Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN POTENSI UMKM DENGAN DUKUNGAN KUCURAN KREDIT

DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING MENGHADAPI


ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
Helmi Adam1), Imam Santoso1), Dodyk Pranowo1), Dhita Morita Ikasari1),
Rizky L.R Silalahi1), Danang Triagus Setiyawan1), Wendra G. Rohmah1)
1)
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
Salah satu faktor penting sekaligus hambatan yang sering dihadapi oleh UMKM
adalah modal, dalam bentuk finansial maupun non-finansial. Dinamika penyaluran atau
kucuran kredit terhadap UMKM dan pengaruhnya terhadap pengembangan daya saing
UMKM tersebutlah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Penyaluran
kredit harus diprioritaskan pada UMKM yang berpotensi berkembang baik serta
menyokong perekonomian daerah Jawa Timur dan nasional, khususnya dalam
menyongsong AEC. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengetahui profil tingkat kesiapan
UMKM potensial dalam menghadapi era AEC, 2) Mengetahui model manajemen
UMKM yang telah menerima kucuran kredit dalam meningkatkan daya saing untuk
menghadapi AEC, dan 3) Mengetahui tingkat pembinaan yang telah dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan daya saing UMKM.Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, kuesioner dan
dokumentasi, yang diolah dengan metode Partial Least Square (PLS) dan SWOT.
Variabel eksogen (X) dalam penelitian ini terdiri dari kucuran kredit, pemasaran,
produktivitas tenaga kerja, teknologi, dan sistem pengembangan produk. Variabel
endogen (Y) dalam penelitian ini adalah manajemen usaha dan kinerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, UMKM di 5 kabupaten
sudah memiliki produk yang dikembangkan untuk siap berkompetisi di pasar ASEAN.
Namun dukungan untuk meningkatkan kualitas melalui fasilitasi kucuran kredit,
teknologi dan pengembangan pasar masih tetap dibutuhkan.Faktor-faktor yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap manajemen usaha dan kinerja UMKM yaitu
faktor pemasaran dan teknologi.Peran pemerintah yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan UMKM di lima kabupaten untuk menghadapi MEA antara lain
perlindungan UMKM dari produk asing, memberikan bantuan permodalan dan sarana
prasarana.
Kata kunci : kredit, manajemen usaha, modal, MEA, UMKM
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
UMKM telah berkembang pesat
menjadi salah satu penyokong ekonomi
negara dan penyerap tenaga kerja dalam

satu
dekade
terakhir.
Dalam
perkembangannya yang pesat dan
menjanjikan, masih banyak permasalahan
dan hambatan yang dihadapi oleh
UMKM. Salah satu faktor penting

sekaligus hambatan yang sering dihadapi


oleh UMKM adalah modal, dalam bentuk
finansial maupun non-finansial. Modal
tersebut dapat diperoleh salah satunya
melalui hutang atau kredit, yang biasanya
diperoleh melalui bank. Kesulitan
permodalan
tersebut
yang
sering
menghambat perkembangan UMKM,
khususnya akses untuk mendapatkan
kredit atau pinjaman. Permasalahanpermasalahan
UMKM
yang
telah
dikemumakan tersebut tentu harus
menjadi
fokus
perhatian
dalam
pengembangan
UMKM.
Dalam
menghadapi AEC 2015, UMKM dinilai
memiliki potensi yang cukup kuat dalam
persaingan pasar, tentunya dengan inisiatif
UMKM sendiri dan sinergi dengan
institusi terkait, khususnya perbankan
(Anonim 1, 2014; Anonim 2; 2014).
Walaupun sebagian besar UMKM
mengandalkan kemampuan sendiri untuk
modal awal dan belanja modal kerja awal,
beberapa UMKM telah mendapatkan
kredit seperti dalam bentuk KUR (Kredit
Usaha Rakyat). Dalam menjalankan
bisnisnya, UMKM bisa mengalami
keberlangsungan dan keberlanjutan yang
berbeda, baik yang memiliki modal
sendiri maupun mendapatkan kredit.
Dukungan kredit yang diperoleh tidak
menjamin usaha yang dijalankan berjalan
lancar.
Beberapa
UMKM
yang
mendapatkan kredit tetap mengalami
kendala dalam usahanya sehingga harus
berhenti
beroperasi.
Kasus-kasus
keterlambatan atau ketidakmampuan
UMKM dalam mengembalikan kredit juga
tidak jarang terjadi. UMKM yang berjalan
dengan modal sendiri juga dapat berjalan
lebih baik dibandingkan dengan UMKM
yang mendapatkan kredit. Dinamika

penyaluran atau kucuran kredit terhadap


UMKM dan pengaruhnya terhadap
pengembangan daya saing UMKM
tersebutlah
yang
melatarbelakangi
dilakukannya penelitian ini. Penyaluran
kredit harus diprioritaskan pada UMKM
yang berpotensi berkembang baik serta
menyokong perekonomian daerah Jawa
Timur dan nasional, khususnya dalam
menyongsong AEC.
1.2 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui profil tingkat kesiapan
UMKM
potensial
dalam
menghadapi era AEC
b. Mengetahui model manajemen
UMKM yang telah menerima
kucuran
kredit
dalam
meningkatkan daya saing untuk
menghadapi AEC
c. Mengetahui tingkat pembinaan
yang
telah
dilakukan
oleh
pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan daya saing UMKM
2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan
Oktober 2014 sampai dengan Desember
2014, di lima lokasi penelitian yaitu
Kabupaten
Nganjuk,
Kabupaten
Probolinggo,
Kabupaten
Sidoarjo,
Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten
Mojokerto.
2.2 Prosedur Penelitian
2.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan pada
penlitian ini teridiri dari variabel eksogen
(X) dan variabel endogen (Y). Variabel
eksogen (X) dalam penelitian ini terdiri
dari
kucuran
kredit,
pemasaran,

produktivitas tenaga kerja, teknologi, dan


sistem pengembangan produk. Variabel
endogen (Y) dalam penelitian ini adalah
manajemen usaha dan kinerja UMKM.
Indikator dari variabel kucuran kredit (X1)
yaitu kemudahan (X11), besarnya kredit
(X12), lama pemberian (X13), dan besar
bunga (X14). Indikator dari variabel
pemasaran (X2) yaitu kualitas produk
(X21), luas pasar (X22), promosi (X23), dan
harga (X24). Indikator dari variabel
produktivitas tenaga kerja (X3) yaitu
omset penjualan (X31) dan ketepatan
waktu (X32). Indikator dari variabel
teknologi (X4) yaitu aplikasi teknologi
(X41) dan dukungan manejemen puncak
(X42). Indikator dari variabel sistem
pengembangan
produk
(X5)
yaitu
perluasan lini produk (X51), inovasi
produk (X52), perbaikan produk (X53), dan
inovasi teknis (X54). Indikator dari
variabel manejemen produksi (Y1) yaitu
perencanaan (Y11), pengorganisasian (Y12),
pelaksanaan (Y13), dan pengendalian (Y14).
Indikator dari variabel kinerja UMKM
(Y2) yaitu kapasitas (Y21), laba (Y22),
tenaga kerja (Y23), dan luas pasar (Y24).
2.2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan cara wawancara, observasi,
kuesioner dan dokumentasi. Kuesioner
pada penelitian ini terdiri dari dua jenis
yakni kuesioner pendahuluan dan
kuesioner penelitian. Kuesioner pertama
yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner untuk pemetaan profil
potensi dan daya saing UMKM.
Kuesioner kedua adalah kuesioner PLS
untuk mengamati pengaruh kucuran kredit
dan
model
manajemen
UMKM.
Pengukuran variabel dan indikator yang

digunakan dalam penelitian ini dirancang


dalam bentuk skala likert.
2.2.4 Pengolahan dan Analisi Data
Data yang telah diperoleh kemudian
dianalisis
menggunakan
pendekatan
Partial Least Square (PLS). Partial Least
Square (PLS) digunakan untuk menguji
model dengan hubungan-hubungan yang
dikembangkan.
Pengujian
model
struktural dalam PLS dilakukan dengan
bantuan software SmartPLS ver 2 for
windows.
2.2.5 Hipotesis Penelitian
Pengujian
hipotesis
dilakukan
dengan metode resampling bootstrap yang
dikembangkan oleh Geisser dan Stone.
Statistik uji yang digunakan adalah
statistic t atau uji t. untuk menguji
hipotesis, nilai tstatistik yang dihasilkan dari
output PLS dibandingkan dengan nilai
ttabel. Hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut :
H0 : i = 0
lawan
H1 : i 0
1) Hipotesis variabel kucuran kredit
terhadap manajemen usaha
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
kucuran kredit terhadap manajemen
usaha
H1 : Terdapat pengaruh antara kucuran
kredit kredit terhadap manajemen
usaha
2) Hipotesis variabel pemasaran terhadap
kinerja UMKM
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
pemasaran terhadap kredit terhadap
manajemen usaha
H1 : Terdapat pengaruh antara pemasaran
terhadap kredit terhadap manajemen
usaha

3) Hipotesis variabel produktivitas tenaga


kerja terhadap manajemen usaha
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
produktivitas tenaga kerja terhadap
manajemen usaha
H1 :
Terdapat
pengaruh
antara
produktivitas tenaga kerja terhadap
manajemen usaha
4) Hipotesis variabel teknologi terhadap
manajemen usaha
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
teknolgogi terhadap manajemen usaha
H1 : Terdapat pengaruh antara teknologi
terhadap manajemen usaha
5) Hipotesis
variabel
sistem
pengembangan
produk
terhadap
manajemen usaha
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
sistem
pengembangan
produk
terhadap manajemen usaha
H1 : Terdapat pengaruh antara sistem
pengembangan
produk
terhadap
manajemen usaha
6) Hipotesis variabel manajemen usaha
terhadap kinerja UMKM
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara
manajemen usaha terhadap kinerja
UMKM
H1 :
Terdapat
pengaruh
antara
manajemen usaha terhadap kinerja
UMKM
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kondisi Umum UMKM
3.1.1 Kabupaten Probolinggo
Secara keseluruhan jumlah UMKM
sebanyak 8005 yang terdaftar di Dinas
Koperasi
dan
UMKM
Kabupaten
Probolinggo, jumlah UMKM ditargetkan
akan terus bertambah sekitar 10% atau
100 UMKM baru yang akan menjadi
binaaan
Dinas
Koperasi
UMKM

Kabupaten Probolinggo. Pada setiap


UMKM memiliki rata-rata tenaga kerja
sebanyak 5 sampai dengan 18 orang.
Jumlah tenaga kerja pada masing-masing
UMKM berbeda-beda berdasarkan jenis
dan usaha dan produk yang dihasilkan
UMKM tersebut. Produk yang dihasilakan
oleh UMKM di Kabupaten Probolinggo
sangat bermacam-macam. Mulai dari
makanan dan minuman, kerajinan dan
manufaktur. Pemasaran produk UMKM
kabupaten Probolinggo sebagian besar
dilakukan secara offline.
Kabupaten Probolinggo memiliki
beberapa UMKM utama yang memiliki
potensi dan daya saing tinggi dalam
menghadapi MEA sebagai berikut :
1) UD Tepung Ikan
UMKM yang memproduksi ikan asap
kering ini telah mapan berdiri dan
menjalankan usaha selama 24 tahun,
dengan pendapatan mencapai Rp
200.000.000,00 tiap bulannya. Selain
itu, kepercayaan pemberian kredit dari
bank karena telah mapannya UD
Tepung Ikan akan mendukung finansial
ketika berhadapan dengan MEA.
2) UD Abdul Rofik
UD Abdul Rofik yang memproduksi
mebel telah mapan berdiri yang
menjalankan usaha selama 28 tahun,
dengan pendapatan bulanan mencapai
Rp 75.000.000,00. Produk mebel juga
seringkali mendapat minat tinggi dari
pasar luar negeri, dikarenakan produk
mebel Indonesia yang unik. Hal ini
dapat menjadi peluang bagi UD Abdul
Rofik dalam menghadapi MEA.
3.1.2 Kabupaten Pasuruan
Data Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten
Pasuruan
menunjukkan
terdapat berbagai macam jenis usaha kecil

dan menengah yang berkembang di


Kabupaten
Pasuruan.
Data
Dinas
Koperasai dan UMKM Kab. Pasuruan
mencatat terdapat 64 usaha kecil maupun
menegah yang tersebar dibeberapa
kecamatan sebagai penerima dana hibah
pada tahun 2014. Kondisi UMKM di kab
pasuruan yang telah dikunjungi, secara
umum hampir sama baik dari sisi tenaga
kerja, kondisi proses produksi, kondisi
pendanaan
maupun
kondisi
pemasarannya. UMKM berbentuk usaha
perorangan, kelompok usaha serta KUB.
Jumlah tenaga kerja rata-rata di tiap
UMKM berkisar antara 2-10 orang dengan
tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi
pemasaran UMKM yang dikunjungi juga
hampir sama. Umumnya pemasaran hanya
dilakukan secara offline dengan menjual
produk secara langsung dan menjual
produk melalui retail, namun ada juga
sebagian usaha yang menjual produknya
kepada reseller dan pemasaran secara
online.
Kabupaten Pasuruan memiliki
beberapa UMKM utama yang memiliki
potensi dan daya saing tinggi dalam
menghadapi MEA sebagai berikut :
1) UD Jaya
UMKM yang bergerak di produksi
gabah beras ini memiliki omset yang
mencapai tujuh miliar rupiah pada
tahun 2013. Selain omset yang besar
yang berarti kuat finansial, produk
beras memiliki peluang besar dalam
pasar MEA. Hal tersebut dikarenakan
Indonesia merupakan salah satu negara
eksportir beras di regional ASEAN.
2) CV Vita Lestari
CV Vita Lestari yang bergerak di
produksi mebelair memiliki omset yang
mencapai empat miliar rupiah pada

tahun 2013. Produk mebel juga


seringkali mendapat minat tinggi dari
pasar luar negeri, dikarenakan produk
mebel Indonesia yang unik. Hal ini
dapat menjadi peluang bagi UD Abdul
Rofik dalam menghadapi MEA.
3.1.3 Kabupaten Mojokerto
Pada
kabupaten
Mojokerto
terdapat

