Anda di halaman 1dari 19

Penyelidikan Penemuan Mayat Bayi di Tempat Sampah

Yolanda Yesica
10 2009 104
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VII
Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
www.ukrida.ac.id

BAB 1
Pendahuluan

Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang di Indonesia


adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.1
Berdasarkan KUHP maka yang dapat dikenakan hukuman karena melakukan pembunuhan
anak adalah ibu dari anak itu sendiri, demikian pula dengan tindak pidana yang dimaksudkan
dalam pasal 308 dan pasal 306 ayat 2.2
Dokter harus memberikan kejelasan pada penyidik di dalam hal 2 : apakah anak yang
dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan dan bukan anak yang dilahirkan sebelum
waktunya, apakah anak yang dilahirkan itu dapat hidup tanpa memerlukan perawatan yang
khusus.

SKENARIO 2
Sesosok mayat bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya di dekat sampah tersebut dan berada di sana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai
dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang
dicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus
mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan
membriefing para dokter yang akan menjadi pemeriksa.

BAB 2
Isi

2.1 ASPEK HUKUM DAN MEDIKO LEGAL


Aspek Hukum
Pasal 341 KUHP3
Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan
atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah
melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara
selama-lamanya 7 tahun.

Pasal 342 KUHP


Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab
takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum
karena pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
tahun.

Pasal 343 KUHP


Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341
dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan.

Pasal 181 KUHP


Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut, atau menghilangkan mayat
dengan maksud hendak menyembunyikan kematian atau kelahiran orang itu, dihukum
penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4500 rupiah.
3

Pasal 304 KUHP


Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan,
sedang ia wajib memberi kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena
hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama 2
tahun 8 bulan atau denda sebanyak- banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 305 KUHP


Barang siapa menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun di suatu tempat supaya
dipungut oleh orang lain, atau dengan maksud akan terbebas dari pada pemeliharaan anak
itu, meninggalkannya, dihukum penjara sebanyak- banyaknya 5 tahun 6 bulan.

Pasal 306 KUHP


(1) Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 304 dan 305 itu
menyebabkan luka berat, maka si tersalah dihukum penjara selama-lamanya 7 tahun 6
bulan.
(2) Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati, si tersalah itu dihukum
penjara selama-lamanya 9 tahun.

Pasal 307 KUHP


Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam pasal 305 adalah bapak atau
ibu dari anak itu, maka baginya hukuman yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat
ditambah dengan sepertiganya.

Pasal 308 KUHP


Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain tidak lama
sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang ia melahirkan anak
atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, maka
hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi seperduanya.
4

Prosedur medikolegal
Kewajiban dokter dalam membantu peradilan tercantum dalam Pasal 133 KUHAP3 :
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehamilan atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

2.1.2 Visum et Repertum


Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain
adalah pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim polisi
(penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam
peristiwa kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan,
perkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi,
terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik
Polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada
wilayah kepolisan tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan),
maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik
pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui
apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh yang
berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penandatangan menandatangani
surat tersebut selaku penyidik.1
5

Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas


permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari
tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis
dalam pasal 184 KUHAP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum
et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang di dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai
pengganti benda bukti.
Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.2

2.1.2 Penulisan Visum Et Repertum


Visum et Repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu1 :
1. Kata

Pro

justitia,

yang

diletakkan

di

bagian

atas.

Kata

ini

menjelaskan bahwa Visum et Repertum khusus dibuat untuk tujuan


peradilan. Visum et Repertum tidak membutuhkan materai untuk dijadikan
sebagai alat bukti didepan sidang peradilan yang mempunyai kekuatan
hukum.
2. Bagian Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis di dalam
Visum et Repertum, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat
di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat Visum et
Repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut
nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan
serta identitas korban yang diperiksa.
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas
korban adalah sesuai dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat
permintaan Visum et Repertum. Bila terdapat ketidaksesuaian identitas
korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang
diperiksa, dokter dapat meminta kejelasan dari penyidik.
6

3. Bagian Pemberitaan. Bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaan dan berisi


hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka
korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan
serta keadaannya selesai pengobatan / perawatan.
Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan
seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang
tersebut.
Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti,
berupa perlukaan / keadaan kesehatan / sebab kematian yang berkaitan
dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia
dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke dalam
bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan. Bagian ini berjudul Kesimpulan dan berisi
pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/
cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta
derejat perlukaan atau sebab kematiannya. Pada kejahatan susila,
diterangkan

juga

apakah

telah

terjadi

persetubuhan

dan

kapan

perkiraannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.


5. Bagian Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku
Demikianlah

visum

et

repertum

ini

saya

buat

dengan

sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah


sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

2.2 PEMERIKSAAN MEDIS


2.2.1 Mayat Bayi
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau
anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu
(separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh,
maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak
7

dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau
belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable. Dokter memeriksa mayat bayi,
bila diminta bantuannya oleh penyidik, diharapkan dapat menjawab pertanyaanpertanyaan dibawah ini1:
1. Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
2. Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
3. Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
4. Apakah sebab kematiannya?

2.2.1.1 Lahir mati atau lahir hidup


Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia
lahir mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan
merupakan kasus pembunuhan atau penelantaran anak hingga menimbulkan
kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan
menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.
Lahir mati
adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan dari ibunya
tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah
kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh
janin yang tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain,
seperti denyut jantung, denyut nadi, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot
rangka.
Lahir hidup
adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah
pemisahan, bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan. Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang telah
lama hidup.

2.2.1.2. Autopsi pada mayat bayi baru lahir


Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama
ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati. Seorang bayi dinyatakan
lahir hidup apabila pada pemeriksaan mayatnya dapat dibuktikan bahwa
bayi telah bernafas. Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di
bawah ini4 :
a. Rongga dada yang telah mengembang
Pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi
iga ke 5 atau 6.
b. Paru telah mengembang
Pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan
terletak tinggi dalam rongga dada.
Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah
mengisi sebagian besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat
ditemukan gambaran mozaic dan gambaran marmer.
c. Uji apung paru memberikan hasil positif
Uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapat udara
dalam alveoli paru.
Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea.
Hindari sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat
rongga dada kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru terapung.
Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan
dan kiri secara tersendiri. Lakukanlah pemisahkan lobus paru,
apungkan kembali dalam air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil
(5mm x 10mm x 10mm) dari masing-masing lobus dan apungkan
kembali.

Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru
dapat mengapung sekalipun paru tersebut belum pernah bernafas.
Mengapungnya

potongan

kecil

paru

yang

telah

mengalami pembusukan ini disebabkan oleh pengumpulan gas


pembusukan pada jaringan interstitial paru, yang dengan menekan
potongan paru yang bersangkutan antara 2 karton, gas pembusukan
tersebut dapat didesak keluar.
Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara
dalam alveoli, yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan
terdesak keluar.
Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan
pengapungan, potongan paru yang telah ditekan antara dua karton
sebagian terbesar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan

mikroskopik

memberikan

gambaran

paru

yang

telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak jaringan paru dengan
alveoli yang telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti
terhadap kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage
pada saat kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di
kepala. Untuk meneliti hal ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik
khusus yang menghindari terpotongnya sinus tersebut sehingga dapat
dinilai dengan sebaik-baiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang
tengkorak

bayi

baru

lahir

masih

lunak

sehingga

pembukaan

tengkorak dapat dilakukan dengan gunting.


Dengan menarik bagian otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior,
falx serebri, dan sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya
robekan, resapan darah, maupun perdarahan. Dengan menarik baga
occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium cerebelli serta sinus lateralis,
sinus occipitalis dapat diperiksa.
Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa
atau dikeluarkan terpisah, bagian kanan dan kiri.
10

Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan
otak dewasa. Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu
dilakukan fiksasi dengan formalin 10% baik dengan merendam
otak tersebut atau melakukan penyuntikan imbibisi.
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi,
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan.

Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia


Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut.
Dengan gunting ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan.
Dengan pisau, lakukan pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai
dari ujung, lapis demi lapis ke arah metafisis. Pusat penulangan akan
tampak sebagai bercak berwarna merah homogen dengan diameter lebih
dari 5mm di daerah epifisis tulang.
Pemeriksaa pusat penulangan pada tallus dan calcaneus
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai
tumit

ke

arah

depan

sampai

sela

jari

ke 3

dan

4. dengan

melebarkan potongan pada kulit, tallus dan calcaneus dapat dipotong


longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.4

2.2.1.3 Autopsi pada kasus pembunuhan anak


Pembunuhan anak merupakan tindak pidana khusus, yaitu pembunuhanyang
dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan
atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui orang bahwa ia
telah melahirkan.
Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan
bahwa korban lahir hidup. Untuk ini pemeriksaan ditujukan terhadap telah
bernafasnya paru korban.

