SKRIPSI
CHRISTINA LINI
RINGKASAN
CHRISTINA LINI D24050410 Tahun 2009. Pemberian Ekstrak Daun Murbei
yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus)
Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr.Ir. Komang G. Wiryawan
Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M. Si.
Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup
tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien
yang baik, namun daun murbei juga mengandung senyawa 1-Deoxynojirimycin
(DNJ). Senyawa DNJ merupakan senyawa yang dapat menghambat hidrolisis
karbohidrat non struktural. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan
mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Sebagai
hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit jantan dengan umur 60 hari dan bobot
badan 30,814,98 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa
adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum dan air minum diberikan secara ad
libitum.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam
perlakuan (P0 = Ransum kontrol (semi purified diet), P1 = P0 + residu fermentasi
cairan rumen, P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ), P3 = P1 + ekstrak daun
murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ), P4 = P1 + ekstrak
daun murbei (0,12% DNJ), P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan
cairan rumen (0,12% DNJ)) dan empat kali ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari
1 ekor mencit. Peubah yang diamati antara lain konsumsi ransum, kecernaan bahan
kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1991).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan ekstrak daun
murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% - 0,12%) mampu mengurangi
pengaruh negatif senyawa DNJ terhadap penghambatan hidrolisis karbohidrat dalam
tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat (P<0,05) dan menunjang peningkatan
konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit (P<0,01) lebih baik daripada
pemberian ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak
difermentasi dengan cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh
negatif senyawa DNJ pada sistem pasca rumen sudah menurun meskipun nilai
peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol.
Kata-kata kunci: ekstrak daun murbei, fermentasi, mencit, pasca rumen
ABSTRACT
Utilization of Fermented Mulberry Leaves Extract in Mice (Mus musculus)
Feed as Animal Model for Post Ruminal System
C. Lini., K. G. Wiryawan and S. Syahrir
The objective of this experiment was to study the effect of fermented mulberry
leaves extract utilization in mice feed as animal model for post ruminal system. This
experiment used a completely randomized design, with 6 treatments and 4
replications. The treatments were P0 (semi purified diet), P1 (P0 + fermented rumen
liquid residue), P2 (P1 + mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P3 (P1 + fermented
mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P4 (P1 + mulberry leaves extract 0.12% DNJ),
and P5 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.12% DNJ). The experiment was
conducted for 24 days with 3 days adaptation periods. Variables observed were feed
consumption, feed digestibility, daily body weight gain and blood glucose. The data
were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were
examined with Duncans Multiple Range Test. The results showed that the addition
of mulberry leaves extract significantly (P<0.01) reduced daily body weight gain,
consumption, and blood glucose, reduce feed digestibility (P<0.05) compared to
control, but fermented mulberry leaves extract could reduce the negative effect of
DNJ. Daily body weight gain of mice given 0.06% and 0.12% fermented mulberry
leaves extract was significantly (P<0.01) higher than those mice given the same
concentration of non fermented mulberry leaves extract (0.10 vs 0.16 gram/day)
and (0.01 vs 0.14 gram/day). It is concluded that DNJ in mulberry leaves extract is
not fully degraded in the rumen, and it still has negative effect to the variables
measured.
Keywords : mulberry leaves extract, fermented, mice, post ruminal
CHRISTINA LINI
D24050410
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bojonegoro, Jawa Timur.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marsudi
dan Ibu Djaminah.
Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN PACUL III Bojonegoro pada
tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun
2003 di SMPN 1 Bojonegoro, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada
tahun 2005 di SMUN 2 Bojonegoro, Jawa Timur. Pada tahun 2005 Penulis diterima
untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor
(USMI).
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi
dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 20062007, Paguyuban Angling
Dharma (Organisasi Mahasiswa Daerah Bojonegoro) periode 2005-2009, English
Club (Fakultas Peternakan periode 2007-2008), Paduan Suara Fakultas Peternakan
Gradziono Symphonia periode 2006-2008 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan (BEM-D) periode 2007-2008. Penulis juga menjadi salah satu Mahasiswa
Berprestasi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan
periode 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009.
Oleh
CHRISTINA LINI
D24050410
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah
SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang
Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus)
Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen yang ditulis berdasarkan hasil
penelitian pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian
ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit
(Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia
peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.......................................................................................................
ii
ABSTRACT...........................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP...............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
vii
viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................
xii
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
2
3
6
6
8
9
11
11
12
METODE ..............................................................................................................
14
14
14
14
14
15
15
15
15
17
17
18
18
19
20
20
23
25
27
30
30
30
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................
31
32
LAMPIRAN .........................................................................................................
35
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
14
16
20
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Daun Murbei..................................................................................................
21
23
25
27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
36
2. Klasifikasi Karbohidrat..................................................................................
37
38
38
38
38
39
39
39
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak merupakan salah satu bagian yang penting dalam pemenuhan
kebutuhan hidup manusia, yaitu memenuhi kebutuhan pangan terutama sebagai
sumber protein hewani. Untuk menghasilkan ternak yang efisien diperlukan
pemeliharaan ternak yang baik dengan memenuhi kebutuhan pakan, terutama nutrien
yang terkandung dalam pakan yang diberikan. Pakan yang baik adalah pakan yang
mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Jumlah pakan yang diberikan kepada ternak harus sesuai dengan kebutuhan,
memiliki kualitas yang baik dan ketersediaannya kontinyu sehingga mampu
menunjang produktivitas ternak.