100.000
UKM
baik
agroindustry maupun non agroindstri.
Dari UKM tersebut dibagi lagi menjadi
jasa dan pengolahan. UKM yang ada di
kabupaten
mojokerto
di
bidang
agroindustry diantaranya UKM krupuk
ikan tengiri, krupuk rambak, kripik
kedelai, kripik usus, sepatu, kripik
singkong, emping singkong dan lain-lain.
Kondisi UMKM di kab mojokerto yang
telah dikunjungi, secara umum hampir
sama baik dari sisi tenaga kerja, kondisi
proses produksi, kondisi pendanaan
maupun kondisi pemasarannya. Jumlah
tenaga kerja rata-rata di tiap UMKM awal
berdiri berkisar antara 2-20 orang dengan
tingkat
pendidikan
yang
rendah.
Kemudian setelah mendapatkan bantuan
modal jumlah tenaga kerja berkembang
menjadi 5-90 orang dengan pendidikan
rendah. Penentuan produksi UKM ada
yang berdasarkan pesanan, ada yang dari
perkiraan sendiri dan ada yang dari
pesanan dan perkiraan sendiri.
Kabupaten Mojokerto memiliki
beberapa UMKM utama yang memiliki
potensi dan daya saing tinggi dalam
menghadapi MEA sebagai berikut :
1) UKM Afi Jaya
UKM Afi Jaya yang memproduksi
krecek rambak telah berdiri 20 tahun
dan sudah dapat menembus pasar

ekspor, diantara ke Malaysia dan Arab


Saudi. Omset bulanan UKM Afi Jaya
mencapai
Rp
500.000.000,00.
Kemampuan menembus pasar ekspor
tentu menjadikan UKM Afi Jaya
memiliki potensi dan daya saing yang
kuat dalam menghadapi MEA di
lingkung ASEAN. Selain itu produk
makanan krecek rambak UKM Afi Jaya
juga
tergolong
unik,
yang
menjadikannya
berpeluang
mendapatkan target pasar tersendiri.
2) UD Kulama Jaya
Produksi di bidang kulit sapi UD
Kulama Jaya bisa mencapai omset satu
miliar rupiah per bulannya, yang secara
umum menunjukkan kekuatan finansial
dalam usaha. UD Kulama Jaya juga
telah menjalankan usahanya selama 24
tahun. Produk kulit sapi yang dapat
diolah menjadi produk olahan lanjutan
dalam berbagai jenis, menjadikan UD
Kulama Jaya memiliki peluang pasar
tinggi dalam MEA.
3.1.4 Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo merupakan
salah satu daerah yang memiliki potensi
perkembangan industri yang menunjukkan
perkembangan baik Kebijakan pemerintah
Kabupaten Sidoarjo untuk menerapkan
program one village, one product dapat
dikatakan berhasil. Hal tersebut terbukti
dengan adanya 82 sentra industri yang
tersebar di masing-masing kecamatan
dimana dalam satu kecamatan memiliki
minimal 1 atau lebih produk unggulan.
UMKM yang dikunjungi beberapa telah
berbadan hukum seperti UD meskipun
masih usaha mikro dan kecil. Disamping
itu juga terdapat usaha yang tergolong
usaha menengah dan telah lama berdiri

namun belum berbadan hukum. Jumlah


tenaga kerja yang terdapat di UMKM
Kabupaten Sidoarjo bervariasi, paling
sedikit sebanyak 2 orang dan paling
banyak 50 orang. Pemasan yang dilakukan
oleh sebagian besar UMKM di Kabupaten
Sidoarjo adalah offline yaitu dengan
menjual produk secara langsung ke
konsumen dan menjual produk melalui
reseller. Hanya beberapa UMKM yang
mulai
mencoba
untuk
melakukan
pemasaran online, namun belum optimal
penggunaannya.
Kabupaten
Sidoarjo
memiliki
beberapa UMKM utama yang memiliki
potensi dan daya saing tinggi dalam
menghadapi MEA sebagai berikut :
1) UD Dimas
UD Dimas merupakan salah satu
UMKM yang memproduksi tas dan
dompet
wanita
di
Kecamatan
Tanggulangin. Lama jalannya usaha
selama 19 tahun, kapasitas produksi
besar (6.000 tas per bulan), dan jumlah
tenaga kerja banyak (50 orang) menjadi
modal kuat UD Dimas untuk
menghadapi pasar MEA. Didukung
inovasi produk dan penguatan pasar,
UD Dimas dan UMKM kerajinan tas
dan
dompet
di
Kecamatan
Tanggulangin memiliki potensi daya
saing kuat di pasar MEA.
2) Batik Namiro
Batik Namiro merupakan UMKM batik
tulis yang telah berdiri selama 61
tahun. Citra produk batik tulis yang
baik dan eksklusif, serta produk batik
Indonesia yang dikenal luas oleh
mancanegara, menjadi modal kuat bagi
Batik Namiro untuk bersaing di pasar
MEA.

3.1.5 Kabupaten Nganjuk


Adanya usaha kecil menengah
sangat membantu dalam mengurangi
jumlah penggangguran yang ada di
Kabupaten Nganjuk. Jumlah tenaga kerja
pada masing-masing UMKM berbedabeda berdasarkan jenis dan usaha serta
produk yang dihasilkan UMKM masingmasing. Pada setiap UMKM memiliki
rata-rata tenaga kerja sebanyak 3 sampai
dengan 20 orang. Pemasaran merupakan
masalah utama yang dihadapi oleh semua
UMKM untuk memberikan informasi
mengenai produk akhir yang berkaitan
dengan kepuasan kebutuhan masyarakat.
Sebagian UMKM di Kabupaten Nganjuk
dalam sistem pemasaran hanya dilakukan
secara offline dengan menjual produk
secara langsung dan menjual produk
melalui retail, namun ada juga sebagian
usaha yang menjual produknya kepada
reseller. Wilayah pemasaran terbanyak
masih di daerah Nganjuk dan sekitarnya,
distribusi yang paling jauh sudah sampai
ke Malaysia.
Kabupaten
Nganjuk
memiliki
beberapa UMKM utama yang memiliki
potensi dan daya saing tinggi dalam
menghadapi MEA sebagai berikut :
1) Penyulingan minyak cengkeh
UMKM yang dipimpin oleh Bapak
Djiman dan berlokasi di Kecamatan
Sawahan ini baru delapan tahun berdiri,
namun sudah dapat meraup omset
hingga
Rp
90.000.000,00
tiap
bulannya. Minyak cengkeh merupakan
produk yang memiliki tren pasar bagus
beberapa tahun terakhir, dikarenakan
unsur inovatif dan kegunaannya yang
tinggi. Pasar MEA dapat menjadi
peluang besar bagi UMKM ini, dengan
inovasi produk minyak cengkeh.

2) CV Sumber Tani
UMKM CV Sumber Tani yang
bergerak di bidang pupuk seperti urea
dan ZA ini telah berjalan sembilan
tahun, dengan omset mencapai Rp
84.000.000,00 per bulannya. Produk
pupuk merupakan salah satu produk
yang selalu dicari dalam pasar
pengolahan pertanian atau perkebunan.
Hal tersebut menjadikan CV Sumber
Tani
dengan
produk
pupuknya
memiliki peluang bagus dalam pasar
MEA, dengan melihat potensi ekspor di
regional ASEAN.
3.2 Analisis Model Manajemen UMKM
3.2.1 Analaisa Model PLS
3.2.1.1 Pengujian Instrumen Penelitian
Pengujian instrumen dilakukan
dengan uji validitas dan reabilitas. %. Uji
validitas instrumen ini menggunakan
analisa korelasi dengan program SPSS
version 17.0 for Windows, dimana nilai
koefisien korelasi rhitung > rtabel dinyatakan
valid. Berdasarkan hasil uji dapat
diketahui bahwa seluruh tem indicator
valid, yang berarti bahwa kuisoner dapat
mengukur permaslahan dalam penelitian
dengan baik. Untuk mengetahui apakah
didalam pengujian instrumen reliabilitas
atau tidak, maka menggunakan metode
Cronbach Alpha yang mana diukur
berdasarkan skala Alpha yang berkisar
antara 0-1. Dimana semakin mendekati 1
mengindikasikan
semakin
tinggi
reliabilitasnya. Instrumen memiliki tingkat
reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien
reliabilitas yang diperoleh >0,60 (Ghozali,
2002). Berdasarkan hasil uji dapat
diketahui bahwa terdapat dua variable
yang tidak reliable. Hal ini berarti bahwa
konsistensi dari variable tersebut sangat

rendah sehingga tidak dapat digunakan


untuk penelitian yang berbeda.
3.2.2.2 Pemodelan Partial Least Square
(PLS)

Konstruksi dari diagram jalur pada


penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Konstruksi Diagram Jalur Hasil Permodelan PLS


