Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER
Arnanda Putra Agn, S.Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi
Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
I. Pendahuluan
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan
adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom
yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis.1
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.2
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf
sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.
Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat.1,2
Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan
dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan
pejamu terhadap infeksi endogen. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus,
komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang
terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata.
Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi. Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:

mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster
dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik1
II. Defenisi
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster laten
dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi
klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela
merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus
varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren
yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles.1,3,4,6

III.

Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim

dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki
dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun.5
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster.
Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan
tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun5
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan
biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir9 tahun : 0,74 / 1000; usia 10-19 tahun: 1,38 /1000 ; usia 20-29 tahun : 2,58 /1000. Di
Amerika herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia
dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia
kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada
orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila
ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar
3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang imunokompromis dan
menderita penyakit keganasan.6,7

IV.

Patogenesis
2

Patogenesis herpes zoster pada umumnya belum diketahui. Pada awalnya virus
mencapai ganglion diduga dengan cara hematogenik, transport neural retrograde atau
keduanya, kemudian menjadi laten pada sel ganglion. Virus ini berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepi ganglion kranialis. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranial sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.6
Selama infeksi varisela primer, virus di dalam darah akan bereplikasi dalam kelenjar
getah bening regional selama 2-4 hari. Viremia sekunder berkembang setelah siklus kedua
replikasi virus di hati, limpa, dan organ lain. Perjalanan virus ke epidermis yang menginvasi
sel-sel endotel kapiler sekitar 14-16 hari. Setelah paparan VZV kemudian perjalanan dari lesi
kulit dan mukosa untuk menyerang akar ganglion dorsalis dimana virus tersebut masih dapat
teraktivasi dikemudian hari.1,6
Pada keadaan reaktivasi, gen translasi dan transkripsi mampu mencapai DNA virus di
inti sel dan mengaktifkan replikasi virus serta memproduksi virus yang infeksius. Virus
tersebut kemudian keluar dari ganglion dan menginfeksi sel epitel disekitarnya dan
membentuk lesi herpes zoster. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat
dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Herpes zoster menstimulasi sistem imun yang
mampu mencegah reaktivasi pada ganglion lainnya serta reaktivasi klinis berikutnya. Oleh
karena itu herpes zoster umumnya hanya menyerang satu atau sejumlah kecil ganglion serta
umumnya hanya sekali muncul seumur hidup.
Penyebab reaktivasi tidak diketahui secara pasti tetapi insidensi herpes zoster
berhubungan erat dengan menurunnya imunitas terhadap VZV, atau pada orang dengan usia
lanjut. Herpes zoster juga dapat terjadi secara spontan atau dapat di induksi oleh stres,
demam, terapi radiasi, kerusakan jaringan (misalnya trauma). Selama VZV terus bereplikasi
pada akar ganglion dorsalis yang terkena akan menyebabkan nyeri ganglionisitis. Peradangan
dan nekrosis saraf dapat mengakibatkan neuralgia berat yang dapat menyebabkan virus
menyebar ke saraf sensoris.6
Infeksi VZV memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan
latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster. Keadaan ini terbukti dengan
insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD4 yang menurun,
dibandingkan dengan orang normal. Latensi adalah tanda utama VZV yang tidak diragukan
lagi peranannya dalam patogenisitas. Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan
seumur hidup di host dan pada suatu saat akan masuk dalam fase reaktivasi yang mampu
menjadi media transmisi penularan kepada seorang yang rentan.

Gambar. Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber: medscape.com)

Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak.
Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh saraf
spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan secara
longitudinal sepanjang anggota badan.8
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat
kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti
infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul
sebagai lesi pada dermatom tertentu.8

Gambar. Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia

V. Gambaran Klinis
4

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa.
Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu
sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu
akan timbul eritema yang dalam waktu singkat berubah menjadi vesikel berkelompok dengan
dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian
menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai
herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi
sekunder.1,6
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap
timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala
kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya
unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus
trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul
kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat
struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena.1,6
VI.

Diagnosis
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis. Komponen

utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya gejala prodromal berupa nyeri,
distribusi yang khas dermatomal, vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan
papul, beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik,
tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes simpleks
zosteriformis), nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal
tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.3,9
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren,
dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan bila lesi
pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta,
imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena
membutuhkan waktu 1-2 minggu.

VII.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :6
1. Tzanck smear
- Preparat di ambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, wrights dengan
-

menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells


Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes

simpleks virus
2. Direct flurescent assay (DFA)
- Preparat di ambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah terbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA ini kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat
- Membutuhkan mikroskop fluorescence
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PRC)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scarping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat.
- Sensitifitasnya berkisar 97-100%
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari varicella zoster.
4. Biopsi Kulit
- Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intra epidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acanthokysis. Pada dermis bagian atas di jumpai
adanya lymphocytic infiltrate.
5. Kultur Virus
- Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media
virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman
cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicellazoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 3070%
VIII. Pengobatan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan
pengobatan yang di berikan bersifat simtomatis :
- Lesi berbentuk vesikel dapat diberikan bedak yang di oleskan di atas kulit
membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat sehingga penetrasi sedikit
sekali. Efek bedak adalah :1,6
- Mendinginkan
- Proteksi mekanis
- Antiinflamasi ringan karena sedikit efek vasokontriksi
6

- Anti pruritus lemah


- Mengurangi pergeseran pada kulit yang telipat (intertrigo)
- Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep

antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder


Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat

(aspirin) untuk menghindari terjadinya sindroma reye.


Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan.

Obat Antivirus1,9
-

Pemberian anti virus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu

penyembuhan lebih singkat


Pemberian anti virus sebaiknya dalam jangka waktu kurang 48-72 jam setelah

erupsi di kulit muncul


Golongan anti virus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir, dan

famasiklovir.
Dosis anti virus oral untuk pengobatan varicella dan herpes zoster :
Neonatus : asiklovir 500mg/m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari
Anak (2-12 tahun) : asiklovir 4x20mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari.
Pubertas dan dewasa :
- Asiklovir 5x800mg/hari/oral selama 7 hari
- Valasiklovir 3x1gr/hari/oral selama 7 hari
- Famasiklovir 3x500mg/hari/oral selama 7 hari
Prognosis
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi
-

IX.

prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka


morbiditas dan mortalitasnya signifikan.10,11

Anda mungkin juga menyukai