Potensi pakan sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak sangat tinggi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai sumber daya pakan yang berpotensi
untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain sumber bahan pakan yang berasal
dari tanaman. Tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan pakan adalah
tanaman yang memiliki potensi produksi yang baik, kualitas tinggi dan kemampuan
adaptasi tumbuh yang baik pada suatu wilayah tertentu. Daun murbei merupakan
salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan
produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik. Tanaman murbei
juga memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu mencapai 22 ton BK/ha/tahun
(Samsijah, 1992).
Potensi produksi
leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 79 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994). Tanaman murbei juga dapat tumbuh dengan
adaptasi lokasi pada suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang
bervariasi. Oleh karena itu, tanaman ini mudah untuk dikembangbiakkan (Sunanto
1997).
Beberapa hasil penelitian memberikan informasi bahwa terdapat senyawa aktif
daun murbei yaitu senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa ini ditemukan pada
tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et al., 2006). Senyawa DNJ berpotensi
menjadi agen lepas lambat karbohidrat non struktural (glukosa, maltosa, sukrosa)
dalam sistem rumen karena menghambat hidrolisis karbohidrat tersebut.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak
daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus
musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
TINJAUAN PUSTAKA
Murbei (Morus sp.)
Murbei termasuk genus Morus dari family Moraceae. Murbei pada dasarnya
mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin
rangkap (Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Sunanto (1997) murbei berasal dari
Cina dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Urticalis
Famili
: Moreceae
Genus
: Morus
Species
: Morus sp.
ketinggian dari permukaan laut mulai 1000 m. Oleh karena itu, tanaman ini mudah
dikembangkan untuk kebutuhan lain, seperti sebagai sumber pakan ternak. Tanaman
murbei juga sangat baik digunakan untuk mencegah erosi.
Komposisi kimia dari lima jenis daun murbei menurut Samsijah (1992) dapat
dilihat pada Tabel 1. Diantara semua jenis tersebut Morus alba merupakan jenis
murbei yang banyak digunakan karena kandungan nutrisinya yang baik. Daun
murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi, dapat digunakan sebagai pakan
hewan herbivora dan monogastrik serta bahan obat-obatan, selain itu daun murbei
tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa antinutrisi.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)
Nutrien
Jenis Murbei
Morus
alba
Morus
Nigra
Morus
multicaulis
Morus
cathayana
Morus
australis
Bahan Kering
15,72
16,83
22,89
20,45
16,11
Protein Kasar
20,15
20,06
15,51
18,53
19,44
Serat Kasar
13,27
16,19
12,55
12,89
12,82
Lemak Kasar
3,62
3,63
3,64
3,69
4,10
Abu
10,58
10,77
14,46
14,84
10,63
Karbohidrat
39,20
35,94
42,84
38,43
41,80
Kalsium
2,79
3,02
10,97
11,62
2,43
Fosfor
0,44
0,31
0,30
0,36
0,45
Kadar Air
PK
LK
SK
BETN
Abu
Energi
(Kal/g)
(%)
Morus alba
Daun muda
69,89
22,59
4,10
10,21
53,26
9,83
4522
Daun tua
69,50
22,10
6,09
10,57
46,81
14,43
4241
Daun muda
73,69
19,09
3,71
8,45
59,53
9,22
4408
Daun tua
70,78
16,39
5,46
16,80
47,61
14,08
4248
Daun muda
74,64
21,99
3,70
12,56
51,85
9,9
4519
Daun tua
75,13
19,66
5,09
16,86
44,32
14,05
3541
Morus cathayana
Morus multicaulis
0.24% (Oku et al., 2006) dan diketahui dapat menekan kadar glukosa darah,
sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al., 2004). Senyawa DNJ bekerja
secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah
oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase
yang kompetitif, yaitu berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim
glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984).
Struktur bangun senyawa 1-DNJ (C6H13NO4) dapat dilihat pada Gambar 3.
CH2OH
CH3
OH
OH
OH
: Mamalia
: Rodensia
: Sciurognathi
: Muridae
: Murinae
: Mus
: Mus Musculus
Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang
cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, varietas genetiknya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Nilai fisiologis mencit
menurut Harkness dan Wagner (1989) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)
Keterangan
Berat Lahir
Berat Badan Dewasa
Jantan
Betina
Harapan Hidup
Denyut Jantung
Temperatur Tubuh
Mulai Dikawinkan
Jantan
Betina
Jumlah Respirasi
Konsumsi Oksigen
Volume Darah
Glukosa Dalam Darah
Nilai
0,5-1 g
20-40 g
18-35 g
1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun
600-650 kali/menit
36,5-380C
50 hari
50-60 hari
94-163/menit
2,38-4,48 ml/g/jam
76-80 mg/kg
62-175 mg/dl
gergaji, apabila digunakan serbuk gergaji maka harus bebas dari debu dan apabila
yang digunakan sekam padi maka harus diperhatikan kebersihannya agar tidak
terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Dalam penelitian ilmu faal atau fisiologi yang menggunakan mencit atau
tikus,
darah
banyak
digunakan
sebagai
parameter.
Menurut
Smith
dan
Jika volume darah yang diperlukan sedikit, darah dapat diperoleh dengan
memotong ujung ekor atau dari vena ekor tetapi cara ini agak sukar karena
vena cukup kecil, dapat juga dengan cara memotong jari kaki mencit tetapi cara
ini harus dilakukan dengan keadaan kandang yang bersih dan steril.
2.
Jika dibutuhkan volume darah yang banyak, darah dapat diambil dari sinus
orbialis dengan membius mencit terlebih dahulu.
3.
Mencit dapat dibunuh dengan dekapitasi dan darah dapat ditampung, dekapitasi
dengan gunting yang sangat tajam. Darah yang diperoleh cenderung
terkontaminasi oleh kuman dan bulu serta benda asing lainnya.
4.
Darah mencit langsung diambil dari jantung. Cara ini sukar karena memerlukan
banyak waktu dan kemungkinan darah menggumpal di dalam jarum.
5.
adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik
ransum dan lingkungan.
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembiakan dan
pemeliharaan mencit, terutama kandungan dalam pakan tesebut. Pakan mencit
labolatorium tersedia dalam bentuk pelet, dengan berbagai macam bentuk dan
ukuran, atau dalam bentuk tepung yang diberikan dalam jumlah tanpa batas (ad
libitum) untuk dikonsumsi. Kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat
menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor
mencit makan sebanyak 3 gram. Pakan dapat diletakkan diatas jaring kawat yang
ditempatkan yang pada tutup kandang atau dengan cara pemberian pakan dengan
wadah kecil, misalnya kaleng, tetapi perlu diperhatikan dengan cara ini akan cepat
kotor oleh feses dan urine yang tercampur, sehingga pakan banyak yang rusak dan
harus dibuang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk
dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau,
dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis
pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya. Sifat fisik
ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan
pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan
belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup
ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas
pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai
nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977).
Mencit labolatorium tidak boleh hidup dalam keadaan tanpa air minum tetapi
harus tersedia. Minum dapat diberikan dengan botol air atau dengan sistem pengairan
otomatis, sistem apapun yang digunakan yang terpenting adalah terhindar dari
kebocoran (Harkness dan Wagner, 1989). Tingkat konsumsi pakan dan air minum
bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar
air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot
badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot
badan/hari (Malole dan Pramono, 1989).
10
itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan.
Kecernaan biasanya dinyatakan dalam persen dari bahan kering, apabila bagian ini
dinyatakan sebagai persen terhadap konsumsi maka disebut koofisien cerna
(Anggorodi, 1995).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak,
dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, cara
pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak juga
merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan. Umur ternak, kemampuan
mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai dengan variasi hewan turut
menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai
kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob atau
anaerob (Anggorodi, 1995). Van Soest (1982) menambahkan beberapa faktor lain
yang mempengaruhi kecernaan pakan diantaranya bagian total pakan yang dapat
larut, lignifikasi dari serat, dan komposisi bahan kimia pakan. Bahan pakan yang
mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan
lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi (Lubis, 1963).
Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan,
karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang
berbeda-beda (Sutardi,1980).
Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175
mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Bila simpanan karbohidrat tubuh berkurang di
bawah normal, cukup banyak glukosa dapat terbentuk dan asam amino dari gugus
gliserol lemak, proses ini disebut glukogenesis. Hampir 60% asam amino dalam
protein tubuh dapat diubah menjadi karbohidrat sedangkan sisanya (40%)
mempunyai konfigurasi kimia yang menyulitkan perubahan tersebut (Guyton dan
Hall, 1996).
Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya
asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa
darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang
keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan
masuk kedalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis
12
glikogen dari glukosa oleh hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung
dikonversi menjadi glikogen didalam hati dan 30-40% dikonversi menjadi lemak,
sisanya dimetabolisme didalam otot dan jaringan lainnya (Ganong, 1999). Bila tidak
tersedia karbohidrat yang cukup untuk sel, adenohipofisis mulai meningkatkan
jumlah sekresi kortikotropin. Kortikotropin akan merangsang korteks adrenal untuk
menghasilkan sejumlah besar hormon glukokortikoid terutama kortisol. Sebaliknya,
kortisol akan segera mengalami deaminasi dalam hati dan menghasilkan zat yang
ideal untuk diubah menjadi glukosa (Guyton dan Hall, 1996). Berikut mekanisme
pengaturan glukosa darah :
a.
Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu : apabila glukosa darah meningkat
setelah makan ke konsentrasi yang sangat tinggi maka kecepatan sekresi insulin
meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorbsi oleh usus dan segera
disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, bila konsentrasi glukosa darah
rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke
dalam darah.
b.
Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik terpisah dan sangat penting
untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal.
c.