Dari hasil analisa permodelan PLS
pada penelitian ini terdapat indikator yang
tidak memenuhi rule of thumb dari
convergent validity yang dimana memiliki
nilai loading factor dibawah 0,5 sehingga

dilakukan modifikasi model terhadap


indikator tersebut. Diagram jalur hasil dari
modifikasi model analisa PLS dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Konstruksi Diagram Jalur Hasil Permodelan PLS Setelah Dimodifikasi


3.2.3 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit
3.2.3.1 Hasil Evaluasi Goodness of Fit
Outer Model
1. Convergent Validity
Convergent validity merupakan
keandalan
yang
mempersoalkan
kemampuan
instrument
mengukur
variabel-variabel yang berkorelasi kuat
dengan variabel yang seharusnya diukur.
Nilai dari outer loading dikatakan tinggi
apabila memiliki nilai >0,7 namun nilai
0,5 sampai 0,6 sudah dianggap cukup
(Wiyono, 2011). Hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini nilai outer loading
pada indikator-indikator pada model
pengukuran telah memenuhi convergent
validity.
2. Discriminant Validity
Menurut
Wiyono
(2011),
discriminant validity ditunjukkan oleh
nilai cross loading dengan variabel
latennya harus lebih besar dibandingkan

dengan korelasi terhadap variabel laten


yang lain. Hasil uji menunjukkan bahwa
discriminant validity terpenuhi karena
nilai cross loading indikator terhadap
konstruknya lebih besar daripada nilai
cross loading indikator terhadap konstruk
atau variabel laten lainnya.
3. Composite Reliability
Composite reliability merupakan uji
reliabilitas
dalam
PLS
dimana
menunjukkan akurasi, konsistensi dari
ketepatan suatu alat ukur dalam
melakukan pengukuran (Jogiyanto, 2009).
Hasil menunjukkan seluruh variabel
memiliki nilai lebih dari 0,7. Variabel
tersebut meliputi variabel internal,
eksternal dan keputusan pembelian.
Seluruh variabel laten memiliki akurasi
dan konsistensi yang baik. Composite
reliability yang baik apabila memiliki nilai
lebih dari 0,7 (Wiyono, 2011).

3.2.3.2 Evaluasi Goodness Of Fit Model


Struktural (Inner Model)
Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk mengetahui kekuatan pengaruh
variabel laten eksogen terhadap variabel
laten endogen dalam model. Hasil dari
evaluasi goodness of fit inner model atau
nilai R-Square dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai R-Square
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
Y1
Y2

R Square
0
0
0
0
0
0.326638
0.093033

Berdasarkan kedua nilai R-square


tersebut dapat ditentukan nilai Q2
predictive relevan sebagai berikut:
Q2 = 1 (1 - 0,327) (1 - 0,093) =
0,234
Hasil dari perhitungan tersebut diperoleh
Q-square (Q2) adalah 0,234, sehingga
dapat dikatakan nilai Q2 telah memenuhi
syarat. Menurut Ghozali (2008), suatu
konstruk memiliki relevansi prediksi yang
baik apabila memiliki nilai Q2 > 0,
sebaliknya model tidak memiliki prediktif
relevan jika nilai Q2 0.
3.2.4 Pengujian Hipotesis
Kriteria
pengujian
hipotesis
pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Jika nilai thitung < ttabel, maka H1
ditolak dan H0 diterima
b. Jika nilai thitung > ttabel, maka H1
diterima dan H0 ditolak
.

1. Variabel
kucuran
kredit
(X1),
produktivitas tenaga kerja (X3), sistem
pengembangan produk (X5) tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen usaha (Y1). Hal ini
dikarenakan nilai tstatistic < ttable (1,66),
sehingga hipotesis ditolak.
2. Variabel
kucuran
kredit
(X1),
produktivitas tenaga kerja (X3), sistem
pengembangan produk (X5) tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja UMKM (Y2). Hal ini
dikarenakan nilai tstatistic < ttable (1,66),
sehingga hipotesis ditolak.
3. Variabel pemasaran (X3) berpengaruh
signifikan terhadap manajemen usaha
(Y1) dan kinerja UMKM (Y2). Hal ini
dikarenakan nilai tstatistic > ttable (1,66),
sehingga hipotesis diterima.
4. Variabel teknologi (X4) berpengaruh
signifikan terhadap manajemen usaha
(Y1) dan kinerja UMKM (Y2). Hal ini
dikarenakan nilai tstatistic > ttable (1,66),
sehingga hipotesis diterima.
3.3 Strategi Pengembangan Usaha
Menghadapi MEA
Alternatif strategi pengembangan
didapatkan melalui Matriks SWOT
dengan
menformulasikan
strategi
berdasarkan penggabungan antara faktor
internal dan eksternal. Matriks SWOT
bertujuan untuk memberikan alternatif
strategi utama diantaranya strategi S-O
(Strength-Opportunity), W-O (WeaknessOpprtunity), S-T (Strenght-Threat), W-T
(Weakness-Threat). Berdasarkan matrik
SWOT telah didapatkan beberapa
alternatif strategi untuk pengembangan
UMKM yang dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Matriks SWOT

