Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA II


KELAINAN BAWAAN

DI SUSUN OLEH :
Nama
NIM
Kelas
Dosen Pengampu

: PUJI ANDRIANI
: 201310104054
: 3A
: Dewi Rokhanawati, S.SiT., MPH

PROGAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat juga kasih
sayangnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kelainan
Bawaan. Tentu saya mengetahui bahwa dengan adanya tugas Asuhan Neonatus Bayi dan Anak

Balita II ini sehingga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita semua. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan membahas mengenai Kelainan Bawaan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing saya Ibu Dewi Rokhanawati,
S.SiT.,MPH, yang telah memberi bimbingan dan masukan kepada saya, dan tidak lupa ucapan
terimakasih saya kepada teman-teman saya yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah
ini sehingga makalah ini dapat selesai.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan dan penyajian makalah ini masih kurang dari
kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan kriktik dan sarannya. Harapan saya semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar ..i
Daftar isi....ii
Bab I Pendahuluan.1
A. Latar Belakang..1

B. Rumusan Masalah.........................2
C. Tujuan...2
Bab II Tinjauan Pustaka.3
Bab III Pembahasan...4
Bab IV Penutup.........................20
A. Kesimpulan...20
B. Saran.20
Daftar Pustaka21

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI
2008). Kematian pada neonatus merupakan kejadian yang paling sering terjadi pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah
prematuritas dan gizi buruk.
Di negara maju, 30% dari seluruh seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak
terdiri dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008). Di Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan bawaan cukup tinggi
yaitu mencapai 5%. Di Indonesia prevalensi kelainan bawaan mencapai angka 5 per 1.000
kelahiran. Penelitian Ndibazza, di Entebbe, Uganda, pada tahun 2003-2005 ada 180 bayi dengan
kelainan kongenital diantara 2.365 kelahiran. Hasil penelitian Dastgiri, di Iran (2000-2008)

angka kejadian kelainan kongenital berkisar 1,7 per 100 kelahiran.


Menurut Depkes RI, kelainan kongenital adalah kelainan yang terlihat pada saat lahir,
bukan akibat proses persalinan.10 Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan
(kongenital) dan akan menjadi 4-5% bila bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Penelitian
Indrasanto dan Effendi di RSAB Harapan Kita (2001-2005) terdapat 315 bayi dengan kelainan
kongenital dari 16.490 kelahiran (1,92%). Hasil penelitian Savitri dan Wewengkang di RS dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar selama kurun waktu 4 tahun (2004-2007) dari 3.141 persalinan,
ditemukan 28 kasus (0,89%) kelainan kongenital. Penelitian Nugraha di RSIA Sri Ratu Medan
tahun 2009 dari 1.317 persalinan, terdapat 20 kasus (1,51%). Jenis kelainan kongenital yang
paling sering dijumpai adalah Penyakit Jantung Bawaan (PJB) sebesar 0,4%. Hasil survei
pendahuluan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, dari tahun 2007-2011 terdapat 102 bayi dengan
kelainan kongenital. Rincian tiap tahun yaitu tahun 2007 sebanyak 30 bayi, tahun 2008 sebanyak
29 bayi, tahun 2009 sebanyak 15 bayi, tahun 2010 sebanyak 13 bayi, dan tahun 2011 sebanyak
15 bayi.
Kelainan kongenital dapat disebabkan oleh kelainan gen tunggal, kelainan kromosom,
multifaktorial, lingkungan, dan kekurangan nutrisi. Ibu yang terinfeksi sifilis atau rubella
merupakan penyebab kelainan kongenital di negara berkembang. Penyakit seperti diabetes
mellitus (DM), ibu yang kekurangan iodin dan asam folat, dan paparan obat-obatan serta narkoba
termasuk alkohol dan tembakau, bahan kimia, dan radiasi dosis tinggi merupakan faktor lain
yang menyebabkan kelainan kongenital. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Namun seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan

generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan, dan peningkatan kualitas
anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi, dan anak
balita.Anak terutama bayi baru lahir merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan
dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat karena masih tingginya
Angka Kematian Bayi (AKB).
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari setiap kelainan bawaan ?
2. Apa penyebab dari setiap kelainan bawaan ?
3. Apa tanda/gejala dari setiap kelainan bawaan ?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari setiap kelainan bawaan ?
5. Apa peran bidan dari setiap kelainan bawaan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari setiap kelainan bawaan.
2. Untuk mengetahui penyebab dari setiap kelainan bawaan.
3. Untuk mengetahui tanda/gejala dari setiap kelainan bawaan.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari setiap kelainan bawaan.
5. Untuk mengetahui peran bidan dari setiap kelainan bawaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI
2008). Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. Dismorfologi merupakan
kombinasi dari bidang embriologi, genetika klinik dan ilmu kesehatan anak (Ali
Usman,2008:41).
Kelainan Kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat lahir. Kelainan ini dapat
berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak
diturunkan (Prawirohardjo,2009:705). kelainan kongenital/cacat bawaan yang terjadi pada bayi
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : Teratogenik, Faktor Gizi, Faktor Fisik pada
Rahim, Faktor Genetik dan Kromosom. (Muslihatun,2010:119)

BAB III
PEMBAHASAN
1. Hernia diafragmatika

Pengertian
adalah masuknya organ-organ abdomen melalui defek (lubang) pada diafragma ke dalam

rongga toraks. Secara umum terdapat tiga tipe dasar hernia diafragmatika yaitu hernia
Bochdalek (melalui defek posterolateral), hernia Morgagni (melalui defek anterio retrosternal)
dan hiatus hernia.

Penyebab
Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan

kongenital pada anaknya.


Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi
dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu

organ.
Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan

diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan meningkat pada ibu

usia di atas 30 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 40 tahun ke atas.
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Faktor radiasi
Faktor gizi
Kekurangan beberapa zat yang pnting selama hamil dapat menimbulkan pada janin.
Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan

faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.


Tanda dan Gejala
Gangguan pernafasan yang berat.
Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen).
Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).
Takikardia (denyut jantung yang cepat).
Perut kecil dan cekung.
Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi perut.
Terdengar bising usus di daerah dada.
Penatalaksanaan
Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk, dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur

dihisap.
Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi.
Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi agar

tidak terjadi aspirasi.


Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat.
Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki.
Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang

lebih baik.
Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah thoraks.
Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara hernia diafragmatika

dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen).

2. Hernia Umbilikalis

Pengertian
Adalah kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada

otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan
kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih
dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya
akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.

Penyebab
- Hernia umbilkalis pada bayi terjadi karena selama kehamilan tali pusat melewati lubang
kecil yang terbuka pada otot perut bayi. Namun jika lubangnya tidak menutup dan otot di
perut tidak bergabung secara sempurna di garis tengah perut, dinding perut akan melemah
-

dan bisa menyebabkan munculnya bodong pada saat lahir atau di kemudian hari.
Pada orang dewasa bisa disebabkan oleh obesitas, kehamilan berulang-ulang, adanya cairan
dalam rongga perut (ascites) dan operasi perut

Tanda dan Gejala


Hernia umbilikalis menimbulkan adanya penonjolan di daerah pusar (umbilikalis). Jika

seorang bayi memiliki hernia umbilikalis, maka kita bisa melihat adanya penonjolan saat
bayi menangis, batuk atau mengedan. Penonjolan ini bisa menghilang saat bayi tenang atau
berbaring terlentang. Hernia umbilikalis pada anak-anak biasanya tidak terasa nyeri. Tetapi
jika penonjolan menjadi terasa nyeri, membengkak, atau berubah warna dan jika bayi mulai
mengalami muntah-muntah, maka bayi perlu segera dibawa ke rumah sakit.
Penatalaksanaan
- Hernia kongenital pada anak biasanya menghilang seiring dengan bertambahnya usia, tanpa
tindakan pembedahan. Secara umum, anak-anak usia di bawah 5 tahun tidak membutuhkan
-

tindakan pembedahan.
Pembedahan tidak dianjurkan, kecuali bila :
o Hernia menetap sampai umur 3-4 tahun.
o Menimbulkan gejala-gejala.
o Terjadi strangulasi.
o Membesar secara progresif sesudah umur 1-2 tahun

3. Labioskizis atau cleft lip

Pengertian
adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung.

Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.

Penyebab
- Faktor genetik atau keturunan
dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena

adanya mutasi gen ataupun kelainan khromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai
46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non sex(kromosom 1 22) dan 1
pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3 untai
khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada setiap
selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan

menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan otak, jantung dan ginjal.


Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat.
Radiasi.
Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infelsi rubella dan

sifillis, toksoplasmosis dan klamidia.


Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas

selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol.


Multifaktorial dan mutasi genetic.
Displasia ektodrmal.
Tanda dan Gejala
- Terjadi pemisahan bibir.
- Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah.
- Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
-

hidung.
- Distorsi pada hidung.
- Tampak sebagian atau keduanya.
Penatalaksanaan
- Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan posisi kepala bayi sedikit ditegakkan, berikan minum
dengan menggunakan sendok atau pipet, cegah bayi tersedak, tepuk punggung bayi setiap
15 mL-30 mL minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi masih

mengisap.
Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa enam jam, pemberian infus,

perhatikan keadaan umum bayi.


Jelaskan pembedahan pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan

usia 2-3 hari atau sampai beberapa minggu. Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu
6 bulan dan 5 tahun, ada juga antara 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat
kecacatan. Untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10
minggu (3 bulan), >5 kg, leukosit > 1000/ uL. Cara operasi yang umum dipakai adalah cara
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara. Awal fasilitas penutupan adalah untuk

perkembangan bicara.
Prosedur perawatan setelah operasi: rangsangan untuk menelan atau menghisap, dapat
menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila
sudah toleran berikan minum pada bayi, dan makanan lunak sesuai usia dan dietnya.