Pada keadaan hipoglikemia efek glukosa darah yang rendah pada hipothalamus
akan merangsang susunan syarat simpatis. Sebaliknya, epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut
ke hati, hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat.
d.
keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah
yang meninggalkannya. Penentu utama masuknya glukosa ke dalam aliran darah :
a.
b.
Kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adipose dan organ-organ lain.
c.
Aktivitas glukostatik.
13
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di
Laboratorium Biologi Hewan dan Kandang Pemeliharaan Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Kandang dan Hewan Percobaan
Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan
dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,814,98 gram sebagai hewan model sistem
pasca rumen. Mencit dipelihara di dalam kandang individu berukuran 40 x 30 x 10
cm3 yang menggunakan sekam padi sebagai litter. Kandang tersebut dilengkapi
tempat pakan (wadah) dan tempat air minum dari botol kaca bervolume 100 ml.
Ransum
Ransum yang diberikan pada mencit berupa semi purified diet yang dibuat
berdasarkan Jordan et al. (2003) (Tabel 4). Perbandingan pemberian ekstrak daun
murbei pada perlakuan adalah 0,06% DNJ (setara dengan 25% kandungan daun
murbei dalam ransum) dan 0,12% DNJ (setara dengan 50% kandungan daun murbei
dalam ransum). Konversi yang diperoleh adalah 100 ml ekstrak daun murbei sama
dengan 12,42 g (setelah dipanaskan sampai berbentuk pasta selama 6 jam dengan
suhu 80 0C).
Tabel 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet
Bahan Pakan
Glukosa
Pati
Casein
Minyak Jagung
Selulosa
Lemak Sapi
Rape Seed Oil
Mineral
Vitamin
Julmah
Sumber : Jordan et al. (2003)
Jumlah (%)
38
20
23
1
6
3
1
7
1
100
Metode
Pembuatan Tepung Daun Murbei
Daun murbei segar dilayukan sampai kering udara, kemudian dioven pada
suhu 60 0C selama 24 jam. Setelah diperoleh bahan keringnya, daun murbei digiling
hingga menjadi tepung halus.
Pembuatan Ekstrak Daun Murbei
Disiapkan daun murbei yang sudah dikeringkan dan digiling halus sebanyak
5 kg, kemudian dimasukkan ke dalam ember dan ditambahkan etanol 50% sebanyak
25 L. Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (setiap 1 jam dikocok
selama 5 menit). Ember ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam
kemudian disaring untuk filtratnya disimpan dan ampasnya dimaserasi kembali
(maserasi II) dengan etanol 50% sebanyak 25 L. Hasil filtrasi I dan II dievaporasi
dalam rotary evaporator selama 48 jam sehingga ekstrak daun murbei dihasilkan
sebanyak 5 L.
Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei
1. Preparasi medium
Disiapkan 5 g trypticase, 1000 ml aquadest dan 0,25 ml larutan mineral
mikro. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan diaduk
sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya ditambahkan 500 ml larutan penyangga
rumen, 500 ml larutan mineral makro, 2,5 ml larutan resazurine dan 100 ml larutan
pereduksi. Medium dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 390C sambil dialiri
sedikit gas CO2 dan diaduk dengan magnetik stirrer. Kondisi reduksi medium
diamati dengan indikator perubahan warna dari biru ke pink lalu menjadi tidak
berwarna (medium tereduksi dengan sempurna). Setelah itu disiapkan 5 tabung
erlenmeyer yang telah berisi masing-masing 1 g maltosa ditambah dengan ekstrak
daun murbei sesuai dengan perlakuan yang akan diujikan.
15
Larutan
Larutan Mineral Makro
CaCl2.2H2O
13,2 gram
MnCl2.4H2O
10,0 gram
CoCl2.6H2O
1,0 gram
FeCl2.6H2O
8,0 gram
Aquades
2.
3.
4,0 gram
NaHCO3
35,0 gram
Aquades
5,7 gram
KH2PO4
6,2 gram
MgSO4.7H2O
0,6 gram
Aquades
4.
Jumlah
Larutan Pereduksi
NaOH
Na2S.9H2O
Aquades
5.
6.
Trypticase
7.
HCl 6 N
8.
Pepsin, NF
9.
Toluen
4,0 ml
0,625 gram
95 ml
Sumber : Tilley dan Terry, 1963 dalam Close dan Menke, 1986.
2. Inkubasi
Dilakukan koleksi cairan rumen dari 2 ekor ternak yang berbeda, kemudian
cairan rumen disaring menggunakan 3 lapisan kain kasa ke dalam termos yang
suhunya 390C. Selanjutnya 1 bagian cairan rumen 500 ml dicampur dengan 4
16
bagian medium yang telah dibuat 2000 ml, ditempatkan dalam water bath pada
suhu 390C sambil terus dialirkan gas CO2 dan diaduk dengan menggunakan magnetik
stirrer. Kemudian diambil masing-masing 500 ml medium yang telah bercampur
dengan cairan rumen dan dimasukkan ke dalam 5 tabung erlenmeyer yang telah
berisi 1 g maltosa yaitu tabung perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5. Untuk ekstrak daun
murbei perlakuan P3 dan P5 dimasukkan sesaat setelah tabung erlenmeyer berisi 1 g
maltosa, sedangkan penambahan ekstrak daun murbei perlakuan P2 dan P4
dimasukkan setelah proses fermentasi. Selanjutnya tabung erlenmeyer ditutup
dengan sumbat karet berventilasi dan ditempatkan pada water bath, kemudian
diinkubasi pada suhu 390C selama 6 jam.
Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi
Setelah 6 jam diinkubasi, labu erlenmeyer dikeluarkan dan masing-masing
cairan dituang ke dalam cetakan atau wadah yang telah diberikan label sesuai
perlakuan yang akan diuji untuk dievaporasi ke dalam oven 800C selama 6 jam yang
bertujuan untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian hasilnya dicampurkan ke
dalam ransum semi purified diet sesuai dengan perlakuan.
Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak
Susunan ransum perlakuan yang diberikan pada hewan percobaan (mencit)
adalah sebagai berikut :
P0 = Ransum kontrol (semi purified diet)
P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen
P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ)
P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ)
P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ)
P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)
Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21
hari masa koleksi data). Ransum yang diberikan
sebanyak 50 g untuk setiap ekor mencit dan dimasukkan ke dalam kantong untuk
persediaan satu minggu. Pemberian ransum ke dalam tempat pakan dilakukan 2 kali
sehari (pagi dan sore). Ransum dalam kantong dan wadah serta yang tercecer
dihitung sebagai sisa ransum. Sampel ransum yang diberikan dan sisa ransum
17
dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam untuk digunakan dalam
perhitungan bahan kering ransum.
Air minum yang diberikan berupa air mineral yang dimasukkan ke dalam
botol kaca berukuran 100 ml dan diganti setiap 3 hari sekali. Sekam padi sebagai
litter (alas kandang mencit) ditimbang ( 250 g) dan dioven 600C selama 24 jam agar
sekam benar-benar steril, dan sekam diganti setelah masa adaptasi berlangsung.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
yang terdiri dari enam perlakuan dan empat kali ulangan. Setiap unit percobaan
terdiri dari 1 ekor mencit. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut
(Steel dan Torrie, 1991) :
Yij = + i + ij
Keterangan :
Yij
= rataan umum
ij
= pengaruh galat pada satuan percobaan ke-i yang memperoleh perlakuan ke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain konsumsi bahan kering
ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar
glukosa darah.
1. Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi bahan kering ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum
yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa dalam sekam. Sisa pakan dihitung
dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam
oven 600C selama 24 jam dan dilakukan pengambilan feses. Sisa pakan yang
tertinggal dalam sekam diperoleh dengan mengurangi berat sekam setelah dipakai
selama pemeliharaan dengan berat sekam awal ( 250 g).
18
19
PBB (g/e/hari)
0,500,07A
0,270,05B
-0,160,03D
0,100,23C
-0,140,11D
0,010,04CD
Konsumsi
(g/e/hari)
3,280,29A
2,180,23B
1,580,07C
2,130,32B
2,940,23A
2,120,27B
Kecernaan BK
(%)
85,221,71a
79,742,17ab
76,713,03b
77,305,23b
77,335,51b
78,793,93b
Kadar Glukosa
Darah (mg/dl)
198,0040,81A
167,507,85AB
142,755,38BC
145,507,77BC
125,0021,53C
147,2530,84BC
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01) dengan huruf besar dan perbedaan nyata (P<0,05) dengan huruf kecil
dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau,
dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis
pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya.
0.6
0,5
0.5
PBB(g/e/hari)
0.4
0,27
0.3
0.2
0,1
0.1
0,01
0
0.1
P0
P1
P2
0.2
P3
0,16
P4
P5
0,14
RansumPerlakuan
berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama
proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Meskipun ekstrak
daun murbei yang diberikan telah difermentasi dengan cairan rumen namun masih
memberikan sedikit efek negatif pada PBB, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan
nilai PBB pada pemberian ransum P3 dan P5 yang masih rendah. Akan tetapi hasil
tersebut juga mengindikasikan bahwa senyawa DNJ mampu diminimalkan
pengaruhnya dalam sistem pasca rumen yaitu telah terfermentasi dalam sistem
rumen, sehingga tetap menghasilkan peningkatan PBB meskipun tidak signifikan.
Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian Yulistiani (2008) bahwa
suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami
padi-urea menunjukkan bahwa PBB domba mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut terjadi karena pada suplementasi daun murbei sebesar 40% dengan jerami
padi-urea menghasilkan energi dan protein untuk proses fermentasi dalam rumen.