Internal

Eksternal
OPPORTUNITIES (O)
1. Bahan baku yang
melimpah
2. Peningkatan
pendapatan dan daya
beli masyaakat
3. Perubahan gaya hidup
masyarakat
4. Peluang untuk ekspor
produk terbuka
THREATS (T)
1. Fluktuasi harga bahan
baku, listrik, dan dollar
2. Keadaan alam yang
tidak dapat diprediksi
3. Pesaing sejenis
4. Pendatang baru

STRENGTHS (S)
1. Varian produk yang diolah
2. Kualitas produk
3. Penetapan harga sesuai pasar
4. Standardisasi pangan
5. Inovasi produk
6. Jenis produk tergolang baru
di pasar

STRATEGI S-O
1. Menjaga dan
mempertahankan kualitas
produk
2. Melakukan inovasi pada
varian produk yang diolah
3. Melebarkan pasar ke wilayah
lain dan ekspor

STRATEGI S-T
1. Mengoptimalkan bahan
baku serta minimasi biaya
produksi
2. Melakukan kerjasama
dengan produsen/ pemasok
penghasil buah
3. Bekerjasama dengan
institusi perusahaan/
universitas

3.4 Analisis Peran Pemerintah


Dari analisis situasi, analisis
responden penelitian, analisis model
manajemen,
dan
analisis
strategi
pengembangan,
beberapa
peran
pemerintah yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan
UMKM
di
lima
kabupaten untuk menghadapi MEA
adalah:
1. Perlindungan UMKM dari produk
asing
Diberlakukannya MEA pada dasarnya
akan memudahkan pelaku UKM untuk

WEAKNESSES (W)
1. Stok produk tidak dapat
memenuhi pasar
2. Bahan baku yang musiman
3. Kurangnya media iklan
4. Kemasan yang sama persis
dengan produk sejenis
5. Belum ada sertifikasi halal
6. Kurangnya tenaga kerja
terampil
7. Permodalan yang kurang kuat
STRATEGI W-O
1. Menetapkan kuota persediaan
tertinggi
2. Membuat kemasan yang unik
3. Meningkatkan kualitas
sumber daya manusia
4. Memperkuat akses, kerja
sama, dan advokasi ke dinas
pemerintah atau pihak terkait
lain untuk perolehan
permodalan.
STRATEGI W-T
1. Meningkatkan promosi
melaui event-event dengan
menonjolkan ciri khas produk
2. Mengurus sertifikasi halal

melakukan aktivitas ekspor maupun


impor barang ke sembilan negara
ASEAN lainnya (Kaban, 2014).
Namun sebaliknya, MEA berpotensi
besar menyebabkan pasar produk
agroindustri nasional dibanjiri produk
asing dari luar negeri. Perlindungan
dilakukan dengan melakukan hal-hal
seperti :
a. Pemberlakuan bea masuk atau kuota
produk impor

b. Pemberlakuan
standar
kualitas
produk lokal/UMKM yang dapat
bersaing dengan produk luar negeri
c. Pembebasan atau meminimalkan
bea ekspor produk lokal
d. Pemberlakuan
Harga
Eceran
Terendah
untuk
produk
lokal/UMKM
2. Permodalan
Beberapa tahun terakhir pemerintah
sudah menjalankan program-program
pemberian modal bagi UMKM, dan
cukup efektif dalam meningkatkan
daya saing UMKM. Sebagai contoh
adalah Bank Rayat Indonesia (BRI)
yang mengambil segmen utama (core
business) pada UMKM, dengan fungsi
utama menyalurkan kredit program
pemerintah implementasi kebijakan
ekonomi makro pemerintah di bidang
perkreditan (Hadinoto dan Retnadi,
2007). Walaupun pemerintah sudah
menjalankan program-program bantuan
modal,
namun
masukan-masukan
perbaikan tetap ada dari penerima
bantuan. ). Beberapa perbaikan yang
dapat dilakukan adalah :
a. Jumlah bantuan bagi UMKM yang
lebih
besar
dengan
mempertimbangkan kondisi UMKM
b. Kemudahan syarat mendapatkan
bantuan
dengan
tetap
memperhatikan aspek kemandirian
UMKM
c. Memberlakukan
jangka
waktu
pengembalian dan bunga pembelian
yang memperhatikan kemampuan
UMKM
3. Sarana dan Prasarana

Salah satu masalah utama yang


menghambat perkembangan UMKM
adalah sarana dan prasarana. Oleh
karena itu, sebaiknya pemerintah
memperhatikan beberapa hal berikut :
a. Perbaikan akses transportasi darat,
laut, dan udara dengan biaya yang
dapat dijangkau oleh pelaku UMKM
b. Memastikan dana pengembangan
sarana dan prasarana UMKM tepat
sasaran
c. Mengembangkan teknologi tepat
guna, bisa bekerja sama dengan
perguruan
tinggi,
untuk
pengembangan UMKM
d. Melakukan pengembangan sarana
dan prasarana secara berkelanjutan
dan berkesinambungan
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini yaitu:
1. Secara umum, UMKM di 5 kabupaten
sudah
memiliki
produk
yang
dikembangkan untuk siap berkompetisi
di pasar Asean. Namun dukungan
untuk meningkatkan kualitas melalui
fasilitasi kucuran kredit, teknologi dan
pengembangan pasar masih tetap
dibutuhkan.
Beberapa
UMKM
unggulan yang berpotensi daya saing
dalam menghadapi MEA adalah :
a. Kabupaten Probolinggo : UD
Tepung Ikan (ikan asap) dan UD
Abdul Rofik (mebelair)
b. Kabupaten Pasuruan : UD Jaya
(gabah beras) dan CV Vita Lestari
(mebelair)
c. Kabupaten Mojokerto : UKM Afi
Jaya (krecek rambak) dan UD
Kulama Jaya (kulit sapi)

d. Kabupaten Sidoarjo : UD Dimas (tas


dan dompet wanita) dan Batik
Namiro (batik tulis)
e. Kabupaten Nganjuk : CV Sumber
Tani (pupuk pertanian) dan UMKM
penyulingan minyak cengkeh
2. Faktor-faktor
yang
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
manajemen usaha dan kinerja UMKM
yaitu faktor pemasaran dan teknologi.
3. Strategi yang dapat diterapkan oleh
UMKM dalam menghadapi MEA
yaitu:
a. Menjaga dan mempertahankan
kualitas produk
b. Melakukan inovasi pada varian
produk yang diolah
c. Melebarkan pasar ke wilayah lain
dan ekspor
d. Menetapkan
kuota
persediaan
tertinggi
e. Membuat kemasan yang unik
f. Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia
g. Memperkuat akses, kerja sama, dan
advokasi ke dinas pemerintah atau
pihak terkait lain untuk perolehan
permodalan.
h. Mengoptimalkan bahan baku serta
minimasi biaya produksi
i. Melakukan
kerjasama
dengan
produsen/ pemasok penghasil buah
j. Bekerjasama
dengan
institusi
perusahaan/ universitas
k. Meningkatkan
promosi
melaui
event-event dengan menonjolkan
ciri khas produk
l. Mengurus sertifikasi halal

4. Peran pemerintah yang dapat dilakukan


dalam mengembangkan UMKM di
lima kabupaten untuk menghadapi
MEA antara lain perlindungan UMKM
dari produk asing, memberikan bantuan
permodalan dan sarana prasarana.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2014. Perkembangan Data
Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM) dan Usaha Besar (UB).
www.depkop.go.id.
Diakses
29
Agustus 2014.
Anonim 2. 2014. Perkembangan Baki
Debet Kredit Usaha Mikro, Usaha
Kecil, dan Usaha Menengah
(UMKM) Perbankan. www.bi.go.id.
Diakses 1 September 2014.
Sanusi, S. R. 2005. Beberapa Uji
Validitas Dan Reliabilitas Pada
Instrumen Penelitian. Universitas
Sumatera Utara. Medan
Ghozali, I. 2011. Structural Equation
Modeling
Metode
Alternatif
dengan Partial Least Square Edisi
3. UNDIP. Semarang
Wiyono, G. 2011. Merancang Penelitian
Bisnis dengan Alat Analisis SPSS
17.0 dan SmartPLS 2.0. UPPSTIM
YKPN. Yogyakarta.
Jogiyanto, H.M dan Willy, A. 2009.
Konsep dan Aplikasi PLS (Partial
Least Square) Untuk Penelitian
Empiris. BPFE Fakultas Ekonomika
dan Bisnis UGM. Yogyakarta
Kaban, J. 2014. Meningkatkan Daya
Saing UKM Jelang Pasar Bebas
2015
(5
Maret
2014).
http://bisnisukm.com. Diakses 12
Desember 2014.

Hadinoto, S. dan Retnadi, D. 2007. Micro


Credit Challenge. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai