Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
-Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
-Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm
akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput
ketuban pecah.2 Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas
dengan insidensi 30-40%. Neonatologis dan ahli obstetri harus bekerja sebagai tim untuk
memastikan

perawatan

yang

optimal

untuk

ibu

dan

janin.

-Etiologi pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Penelitian menunjukkan infeksi
sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi
rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit
menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neischeria
gonorrhea.
-Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.1 Dilema sering
terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada
kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan
sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD
kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 KETUBAN PECAH DINI
II.1.1 DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37
minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban
pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37
minggu. Ketuban pecah dini spontan adalah pecahnya ketuban setelah atau dengan
dimulainya persalinan. KPD memanjang adalah pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari
24 jam dan sebelum dimulainya proses persalinan.
Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion, yang
merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk sel epitel,
sel mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen. Membran ini
mempertahankan cairan amnion, mensekresikan substansi baik ke dalam cairan amnion
maupun ke uterus, dan melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran reproduksi.
Pada usia kehamilan aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para
wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah
ketuban dan pelahiran semakin lama.1 KPDP terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh
kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran prematur. Hal ini kemudian menjadi
penyebab utama yang teridentifikasi dari kelahiran prematur dan komplikasinya,
termasuk

sindroma

distress

pernapasan,

infeksi

neonatus,

dan

perdarahan

intraventrikular.
Setelah ketuban pecah dini aterm, 70% kasus memulai persalinan dalam 24 jam, dan
95% dalam 72 jam.9,10 Pada kasus ketuban pecah dini preterm, periode laten sejak
pecahnya ketuban hingga persalinan menurun, berbanding terbalik dengan bertambahnya
usia kehamilan. Misalnya, pada 20-26 minggu kehamilan, rerata periode laten adalah 12
hari; sedangkan pada 32-34 minggu, hanya 4 hari.

II.1.2 STRUKTUR SELAPUT KETUBAN

Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan terpisah (Gambar 1), tidak
mengandung pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya dipenuhi
oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban setelah pelepasan dari dinding
uterus adalah sekitar 200-300m, namun karena edema lokal mesoderm amnion, kadang
terlihat selaput ketuban yang lebih tebal. Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat
dilihat secara histologis (Gambar.2):
a.

Amnion
o epitel amnion (20-30m)
o mesoderm amnion (15-30m)
lamina basalis atau membran basal
lapisan stroma kompakta

lapisan fibroblas
b. Lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)
1. Chorion laeve
mesoderm korionik (15-20m)
pembuluh darah
lamina basalis atau membran basal
2. Trofoblas (10-50m)
3. Desidua kapsularis (hingga 50m)

Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal membentuk kerangka
fibrosa utama amnion. Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel mesenkim
pada lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I dan III) predominan dan membentuk
ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI
membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial dan membran basal
epitel. Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril kolagen dalam jaringan

ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya regangnya sepanjang tahap
akhir kehamilan normal.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal diantara lapisan-lapisan amnion,
mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag dalam suatu matriks ekstraselular. Kolagen
pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan pulau-pulau glikoprotein
nonkolagen.
Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion
dan korion. Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan glikoprotein
memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat histologis, dan mengandung
jaringan nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap
tekanan fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang melekat kuat
pada desidua maternal.

Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion memiliki daya regang yang
lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya yang
mengarah ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas dalam
lapisan korion dari refleksi membran janin (bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan

sitotrofoblas (lebih dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat korionik,
yang kaya akan fibril kolagen.
Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak hanya penting
bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk penyembuhan luka dan
pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak dari molekul-molekul ini berinteraksi
satu sama lain di suatu milieu yang sangat kompleks dari bio-regulasi yang memerlukan
adanya membran, pertumbuhan faktor individu, interaksi dan up-regulasi dan downregulasi berbagai proses penyembuhan. Metalloproteinase contohnya, harus seimbang
dengan Tissue Inhibitor of Metalloproteinases (TIMPS); faktor pertumbuhan, seperti
fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan yang memperkuat jaringan. Selsel epitel secara biologis aktif dalam proses penyembuhan yang memiliki reseptor pada
permukaannya.
Regenerasi biomolekul memegang peranan penting dalam penyembuhan dan faktor
pertumbuhan yang terkonsentrasi di dalam selaput ketuban. Hal ini termasuk faktor
pertumbuhan epidermis, Transforming Growth Factor (TGF), faktor pertumbuhan
fibroblas, platelet-derived growth factors, metalloproteinase dan TIMP.
II.1.3 ETIOLOGI
Membedakan yang terjdi lebih dahulu antara persalinan pada kehamilan belum genap
bulan dengan ketuban pecah dini sering sangat sulit, oleh karena pecahnya ketuban
sering berkaitan dengan aktifitas uterus. Penyebab ketuban pecah dini secara induvial
pada kebanyakan kasus tetap tidak diketahui.
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut.Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan adanya infeksi yang dapatberasal dari vagina dan serviks (Saifudin,
2000).
Menurut manuaba (1998) penyebab ketuban pecah dini antara lain:
a. servik incompetent
yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu terbuka.
b. ketegangan uterus yang berlebihan

misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanyapeningkatan


tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum pada servik atau
peningkatan intra uterin secara mendadak.
c. kelainan letak janin dalam rahim
misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,karena tidak ada bagan terendah
yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membrane bagian bawah.
d. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik,disproporsi.
e. kelemahan kulit ketuban
1. perubahan degeneratif pada kulit ketuban yang ruptur
2. perubahan elastisitas kulit ketuban
3. perubahan biokimiawi pada kulit ketuban yang ruptur , akibat :
- defisiensi kolagen tipe III
- Perubahan keseimbangan antara aktifitas enzim proteolitik dan inhibitor
protease
- Agen sitotoksik yang diuraikan bakteri atau sel inflamasi pejamu (host)
f. Peningkatan tekanan distensi pada kulit ketuban diatas ostium uteri internum pada
serviks yang sudah terbuka atau peningkatan tekanan intra uterin (seperti
misalnya : kehamilan ganda, polihidramnion, solusio plasenta, atau trauma yang
meningkatkan tonus miometrium).
g. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupunasenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisamenyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini.

II.1.4 MEKANISME PECAH KETUBAN SEBELUM DAN SELAMA PERSALINAN

Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi disebabkan perlemahan keseluruhan


karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang selaput berkurang
pada spesimen yang diambil setelah persalinan dibandingkan dengan spesimen yang
diperoleh setelah persalinan dengan operasi sesar tanpa proses persalinan. Perlemahan
keseluruhan selaput ketuban sulit ditentukan bila KPD dibandingkan dengan selaput
yang dipecahkan dalam proses persalinan. Namun selaput yang pecah prematur,
tampaknya disebabkan terdapatnya defek fokal daripada perlemahan keseluruhan. Area
sekitar lokasi ruptur digambarkan sebagai zona terlarang perubahan morfologi ekstrim
yang ditandai oleh pembengkakan nyata dan gangguan jaringan fibril kolagen didalam
lapisan padat (kompakta), fibroblas dan spongiosa. Karena zona ini tidak termasuk
seluruh lokasi ruptur, zona ini dapat timbul sebelum pecahnya ketuban dan menunjukkan
titik pecah awal.
Meskipun karakteristik KPDP berbeda dengan pecah ketuban intrapartum, ada sedikit
bukti yang menunjukkan bahwa mekanisme yang mempredisposisi para wanita dengan
KPD tidak identik dengan mekanisme yang biasanya mendahului persalinan. Hal ini
telah memberikan pandangan bahwa KPD mempercepat atau mempresipitasi berlebihan
proses pecah spontan selaput ketuban selama persalinan.
II.1.5 TEKANAN BAROMETER
Telah diketahui bahwa perubahan tekanan barometer dapat mempercepat pecahnya
selaput ketuban. Literatur yang mendukung hal ini masih terbagi. Milingos dkk.
menemukan korelasi signifikan antara tekanan barometrik dan KPD (r=0.44, p<0.05)
pada hampir 1600 kasus yang diulas. Polansky dkk. selanjutnya menunjukkan hubungan
signifikan antara insidensi KPD dan penurunan tekanan barometer 3 jam sebelumnya
(p=0.006) pada serial 109 pasien mereka. Di sisi lain, Marks dkk. tidak dapat
menunjukkan hubungan statistik antara tekanan barometer atau fase bulan dengan KPD
pada serial 117 pasien mereka. Efek tekanan barometer pada pecahnya ketuban tetap
menjadi subyek kontroversial, dan apakah efek ini berkontribusi pada KPDP masih
diselidiki.

II.1.6 METABOLISME KOLAGEN

Pada tahun 1995, Draper dkk., melaporkan penemuan mengenai peningkatan aktivitas
protease pada selaput ketuban wanita yang mengalami KPDP dibandingkan dengan
merekan yang melahirkan bayi prematur tanpa KPD. Pada studi penting ini, tercatat
bahwa satu-satunya inhibitor protease yang efektif adalah asam etilendiamintetrasetik,
mengesankan ini adalah metalloproteinase (MMP). MMP adalah enzim zinc-dependent
yang mendegradasi komponen matriks ekstraselular, seperti kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikan. Enzim-enzim ini disekresikan sebagai proenzim inaktif dan aktivitasnya
tetap dikendalikan oleh inhibitor yang disebut tissue inhibitors of metalloproteinase
(TIMP). MMP diklasifikasikan menurut spesifisitas substrat.
Yang termasuk kolagenase adalah MMP-1 dan MMP-8, yang mendegradasikan
kolagen tipe I, II, dan III. Yang termasuk gelatinase adalah MMP-2 dan MMP-9,yang
mendegradasi kolagen denaturasi, kolagen tipe IV dan V. Yang termasuk stromalisin
adalah MMP-3, MMP-7, dan MMP-10, yang mendegradasi proteoglikan, fibronektin,
dan komponen stromal lain.
Pada tahun 1996, Vadillo-Ortega dkk., membandingkan cairan amnion dari empat
kelompok pasien: (1) wanita dengan persalinan normal aterm, (2) wanita aterm belum
inpartu, (3) kehamilan preterm pada saat studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita
aterm inpartu dan wanita dengan KPDP memiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang lebih
tinggi dalam cairan amnionnya.
Kebanyakan aktivitas ini memiliki karakteristik disebabkan oleh MMP-9. Para penulis
kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9, tissue inhibitor of metalloproteinase1 pada sampel yang sama dan menemukan bahwa sampel preterm dari pasien yang
menjalani amniosentesa genetik mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel
dari pasien KPDP mengandung kadar terendah. Para peneliti mencatat bahwa penelitian
mengenai MMP-1 sama menariknya seperti pemecah kolagen fibril tipe 1. Mereka
mencatat bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi dalam cairan amnion karena MMP-1 terikat
kuat pada matriks ekstraselular amniokorion.23 Temuan mengenai peningkatan MMP-9
dan bukannya MMP-1 dalam cairan amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi
dengan penelitian oleh Athayde dkk. juga terdapat regionalisasi perubahan tipe dan
kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi ditunjukkan pada selaput
yang dekat dengan serviks daripada selaput di daerah tengah pada pasien aterm baik
sebelum dan sesudah dimulainya persalinan. MMP-9 mendegradasi kolagen tipe V, yang

terlihat menurun pada KPDP. Kejadian yang menyebabkan hal ini belum diketahui,
namun terdapat beberapa bukti yang mengaitkannya pada infeksi. Seperti diketahui
sebelumnya, terdapat hubungan jelas antara infeksi dengan KPDP. Protease yang
diproduksi bakteri dapat merubah kekuatan membran, atau secara alternatif mungkin
merupakan derivate lekosit yang diaktivasi sebagai respon invasi bakteri. Ditunjukkan
pula bahwa MMP-7, yang dihasilkan makrofag, meningkat dengan invasi mikroba
preterm ke kavum amnion. MMP-7 juga ditunjukkan dapat mengaktivasi bentuk
proenzim MMP lain, dengan efek kaskade.
II.1.7 PERUBAHAN KANDUNGAN KOLAGEN, STRUKTUR, KATABOLISME,
DAN FAKTOR KLINIS YANG BERKAITAN
Pemeliharaan daya regang selaput ketuban sepertinya melibatkan keseimbangan
antara sintesa dan degradasi komponen matriks ekstraselular. Diduga bahwa perubahan
dalam membran, termasuk berkurangnya kandungan kolagen, perubahan struktur
kolagen dan aktivitas kolagenolitik yang meningkat, berhubungan dengan ketuban pecah
dini.
Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi traktus genitalia mempercepat pecah
ketuban pada manusia dan hewan. Identifikasi mikroorganisme patologis pada flora
vagina manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri
mungkin berperan pada patogenesa KPD. Data epidemiologi menunjukkan hubungan
antara kolonisasi traktus genitalia oleh streptokokus grup B, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial vaginosis
(anaerob vagina, Gardnerella vaginalis, spesies mobiluncus, dan mycoplasma genital)
dan suatu peningkatan risiko KPDP. Terlebih lagi, pada beberapa studi penatalaksanaan
wanita terinfeksi dengan antibiotik menurunkan angka KPDP.
Progesterone dan estradiol menekan remodelingmatriks ekstraselular pada jaringan
reproduksi. Relaksin, suatu hormon protein yang meregulasi remodeling jaringan ikat,
diproduksi lokal pada plasenta dan desidua dan membalikkan efek inhibisi estradiol dan
progesterone dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban.
Walaupun penting untuk mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaksin
pada proses reproduksi, keterlibatannya pada proses pecah ketuban perlu dijelaskan.

Amnion dan korion manusia yang diperoleh setelah KPD aterm mengandung banyak
sel apoptosis pada daerah yang dekat dengan lokasi ruptur dan sedikit sel apoptosis di
daerah lainnya. Pada kasus-kasus korioamnionitis, sel epitel amnion apoptotik terlihat
pada persambungan dengan granulosit pelekat, menunjukkan bahwa respon imun induk
mempercepat kematian sel pada selaput ketuban.
Peregangan berlebihan pada uterus karena polihidramnion dan kehamilan multijanin
menginduksi tegangan membran dan meningkatkan risiko KPD. Peregangan mekanik
selaput ketuban meningkatkan regulasi produksi beberapa faktor amniotik, termasuk
prostaglandin E2 dan interleukin-8. Peregangan juga meningkatkan aktivitas MMP-1
dalam membran. Interleukin-8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion, merupakan
kemotaksis neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang
berkonsentrasi rendah dalam cairan amnion selama trimester ke-dua tetapi berkonsentrasi
tinggi pada kehamilan lanjut, diinhibisi oleh progesteron. Maka, produksi interleukin-8
dan prostaglandin E2 amniotik menggambarkan perubahan biokimia pada selaput
ketuban yang mungkin dimulai oleh tekanan fisik (peregangan membran), menyatukan
hipotesa pecah ketuban akibat induksi-tekanan dan induksi biokimia.
Pada suatu penelitian oleh Park JC dkk. tahun 2003 yang membandingkan ketebalan
dan perubahan histopatologis pada selaput ketuban antara KPD dan selaput ketuban utuh
setelah pelahiran, mendapatkan hasil bahwa pada KPDP ditemukan rerata ketebalan
selaput ketuban yang lebih kecil daripada persalinan preterm tanpa KPD, namun hasilnya
tidak signifikan. Sedangkan pada perbandingannya, selaput ketuban pada kehamilan usia
37 minggu dijumpai lebih tipis daripada kehamilan usia <37 minggu.
II. 1.8 FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini, meskipun sampai
saat ini diketahui bahwa faktor resiko tersebut menpunyai nilai duga relatif rendah.
Faktor risiko tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Riwayat kehamilan belum genap bulan dengan ketuban pecah dini


