Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Osteoporosis (tulang keropos) adalah suatu keadaan pada tulang

yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan berubahnya


mikrostruktural tulang sampai tingkat ambang batas patah tulang tanpa
keluhan keluhan klinis.
Pada osteoporosis terjadi penurunan kualitas tulang dan kuantitas
kepadatan tulang.
2.2

Komposisi Tulang
Tulang adalah organ tubuh yang bersifat dinamik dan berfungsi

sebagai:
-

Mekanik membentuk kerangka, memberikan postur tegak,


melindungi organ vital, tempat melekatnya otot serta sistem
pengungkit untuk fungsi lokomosi.

Mendukung proses hematopoetik dalam sumsum tulang.

Depo kalsium, fosfat dan membantu mengatur keseimbangan


mineral dalam darah.
Untuk dapat memenuhi fungsinya tulang harus memiliki sifat keras,

kuat tapi fleksibel dan cukup ringan. Komponen tulang terdiri dari:
A. Bahan organik (30%)
1. Matriks (98%) memberikan sifat fleksibel
i) Kolagen (95%) kolagen tipe I
ii) Protein

lain

osteokalsin,

osteonectin,

proteoglikan,

sicloprotein, proteolipid, phosphoprotein.


2. Sel-sel:
i) Osteoblast, membentuk matriks tulang, membantu proses
kalsifikasi tulang.
ii) Osteocyte, berasal dari osteoblas, berperan untuk memberikan
nutrisi ke tulang.

iii) Osteoclast,

berasal

dari

sumsum

tulang

(dari

gugusan

makrofag-monosit), untuk mengeliminasi sel tulang tua.


B. Mineral (70%) melekat pada matriks memberikan sifat keras dan
kuat, karena sebagian besar terdiri dari Hydroxiapatite (95%), suatu
kristal kalsium fosfat. Hydroxyapatite sebagian besar berisi karbonat
dan sebagian kecil terdiri dari Mg, K, F dan Cl.
2.3

Epidemiologi
Di Amerika dengan jumlah penduduk 240 juta, terdapat 24 juta

penderita osteoporosis setiap tahun, 13 juta diantaranya patah tulang.


Di Indonesia belum didapat angka pasti. 10-15% penduduk
Indonesia berusia >60 tahun, dengan usia harapan hidup 60-65 tahun.
Osteoporosis dapat terjadi pada pria maupun wanita. Frekuensi
tertinggi osteoporosis wanita postmenopause pada usia 50-70 tahun.
2.4

Etiologi
Penyebab primer osteoporosis adalah defisiensi estrogen dan

perubahan yang berhubungan dengan degeneratif, sedangkan penyebab


sekunder terdapat beberapa predisposisi yaitu:
1. Idiopatik.
2. Genetik osteogenesis imperfecta, sindrom marfan. Keluarga
yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak yang dilahirkan
cenderung mempunyai penyakit yang sama.
3. Gangguan

endokrin

hipertiroidism,

hiperparatiroidism,

hipogonadism, diabetes melitus, cushing disease, insufisiensi


adrenal.
4. Immobilisasi patah tulang, koma.
5. Gangguan nutrisi dan gastrointestinal malnutrisi, defisiensi
vitamin D, defisiensi kalsium, anoreksia nervosa.
6. Obat-obatan golongan obat meningkatkan kehilangan
tulang
a. Kortikosteroid: prednison

matrik

b. Antikonvulsan: barbiturate, carbamazepine menyebabkan


defisiensi vitamin D
c. Heparin jangka panjang
d. Litium
Sejak anak sampai dewasa masa tulang akan meningkat sampai
mencapai puncaknya, Peak bone mass (PBM) pada usia 30-40 tahun.
Setelah itu massa tulang akan menurun secara perlahan bersamaan
dengan meningkatnya usia.
2.5

Faktor Resiko
Faktor resiko yang menentukan kecepatan penurunan massa

tulang :
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
(1) Genetik.
(2) Usia
(3) Jenis kelamin
(4) Ras
b. Faktor resiko yang dapat diubah:
(1) Hormon sex Wanita yang memasuki masa menopause
mengalami pengurangan hormone estrogen, diatas usia 40
tahun. Pria yang mengalami defisit testosteron (hormon
testosteron dalam darah diubah menjadi estrogen).
(2) Nutrisi Defisiensi kalsium, protein, fosfat.
(3) Latihan fisik kurangnya olahraga dan latihan secara
teratur menimbulkan efek negatif yang menghambat proses
pemadatan massa tulang.
(4) Pola hidup Aktivitas fisik kurang, merokok, alkoholisme.
(5) Postur

tubuh

yang

kurus

Cenderung

mengalami

osteoporosis dibandingkan dengan postur ideal dengan


berat badan ideal.
(6) Kurang terkena sinar matahari Hunian yang padat, rumah
susun jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pagi dan

sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk


mengubah provitamin D menjadi vitamin D di hepar dan
ginjal menjadi kalsitriol.
c. Faktor resiko lain:
(1) Penggunaan obat-obat Glukokortikoid, hormon tiroid,
antikoagulan (heparin, walfarin), antikonvulsan, sitostatika
(metotreksat). Obat-obat yang menganggu metabolism
tulang.
(2) Penyakit kronis.
(3) Immobilisasi Immobilisasi dalam waktu yang lama
beresiko lebih tinggi untuk terkena osteoporosis.
(4) Riwayat fraktur.
Kecepatan penurunan massa tulang setelah mencapai PBM mulamula seimbang antara pria dan wanita, yaitu 0,3% pertahun. Tetapi pada
wanita post menopause penurunan lebih cepat dari pria, yaitu 2,2%-3%
pertahun. Wanita usia 50-70 tahun bisa kehilangan massa tulang 50%
sehingga terjadilah osteoporosis.
2.6

Klasifikasi

A. Umum :
1. Primer: paling banyak ditemukan, terjadi pada usia 56-65 tahun
i) Juvenile
ii) Idiopatik
iii) Involusi:
a. Tipe I Pasca Menopause ( 50-70 th)
Akibat perubahan hormonal, menyebabkan penurunan
estrogen. Pasca menopause perbandingan perempuan
dibanding laki-laki 6:1.
b. Tipe II Senilis (>70 th)
Akibat dari proses penuaan dan defisiensi kalsium, vitamin D
serta peningkatan aktivitas parathormon. Pada usia >70
tahun perbandingan perempuan dibanding laki-laki 2:1.

2. Sekunder:
i) Metabolik hiperparatiroidism, diabetes, cushing disease.
ii) Penyakit Jaringan Kolagen
iii) Penyakit Tulang (Bone Morrow)
iv) Immobilisasi
v) Obat-Obatan
B. Lokal:
1. Primer:
i) Transient Regional Osteoporosis
ii) Refleks Sympathetic Dystrophia
2. Sekunder:
i) Inflamasi
ii) Tumor
iii) Nekrosis
2.7

Patofisiologi
Pertumbuhan tulang dengan pertambahan panjang dan diameter

disebut modeling dengan tujuan merubah struktur makro. Sedangkan


proses remodeling adalah proses berpasangan antara perombakan dan
pembentukan tulang yang terjadi secara siklik bertujuan memelihara
kualitas struktur mikro, memelihara kekuatan dan integrasi tulang,
memperbaiki microfraktur dan ikut memelihara keseimbangan mineral.
Pada semua individu sehat, tulang akan terus menerus mengalami
remodeling. Proses ini cepat pada usia muda dan melambat pada lanjut
usia. Seluruh siklus remodeling berlangsung kurang lebih 3 bulan.
Berkurangnya massa jaringan tulang yang terbanyak pada osteoporosis
terjadi pada trabecular bone.
Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang
dimana resobsi tulang melebihi formasi tulang sehingga menyebabkan
hilangnya massa tulang, sedangkan mineralisasi tulang tetap terjadi.
Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblast

dan osteoclast. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang tetap


berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang
dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini
dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi. Proses seluler
dilaksanakan oleh tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan
sistemik.
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan
berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa,
menunjukkan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorbsi
tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblast dan osteoclast
pada unit remodeling tulang. Remodeling dbutuhkan untuk menjaga
kekuatan tulang.
Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang
kompleks menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai
faktor terlibat dalam interaksi ini dengan menghasilkan suatu kondisi
penyerapan tulang lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan yang
baru. Kondisi ini memberikan manifestasi penurunan massa tulang total.
Osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi akan menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan kolaps tulang. Sering pada vertebra terjadi
fraktur kompresi.
Proses degenerasi pada manusia menyebabkan penurunan massa
otot dan massa tulang secara alami dan bertahap sehingga terjadi
oesteopenia walaupun tidak semua akan menderita osteoporosis.

2.7

Manifestasi Klinis
Pada penderita osteoporosis umumnya tidak ditemukan adanya

gejala sampai tercapai stadium resorpsi tulang yang sudah lanjut, tetapi
sudah didapatkan kelainan radiologi dan histologi, berupa penurunan
massa tulang berupa penurunan massa tulang dan penurunan densitas
tulang. Gejala utama adalah nyeri.
1. Nyeri punggung akut.
Sering karena fraktur spontan pada vertebra lumbal (T 12- L2), nyeri
tajam atau seperti terbakar yang akan bertambah hebat bila bergerak
atau mengangkat beban berat.
2. Deformitas vertebrae
Terjadi setelah fraktur kompresi yang berulang. Fraktur vertebra terjadi
dengan trauma kecil seperti batuk atau membungkuk.
3. Tinggi badan berkurang
Bila fraktur kompresi mengenai beberapa corpus vertebrae, tinggi
badan dapat berkurang beberapa sentimeter. Pada penderita steroid
induced osteoporosis tinggi badan dapat berkurang sampai 7cm.
4. Fraktur
Fraktur patologis ada anggota gerak juga dapat menyebabkan
deformitas misalnya fraktur colum femoris, maupun fraktur radius
bagian distal.
5. Kifosis
Khas pada osteoporosis spinal yang berlangsung lama. Dapat
menyebabkan sesak nafas dan dispepsia.
2.9 Diagnosa
Anamnesa:
-

usia banyak pada usia lanjut

riwayat menstruasi terakhir pada wanita

diet

obat-obatan yang dikonsumsi

riwayat penyakit riwayat patah tulang hipertiroid, dll

Pemeriksaan fisik:
-

nyeri yang terlokalisir (terutama pada vertebra).

kifosis, tinggi badan berkurang.

Laboratorium:
-

hormon tiroid

serum Ca, phosphate

urinalisis, untuk mendeteksi hipercalciuria

Rontgen:
-

khas : penurunan densitas/ massa tulang pada vertebra spinalis,


calvarium, phalanx dan tulang panjang

fraktur corpus vertebrae

Radiografi
-

osteopenia (tampak > 30% kehilangan mineral)

hilangnya trabeculae horizontal, fraktur end-plate lumbal-spinalis


fraktur

humerus,

pergelangan

tangan,

panggul,

femur

supracondilaris dan tibial.


Pemeriksaan densitas tulang:
Sebagai golden standart untuk menentukan osteoporosis. Kriteria
diagnostic (WHO) berdasarkan T-score Bone Mass Density (BMD):
2.10

Terapi

2.10.1 Terapi Farmakologis


A. Suplemen Vitamin D dan Kalsium
Menurunkan resorbsi tulang, meningkatkan mineralisasi oleh
osteoid, dan menurunkan resiko fraktur pada tulang pinggul. Meskipun
tidak menormalkan resorbsi tulang tapi suplemen ini tidak mahal, dapat
ditoleransi dengan baik dan direkomendasikan pada orang-orang dengan
usia lebih dari 50 tahun.
B. Hormone replacement therapy
Hormon yang bekerja langsung pada osteoklas untuk menurunkan
resorbsinya,

juga

dapat

menstabilkan

massa

tulang

spinal

dan

menurunkan fraktur vertebral tapi tidak ada efek terhadap tulang panggul.

