Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

Demam Berdarah Dengue

Disusun Oleh :

Hani Aqmarina (030.10.120)

Pembimbing :

dr. Santi Sumihar, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2014

DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3

BAB II Ilustrasi Kasus

.............................................................................................. 4

BAB III Tinjauan Pustaka

................................................................................... .......... 15

3.1. Definisi

.......................................................................................................... 15

3.2. Epidemiologi

.............................................................................................. 15

3.3. Etiologi dan Faktor yang mempengaruhi.......................................................... 16


3.4. Patofisiologi

............................................................................................. 18

3.5. Manifestasi Klinis

.................................................................................. 19

3.6. Diagnosis ......................................................................................................


3.7. Diagnosis Banding

21

.................................................................................. 26

3.8. Tatalaksana pada Dewasa...................................................................... 27


3.9. Komplikasi

.............................................................................................. 37

3.10. Prognosis

.............................................................................................. 37

BAB IV Pengkajian Masalah ................................................................................... .......... 38


BAB V Kesimpulan .......................................................................................................... 40
Daftar pustaka ...................................................................................................................... 41

BAB I
PENDAHULUAN
2

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik.
Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.(1)
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.(1)
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit
dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate
sebesar 1,01% (2007).(2)

BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas
Nama
No. RM
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Tempat/tanggal lahir
Agama
Pekerjaan
Status pernikahan
Pendidikan

: Tn. A
: 01329399
: 18 tahun 10 bulan
: Pria
: Jl. Johir RT 05, RW 07, Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan
: Jakarta, 20/12/1995
: Islam
: Pelajar
: Belum kawin
: SMA

Masuk instalasi rawat inap Gedung Teratai lantai 5 Selatan Rumah Sakit Fatmawati pada
tanggal 28 Oktober 2014
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 28 Oktober 2014, di bangsal IRNA Teratai, ruang 522 A, RSUP Fatmawati.
A. Keluhan Utama
Demam sejak 6 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang pria, 18 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS
disertai menggigil, sudah dikompres dan diberi obat penurun panas namun tidak
membaik. Demam naik turun, tidak pernah diukur dengan termometer, selama 6 hari
tidak pernah ada hari bebas demam. Pasien juga mengeluh mual dan muntah setiap
kali makan. Muntah berisi makanan atau cairan yang baru diminum. Pasien mengaku
sakit kepala didaerah sekitar dahi, nyeri ulu hati dan sakit diseluruh persendian sejak
6 hari SMRS. BAB sedikit encer, namun frekuensi normal. BAK berwarna kuning.
Pasien sempat berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas, obat pusing, dan obat
lambung namun keluhan tidak juga membaik. 2 hari SMRS, pada tangan dan kaki
pasien muncul bintik-bintik merah. Pasien langsung dibawa ke puskesmas, cek darah
hasilnya trombosit 18.000, dan didiagnosis demam berdarah.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Darah tinggi,
kencing manis, asma, alergi dan penyakit jantung-paru disangkal. Pasien mengaku
memiliki riwayat sakit maag.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama. Riwayat darah tinggi, kencing
manis, asma, dan penyakit jantung-paru pada keluarga disangkal.
E. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
4

Pasien merokok namun jarang, tidak mengonsumsi alkohol, sering minum jamu jika
badan panas dingin tapi tidak rutin. Pasien mengaku tidak pernah jajan sembarangan.
Selama sebulan ini tidak pernah berpergian keluar dari Jakarta. Lingkungan rumah
pasien sering dilakukan penyemprotan nyamuk demam berdarah sebulan sekali, tidak
ada air tergenang, dan warga sekitarnya sangat menjaga kebersihan. Tidak ada
tetangga maupun teman sekolah pasien yang menderita DBD.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2014, di bangsal IRNA Teratai,
ruang 522 A, RSUP Fatmawati.
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
BB
: 60 kg
TB
: 170 cm
BMI
: 20,7
Keadaan Gizi
: Gizi normal
B. Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36,7C
C. Kepala dan Leher
Bentuk kepala
: Normocephal
Rambut
: Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Wajah
: Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash
Mata
Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra
Konjunctiva anemis -/ Sklera ikterik -/ Pupil isokor, 3 mm
Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra
Reflek cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra
Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak
hiperemis
Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra
Nyeri tekan tragus -/ Nyeri tekan aurikula -/ Nyeri tarik aurikula -/ Nyeri tekan retroaurikula -/Hidung
5

Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan
Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/ Tidak ditemukan deviasi septum
Mulut
Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan bicara, sudut

bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan tersenyum.
Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral
Bibir tidak kering, tidak sianosis
Oral higiene cukup baik
Lidah tidak kotor, tidak tremor, lurus terjulur ditengah, tidak hiperemis, tidak

kering
Uvula terletak ditengah, tidak oedem
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1-T1 tenang.
Leher
Inspeksi
: Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran
kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP
5-2 cmH2O.
Auskultasi : Tidak terdengar bruit
D. Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak ditemukan eflouresensi yang bermakna pada kulit dinding dada
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
pada dinding dada
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, thrill (-)
Teraba ictus cordis pada sela iga V, 1 jari medial dari linea midclavicularis kiri
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 1 jari medial dari garis midcavicularis
kiri
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi -/-, wheezing-/6

BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-), splitting (-)


Thorax Posterior
Inspeksi
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis
Tidak terlihat eflouresensi
Tidak terlihat benjolan
Tidak terdapat kelainan vertebra
Palpasi
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris
Tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi
Tidak terdapat nyeri ketuk
Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela iga XI
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+
E. Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut datar
Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Arterial bruit (-)
Palpasi
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Nyeri tekan epigastrium (+)
Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba membesar
Ballotement -/ Undulasi (-)
Perkusi
Shifting dullness (-)
F. Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Tangan kiri dan kanan simetris, tampak petekie tersebar di tungkai atas kiri dan

kanan
Palmar eritema (-)
Oedem (-)
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat bergerak aktif
dan bebas
7

Tidak ada gerakan involunter


Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Akral hangat
Pitting edema -/- -/ Refleks patologis Hoffmann Tromner -/ Flapping tremor -/ Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
Kekuatan otot normal
5555 5555
5555
5555
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Tungkai kiri dan kanan simetris, tampak ptekie pada kedua tungkai bawah.
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Kedua tungkai dapat bergerak aktif dan bebas
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting oedem
Klonus patella -/-, klonus achilles -/ Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER
HER
KHER
RDW
Natrium
Kalium
Klorida
Anti Dengue IgG
Anti Dengue IgM

27/10/2014; 17:45
Nilai Rujukan
Hematologi
18,9
13,2- 17,3 g/dl
52
33-45 %
4,1
5-10 ribu/UL
30
150-440 ribu/UL
5.96
4,4-5,9 juta/UL
VER/HER/KHER/RDW
86,4
80-100 fl
31,6
26-34 pg
36,0
32-36 g/dl
14,2
11.5-14.5 %
Elektrolit Darah
135
135 147 mmol/L
5,00
3.10 5.10 mmol/L
100
95 108 mmol/L
SERO-IMUNOLOGI
Positif
Negatif
Positif
Negatif

Hasil follow up laboratorium


Pemeriksaan

28/10
06:10

28/10
19:21

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER
HER
KHER
RDW

17.2
51
5.8
11
5,92
85.5
29.1
34.1
13.9

15.6
47
4.3
10
5,47
85
28.5
33.6
14.2

29/10
30/10
17:09
04:43
Hematologi
15.4
15.2
44
45
3.9
5.5
15
14
5.07
5.37
87.1
84
30.3
28.4
34.8
33.8
13.0
14.0

30/10
21:24

31/10
07:52

01/10
05:27

14.7
44
7.0
23
5.14
85.7
28.7
33.5
14.4

14.2
42
10.5
42
4.95
84.9
28.7
33.8
14.2

14.9
43
8.9
83
4.96
87.0
30.1
34.6
13.4

2.5 Resume
Pasien laki-laki, 18 tahun datang dengan keluhan demam naik turun sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengeluh demam disertai mual, muntah setiap kali makan,
nyeri kepala, dan nyeri ulu hati. Pada kedua tungkai atas dan bawah pasien muncul bintikbintik merah. Mimisan, gusi berdarah, muntah darah maupun BAB hitam disangkal.
Kebiasaan jajan sembarangan disangkal. Riwayat bepergian disangkal.
Pemeriksaan fisik :
Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi normal (20,7)
Terdapat nyeri tekan epigastrium.
Palpasi hepar teraba 1 cm dibawah arcus costae.
Pemeriksaan Laboratorium :
Kesan :
Peningkatan hematokrit
Leukopenia
Trombositopenia
2.6 Daftar Masalah
Dengue hemorrhagic fever grade 1
2.7 Rencana Pemeriksaan
Cek DPL/ 12 jam, IgG dan IgM anti dengue.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Non medikamentosa
IVFD: Ringer lactat 500 ml/ 6 jam
Diet lunak 1900 kkal/hari
9

- 30 kkal/kgBB TB = 170 cm, BB idaman = 63 kg


- Aktivitas + 10%
Hasilnya : 1890 kkal + 10 % 1900 kkal/hari
Hidrasi adekuat
Cairan yang dibutuhkan: 1500 + (60 20) x 20 = 1500 + 800 = 2300 ml/kgBB
UMU balans seimbang
2.8.2 Medikamentosa
Paracetamol 3 x 500 mg p.o
Ondancentron 3 x 1 ampul
IVFD koloid/12 jam
IVFD RL 500 ml/6 jam
2.9 Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

2.10 Follow up
1) Follow up tanggal 29 Oktober 2014
Subjektif

Demam tidak ada, mual (+), muntah (-), makan habis.

Objektif

TSS.CM.
TD : 100/70 mmHg FN : 72 x/menit RR : 20 x/menit T : 37oC
Mata
: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Leher
: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru
: Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (+), Hepar dan

Assessment
Planning

lien tidak teraba, Bising usus (+) normal


Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/DHF grade 1
Rdx/ Cek DPL/12 jam
Rtx/
IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam
Diet lunak 1900 kkal/hari
UMU balans / 24 jam
Paracetamol 3 x 500 mg p.o
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Ondancentron 3 x 8 mg iv
Sucralfat 4 x CI
10

2) Follow up tanggal 30 Oktober 2014


Subjektif

Demam tidak ada, lemas (+), mual (+), muntah (-), makan habis.

Objektif

TSS.CM.
TD : 100/70 mmHg FN : 74 x/menit RR : 20 x/menit T : 37oC
Mata
: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Leher
: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru
: Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan

Assessment
Planning

lien tidak teraba, bising usus (+) normal


Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/DHF grade 1
Rdx/ DPL/12 jam
Rtx/
IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam
Diet lunak 1900 kkal/hari
Paracetamol 3 x 500 mg p.o
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Ondancetron 3 x 8 mg iv
Sucralfat 4 x CI

3) Follow up tanggal 31 Oktober


Subjektif

Demam tidak ada, lemas (-), mual (-), muntah (-), makan habis.

Objektif

TSS.CM.
TD : 100/70 mmHg FN : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,7oC
Mata
: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Leher
: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru
: Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan

Assessment
Planning

lien tidak teraba, bising usus (+) normal


Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, lesi kulit -/- -/DHF grade 1
Rdx/ DPL/24 jam
Rtx/
IVFD: Ringer laktat 500 ml/ 6 jam
Diet lunak 1900 kkal/hari
11

Omeprazole 1 x 40 mg iv
Ondancetron 3 x 8 mg iv
Sucralfat 4 x CI

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever/DHF adalah
penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan manifestasi klinis berupa demam,
nyeri otot atau nyeri sendi, disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada kasus DBD, terjadi kebocoran plasma sehingga menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.(1)
3.2. Epidemiologi

12

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. (1)
Menurut data epidemiologi WHO tahun 2009, jumlah kasus dengue meningkat selama 3
sampai 5 tahun terakhir khususnya di Thailand, Indonesia, dan Myanmar.(3)
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit
dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate
sebesar 1,01% (2007).(2) Menurut data dari WHO tahun 2009, di Indonesia terdapat 150.000
kasus DBD dilaporkan di tahun 2007 dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta
dan Jawa Barat.(3)

13

Tabel 3.2.1. Data kasus dengue yang dilaporkan pada negara-negara di South East Asia dari tahun 1985-2009.(4)

3.3. Etiologi dan Faktor yang Mempengaruhi


Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm, terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.(1)
Nyamuk Aedes Aegypti adalah vektor utama yang mentransmisikan virus dengue, namun
pada Asia, lebih banyak oleh nyamuk Aedes Albopictus. Virus ditularkan pada manusia
melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang sudah terinfeksi. Spesies nyamuk Aedes mudah
beradaptasi dengan tempat tinggal manusia, sering tinggal pada genangan air di ban bekas
atau wadah kecil lainnya yang dibuang manusia.(5)

14

Gambar 3.3.1. Nyamuk Aedes Aegypti.(5)


Gambar 3.3.2. Nyamuk Aedes Albopictus.(5)

Nyamuk Aedes betina sering menggigit


manusia pada siang hari, biasanya gigitan pada
belakang leher dan pergelangan kaki. Ketika
sedang menggigit, nyamuk mudah diganggu,
sehingga nyamuk akan berpindah menggigit
individu lain disekitarnya. Tidak jarang, satu
keluarga terkena infeksi dengue dalam waktu 2436 jam, sangat mungkin disebabkan oleh gigitan dari satu nyamuk yang sama yang terinfeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1. Vektor

Perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,


transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu
Terdapat penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan
jenis kelamin.
3. Lingkungan
Curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.(1)
3.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.(1)
15

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:


1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang bertugas dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi

antibodi. Antibodi

terhadap

virus

dengue

(antibody

dependent

enhancement) berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan


makrofag.(1)
2. Limfosit T berupa T helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) bertugas dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi IFN gamma, IL-2, dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10.(1)
3. Monosit dan makrofag berperan dalam proses fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Hal ini akan mempercepat replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
Monosit akan mensekresi mediator inflamasi berupa TNF alfa, IL-1, PAF (platelet
activating factor), dan histamin sehingga terjadi disfungsi endotel dan terjadi
kebocoran plasma.(1)
4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a.(1)
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterogous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik

antibodi sehingga menyebabkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi.(1)


Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain
menyatakan

bahwa

infeksi

virus

dengue

menyebabkan

aktivasi

makrofag

yang

memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di


makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan
T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1,
PAF (Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi
oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.(1)
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
16

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit


Pada fase awal infeksi menunjukan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Karena itu terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
trombopoietin dalam darah meningkat sebagai usaha kompensasi keadaan trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi karena ada pengikatan fragmen C3g, terdapat antibodi virus
dengue, konsumsi trombosit selama koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi karena adanya gangguan pelepasan ADP, kadar b-tromboglobulin
meningkat, dan munculnya PF4 sebagai petanda degranulasi trombosit.(1)
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
difungsi endotel. Aktivasi koagulasi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway).
Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak.
(1)

3.5. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau demam yang
tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma yang
mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD). Infeksi dengan satu serotipe virus
dengue akan memberikan imunitas seumur hidup untuk serotipe tersebut tetapi tidak untuk
serotipe yang lain Manifestasi klinis tergantung pada virus dan faktor penjamu seperti umur,
imunitas, dan lain-lain.(3)

17

Skema 3.5.1. Manifestasi klinis virus dengue. (1,4)

Setelah masa inkubasi (4-6 hari), maka muncul fase penyakit yaitu fase febris, fase
kritis, dan fase penyembuhan.
1. Fase febris
Pasien demam tinggi secara mendadak. Demam akut biasanya 2-7 hari dan
sering diikuti dengan kemerahan di wajah., eritem di kulit, rasa sakit di seluruh
tubuh, mialgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien juga mengeluh nyeri tenggorakan
dan mata merah. Biasanya terdapat mual, muntah dan tidak nafsu makan. Uji torniket
positif pada fase ini akan meningkatkan kemungkinan terinfeksi dengue.
Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekie dan perdarahan membran mukosa
(perdarahan gusi atau epistaksis) mungkin terjadi. Jarang terjadi perdarahan vagina
yang masif dan perdarahan gastrointestinal.(3)
2. Fase kritis
Suhu demam mulai turun yaitu 37,5-38oC atau dapat kurang, biasanya hari ke3 hingga ke-7, mungkin dapat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
hematokrit meningkat dan diikuti dengan leukopenia progresif. Tanda-tanda ini
adalah awal dari fase kritis. Periode dari kebocoran plasma biasanya berlangsung 2448 jam. Syok dapat terjadi apabila volume plasma semakin berkurang akibat
kebocoran plasma. Biasanya sering diawali oleh warning sign. Suhu tubuh biasanya
subnormal saat syok.(3)
3. Fase penyembuhan
Pasien stabil selama 24-48 jam setelah fase kritis. Hematokrit stabil atau lebih
rendah setelah pemberian cairan. Sel darah putih biasanya mulai meningkat setelah
penurunan suhu tetapi jumlah trombosit belum kembali normal.(3)
.
1

Fase demam

Dehidrasi, demam tinggi hingga gangguan neurologis,

Fase kritis

kejang demam pada anak


Syok karena kebocoran plasma, perdarahan berat,

Fase penyembuhan

gangguan fungsi organ


Hipervolemia

Tabel 3.5.1 Fase Klinis pada Infeksi Dengue.(3)

18

Gambar 3.5.1. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue.(3)

3.6. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Langkah-langkah diagnosis berdasarkan:
1. Anamnesis gejala, riwayat pengobatan, dan riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan fisik keseluruhan dan pemeriksaan status
mental
3. Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan pemeriksaan spesifik virus dengue
Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.(1,3,4)

19

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi yaitu:
1. Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari, biasanya tipe demam bifasik.
2. Terdapat minimal satu diantara manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epistaskis atau perdarahan gusi) atau perdarahan di tempat
lain
- Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/L)
4. Terdapat minimal satu diantara tanda plasma leakage atau kebocoran plasma yaitu :
- Hematokrit meningkat > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
-

kelamin
Penurunan hematokrit < 20% setelah pemberian cairan dibandingkan nilai Ht

sebelumnya.
Tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau
hiponatremia.(1,3,4)
Dari keterangan tersebut terlihat bahwa perbedaan utama antara Demam

Dengue dengan Demam Berdarah Dengue adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT. APTT, Fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT dapat meningkat.
20

7. Ureum/kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.


8. Elektrolit: sebagai paramater pemantauan pemberian cairan.
9. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampao minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
11. Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
12. NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesitifitas 100%
sama tingginya dengan spesitifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen
NS 1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.(1)

Hari
Demam
1-2

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
- Hemoglobin (Hb)
- Hematokrit (Ht)
- Hitung leukosit
- Hitung trombosit
Hematologi :
- Hemoglobin (Hb)
- Hematokrit (Ht)
- Hitung leukosit

Hitung trombosit

Catatan Interpretasi

Biasanya normal

Hemokonsentrasi (peningkatan Ht
20%)

Leukopenia
Limfositosis relatif >45% dari total
leukosit
Limfosi plasma biru (>15% dari total
leukosit atau >4% dari total limfosit)
Trombositopenia (<100.000/L) atau
penurunan serial
Trombosit <2/100 eritrosit (min dilihat
10 lapang pandang)

4-7

Hematologi
- Hemoglobin (Hb)
- Hematokrit (Ht)
- Hitung leukosit
- Hitung trombosit
- Hapus darah tepi
- PT,
APTT,
DBila dicurigai terjadi perdarahan
Dimer/Fibrin,
21

Monomer,
Fibrinogen
Imunoserologi
- Anti-Dengue
IgG

- Uji HI
Kimia
8-10

11-12

Waspadai DIC
(PT>, APTT>, D-Dimer
Monomer +, Fibrinogen <)

+,

atau

Fibrin

IgM, Peningkatan IgM dan atau IgG


IgM +, IgG - : infeksi primer
IgM +, IgG + : infeksi sekunder
IgM -, IgG + : riwayat terpapar/ dugaan infeksi
sekunder
IgM -, IgG - : bukan infeksi Flavivirus, ulangi
3-5 hari bila curiga
1: 2560 infeksi sekunder Flavivirus
SGOT/SGPT? Albumin?

Hematologi
- Hemoglobin (Hb)
- Hematokrit (Ht)
- Hitung leukosit
- Hitung trombosit
- Hapus darah tepi

Normal pada fase penyembuhan

Imunoserologi
- Uji HI

Peningkatan titer > 4 kali


1 : 1280 infeksi Flavivirus akut primer
1 : 2560 infeksi Flavivirus akut sekunder
Tabel 3.6.1. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis Demam Dengue/DBD.(6)

Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan tetepai
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.(1)
Derajat
Gejala
I
Demam disertai 2 atau lebih
tanda : sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artalgia ditambah
uji bending postif
II
Gejala di atas ditambah perdarahan
spontan

Laboratorium
Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma
Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma

22

III

1V

Gejala di atas ditambah kegagalan


sirkulasi (nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
Syok berat disertai tekanan darah
dan nadi tidak terukur

Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada


kebocoran plasma
Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma

Tabel 3.6.2. Klasifikasi Derajat DBD.(1)

WHO 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus
dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign, dan kriteria severe dengue.
Warning sign yaitu berupa nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan,
perdarahan mukosa, letargi, kelelahan, pemebesaran hati > 2 cm.(3)

Gambar 3.6.1. Warning signs pada kasus DBD.(3)

3.7. Diagnosis Banding


-

Demam tifoid
Campak
Influenza
Chikungunya
Leptospirosis
Malaria.(5)

23

Flu-like sindrom

Fase Demam
Influenza, cacar, chikungunya, infeksi

Penyakit ruam kulit

mononucleosis, HIV
Rubella, cacar, infeksi meningokokus,

Diare
Penyakit neurologis

reaksi obat, demam scarlet


Rotavirus, infeksi enterik yang lain
Meningo/ ensefalitis, kejang demam

Infeksi

Fase kritis
Gastroenteritis akut, malaria, leptospirosis,
demam tifoid, hepatitis virus, HIV akut,

Keganasan
Klinis yang lain

sepsis bacterial, syok sepsis


Leukemia akut
Apendiksitis akut, kolelitis akut, KAD,
SLE, gagal ginjal

Tabel 3.7.1. Diagnosis Banding Berdasarkan WHO Didasarkan pada Fase Klinis Infeksi Dengue.(3)

3.8. Tatalaksana pada Dewasa


Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simptomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilaman diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan trombositopeni pada umumnya terjadi pada hari ke-4 hingga 6
sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstisial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan
cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu diwaspadai.(2)
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopeni
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak, dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran cerna. Sebagai terapi simptomatis
dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena beresiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas
(lambung/duodenum).(2)

24

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD pada


dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5
kategori. Tatalaksana terinci yaitu protokol tatalaksana DBD dapat dilihat dibawah ini.(1,2)

Skema 3.8.1 Obervasi dan Tatalaksana di IGD.(1)

Protokol 1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok


Apabila terdapat Hb, Ht, trombosit normal atau diantara 100.000-150.000 dapat dianjurkan
berobat jalan dan dalam 24 jam berikutnya dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit, dan
trombosit. Pasien harus segera kembali ke IGD bila kondisi memburuk.(1)
Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif atau tanpa syok maka
diberikan cairan kristaloid dengan rumus sebagai berikut :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan

: 1500 + (20 x (BB dalam kg - 20))

Setelah diberikan cairan maka dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :


Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah cairan tetap sama namun
pemeriksaan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka berikan cairan sesuai
protokol 3.

25

Gambar 3.8.2. Pemberian Cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.(1)

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%


Meningkatnya Ht > 20% menunjukan defisit cairan tubuh sebesar 5%.
Terapi awal adalah pemberian cairan dengan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7
ml/kgbb/jam. Kemudian pasien dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.
*Bila terjadi perbaikan (Ht turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi
urin meningkat) maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgbb/jam. Kemudian
dilakukan pemantauan kembali setelah 2 jam. Bila perbaikan maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 3 ml/kgbb/jam. Bila tetap membaik dalam pemantauan maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
*Bila keadaan tidak membaik yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, TD
turun < 20 mmHg, produksi urin menurun maka kebutuhan cairan harus dinaikan
menjadi 10 ml/kgbb/jam. Bila dalam 2 jam keadaan menunjukn perbaikan maka jumlah
cairan menjadi 5 ml/kgbb/jam tetapi bila keadaan tidam membaik maka naikkan cairan
infus menjadi 15 ml/kgbb/jam. Bila keadaan semakin memburuk dan didapatkan tandatanda syok maka masuk ke dalam protokol 5.

26

Gambar 3..8.3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%.(1)

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


Perdarahan spontan pada pasien dewasa adalah epistaksis yang tidak terkendali walaupun
sudah diberikan tampon hidung, hematemesis dan melena atau hematoskesia, hematuria,
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi sebanyak 4-5 cc/kgbb/jam. Dalam kasus ini
pemberian cairan tetap sama seperti keadaan DBD tanpa syok namun pemeriksaan tanda vital
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin. Pemeriksaan hematologi rutin sebaiknya
dilakukan tiap 4-6 jam.
Pemberian heparin bila secara klinis dan laboratorium menunjukkan tanda-tanda KID.
FFP diberikan bila defisiensi faktor pembekuan (PT dan APTT memanjang). PRC dapat

27

diberikan bila Hb < 10g%. Transfusi trombosit hanya diberikan bila jumlah trombosit <
100.000 dengan perdarahan spontan dan masif disertai atau tanpa KID.

Gambar 3..8.4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa.(1)

Protokol 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa


Pasien diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal diberikan cairan kristaloid
guyur sebanyak 10-20 ml/kgbb dan evaluasi setelah 15-30 menit. Bila syok teratasi (TD
sistolik > 100 mmHg dan frekuensi nadi kurang dari 100x/menit dengan volume cukup, akral
hangat, kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5-1 cc/kgbb/jam) maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 7 ml/kgbb/jam.
Bila dalam waktu 1-2 jam keadaan tetap stabil maka pemberian cairan menjadi 5
ml/kgbb/jam. Selanjutnya bila 1-2 jam tetap stabil maka menjadi 3 ml/kgbb/jam. Bila dalam
24-48 jam tetap stabil dan diuresis cukup maka cairan infus dapat dihentikan.
Pengawasan harus dilakukan kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam
pertama setelah terjadi syok. Diperlukan pemeriksaan tanda vital dan diuresis diusahakan 2
ml/kgbb/jam. Pemeriksaan hematologi rutin untuk memantau perjalanan penyakit.

28

Gambar 3.8.5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa.(1)

29

Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat
dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah
sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi
(kelompok C).(3)
1. Kelompok-A
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum
secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai
warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga
melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan
diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul.
Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang

mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval

pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.


Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran
cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma
atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).(3)

2. Kelompok-B
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),
neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,
overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

30

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin


0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai

respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan
dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan
Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510 ml/kg/jam selama 1-2 jam.

Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5
ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran
plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output

dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.


Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter
yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat
fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.(3)

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL
dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau
overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk

memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.


Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume
dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.(3)

3. Kelompok-C
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD
berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan
kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat
periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht
sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi
sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas
tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).(3)
31

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Skema 3.8.6. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi.(3)

Terapi pada Syok Hipotensi

32

Skema 3.8.7. Algoritma Pasien Syok Hipotensi.(3)


Tatalaksana home care :
Bed rest adekuat
Konsumsi cairan yang cukup > 5 gelas ukuran sedang, susu, jus buah, cairan
isotonik, air tajin
Parasetamol (tidak boleh lebih dari 4 gram per hari)
Menggosok tubuh dengan air hangat
Eliminasi nyamuk di sekitar rumah dan lingkungan
33

Jangan mengkonsumsi NSAID atau aspirin tanpa anjuran dokter


Tidak diperlukan antibiotik
Segera ke rumah sakit bila : perdarahan, sering muntah, nyeri abdomen, kejang
atau perubahan status mental, pucat, akral dingin, sesak nafas.(3)

Pasien DBD rawat inap dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:

Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan
membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan

pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
Hematokrit stabil tanpa cairan intravena.(3)

3.9.

Komplikasi
Komplikasi

biasanya

berhubungan

dengan

syok

berkepanjangan

yang

mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan berat sebagai akibat dari DIC dan
multiorgan failure seperti disfungsi hepatik dan renal. Terapi pengganti cairan selama
periode kebocoran plasma dapat menyebabkan efusi yang masif sehingga terjadi kongesti
pulmonal dan atau gagal jantung. Jika meneruskan terapi pengganti cairan setelah periode
kebocoran plasma dapat menyebabkan udem pulmonal akut atau gagal jantung.(4)
3.10.

Prognosis

Ad vitam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

Ad functionam

: bonam

BAB IV
PENGKAJIAN MASALAH
Demam berdarah dengue
Dasar diagnosis
a.

Anamnesis
34

b.

c.
-

Pasien demam tinggi sejak 6 hari sebelum masuk RS


Demam mendadak tinggi disertai nyeri kepala disekitar dahi dan mata
Mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan BAB hitam disangkal
Muncul bintik-bintik merah 2 hari sebelum masuk RS
Pemeriksaan fisik
Nyeri tekan epigastrium positif
Palpasi hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae
Petekie tersebar di kedua tungkai atas dan bawah
Pemeriksaan penunjang
Hematokrit : 52 %
Leukosit : 4.100 sel/mm3
Trombosit : 30.000 sel/mm3

Pembahasan
Demam berdarah dengue yang terjadi pada pasien ini termasuk ke dalam derajat I
dimana terdapat gejala dan tanda berupa:
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, purpura, ekimosis
Perdarahan mukosa (paling sering epistaksis atau perdarahan gusi)
Hematemesis dan melena
3. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal)
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : Efusi pleura, asites, hipoproteinemia
4. Trombositopenia (<100.000/uL)
Pada pasien ini juga didapatkan adanya gejala berupa mual, muntah setiap kali makan,
nafsu makan menurun, badan terasa pegal dan ngilu, serta adanya nyeri ulu hati. Gejalagejala tersebut sering menyertai pasien dengan demam berdarah dengue.
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Pemeriksaan DPL/12 jam
3. Diet lunak 1900 kkal
4. IVFD RL 500 cc/ 6 jam
35

5.
6.
7.
8.

Paracetamol 3 x 500 mg p.o


Omeprazole 1 x 40 mg iv
Ondancentron 3 x 8 mg iv
Sucralfat 4 x CI

9. Observasi tanda-tanda perdarahan


Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan. Pada pasien ini termasuk ke dalam demam berdarah dengue derajat I,
sehingga tatalaksana cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan.

BAB V
KESIMPULAN
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri sendi
yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik.
Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.

36

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi,
hilangnya napsu makan, mual-mual dan ruam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo
A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 2773-9
2. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah
Dengue. Medicinus: Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application. Vol 22. Edisi Maret-Mei. Jakarta: 2009

37

3. WHO. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France:
2009.
4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. India: 2011
5. Shepherd SM. Dengue. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/215840overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed on November 8th, 2014.
6. Rosita R, Suseno U, Lebang Y, Pohan HT, Suhendro, Satari HI et al. Pedoman
tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Depkes RI. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2005.

38

Anda mungkin juga menyukai