Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma Kapitis merupakan segala bentuk kekerasan yang menimpa
kepala dan akan menyebabkan terjadinya luka pada kulit kepala, tulang
tengkorak dan otak. Trauma kapitis pada kecelakaan lalu lintas merupakan
yang sering terjadi namun tidak menutup kemungkinan penyebab lain
misalnya kekerasan termis maupun akibat benda tajam (Tasmono, 2007).
Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di
dunia, terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Seiring dengan
meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor dan kepadatan
kendaraan yang cukup tinggi meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan. Hal
ini tidak diikuti oleh kedisiplinan dari pengguna kendaraan bermotor sehingga
menyebabkan terjadinya kecelakaan yang bersifat fatal termasuk terjadinya
trauma kapitis (Madong, 2011).
Pada tahun 2012 dijumpai 444 kasus baru per 100.000 penduduk
Secara keseluruhan setiap tahunnya diperkirakan sekitar 60.000 kematian
diakibatkan trauma kapitis serta 70.00090.000 penderita akan mengalami
kerusakan neurologik permanen (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Sedangkan Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim menyatakan bahwa pada tahun
2012 terdapat 417 ribu kecelakaan lalu lintas di Propinsi Jawa Timur dan 47%
diantaranya menyebabkan terjadinya cidera kepala (Trauma Kapitis).

Sedangkan data di RSUD Gambiran pada tahun 2011 jumlah


penderita trauma kapitis sebanyak 7 orang, pada tahun 2012 sebanyak 8 orang
dan pada tahun 2013 sebanyak 8 orang (RSUD Gambiran, 2014).
Trauma kapitis dapat terjadi karena benturan dengan benda keras
maupun terjadi karena penyebab termis. Menurut (Gennarelli 1990 dalam
Israr dkk, 2009), Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua
tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala. Menurut Sidharta (2008),
pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan
pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area
benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak
terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka
lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup.
Gangguan sistem persarafan akibat trauma kapitis terhadap sistem
tubuh lainnya, diantaranya adalah aktifitas miokard berubah termasuk
peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana
pembacaan CVP abnormal, aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi, peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas,

terganggunya

sistem

kendali

motorik

ekstrimitas

dan

meningkatkan resiko terjadinya infeksi khususnya pada lokasi trauma


(Smletzer, 2004). Dampak dari cedera otak yang terjadi pada trauma kapitis

bisa menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan


pola nafas bahkan perubahan proses fikir.
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti iskemia atau hipoksia oleh karena kompresi jaringan otak.
Penatalaksanaan umum adalah menilai fungsi saluran nafas dan respirasi,
stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma, oksigenasi,
mengawasi tekanan darah, mengenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik
atau neuregenik, mengatasi shock dan mengawasi kemungkinan munculnya
kejang (Turner, 2008).
Dari beberapa masalah tersebut perawat mempunyai peran penting
dalam memberikan asuhan secara komprehensif terutama promotif, praventif
dan realibilitas serta secara kolistik yaitu meliputi bio psikososial dan
spiritual.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melaksanakan Studi Kasus Pada Tn. S Umur 65 tahun yang mengalami
masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan
diagnosa medis trauma kapitis di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota
Kediri

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan Studi Kasus Pada Tn. S Umur 65 tahun yang mengalami
masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan
diagnosa medis trauma kapitis di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran
Kota Kediri
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis trauma
kapitis.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
trauma kapitis.
c. Membuat rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
trauma kapitis.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis trauma kapitis.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
trauma kapitis.
C. Manfaat Penulisan
1. Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan pelayanan
khususnya pada pasien trauma kapitis.
2. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan pada pasien trauma kapitis sehingga dapat digunakan
sebagai acuan praktik klinik keperawatan para mahasiswa.
3. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk memperbanyak pengetahuan di bidang ilmu


keperawatan medikal bedah khususnya pasien trauma kapitis.
4. Bagi Perawat
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien trauma kapitis

yang

berlandaskan pada teori asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,


diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
5. Bagi Pasien dan keluarga
a. Sebagai bahan masukan bagi pasien dalam mengatasi permasalahan
yang di hadapi,dan mencegah supaya tidak terjadi trauma kapitis
b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
tentang faktor-faktor pencetus trauma kapitis.
D. Pengumpulan Data
1.

Bentuk Pengumpulan Data


a.

Wawancara
Adalah suatu metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data
dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung pada pasien atau
keluarga.

b.

Studi Kepustakaan
Pengumpulan data dari buku-buku, website, hasil workshop dan
seminar.

2.

Sumber Data
a.

Primer

Ialah sumber data yang diperoleh dari pasien secara langsung dengan
wawancara dan pemeriksaan.
b.

Sekunder
Data yang diperoleh dari catatan medik dan keperawatan, hasil
pemeriksaan, catatan tenaga kesehatan yang terkait.

E. Tempat dan Waktu


1. Tempat di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri
2. Waktu : Pengambilan data awal pada tanggal 13-18 Desember 2013
Pengambilan kasus pada tanggal 10-12 juli 2014
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, tempat dan waktu serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka yang terdiri dari konsep trauma kapitis dan
konsep asuhan keperawatan.
BAB III : Tinjauan kasus yang terdiri dari hasil pengkajian, diagnosa
keperawatan,perencanaan,tindakan dan evaluasi.
BAB IV : Berisi tentang pembahasan yang membahas kesenjangan antara
tinjauan pustaka,dan tinjauan kasus
BAB V: Penutup meliputi: simpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Perfusi jaringan Serebral


. Pengertian

Perfusi jaringan serebral adalah suatu penurunan jumlah oksigen


yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler.
Atau penurunan kadar oksigen pada jaringn otak karena penurunan suplay darah
kapiler (Nanda, 2005-2006).
2. Etiologi
a.

Hipovolemia

b.

Hipervolemia

c.

Aliran arteri terhambat

d.

Peningkatan masalah

e.

Reduksi mekanis dari aliran darah vena dan atau arteri

f.

Hipoventilasi

g.

Kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler dan


atau alveolar

h.

Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah

i.

Penurunan konsentrasi Hb darah

j.

Keracunan enzim

k.

Perubahan afinitas Hb-oksigen (Nanda,2005-2006)

3.

Tanda dan gejalah


a.

Abnormalitas berbicara

b.

Perubahan reaksi pupil

c.

Kelemahan ekstremitas atau paralisis

d.

Perubahan status mental

e.

Sulit menelan

f.

Perubahan respon motorik

g.

Perubahan perilaku

h.

Penurunan tingkat kesadaran

i.

Nyeri kepala

j.

Muntah

k.

Hemiparesa.

l.

Dilatasi pupil ipsilateral

m.

Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,


irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu. (Nanda,2005-2006)

4.

Penatalaksanaan medis
a. Pada fase akut
1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
2) Monitor peningkatan tekanan intrakranial
3) Monitor funggsi pernapasan : analisa gas darah
4) Monitor jantung, tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
6) Kontrol kejang, jika ada dengan pemberian konfulsn dan cegah resiko
injuri
7) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikougulan
8) Monitor tanda-tanda neurologi (Nanda,2005-2006)
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Pertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
3) Pertahankan integritas kulit
4) Pertahankan komunikasi yang efektif

10

5) Pemenuhan kebutuhan sehar-hari


5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada perfusi jaringan otak diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Deficit neurologi fokal,


Kejang,
Pneumonia,
Perdarahan gastrointestinal,
Disritmia jantung,
Hidrosefalus
Kerusakan control respirasi,
Inkontinensia bladder dan bow
Kematian (Nanda,2005-2006)

11

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian
Pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari
pasien. Adapun data yang terkumpul mencakup pasien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan (Potter, 2005).
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan berisi tentang :
1)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya pasien dengan trauma kapitis, datang ke rumah
sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15),
bingung, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah tidak
simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi
sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan
2)

adanya kejang
Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem

sistemik lainnya.
3)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau
keluarga sebagai data subyektif.
b. Identitas pasien
Identitas pasien berisi tentang : Nama, Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record,
Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat,
Tanggal Pengkajian.

12

c. Pemeriksaan fisik
1)

Tanda-Tanda Vital

Suhu

: < 37 C

Nadi

: < 60 x/menit

TD

: Sistole < 105, diastole < 60

RR

: < 16 x/menit

TB/BB : ideal/menurun
2)

Keadaan Umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang

dialami oleh pasien yaitu dari samnolen sampai koma.


3)

Pemeriksaan Head To Toe


a)Kulit dan Rambut
(1) Inspeksi
Warna kulit

: Mengidentifikasi warna kulit pasien

Jumlah rambut

: Mengidentifikasi

adanya

kerontokan

rambut.
Warna rambut

: Warna rambut dilihat tentang: warna bisa


hitam atau putih atau kelabu ketika
seorang menjadi tua, tetapi ada juga yg
beruban pada usia muda karena factor
herediter.

Kebersihan rambut :

Mengetahui kebersihan rambut dan

kulit kepala, rambut yang berbau secara

13

umum

menunjukkan

tingkat

hygiene

seseorang.
(2) Palpasi
Melakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien, keadaan turgor,
kelembaban kulit, serta adanya edema.
b)Kepala
(1) Inspeksi
Mengetahui kesimetrisan antara kanan dan kiri, serta bentuk
kepala pasien.
(2) Palpasi
Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui keadaan kepala
tentang adanya luka / memar pada kepala.
c)Mata
(1) Inspeksi : Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan
inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, konjungtiva,
kornea, iris, dan pupil
(2) Palpasi

: Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan

mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari


puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar
(jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.
d)Telinga
(1) Inspeksi

: Aurikulus dan jaringan sekitarnya

diinspeksi tentang adanya deformitas, lesi, cairan

14

begitu

pula

ukuran,

simetris

dan

sudut

penempelan ke kepala.
(2) Palpasi

Memeriksa

kemungkinan

adanya benjolan
e)Hidung
(1) Inspeksi

Hidung simetris, pada rongga

dikaji apakah ada kotoran hidung, polip atau


pembengkakan
(2) Palpasi

Memeriksa

kemungkinan

adanya benjolan dan nyeri tekan.


f)Mulut
(1) Inspeksi

: Bagaimana keadaan mukosa bibir

pasien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi


dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan,
apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah
pasien bersih / tidak, apakah keadaan mulut
pasien berbau / tidak.
g)Leher
(1)

Inspeksi

Pemeriksaan

bentuk

leher, ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid


(2)
leher
h)Paru

Palpasi :

bagaimana permukaan kulit

15

(1) Inspeksi

Pemeriksaan

kesimetrisan

dada dan ada tidaknya tekukan bentuk dada


(2) Palpasi

Pemeriksaan

kesimetrisan

gerak dada, dan daya kembang paru


(3) Auskultasi :

Pemeriksaan

usaha

nafas

meliputi frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya


pernafasan.
(4) Perkusi

Melakukan

perkusi

secara

merata pada daerah paru dan mencatat adanya


perubahan suara perkusi.
i) Abdomen
(1)

Inspeksi

Pemeriksaan ukuran, kontur,

warna kulit dan pola pembuluh vena (venous


pattern)
(2)

Auskultasi :

Untuk mendengarkan bising

Palpasi

usus
(3)

Palpasi

abdomen

untuk menentukan lemah, keras atau distensi,


adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites
(4)
j) Jantung

Perkusi

Mengetahui bunyi peristaltik

16

(1) Inspeksi
iktus

: Lihat dan perhatikan impuls dari


kordis

untuk

mengetahui

adanya

pembesaran jantung.
(2) Palpasi

:Palpasi

dapat

mengetahui

dan

mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.


(3) Auskultasi : Pemeriksaan

auskultasi

untuk

menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi


jantung, murmur dan gesekan (rub)
(4) Perkusi

: Menentukan batas jantung (batas

atas kanan kiri) untuk memengatuhi sonor, redup


dan timpani.
2.

Diagnosa Keperawatan
Suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status
Kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah
atau merubah status kesehatan pasien (Capernito,2008). Diagnosa dalam
pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan, adanya sekret.
c. Gangguan keseimbagan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
d.
e.
f.
g.

3.

muntah dan out yang berlebihan


Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Luka terbuka
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya sekret
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Intervensi

17

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral


& peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari perfusi
jaringan serebral adekuat
Kriteria hasil : 1. Tidak ada pusing hebat
2. Kesadaran tidak menurun
3.Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
Intervensi
: 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas
R: untuk mendemostrasikan sirkulasi yang
systolis dan diastolis
2. Mengindari hal-hal

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial


R: Peningkatan tekanan intrakranial dapat
merubah perfusi jaringan serebral
3. Membalikkan posisi dari samping ke samping
R: Perubahan posisi akan memberi rasa
pasien lebih nyaman
4. Bila akan memiringkan pasien, harus menghindari
adanya tekukan pada anggota badan, fleksi.
R: Tekukan dihindari agar tidak terjadi rasa
nyeri pada pasien
5. Ciptakan lingkungan yang tenang
R: Lingkungan yang nyaman akan memberi
rasa lebih nyaman pada pasien
6. Pemberian obat-obatan sesuai program
R: Obat-obatann untuk mengurangi edema /
tekanan intrakranial sesuai program
7. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk
mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi

18

R: Pemasangan NGT untuk mencegah


terjadinya aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan, adanya sekret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari
jalan nafas efektif dan jalan nafas bersih
Kriteria hasil: 1. Tidak ada sesak atau kesukaran bernafas
2. Jalan nafas bersih
3. Pernafasan dalam batas normal.
Intervensi : 1. Kaji Airway, Breathing, Circulasi
R: Untuk mengetahui pernafasan pasien
2. Kaji pasien, apakah ada fraktur servikal dan
vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada
cedera vertebra
R: Posisi yang salah pada pasien fraktur akan
membuat pasien tidak nyaman dan sedikit kesulitan
dalam bernapas
3. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya
sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan
lendir
R:

Pengisapan

lendir

dilakukan

untuk

mempermudah jalan napas


4. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam
bernafas
R:

Status

pernapasan

dikaji

untuk

mengetahui pola nafas pasien


5. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala
sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30 derajat
R: Posisi dengan kepala sedikit ekstensi akan
membuat pasien bernapas dengan baik

19

6. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan


R: Pemberian oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pasien.
c. Gangguan keseimbagan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari
kekurangan volume cairan dapat terpenuhi.
Kriteria hasil: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
2. Integritas kulit baik
3. Nilai elektrolit dalam batas normal
4.Tidak di temukan tanda-tanda dehidrasi,turgor kulit
baik,membran mukosa lembab,
Intervensi :
1. pertahankan catatan intake dan output yang akurat
R: Untuk mengetahui intake dan output cairan pasien
2. Monitor status hidrasi membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine
R: Mengetahui tanda-tanda jika pasien mengalami dehidrasi
3. Monitor masukan makan /cairan dan hitung intake kalori harian
R: Banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang
4.Monitor status nutrisi
R: Untuk memenuhi cairan pasien
5. Berikan cairan intra vena sesuai program
R: Untuk memenuhi cairan pas
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi luka yaitu purulent,
drainase, eritema, luka sembuh pada waktunya.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka post operasi

20

R: Dapat diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi


seperti edema, kemerahan, nyeri, yang bertambah berat /
terdapat pus pada luka tersebut
2. Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas, perubahan
kesadaran, atau keluhan meningkatnya nyeri yang hebat
R: Merupakan tanda-tanda adanya peradangan/sepsis

yang

berkembang
3. Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan
R: Dapat diketahui adanya infeksi pada luka operasi
4. Berikan diit TKTP
R: makanan yang bergizi dapat menambah meningkatnya daya
tahan tubuh, sehingga resiko infeksi dapat diperkecil
5. Lakukan cuci tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan serta menggunaka alat yang steril
R: Menurunkan resiko penyebaran bakteri, mencegah terjadinya
infeksi nosokomial
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat yang sesuai
R: Dapat memberikan propilaksis/menurunkan jumlah organisme
untuk menurunkan membrane lebih lanjut
e. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kelemahan motorik dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan :

Tingkat kesadaran akan dipertahankan atau ditingkatkan


dan pasien akan bebas dari cedera fisik

Kriteria hasil: pasien tidak jatuh, terali tempat tidur terpasang, tempat
tidur dalam posisi rendah.
Intervensi :
1. Baringkan pasien dalam alignmen yang sesuai
R: Pasien dalam alignmen yang sesuai mengurangi resiko untuk
terjadinya cedera.
2. Terapkan tindak kewaspadaan : tirali dipasang dan diberi bantalan

21

R: Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran tidak mampu


mengontrol dirinya sendiri dalam hal perlindungan dirinya
3. Terapkan tindak kewaspadaan : tirali dipasang dan diberi bantalan
R: Melibatkan keluarga dalam menjaga keamanan
pasien
membantu mengurangi resiko cedera.
4.Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana perawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi atau aktivitas yang
telah ditentukan
Agar impelementasi pelaksanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama dilakukan adalah mengidentifikasi prioritas
perawatan pasien. Kemudian, bila perawatan telah dilaksanakan, langkah
selanjutnya adalah memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian dengan menggunakan data, dilakukan evaluasi
dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
Implementasi pada pasien dengan trauma kapitis tidak ada perbedaan
dengan implementasi pada kasus yang lainnya (Soemantri, 2012)
5.Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses perawatan. Proses yang
kontinu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang
diberikan,yang dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan
keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada
tahap evaluasi ini juga sangat berkaitan erat dengan tujuan dari perencanaan
tindakan yang akan diberikan kepada pasien (Saryono, 2012).

22

Evaluasi adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil


kualitas pelayanan asuhan keperawatan, dilakukan segera setelah
perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai
efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi harus terus menerus dilaksanakan
hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data
dalam evaluasi proses terdiri dari analisis rencana asuhan keperawatan,
open chart audit, pertemuan kelompok, wawancara, observasi pasien dan
menggunakan form evaluasi. Sistem penulisannya menggunakan SOAP
atau lainnya. Ketika memberikan asuhan kebidanan yang dapat
diaplikasikan

dan

ditetapkan

dalam

setiap

situasi

untuk

pendokumentasian / pencatatan asuhan dapat diterapkan dalam bentuk


SOAP yaitu :
S : Subjektif, data yang dihasilkan dari keluhan pasien dan keluarga,
O : Objektif, data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik klien,
serta pemeriksaan diagnostik dan pendukung lain. Data ini
termasuk catatan medik yang lalu
A : Analisis, data yang dihasilkan dari perbandingan kriteria hasil,
respon subjektif, dan respon objektif.
P : Planning, evaluasi implementasi dan rencana untuk memberikan
tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.
C.Trauma Kapitis
1. Pengertian

23

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara


langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen (PERDOSSI, 2006 dalam Asrini, 2008).
Trauma kapitis atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma)
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan
struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat,
2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas,
2006).

2. Etiologi
Cedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (terbanyak),
baik pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan bermotor. Selain itu,
cedera kranioserebral dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka
tembus peluru), dan lainnya. Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami
kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak
kalah penting adalah saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak
akurat, dapat terjadi kematian atau kecacatan berat (Soertidewi, 2012).
3. Patofisologi

24

Pada trauma kapitis di mana kepala mengalami benturan yang kuat dan
cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan
sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan cidera akselerasi-deselerasi.
Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan
kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya saja.
Patologi kerusakan otak akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan
atas dua stadium yaitu cedera primer dan sekunder (Hemphill, 2005).
a.

Proses primer
Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh
benturan/proses mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan
tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya, kondisi kepala yang
bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses primer
ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga
tengkorak/otak, robekan selaput saraf dan kematian langsung neuron
pada daerah yang terkena.

b.

Proses sekunder
Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer dan timbul karena berubahnya struktur anatomi maupun
fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi
(Japardi, 2002)

4. Tanda dan gejalah

25

1.

Abnormalitas berbicara

2.

Perubahan reaksi pupil

3.

Kelemahan ekstremitas atau paralisis

4.

Perubahan status mental

5.

Sulit menelan

6.

Perubahan respon motorik

7.

Perubahan perilaku

8.

Penurunan tingkat kesadaran

9.

Nyeri kepala,

10.

Muntah

11.

Hemiparesa.

12.

Dilatasi pupil ipsilateral

13.

Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,


penurunan nadi, peningkatan suhu.(Nanda,2005-2006)

5. Pathway Trauma Kapitis


Kecelakaan lalu lintas,cedera,luka tembus
Trauma kapitis

26

Trauma akibat akselerasi atau deselerasi


Trauma jarinagan lunak

Cedera Otak

Kontusio / laserasi
Rusaknya Jaringan kepala

Hematoma

-Perubahan autoregulasi
Luka terbuka
-Oedema serebral

-Oedema
-Vasodilatasi
Tekanan intrakranial

Resiko Tinggi
Kejanginfeksi

Aliran Darah ke otak


Bersihan jalan nafas
Perubahan
perfusi
jaringan

Iskemia dan hipoksia

Obstruksi jalan nafas


Dipsnea
Sekret
Henti nafas
Perubahan pola nafas
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Gangguan pola
nafas

Merangsang inferior hipotalamus


Hipotalamus terfiksasi

Penurunan kesadaran
Mual muntah
Gg keseimbangan
cairan dan elektrolit

Penurunan kekuatan dan tahan otot


Gangguan
mobilitas
fisik
Kurangnya
perawatan
diri

Hipoksia Jaringan
Produksi

ADH

Resiko
tinggi

Keterangan:
= Menyebabkan
= Masalah Keperawatan

Sumber: Kozier (2010)


Gambar 2.1 Pathway Trauma Kapitis
6. Klasifikasi
Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan berbagai

27

pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut


pembagian sebagai berikut :
a.

Patologi
1) Komosio serebri adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih
dari 10 menit akibat trauma kapitis, yang tidak disertai dengan
kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh sakit kepala,
vertigo, mungkin muntah, tampak pucat.
2) Kontusio serebri adalah luka memar pada otak. Memar yang
disebabkan oleh trauma itu dapat membuat jaringan menjadi rusak dan
bengkak dan pembuluh darah dalam jaringan pecah, menyebabkan
darah mengalir ke dalam jaringan (hematoma).
3) Laserasio serebri adalah gangguan fungsi neurologic disertai
kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa
otak terkelupas keluar dari rongga intra cranial.

b.

Lokasi lesi
1) Lesi diffus
2) Lesi kerusakan vaskuler otak
3) Lesi fokal
a) Kontusio dan laserasio serebri
b) Hematoma intrakranial

c.

Derajat kesadaran berdasarkan GCS :


Tabel 2.1. Derajat kesadaran berdasarkan GCS
Kategori

GCS

Gambaran Klinis

CT-scan
otak

28

Minimal

15

Ringan

13-15

Sedang

9-12

Berat

3-8

Pingsan (-), defisit


neurologi (-)
Pingsan < 10 menit, defisit
neurologi (-)
Pingsan > 10 menit s/d 6
jam, defisit neurologi (+)
Pingsan > 6 jam, defisit
neurologi (+)

Normal
Normal
Abnormal
Abnormal

Trauma kapitis dapat juga digolongkan sebagai resiko rendah,


sedang atau resiko tinggi berdasarkan faktor resiko dan perkembangan
penilaian awal neurologis (Mayer dan Rowland, 2000).
Tabel 2.2. Stratifikasi resiko pada penderita dengan trauma kapitis
N
o.
1

Kategori
resiko
Ringan

Karakteristik
a. Pemeriksaan neurologi normal
b. Tidak ada contusio
c. Tidak ada intoksikasi obat atau alkohol
d. Dapat

mengeluh

nyeri

kepala

dan

dizziness
e. Dapat dijumpai abrasi scalp, laserasi atau
hematoma
f. Tidak ada kriteria trauma sedang atau
2

Sedang

berat
a. GCS 9-14 (bingung, lethargi, stupor)
b. Concussion
c. Postraumatic amnesia
d. Muntah
e. Seizure
f. Kemungkinan tanda basielr atau fraktus
tengkorak yang menekan atau cedera
wajah serius
g. Intoksikasi obat atau alkohol

29

N
o.

