terapi Nutrisi Medis.


Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat


tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat


makan sama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak


melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat


dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan
buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung


lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll),


daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi


0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan


anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan


mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak


berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan
fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol


dan xylitol.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena


efek samping pada lemak darah.

Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain


aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman


(Accepted Daily Intake / ADI)

III.

Latihan jasmani.

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan
jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.

IV.

Terapi farmakologis.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat).


1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang. intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti


orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated


Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada

awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping


obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga
upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal
rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat
dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4
(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog
incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glukagon. Contohnya adalah exenatide,
liguratide.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum


makan.

2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali


dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),


dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus


atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja


pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku
panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus


dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan

terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh
penyandang diabetes yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi
insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah
unit/mL dari semprit).
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun
peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan
insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada
percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
sebah dan muntah. Contohnya adalah sitagliptin; saxagliptin; linagliptin.
Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah
ataupun fixed-combination dalam bentuk tablettunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga
OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar
jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi
kombinasi insulin.
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik
Kompliksi akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
a. Diabetes Ketoasidosis (DKA)

Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
penyakit DM. Diabetik katoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KHN)
Koma hiperosmolar non ketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosik
dan asidosis pada KHN.

c. Hipoglikemia
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal, bila kadar glukosa
dalam darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam
urine.
b) Penyakit mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan,
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati.
Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan,
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom
medulla spinallis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myalin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) Diabetes Mellitus Clinical


Practice Guidelines Task Force. AACE Medical guidelines for clinical practice for the
management of diabetes mellitus. Endo Pract. 2007;13(Supl 1)
2. American Diabetes Association Standar of Medical Care in Diabetes. 2013
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
4. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta. 2011

Anda mungkin juga menyukai