10

2.10.2 Rehabilitasi
A. Terapi Pencegahan Osteoporosis
Jenis latihan yang dianjurkan untuk mencegah osteoporosis:
1. Umum
a. Jalan
Jalan adalah latihan yang sangat bermanfaat karena
merupakan kombinasi rangsangan mekanik pada vertebra
dan

tulang

anggota

gerak

bawah

dengan

kontraksi

intermiten pada otot punggung. Dianjurkan berjalan selama


30 menit/ hari
b. Bersepeda
Banyak

lebih

memilih

bersepeda

statis

untuk

dapat

dilakukan dirumah. Namun harus mengikuti pedoman yang


berbeda setiap individu termasuk sikap tubuh, beban, tinggi
dudukan, tahanan dan kecepatannya.
c. Olahraga
Olahraga beban, misalnya tenis, badminton atau menaiki
tangga akan meningkatkan kepadatan tulang.
2. Khusus
a. Kontraksi

otot

mengurangi

merangsang

pembentukan

tulang

dan

resorbsinya. Agar hasilnya signifikan, latihan

fisik harus dinamik (isotonik) dan berulang.


b. Namun, pada latihan juga dianjurkan komponen latihan
isometrik. Latihan isometrik perlu dilakukan hari-hati, karena
akan mempengaruhi terhadap peningkatan tekanan darah
dan denyut jantung dibanding latihan isotonik.
c. Latihan pada penderita usia lanjut harus direncanakan
secara seksama dan hati-hati. Manfaat latihan harus
dipertimbangkan dengan menperhatikan kondisi umum
secara struktural dan fungsional.
d. Dinamic axial compression exercise

11

Penting untuk rehabilitasi penderita osteoporosis atau


mencegah squellae penderita immobilisasi.
e. Latihan
Dengan kain dikaitkan pada plantar pedis lalu tarik secara ke
atas lakukan berulang-ulang.
Latihan untuk pencegahan osteoporosis tulang belakang
Latihan 1
a. Tujuan: melawan kifosis, memperkuat ekstensor tulang belakang
bagian atas.
b. Sikap: duduk pada kursi yang kokoh tanpa menyandar, siku pada
kedua sisi dada, lengan bawah datar dan mengarah ke depan.
c. Gerakan: tarik scapula ke belakang tahan selam 5 hitungan, ulang
10x.
Latihan 2
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung, melatih nafas dalam,
meregang otot dada.
b. Sikap: duduk pada kursi yang kokoh tanpa menyandar, kedua
tangan diletakkan dibelakang kepala.
c. Gerakan: siku didorong ke belakang sementara tangan tetap di
belakang kepala, inspirasi dalam sambil melakukan gerakan ini,
ekspirasi sambil relaksasi.
Latihan 3
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung.
b. Sikap: berbaring dengan bantal dibawah dada dan perut lengan
ekstensi ke belakangtungkai ekstensi dengan ujung jari menyentuh
lantai.
c. Gerakan: angkat kepala dan bagian atas tubuh sementara dada
tetap diatas bantal, tahan selama 5 hitungan, ulang 10x.
Latihan 4
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung di lumbal dan pinggul.