Kategori

Karakteristik

resiko
h. Tidak ada riwayat cedera atau riwayat
tidak jelas
i. Usia < 2 tahun atau kemungkinan child
3

abuse
a. GCS 3-8 (koma)Penurunan progresif

Berat

tingkat kesadaran
b. Tanda neurologik fokal
c. Cedera penetrasi tengkorak atau fraktur
tengkorak
Sumber : (Mayer SA, 2000)
7. Pemeriksaan Awal Trauma Kapitis
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson
(2002) antara lain:
a.

Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang
didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik,
dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan dan
memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan nilai
tertinggi adalah 15.
Menurut

Japardi

(2004),

GCS

bisa

mengkategorikan pasien menjadi


1) GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
2) GCS 9 13 : cedera kepala sedang
3) GCS > 13 : cedera kepala ringan

digunakan

untuk

30

Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada


satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif
terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam
penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih
baik atau lebih buruk.
Tabel 2.3 Glasgow Coma Scale
Skor
Derajat Kesadaran
Respon Membuka Mata ( E )

Respon Verbal Terbaik (V)

Respon Motorik Terbaik (M)

Reaksi
Membuka mata spontan
Membuka mata terhadap panggilan (atas
perintah)
Membuka mata terhadap rangsangan nyeri
Tidak membuka mata (tidak bereaksi)
Bicara terarah (orientasi baik)
Bingung (disorientasi)
Mengucapkan kata-kata tidak dimengerti
Mengeluarkan bunyi tidak jelas
Tidak ada suara (tidak bereaksi)
Mengikuti perintah
Melokalisasikan rangsangan nyeri
Menarik ekstremitas yang dirangsang
Sikap fleksi pada perangsangan nyeri
Sikap ekstensi pada perangsangan
Tidak ada respon motorik (gerakkan)

e
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1

Berdasarkan GCS maka pembagian Trauma kapitis sebagai berikut:


GCS 13-15 = Trauma kapitis Ringan
GCS 9-12 = Trauma kapitis Sedang
GCS 3-8 = Trauma kapitis Berat
Jika dilakukan tindakan craniotomy dengan cepat, prognosis
hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakkan otak secara
menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan

31

prognosis sangat buruk pada penderita yang mengalami koma sebelum


dilakukan tindakan operasi craniotomy.
b.

Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm
adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya
penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu
terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.

c.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan
saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.

d.

Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak


Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.
Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat.
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa
diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
a.

Foto polos kepala

32

Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang


tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan
intrakranial.
b.

CT-Scan kepala
Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala,
dan merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan
lokasi dan ukuran dari perdarahan intrakranial.

c.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala


Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang
tidak tampak pada CT-Scan kepala.

d.

Angiografi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami
hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan
adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya
pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat
CT-Scan tidak ada.

e.

Arteriografi
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efek massa, letak, dan luas
hematoma tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab hematoma dan
kelainan otak yang terjadi (Japardi, 2002)
9. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Trauma Kapitis

a.

Faktor Agent

33

Penyebab Trauma kapitis bersifat mekanis, yaitu berupa benturan,


pukulan, jatuh, peluru, tusukan, dan tenaga mesin (Markam, 2009).
b.

Faktor Host
1) Umur
Kelompok usia produktif secara sosio-ekonomi paling aktif
dengan mobilitas tinggi dibandingkan anak-anak dan orangtua, 60%
penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun,
angka kematian meningkat pada pasien yang berusia lebih dari 55
tahun yang beresiko pada orangtua yang memiliki masalah berjalan
dan sering jatuh (Hamilton, 2002)
2) Jenis Kelamin
Menurut penelitian Dwikoryanto dan Paranrengi (2002) di
RSUD Dr. Soetomo, terdapat kecenderungan tingkat kematian pria
lebih tinggi daripada wanita (Dwikoryanto, 2003) Menurut penelitian
Yuda Turana (2001) di RSCM diperoleh 263 penderita Trauma kapitis
dengan pendarahan intrakranial, terdapat sebesar 83% pada penderita
laki-laki dan 17% pada penderita wanita (Yuda, 2001)
3) Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan fisik seperti konstruksi jalan yang tidak
layak menyebabkan kurang/hilangnya kontrol pada beberapa kasus
kecelakaan lalu lintas. Jarak penglihatan dan tanda bahaya di

34

persimpangan juga ikut berperan selain arus lalu lintas dan cuaca
(Bedong, 2001).
10. Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan penatalaksanaan kedaruratan trauma kepal
menurut Soertidewi (2012) dalam CDK-193 vol. 39 no.5 tahun 2012
penatalaksaan cedera dibagi berdasarkan kesadaran pasien sebagai berikut:
a. Pasien dalam Keadaan Sadar (GCS=15)
1) Simple Head Injury (SHI)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran
sama sekali dan tidak ada defi sit neurologik, dan tidak ada muntah.
Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas
indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan
keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran
menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan
sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah
sakit.
2) Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma
kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini
kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).
b. Pasien Kesadaran Menurun
1) Cedera kranioserebral ringan (GCS=13-15)
Umumnya

didapatkan

perubahan

orientasi

atau

tidak

mengacuhkan perintah, tanpa disertai defisit fokal serebral. Dilakukan

35

pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan


mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi
simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai
kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval,
nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala
lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai
ada hematoma, dilakukan CT scan.
Pasien cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat
jika:
a) orientasi (waktu dan tempat) baik
b) tidak ada gejala fokal neurologik
c) tidak ada muntah atau sakit kepala
d) tidak ada fraktur tulang kepala
e) tempat tinggal dalam kota
f) ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai
ada perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS
2) Cedera kranioserebral sedang (GCS=9-12)
Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.
Urutan tindakan:
a) Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan
(Breathing), dan sirkulasi (Circulation)
b) Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan
cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau

36

tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah


leher dan atau fi ksasi tulang ekstremitas bersangkutan
c) Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya
d) CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial
e) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral
lainnya
3) Cedera kranioserebral berat (GCS=3-8)
Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel.
Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila
ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan
untuk

pertolongan

pertama.

Tindakan

sama

dengan

cedera

kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di


ICU.
Di samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan
sistemik. Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam
keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan
kardiopulmoner.
11. Pencegahan Trauma Kapitis
Upaya pencegahan Trauma kapitis pada dasarnya adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas
yang berakibat trauma pada kepala. Upaya yang dilakukan menurut Yuda
(2001) yaitu :
a.

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

37

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa


terjadi yang dirancang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya Trauma kapitis seperti : lampu lalu lintas dan kendaraan
bermotor, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.

b.

Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Pencegahan sekunder yaitu berupa upaya pencegahan pada saat
peristiwa kecelakaan untuk menggurangi atau meminimalkan beratnya
Trauma yang dialami. Dilakukan dengan memberikan pertolongan
pertama, yaitu : menghentikan pendarahan, usahakan jalan nafas yang
lapang, memberikan bantuan nafas buatan bila keadaaan berhenti
bernafas.
Tindakan Pengobatan Trauma kapitis craniotomy menurut
Japardi (2002):
1) Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif
Pada pasien Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy
kesadaran menurun tidak dapat mempertahankan jalan nafas dan
pola nafas yang efekif, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik
tanda-tanda vital, memberikan posisi ekstensi pada kepala, mengkaji
pola nafas, memberikan jalan nafas tetap terbuka dan tidak ada
sekret (sputum) yang mengganggu pola nafas
2) Mempertahankan perfusi otak

38

Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arteri


dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu pada Trauma kapitis
dengan tindakan craniotomy tekanan darah perlu diperhatikan
supaya tidak menurun. Jika terdapat syok dan pendarahan, harus
segera diatasi serta menghindari terjadinya infeksi pada otak.
3) Meningkatkan perfusi jaringan serebral
Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran
menurun perlu diberikan tindakan dengan cara meninggikan posisi
kepala 15-30 derajat posisi midline (setengah terlentang) untuk
menurunkan tekanan vena jugularis, dan menghindarkan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
4) Cairan dan elektrolit
Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran
menurun atau pasien dengan muntahan, pemberian cairan dan
elektrolit melalui infus merupakan hal yang penting untuk mencegah
terjadinya dehidrasi pada tubuh.
5) Nutrisi
Pada pasien dengan Trauma kapitis craniotomy dengan
kesadaran menurun kebutuhan kalori dapat meningkat karena
terdapat keadaan katabolik. Perlu diberikan makanan melalui sonde
lambung.
6) Pasien yang gelisah

39

Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang,


misalnya haloperidol. Untuk nyeri kepala dapat diberikan obat
analgetik.
c.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan tersier yaitu upaya untuk menggurangi akibat
patologis dari Trauma kapitis. Dilakukan dengan membawa penderita
Trauma kapitis ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih
lanjut dengan tindakan segera craniotomy.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur
: 65 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
:Pekerjaan
: Tani
Alamat
: Papar Utara, RT 01 RW 05
Diagnosa Medis : Trauma kapitis Sedang
Sumber : Dari keluarga dan list pasien

Jenis Kelamin
Status Marital
Penanggung Jawab
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
No. Reg
Ruangan

: Laki - laki
: Menikah
: Rianto
: Papar Utara
: 09 Juli 2014 jam 17.25
: 10 Juli 2014 jam 10.00
: 306059
: Flamboyan

B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama:
Saat MRS

: Keluarga pasien mengatakan,pasien mengalami jatuh dari


atas terowongan rel kereta api dan pasien tidak sadar.

40

Saat Pengkajian: Pasien mengatakan nyeri kepala seperti di pukul-pukul,


Nyeri hilang muncul,nyeri tambah jika pasien bergerak.Skala
nyeri 8.
Riwayat Penyakit saat ini: Pasien mengatakan tanggal 9 juli 2014 sekitar jam
06.30 terjatuh dari atap terowongan rel kereta api, masuk ke
dalam sungai yang tidak ada airnya dengan ketinggian kurang
lebih 3-4 meter, saat kejadian pasien tidak sadarkan diri
kurang lebih 2 jam kemudian pasien dibawa ke RSUD Pare
lalu dirujuk ke RSUD Gambiran. Di IGD pasien sadar,dan
pasien mengeluh

pusing dan nyeri pada kepala.Terdapat

pembengakakan/Oedem pada kedua mata, luka robek pada


dahi dan bibir.
Penyakit yang pernah diderita : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami
penyakit dahulu seperti hipertensi, DM.
Penyakit yang pernah diderita keluarga : Pasien mengatakan di dalam
keluarganya tidak ada yang menderita penyakit sepeti DM,
Hipertensi, dll.
Riwayat Alergi: Tidak ada

41

C. GENOGRAM

Gambar 3.1 Genogram


Keterangan:
: Laki-laki

: Garis perkawinan

: Perempuan

: Tinggal satu rumah

: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Pasien
: Garis keturunan

42

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: keadaan umum lemah,kesadaran composmentis


meringis kesakitan, terpasang spalk pada tangan
kanan,terpasang infus D5 Ns
TTV

TD : 110/80 mmHg

S : 36,6oC

N : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

Mukosa bibir kering, dan tangan kanan tidak bisa


digerakkan.
I. POLA PERNAFASAN
Irama

: Teratur

Jenis

: Vesikuler

Suara Nafas

: Vesikuler

Sesak Nafas

: Tidak sesak nafas

Batuk

: Tidak batuk

Nyeri dada

: Tidak nyeri dada

Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

II. KARDIOVASKULER
Irama
: Reguler
S1. S2 tunggal : Tidak
Nyeri dada
: Tidak
Bunyi jantung : Normal
CRT
: < 3 detik
Akral
: Hangat
Masalah Keperawatan :

43

Tidak ada masalah keperawatan

III.PERSARAFAN
GCS

: eye : 3, verbal : 5, motorik : 6,pasien lebih banyak


tiduran atau memejamkan mata, karena merasa

Istirahat/ tidur
Gangguan tidur
Lain lain

pusing
: 5 jam/ hari
: tidak ada gangguan
: Terdapat hematom pada mata (briil hematom), dan
terdapat luka robek pada dahi kurang lebih 3 Cm

sudah di jahit 7x
Masalah keperawatan :
Perfusi Jaringan Serebral

IV. PENGINDERAAN
a. Mata
Palpebra
Konjungtiva
Lain lain

: lebar pupil sama (isokor)


: tampak kemerahan,terdapat oedem
: mata tertutup, terdapat pembengkakan
atau oedem

b. Telinga
pasien tidak mengalami gangguan pendengaran,bentuk telinga
simetris,ukuran telinga sedang,tidak ada serumen pada telinga,tidak
ada benda asing,membran telinga utuh.

44

c. Hidung
Bentuk hidung normal,tidak ada pembengkokan pada septum
nasi,lubang hidung tidak ada sekret,tidak ada sumbatan,selaput
lendir lembab,tidak ada perdarahan.
Masalah Keperawatan

Tidak ada masalah keperawatan

V. PENCERNAAN
Nafsu makan

: Menurun,pasien tidak bisa makan karena


ada luka robek di bibir bagian bawah

Porsi makan

: pasien hanya minum susu formula.

Minum

: jumlah : 100 cc/hari, jenis minuman :


susu 2 sendok dalam 1 hari

BB sebelum sakit : tidak terkaji BB saat ini : tidak terkaji


Mulut dan tenggorokan :
a. Mulut
b. Lain- lain

:
kotor
: Ada luka robek pada bibir kurang lebih 3

Cm,ada abses pada luka di bibir.


Abdomen

:
a. Peristaltik :
16 x/menit
b. Pembesaran Hepar : tidak ada pembesaran hepar
c. BAK
:
500 cc/5 jam, bau : khas, warna :
kuning keruh
d. Lain lain :
500cc/5 jam

Terpasang kateter produksi urin

45

Masalah keperawatan :
Resiko tinggi infeksi

VI. MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMEN


Kemampuan Otot

Oedema
Lain-lain

5 5
: ada
: tangan

kanan

terasa

nyeri,oedem

pada

pergelangan tangan dan terpasang spalk


Masalah keperawatan :
Gangguan mobilitas fisik

VII.

ENDOKRIN

Pembesaran tyroid : Tidak ada pembesaran tyroid


Pembesaran Limfe : Tidak ada pembesaran limfe
Hiperglikemi
: Tidak ada hipergikemi
Hipoglikemi
: Tidak ada hipoglikemi
Luka Gangren
: Tidak ada luka gangren
Masalah keperawatan
Tidak Ada Masalah Keperawatan

VIII.

PERSONAL HIGIENE

Kebersihan secara umum


: Kotor
Kebutuhan personal hygiene di bantu oleh keluarga, mandi di seka 2x/
Ganti Pakaian
Masalah keperawatan

hari,tidak sikat gigi


: 1 kali/ hari

46

Kurangnya perawatan diri

IX. PSIKOLOGIS-SOSIO-SPIRITUAL
Ketaatan menjalankan ibadah
Kegiatan dalam menjalankan ibadah

: Taat
: Pasien selalu berdoa

di tempat tidur
Orang yang paling berharga/ berarti
: Istri dan anak
Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar : Baik
Masalah keperawatan
Tidak Ada Masalah Keperawatan

X. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Resiko tinggi infeksi
3. Nyeri
XI. DATA PENUNJANG
Foto : Fraktur pada bagian radius ulna Dekstra
Terapi

: - Cefo/ Phycin 1 x 500mg/IV


- Piracetam 1x500mg/IV
- Santagesik 1x25mg/IV
- Ranitidin 1x 25mg/IV
- Infus D5 N5 20 tts/ menit
LABORATORIUM

Tanggal
No
.

: 09 07 2014
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

47

1.
2.
3.

HB
Lekosit
Hitung Jenis

4.
5.
6.
7.
8.

Hematrofit
Trombosit
LED
Ketikolosit
Malaria

13,9 gr/dl
12,4 103/ml
EO : seg
Ba : Lim
Stab : Mo
42,2 %
253 103/ml
mm/1jam
%

(L : 13 18) (P : 12,5 16)


(L : 4,3 10,3) (P : 4,3 11,3)
EO 0-4% seg 54 62 %
Ba 0-1 % Lim 25-33%
Stab 3-5% Mo 3-5 %
(L : 25 50) ( P : 25-45)
150-400
(L: < 15) (P : < 20)
5-15
Negatif

Test Ratio
Result Flags
Units
Glukosa
1.33H
mg/dl
SGOT
33.9
U/L
SGPT
16.8
U/L
Ureum
26
mg/dl
Creatinin
0.7
mg/dl
UU
2.7
mg/dl
BUM
12
mg/dl
X11 . KLASIFIKASI DAN ANALISA DATA
No
.
1.

Kelompok Data
DS : Pasien
mengatakan

Kemungkinan
Penyebab
Trauma/
Kecelakaan

pusing
DO: - Pasien tampak

Cidera Otak
Hematoma

GCS:3,5,6
TTV

Perfusi Jaringan
Serebral
berhubungan
O2 ke otak menurun
ditandai dengan

Oedema

briil hematom.
- Skala nyeri 8

Perfusi Jaringan

dengan kebutuhan

atau hematom
pada mata atau

Diagnosa
Keperawatan

Ketidakefektifan Ketidakefektifan
Serebral

pucat
- Terdapat oedem

Masalah

Normal Range
70-155
6.37
6-42
10-50
0.6-1.2
3.4-7.0
4-20

pasien mengatakan
sering pusing,

kebutuhan O2 ke
otak menurun

pasien tampak
pucat
- Terdapat

Ttd
Mhs

48

No
.

Kelompok Data
TD : 110/80 mmHg

Kemungkinan
Penyebab
Ketidakefektifa

N : 72 x/menit

n Perfusi

S : 36,6oC

Jaringan

RR : 20 x/menit

Serebral

Frakur

pada

Masalah

Diagnosa
Keperawatan
pembengkakan
pada kedua mata
- TTV
TD : 110/80
mmHg

radius

N : 72 x/menit

ulna Dekstra

S : 36,6oC
RR : 20 x/menit

2.

DS : Pasien
mengatakan nyeri

Trauma/
Kecelakaan

pada tangan
kanan, nyeri

Nyeri

Nyeri berhubungan
dengan
Diskontinuitas

Kompresi tulang

tulang

terasa bila dibuat

dengan

gerak, nyeri pada

mengatakan

kepala serasa
seperti dipukul

nyeri

pada tangan kanan,

tulang

nyeri terasa bila di

DO: keadaan umum


lemah pasien

pasien

Diskontuinitas

buat

ditandai

gerak

skala

nyeri 8. TD:110/80
Nyeri

mmHg

tampak meringis

N:72x/menit

kesakitan, skala

S:36,6oc

nyeri 8

RR:20x/menit

terpasang

Ttd
Mhs

49

No
.

Kemungkinan
Penyebab

Masalah

DS:pasien mengatakan

Trauma

Resiko Tinggi

Resiko

nyeri pada luka robek

kecelakaan

Infeksi

Infeksi

Kelompok Data

Diagnosa
Keperawatan

spalk,oedem pada
tangan
- TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC
R : 20 x/menit

3.

DO: - Terdapat luka


robek pada bibir
dan dahi

berhubungan
Rusaknya
jaringan kepala

- mulut kotor
- tidak ada tanda-

Luka terbuka

tanda infeksi
seperti kalor,

resiko tinggi

dolor, rubor,

Infeksi

tumor.
TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC
RR : 20 x/menit

Tinggi

dengan luka terbuka

Ttd
Mhs

50

No
.

Kemungkinan
Penyebab

Kelompok Data

Masalah

Diagnosa
Keperawatan

Ttd
Mhs

Rasional

Ttd
Mh
s

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No
.

Diagnosa
Keperawatan

1.

Ketidakefektifa
n

Tujuan dan
Kriteria Hasil
Tujuan : setelah

Rencana
Tindakan
1.Observasi TTV

Perfusi dilakukan

R/untuk
mengetahui

Jaringan

tindakan

keadaan

umum

Serebral

keperawatan

pasien

untuk

berhubungan

selama 1x24 jam

menentukan

dengan

perfusi jaringan

intervensi

kebutuhan
keotak
menurun.

O2 serebral adekuat

selanjutnya

KH :
- Tanda-tanda vital 2.Kaji tingkat

R/Tingkat

dalam batas

kesadaran

kesadaran

normal
TD : 120/80

pasien

merupakan

mmHg

indikator terbaik

51

No
.

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan
Kriteria Hasil

Rencana
Tindakan

N : 70-80

Rasional
adanya

x/menit
S : 36,5 3,2oC
RR : 20 x/menit
- Tingkat kesadaran 3.Posisikan kepala

neurologi.

composmentis
- GCS 4,5,6
- Tidak ada tanda-

peningkatan

supine (datar)

tekanan
darah

tanda

aliran
menuju

otak yang dapat

peningkatan
intrakranial
- Mampu
berkomunikasi
sesuai
kemampuan

R/ menghindari

memicu
peningkatan
tekanan
4. Pertahankan

intra

kranial

tirah baring,
ciptakan
lingkungan
yang tenang

R/Rangsangan

dan batasi

aktivitas

pengunjung

meningkatkan

5.Kolaborasi

dapat

kenaikan TIK

dengan tim
medis dalam
pemberian obat
R/untuk
mengurangi
edema / tekanan
intrakranial
2.

Resiko tinggi

Tujuan :

infeksi

Setelah dilakukan

Observasi

selesai program
R/ untuk

TTV catat

mengetahui

Ttd
Mh
s

52

No
.

Diagnosa
Keperawatan
berhubungan
dengan luka

Tujuan dan
Kriteria Hasil

Rencana
Tindakan

tindakan
keperawatan

terbuka
selama 1x24 jam
tidak

terjadi

serangan

keadaan umum

panas, nyeri,

pasien dan

perubahan

peradangan

kesadaran
Observasi
tanda-tanda

infeksi pada luka

infeksi pada

KH :

luka

- Tidak ada Tanda-

Monitor
dran, hitung
output dan

Kolaborasi
dalam
pemberian
obat
antibiotik

Tujuan : Setelah

berhubungan

dilakukan

dengan

tindakan

diskotinuitas

keperawatan

infeksi pada luka

bertambah berat
R/ dapat
diketahui adanya
infeksi pada luka

warna cairan
Lihat insisi
dan balutan

Nyeri

tanda tanda

nyeri yang

kelancaran

3.

mengetahui

kemerahan,

bersih

dan kering

R/ untuk

seperti edema,

tanda infeksi
- Luka
dalam
keadaan

Rasional

1. Observasi
TTV

R/ untuk
mengetahui
kedalaman luka
R/ untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
R/ untuk
mengetahui
keadaan umum

2.Kaji skala

R/ Untuk

Ttd
Mh
s

53

No
.

Diagnosa
Keperawatan
tulang

Tujuan dan
Kriteria Hasil

Rencana
Tindakan

selama 1x24 jam

nyeri,lokasi

mengetahui

pasien dapat

dan frekuensi

skala nyeri

mempertahankan
mobilisasi
KH :
- Pasien dapat
melakukan
aktivitas dengan
mandiri
- Pasien tidak
merasa sakit bila
tangannya

nyeri
3.Anjurkan pada
keluarga
pasien untuk
selalu berada
disamping

berkurang(2-3)

R/ untuk
membantu
pemenuhan
mobilisasi
pasien

pasien
4.Beri bidai/
spalk pada
posisi fraktur

R/
mempertahanka
n posisi

digerakkan
- Skala nyeri hilang
atau

Rasional

fungsional
5.Kolaborasi
dengan
fisioterapi

R/ berguna
untuk program
latihan

Ttd
Mh
s

54

TINDAKAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

1.

10 07 - 2014

10.30
11.00

Tindakan Keperawatan

1.

Memposisikan kepala lebih tinggi (tidur

pakai 1 bantal)
2. Menciptakan lingkungan yang tenang dan

batasi pegunjung
3.
Mengobservasi tanda-tanda vital
13.00
TD: 120/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36.6C
RR: 20x/menit
4. 4. Mengkaji ulang tingkat kesadaran (GCS= 14)
13.10
2.

10 07 - 2014

3.

10 07 - 2014

10.30

1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka


2. Merawat luka dan mengganti balutan
11.00 3. Mengobservasi serangan panas,nyeri dan
perubahan kesadaran
4. Mengobservasi tanda-tanda vital
13.00
TD: 120/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36.6C
13.10
RR: 20x/menit
11.00

1. Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara


menarik nafas dalam
Ambil nafas dari hidung tahan 3 detik
kemudian keluarkan dari mulut.