Pencernaan secara hidrolitik melalui bantuan enzim merupakan bagian
pencernaan yang utama untuk hewan monogastrik setelah pencernaan secara mekanis
di dalam mulut, sehingga adanya senyawa DNJ dalam ransum mencit akan sangat
berpengaruh terhadap produktivitas yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
bobot badan mencit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun
murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen dalam ransum menyebabkan
penurunan bobot badan, sedangkan pemberian ekstrak daun murbei yang
difermentasi dengan cairan rumen menunjukkan adanya peningkatan bobot badan
meskipun tidak signifikan seperti pada ransum kontrol. Sehingga dapat diindikasikan
bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ dari ektrak daun murbei yang diberikan pada
mencit dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06% dan 0,12% diberikan pada
ternak ruminansia akan memberikan hasil PBB yang baik pula dengan asumsi bahwa
senyawa DNJ didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen melalui proses
fermentasi sehingga pengaruh negatif DNJ dapat diminimalkan dan tidak
mengganggu produktivitas ternak ruminansia. Sebaliknya, pemberian daun murbei
pada ternak ruminansia akan menurunkan PBB apabila diasumsikan bahwa DNJ
dalam daun murbei tidak didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen
sehingga pengaruh negatif DNJ masih mengganggu produktivitas ternak ruminansia.
22
KonsumsiRansum(g/e/hari)
3,28
2,94
3
2.5
2,18
2,13
2,12
1,58
1.5
1
0.5
0
P0
P1
P2
P3
P4
P5
RansumPerlakuan
23
ransum (bau, rasa dan warna pakan) serta lingkungan (Malole dan Pramono, 1989).
Perlakuan P4 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi (2,94 g/e/hari) yang tidak
berbeda nyata dengan pemberian ransum kontrol (3,28 g/e/hari). Namun, PBB pada
perlakuan P4 cenderung menurun, hal ini terjadi karena masih adanya pengaruh
negatif senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei yang tidak
difermentasi dengan cairan rumen. Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa Dglukosa mampu menghambat -glukosidase usus dan -glukosidase pankreas,
sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan monosakarida. Oleh karena tidak
terbentuknya monosakarida dari karbohidrat ransum yang dimakan akibat adanya
efek negatif dari senyawa DNJ, maka PBB mencit menurun meskipun jumlah
ransum yang dikonsumsi tinggi.
Sifat fisik ransum akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan
sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan.
Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan
kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat
palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan
dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy,
1977). Perlakuan P1, P3 dan P5 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang
sejalan dengan PBB meskipun tidak sebesar nilai konsumsi pada perlakuan ransum
kontrol. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan pakan yang dilakukan sebelumnya
dimana dalam penelitian ini ransum P1 diolah tanpa ekstrak daun murbei sehingga
bebas senyawa DNJ, sedangkan P3 dan P5 diberikan ekstrak daun murbei yang
difermentasi dengan cairan rumen terlebih dahulu sehingga kandungan senyawa yang
bersifat negatif (DNJ) sudah dipecah oleh proses fermentasi dan hanya sedikit
memberikan pengaruh terhadap nilai konsumsi ransum mencit. Nilai konsumsi yang
diperoleh dari masing-masing perlakuan pada mencit dapat menunjukkan bahwa
apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan efek tingkat
konsumsi yang hampir sama, karena nilai konsumsi ternak sangat dipengaruhi oleh
palatabilitas ternak itu sendiri baik dari rasa, warna maupun bau pakan yang
diberikan. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan daun murbei dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan ternak ruminansia perlu diperhatikan kesesuaian antara
kualitas pakan yang diberikan dengan kebutuhan ternak.
24
85,22
KecernaanBK(%)
84
82
79,74
80
78
78,79
76,71
77,3
77,33
P3
P4
76
74
72
P0
P1
P2
P5
RansumPerlakuan
daun murbei namun ditambahkan residu cairan rumen yang difermentasi untuk
mengindikasikan pakan telah dicerna dalam rumen sehingga nilai kecernaan bahan
keringnya menurun dengan nilai yang tidak berbeda jauh dari ransum kontrol.
Perlakuan P2, P3, P4 dan P5 (Gambar 6) menunjukkan nilai kecernaan BK yang
berbeda dengan P0 dan P1. Hal ini terjadi karena ransum P2, P3, P4, dan P5
menggunakan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ, sehingga
terjadi penghambatan hidolisis oligosakarida oleh DNJ yang menghasilkan nilai
kecernaan BK pada ransum P2, P3, P4 dan P5 lebih rendah dibandingkan dengan P0
dan P1. Selain itu, nilai kecernaan yang diperoleh juga sangat dipengaruhi oleh
metode pengukuran kecernaan bahan kering ransum yang memang cukup sulit
karena adanya keterbatasan alat sehingga mempengaruhi nilai kecernaan yang
diperoleh.
Secara umum nilai kecernaan BK ransum dengan penambahan ekstrak daun
murbei cukup baik, misalnya pada P3 dan P5 yang ekstrak daun murbeinya telah
difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang sejalan
dengan PBB meskipun nilainya menurun 3% dan 1,19% dari P1 . Akan tetapi P2 dan
P4 yang ekstrak daun murbeinya tidak difermentasi dengan cairan rumen
menghasilkan nilai kecernaan BK yang tidak sejalan dengan PBB, yaitu menurun
3,8% dan 3% dari P1. Pada umumnya apabila pakan dapat dicerna dengan baik, akan
berdampak positif untuk produktivitas ternak (seperti peningkatan PBB), namun hal
tersebut dapat diduga bahwa adanya senyawa DNJ dalam ransum menghambat
metabolisme dan hidrolisis nutrien dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Breitmeier (1997) bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis
oligosakarida menjadi monomer-monomernya.