Flora servikovaginal
Faktor nutrisional
Merokok
Aktifitas seksual
Pemeriksaan pelvis
Pembedahan pada traktus genitali

8. Mekonium
9. Amniosintesis
10. Perdarahan antepartum
Sedangkan persalinan preterm dapat disebabkan banyak penyebab dan faktor
demografi , yang secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Komplikasi dari kondisi medis dan obstetri
Menurut Cunningham dkk, 2010 melaporkan bahwa hampir sepertiga persalinan
preterm diakibatkan karena perdarahan plasental dan hipertensi, sedangkan dua
pertiga sisanya terjadi secara spontan dengan atau tanpa ketuban pecah dini, dan
lebih dari setengah persalinan preterm mempunyai dua atau lebih kemungkinan
penyebab.
b. Faktor gaya hidup dan karakteristik ibu
Merokok , nutrisi yang kurang baik, peningkatan bedart badan selama kehamilan
rendah, penggunanaan obat-obatan, alkohol, dan lain-lain mempunyai pengaruh
penting terhadap bayi dengan berat badan lahir rendah. Faktor ibu yang lain
adalah ibu muda, miskin , tinggi badan pendek, faktor pekerjaan, dan stress
psikologis.
c. Infeksi cairan amnion
Infeksi koriamnion yang dapat bdisebabkan oleh banyak mikroorganisme dapat
menjelaskan terjadinya ketuban pecah dini atau persalinan preterm yang tidak
terjelaskan sebelumnya. Diperkirakan 5 10 % penderita dengan persalinan
preterm dengan kulit ketuban utuh memberikan hasil yang positif pada kultur
cairan amnion. Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya persalinan
preterm pada infeksi cairan amnion,yaitu:
1. Prosuksi fosfolipid A2 dari bakteri penyebab infeksi
2. Terbentuknya sitokin dan prstaglandin oleh sel desidua akibat rangsangan
endotoksin
3. Produk respon inflamasi penderita terhadap infeksi dengan melepaskan sel
mediator endogen.
Ketuban pecah dini pada kehamilan belum genap bulan merupakan penyebab utama
persalinan belum genap bulan. Infeksi yang disertai inflamasi pada membran
korioamnion ndan segmen bawah uterus telah dianggap sebagai faktor penting dalam
patogenesis ketubabn pecah dini dan atau persalinan belum genap bulan. Banyak
bukti yang mendukung bahwa telah terjadi infeksi intra amnion sebelum terjadi
ketuban pecah dini, yaitu peningkatan kadar C-reaktif protein pada persalinan belum

genap bulan, gambaran histologi plasenta dan kulit ketuban yang menunjukkan
koriamnionitis pada kehamilan belum genap bulan dengan ketuban pecah dini.
II.1.9 PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban perubahan
menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan dalam ketuban meningkat.
Adanya bakteri yang mengandung enzime protease dan kolagenase di tambah dengan
respon inflamasi dari neutrofil secarabersama-sama menurukan kadar kolagen membran
yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga
juga adanyamolekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen Species
( ROS) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahanselaput
ketuban.
Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas enzime
kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban.Kemungkinan
jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperen karenamenimbulkan gangguan
transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme kolagen terganggu ( Mochtar, 1998).
II.1.11 TANDA DAN GEJALA
A. TANDA DAN GEJALA
Pasien mengeluh pengeluaran cairan dari pervaginam tanpa bisa ditahan dengan bau
yang khas, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Pada pemeriksaan spekulum terlihat
cairan keluar dari ostium uteri externum.
Saat palpasi janin mudah teraba, selaput ketuban tidak ada, dan air ketuban kering.
Pemeriksaan mikroskopis terlihat lanugo dan verniks casiosa. Bila dilakukan
pemeriksaan penunjang, akan ditemukan:
o

Test Nitrazine
Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban
(alkalis), PH normal vagina yaitu 4,5-5,3 tidak terjadi perubahan warna (kuning) dan
apabila terdapat cairan ketuban, maka PH menjadi 7,0-7,5 (Practical Guide to High
Risk Pregnancy and Delivery). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan hasil test
yang positif basa.

Test Ferning / Test Pakis

Dengan meneteskan cairan ketuban pada kertas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis. Diagnosis
ketuban pecah dini dapat 100% diakui apabila tes cairan vagina memberikan hasil test
positif untuk Test Nitrazin dan Test Ferning (Practical Guide to High Risk Pregnancy
and Delivery)
USG

Ini tidak digunakan sebagai cara yang utama untuk menentukan KPD. Dari USG ini
hanya dilihat volume dari cairan ketuban tersebut apakah berkurang atau tidak dan
juga untuk menentukan usia kehamilannya.
Test penguapan

Dengan mengambil sample cairan endoservikal yang kemudian dipanaskan sampai


airnya menguap. Dilihat apabila sisa putih yang tertinggal, maka itu sudah berarti
ketuban pecah, tetapi apabila sisa berwarna coklat tua maka ketuban masih utuh.
Beberapa pemeriksaan lain, namun sangat jarang dilakukan seperti : Intra-amniotic

Flourecein, Amnioscopy, Tes Oksidasi Diamen Fetal Fibronecitin,

Tes Alfa-

Fetoprotein, dan High Leaks.

II.1.12 KOMPLIKASI
Terhadap janin:

Infeksi intrauterine, walaupun ibu belum menunjukkan tanda-tanda infeksi

Sindrom Distress Pernapasan yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir atau pada
janin yang dikarenakan hipoksia pada prolaps tali pusat.

Hiploplasia pulmonary, karena oligohidramnion sebagai akibat dari KPD yang terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 26 minggu (100%) dan lagi periode yang lebih dari 5
minggu

Malpresentasi janin berhubungan dengan prematuritas

Kerusakan membrane hyaline berhubungan dengan usia kehamilan

Terhadap ibu:

Infeksi intrapartal, apalagi bila sering dilakukan pemeriksaan dalam. Semua ibu hamil
dengann

KPD

prematur

sebaiknya

dievaluasi

untuk

korioamnionitis. Infeksi perpuralis, peritonitis, dan septikomia.

Masalah psikologi karena terlalu lama dirawat

kemungkinan

terjadi

Merasa lelah karena berbaring terus ditempat tidur.

Terhadap kehamilan dan persalinan

Dapat terjadi persalinan kapan saja, terjadi kelahiran preterm.

Abruption placenta, karena adanya penurunan yang progresif pada permukaan intra
uterin.

Prolaps tali pusat dapat terjadi (sering terjadi pada presentasi letak bokong atau letak
lintang).

Oligohydramnion, dry labor.

Partus lama.

Perdarahan pada`saat persalinan.

II.1.12 PENATALAKSANAAN
Menurut Manuaba tahun 1998, secara umum untuk penanganan ketuban pecah dini
dapat dijabarkan sebagai berikut:

Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru sehingga


mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat

Mencegah terjadinya infeksi

Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.

Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu perlu dipertimbangkan untuk melakukan


induksi persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.

Menghadapi ketuban pecah dini diperlukan konseling terhadap ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.

Pemeriksaan yang penting adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu
melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.

Waktu terminasi pada hamil preterm dapat disarankan selang waktu 8 jam sampai 24
jam bila tidak terjadi his spontan.
Dan menurut buku pedoman diagnosis dan terapi obsetri dan ginekologi RSHS tahun

2005, pengelolaan untuk KPD ini dibagi dua yaitu:

1. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
janin) pada usia kehamilan 28-36 minggu dirawat selama 2 hari.
Selama perawatan dilakukan:

Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi


o Ibu : suhu > 38C, takikardi ibu, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra uterine,
rasa nyeri pada rahim, secret vagina purulen.
o Janin : takikardi janin

Pengawasan timbulnya tanda persalinan

Pemberian antibiotika (ampicillin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan


metrodinazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

USG untuk menilai kesejahteraan janin

Bila ada indikasi untuk melahirkan, dilakukan pematangan paru janin


(deksametason 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis atau betametason 12 mg IM
sampai 2 dosis dengan interval 24 jam)

2. Aktif
a.

Pengelolaan aktif pada KPD dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan 37
minggu dilakukan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan > 20-28 minggu
o Misoprostol 100 g intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam sesudah
pemberian pertama
o Pemasangan batang laminaria selama 12 jam
o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20 tetes/menit
sampai 60 tetes/menit
o Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati
o Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati
Catatan: dilakukan histerektomi bila upaya melahirkan pervaginam di
anggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu dengan sepengetahuan
konsulen
Terminasi kehamilan > 28 minggu
o Misoprostol 100 g intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam sesudah
pemberian pertama

o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20 tetes/menit


sampai maksimal 60 tetes/menit untuk primi dan multigravida, 40 tetes/menit
untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
o Kombinasi 2 cara tersebut
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil
atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan
persalinan.
Menurut Sujiyatini, penanganan ketuban pecah dini dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Kehamilan aterm (> 37 minggu)
KPD aterm biasanya akan melahirkan dalam waktu 24 jam, bila masih belum ada
tanda persalinan maka di induksi (bishops score > 8), dan bila gagal lakukan SC.
Pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan untuk mencegah infeksi.
2. Kehamilan preterm (< 37 minggu)
Bila tidak ada tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai antibiotik
yang adekuat. Pasien perlu di rawat di RS, ditidurkan dalam posisi trendelenberg,
tidak perlu dilakuka periksa dalam. Diusahakan kehamilan bisa mencapai 37 minggu,
diberikan uteronelaksen atau tokolitik agent. Pemberian kortikosteroid dapat
menurunkan angka RDS, sediannya terdiri dari betametason 2 dosis masing-masing
12 mg IM tiap 24 jam atau deksametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Jika muncul tanda-tanda infeksi lakukan induksi.
Menurut POGI tahun 2006 penatalaksanaan dibagi menjadi 3 masa kehamilan,yaitu:
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu

Prinsipnya lahirkan janin

Beri antibiotika profilaksis

2. Ketuban pecah dini pada kehamilan 32 35 minggu

Terapi antibiotik

Pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV

Tokolisis: mimetic, Ca channel blocker

Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban sangat sedikit
amnio infusi

Ekspektatif bila paru telah matang

3. Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu

Terapi antibiotik

Induksi pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV bila kehamilan > 28 minggu

Tokolisis: mimetic, Ca channel blocker

Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban sangat sedikit
amnio infusi

Sedapat mungkin dipertahankan sampai 33 35 minggu, jika tidak ada infeksi

Bagan I. Persalinan Bayi pada Penanganan Aktif KPD Aterm menurut Sujiyatini.

II.2 PERSALINAN
II.2.1 DEFINISI PERSALINAN
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi
oleh ibu. Proses ini dimula dengan kontraksi persalinan yang ditandai dengan perubahan
progresif pada serviks dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney, 2004). Pada
kondisi normal proses kehamilan akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan
mempunyai batas waktu tersendiri yang ditentukan oleh kemampuan uterus untuk

meregang, perubahan hormon progesteron yang menurun, peningkatan produksi hormon


oksitosin, peningkatan hormon prostaglandin, dan pengaruh dari hipotalamus.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun pada janin.
(Wiknjosastro,2000)
II.2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI PERSALINAN
Alat atau organ reproduksi wanita terdiri atas alat atau organ eksternal dan internal,
sebagian besar terletak dalam rongga panggul. Organ eksternal (sampai vagina) berfungsi
sebagai kopulasi, sedangan internal berfungsi untuk ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi
blastocyst, implantasi pertumbuhan fetus, kelahiran.
II.2.2.1 ANATOMI GENITALIA EKSTERNA WANITA
a. Mons veneris / Mons pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol dibagian depan
simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikatsetelah dewasa tertutup oleh
rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubismengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) berfungsi sebagai bantalpada waktu melakukan hubungan seks.

GAMBAR 3 : Anatomi Genitalia Eksterna Wanita


b. Bibir besar (Labia mayora)

Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora
7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian
bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut padamons veneris.
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar
(labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette, semantara bagian lateral dananterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labiaminora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda
dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,dan letaknya
dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak Pembuluh darah dan serat
saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahuatau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.Vestibulum terdiri dari muara
uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin

Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek.
Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek,
himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus dan
darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garistengah berada di bawah
orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan himen.
II.2.2.2 ANATOMI GENITALIA INTERNA WANITA
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding
anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina
terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran
muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya
merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena
itu dapat dikendalikan.

GAMBAR 4 : Anatomi genitalia interna wanita


Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama
di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus.
Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi
puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra,
fornik sinistra.
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu
dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama
vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat
hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan
tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di10 pelvis minor di antara
kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan,
licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang
terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang
mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk
silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan
bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan
posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran

uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu
peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti Kapmelengkung dari fundus uteri menuju
ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri
internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh
pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk
angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat
dengan demikian perdarahan dapat terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringanikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum
yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput
lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim
dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul,
ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum

rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii)


ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum
uterinum.
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluassampai ke
dinding panggul
(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar danmengandung
pembuluh darah limfe dan ureter
(3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalisdan
mencapai labia mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dindingpanggul
(2) Menggantung uterus ke dinding panggul
(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovariiproprium
c) Ligamentum kardinale machenrod
(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
d) Ligamentum sacro uterinum13
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrodmenuju os
sacrum

e) Ligamentum vesika uterinum


(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih
(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapatmengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan
5) Pembuluh darah uterus
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang
dindinglateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di
dasarendometrium membentuk arteri spinalis uteri
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada
tubafallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
6) Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh sarafsimpatis dan
parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouseryang terletak pada
pertemuan ligamentum sakro uterinum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornuuterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovummencapai rongga uterus. terletak
di tepi atas ligamentum latum berjalan kearah lateral mulai dari osteum tubae internum
pada dinding rahim.Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari
tigalapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dariosteum
internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus danmerupakan bagian
yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk s.