4. Labio palatokiszis

Pengertian
Adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang

kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi
akibat faktor non-genetik.

Penyebab
- Faktor genetik atau keturunan
dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena
adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai

46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non sex(kromosom 1 22) dan 1
pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3 untai
khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total khromosom pada setiap
selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan

menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan otak, jantung dan ginjal.


Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat.
Radiasi.
Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin
obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alcohol.
Multifaktorial dan mutasi genetic.
Displasia ektodrmal.
Tanda dan Gejala
Terjadi pemisahan langit-langit.
Terjadi pemisahan bibir.
Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit.
Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah.
Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung.
Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
Adanya rongga pada hidung.
Distorsi hidung
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
Kesukaran dalam menghisap atau makan
Penatalaksanaan
Dengan cara operasi, operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan
yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam
beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum
Sepuluh ( rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan

usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.


Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan kalau ibu mempunyai reflek

memancarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan

payudara.
Bila anak sukar menghisap sebaiknya digunakan botol peras ( squeeze bottles ) untuk
mengatasi gangguan menghisap dipakai dot yang panjang dengan memeras botol maka
susu dapat didorong jatuh dibelakang mulut hingga dapat dihisap. Kalau anak tidak mau

berikan dengan cangkir dan sendok.


Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi deformitas

palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.


Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter anak,
dokter THT serta ahli wicara.

5. Atresia Ani

Pengertian
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk

didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. suatu kelainan kongenital yang
menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna.

Penyebab

- Belum diketahui secara pasti.


- Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur.
Gangguan organogenesis dalam kandungan.
Merupakan (kegagalan perkembangan) anomaly gastrointestinal (sistem pencernaan) dan
genitourinary (sistem perkemihan).
Gangguan pertumbuhan fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
Diduga ada keterlibatan kelainan genetik pada kromosom 21
Tanda dan Gejala
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
Pada pemeriksaan rectal touchter dapat adanya membrane anal.
Perut kembung.
Penatalaksanaan
Pembedahan
o Untuk kelainan dilakukan kolostomi, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus
permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12

bulan.
o Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
- Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)

Peran Bidan pada kelainan bawaan


1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.
Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan dapat memberikan pengalaman yang menyedihkan
bagi orang tua. Memiliki bayi dengan kelainan akan menimbulkan berbagai reaksi yang
jelas membuat orang tua sangat tertekan dan bagi beberapa kelompok masyarakat, hal ini
dikaitkan dengan stigma tertentu pada ibunya. Setiap keluarga memiliki respon dan
kebutuhan yang berbeda dan petugas kesehatan tidak dapat menggunakan pendekatan yang
sama untuk semua keluarga.

2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini adalah
member makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan
yang dilakukan.
3. Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya menyusu.
4. Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan
hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa
pertumbuhan dan penambahan berat badan.
5. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing, berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau
cangkir).
6. Memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan yang detemukan, dimana dijelaskan
mengenai jenis, etiologi, penanganan, dan prognosis kepada klien atau keluarganya,
sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang akan diberikan. Asuhan
atau penanganan yang diberikan baik bedah, medik, maupun koreksi lain yang dapat
diberikan dapat berhasil secara optimal.
7. Berikan penjelasan bahwa kelainan bawaan bukanlah kesalahan orang tua. Memberikan
penjelasan atau gambaran tentang penyebab kelainan pada bayi mungkin dapat sedikit
menenangkan orang tua dan keluarganya.
8. Berikan kebebasan pada orang tua untuk menemui bayinya dan jika memungkinkan
biarkan bayi berada dengan ibu sepanjang waktu. Semakin banyak hal yang bisa dilakukan
oleh orang tua terhadap bayinya, semakin cepat pula mereka akan menerima bayinya
9. Bila memungkinkan berikan bantuan pada orang tua.
10. Rujuk bayi untuk operasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dapat

disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik..


2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada
neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor obat,
faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya.
3. Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan
koreksi kosmetik. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini
harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab,
langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
4. Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya
dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok, obat terlarang,
makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi, melakukan
pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya lainnya.
B. Saran
1. Perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih baik dalam menapis kemungkinan
adanya kelainan kongenital pada ibu-ibu hamil dengan resiko tinggi melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital.
2. Diharapkan

kepada

petugas

kesehatan

di

RS

agar

memberikan

pemahaman kepada keluarga dari bayi dengan kelainan kongenital


tentang penanganan kelainan kongenital agar dapat mengurangi jumlah
bayi yang pulang atas permintaan orang tua.
3. Perlu di tingkatkan lagi usaha pemeriksaan factor penyebab dari kelainan kongenital, untuk
mencegah terulangnya kejadian yang sama pada kehamilan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, S.H. dan Indrasanto, E. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Maryunani, A. and Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyakit pada Neonatus.
Jakarta : Trans Info Media.
Arikrishnan,

Ridho.

2010.

Kelainan

Bawaan.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf

( diakses pada tanggal 12 oktober 2014)


Hidayat, Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai