Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
(2,3,4)
pada
kulit
terjadi
melalui
mekanisme
imunologik
(reaksi
(4)
(6)
pada anak-anak dipengaruhi oleh paparan alergen yang lebih sedikit dibandingkan
dengan orang dewasa. (3) Individu yang lebih muda (18 sampai 25 tahun) memiliki
onset lebih cepat dan resolusi cepat terhadap suatu dermatitis dibandingkan orang
yang lebih tua. Insidensi DKA pada usia lebih dari 70 tahun lebih rendah
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. (5)
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Dermatitis kontak merupakan istilah umum pada reaksi inflamasi akut atau
kronis darisuatu zat yang bersentuhan dengan kulit. Ada dua jenis dermatitis
kontak. Pertama,dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia,
kedua, dermatitis kontak alergika (DKA) adalah inflamasi pada kulit melalui
mekanisme
adanya paparan alergen spesifik (hapten) pada kulit yang telah tersensitisasi
sebelumnya. (5,6,7)
Epidemiologi
Prevalensi di Amerika Serikat penyakit DKA ini terhitung sebesar 7% dari
penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Berdasarkan beberapa studi yang
dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen
tertentu. Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan
memiliki DKA dibandingkan laki-laki (11,5%). Dermatitis kontak iritan (DKI)
lebih tinggi yang berkisar 80% dari seluruh kasus dermatitis kontak. Angka
kejadian dermatitis kontak alergika dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia,
jenis kelamin, etnik dan pekerjaan.
Etiologi
Dermatitis kontak alergika merupakan inflamasi pada kulit yang terjadi
melalui mekanisme
karena adanya paparan alergen spesifik (hapten) pada kulit yang telah
tersensitisasi sebelumnya. (5,6,7) Terdapat lebih dari 3700 alergen yang dilaporkan
dapat memicu reaksi DKA. (3,10)
Patogenesis
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai
imunitas seluler (hipersensitivitas tipe 4). (5,6,7,8) Patogenesis DKA diklasifikasikan
menjadi 2 bagian, yaitu fase induksi (fase sensitisasi atau fase aferen) dan fase
elisitasi (fase eferen). Fase sensitisasi dimulai pada saat kulit penderita pertama
kalinya terpapar dengan alergen kontak sampai pada saat penderita tersensitisasi,
artinya jika terjadi paparan ulang terhadap alergen yang sama akan dapat memicu
terjadinya reaksi DKA. Fase efektor dimulai dari paparan ulang alergen kontak
yang sama sampai waktu terjadinya manifestasi klinik DKA, seperti eritema,
edema dan munculnya vesikel.
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti frekuensi dan durasi paparan alergen.
(3,5,8)
mengekspresi
ICAM-1
dan
HLA-DR.
Adanya
ICAM-1
ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan eikosanoid akan
menarik neutrofil, monosit dan sel darah yang lain dari pembuluh darah ke dalam
dermis. Proses ini akan menimbulkan manifestasi klinik DKA.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Ada beberapa yang harus diperhatikan pada anamnesis berkaitan dengan
kasus DKA, yaitu adanya keluhan gatal pada kulit, riwayat paparan terhadap
bahan alergen sebelumnya, munculnya keluhan pada kulit terjadi setelah paparan
terhadap alergen yang sama, mulai muncul 48-96 jam setelah paparan ulang, dan
sering berulang selama beberapa tahun.
(2)
yang juga perlu diketahui dari anamnesis yaitu data demografi pasien termasuk
pekerjaan dan hobi, riwayat penyakit dahulu dan pengobatan dan riwayat penyakit
keluarga. (8)
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan efloresensi DKA polimorf, batas
tegas, dimana alergen kuat selalu menyebabkan pembentukan vesikel, sedangkan
alergen yang lemah ditandai dengan adanya papula. Pada fase akut ditandai
dengan gejala pruritus, edema, makula eritematous batas tegas dan vesikel
hanya pada area terpapar (lokalisata). Lesi subakut dapat berupa : eritema,
papula, dan skuama. Bila kontak dengan alergen berulang, maka dapat ditemukan
gejala dan tanda DKA kronik, berupa plak eritematosa batas tidak tegas, pada
permukaan lesi bisa didapatkan skuama, fissura, likenifikasi; dan lesi dapat
meluas melewati area yang terpapar (diseminata).
(1,2,3)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sebagai Gold Standard untuk menegakkan
diagnosa DKA adalah uji tempel (patch test). (8,10) Uji tempel (patch test) dengan
menggunakan bahan standar atau bahan yang dicurigai menyebabkan timbulnya
DKA. Adapun indikasi dilakukannya uji tempel yaitu pada kasus dermatitis yang
bersifat kronik dan/atau adanya gatal yang selalu berulang, adanya likenifikasi,
dan pada kecurigaan adanya DKA sebagai penyebab atau komplikasi dari keluhan
tersebut.
Sedangkan
kontraindikasi
uji
tempel
yaitu
imunodefisiensi,
mengkonsumsi obat-obatan yang menekan respon imun dan penyakit autoimun. (9)
Konsentrasi zat alergen pada uji tempel sangat berpengaruh terhadap
interpretasi hasil uji tempel karena konsentrasi yang terlalu rendah dapat
menimbulkan hasil negatif palsu, sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan hasil positif palsu.
(2)
dilakukan setelah 24 jam, 72 jam dan setelah 7 hari .(8,9,11) Pembacaan pada hari ke
7 dapat membantu menilai hasil positif yang muncul lebih lambat (lebih dari 4
hari) yang pada pemeriksaan 24 jam serta 72 jam bernilai negatif, misal untuk zat
allergen seperti neomisin, tixocortol pivalate dan nikel.(9)
Tatalaksana
Tatalaksana dari Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah sebagai
berikut:
1. Topikal
a. Lesi basah (madidans) : kompresi terbuka
Daftar Pustaka
1. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical.
Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2008.
2. Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3rd
ed.USA: Mosby Inc; 2002.
3. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat
Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan.