Anda di halaman 1dari 9

Adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae,

menyerang syaraf tepi, kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas, sistem
retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan syaraf pusat.
Sinonim kusta adalah lepra; morbus hansen.
EPIDEMIOLOGI
Penyebaran penyakit kusta dapat disebabkan perpindahan penderita dari suatu
benua atau tempat ke tempat lainnya. Karena cara penyebarannya belum diketahui
secara pasti, maka epidemiologi penyakit kusta belum jelas benar.
Penyakit kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada
orang dewasa.
Di Indonesia diperkirakan penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun
sebanyak + 13 %, di bawah 1 tahun jarang. Di dunia diperkirakan ada 15 juta
penderita kusta.
Kusta banyak terdapat di Asia dan di Afrika, daerah tropis dan sub tropis
terutama masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Di India bagian selatan
diperkirakan 4 juta penderita kusta. Frekuensi tertinggi ada di Afrika tropis sekitar 2050 penderita.
ETIOLOGI
M. leprae atau basil Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang
ditemukan oleh sarjana Norwegia G. H. Armauer Hansen pada tahun 1873.
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang tahan asam yang bersifat
obligat seluler, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 m, lebar 0,2-0,5 m. Biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan.
PATOGENESIS

Cara masuknya M. leprae belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa


peneliti mendapatkan penularannya melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang
bersuhu dingin dan pada mukosa masal.
Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang
lama, sifat basal yang avirulen dan non toksik.
M. leprae terutama terdapat dalam sel makrofag di sekitar pembuluh darah
superfisial pada dermis atau sel schwann di jaringan syaraf. Bila M. leprae masuk ke
dalam

tubuh,

maka

tubuh

akan

bereaksi

mengeluarkan

makrofag

untuk

memfagositnya.
Sel schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae terjadi bila
terjadi gangguan, imunitas tubuh, maka M. leprae dapat migrasi dan baraktivasi.
Akibatnya regenerasi syaraf berkurang akan terjadi kerusakan syaraf yang progresif.
KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Internasional (Madrid, 1953)
1. Indeterminate (I)
2. Tuberkuloid (T)
3. Borderline (B)
4. Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)
1. Tuterkuloid Tuberkuloid (TT)
2. Borderline Tuberkuloid (BT)
3. Borderline Borderline (BB)
4. Borderline Lepromatosa (BL)
5. Lepromatosa Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi WHO (1981) dan Modifikasi WHO (1988)
1. Pausi Basiler (PB)
Termasuk kusta tipe TT dan BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I
dan T menurut klasifikasi Madrid dengan BTA negatif.
2

2. Multi Basiler (MB)


Termasuk kusta tipe BB, BL dan LL menurut kriteria Ridley dan Jopling atau
B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
GAMBARAN KLINIS
Masa tunas umumnya 40 hari - 40 tahun. Gejala klinis tergantung
klasifikasinya:
1. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi berupa makula atau plakat, satu atau beberapa, batas jelas dan pada bagian
tengah dapat ditemui lesi yang regresi (central healing), permukaan lesi dapat
bersisik dengan tepi meninggi. Adanya penebalan syaraf tepi (teraba), kelemahan
otot dan sedikit rasa gatal.
2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Lesi berupa makula atau plakat yang sering disertai lesi satelit di pinggirnya. Satu
atau beberapa tepi hipopigmentasi, kekeringan kulit dan skuama tidak jelas.
Gangguan syaraf tepi tidak seberat pada tipe TT (asimetris).
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan bentuk paling tidak stabil. Lesi berbentuk makula infiltratif.
Permukaan lesi berkilat, batas lesi kurang jelas, banyak dan cenderung simetris.
Sering didapat bentuk Punch Out (hipopigmentasi) yang oval pada bagian
tengah, batas jelas.
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi berupa makula, mula-mula sedikit dan cepat menyebar ke seluruh badan,
jelas, bentuk bervariasi, hampir simetris. Pada beberapa nodul melekuk pada
bagian tengah dan pinggir dalam infiltrat lebih jelas. Punch Out (penebalan
syaraf), hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya
rambut lebih cepat.
5. Tipe Lepromatosa Lepromatosa (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritem, berkilat, batas
tidak tegas dan tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
Distribusi lesi khas yaitu di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga,
lengan, punggung tangan dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
Pada stadium lanjut adanya penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat
disertai madarosis, iritis dan keratitis.
Kelenjar limfe membesar, orkhitis dan selanjutnya atrofi testis. Kerusakan
syarafyang luas menimbulkan gejala stocking dan glove anestesi, selanjutnya
terjadi atrofi otot.
Syaraf tepi yang terserang adalah:
1. N. Fasialis

: Lagoftalmus, mulut mencong.

2. N. Trigeminus

: anestesi kornea.

3. N. Aurikularis magnus
4. N. Radialis

: tangan lunglai (drop wrist)

5. N. Ulnaris

: anestesi dan paresis/ paralisis otot tangan jari V


dan sebagian jari IV.

6. N. Medianus

: anestesi dan paresis/ paralisis otot tangan jari I, II,


III dan sebagian jari IV. Kerusakan N. Ulnaris dan
N. Medianus menyebabkan tangan mengkingking,
tangan cakar (claw hand)

7. N. Peroneus komunis

: kaki semper (drop foot)

8. N. Tibialis posterior

: mati rasa telapak kaki, jari kaki mengkingking


(claw toes)

DIAGNOSIS
Didasarkan pada adanya tanda kardinal yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa (sentuh, suhu, nyeri). Makula hipopigmentasi atau
eritematosa, dapat meninggi (plakat).
4

2. Penebalan syaraf tepi.


3. Ditemukan BTA (basil tahan asam).
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Pemeriksaan histopatologi
2. Pemeriksaan serologi:
Tes FLA-ABS
Tes Elisa
Tes MLPA
Relaps
Adalah timbulnya penyakit secara aktif pada penderita yang sesungguhnya telah
menyelesaikan pengobatan yang telah ditentukan.
Indeks Morfologi (IM)
Adalah cara menentukan proporsi kuman hidup.

IM =

Jumlah seluruh basil utuh


---------------------------------------- x 100 %
Jumlah seluruh basil diperiksa

PENGOBATAN
Rejimen MDT-WHO
1. Rejimen PB

: a. Rifampisin 600 mg sebulan sekali (di bawah pengawasan).


b. Dapson 100 mg/hari (1-2 mg/kgBB) swakelola selama 6
bulan.

2. Rejimen MB : a. Rifampisin 600 mg/bulan di bawah pengawasan.


b. Dapson 100mg/hari swakelola.
c. Klofazimin 300mg/bulan (diawasi) dan 50 mg/hari swakelola
(2 tahun).

Obat kusta baru:


1. Ofloksasin
2. Minosiklin
3. Klaritromisin
REAKSI LEPRA DAN PENANGANANNYA
Reaksi Lepra
Adalah gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang merupakan
perjalanan penyakit atau bagian komplikasi penyakit kusta.
Penyebab
Penyebab pasti belum diketahui, kemungkinan reaksi ini adalah episode
sensitivitas akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan
imunitas yang telah ada.
Faktor Pencetus
1. Setelah penyebab anti lepra yang intensif.
2. Infeksi rekuren.
3. Stress fisik.
4. Imunisasi
5. Kehamilan, melahirkan.
Penbagian
1. Reaksi lepra tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas seluler
2. Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
3. Fenomena lucio
1. Reaksi Tipe 1
Menurut Jopling, reaksi lepra tipe 1 merupakan delayed hypersensitivity reaction
= reaksi hipersensitivitas tipe IV (Coombs and Gell).

Antigen dari produk basil yang telah mati bereaksi dengan limfosit T dan terjadi
pembentukan SIS yang cepat sehingga dapat terjadi upgrading/reversal bila ke
arah tuberkuloid (SIS meningkat), down grading bila ke bentuk L (SIS
menurun).
Klinis: kulit dan atau syaraf;
Lesi lebih eritema, nyeri syaraf < 6 minggu.
Syaraf membesar, nyeri dan fungsi terganggu.
2. Reaksi Tipe 2
Sinonimnya adalah ENL (Eritema Nodosum Leprosum). Termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe III Coombs and Gell.
Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan antibodi
akan membentuk kompleks antigen-antibodi komplemen ENL.
Reaksi ini terutama pada bentuk LL, kadang-kadang BL.
3. Fenomena Lucio
Reaksi yang terjadi pada penyakit lepra tipe lepromatosa difus, paling sering
ditemukan di Meksiko serta Amerika Tengah, ditandai oleh erupsi berupa
kumpulan lesi-lesi kecil berwarna merah pada kulit dengan daerah nekrosis
sentral; eschar dapat mengelupas, menampakkan ulserasi, dengan akhirnya
terbentuk jaringan parut.
Penanganan Reaksi Lepra
Pengobatan reaksi lepra bertujuan untuk:
1. Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berlanjut menjadi paralisis atau
kontraktur.
2. Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan bila mengenai mata.
3. Membunuh kuman penyebab agar penyakit tidak meluas.
4. Mengatasi rasa nyeri.

Pengobatan
1. Reaksi ringan
Istirahat, immobilisasi.
Aspirin 600-1200 mg/4-6x/hari.
Klorokuin 3 x 150 mg/hari, dapat dikombinasi dengan aspirin.
Talidomid diberikan pada reaksi tipe 2 untuk melepaskan ketergantungan pada
kortikosteroid 400 mg/hari 50 mg/hari.
2. Reaksi berat
Rawat di RS
Reaksi tipe 1: kortikosteroid
Reaksi tipe 2: kortikosteroid + klofazimin + talidomid
Cara Pemberian Kortikosteroid
1. Jangan dimulai dengan dosis sedang.
2. Gunakan prednison atau prednisolon dengan dosis 30-80 mg prednisolon/hari dan
diturunkan 5-10 mg/2 minggu.
3. Gunakan dosis tunggal pada pagi hari.
4. Dosis baru diturunkan setelah terjadi respon maksimal.

Menurut Ridley dan Jopling 5 tipe spektrum lepra: TT, BT, BB, BL, LL.
TT dan LL Polar (imunitas stabil)

BT, BB dan BL sub polar

Anda mungkin juga menyukai