12

b. Sikap: berlutut di lantai, lengan ekstensi untuk menyangga batang


tubuh.
c. Gerakan: angkat 1 tungkai dari lantai, ekstensi panggul, flexi lutut
sedikit, tahan selama 5 hitungan, ulang 5x, ganti sisi sebelahnya
dan lakukan hal yang sama.
Latihan 5
a. Tujuan: memperkuat otot perut dengan latihan isometrik.
b. Sikap: berbaring dengan alas yang keras, tumit menyentuh dasar
dan lengan diperut.
c. Gerakan: angkat kedua tungkai dengan lutut lurus sampai setinggi
25-30cm, tahan selama 5 hitungan, ulang 10x.
Latihan 6
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung, memperbaiki rentang
gerak pinggul dan lutut.
b. Sikap: barbaring pada dasar yang keras.
c. Gerakan: tarik lutut ke atas dan ke arah dada sedekat mungkin,
tahan selam 5 hitungan, ulang 10x.
Latihan 7
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung dan otot perut, meregang
punggung sanpai ekstensi penuh.
b. Sikap: terlentang pada dasar yang keras, lengan ekstensi ke atas.
c. Gerakan: regangkan lengan ke atas dan jari kaki ke bawah tekan
perut ke bawah, tahan selama 5 hitungan, ulang 10x.
Latihan 8
a. Tujuan: memperkuat ekstensor punggung dan perut.
b. Sikap: berbaring pada dasar yang keras, lutut fleksi 90 O, lengan
atas abduksi, siku flexi 90 O dengan bertumpu pada dasar. Lengan
bawah mengarah ke atas.
c. Gerakan: tekan siku ke bawah, tahan selama 5 hitungan, ulang
10x.
Latihan 9
a. Tujuan: memperkuat abductor panggul (m.gluteus medius dan
minimus, berinsersi di trokanter mayor femur, jarak trokanter

13

dengan leher femur pendek dan kontraksi otot ini dapat


merangsang pembentukan tulang dan mengurangi resorpsinya).
b. Sikap: berbaring dengan sisi badan dasar yang keras, pinggul dan
lutut ekstensi, kepala diletakkan di atas lengan.
c. Gerakan: angkat kaki atas sejauh mungkin, pertahankan ekstensi
pinggul dan lutut, tahan selama 5 hitungan, kemudian turunkan
tungkai berlahan, ulang 10x, ganti sisi sebelahnya dan lakukan hal
yang sama.
Latihan fisik yang harus dihindari
Latihan fisik fleksi vertebrae merupakan kontraindikasi bagi
penderita yang beresiko atau menderita osteoporosis. Makin besar fleksi
badan beban anterior corpus vertebra akan semakin besar, karena
adanya pengaruh gaya gravitasi bagian atas tubuh, melewati bagian
anterior tubuh belakang. Tulang penderita osteoporosis tidak mampu
menerima beban ini sehingga dapat menyebabkan fraktur kompresi.
Dosis latihan fisik:
1. Frekuensi

: 3-5x/mgg.

2. Durasi

: Disesuaikan dengan usia, toleransi dan


keterbatasan fisik. Aktifitas weight bearing 30-60
menit.

3. Intensitas

: Latihan penguatan 80% dari kapasitas maksimal.

4. Aerobik

: Target Heart Rate (THR) 75% dari Maximal Heart


Rate (MHR).

B. Terapi Osteoporosis
Tujuan dilakukan rehabilitasi pada osteoporosis:
1. Mengatasi nyeri
2. Mencegah fraktur (vertebra, collum femoris, radius), bila sudah
terjadi fraktur diberikan terapi yang menunjang pemulihannya.
3. Mencegah deformitas
4. Mencegah osteoporosis lanjut

14

5. dampak sosial
6. dampak emosional
Dasar terapi osteoporosis
1.

Terapi umum
a. Diet cukup kalsium, vitamin D, protein, tidak merokok,
minuman alkohol
b. Latihan fisik latihan pada massa tulang, disertai pembebanan
mekanik akan merangsang osteoblast.
c. Penyuluhan kesehatan

2.

Terapi khusus:
Medikamentosa:
a. Estrogen,

berdampak

langsung

pada

pengaturan

pembentukan osteoblast.
b. Calsitonin, menekan aktifitas osteoclast dan menghambat
pembentukannya.
c. Bisphosphonate,

menutupi

permukaan

tulang

dan

menghambat aktifitas osteoclast.


d. Vitamin D dan calcium
2.10.3 Tindakan Bedah
Tindakan bedah dan stabilisasi adalah pengobatan terpilih untuk
osteoporosis dengan fraktur
2.11

Diagnosa Banding
1. Osteomalacia
2. Multiple myeloma
3. Metatastik malignancy
4. Hipertyroidism
5. Hiperparatyroidism
6. Penyakit genetik
7. Paget disease

15

2.12

Prognosa
Tindakkan

pencegahan

sangat

deformitas tulang yang bersifat irreversible.

16

penting

untuk

menghindari

Anda mungkin juga menyukai