11

Pemeriksaan berikutnya dititik beratkan pada penyebab kematian, yang


terjadi sebagai akibat tindakan kekerasan.
Untuk memenuhi syarat waktu dilakukannya pembunuhan yaitu pada saat
dilahiran atau tidak berapa lama setelah itu. Pemeriksaan ditujukan terhadap
sudah atau belum ditemukannya perawatan pada bayi.
Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologis ibu yang baru
melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan
tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan
kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu belum
sempat timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat bayinya.
Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi belum mendapat perawatan.
Pemeriksaan

terhadap

maturitas,

viabilitas

bayi

diperlukan

bila

pada pemeriksaan didapati keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati,
pada bayi-bayi yang lahir imatur atau non-viable, kemungkinan lahir hidup
tentunya lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang lahir matur dan viable.
Namun bila dari hasil pemeriksaan keseluruhan, masih tidak dapat
dipastikan lahir hidup atau lahir mati, hendaknya hal ini dikemukakan
dengan sejujur-jujurnya dalam visum et repertum.4

2.2.1.4 Umur bayi Intra dan Ekstra Uterin


Penentuan umur janin/ embrio dalam kandungan rumus De Haas
adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat
umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) X 51.
Umur

Panjang Badan (kepala-

1 bulan
2 bulan
3 bulan

tumit)
1 x 1 = 1 (cm)
2 x 2 = 4 (cm)
3 x 3 = 9 (cm)
12

4 bulan
4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan
5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan
6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan
7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan
8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan
9 x 5 = 45 (cm)
Tabel 1. Penentuan umur janin dengan rumus De Haas

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat


penulangan (ossification centers) sebagai berikut1 :
Pusat penulangan pada
Klavikula
Tulang panjang
Iskium
Pubis
Kalkaneum
Manubrium sterni
Talus
Sternum bawah
Distal femur
Proksimal tibia
Kuboid

Umur (bulan)
1.5
2
3
4
5-6
6
Akhir 7
Akhir 8
Akhir 9 / setelah lahir
Akhir 9 / setelah lahir
Akhir 9 / setelah lahir (bayi wanita

lebih cepat)
Tabel 2. Perkiraan umur janin dengan melihat proses penulangan

2.2.2 Ibu
Berdasarkan KUHP maka yang dapat dikenakan hukuman karena melakukan
pembunuhan anak adalah ibu dari anak itu sendiri, demikian pula dengan pindak
pidana yang dimaksudkan dalam pasar 308 dan pasal 306 ayat 2.
Pemeriksaan pada ibu tersebut ditujukan agar penyidik mendapat kejelasan dalam
hal2 :

Memang benar si ibu tersebut baru melahirkan anak, ini dapat diketahui dari
keadaan buah dada, rahim yang masih membesar, keluarnya cairan kemerahan
dari vagina, serta tanda-tanda yang menunjukkan bahwa si ibu masih dalam
masa nifas.
13

Pemeriksaan golongan darah hanya akan bermakna jika laki-laki yang


menyebabkan terjadinya kehamilan pada si ibu tersebut diketahui; dengan
demikian pemeriksaan golongan darahnya dilakukan pada si ibu, anak, dan

laki-laki tersebut.
Adanya barang bukti yang bisa dikaitkan atau ada hubungannnya dengan
barang bukti yang didapatkan pada tubuh korban, seperti: pembungkus mayat,
kain yang berlumuran darah sewaktu persalinan, alat penyeret serta barangbarang bukti lainnya yang berasal dari si ibu/ tempat terjadinya persalinan.