Hasil ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak
ruminansia akan mampu meningkatkan nilai kecernaan karena daun murbei
mempunyai nilai nutrien yang lengkap dan cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan
ternak ruminansia. Selain itu, dari hasil percobaan dengan menggunakan mencit
menunjukkan nilai kecernaan yang baik akan mendukung produktivitas yaitu PBB
yang baik pula sehingga apabila daun murbei dicerna secara baik pada ternak
ruminansia, maka akan menghasilkan nilai produktivitas yang baik pula.
26
KadarGlukosaDarah(mg/dl)
250
200
198
167,5
150
142,75
145,5
P2
P3
125
147,25
100
50
0
P0
P1
P4
P5
RansumPerlakuan
Gambar 7. Kadar Glukosa Darah Mencit
Pada perlakuan P2 dan P4 dapat dicermati bahwa kadar glukosa darah mencit
yang diberi penambahan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan
rumen rendah (Gambar 7), artinya ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa
fermentasi dengan cairan rumen nyata menurunkan kadar glukosa darah mencit
dibandingkan dengan ransum lainnya. Maka dapat diindikasikan bahwa terdapat
27
glukosa darah mencit yaitu perlakuan P3 dan P5 (Gambar 7). Indikasi ini terjadi
karena senyawa DNJ dari ransum yang mengandung ekstrak daun murbei dengan
kandungan DNJ 0,06-0,12% telah mengalami degradasi dalam proses fermentasi
namun tidak sepenuhnya senyawa DNJ tersebut terdegradasi oleh proses fermentasi
di sistem rumen, sehingga senyawa DNJ yang tersisa dari degradasi tersebut masih
memiliki kemungkinan untuk lolos ke sistem pasca rumen dan menghambat
pemecahan karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Bentuk karbohidrat
sederhana (glukosa, galaktosa, fruktosa) yang tidak atau kurang tersedia dalam tubuh
akan menyebabkan sel juga mengalami kekurangan glukosa, sehingga kadar glukosa
darah menurun. Namun penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan pemberian
ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu
perlakuan pemberian ransum P3 dan P5 tidak serendah kadar glukosa darah pada
perlakuan pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi
dengan cairan rumen yaitu pada perlakuan pemberian ransum P2 dan P4. Hasil
pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh dari percobaan menggunakan hewan
model sistem pasca rumen berupa mencit tersebut mampu mengindikasikan bahwa
apabila ternak ruminansia diberikan daun murbei, maka asumsi bahwa DNJ daun
murbei yang tidak difermentasi oleh sistem rumen yaitu P2 dan P4 akan menurunkan
kadar glukosa darah ternak, sehingga menggambarkan bahwa kadar glukosa darah
ternak ruminansia yang diberikan daun murbei akan menurun. Sebaliknya, apabila
28
diasumsikan bahwa DNJ daun murbei telah difermentasi dalam sistem rumen, maka
daun murbei yang diberikan pada ternak ruminansia akan menjaga kadar glukosa
darah karena pengaruh negatif DNJ untuk menekan kadar glukosa darah telah
diminimalkan
dengan
adanya
proses
fermentasi
dalam
sistem
rumen.
29
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, H. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka,
Jakarta.
Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka,
Jakarta.
Arai, M., M. Shinya, T. Genzou, U. Yoshihiro, K. Tatsuya, T. Hisato, F. Takako, H.
Masaya, Y. Yoshiaki, and Fujiwara. 1998. N-Methyl-1 deoxynojirimycins
(MOR-14) an alpha glucosidase inhibitor, Markedly Reduced Infarct Size in
Rabbit Hearts. American Hearth Association, Inc, 97:1290-1297.
Atmosoedarjo, S., J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh, dan W. Moerdoko. 2000.
Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Jaya, Jakarta.
Ballanger, L. 1999. Mus musculus (House mouse). http: // www.animal Diversity.
Ummz.Umich.Edu/site/accounts/information/Mus musculus.html (13 Juli
2008).
Bogart, R. 1997. Scientific Farm Animal Production. Burgess Publishing Company,
Mineapoliss.
Breitmeier, D., 1997. Acarbose and 1-deoxynojirimycin inhibit maltose and
maltooligosacharide hydrolysis of human intestinal glucoamylase-maltase in
two different substrate-induced modes. Archives Biochem. And Biophys.,
364(1): 7-14.
Ekastuti, D. R. 1996. Pemeliharaan berbagai jenis tanaman murbei. Laporan
Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ezpinoza, E. 1996. Suplementation of Graving Dairy Cattle with Mulberry in Costa
Rica. CATIE (Tropical Agriculture Research and Training Center), Costa
Rica.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2002. Mulberry for Animal Production,
Roma.
Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari. Terjemahan:
Petrus Andrianto. Penerbit Buku Kedokteran E. G. C., Jakarta.
