Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene yang
berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu
yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Berbicara mengenai pendidikan orang dewasa, masalahnya lebih dari sekedar
mengajarkan suatu pengetahuan baru kepada orang dewasa, karena orang dewasa
telah memiliki sikap dan pengetahuan

sehingga informasi baru akan mereka

bandingkan dengan pengalaman, pengetahuan dan konsep konsep mereka selama


ini.
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang
dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa
semacam itu tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi
sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan
cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial
bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha
pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki
pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau
pemahaman orang dewasa sebagai siswa. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang
dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana
ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).
Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang
dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan
seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan
teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam makalah ini, penulis mencoba
untuk

membahas

tentang

Karakteristik

perkembangan

masa

dewasa,

perkembangan kognitif Piaget, teori belajar dan proses belajar orang dewasa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun beberapa masalah dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik perkembangan masa dewasa?
2. Bagaimana implikasi tugas perkembangan masa

dewasa

terhadap

penyelenggaraan pendidikan?
3. Bagaimana teori belajar orang dewasa?
4. Bagaimana prinsip, tahap, strategi, dan proses belajar orang dewasa?
C. Tujuan
Berdasarkan

rumusan masalah di atas, adapun tujuan dalam penyusunan

makalah ini adalah untuk mengetahui,


1. Karakteristik perkembangan masa dewasa
2. Implikasi tugas perkembangan masa dewasa terhadap penyelenggaraan
pendidikan.
3. Teori belajar orang dewasa
4. Prinsip, tahap, strategi dan proses belajar orang dewasa.

BAB II
PEMBAHASAN
BELAJAR PADA PERIODE DEWASA

A. Perkembangan Masa Dewasa


Masa dewasa merupakan rentang kehidupan terkahir dalam perkembangan
individu. Istilah dewasa (adult) berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja
adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna.
Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.
Berkaitan dengan perkembangan masa dewasa, adapun beberapa karakteristik
yang perlu dipahami terkait dalam proses belajar orang dewasa, yaitu :
1. Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa
Pada umumnya, masa dewasa tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa
bagian. Menurut Hurlock,(1994:246), masa dewasa dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Masa Dewasa Dini (early adulthood),
Masa ini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Adapun
karakteristik perkembangan masa dewasa dini, yaitu:
1) Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan (settle down)
Masa pengaturan pada dewasa dini ini merupakan suatu persiapan orang
dewasa untuk menghadapi dunia kerja dan persiapan untuk berkeluarga. Pada
generasi-generasi terdahulu ada pandangan bahwa jika anak laki-laki dan
wanita mencapai usia dewasa secara syah, berarti hari-hari kebebasan mereka
telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggungjawab sebagai
orang dewasa. Ini berarti pria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang
akan ditanganinya sebagai karirnya,sedangkan wanita muda mulai menerima
tanggungjawab sebagai calon ibu dan pengurus rumah tangga.
2) Masa dewasa dini sebagai usia reproduktif
Masa reproduktif ini mengarah pada bagaimana individu untuk siap
melangsungkan pernikahan yang nantinya terikat dalam suatu kehidupan
berkeluarga. Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting
dalam hidup orang dewasa. Orang yang menikah berperan sebagai orang tua
pada waktu saat ia berumur dua puluhan atau awal tiga puluhan. Sehingga
pada masa dewasa awal ini mereka dituntut untuk belajar menjadi orang tua
dan bisa membentuk keluarga yang harmonis.
3

3) Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah (problem age)


Dalam masa dewasa awal banyak persoalan yang baru dialami. Beberapa
persoalan tersebut merupakan kelanjutan atau pengembangan persoalan yang
dialami dalam masa remaja akhir. Segera setelah orang dewasa awal
menyelesaikan pendidikan sekolah mereka , maka menghadang pula
persoalan yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kompleksnya
persoalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kesempatan
kerja,lapangan kerja, dan keahlian didalamnya, permasalahan dalam keluarga
dan lain sebagainya.
4) Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Ketegangan emosional tersebut berhubungan dengan persoalanpersoalan yang dialaminya seperti persolan jabatan, perkawinan, keuangan
dan sebagainya. Ketegangan emosi yang timbul itu bertingkat-tingkat pula
selaras dengan intensitas persoalan yang dihadapinya dan sejauh mana
seseorang dapat menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapinya tersebut.
Dalam hal inilah bagaimana orang dewasa belajar untuk menyelesaikan
persoalan tersebut.

Menurut Havighurst dalam bukunya yang berjudul

Human Development and Education (1953), mengemukakan bahwa


seseorang dalam usia dewasa awal pada prinsipnya sudah dapat memecahkan
persoalan-persoalan serta cukup dapat menghadapkan ketegangan emosinya,
sehingga seseorang dapat mencapai emosi yang stabil.
5) Masa dewasa dini sebagai masa berkomitmen
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan
tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orang
tua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup
baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru.
Meskipun pola-pola hidup, tanggungjawab dan komitmen baru tersebut akan
berubah juga. Pola tersebut akan menjadi landasan yang membentuk pola
hidup,tanggungjawab dan komitmen. Pada masa iniliah individu belajar
untuk memiliki komitmen dalam mencapai tujuan hidupnya. Misalnya,
apabila seseorang ingin berhasil dalam pekerjaannya maka memerlukan
komitmen untuk menciptakan prilaku disiplin dan keuletan dalam
menjalankannya.
4

6) Masa dewasa dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Dalam masa dewasa dini individu akan cenderung menyesuaikan diri
pada gaya-gaya hidup yang baru. Gaya hidup yang paling menonjol adalah
pada perkawinan dan peran sebagai orang tua. Diantara berbagai penyesuaian
diri yang harus dilakukan orang muda pada gaya hidup baru, yang paling
umum adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan
derajat yang menggantikan perbedaan pola peran seks tradisional, serta polapola baru bagi kehidupan berkeluarga ,termasuk perceraian, keluarga
berorangtua tunggal ,dan berbagai pola baru di tempat pekerjaan khususnya
dalam unit-unit kerja yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan
industry.
Pada saat inilah bagaimana orang dewasa belajar untuk menyesuaikan
diri dengan kehidupan baru dalam upaya persiapan untuk berkeluarga yang
biasanya diawali dengan pacaran,menikah, mengasuh anak dan belajar untuk
menyesuaikan diri pada bidang pekerjaan yang dipilih.
b. Masa dewasa madya (middle adulthood),
Masa dewasa madya dimulai dari umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun,
yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak
pada setiap orang. Secara lebih jelasnya, adapun beberapa karakteristik pada
masa dewasa madya, yaitu:
1) Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti
Pria dan wanita mempunyai banyak alasan untuk takut memasuki masa
madya ini. Bagi wanita, usia madya ini ditakutkan karena menurunnya
kemampuan reproduktif dan datangnya manopause (berhentinya bertelur)
dan merosotnya daya tarik seksual. Bagi pria, usia dewasa madya ini
ditakutkan karena kemampuan reproduktif dan fisik menjadi menurun
sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan istri secara seksual, sehingga
kebanyakan pria dewasa lebih memfokuskan pada pekerjaannya. Pada masa
ini pula ada keinginan orang dewasa untuk menjadi muda kembali. Saat
inilah orang dewasa madya belajar untuk menghilangkan rasa ketakutan yang
berkitan dengan menurunnya kemampuan psikis maupun biologis.
2) Usia madya merupakan masa stress
5

Adapun kategori stress pada masa dewasa madya, yaitu: a) Stres


somatik, yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua,
b)

Stres

budaya,

yang

menempatkan

nilai

yang

tinggi

pada

kemudaan,keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu, c)


Stres ekonomi, yang diakibatkan oleh beban keuangan dari mendidik anak
dan memberikan status simbol bagi seluruh anggota keluarga,d)Stres
Psikologis, yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau istri,
kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, merasa
hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian.
3) Usia madya merupakan usia canggung
Seperti halnya masa remaja yang tidak lagi disebut sebagai kanak-kanak
dan juga belum dapat dikatakan telah dewasa. Masa dewasa madya juga
demikian, sudah tidak lagi muda dan juga belum tua. Beberapa pria dan
kebanyakan wanita setengah baya mengenakan pakaian yang rapih seakan
ingin mengalahkan anak-anak usia muda dengan maksud untuk meyakinkan
diri sendiri dan orang-orang lain bahwa saya belum setengah baya
(Hurlock,1968). Sehingga dalam posisi tersebut mereka belajar untuk
mengelola diri supaya tidak merasa canggung.
4) Usia madya merupakan masa berprestasi
Dalam hal ini Hurlock berpandangan bahwa apa yang dapat dicapai
ini,tidak hanya sukses dalam hal keuangan dan sosial, tetapi juga dalam hal
kekuasaan dan prestise. Pada umumnya puncak prestasi itu dicapai dalam
usia 40 sampai 50 tahun. Setelah itu seseorang tinggal bersenang-senang
menikmati jerih payahnya.

5) Usia madya merupakan masa evaluasi


Karena pada usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita
mencapai puncak prestasinya, maka logisnya masa ini juga merupakan saat
mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan
harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman. Pada
masa inilah seseorang belajar untuk mengevaluasi segala usaha kerja yang
sudah dilakukan, mengevaluasi kondisi dikeluarga dan lain sebagainya.
6

6) Usia madya merupakan masa jenuh


Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada
akhir usia tigapuluhan dan empatpuluhan. Para pria menjadi jenuh dengan
kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hampir
sedikit memberikan hiburan. Wanita yang menghabiskan waktunya untuk
memelihara rumah dan membesarkan anak-anaknya merupakan penyebab
utama kejenuhannya. Dalam hal inilah perlu bagi mereka mencari suasana
yang menyenangkan untuk menghilangkan kejenuhannya, misalnya diajak
jalan-jalan ke tempat yang sejuk dan nyaman.

c. Masa dewasa lanjut (later adulthood).


Masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada waktu
ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik
pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian dan dandanan,
memungkinkan pria dan wanita berpenampilan dan bertindak serta berperasaan
seperti ketika mereka masih muda. Secara lebih jelasnya, adapun beberapa
karakteristik perkembangan pada masa dewasa lanjut, yaitu:
1) Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Periode selama usia lanjut, terjadi kemunduran fisik dan mental secara
perlahan dan bertahap, dimana pada waktu kompensasi terhadap penurunan
ini dapat dilakukan. Proses ini dikenal dengan istilah senescence ,yaitu masa
proses menjadi tua. Seseorang akan menjadi orang semakin tua pada usia
lima puluhan atau tidak sampai mencapai awal atau akhir usia enampuluhan,
tergantung pada laju kemunduran fisik dan mentalnya. Contoh kemunduran
mentalnya yaitu terjadi lupa ingatan atau pikun. Dengan demikian orang usia
lanjut ini tidak akan bisa belajar seperti orang yang masih muda seperti masa
dewasa awal atau remaja.
2) Perbedaan individu pada efek menua
Pada dasarnya orang mencapai usia tua tidaklah secara bersamaan.
Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan
yang berbeda, sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda dan pola
hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan diantara orang-orang yang
memiliki jenis kelamin yang sama,dan semakin nyata bila pria dibandingkan
7

dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masingmasing jenis kelamin. Pada masa inilah menjadi suatu tantangan bagi orang
tua untuk menghadapi kondisi tersebut serta membutuhkan lebih banyak
perhatian dari anak-anaknya.
3) Kesulitan dalam menyesuaikan diri
Pada masa dewasa akhir ini orang tua baik pria maupun wanita memiliki
permasalahn penyesuaian diri dengan mereka yang masih muda, khususnya
dalam interkasi sosialnya. Sehingga bagi orang tua yang kurang bisa
menyesuaikan diri akan merasa tertekan secara psikis, merasa terasingkan
dan rendah diri. Dengan demikian orang dewasa akhir seyogyanya
mendapatkan perhatian dari mereka yang masih muda dan menerima mereka
dalam pergaulan. Upayanya adalah orang dewasa akhir lebih baik bergaul
dengan seseorang yang seumur dengannya.
4) Keinginan menjadi muda kembali
Status kelompok minoritas yang dikenakan pada orang berusia lanjut
secara alami telah membangkitkan keinginan untuk tetap muda selama
mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Banyak
upaya yang dilakukan seiring perkembangan teknologi, misalnya operasi
plastik, mengkonsumsi obat awet muda dan lain sebagainya. Pada masa ini
orang usia lanjut seolah-olah seperti masa-masa remajanya dulu. Kondisi ini
merupakan suatu tantangan bagaimana individu untuk menerima dan
menghadapi masa tuanya tersebut.
2. Perkembangan Kognitif Masa Dewasa
Pada dasarnya, perkembangan kognitif akan sangat berperan dalam proses
pembelajaran. Terkait dengan pembelajaran pada periode dewasa, maka tidak akan
lepas pula dari kemampuan kognitifnya. Salah satu ahli yang menjelaskan tentang
perkembangan kognitif individu adalah Jean Piaget.
Menurut Piaget ada ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
yaitu :1) lingkungan fisik,2) kematangan,3) pengaruh sosial, 4) proses pengendalian
diri/ equilibration (Piaget, 1977).
Adapun mengenai perkembangan kognitif individu tersebut dijelaskan oleh Jean
Piaget menjadi beberapa tahap, yaitu:
8

a. Periode Sensori motor (sejak lahir 1,5 2 tahun)


b. Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)
c. Periode Opersional Kongkrit (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)
d. Periode Operasional Formal (14 tahun ke atas)
Terkait dengan proses belajar pada periode dewasa, maka tahap perkembangan
kognitifnya berada pada jenjang Operasional Formal. Pada tahap ini merupakan
tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini
seseorang sudah dapat berpikir logis, abstrak, berpikir dengan pemikiran teoritis
formal berdasarkan proporsi-proporsi dan hipotesis serta dapat mengambil
kesimpulan dari apa yang diamatinya (Piaget,1981). Adapun ciri-ciri tahap
operasional formal yaitu:
1) Pada tahap ini individu sudah bisa berpikir abstrak, misalnya tentang angka
atau hitungan, logika terhadap suatu masalah dan lain sebagainya.
2) Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat, tidak hanya terikat pada
hal yang dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai sesuatu yang akan
datang karena berpikir secara hipotesis/menduga.
3) Pada tahap ini individu sudah dapat berpikir yang fleksibel dan efektif, serta
mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Individu dapat berpikir
fleksibel karena dapat melihat semua unsur dan kemungkinan yang ada.
Individu dapat berpikir efektif karena ia dapat melihat pemikiran mana yang
cocok untuk persoalan yang dihadapi.
4) Individu dapat memikirkan bersama banyak kemungkinan dalam satu analisis.
5) Individu dapat membuat desain untuk suatu percobaan yang memerlukan
pemikiran dan pengunaan banyak variabel secara bersamaan serta dapat
melihat banyak kemungkinan dalam suatu persoalan yang dihadapi.
3. Implikasi Tugas Perkembangan Periode Dewasa Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan.
Tugas perkembangan menurut Robert J. Havighurst adalah sebagian tugas yang
muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, yang merupakan
keberhasilan yang dapat memberikan kebahagian serta memberi jalan bagi tugastugas berikutnya. Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang
harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan
apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila
mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
9

Adapun tugas-tugas perkembangan pada periode dewasa (awal,madya dan


akhir) dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
a. Tugas Perkembangan Dewasa Awal (Early Adulthood)
Masa dewasa awal dimulai dari umur 21 sampai umur 40 tahun. Masa
dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu
suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode
isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilainilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka ada beberapa tugas perkembangan yang
seyogyanya dilakukan pada periode dewasa awal, yaitu:
1) Memilih pasangan hidup
Pada masa ini, individu belajar untuk memilih pasangan hidup yang tepat
baginya sesuai dengan pilihannya sampai menuju jenjang pernikahan. Dalam
memilih inilah orang belajar untuk menentukan mana yang terbaik baginya,
saling mencintai dan menyayangi.

2) Belajar hidup dengan suami atau istri


Setelah melangsungkan pernikahan, maka individu belajar untuk berinteraksi
dalam suasana hidup baru sebagai orang tua. Belajar untuk memainkan peran
masing-masing baik suami maupun istri.
3) Memulai kehidupan berkeluarga
Tantangan utama bagi dewasa awal adalah belajar untuk hidup berkeluarga
yang sudah tentunya memiliki berbagai tugas yang lebih rumit ketika masih
remaja. Misalnya belajar untuk menciptakan hubungan yang harmonis,
menghadapi masalah keluarga dan lain-lain.
4) Membimbing dan merawat anak
Tugas utama orang tua adalah mengasuh dan membesarkan anak. Orang tua
yang belum siap menghadapi kondisi ini sudah tentunya memiliki kesulitan
dalam mengasuh anaknya, karena mengasuh anak merupakan tugas orangtua
yang lumayan rumit karena memerlukan kesabaran tersendiri.
10

5) Mengolah rumah tangga


Orang tua pada dasarnya akan belajar untuk mengelola rumah tangga, baik
dari segi keharmonisan, membiayai anak-anak sehingga segala kebutuhan
bisa terpenuhi.
6) Memulai suatu jabatan
Dewasa awal merupakan masa untuk memilih jabatan yang tepat sesuai
dengan keahliannya. Saat inilah orang belajar untuk memilih jabatan
pekerjaan yang tepat, mengelola hasil dan bersosialisasi terhadap jabatannya.
b. Tugas Perkembangan Dewasa Madya (Midle Adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai umur enam
puluh tahun (40-60 tahun). Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial pada masa
ini antara lain: Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat dari
seluruh kehidupan manusia, Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana
pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan
memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku
yang baru, Masa dewasa madya adalah masa berprestasi.
Terkait dengan ciri perkembangan di atas, maka adapun tugas perkembangan
yang seyogyanya dilakukan pada periode dewasa madya, yaitu:
1) Memperoleh tanggung jawab sosial dan warga Negara
2) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi
3) Membina tanggung jawab dan merasakan kebahagiaan.
4) Membina kegiatan pengisi waktu senggang orang dewasa.
5) Membina hubungan dengan pasangan hidup sebagai pribadi
6) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik sendiri
7) Menyesuaikan diri dengan pertambahan umur
c. Tugas Perkembangan Dewasa Akhir (Later Adulthood)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini
dimulai dri umur enam puluh tahun sampai mati, yang di tandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Berdasarkan ciri-ciri perkembangan tersebut, adapun tugas perkembangan
pada periode dewasa akhir, yaitu:
1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kesehatan dan kekuatan fisik
11

2) Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan menurunnya pendapatan


3) Menyesuaikan diri terhadap meninggalnya suami/istri
4) Menjalin hubungan dengan perkumpulan manusia usia lanjut
5) Memenuhi kewajiban sosial dan sebagai warga Negara
6) Membangun kehidupan fisik yang memuaskan
Menurut Havighurst setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan
perkembangan aspek-aspek lainya, yaitu fisik, psikis serta emosional, moral dan
sosaial.
4. Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dan Psikis dalam belajar
Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education).
Namun, ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar
orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya,
akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya
semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar,
kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya
sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan
perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi
hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari
melalui pendidikan. Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam
faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa
dalam suatu program pendidikan:
a. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang
dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh
tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari
matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah
menjauh sampai 23 cm.
b. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini
perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan dan alat
pendidikan.
c. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan
dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan
12

100 Watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia
70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
d. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah
daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa
mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang
dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu
digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga.
e. Pendengaran

atau

kemampuan

menerima

suara

mengurang

dengan

bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam


kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam
hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita.
Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang
pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan
mengalami kurang pendengaran.

Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk

membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan


demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan
bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara
orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
B. Definisi dan Teori-teori Belajar
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai definisi belajar, belajar bagi orang
dewasa, teori belajar dan pengaruh penurunan fisik dan psikis terhadap proses
belajar pada orang dewasa.
1. Pengertian Belajar bagi Orang Dewasa
a. Definisi Belajar
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan
masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan kata
yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.
Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Entah
malam hari,siang hari,sore hari atau pagi hari.
James O. Whittaker, merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Cronbach

berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of


experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan
13

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan


bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is
originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses
dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan. Sedangkan Geoch merumuskan learning is change is performance
as a result of practice. Belajar adalah hasil pembentukan kemampuan dari
latihan.
Dari beberapa definisi tentang belajar yang diungkapkan oleh para ahli,
dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif dan psikomotor.
b. Belajar bagi Orang Dewasa
Belajar bagi orang dewasa adalah mencari untuk menemukan sesuatu
tentang hidup tidak sebagaimana anak-anak yang hanya menerima dan
terkadang masih jauh dari isu-isu kehidupan riilnya. Sejumlah definisi atau
konsep yang dikemukakan para ahli tentang definisi belajar bagi orang dewasa,
antara lain:
Reg Revans (Penggagas Action Learning). Belajar bagi orang dewasa,
menurut Reg Revans (1998) adalah proses menanyakan sesuatu bermula dari
pengalaman ketidaktahuan tentang apa yang akan dilakukan karena jawaban
yang ditemukan saat itu tidak lagi valid untuk mengatasi situasi yang sedang
terjadi. Dengan kata lain, Learning is experiencing by exploration and
discovery.
Charles Handy, dalam bukunya Inside Organization (1999), Charles
Handy mengemukakan bahwa siklus belajar orang dewasa diawali dengan
mempertanyakan sesuatu dengan kuriositas tinggi; menemukan jawabanjawaban teoritis; melakukan testing di lapangan; dan terakhir refleksi . Thomas
Edison, seorang penemu, adalah contoh paling reliable sepanjang zaman.
Dikisahkan bahwa secara pendidikan formal akademik, Edison tergolong siswa
yang tidak hebat tetapi ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk
mengunjungi perpustakaan publik karena Edison menemukan sesuatu yang
lebih bekerja terhadap hidupnya yang ia tidak dapatkan di bangku sekolah.
14

Alvin Toffler, mendefinisikan belajar sebagai proses mempersiapkan cara


atau strategi menghadapi situasi baru. Perangkatnya meliputi pemahaman,
aplikasi dari metodologi baru, keahlian, sikap dan nilai.
Dari definisi-definisi diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa belajar
bagi orang dewasa ternyata memiliki berbagai dimensi. Oleh karena itu
menjadikan pendidikan (education) sebagai representasi tunggal dari proses
belajar

tidak

jarang

meninggalkan

warisan

mindset

yang

kurang

menguntungkan terutama bagi pihak atau individu yang berkemampuan ratarata atau minus. Lembaga sekolah, selain menciptakan birokrasi formal yang
memberikan stigma bahwa sekolah adalah escalator tunggal yang mahal
harganya, juga menunjukkan ketertinggalannya dengan kemajuan yang dicapai
oleh dunia luar. Akibatnya timbul gap antara pendidikan dengan tuntutan atau
kebutuhan yang ada di masyarakat. Hal inilah yang akhirnya menjadi dasar
mengapa pengangguran tidak bisa dihindari lagi. Pendidikan belum sepenuhnya
menjadi media yang mampu menterjemahkan makna belajar. Hal ini karena
makna belajar yang sesungguhnya adalah melakukan sesuatu, kemudian
membebaskan diri dari situasi atau tekanan yang diakibatkan ketidaktahuan.
2. Teori Belajar Orang Dewasa (Andragogi)
Teori belajar orang dewasa dikenal dengan istilah andragogi. Andragogi
berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya
memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah
pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya
memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan
mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar
anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang
tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut
(Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi,
yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agoo=
menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk
kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan
mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak
15

dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir


semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang
terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman
mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori
mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan
sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi
yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar
di sekitar problem hidupnya.
Ada aliran inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang
dewasa yaitu : scientific stream dan artistic atau intuitive/reflective stream. Aliran
scientific stream adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar orang
dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L.
Thorndike

dengan

pubilkasinya

Adult

Learning,

pada

tahun

1928.

Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang
memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini
diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam penerbitannya The Meaning of Adult
Education pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John
Dewey.
Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah
pengalaman peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa
asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang
dewasa yaitu sebagai berikut :
a. Pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan
minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
b. Orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga
unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject
matter.
c. Pengalaman

adalah

sumber

terkaya bagi pembelajar orang


dewasa,

sehingga

pembelajaran
pengalaman

adalah

metode
analisa

(experiential

learning).
d. Pembelajaran

orang

mempunyai

kebutuhan

dewasa
yang
16

mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran
guru sebagai instruktur.
e. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan
bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi
pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected
Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak itu istilah
"Andragogi" makin diperbincangkan oleh para ahli pendidikan. Ada 4 asumsi pokok yang
dipakai dalam pembelajaran orang dewasa ini, yaitu;
a. Konsep Diri, konsep diri pada anak-anak masih tergantung, sedangkan pada orang
dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karenanya orang dewasa membutuhkan
penghargaan orang lain bahwa dia mampu menentukan dirinya sendiri (Self
Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Orang dewasa
juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam, agar menjadi mandiri, meskipun
dalam situasi tertentu ada ketergantungan. Pelatihan harus mempertimbangkan iklim
ini, suasana pembelajaran serta proses pelatihan.
b. Peranan Pengalaman, sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan
berkembang menuju ke arah kematangan. Dengan pengalamannya, menjadikan seorang
individu sebagai sumber belajar , dan pada saat yang bersamaan individu tersebut
memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Karena
itu, dalam pembelajaran orang dewasa, lebih mengembangkan teknik yang bertumpu
pada pengalaman atau "Experiential Learning Cycle" Pelatihan lebih banyak
menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, melakukan praktek
dsb, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta peserta pelatihan.
c. Kesiapan Belajar, bagi orang dewasa kesiapan belajar bukan ditentukan oleh
kebutuhan atau tekanan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih oleh tuntutan
perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya, sebagai pekerja, orangtua
atau pemimpin organisasi.
d. Orientasi Belajar, pada anak orientasi belajarnya pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation). Sedangkan orang dewasa kecenderungan memiliki
orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem
Centered Orientation). Bagi orang dewasa, hasil belajar untuk dapat dipergunakan
segera, untuk itu materi pelatihan hendaknya bersifat praktis dan dapat segera
diterapkan dalam kenyataan sehari-hari.

17

Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model


andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau
sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model
pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan
pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai
penguatan dan pengembangan.

C. Proses Pembelajaran pada Orang Dewasa


Proses pembelajaran pada periode dewasa memiliki karakteristik dan cara yang
berbeda dengan masa perkembangan individu lainnya, baik pada masa kanak-kanak
sampai remaja. Adapun beberapa hal yang berkaitan dengan proses belajar pada
periode dewasa dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Prinsip Belajar Orang Dewasa
Malcom

Knowles,

pelopor

Andragogy,

mengazaskan

empat

prinsip

Pembelajaran, Orang Dewasa yaitu:


a. Pertama, orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanan dan evaluasi
pengajaran. Perencanaan pengajaran perlu dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Penggunaan

sumber

pembelajaran

seperti

buku

pelajaran

sebaiknya

didiskusikan sebelum proses belajar-mengajar dimulai. Evaluasi pengajaran


dilaksanakan untuk mendapatkan feedback (masukan) demi perbaikan proses
pemebelajaran ke depan. Peserta didik kelompok ini mendesak untuk
dilibatkan

karena

mereka

tidak

hanya

bisa

berkontribusi

terhadap

pemberdayaan pengajaran, tetapi juga turut mendiagnosa kalau proses dan


materi pembelajaran sudah memenuhi kebutuhan khusus (special needs)
mereka.
b. Kedua, orang dewasa tertarik untuk mempelajari subjek-subjek yang punya
relevansi langsung dengan kehidupan pribadi dan pekerjaan atau karir mereka.
Kebanyakan peserta Pembelajaran Orang Dewasa adalah mereka yang
berkeinginan menatar (upgrade) mereka sendiri untuk tidak tertinggal di
bidang yang sedang mereka tekuni. Ada juga kelompok peserta didik jenis ini
yang dipersiapkan untuk terlibat dalam program tertentu seperti pemberdayaan
ekonomi, misalnya. Oleh karenanya, relevansi pembelajaran dan materinya
harus benar-benar dipertimbangkan.
c. Ketiga, pengalaman (termasuk kesalahan-kesalahan) peserta didik memberi
dasar bagi aktivitas-aktivitas pembelajaran. Mereka sudah dan sedang meniti
18

karir, peserta didik sudah terbekali dengan pengalaman-pengalaman kerja yang


memadai. Namun, dalam menjalankan tugas sehari-hari, mereka terkadang
membuat kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh faktor luar seperti
manajemen atau faktor keterbatasan mereka sendiri. Jadi, pengalaman dan
kesalahan harus menjadi dasar bagi aktivitas pembelajaran mereka.
d. Keempat, Pembelajaran Orang Dewasa adalah problem-centered ketimbang
content-oriented. Pembelajaran jenis ini dirancang sedemikian rupa sehingga
menciptakan suasana yang mengarah kepada aktivitas-aktivitas pemecahan
masalah (problem-solving activities). Dengan demikian, pembelajaran tidak
terpusat pada isi materi tertentu, tetapi mengacu kepada hal-hal praktis dan
menghargai pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (prior knowledge).
2. Tahap tahap Belajar Orang Dewasa
Menurut Kolb, pada pembelajaran orang dewasa sangatlah berbeda dengan proses
belajar pada usia anak maupun remaja. Pada pembelajaran orang dewasa, ada
beberapa tahap atau fase yang tersusun secara sistematis mulai dari mendapatkan
pengalaman konkrit, mengolah pengalaman , menggeneralisasi dan terakhir
menerapkannya. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 1. Tahap Belajar Orang Dewasa

Dari bagan di atas dapat kita lihat bahwa, pada prinsipnya orang dewasa pada
awalnya belajar dari pengalaman. Dengan demikian, dalam proses pendidikan
seyogyanya lebih banyak diberikan praktik yang akan mendatangkan pengalaman
langsung dibandingkan hanya memberikan pemahaman yang bersifat teoritis.
Dengan pengalaman yang dimiliki oleh orang dewasa, maka dia memiliki bahan
tersendiri untuk didiskusikan, kemudian menemukan suatu pemahaman atau konsep
baru yang nantinya bisa diterapkan sesuai dengan tujuannya.
19

3. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa


Strategi pembelajaran bagi orang dewasa sudahlah tentu berebeda dengan cara
atau strategi pembelajaran pada masa sekolah menengah. Secara umum,
pembelajaran orang dewasa lebih bersifat aplikatif serta praktis. Pada masa dewasa
ini, terdapat beberapa strategi pembelajaran yang bisa diterapkan, yaitu:
a.
Menciptakan pembelajaran
praktis dan berpusat pada masalah
1) Gunakan kegiatan kolaboratif dan kooperatif serta pemecahan masalah
otentik.
Kegiatan kolaboratif (menghubungkan) dan kooperatif (kebersamaan)
dapat

dilakukan

dengan

menugaskan

mereka

untuk

mengerjakan

suatu

tugas

secara

bekelompok

setelah

mendapatkan pemahaman secara teoritis. Seperti contoh dalam gambar di


samping ini, beberapa kelompok orang dewasa melihat suatu pengumuman
untuk melakukan tugas kelompok yang ditugaskan oleh salah satu dosen.
Mereka disuruh untuk membuat tugas secara bersama-sama. Terlihat
dengan jelas bahwa dengan adanya kebersamaan maka akan lebih mudah
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam hal ini mereka dituntut
suatu kemampuan untuk menganalisa permasalahan serta menemukan
pemecahan dari masalah tersebut.
2) Berikan contoh-contoh nyata, untuk mengaitkan teori dengan praktek.
Pada dasarnya teori yang didapatkan dalam proses belajar tidaklah
cukup lengkap apabila tidak dikaitkan dengan contoh-contoh nyata, sebab
dengan memberikan contoh nyata dan terlibat langsung di lapangan sesuai
dengan acuan masalah, maka pemahaman tentang apa yang dipelajari akan
menjadi lebih lengkap.Pada gambar dicontohkan, bahwa untuk mengetahui
tanaman pisang hias itu memiliki bunga yang berbeda dengan pisang biasa
dan ciri-cirinya, diajaklah mereka untuk melihat langsung di lapangan.
Pengamatan langsung tersebut, pada hakekatnya dapat membangun
wawasan bagi mereka, sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih
20

bersifat

praktis

dan

aplikatif.
3) Bantu mereka untuk menerapkan informasi baru.
Pada saat individu tersebut mengalami permasalahan untuk memahami
informasi yang sifatnya baru, diperlukanlah suatu arahan pada mereka
untuk

menemukan

pemahaman dari orang


yang

lebih

(pengajar).

ahli

Antisipasi

masalah yang mungkin


akan

dihadapi

dalam

mengaplikasikan
informasi baru itu, berikan saran-saran dan pengalaman anda. Pada gambar
terlihat bahwa, seorang dosen sedang mengarahkan mahasiswanya untuk
memahami salah satu materi yang belum dipahaminya. Orang dewasa pada
umumnya memiliki suatu rasa penasaran yang sifatnya terarah. Rasa
penasaran tersebutlah yang akan membawa mereka untuk ingin tahu yang
lebih dalam. Disinilah peran pengajar sangat dipentingkan untuk membantu
mereka menemukan pemahaman baru yang bisa mengembangkan
kemampuannya.
b.

Menciptakan

pembelajaran

yang mendukung harga diri mereka.


Seumuran orang dewasa, harga diri merupakan hal terpenting yang
mendukung motivasi mereka untuk belajar. Artinya, dalam proses
pembelajaran, harga diri mereka benar-benar dihargai. Adapun beberapa
strategi yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas secara bersama.
Dengan membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas secara bersama,
maka akan terbentuklah dinamika kelompok di dalamnya. Kondisi tersebut
akan membuka berbagai pendapat dan aspirasi kelompok untuk
memunculkan ide, menghargai pendapat dan menemukan suatu keputusan
untuk dikerjakan bersama. Pada gambar terlihat suatu kebersamaan
mengerjakan tugas yang diberikan. Lewat situasi tersebut, masing-masing
orang tentunya bisa beraspirasi sebagai wujud penghargaan diri dan pada
21

akhirnya

mencapai

suatu

kesepakatan

yang

dikerjakan

secara bersama.
2) Bantulah mereka untuk berkembang menjadi lebih efektif dengan latihan
terarah dan pembiasaan.
Supaya

orang

dewasa

bisa

berkembang

dan

mengembangkan

kemampuan yang dimilikinya, sudah tentunya memerlukan latihan dan


pembinaan

secara

langsung dan terarah.


Latihan
pembinaan

dan
yang

sifatnya

terarah

tersebut

sudah

tentunya

akan

membawa dampak yang positif terhadap perkembangan karir atau kinerja


yang dimiliki sebagai orngan dewasa. Pada gambar dicontohkan, seminar
dan pelatihan terhadap keterampilan guru dalam berbagai tugas-tugasnya.

c.

Menciptakan

pembelajaran

yang mengaitkan informasi baru dengan pengalaman mereka.


Cara berpikir orang dewasa tidaklah seperti cara berpikir pada masa remaja.
Dalam proses pembelajaran orang dewasa lebih dikaitkan pada pengalaman
yang dimilikinya dengan kajian teoritis dalam proses pembelajaran. Cara
berpikir opersional formal, akan memberikan pandangan pada orang dewasa
untuk menganalisis pengalaman yang dimilikinya dengan teori yang ada.
Sehingga pada pembelajaran orang dewasa lebih diarahkan untuk terlibat
langsung di lapangan dalam upaya menemukan berbagai pengalaman dan
wawasan. Adapun beberapa strategi yang dapat diupayakan, yaitu:
1) Ketahui kebutuhan peserta sebelum, selama dan sesudah pembelajaran.

22

Sebelum memberikan materi pada peserta didik, seyogyanya pendidik


perlu mengetahui kebutuhan belajar yang diperlukan baik sebelum, selama
maupun

sesudah

pembelajan.
merancang

Pendidik
dengan

benar dan sistematis


materi

pembelajaran

yang diberikan pada


orang dewasa sesuai
dengan

apa

yang

dibutuhkannya. Pada gambar diilustrasikan, bahwa kebutuhan belajar orang


dewasa disampaikan lewat berbagai informasi yang mengarah pada
kebutuhannya.
2) Buatlah perencanaan disekitar kebutuhan-kebutuhan mereka.
Perencanaan pembelajaran untuk orang dewasa seyogyanya dibuat
berdasarkan kebutuhan
mereka, bukan hanya
berdasarkan

kajian

teoritis yang tertuang


dalam kurikulum saja.
Hal ini karena pada saat
mereka menduduki karir tertentu, sudah tentunya siap dengan berbagai
pengalaman yang didapatkan selama masa pendidikannya.
3) Bantu mereka mengungkap pengalaman yang terkait dengan materi
pembelajaran.
Pada saat orang dewasa dalam proses pembelarannya mengalami
kesulitan untuk menganalisa masalah yang dialaminya sebagai hasil dari
pengalamannya, maka seorang pendidik berperan untuk membantunya
mengungkap makna dari pengalamannya tersebut. Hal ini bertujuan supaya
rasa penasaran yang dimilikinya dapat terjawab dan dianalisa olehnya.
4) Siapkan alternatif kegiatan sehingga mudah menyesuaikan rencana
dengan kebutuhan
Kajian teoritis yang didapatkan, akan lebih berkontribusi bila
diimplementasikan dengan pengalaman langsung. Dengan demikian

23

perlulah disiapkan alternatif kegiatan langsung dilapangan sesuai dengan


kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan bidang kajiannya.
4. Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan
melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar,
instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi
banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu
menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan
menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang
diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif
bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri
mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat
digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat
dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas
pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan
gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan
sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat
pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran
pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu
menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik,
maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan,
teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan
menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang
dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan
kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai
kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana
belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan
pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat
mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun
mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa
24

dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat
dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan,
pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang
dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat
pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk
mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis
mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang
dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah
diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif
kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara
khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang
terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang
diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam
kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan
kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik
yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan,
latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu
dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu
fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda,
dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka
peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan,
namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari
belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar
itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan
kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh
seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana
renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja
memiliki perbedaan.

25

5. Motivasi Bagi Pembelajaran Orang Dewasa


Pada prinsipnya, seseorang dapat mencapai keberhasilan dalam belajar apabila
memiliki motivasi yang tinggi disamping kemampuan yang dimilikinya. Ada enam
sumber motivasi belajar bagi Pembelajaran Orang Dewasa.
a. Hubungan sosial (social relationships). Diakui bahwa kedekatan (closeness)
antara pendidik dengan peserta didik bisa memberi kontribusi positif terhadap
keberhasilan pembelajaran. Hubungan sosial yang baik antara peserta didik
dan fasilitator dijamin menciptakan motivasi tersendiri terutama bagi pelajar.
b. Harapan-harapan eksternal (external expectations) mendorong timbulnya
motivasi belajar bagi orang dewasa. Orang dewasa berbeda dengan anak didik
biasa, mereka belajar memiliki tujuan yang jelas bagi diri mereka sendiri dan
keluarga mereka.
c. Kesejahteraan sosial (social welfare). Memang tidak ada yang bisa
memastikan bahwa peserta program pendidikan ini langsung mengantarkan
lulusannya menjadi sejahtera. Namun, kesejahteraan sosial merupakan salah
satu alasan kenapa mereka menempuh pendidikan ini.
d. Promosi atau peningkatan karir (personal advancement) juga menjadi pemicu
bagi mereka meluangkan waktu dan merelakan diri untuk program
pembelajaran

ini.

Rangsangan

(stimulation).

Orang

dewasa

yang

berpartisipasi dalam program ini biasanya mereka yang meninggalkan


rutinitasnya

sehari-hari

(escape).

Rangsangan

yang

diberikan

yang

berhubungan dengan program ini diasumsikan menjadi pendorong bagi


mereka.
e. Ketertarikan kognitif (cognitive interest). Ketertarikan kognitif juga bisa
menggairahkan para peserta didik jenis ini. Metode Pembelajaran yang
menarik, memikat, menyita perhatian dan memperlama retensi perlu
diterapkan.
f. Instruktur juga bisa memotivasi peserta dengan merelevansikan bahan
pelajaran dengan kebutuhan peserta, memberi perhatian yang tepat sasaran dan
takaran, sesuai dengan kebutuhan mereka, dan menyesuaikan tingkat kesulitan
pembelajaran. Orang dewasa memiliki banyak tanggung jawab sehingga
mereka mesti menyeimbangkan antara kebutuhan dan pembelajaran. Mereka
sering menghadapi masalah finansial, waktu dan percaya diri (confidence).
26

Minat belajar mereka juga mungkin sudah menurun sesuai dengan semakin
lanjutnya usia mereka. Mereka sudah punya keluarga dan anak yang menjadi
tanggungan mereka. Kebanyakan orang tua (out-going generation) lebih
mengutamakan

pendidikan anak-anak mereka

(in-coming generation)

ketimbang pendidikan mereka sendiri.


Pembelajaran orang dewasa bisa berlangsung di perguruan tinggi secara formal
dan bisa juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan (training) yang kerap dilaksanakan
oleh lembaga-lembaga pemerintah dan swasta atau bahkan lembaga-lembaga nirlaba
(non-governmental organization). Sebagian orang dewasa tidak begitu tertarik
dengan pelatihan-pelatihan seperti yang selama ini dilakukan NGO di Aceh. Mereka
lebih tertarik dengan program-program yang dibayar langsung tunai (cash for work
program). Mereka kurang tertarik dengan pembekalan-pembekalan dalam bentuk
ketrampilan yang bisa memberi manfaat jangka panjang terhadap kehidupan mereka.

6. Implikasi Andragogi terhadap Permbelajaran Orang Dewasa


Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang
dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang
dewasa seperti telah dijelaskan di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman,
kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam
proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur
semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang melakukan kegiatan
pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar
atau siswa, guru atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat.
b. Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar.
Adalah sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara
guru dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan
pengaturan lingkungan phisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi
yang mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan
berbaris-berbaris ke belakang. Guru lebih bersifat membantu bukan
menghakimi.
c. Diagnosa sendiri kebutuhan belajarnya. Diagnosa kebutuhan harus melibatkan
semua pihak, dan hasilnya adalah kebutuhan bersama.
27

d. Formulasi tujuan. Agar secara operasional dapat dikerjakan maka perumusan


tujuan itu hendaknya dikerjakan bersama-sama dalam deskripsi tingkah laku
yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas.
e. Mengembangkan model umum. Ini merupakan aspek seni dari perencanaan
program, dimana harus disusun secara harmonis kegiatan belajar dengan
membuat kelompok-kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok
kecil.
f.Perencanaan evaluasi. Seperti halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi
harus sejalan dengan prinsip-prinsip orang dewasa, yaitu sebagai pribadi dan
dapat mengarahkan diri sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat evaluasi sendiri
atau evaluasi bersama.
Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau
rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena
itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan
tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan
teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan
kurikulum atau cara mengajar terhadap mahasiswa.

28

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan di atas, adapun beberapa hal yang dapat disimpulkan
terkait dengan pembahasan mengenai belajar pada periode dewasa, yaitu:
1. Orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan
siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa
lainnya.
2. Menurut Hurlock,(1994:246)), masa dewasa dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ; a).
Masa dewasa dini, yang dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40
tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif,b).Masa dewasa madya, dimulai pada
umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya
kemampuan fisik dan psikologis yang jelas Nampak pada setiap orang,c). Masa
dewasa lanjut (usia lanjut), senescence, atau usia lanjut dimulai pada umur 60
tahun sampai kematian. Pada waktu ini bak kemampuan fisik maupun
psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam
hal berpakaian dan dandanan, memungkinkan pria dan wanita berpenampilan
dan bertindak serta berperasaan seperti ketika mereka masih muda.
3. Belajar pada periode dewasa sangatlah berbeda dengan cara belajar pada masa
sebelumnya. Pada masa ini teori belajar yang digunakan lebih bersifat aplikatif,
berpusat pada masalah yang dikenal dengan andragogi.
B.

Implikasi

Dalam pembahasan mengenai belajar pada periode dewasa ini, adapun implikasi
perkembangan masa dewasa dapat dilihat dari implementasi tugas-tugas
perkembangan dari masa dewasa dini, dewasa madya dan dewasa lanjut. Orang
dewasa belajar untuk menyesuaikan diri sesuai dengan tugas-tugas perkembangan
pada masing-masing periode tersebut. Disamping itu model pembelajaran andragogi
berimplikasi pada penciptaan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa
belajar, dimana pembelajaran untuk orang dewasa lebih bersifat aplikatif ketimbang
teoritis.
DAFTAR PUSTAKA

29

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


Eggen,Paul & Kauchak,Don.(2007). Educational Psychology, Windows in
Classrooms. United Stated of America : Pearson International Edition
Elizabeth,A.J & Marion,J.P (2006). Educational Psychology, a Problem Based
Approach. University of British Columbia.
Havighurst,A.F. (1983). Britain in Transition : The Twentiet Century . University of
Chicago Press
Hurlock,Eelizabeth.B. (1994) Psikologi Perkembangan, Suatu
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga

Pendekatan

Mapiare, Andi.(1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Usaha Nasional


Yusuf, Syamsu. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Kerjasam
Program Pascasarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya.
Surya, Mohamad. (1990). Psikologi Perkembangan. Publikasi Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan IKIP Bandung.

30

Anda mungkin juga menyukai