4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yangdisebut
fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampaimencapai bentuk
blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikelmenjadi ovum,
ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon hormon steroid.Letak: Ovarium ke arah uterus
bergantung pada ligamentuminfundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum
melaluimesovarium.
Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dualembar
ligamentum latum.Batasan parametrium

1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping


2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii
II.2.2.3ANATOMI PANGGUL
1

Tulang Panggul
Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua tulang

inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis.Tulang-tulang inominata
bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan tulang
inominata sebelahnya di simfisis pubis (Cunningham, et al, 2010).
Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari
promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
a. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
b. Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: arpertura pelvis superior (pintu
atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul) (Baun, 2005). Selama
proses kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati kedua pembukaan panggul sejati
ini (Amatsu Therapy Association and Amatsu Association of Ireland, 2006).

GAMBAR

Gambaran

anteroposterior panggul

normal

wanita

dewasa.

Digambarkan diameter anteroposterior (AP) dan transversal (T) pintu atas panggul.
Sumber :Cunningham, et al. Williams obstetrics, 23rd ed.

Bidang Diameter Panggul


Panggul memiliki empat bidang imajiner:
a. Bidang pintu atas panggul (apertura pelvis superior).
Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan pria, cenderung lebih bulat
daripada lonjong. Terdapat empat diameter pintu atas panggul yang biasa digunakan:
diameter anteroposterior, diameter transversal, dan diameter oblik. Diameter
anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak terpendek antara
promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut sebagai konjugata obtetris.
Normalnya, konjugata obstertis berukuran 10 cm atau lebih, tetapi diameter ini dapat
sangatcpendek pada panggul abnormal. Konjugata obsteris dibedakan dengan
diameter anteroposterior lain yang dikenal sebagai konjugata vera. Konjugata vera
tidak menggambarkan jarak terpendek antara promontorium sakrum dan simfisis
pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur secara langsung dengan pemeriksaan
jari. Untuk tujuan klinis, konjugata obstetris diperkirakan secara tidak langsung
dengan mengukur jarak tepi bawah simfisis ke promontorium sakrum, yaitu konjugata
diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2 cm.

GAMBAR 6: Gambaran tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul : konjugata


vera, konjugata obstetris dan konjugata diagonalis ang dapat diukur secara klinis.
Diameter anteroposterior panggul tegah juga diperlihatkan. (P= Promontorium
sakrum; Sim = Simfisis pubis). Sumber . Sumber :Cunningham, et al. Williams
obstetrics, 23rd ed.
b. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil).
Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau bidang dimensi panggul terkecil.
Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin pada partus macet. Diameter
interspinosus, berukuran 10 cm atau sedikit lebih besar, biasanya merupakan diameter
pelvis terkecil. Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika normal berukuran paling
kecil 11, 5cm.

GAMBAR 7: Panggul wanita dewasa yang memperlihatkan diameter anteroposterior


dan transversal pintu atas panggul serta diameter transversal (interspinosus) panggul
tengah. Konjugata obstetris normalnya lebih dari 10 cm. Sumber: Cunningham, et al.
WilliamsObstetrics, 23rd ed.
c. Bidang pintu bawah panggul (apertura pelvis inferior).
Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang menyerupai segitiga. Area-area ini
memiliki dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antara dua tuberositas iskium. Apeks
dari segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan batas lateralnya adalah ligamentum

sakroiskiadika dan tuberositas iskium. Segitiga anterior dibentuk oleh area di bawah arkus
pubis. Tiga diameter pintu bawah panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior,
transversal, dan sagital posterior.

GAMBAR 8. Pintu bawah panggul dengan diameter-diameter yang penting. Perhatikan


bahwa diameter anteroposterior dapat dibagi menjadi diameter sagital anterior dan
posterior. Sumber:Cunningham, et al. Williams Obstetrics, 23rd ed.
d. Bidang dengan dimensi panggul terbesar (tidak memiliki arti klinis).

3. Bentuk-bentuk Panggul
Caldwell dan Moloy mengembangkan suatu klasifikasi panggul yang masih digunakan
hingga saat ini. Klasifikasi Caldwell-Molloy didasarkan pada pengukuran diameter
transversal terbesar di pintu atas panggul dan pembagiannya menjadi segmen anterior
dan posterior. Bentuk segmensegmen ini menentukan klasifikasi panggul menjadi:
panggul ginekoid, anthropoid, android, ataupun platipeloid. Karakter segmen posterior
menentukan tipe panggulnya, dan karakter segmen anterior menetukan
kecenderungannya. Kedua hal ini ditntukan karena kebanyakan panggul bukan
merupakan tipe murni, melainkan campuran, misalnya, panggul ginekoid dengan
kecenderungan android berarti panggul posteriornya berbentuk ginekoid dan panggul
anteriornya berbentuk android.
(Cunningham, et al., 2010)

GAMBAR 9.

Empat tipe panggul dengan klasifikasi Caldwell-Moloy. Garis yang

melintasi diameter transversal terlebar membagi pintu atas menjadi segmen posterior
dan anterior. Sumber: Cunningham, et al. Williams Obstetrics, 23rd ed

Panggul ginekoid dianggap sebagai panggul normal wanita,sementara panggul android


merupakan varian dari panggul pria. Panggulandroid lebih sering ditemukan pada wanita
dengan akitvitas fisik yangberat selama masa remaja. Panggul android juga ditemukan
pada wanitayang mengalami keterlambatan dalam posisi tegak, yaitu setelah usia
14bulan, sementara panggul platipeloid lebih sering ditemukan pada wanitayang
memiliki kemampuan posisi tegak sebelum umur 14 bulan (Leong,2006).

II.2.2.4 FISIOLOGI PERSALINAN


Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur
atau postmatur), mempunyai omset yang spontan (tidak diinduksi), selesai setelah 4 jam
dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama ),
mempunyai janin (tunggal) dengan persentasi verteks (puncak kepala ) dan oksiput pada

bagian anterior pelvis, terlaksana tanpa bantuan artifisial (seperti forseps), tidak
mencakup komplikasi(seperti perdarahan hebat), mencakup kelahiran plasenta yang
normal (Forrer,2001).
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometriumyang relatif
tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai
dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan
aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, dan
mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada
periode postpartum. Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium
selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran (Prawirohardjo, 2008).
II.2.3 FAKTOR PERSALINAN
Faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan adalah power yang merupakan
kontraksi dan retraksi otot-otot rahim plus kerja otot-otot volunter dari ibu yaitu
kontraksi otot perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan,passage merupakan bagian
tulang panggul, servik, vagina dan dasar panggul (Displacement) dan passenger terutama
janin (secara khusus bagian kepala janin) plus plasenta, selaput dan cairan ketuban /
amnion (Forrer, 2001).
II.2.4 KALA PERSALINAN
Persalinan dibagi dalam empat kala yaitu kala pertama dimulai dari saat persalinan
mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm), proses ini terbagi dalam dua fase yaitu fase
laten (8 jam) servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) servik membuka dari 3
cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Kala dua dimulai
dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir proses ini biasanya berlangsung 2
jam pada primi dan 1 jam pada multi. Kala tiga dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Dan kala empat dimulai
dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum (Prawirohardjo, 2006).
Persalinan terdiri atas empat kala yaitu kala pertama berlangsung dari awal gejala
sampai servik berdilatasi sempurna (10 cm). Termasuk awal fase laten, di mana kontraksi
masih tak teratur atau sangat lemah ; fase aktif, di mana kontraksi menjadi lebih sering,
lebih lama, dan lebih kuat ; dan fase transisi yang singkat, yang terjadi tepat sebelum

dilatasi dan pendataran sempurna. Lamanya kala pertama rata-rata 6 sampai 18 jam pada
primipara dan 2 sampai 10 jam pada multipara.

GAMBAR 11. Gambaran pematangan serviks yang terjadi pada kala I.

Kala dua diawali dengan dilatasi sempurna servik dan diakhiri dengan kelahiran bayi.
Kontraksi pada kala ini biasanya sangat kuat dan cepat. Karena biasanya dalam hal ini
janin sudah masuk ruang panggl, maka pada his dirasakan tekanan pada otot otot dasar
panggul, yang secra reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula

tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol
dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia mulai membuka dan tidak lama kemudia
kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih
berelaksasi, kepala tidak masuk lagi di luar his, dengan his dan kekuatan mengedan
maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka
dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk
mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada multipara kala dua berakhir sekitar 20 menit
dan pada primipara menghabiskan waktu sampai 2 jam untuk bayi melewati serviks yang
berdilatasi dan jalan lahir.
Kala tiga diawali dengan keluarnya bayi dari uterus dan diakhiri dengan keluarnya
plasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri diatas pusat.
Beberapa menit kemudian uerus kontraksi lagi untuk melepas plasenta dari dindingnya.
Proses ini biasanya berakhir beberapa menit baik pada multipara maupun primipara
pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. Kala empat diawali dengan
keluarnya plasenta dan berakhir ketika uterus tidak relaksasi lagi, kala empat lebih
panjang pada multipara dari pada primipara,biasanya dari 4 sampai 12 jam (Hamilton,
1995). Dimulai saatplasenta lahir sampai 2 jam pertama post partum. Keduanya baru saja
mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Rata-rata perdarahan normal adalah 250 cc.
Perdarahan

persalinan

yang

lebih

dari

500cc

adalah

perdarahan

abnormal.

(prawirohardjo, 2007)
II. 2.5 TANDA-TANDA MULAINYA PERSALINAN
Tanda-tanda mulainya persalinan adalah Lightening yaitu terbenamnya kepala janin
kedalam rongga panggul karena berkurangnya tempat didalam uterus dan sedikit
melebatnya simfisis. Sering buang air kecil yang disebabkan oleh tekanan kepala janin
pada kendung kemih. Kontraksi Brakton-Hicks pada saat uterus yang teregang dan
mudah dirangsang yang dapat menimbulkan distenfensi dinding abdomen sehingga
dinding abdomen menjadi lebih tipis dan kulit menjadi lebih peka terhadap rangsangan
(Forrer, 2001).
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau dropping yang
merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Perut
kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering atau susah buang air
kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit diperut

dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah diuterus. Servik menjadi lembek,
mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (Mochtar M.ph, 1992).
II. 2.6 PENYEBAB TIMBULNYA PERSALINAN
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar yang ada hanyalah
merupakan teori-teori yang kompleks antara lain faktor-faktor humoral, struktur rahim,
sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
a. Teori penuruman hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos
yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.
b. Teori plasenta menjadi tua : menyebabkan turunnya kadar estrogen danprogesteron
yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi
rahim.
c. Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan
iskhemia otot-otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi uteroplasenter.
d. Teori iritasi mekanik : dibelakang serviks terletak ganglion servikale, bila ganglion ini
digeser dan ditekan oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
e. Induksi partus :dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus
(Mochtar M.ph, 1992).
II.2.7 MEKANISME PERSALINAN
1. Engagement
Bila diameter biparetal kepala melewati pintu atas panggul, kepala dikatakan teah
1

menancap (enggaged) pada pintu atas panggul


Penurunan
Penurunan adalah gerakan bangian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi
akibat tiga kekuatan yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan langsung kontraksi
fundus pada janin dan kontaksi diagfragma serta otot-otot abdomen ibu pada tahap

kedua persalinan.
Fleksi

Segera setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul, atau dasar
3

panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan kearah dada janin.
Putaran paksi dalam
Putaran paki dalam dimulai pada bidang setinggi spina iskiadika. Setiap kali terjadi
kontraksi kepala kanin diarahkan ke bawah lengkung pubis, dan kepala hampir selalu

berputar saat mencapai otot panggul.


Ekstensi
Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi ke arah anterior oleh
penieum. Mula-mula oksiput melewati perukaan bawah simfisis pubis, kemudian

kepala muncul kelar akibat ekstensi.


Resisutasi dan putaran paksi luar
Restitusi adalah gerakan berputar setelah kepala bayi lahir hingga mencapai posisi
yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas. Putaran paksi luar terjadi saat bahu

engaged dan turun dengan gerakan mirip dengan gerakan kepala.


Ekspulsi
Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan badan bayi
di keluarkan dengan gerakan fleksi lateral kearah simfisis pubis.

GAMBAR 12. Mekanisme persalinan

BAB III
STATUS PASIEN

III.1. IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. IR

Usia

: 24 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: IRT

Status Perkawinan

: kawin

Alamat

: KP TIPAR 9/7 Pondok Kelapa

Tanggal Masuk

: 19 Desember 2014

III. SUBJEKTIF (ANAMNESIS)


KELUHAN UTAMA
Ibu ingin meneran
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengakui hamil 9 bulan. HPHT : 10 April 2014 sesuai dengan 36-37 minggu.
Taksiran persalinan jatuh pada tanggal 17 Januari 2015. ANC di Poli RSP 3x sedangkan
untuk kontrol ANC sebelumnya dilakukan oleh pasien di Puskesmas dan bidan. Pasien
mengaku sudah pernah melakukan USG 1x pada bulan desember dengan hasil USG
hamil 35 minggu, janin dalam kondisi baik , presentasi kepala, dan air ketuban dalam
keadaan cukup. Pasien mengaku sudah mulai merasakan mules-mules sejak 5 jam
SMRS disertai dengan keluar air-air. Lendir dan darah juga diakui pasien keluar sejak 6
jam SMRS. Pasien mengaku saat ini tidak mengalami nyeri kepala, pandangan kabur,
dan nyeri ulu hati. Namun pasien mengaku kakinya terasa mulai bengkak sejak
memasuki kehamilan ke 7 bulan, pasien juga mengaku saat ini sedang mengalami
keputihan namun tidak ada rasa gatal dan bau aneh yang tercium dari keputihan
tersebut, gigi berlobang diakui oleh pasien tetapi saat ini tidak dalam keadaan sakit.
Pasien menyangkal saat ini dalam keadaan demam terutama dalam kurun waktu 7 hari
SMRS.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat hipertensi, jantung, paru , alergi obat ,DM, dan asma disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat hipertensi dan DM diakui dimiliki orang tua pasien


Riwayat jantung, paru , alergi obat ,dan asma disangkal

RIWAYAT KEBIASAAN (HABIT )

Riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat-obatan serta


konsumsi jamu disangkal

RIWAYAT OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI

Menarche : 13 tahun
Lama haid: 7 hari / GP 2-3x/hari , dismenorea (-)
Siklus haid: 28 hari
HPHT
: 10 April 2014
TP
: 17 Januari 2015
R. KB : G1P0A0 : hamil ini

RIWAYAT PERNIKAHAN

Pernikahan 1 kali sejak 2013

I.3. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Kesadaran/GCS
Status gizi
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: baik
: compos mentis / E4M6V5
: kesan gizi baik
: 150/90 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: 36,50C

Status Generalis
:
Kepala dan leher
Kepala
: normocephal,
Mata
: CA -/- SI -/-, pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+
Hidung
: nafas cuping hidung (-)
Mulut
: sianosis (-)
Leher
: tidak ada pembesaran KGB pada leher
Paru: I : pergerakan dada simetris kanan dan kiri
P : gerak simetris vocal fremitus simetris pada kedua hemithorax

P : sonor pada kedua hemithorax


A : suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung:
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallops (-)
Abdomen
I : dalam batas normal
A : bising usus (+) normal
P : tidak terdapat hepatomegaly , lien tidak teraba membesar, nyeri
tekan abdomen (-), supel
P : pekak pada daerah kuadran kanan atas dan timpani pada daerah
kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan bawah.

Ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
Oedema
Capillary refill
Turgor kulit

Superior
(-/-)
(-/-)
(-/-)
< 2
Dbn

Inferior
(-/-)
(-/-)
(+/+)
< 2
Dbn

Status Obstetrikus
Leopold I

: TFU : 29 cm , massa bulat, lunak, tidak , tidak lenting. TBJ :2945 g

Leopold II

: massa panjang , keras teraba dsebelah kiri , DJJ : 145 dpm

Leopold III

: massa bulat, keras , melenting.

Leopold IV

: kepala di 1/5 PAP.

Pemeriksaan Gynekologi
Inspeksi

: vulva dan perineum tenang

Inspekulo

: tidak dilakukan

Vaginal touche : pembukaan lengkap , kepala HIII-IV, ketuban jernih, uuk kiri depan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG PADA TANGGAL 19/12/2014
JPKTH
FHR (+)
Tidak ditemukan kelainan thoraks abdominal pada janin

DIAGNOSIS KERJA
PK II pada G1 Hamil 36-37 minggu JPKTH HDK
Protein stik negatif
Dd PER
PENATALAKSANAAN
RDx / Obs KU,TV,HIS,DJJ/15
Obs tanda kompresi tali pusar
Obs perburukan kearah PEB dan Susp. Eklamsia
Cek DPL, UL, GDS, PT/APTT, Ur/Cr, SGOT/ SGPT, LDH
RTh/

Nifedipine 4x10 mg
Maintanace adalat oros 1x30 g PO
Asuhan PK II lahirkan bayi

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 19/12/2014

HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit
Hitung Jenis
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Haemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Trombosit
HEMOSTASIS
Masa perdarahan /BT
Masa Pembekuan / CT
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
URIN LENGKAP
Warna urin
Berat jenis urin
Kejernihan
pH urine
Protein urine
Glukosa urine
Keton urine
Bilirubin urine
Urobilinogen urine
Darah samar urine
Nitrit urine
Leukosit estrase
Leukosit
Eritrosit
Sel epitel
Silinder granular Cast
Silinder hyalin
Bakteri

9,77 ribu/mm3

N : 5-10

73,7%
18,3%
6,9 %
0,6 %
0,5%
3,50 juta/UL
11,3 g/dl
34 %
97,7fL
32,9 pg
33,0 %
13,5%
217 ribu/ mm3

N : 50-70
25-40
2-8
2-4
0,1
3,6 5,8
12,0 15,0
35-47
80-100
26-34
32-35
11,5-14,5
150-440

3 menit
7 menit

<6
<11

61mg/dl

<180

Kuning
1.010
Jernih
6,5
Negatif
Negatif
Positif 5 mg/dl
Negatif
0,2
Negatif
Negatif
Negatife

Kuning
1005-1030
Jernih
5,5-8,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1,0
Negatif
Negatif
Negatif

2-3
Positif
-

3-5
0-1
Positif
-

FOLLOW UP PASIEN DI VK IGD KEBIDANAN


N
O
1

TANGGAL ANAMNESA

PEMERIKSAAN

TINDAKAN

KETERANGAN
21/12/14
01.30
Lahir spontan bayi laki-laki, 3000g, 50 cm, A/S 9 , 10
Ketuban jernih
Lahir plasenta lengkap, dipasang IUD PP
Ruptur perineum grade II dilakukan perineografi

Perdarahan kala III dan IV 450 cc


21/12/14
01.45
TD : 140/90 N : 88x RR : 20x t : 36,7
TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan 50cc
02.00
TD : 140/90 N : 84x RR : 20x t : 36,7
TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan (-)
02.15
TD : 140/90 N : 88x RR : 20x t : 36,7
TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan (-)
02.30
TD : 130/90 N : 82x RR : 20x t : 36,7
TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan (-)
03.00
TD : 130/90 N : 82x RR : 20x t : 36,2
TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan (-)
03.30
TD : 130/90 N : 88x RR : 20x t : 36,2

TERAPI/

TFU 2 jari dibawah pusar, kontraksi baik, perdarahan (-)


3

21/12/14

BAK Spontan , Keadaan umum : A: P1 PP spontan 2 jam

03.30

perdarahan dari baik


jalan

lahir TD

disangkal

130/70

Akseptor IUD
HDK

mmHg
P:

N : 84 x/ menit

Obs kontraksi, TV, perdarahan

RR : 20x/mnt

Adalat oros 1x30 mg

T : 36,30C
St. Generalis : dbn

Na diklofenat 2x50 mg

St.obstetrikus :
TFU

dibawah

jari
pusar,

v/u

tenang,

perdarahan

Hemobion 1x1
Mobilisasi aktif
Diet TKTP

kontraksi baik
I

Amoksisilin 3 x 500 mg

aktif

Vulva dan perineum dijaga


higienitasnya

(-), luka perineum


terjahit baik, lokia
(+)

21/12/14

Nyeri

jahitan Keadaan umum : A: P1 PP spontan 2 jam

07.00

jalan lahir (+)

baik
TD

130/70

Akseptor IUD
HDK

mmHg
P:

N : 84 x/ menit

Obs kontraksi, TV, perdarahan

RR : 20x/mnt

Adalat oros 1x30 mg

T : 36,50C
St. Generalis : dbn

Na diklofenat 2x50 mg

St.obstetrikus :
TFU

dibawah

jari
pusar,

kontraksi baik
I

v/u

Amoksisilin 3 x 500 mg

tenang,

Hemobion 1x1
Mobilisasi aktif
Diet TKTP
Vulva dan perineum dijaga

perdarahan

aktif higienitasnya

(-), luka perineum


terjahit baik, lokia
(+)

BAB IV
ANALISIS KASUS

IV. 1 SUBYEKTIF
Pasien datang dengan keluhan ingin meneran. Pasien mengakui hamil 8 bulan. HPHT :
10 April 2014 sesuai dengan 36-37 minggu. Taksiran persalinan jatuh pada tanggal 17
Januari 2015. ANC di Poli RSP 3x sedangkan untuk kontrol ANC sebelumnya
dilakukan oleh pasien di Puskesmas dan bidan. Pasien mengaku sudah pernah
melakukan USG 1x pada bulan desember dengan hasil USG hamil 35 minggu, janin
dalam kondisi baik , presentasi kepala, dan air ketuban dalam keadaan cukup. Pasien
mengaku sudah mulai merasakan mules-mules sejak 5 jam SMRS disertai dengan
keluar air-air. Lendir dan darah juga diakui pasien keluar sejak 6 jam SMRS. Pasien
mengaku saat ini tidak mengalami nyeri kepala, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati.
Namun pasien mengaku kakinya terasa mulai bengkak sejak memasuki kehamilan ke 7
bulan, pasien juga mengaku saat ini sedang mengalami keputihan namun tidak ada rasa
gatal dan bau aneh yang tercium dari keputihan tersebut, gigi berlobang diakui oleh
pasien tetapi saat ini tidak dalam keadaan sakit. Pasien menyangkal saat ini dalam
keadaan demam terutama dalam kurun waktu 7 hari SMRS.
Dari anamnesis diatas didapati bahwa pasien dalam keadaan hamil preterm yakni usia
kehamilan 36-37 minggu. Hal ini dapat kita pastikan dengan cara menanyakan riwayat
haidnya hingga haid terakhir yang dirasakan oleh pasien.
Pasien datang dengan keluhan ingin meneran yang kuat disertai dengan pengeluaran
air-air atau yang biasa disebut dengan ketuban yang sudah dirasakan sejak 6 jam
SMRS. Hal ini menandakan bahwa sudah ada keadaan pecah ketuban dini 6 jam
sebelum akhirnya muncul keinginan meneran yang kuat dari pasien. Ketuban pecah
dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPDP terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40%
kelahiran prematur. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi dari

kelahiran prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress pernapasan, infeksi


neonatus, dan perdarahan intraventrikular.
IV. OBYEKTIF
Status Obstetrikus

Leopold I
: TFU : 29 cm , massa bulat, lunak, tidak , tidak lenting. TBJ :2945 g
Leopold II : massa panjang , keras teraba dsebelah kiri , DJJ : 145 dpm
Leopold III : massa bulat, keras , melenting.
Leopold IV : kepala di 1/5 PAP.
Leopold I Massa bulat, lunak , tidak lenting menunjukkan bahwa posisi bokong
berada pada fundus uteri. TFU sesuai dengan usia kehamilan.
Leopold II massa panjang, keras teraba disebelah kanan menunjukkan bahwa
posisi lokasi punggung teraba disebelah kanan DJJ : 145 dpm menandakan
janin dalam kondisi baik.
Leopold III massa bulat , keras melenting menunjukkan bahwa bagian terendah
janin adalah kepala yang merupakan presentasi janin yang baik.
Leopold IV : didapati kepala berada di 1/5 PAP, dimana posisi kedua tangan
divergent dikarenakan bagian terbesar dari kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan ukuran terbesar kepala sudah melewati PAP.

Pemeriksaan Gynekologi
Pemeriksaan Gynekologi
Inspeksi
: vulva dan perineum tenang
pada saat inspeksi perineum harus diperiksa apakah ada lesi kerpes , varises vulva
yang besar, kondiloma yang besar dan proses penyembuhan luka perineum yang tidak
baik. Pada pasien ini tidak didapati adanya tanda-tanda yang seperti disebutkan
sebelumnya. Vulva dan perineum juga dalam keadaan tenang menunjukkan belum
adanya tanda-tanda proses persalinan yang ditandanya adanya penonjolan dari
perineum dan pembukaan vulva yang terdorong oleh kepala janin.
Inspekulo
: tidak dilakukan
Seharusnya pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk dapat membantu penegakan
diagnosis dari ketuban pecah dini. Karena pada ketuban pecah dini dapat
ditemukan adanya pooling cairan di vagina atau kebocoran cairan dari leher
rahim, yang pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan alkalinitas cairan yang
ditentukan oleh kertas Nitrazine

Vaginal touche : pembukaan lengkap , kepala HIII-IV, ketuban jernih, uuk kiri depan
Seharusnya pemeriksaan vaginal touche tidak boleh dilakukan pada pasien yang
diduga terdapat ketuban pecah dini, karena dapat meningkatkan resiko terjadinya
infeksi intrauterin. Pada pasien pemeriksaan VT dilakukan karena keluhan ibu
yang sangat kuat untuk meneran dan didukung dengan adanya penurunan kepala
yang sudah memasuki pintu atas panggul sehingga dilakukan pemeriksaan VT
untuk memastikan apakah adanya pembukaan dari cervix yaitu pembesaran dari
ostium externum yang tadinya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa
milimeter menjadi lubang yang dapat dilalui anak, kira-kira 10 cm diameternya.
Pada pasien ini didapati pembukaan lengkap yaitu telah mencapai ukuran 10 cm.
USG PADA TANGGAL 20/12/2014
JPKTH
FHR (+)
Tidak ditemukan kelainan thoraks abdominal pada janin
Pemeriksaan USG dilakukan untuk memastikan usia kehamilan, untuk
mengetahui letak dan presentasi janin, serta untuk mengetahui jumlah air ketuban
karena usia kehamilan yang mendekati postterm ditakutkan adanya penurunan
dari jumlah air ketuban .
ASSASMENT
PK II pada G1 Hamil 36-37 minggu JPKTH HDK
Protein stik negatif
Dd PER
PENATALAKSANAAN
RDx / Obs KU,TV,HIS,DJJ/15
Obs tanda kompresi tali pusar
Obs perburukan kearah PEB dan Susp. Eklamsia
Cek DPL, UL, GDS, PT/APTT, Ur/Cr, SGOT/ SGPT, LDH

RTh/

Nifedipine 4x10 mg
Maintanace adalat oros 1x30 g PO
Asuhan PK II lahirkan bayi
Calcium Channel Blocker (CCB) CCB mempunyai indikasi khusus untuk
pasienyang beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular dan diabetes. CCB
dihidropiridin (amlodipin dan nifedipin) sangat efektif pada pasien lansia dengan
hipertensi sistolik terisolasi. CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium
sepanjang membran sel. Terdapat 2 tipe voltage gated calcium channel, yaitu high
voltage

channel

(tipe

L)

dan

low

voltage

channel

(tipe

T).

CCB

nondihidropiridin(verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut jantung dan


memperlambat konduksi nodus striventrikular.
Nifedipin termasuk dalam golongan calcium antagonis. Bekerja dengan cara
menghambat masuknya calcium ke dalam membran sel, mencegah lepasnya
calcium dari Retikulum Sarkoplasma dan mengurango efek enzim calcium intrasel
terhadap interaksi aktin miosin. Hasil dari mekanisme ini adalah relaksasi otot
polos termasuk miometrium, serta vasodilatasi yang potensial. Dibandingkan obat
calcium antagonis yang lain nifedipin lebih spesifik efeknya pada kontraksi
miometrium, lebih sedikit efek pada kontraksi jantung dan serum elektrolit.
Efek blokase pompa calcium oleh nifedipin memiliki 2 karakteristik penting yaitu
reversibel setelah penghentian obat dan tidak memiliki efek takifilaksis. Efek
utama obat menurunkan secara bermakna resistensi vaskuler (baik sistemik
maupun koroner). Keadaan ini akan menurunkan 20% tekanan darah diastolik dan
tekanan arteri rata-rata, selanjutnya akan meningkatkan curah jantung. Pada
Pasien hipertensi, penurunan resistensi vaskuler terjadi lebih dulu dibanding orang
normal.
Efek uterus adalah menurunkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus serta

timbulnya kontraksi. Hal ini tampak jelas pada wanita hamil dengan persalinan
preterm. Aliran darah uterus tidak secara langsung dipengaruhi nifedipin,
melainkan merupakan akibat dari turunnyaresistensi vaskuler sistemik dan
tekanan darah. Pada janin, meskipun memalui barier plasenta, tetapi tidak
memiliki efek teratogenik. Pengaruh pada janin terjadi bila aliran darah uterus dan
tali pusar turun, tetapi hipoksia atau asidosis janin pada keadaan ini belum jelas
dibuktikan.

Anda mungkin juga menyukai