2.3 PEMERIKSAAN HUBUNGAN ANTARA WANITA DAN MAYAT BAYI


Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang kedokteran forensik,
pemakaian analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus forensik juga semakin
meningkat. Penerimaan bukti DNA dalam persidangan di berbagai belahan dunia semakin
memperkokoh peranan analisis DNA dalam sistem peradilan.
Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan
hubungan genetik (disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber
bahan biologis.
Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus sengketa asal-usul.
Sengketa asal-usul berdasarkan objek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis kasus, yaitu2 :
1. Kasus ragu orangtua
Yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua (ayah dan ibu) dari seorang
anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus pencarian
orang tua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus terpisahnya keluarga pada
masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak dikenal.
2. Kasus ragu ayah
Yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung dari seorang anak. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus klaim keayahan oleh
seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest.
3. Kasus ragu ibu
Kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung dari seorang anak. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah kasus bayi tertukar, kasus pembunuhan anak
sendiri, dan kasus aborsi.
14

4. Kasus ragu kerabat


Yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih punya hubungan
darah (kekerabatan) tertentu. Yang termasuk dalam kategori ini adalah pelacakan
silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga setelah bencana alam.

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bentuk yang
berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada suatu
lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat
polimorfik. Sifar polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan
keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain ialah
sistem golongan darah, golongan darah protein serum, sistem golongan enzim eritrosit dan
sistem HLA.
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA
menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat
polimorfisme yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak
sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA
masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan
pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas, meliputi seluruh
sel tubuh sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan.
Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit
jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.

2.4 INTERPRETASI TEMUAN


Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia).
Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir); kecelakaan;
pembunuhan, atau alamiah.1
Trauma lahir. Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
a. Kaput suksedaneum

15

Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai lamanya persalinan.


Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum yang makin hebat.
Secara makroskopis akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala bagian dalam di
daerah presentasi terendah yang berwarna kemerahan. Kaput suksedaneum dapat
melewati perbatasan antar-sutura tulang tengkorak dan tidak terdapat perdarahan di
bawah periosteum tulang tengkorak. Mikroskopis terlihat jaringan yang mengalami
edema dengan perdarahan-perdarahan di sekitar pembuluh darah.
b. Sefalhematom
Perdarahan setempat diantara periosteum dan permukaan luar tulang atap tengkorak
dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang hebat.
Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital. Makroskopis
terlihat sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada satu tulang dan
tidak melewati sutura.
c. Fraktur tulang tengkorak
Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir, biasanya hanya berupa
cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball fracture).
Penggunaan forceps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dengan robekan otak.
d. Perdarahan intrakranial
Yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat laserasi tentorium serebeli dan
falx serebri; robekan vena galeni di dekat pertemuannya dengan sinus rektus; robekan
sinus sagitalis superior dan sinus tranversus dan robekan bridging veins dekat sinus
sagitali superior. Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat atau kompresi
kepala yang cepat dan mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas (pada partus
presipitatus).
e. Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler
Kondisi ini jarang terjadi. Umumnya terjadi pada bayi-bayi prematur akibat belum
sempurna berkembangnya jaringan-jaringan otak.
f. Perdarah epidural
Kondisi ini sangat jarang terjadi karena duramater melekat dengan erat pada tulang
tengkorak bayi.

Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia
akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walupun sebenarnya bayi tersebut
berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali.
16

Cara yang tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan,
penyumbayan jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya.
Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila
digunakan cara ini, biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas
hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak.
Sebaliknya pada trauma lahir, biasanya hanya dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali
ditemukan fraktur tengkorak dan memar jaringan otak.
Pembunuhan dengan senjata tajam jarang ditemukan.

17

BAB 3
Kesimpulan

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayiatau anak
tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate
existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka hal ini
bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah
bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau belum cukup bulan, maupun
viable atau nonviable.1
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau lahir
hidup.
Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan atau
penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat
dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang.1
Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia
akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walupun sebenarnya bayi tersebut
berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali.
Cara yang tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan,
penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya.1
Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang kedokteran forensik, pemakaian
analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus forensik juga semakin meningkat. Penerimaan
bukti DNA dalam persidangan di berbagai belahan dunia semakin memperkokoh peranan
analisis DNA dalam sistem peradilan.
Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan hubungan
genetik (disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber bahan biologis.2

18

Daftar Pustaka

1. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, AbdulMunim, Sidhi,


et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI; 1997.
2. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sangung Seto; 2008.
3. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: FKUI; 1994.
4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FKUI. Tehnik autopsi forensik. Jakarta: FKUI;
2000.

19

Anda mungkin juga menyukai