Gross, V., T. Andus, T. A. Tran-Thi, R. T. Schwars, K. Decker and P. C. Henrich.
1983. 1-Deoxinojirimycins impairs oligosacaride processing of alpha 1proteinase inhibitor and inhibits its secretion in primary cultures of rat
hepatocytes. J. Biol. Chem., 12203-12209.
Guyton, A. C., and J. E. Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Penerbit buku Kedokteran E. G. C., Jakarta.
Harkness, J. E., and J.E. Wagner. 1989. The Biology and Medicine of Rabbit and
Rodents. 2nd Edition. Lea & Febiger. Philadelpia.
Hettkamp, H., G. Legler and E. Bause. 1984. Purification by affinity chromatography
of glucosidase I, an endoplasmic reticulum hydrolase involved in the
processing of asparagines-linked oligosaccarides. Eur. J. Of Biochem., 142 :
85-90 (Abstr).
Hock, B., and Elstner. 2005. Plant Toxycology. 4th Ed. Technische Universitat
Munchen, Freising.
Horne, P. M., K. R. Pond, and L. P. Batubara. 1994. Sheep Under Rubber: Prospects
and Research Proirities in Indonesia. In : Mullen, B. F and H. H. Shelton
(ed), Integration of Ruminants into Plantation Systems in Southeast Asia p.
58 64.
Jordan, J.E., S. A. Simandle., C. D. Tulbert, D. W. Busija and A. W. Miller, 2003.
Fructose-fed rats are protected againts ischemia/reperfusion injury. J. of
Pharmac. And Exp. Therapeutics. 307:1007-1011.
Kimura, T., K. Nakagawa, Y. Saito, K. Yamagishi, M. Suzuki, K. Yamaki, H.
Shinmoto and T. Miyasawa. 2004. Determination of 1-Deoxinojirimycins in
Mulberry Leaves Using Hydrophilic Interaction Chromatography with
Evaporative Light Scattering Detection. J. Of Agric. Food Chem. 52 (6) :
1415-1418.
Lebas, F. P. Coudert, R. Rouvier, and H. DeRochanbeau. 1986. The Rabbit
Husbandry Health and Production. Food and Agriculture Organization of The
United Nation, Rome.
Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. PT. Pembangunan,
Jakarta.
Malole, M. B. M., dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan
Percobaan di Laboratorium Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mcdonald, P., R. A. Edward, J. F. G. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Ed. Longman Scientific and Technical. New York.
Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Rumput Tropika. Terjemahan : S. Susetyo,
Soedarmadi, Kismono dan S, Harini. Praditya Pratama. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mellor, H. R, R. A. Dwek, G. W. J. Fleet, J. Nolan, F. M Platt, L. Pickering, M. R.
Wormald and T. D. Butters. 2002. Preparation, biochemical characterization
and biological properties of radiolabelled N-alkylated deoxinijirimycins. J. Of
Biochem. 366 : 225-233.
Mursito, B. 2001. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Jantung. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Nafiu, L. O. 1996. Kelenturan fenotipik mencit (Mus musculus) terhadap ransum
berprotein rendah. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor.
Oku, T. Y. Mai, N. Mariko, S. Naoki, and N. Sadako. 2006. Inhibitory effects of
extractives from leaves of morus alba on human and rat small intestinal
disaccaridase Activity. Nutrition. 95 (933-938).
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia Press, Indonesia.
33
34
LAMPIRAN
Keterangan
Bahan Kering
Bahan Segar
10,76
1,52
12,09
1,70
3,19
0,45
20,80
2,93
BETN (%)
39.05
5,51
16,60
2,53
4,66
0,71
21,39
3,26
BETN (%)
42,11
6,42
Sumber : Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
dan Bioteknologi, IPB (2007)
36
(C12H22O11)
Trisakarida
Rafinose
(C18H32O16)
Tetrasakarida
stakiose
(C24H42O21)
NON
Homopolisakaride
GULA
Heteropolisakaride Hemiselulose,
gummi,
musilagi,
zat
peptic,
37
JK
db
KT
Perlakuan
1,277
0,255
Error
0,227
18
0,013
Total
1,504
23
F0.05
F0.01
2,77
4,25
20,266
Superskrip
D
-0,16
-0,14
0,01
2
4
5
3
1
0
0,01
0,1
0,27
0,5
JK
db
KT
Perlakuan
7,739
1,548
Error
1,111
18
0,062
Total
8,849
23
F0.05
F0.01
2,77
4,25
25,080
C
1,58
Superskrip
B
2,12
2,13
2,18
2,94
3,28
38
JK
db
KT
F0.05
F0.01
2,672
2,77
4,25
Perlakuan
200,220
40,044
Error
269,788
18
14,988
Total
470,008
23
Superskrip
b
76,71
77,30
77,33
78,79
79,74
2
3
4
5
1
0
79,74
85,22
JK
db
KT
F0.05
F0.01
4,759
2,77
4,25
Keragaman
Perlakuan
12811,833
5 2562,367
Error
9691,500
18
Total
22503,333
23
538,417
C
125,00
142,75
145,50
147,25
Superskrip
B
142,75
145,50
147,25
167,50
167,50
198,00
39