12.00
13.00

2. Mengkaji ulang cara teknik relaksasi


3. 3.Mengkaji ulang skala nyeri.Nyeri seperti

Ttd
Mhs

55

tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus, namun


bertambah jika dibuat bergerak atau mengubah
posisi, nyeri di tangan kanan, skala nyeri 8

56

TINDAKAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa

Tanggal

1.

11 07 - 2014

Jam
08.15

Tindakan Keperawatan
1.Memposisikan kepala lebih tinggi (tidur
pakai 1 bantal)

08.20
08.30

Menciptakan lingkungan yang tenang batasi


pegunjung
4.Melakukan injeksi pirasetam 1x500mg/IV

11.00
13.00

5.Mengkaji ulang tingkat kesadaran (GCS= 14


6.Mengobservasi tanda-tanda vital
TD: 120/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36.6C
RR: 20x/menit

2.

11 07 - 2014

08.00
08.30
09.10
11.10
13.00

1.Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka


2. Melakukan injeksi antibiotik cefotaxim
1x500mg/IV
3. Merawat luka dan menganti balutan
4. Mengobservasi serangan panas,nyeri.
5. Mengobservasi tanda-tanda vital
TD: 120/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36.6C
RR: 20x/menit

3.

11 07 - 2014

07.30

1.Mengobservasi TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 72 x/menit

Ttd
Mhs

57

S : 36,6oC
08.10
08.45
09.00
10.30

R : 20 x/menit
2.Mengkaji derajat mobilisasi yang dihasilkan
3.Menganjurkan pada keluarga pasien untuk
selalu berada di samping pasien
4.Memberikan bidai / spalk pada posisi fraktur
5.Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian Ranitidin 1x25mg/IV

58

TINDAKAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

1.

12 07 - 2014

08.00

Tindakan Keperawatan
1.Mengobservasi TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC
R : 20 x/menit

08.30

2.Mengkaji tingkat kesadaran pasien (GCS =

09.00

15)
3.Menghindari hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan

09.30
10.00

2.

12 07 - 2014

08.00

intrakranial
4.Menciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pegunjung
5.Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi Pirasetam 1x500mg/IV

1.Mengobservasi TTV, catat serangan panas,


nyeri dan perubahan kesadaran.
2.Mengobservasi adanya

08.30

pada

luka

seperti

tanda-tanda infeksi

kolor,

dolor, rubor,

tumor,kalor
3.Melihat insisi dan balutan
09.00

4.berkolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian antibiotic cefotaxim 1x500mg/IV

09.30

Ttd
Mhs

59

3.

12 07 - 2014

08.00

1.Mengobservasi TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC

08.30

R : 20 x/menit

09.00

2.Mengkaji derajat mobilisasi yang dihasilkan


3.Menganjurkan pada keluarga pasien untuk

09.30

selalu berada di samping pasien


4.Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian Ranitidin 1x25mg/IV

60

EVALUASI
No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

1.

10 07 2014

14.00

Tindakan Keperawatan
S : Pasien mengatakan masih pusing dan
nyeri kepala
O : Pasien tampak pucat,terdapat oedem atau
hematom pada kedua mata
GCS 3,5,6
TD:120/80
N:72x/menit
S:36,6
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan(1-5)

2.

10 07 2014

14.15

S: O : Terdapat luka robek pada bibir dan


dahi,luka belum kering dan bersih,tidak
ada tanda-tanda infeksi kalor, dolor, rubor,
tumor,Pus dan skala nyeri 7
TD : 120/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC
A : Tidak terjadi infeksi
P : Intervensi dilanjutkan (1-4)

3.

10 07 - 2014

14.30

S: Pasien mengatakan nyeri pada tangan


O: Pasien tampak pucat,terpasang spalk pada
tangan kanan,skala nyeri 7
TTV :
TD:120/80 mmHg

Ttd
Mhs

61

No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

Tindakan Keperawatan
N:72x/menit
S:36,6 C
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi di lanjutkan(1-4)

1.

11 07 - 2014

14.00

S : Pasien mengatakan kepala masih pusing


dan nyeri kepala
O : Pasien tampak pucat,terdapat oedem atau
hematom pada kedua mata,pasien tampak
Meringgis kasakitan
GCS 4,5,6
TD:120/80
N:72x/menit
S:36,6
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan (1-5)

2.

11 07 2014

14.15

S: O : luka pada bibir belum kering,bersih dan


tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor,
dolor, rubor dan tumor
A : Tidak terjadi infeksi
P : Intervensi dilanjutkan(1-4)

3.

11 07 - 2014

14.30

S: Pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan


sudah berkurang
O: Pasien tampak pucat,masih terpasang spalk
skala nyeri 6
TD:120/80mmHg

Ttd
Mhs

62

No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

Tindakan Keperawatan
N:72x/menit
S:36,6C
A:Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi di lanjutkan (1-5)

1.

12 07 2014

14.00

S : Pasien mengatakan pusing,nyeri kepala


berkurang,
O : pasien tampak rileks,
TTV : TD : 120/80 mmHg
N : 72 x/menit
S : 36,6oC
Skala nyeri 4
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan(1-4)

2.

12 07 - 2014

14.15

S: O : luka pada bibir sudah kering,dan bersih


tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
kolor,dolor,rubor dan tumor
A :Tidak terjadi infeksi
P : Intervensi dilanjutkan(1-4)

3.

12 07 - 2014

14.30

S: Pasien mengatakan nyeri pada tangan


kanan sudah berkurang
O: Pasien tampak rileks,masih terpasang spalk
TD:120/80mmHg N:72x/menit
S:36,6C
A : masalah teratasi sebagian

Ttd
Mhs

63

No.
Diagnosa

Tanggal

Jam

Tindakan Keperawatan
P :lanjutkan intervensi 1-4

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas kesenjangan antara Tinjauan Pustaka dengan
Kasus yang nyata pada asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis
Trauma kapitis Sedang di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri.
1.

Pengkajian
Tn. S usia 65 tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang, pada

saat MRS, pasien mengatakan nyeri kepala, neri seperti dipukul pukul, terdapat
luka robek pada dahi dan bibir, terdapat bengkak pada kedua mata, sianosis pada
mata. Nyeri hilang muncul, nyeri bertambah jika pasien bergerak. Skala nyeri 8
pasien tampak meringis kesakitan.
Secara teori trauma Kapitis merupakan segala bentuk kekerasan yang
menimpa kepala dan akan menyebabkan terjadinya luka pada kulit kepala, tulang
tengkorak dan otak. Trauma kapitis pada kecelakaan lalu lintas merupakan yang
sering terjadi namun tidak menutup kemungkinan penyebab lain misalnya
kekerasan termis maupun akibat benda tajam. Trauma kapitis merupakan
penyebab utama kematian di berbagai negara di dunia, terutama pada kelompok
usia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna
kendaraan bermotor dan kepadatan kendaraan yang cukup tinggi meningkatkan

Ttd
Mhs

64

resiko terjadinya kecelakaan. Hal ini tidak diikuti oleh kedisiplinan dari pengguna
kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan yang bersifat
fatal termasuk terjadinya trauma kapitis.
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti iskemia atau hipoksia oleh karena kompresi jaringan otak.
Penatalaksanaan umum adalah menilai fungsi saluran nafas dan respirasi,
stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma, oksigenasi, mengawasi
tekanan darah, mengenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik,
mengatasi shock dan mengawasi kemungkinan munculnya kejang.
Berdasarkan Data Tersebut dapat di simpulkan bahwa ada kesenjagan yang
terjadi antara teori dan hasil pengkajian secara langsung pada pasien trauma
kapitis.
2.

Diagnosa Keperawatan
Pada kasus ini penulis menemukan diagnosa medis trauma kapitis sedang

dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas


fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
luka terbuka. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral ini berdasarkan
data subyektif Pasien mengatakan pusing dan bengkak pada mata. Sedangkan
kondisi obyektifnya adalah pasien tampak pucat dan terpasang O2 dan kateter,
TTV TD : 110/80 mmHg, N : 72 x/menit, S : 36,6 oC dan RR : 20 x/menit.
Mekanismenya adalah trauma menyebabkan cidera otak, sehingga terjadi

65

hematoma, berdampak pada Oedema, sehingga kebutuhan oksigen ke otak


menurun sehingga mengakibatkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Sedangkan diagnosa angguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
didasarkan pada kondisi subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan,
nyeri terasa bila dibuat gerak, sedangkan data obyektifinya keadaan umum lemah
pasien tampak meringis kesakitan skala nyeri 8. Mekanismenya adalah trauma
menyebabkan kompresi tulang sehingga terjadi gangguan diskontinuitas tulang
akibatnya terjadi gangguan mobilitas.
Untuk diagnosa masalah terjadinya resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan luka terbuka berdasarkan pada kondisi yang ditandai dengan terdapat luka
robek pada bibir dan dahi. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya trauma yang
berdampak

pada

terjadinya

kerusakan

pada

jaringan

kepala,

sehingga

menimbulkan luka terbuka dan ini memudahkan terhadap terjadinya infeksi.


Berdasarkan diagnosa di atas ada kesenjagan,bahwa tidak semua diagnosa
yang ada pada teori terdapat pada studi kasus begitu pula sebaliknya.karena
diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan patologis
maupun fisiologis,perubahan ini timbul akibat dari peroses penyakit yang berbeda
sehingga kesenjagan antara teori dan studi kasus sangatlah mungkin terjadi.
3.

Intervensi keperawatan
Rencana indakan ini bertujuan untuk menyusun rencana asuhan secara

menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang talah dibuat
pada langkah-langkah sebelumnya. Setiap rencana asuhan harus di jelaskan

66

terlebih dahulu, kemudian disetujui oleh klien agar dapat dilaksanakan dengan
efektif karena pasien juga akan melaksanakanya.
Pada tahap ini ditemukan kesenjangan antara tinjaun pustaka dan tinjauan
kasus karena dari tinjauan kasus ditemukan permasalahan ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko

tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka. Rencana tindakan keperawatan


yang dilakukan meliputi upaya untuk mencegah terjadinya trauma sekunder pada
otak, menurunkan nyeri dan melakukan pencegahan infeksi.
Rencana tindakan yang dilakukan memiliki tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam perfusi jaringan serebral adekuat dengan
kriteria hasil tidak ada pusing hebat, kesadaran menurun dan tidak terdapat
peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan lainnya adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mempertahankan mobilisasi,
dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan aktivitas dengan mandiri dan pasien
tidak merasa sakit bila tangannya digerakkan. Tujuan upaya pencegahan infeksi
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
infeksi pada luka, dengan kriteria hasil tanda tanda infeksi berkurang dan luka
dalam keadaan bersih dan kering.
4.

Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan

merupakan

tindakan

yang

penulis

lakukan

dengan

menerapkan teori asuhan keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga.


Rencana tindakan yang telah disepakati sebelumnya dapat dilaksanakan dengan
baik.

67

Tindakan pada kasus Tn. S usia 65tahun dengan diagnosa medis trauma
kapitis sedang, dapat dilaksanakan seluruhnya pada tahap implementasi ini yang
meliputi observasi TTV, tinggikan posisi kepala pasien, hindari hal yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial, balikkan posisi pasien dari
samping ke samping dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.
Sedangkan untuk pencegahan infeksi dilakukan dengan observasi tanda-tanda
infeksi pada luka, monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan, lihat
insisi dan balutan, serta kolaborasi untuk pemberian antibiotik. Tindakan
keperawatan untuk mempertahankan mobilitas antara lain adalah kaji derajat
mobilisasi yang dihasilkan, anjurkan pada keluarga pasien untuk selalu berada
disamping pasien, beri bidai/ spalk pada posisi fraktur dan kolaborasi dengan
fisioterapi.
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan TnS mengingat kondisi
pasien yang sangat lemah sehingga tidak semua rencana tindakan dilakukan
5.

Evaluasi keperawatan
Merupakan penilaian akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan. Dan
pada evaluasi ditinjauan kasus dapat dilaksanakan dengan lancar karena klien
kooperatif dan bekerjasama baik dengan penulis dan petugas kesehatan.
Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian berdasarkan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dalam bentuk SOAP. pada kasus Tn. S usia 65
tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang. Hasilnya

selama

dilakukan observasi 3 hari didapatkan dari diagnosa pertama adalah Pasien


mengatakan Pasien mengatakan tidak pusing lagi, skala nyeri 3, pasien

68

tampak rileks, mukosa bibir lembab, hasil analisis menunjukkan bahwa


masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka
terbuka dapat diatasi seluruhnya.
Pada kasus ini penulis sudah memberikan asuhan keperawatan selama
3 hari dan sudah melakukan evaluasi tiap hari hasil evaluasi masalah teratasin
sebagian mengingat kondisi Tn S yang masih lemah.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1.

Pengkajiam dilakukan pada Tn. S usia 65 tahun dengan diagnosa medis


trauma kapitis sedang, pada saat MRS, pasien mengatakan nyeri kepala,
neri seperti dipukul pukul, terdapat luka robek pada dahi dan bibir,
terdapat bengkak pada kedua mata, sianosis pada mata. Nyeri hilang
muncul, nyeri bertambah jika pasien bergerak. Skala nyeri 8 pasien
tampak meringis kesakitan.

2.

Diagnosa pada pasien adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,


gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan luka terbuka.

69

3.

Intervensi yang dilakukan meliputi upaya untuk mencegah terjadinya


trauma sekunder pada otak, menurunkan nyeri dan melakukan
pencegahan infeksi.

4.

Implementasi pada Tn. S usia 65tahun dengan diagnosa medis trauma


kapitis sedang, dapat dilaksanakan seluruhnya pada tahap implementasi
ini yang meliputi pencegahan trauma kapitis sekunder dengan tinggikan
posisi kepala pasien, hindari hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan intrakranial, rawat luka dan upaya pengurangan nyeri.

5.

Evaluasi keperawatan yang dilakukan menunjukkan bahwa tujuan


keperawatan belum sepenuhnya tercapai tanpa membutuhkan intervensi
lanjutan.

B. Saran
a. Institusi Rumah Sakit
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi
dalam pelaksanaan pelayanan khususnya pada pasien dengan trauma
kapitis.
b. Institusi Pendidikan
Diharapakan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
kegiatan proses belajar mengajar tentang studi kasus pada pasien trauma
kapitis sehingga dapat digunakan sebagai acuan praktik klinik
keperawatan.
c. Bagi Penulis Selanjutnya

70

Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar masukan untuk


penelitian berikutnya dan juga dapat memperbanyak pengetahuan di
bidang ilmu keperawatan medikal bedah.
d. Bagi Perawat
Diharapkan dapat melaksanakan asuhan keparawatan pada pasien
trauma kapitis yang berlandaskan pada teori asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencanan keperawatan,
tindakan keperawatan dan evaluasi.

71

e. Bagi pasien
Diharapkan pasien dan keluarga bisa mengenal lebih dalam tentang
penyakit trauma kapitis dan mampu melaksanakan pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA

Bedong, M.A, (2001). Cidera Jaringan Otak : Pengenalan dan Kemungkinan


Penatalaksanaannya. Medika, No.5 Tahun XXVII.
Hamilton, Bailey, et all. 2002. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Terjemahan.
Yogyakarta : Gadjah Mada Universiti Press.
Japardi, I. (2002). Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.
Kozier, Barbara, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC.
Lombardo, M.C. (2006). Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan
Wilson, L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Markam, S. (2009). Penuntun Neurologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Binarupa Aksara.
Sastrodiningrat AG. (2009). Memahami Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Prognosa Cedera Kepala Berat. Majalah Kedokteran Nusantara Vol
39 No.3,
Sidharta, P. (2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2004). Textbook of Medical Surgical Nursing.
Philadelphia: Lippincott
Soertidewi, Lyna. (2012). Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral.
Continuing Medical Education CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012
Yuda, T 2001. Perdarahan Intrakranial Akibat Cidera Kranioserebral di RSCM
1998-2000. Bagian Neurologi FK UI, Jakarta

72

73

74

75

76

Anda mungkin juga menyukai