Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Bulan atau nama alternatifnya, yaitu Lunac/Selenic merupakan satu-satunya satelit
alami bumi dan juga bulan terbesar kelima dalam Tata Surya bersama Ganymede
(Jupiter), Titan (Saturnus), Callisto (Jupiter), Io (Jupiter). Berdasarkan ukuran planet,
Bulan juga merupakan satelit alami terbesar di Tata Surya.
Bulan berada pada rotasi sinkron dengan Bumi, yaitu Penguncian pasang surut
terjadi ketika gradien gravitasi membuat salah satu sisi benda langit selalu menghadap
benda langit yang lain, sehingga bulan selalu memperlihatkan sisi yang sama pada
Bumi, dengan sisi dekat ditandai oleh mare vulkanik gelap yang terdapat di antara
dataran tinggi kerak yang terang dan kawah tubrukan yang menonjol.
Meskipun Bulan tampak sangat putih dan terang, permukaan Bulan sebenarnya
gelap, dengan tingkat kecerahan yang sedikit lebih tinggi dari aspal cair.
Sisi jauh bulan atau kadang disebut sisi gelap Bulan adalah bagian dari Bulan
yang secara permanen membelakangi dan tidak terlihat dari Bumi. Sisi jauh bulan
memiliki permukaan yang tidak rata dengan banyak kawah tabrakan, dan memiliki
sedikit mare. Sampai saat ini, belum ada penjelajahan darat dilakukan di sisi jauh
bulan.
Jika kita lihat dari jauh Bulan tampak indah, sebenarnya, jika kita lihat dari dekat,
ternyata Bulan berlubang-lubang atau yang biasa kita sebut sebagai gunung berbentuk
cincin. Lubang-lubang ini terbentuk akibat hasil tabrakan meteor yang sangat besar.
Karena di Bulan tidak ada air dan udara, maka lubang-lubang tersebut tetap berada
dalam kondisi seperti ini.
Mengapa Bulan Seperti Gurun Pasir?
Bulan seperti gurun pasir karena perbedaan siang dan malam di Bulan yang
terlalu ekstrem, maka proses perubahan batu-batuan dalam sekejap menjadi panas, di
satu sisi dalam sekejap menjadi dingin berlangsung berulang-ulang. Pada akhirnya, itu
berimplikasi pada terbentuknya retakan di dalam batu tersebut yang akhirnya

menyebabkan batu terpecah-belah. Proses ini disebut proses pelapukan batu. Akibat
proses pelapukan inilah akhirnya Bulan berubah menjadi gurun pasir

B. ASAL MULA BULAN


Asal Mula Bulan merujuk pada beberapa penjelasan mengenai proses
pembentukan Bulan, satelit alami Bumi. Teori yang paling dikenal adalah hipotesis
tubrukan besar. Namun, penelitian terus dilakukan menyangkut hal ini, dan ada
beberapa variasi dan alternatif.
a. Hipotesis Tubrukan Besar
Penjelasan yang paling banyak diterima mengenai teori pembentukan bulan
melibatkan tubrukan antara dua objek protoplanet selama periode awal evolusi tata
surya. Hipotesis tubrukan besar yang menjadi populer pada tahun 1984 dapat
menjelaskan kondisi orbit Bumi dan Bulan, serta rendahnya inti logam yang terdapat
di Bulan.
Tubrukan antara planetisimal saat ini diakui sebagai salah satu hal yang
mengakibatkan pertumbuhan planet-planet pada awal evolusi tata surya, dan dalam
kerangka ini tumbukan antara planet tidak dapat dihindari saat planet-planet terbentuk
dalam jarak yang berdekatan. Dalam hipotesis ini, tubrukan terjadi antara objek
dengan ukuran 90% ukuran Bumi.
Sekarang, dengan objek lain sebesar Mars (setengah dari jari-jari bumi dan
sepersepuluh dari massanya). Objek yang menabrak ini sering disebut Theia, ibu dari
Selene, Bulan dewi di mitologi Yunani. Rasio ukuran kedua objek ini penting agar
tubrukan yang terjadi menghasilkan momentum sudut yang cukup untuk membentuk
konfigurasi orbit yang ada saat ini. Dampak yang dihasilkan akan cukup untuk
melemparkan materi ke orbit Bumi yang akhirnya terakumulasi membentuk Bulan.
b. Hipotesis Tabrakan
Hipotesis ini mengatakan bahwa Bulan merupakan objek yang ditangkap Bumi.
Hipotesis ini terkenal sampai tahun 1980, beberapa hal yang mendukung model ini
meliputi ukuran Bulan, orbit, dan penguncian pasang surut.

Satu masalah yang sulit dijelaskan adalah memahami mekanisme penangkapan.


Objek yang mendekati bumi biasanya akan mengakibatkan tubrukan atau berubahnya
lintasan objek. Untuk membenarkan hipotesis ini, diperlukan atmosfer yang sangat
luas di bumi primitif, yang mampu memperlambat gerakan Bulan sebelum Bulan
tersebut bisa meninggalkan Bumi.
Hipotesis ini juga bisa menjelaskan orbit satelit Yupiter dan Saturnus yang tidak
teratur. Namun hipotesis ini sulit menjelaskan kemiripan rasio isotop oksigen pada
Bumi dan Bulan.
c. Hipotesis Pembelahan
Hipotesis ini mengatakan, pada masa dulu, Bumi yang berputar dengan sangat
cepat melontarkan sebagian massanya. Ide ini dikemukakan oleh George Darwin
(anak dari ahli biologi yang terkenal Charles Darwin) pada tahun 1800-an dan cukup
mendapat popularitas. Seorang geologis Australia Otto Ampherer pada tahun 1925
juga berpendapat bahwa munculnya Bulan yang menyebabkan pergeseran benua.
Ia mengatakan bahwa Samudra Pasifik merupakan merupakan hasil dari
terlemparnya materi tersebut. Namun saat ini kita mengetahui bahwa kerak lautan
yang membentuk samudra ini masih berusia relatif muda, sekitar 200 juta tahun atau
kurang, dimana Bulan berusia lebih tua karena tidak terdapat materi kerak lautan di
Bulan, namun terdapat materi mantel yang tercipta di dalam proto-Bumi pada eon
Prakambrium.
d. Hipotesis Akresi
Hipotesis ini mengatakan bahwa Bumi dan Bulan terbentuk dalam waktu yang
sama sebagai sistem ganda piringan akresi purba pada Tata Surya. Masalah pada
hipotesis ini adalah, ketidak mampuannya menjelaskan momentum sudut dalam
sistem Bumi-Bulan, atau mengapa bulan memiliki inti besi yang relatif kecil
dibandingkan dengan Bumi (25% dari radiusnya, dibandingkan Bumi yang 50% dari
radiusnya).
Hipotesis ini mengatakan bahwa Bumi dan Bulan terbentuk dalam waktu yang
sama sebagai sistem ganda piringan akresi purba pada Tata Surya. Masalah pada
hipotesis ini adalah, ketidak mampuannya menjelaskan momentum sudut dalam
sistem Bumi-Bulan, atau mengapa bulan memiliki inti besi yang relatif kecil

dibandingkan dengan Bumi (25% dari radiusnya, dibandingkan Bumi yang 50% dari
radiusnya).
e. Hipotesis Ledakan Georeaktor
Hipotesis ini mengatakan bahwa Bumi dan Bulan terbentuk dalam waktu yang
sama sebagai sistem ganda piringan akresi purba pada Tata Surya. Masalah pada
hipotesis ini adalah, ketidakmampuannya menjelaskan momentum sudut dalam sistem
Bumi-Bulan, atau mengapa bulan memiliki inti besi yang relatif kecil dibandingkan
dengan Bumi (25% dari radiusnya, dibandingkan Bumi yang 50% dari radiusnya).
Hipotesis ini mengatakan bahwa Bumi dan Bulan terbentuk dalam waktu yang
sama sebagai sistem ganda piringan akresi purba pada Tata Surya. Masalah pada
hipotesis ini adalah, ketidak mampuannya menjelaskan momentum sudut dalam
sistem Bumi-Bulan, atau mengapa bulan memiliki inti besi yang relatif kecil
dibandingkan dengan Bumi (25% dari radiusnya, dibandingkan Bumi yang 50% dari
radiusnya).

C. KARAKTERFISIK PADA BULAN


1. Struktur dalam
Bulan tergolong benda langit diferensiasi, yang secara geokimia memiliki
komposisi kerak, mantel, dan inti yang berbeda dengan benda langit lainnya. Bulan
kaya akan besi padat di bagian inti dalam, dengan radius sekitar 240 m, dan fluida di
bagian inti luar, terutama yan terbuat dari besi cair, dengan radius sekitar 300 km. Di
sekitar bagian inti Bulan terdapat lapisan pembatas berbentuk cair dengan radius
sekitar 500 km.
Struktur ini diperkirakan terbentuk akibat kristalisasi fraksional pada lautan
magma sesaat setelah pembentukan Bulan 4,5 miliar tahun yang lalu. Kristaliasi
lautan magma ini akan membentuk mantel mafik, yang juga disebabkan oleh curah
hujan dan peluruhan mineral olivin, klinopiroksen, dan ortopiroksen. Setelah tiga
perempat lautan magma terkristalisasi, mineral plagioklas berkepadatan rendah akan
terbentuk dan mengapung ke bagian atas lapisan kerak.
Cairan terakhir yang mengalami proses kristalisasi akan terjebak di antara kerak
dan mantel, dengan inkompabilitas dan unsur penghasil panas yang berlimpah. Sesuai
dengan proses ini, pemetaan geokimia dari orbit menunjukkan bahwa sebagian besar
6

kerak Bulan bersifat anortosit, dan pengujian yang dilakukan terhadap sampel batuan
Bulan yang berasal dari banjir lava di permukaan juga menjelaskan bahwa komposisi
mantel mafik Bulan lebih kaya akan besi jika dibandingkan dengan Bumi. Teknik
geofisika menjelaskan bahwa ketebalan rata-rata kerak Bulan adalah sekitar 50 km.
Bulan adalah satelit terpadat kedua di Tata Surya setelah Io. Aan tetapi, ini dalam
Bulan tergolong kecil, dengan radius sekitar 350 km atau kurang, ukuran ini hanya
sekitar 20% dari ukuran Bulan secara keseluruhan, berbeda dengan benda langi
kebumian lainnya, yang ukuran inti dalamnya hampir 50% dari ukuran keseluruhan.
Komposisi Bulan belum diketahui secara pasti, namun diduga perpaduan dari besi
metalik dengan sejumlah kecil sulfur dan nikel, analisis mengenai waktu rotasi
variabel Bulan menunjukkan bahwa sebagian ini Bulan berbentuk cair.

2. Geologi Permukaan
Topografi Bulan telah diukur dengan menggunakan metode altimetri laser dan
analisis gambar stereo. Bentuk topografi yang paling jelas terlihat adalan basin Kutib
Selatan Aitken di sisi jauh, dengan diameter sekitar 2.240 km, yang merupakan kawah
terbesar di Bulan serta kawah terbesar yang pernah ditemukan di Tata Surya. Titik
terendah pada permukaan Bulan berada pada kedalaman 13 km. Sedangkan titik
tertinggi terdapat di bagian timur laut yang diduga mengalami penebalan akibat
pembentukan basin Kutub Selatan Aitken. Basin raksasa lainnya, seperti Imbrium,
Serenitatis, Crisium, Smythii, dan Orientale, memiliki lebar dan ketinggian yang lebih
rendah. Ketinggian rata-rata sisi jauh Bulan kira-kira 1,9 km lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sisi dekat.

3. Fitur Vulkanis
Dataran Bulan yang berwarna gelap dan bisa diamati dengan mata telanjang
disebut dngan maria (bahasa Latin untuk laut atau mare dalam bentuk tunggal),
karena dahulu kala para astronom mengira bahwa dataran ini dipenuhi oleh air.
Dataran ini berupa kolam besar yang terbentuk dari lava basal. Meskipun serupa
dengan basal kebumian, basal mare memiliki kandungan besi yang lebih tinggi dan
kandungan mineral yang kurang.
Sebagian besar lava ini meletus atau mengalir melalui proses yang bersamaan
dengan pembentukan kawah tubrukan. Beberapa bentuk geologi permukaan Bulan
7

seperti gunung berapi perisai dan kubah vulkanis bisa ditemukan di maria sisi dekat
Bulan. Maria bisa ditemukan hampir di keseluruhan sisi dekat Bulan, mencakup 31%
dari total permukaan di sisi dekat, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan maria
pada sisi jauh yang persentasenya hanya 2%.
Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya konsentrasi unsur penghasil panas di
bawah kerak di sisi dekat, sebagaimana yang terlihat pada peta geokimia yang
diperoleh dari spektrometer sinar gamma Lunar Prospector, yang menyebabkan
mantel mengalami pemanasan meleleh kemudian naik ke permukaan dan meletus.
Sebagian besar basal mare Bulan meletus pada periode Imbrian sekitar 3,0-3,5 miliat
tahun yang lalu, meskipun hasil penanggalan radiometri menjelaskan waktunya lebuh
tua 4,2 miliar tahun yang lalu, dan letusan terakhir berdasarkan penanggalan hitungan
kawah terjadi sekitar 1,2 miliar tahun yang lalu.
Wilayah yang berwarna lebih terang pada Bulan disebut terrae atau dataran
tinggi secara umum, karena wilayah ini lebih tinggi dari kebanyakan maria.
Berdasarkan penanggalan radiometri, dataran tinngi Bulan terbentuk sekitar 4,4 miliar
tahun yang lalu, dan diduga merupakan kumulasi plagioklas dari lautan magma
Bulan. Berbeda dengan Bumi, tak ada gunung di bulan yang diyakini terbentuk akibat
peristiwa tektonik.

4. Kawah Tubrukan
Proses geologi lainnya yang memengaruhi bentuk permukaan Bulan adalah
kawah tubrukan, yaitu ketika kawah-kawah terbentuk akibat tubrukan antara asteroid
dan komet dengan permukaan Bulan. diperkirakan terdapat sekitar 300.000 kawah
dengan luas lebih dari 1 km di sisi dekat Bukan.
Beberapa kawah ini dinamakan menurut nama para pakar, ilmuwan, seniman, dan
penjelajah. Skala waktu geologi Bulan didasrkan pada peristiwa tubrrukan yang
paling hebat, termasuk Nectaris, Imbrium, dan Orientale, dengan struktur yang
dicirikan oleh lingkaran yang terbentuk dari materi yang menguap, biasanya
berdiameter ratusan hinggan ribuan kilometer.
Kurangnya aktivitas atmosfer, cuaca, dan proses geologi terkini membuktikan
bahwa kawah-kawah ini masih dalam kondisi baik. Meskipun hanya sedikit kawah
yang diketahui asal usul pembentukannya, kawah-kawah ini tetap berguna untuk
menentukan usia relatif Bulan. Karena kawah tubrukan menumpuk pada tingkat yang
8

hampir konstan , menghitung jumlah kawah per satuan luas dapat digunakan untuk
memperkirakan usia permukaan Bulan. Usia radiometrik batuan kawah yang dibawa
oleh misi Apollo berkisar dari 3,8 sampai 4,1 miliar tahun, ini dilakukan untuk
menjelaskan waktu terjadinya tubrukan Penegeboman Berat Akhir.
Dataran yang menyelimuti bagian atas kerak Bulan adalah permukaan yang
sangat terkominusi (terpecah menjadi partikel yang lebih kecil) dan lapisan
permukaan kebun kawah bernama regolith, yang terbentuk akibat proses tubrukan.
Regolith yang paling halus, yakni tanah Bulan dari kaca silikon dioksida, memiliki
tekstur seperti salju dan berbau seperti mesiu. Regolith di permukaan yang lebih tua
umumnya lebih tebal daripada permukaan yang lebih muda; ketebalannya bervariasi,
dari 10-20 m di dataran tinggi dan 3-5 m di maria. Di bawah lapisan regolith terdapat
megaregolith, lapisan batuan fraktur dengan ketebalan berkilo-kilometer.

5. Ketersediaan Air
Air cair tidak bisa bertahan di permukaan Bulan. Saat terkena radiasi Matahari,
air dengan cepat akan terurai melalui proses yang dikenal dengan fotodisosiasi dan
lenyap ke luar angkasa. Namun, sejak tahun 1960-an, para ilmuwan memperkirakan
bahwa air es yang diangkut oleh komet saat terjadinya tubrukan atau yang dihasilkan
oleh reaksi batuan Bulan yang kaya oksigen, dan hidrogen dari angin surya,
meninggalkan jejak air yang mungkin bisa bertahan di kawah kutub selatan Bulan
yang dingin dan gelap secara permanen.
Simulasi komputer menunjukkan bahwa hampir 14.000 km2 permukaan Bulan
berada pada bagian kutub yang gelap permanen. Ketersediaan air di Bulan dalam
jumlah yang cukup adalah faktor penting dalam merencanakan proses kolonisasi
Bulan karena akan menghemat biaya; rencana altenatif untuk mengangkut air dari
Bumi akan menghabiskan biaya yang sangat besar.
Bertahun-tahun yang lalu, jejak air telah ditemukan di permukaan Bulan. Pada
tahun 1994, eksperimen radar bistatik di wahana Clementine menunjukkan adanya
kantong air beku di sekitar permukaan Bulan. Namun, pengamatan radar setelahnya
oleh Arecibo menunjukkan bahwa penemuan tersebut mungkin adalah batuan yang
terlontar dari kawah tubrukan muda. Pada 1998, spektrometer neutron di wahana
9

Lunar Prospector menemukan adanya konsentrasi hidrogen yang tinggi di lapisan


regolith dengan kedalaman satu meter di wilayah kutub. Pada 2008, analisis yang
dilakukan terhadap batuan lava vulkanis yang dibawa ke Bumi oleh Apollo 15
menunjukkan adanya kandungan air dalam jumlah kecil pada interior batuan.
Pada tahun 2008, wahana Chandrayaan-1 mengonfirmasi keberadaan air es di
permukaan Bulan dengan menggunakan Moon Mineralogy Mapper. Spektrometer
mengamati adanya garis penyerapan hidroksil di bawah sinar Matahari, yang
membuktikan bahwa permukaan Bulan mengandung air es dalam jumlah besar.
Wahana tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi air es mungkin mencapai
1.000 ppm. Pada tahun 2009, LCROSS mengirim 2.300 kg impaktor ke kawah kutub
yang gelap permanen, dan mendeteksi sedikitnya terdapat 100 kg air dalam material
ejektor. Analisis data LCROSS lainnya menunjukkan bahwa jumlah air yang
terdeteksi mencapai 155 kg.
Pada bulan Mei 2011, Erik Hauri melaporkan adanya 615-1410 ppm inklusi leleh
air pada sampel Bulan 74220, "tanah kaca jingga" dengan kandungan titanium tinggi
yang berasal dari peristiwa vulkanis yang dikumpulkan dalam misi Apollo 17 pada
tahun 1972. Inklusi ini tebentuk saat terjadinya letusan besar di Bulan sekitar 3,7
miliar tahun yang lalu. Konsentrasi ini setara dengan magma di mantel atas Bumi.

6. Medan Gravitasi
Medan gravitasi Bulan telah diukur dengan menggunakan pelacakan pergeseran
Doppler pada sinyal radio yang dipancarkan oleh pesawat ruang angkasa yang
mengorbit Bulan. Bentuk gravitasi Bulan yang utama adalah konmas, anomali
gravitasi positif yang terkait dengan beberapa basin tubrukan besar, sebagian
disebabkan oleh aliran lava basaltik mare padat yang memenuhi basin tersebut.
Anomali ini sangat memengaruhi orbit pesawat luar angkasa di sekitar Bulan.
Terdapat beberapa perdebatan mengenai gravitasi Bulan: lava yang mengalir
dengan sendirinya tidak bisa menjelaskan bentuk gravitasi Bulan, dan beberapa
konmas yang ada sama sekali tidak terkait dengan vulkanisme mare.
10

7. Medan Magnet
Bulan memiliki medan magnet eksternal sekitar 1100 nanotesla, kurang dari
seperseratus medan magnet Bumi. Bulan tidak memiliki medan magnet dipolar
global, melainkan dihasilkan oleh geodinamo inti logam cair, dan hanya memiliki
magnetisasi kerak, yang mungkin sudah ada pada awal sejarah Bulan ketika
geodinamo masih beroperasi. Selain itu, beberapa sisa magnetisasi berasal dari medan
magnet sementara yang dihasilkan ketika terjadinya peristiwa tubrukan hebat, dengan
melalui perluasan plasma yang dihasilkan oleh tubrukan. Hipotesis ini didukung oleh
magnetisasi kerak yang berlokasi di dekat antipode basin tubrukan besar.

8. Atmosfer
Bulan memiliki atmosfer yang sangat renggang, bahkan hampir hampa, dengan
massa total kurang dari 10 ton metrik. Tekanan permukaannya adalah sekitar
3 1015 atm (0,3 nPa); ukurannya bervariasi menurut hari Bulan.
Sumber atmosfer Bulan meliputi pelepasan gas dan pelepasan atom akibat
bombardemen tanah Bulan oleh ion angin surya. Unsur-unsur yang terkandung pada
atmosfer Bulan adalah sodium dan potasium, yang dihasilkan oleh pelepasan atom;
unsur ini juga ditemukan pada atmosfer Merkurius dan Io. Unsur lainnya termasuk
helium-4 yang dihasilkan dari angin surya; serta argon-40, radon-222, dan polonium210, yang dilepaskan ke angkasa setelah dihasilkan melalui proses peluruhan
radioaktif di dalam kerak dan mantel.
Tidak adanya keberadaan spesies netral (atom atau molekul) di atmosfer seperti
oksigen, nitrogen, karbon, hidrogen dan magnesium, yang terdapat pada regolith,
masih belum terjelaskan. Uap air terdeteksi oleh Chandrayaan-1 dan kandungannya
bervariasi menurut garis lintang, dengan titik maksimum ~6070 derajat; uap air ini
diduga dihasilkan melalui proses sublimasi air es di regolith. Gas-gas ini bisa kembali

11

ke regolith akibat gravitasi Bulan atau lenyap ke luar angkasa, baik melalui tekanan
radiasi surya atau, jika terionisasi, tersapu oleh medan magnet angin surya.

9. Musim
Kemiringan sumbu Bulan terhadap ekliptika hanya 1,5424, jauh lebih kecil dari
Bumi (23,44). Karena hal ini, variasi iluminasi surya pada Bulan memiliki musim
yang jauh lebih sedikit, dan detail topografi memiliki peran penting dalam efek
perubahan musim.
Berdasarkan foto yang diambil oleh wahana Clementine pada tahun 1994,
terdapat empat wilayah pegunungan di pinggiran kawah Peary di kutub utara Bulan,
yang diduga tetap disinari oleh Matahari di sepanjang hari Bulan, menciptakan
puncak cahaya abadi. Tidak ada wilayah seperti itu yang terdapat di kutub selatan
Bulan. Selain itu, juga terdapat wilayah yang tidak menerima cahaya secara permanen
di bagian bawah kawah kutub, dan kawah-kawah gelap ini suhunya sangat dingin;
Lunar Reconnaissance Orbiter mencatat suhu musim panas terendah di kawah kutub
selatan mencapai 35 K (238 C) dan hampir 26 K saat terjadinya titik balik matahari
musim dingin di kawah Hermite di kutub utara. Ini adalah suhu terdingin di Tata
Surya yang pernah diukur oleh wahana antariksa, bahkan lebih dingin dari suhu
permukaan Pluto.

Ciri-ciri Fisik Pada Bulan:

Jari-jari rata-rata

1.737,10 km (0,273 Bumi)[1][3]

Jari-jari Khatulistiwa

1.738,14 km (0,273 Bumi)[3]

Jari-jari Kutub

1.735,97 km (0,273 Bumi)

Kepepatan

0,00125
12

Keliling Khatulistiwa

10.921 km (khatulistiwa)

Luas Permukaan

3,793107 km2 (0,074 Bumi)

Volume

2,19581010 km3 (0,020 Bumi)

Massa

7,34771022 kg (0,012300 Bumi)


3,3464 g/cm3[1]

Massa jenis Rata-rata


Gravitasi Permukaan di Khatulistiwa

1,622 m/s2 (0,1654 g

Kecepatan Lepas

2,38 km/s

Hari Sideris

27,321582 d (sinkron

Kecepatan Rotasi

4,627 m/s

Kemiringan Sumbu

1,5424 (ke ekliptika)


6,687 (ke bidang orbit)[2]
0,136[4]

Albedo
Min
-173 C
-203C

Suhu Permukaan Khatulistiwa 85N

rata-rata
-53 C
-143 C

Maks
116 C
-43 C

2,5 sampai 12,9[a]

Magnitudo Tampak

12,74 (rata-rata bulan purnama)[3]


Diameter Sudut

29,3 sampai 34,1 menit busur

13

D. HUBUNGAN BULAN DENGAN BUMI

1. Orbit
Bulan menyelesaikan orbit lengkap mengelilingi Bumi setiap 27,3 hari sekali
(periode sideris). Akan tetapi, karena Bumi bergerak pada orbitnya mengelilingi
Matahari pada waktu yang bersamaan, dibutuhkan waktu yang sedikit lebih lama bagi
Bulan untuk memperlihatkan fase yang sama ke Bumi, yaitu sekitar 29,5 hari (periode
sinodik). Tidak seperti kebanyakan satelit planet lainnya, orbit Bulan lebih dekat
ke bidang ekliptika daripada ke bidang khatulistiwaplanet.
Orbit Bulan diperturbasi oleh Matahari dan Bumi dalam cara yang halus dan
kompleks. Misalnya, bidang pergerakan orbit Bulan secara bertahap mengalami
pergeseran, yang memengaruhi aspek pergerakan Bulan lainnya. Fenomena ini secara
matematis dijelaskan oleh Hukum Cassini.

Ciri-ciri Orbit Bulan:

Perigee

363.295 km
(0,0024 SA

Apogee

405.503 km
(0,0027 SA)

Sumbu Semi-Mayor

384.399 km
14

(0,00257 SA)
Eksentrisitas

0,0549

Periode Orbit

27,321582 d (27d 7h 43,1min[1])

Periode Sinodis

29,530589 d (29d 12h 44min 2,9s)

Kecepatan Orbit Rata-rata

1,022 km/s

Inklinasi

5,145 ke ekliptika[2] (antara 18,29 dan


28,58 ke khatulistiwa Bumi)[1]

Bujur Node Menarik

Mundur satu revolusi dalam


18,6 tahun

Argumen Perigee

Maju satu revolusi dalam 8,85 tahun

2. Ukuran Relatif
Ukuran Bulan relatif besar jika dibandingkan dengan ukuran Bumi, yakni
seperempat dari diameter dan 1/81 dari massa Bumi. Bulan adalah satelit
alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran relatif planet yang diorbitnya,
meskipun Charon lebih besar untuk ukuran planet katai Pluto, yakni sekitar 1/9 dari
massa Pluto.
Meskipun demikian, Bumi dan Bulan masih dianggap sebagai sistem planetsatelit, bukannya sistem planet ganda, karena barisentrum kedua benda langit ini
berlokasi 1.700 km (sekitar seperempat radius Bumi) di bawah permukaan Bumi.

15

3. Efek Pasang Surut


Pasang surut di Bulan umumnya disebabkan oleh adanya kecepatan perubahan
intensitas daya tarik gravitasi Bulan pada salah satu sisi Bumi terhadap sisi lainnya,
atau disebut dengan gaya pasang surut. Fenomena ini membentuk dua tonjolan pasang
surut di Bumi, yang akan terlihat jelas di permukaan laut setelah air surut. Karena
Bumi berputar 27 kali lebih cepat daripada Bulan, tonjolan ini bergerak bersama
permukaan Bumi lebih cepat daripada pergerakan Bulan, yang berputar mengelilingi
Bumi sekali sehari sebagaimana Bulan berputar pada sumbunya.
Pasang surut juga dipengaruhi oleh efek lainnya, di antaranya gaya gesek air
terhadap sumbu rotasi Bumi melalui lantai samudra, inersia pergerakan air, basin
samudra yang mengalami pendangkalan, dan osilasi antara basin samudra berbeda.
Daya tarik gravitasi Matahari terhadap samudra Bumi hampir setengah dari daya
tarik gravitasi Bulan, dan gravitasi kedua benda langit ini berperan penting dalam
menyebabkan pasang surut perbani dan musim semi.
Interaksi gravitasi antara Bulan dan tonjolan di sekitar Bulan berfungsi
sebagai torsi pada rotasi Bumi, yang menguras momentum sudutdan energi
kinetik rotasi dari perputaran Bumi. Akibatnya, momentum sudut disertakan ke orbit
Bulan, yang mempercepat rotasinya dan menyebabkan Bulan naik ke orbit yang lebih
tinggi dan dengan periode yang lebih lama. Oleh sebab itu, jarak antara Bumi dengan
Bulan juga akan meningkat, dan perputaran Bumi akan melambat.
Pengukuran dengan metode eksperimen rentang Bulanmenggunakan reflektor
laser yang dilakukan dalam misi Apollo menemukan bahwa jarak Bulan ke Bumi
meningkat sekitar 38 mm per tahun (meskipun angka ini hanya 0,10 ppb/tahun dari
radius orbit Bulan).
Jam atom juga menunjukkan bahwa lama hari di Bumi meningkat sekitar 15
mikrodetik per tahun, yang secara perlahan-lahan memperpanjang waktu UTC yang
disesuaikan oleh detik kabisat. Tarikan pasang surut Bulan akan terus berlanjut
sampai perputaran Bumi dan periode orbit Bulan sesuai. Namun, Matahari akan
16

berubah menjadi raksasa merah dan memusnahkan Bumi jauh sebelum hal tersebut
terjadi.
Permukaan Bulan juga mengalami pasang surut dengan amplitudo ~10 cm, yang
berlangsung selama 27 hari lebih. Fenomena ini disebabkan oleh dua hal, yakni
karena Bulan dan Bumi berada pada rotasi sinkron, dan berbagai hal yang disebabkan
oleh Matahari.
Komponen Bumi yang diinduksi terbentuk karena librasi, yang diakibatkan oleh
eksentrisitas orbit Bulan; jika orbit Bulan bulat sempurna, maka yang akan muncul
hanyalah pasang surut surya. Librasi juga mengubah sudut penampakan Bulan, yang
menyebabkan sekitar 59% permukaan Bulan terlihat dari Bumi.
Efek kumulatif dari fenomena pasang surut memicu terjadinya gempa bulan.
Gempa bulan ini lebih jarang terjadi dan lebih lemah kekuatannya daripada gempa
bumi, meskipun gempa ini dapat bertahan hingga satu jam karena ketiadaan air yang
berfungsi sebagai peredam getaran seismik. Fenomena gempa bulan ini merupakan
penemuan tak terduga dari seismometer yang diletakkan di Bulan
oleh astronot Apollo dari tahun 1969 hingga 1972.

17

E. ROTASI DAN REVOLUSI BULAN


a. Rotasi Bulan
Perputaran Bulan pada porosnya disebut rotasi Bulan. Untuk satu kali rotasi,
Bulan membutuhkan waktu sebulan (29 hari). Rotasi Bulan tidak memberikan
pengaruh apa pun terhadap kehidupan di Bumi. Rotasi Bulan tidak memberi pengaruh
apapun pada Bumi.

b. Revolusi Bulan
Bulan tidak memiliki cahaya sendiri. Cahaya Bulan sebenarnya adalah cahaya
pantulan dari Matahari. Bagian Bulan yang tampak dari Bumi adalah bagian
permukaan Bulan yang terkena sinar Matahari. Saat berevolusi, luas bagian Bulan
yang terkena Matahari berubah-ubah. Oleh karena itu, bentuk Bulan dilihat dari Bumi
juga berubah-ubah. Perubahan bentuk Bulan itu disebut fase-fase Bulan. Dalam

sekali revolusi, Bulan mengalami delapan fase.


Fase Bulan yang mudah dilihat sebagai berikut:

Konjugasi

Kedudukan bulan searah dengan matahari. Pada saat itu bagian bulan yang
menghadap ke bumi gelap atau tidak tampak.Pada aspek ini dapt terjadi
gerhana matahari, karena cahaya matahari yang menuju bumi terhalang
bulan. Hingga kita tidak akan melihat bulan bercahaya.

Oposisi
Kedudukan bulan berlawanan arah dengan matahari dilihat dari bumi. Pada

saat itu bulan tampak sebagai bulan purnama. Pada kedudukan ini bulan
terbit pada saat matahari terbenam dan terbenam pada saat matahari terbit.
18

Kuarter
Kedudukan bulan tegak lurus terhadap garis penghubungg bumi matahari.

Pada aspek kuarter, bulan memperlihatkan fase perbani (setengah bulan yang
terang). Dalam sebulan terjadi dua kali kuarter yaitu kuarter pertama ketika
bulan tampak bertambah besar dan kuarter kedua ketika bulan tampak kecil.

Apabila diperhatikan, setiap fase Bulan selama kurang lebih 3-4 hari.
a. Hari Pertama
Bulan berada pada posisi 0. Bagian Bulan yang tidak terkena sinar Matahari
menghadap ke Bumi. Akibatnya, Bulan tidak tampak dari Bumi. Fase ini disebut
Bulan baru.

b. Hari Keempat
Bulan berada pada posisi 45. Dilihat dari Bumi, Bulan tampak melengkung
seperti sabit. Fase ini disebut Bulan sabit.
c. Hari Kedelapan
Bulan berada pada posisi 90. Bulan tampak berbentuk setengah lingkaran. Fase
ini disebut Bulan paruh.
d. Hari Kesebelas
Bulan berada pada posisi 135. Dilihat dari Bumi, Bulan tampak seperti cakram.
Fase ini disebut Bulan cembung.
e. Hari Keempat Belas

19

Bulan berada pada posisi 180. Pada posisi ini, Bulan tampak seperti lingkaran
penuh. Fase ini disebut Bulan purnama atau Bulan penuh.
f. Hari Ketujuh belas
Bulan berada pada posisi 225. Dilihat dari Bumi, penampakan Bulan kembali
seperti cakram.
g. Hari Kedua Puluh Satu
Bulan berada pada posisi 270. Penampakan Bulan sama dengan Bulan pada
posisi 90. Bulan tampak berbentuk setengah lingkaran.
h. Hari Kedua Puluh Lima
Bulan berada pada posisi 315. Penampakan Bulan pada posisi ini sama dengan
posisi Bulan pada 45. Bulan tampak berbentuk seperti sabit. Selanjutnya, Bulan
akan kembali ke kedudukan semula, yaitu Bulan mati. Posisi Bulan mati sama
dengan posisi Bulan baru. Bedanya, Bulan baru menunjukkan fase awal,
sedangkan Bulan mati menunjukkan fase akhir.

F. GERHANA BULAN
Gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup
oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada
satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan
karena terhalangi oleh bumi.
Dengan penjelasan lain, gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi
dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang
ekliptika sebesar 5, maka tidak setiap oposisi bulan dengan Matahari akan
mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan bidang orbit bulan dengan
bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong yang disebut node, yaitu titik
di mana bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan
beroposisi pada node tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak
dari satu titik oposisi ke titik oposisi lainnya. Maka seharusnya, jika terjadi gerhana
20

bulan, akan diikuti dengan gerhana Matahari karena kedua node tersebut terletak pada
garis yang menghubungkan antara Matahari dengan bumi.
Sebenarnya, pada peristiwa gerhana bulan, seringkali bulan masih dapat terlihat.
Ini dikarenakan masih adanya sinar Matahari yang dibelokkan ke arah bulan oleh
atmosfer bumi. Dan kebanyakan sinar yang dibelokkan ini memiliki spektrum cahaya
merah. Itulah sebabnya pada saat gerhana bulan, bulan akan tampak berwarna gelap,
bisa berwarna merah tembaga, jingga, ataupun coklat.

a. Jenis-Jenis Gerhana Bulan


Gerhana Bulan Total
Pada gerhana ini, bulan akan tepat berada pada daerah umbra, yaitu bayangan
inti yang berada di bagian tengah sangat gelap pada saat terjadi gerhana bulan.

Gerhana Bulan Sebagian


Pada gerhana ini, bumi tidak seluruhnya menghalangi bulan dari sinar
matahari. Sedangkan sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah
penumbra, yaitu bayangan kabur yang terjadi pada saat gerhana atau
terjadinya bayangan pada benda gelap (tidak tembus pandang) bulan.
Sehingga masih ada sebagian sinar Matahari yang sampai ke permukaan
bulan.

Gerhana Bulan Penumbra


Pada gerhana ini, seluruh bagian bulan berada di bagian penumbra. Sehingga
bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.

21

Saat gerhana terjadi, Matahari, Bumi, dan Bulan terletak pada satu garis lurus.
Posisi itu membuat Bumi menutupi cahaya Matahari yang seharusnya sampai ke
Bulan. Pada saat itu Bulan seharusnya tak akan tampak, tetapi ternyata saat totalitas
gerhana terjadi, Bulan justru berwarna merah sehingga biasa disebut blood moon.
Hal ini terjadi, karena cahaya matahari yang mengenai bulan memang tertutup
oleh Bumi, tetapi atmosfer Bumi masih membiaskan cahaya merah dari matahari itu
sehingga bulan tidak gelap total. Gerhana Bulan Blood Moon telah terjadi 2 kali, yaitu
pada tanggal 15 April 2014 dan 8 Oktober 2014. Diperkirakan gerhana ini akan terjadi
lagi pada tanggal 4 April 2015 dan 28 September 2015.

G. PENELITIAN DAN PENJELAJAHAN


a. Penelitian awal
Pemahaman mengenai siklus Bulan menandai awal perkembangan ilmu
astronomi; pada abad ke-5 SM, astronom Babilonia telah mencatat siklus Saros 18
tahunan pada gerhana bulan, dan astronom India telah menjelaskan mengenai
fenomena elongasi Bulan. Astronom Tiongkok Shi Shen (abad ke-4 SM) memberi
petunjuk yang terkait dengan cara memperkirakan gerhana matahari dan bulan.
Kemudian, bentuk fisik Bulan dan sumber cahaya bulan mulai diketahui.
Filsuf Yunani kuno Anaxagoras (w. 428 SM) mengemukakan bahwa Matahari dan
Bulan merupakan dua buah batu bulat raksasa yang menghasilkan cahaya. Bangsa
Tiongkok pada masa Dinasti Han percaya bahwa energi Bulan sama dengan qi, dan
teori mereka mengenai pengaruh radiasi Bulan menjelaskan bahwa cahaya Bulan
berasal dari Matahari. Jing Fang (7837 SM) mencatat kebulatan Bulan untuk
pertama kalinya. Pada abad ke-2 M, Lucian menulis sebuah novel yang mengisahkan
mengenai seorang pahlawan yang melakukan perjalanan ke Bulan yang berpenghuni.
Pada tahun 499 M, astronom India Aryabhata menulis dalam bukunya Aryabhatiya
bahwa cahaya Matahari menyebabkan Bulan bersinar.

22

Pada abad yang sama Astronom dan fisikawan Alhazen (965-1039)


mengungkapkan bahwa cahaya matahari tidak dipancarkan dari Bulan seperti sebuah
cermin, tetapi cahaya tersebut dipancarkan ke segala arah dari setiap bagian
permukaan Bulan yang diterangi oleh cahaya matahari. Shen Kuo (10311095) dari
Dinasti Song mengemukakan sebuah alegori yang mengumpamakan fenomena
bersinar dan memudarnya cahaya Bulan dengan sebuah bola yang berputar; saat
dibubuhi dengan bubuk putih dan dilihat dari samping, maka akan terlihat bentuk
sabit.
Dalam deskripsi alam semesta karya Aristoteles (384-322 SM), Bulan
menandai batas antara unsur yang bisa berubah (Bumi, air, udara, dan api) dengan
bintang-bintang abadi aether, pemikiran filsafat berpengaruh yang mendominasi sains
selama berabad-abad kemudian. Pada abad ke-2 SM, Seleucus dari Seleucia
mengemukakan teori bahwa pasang surut terjadi karena daya tarik Bulan, dan
ketinggian air pasang ditentukan oleh posisi relatif Bulan terhadap Matahari. Pada
abad yang sama, Aristarcus menghitung ukuran dan jarak bulan dari bumi, dengan
jarak sekitar 20 kali radius bumi.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Ptolemy (90-168 M), ia berpendapat
bahwa jarak rata-rata bulan dari bumi adalah 59kali radius bumi dan diameter 0,292
dari diameter bumi. Angka ini hampir mendekati jarak dan diameter yang sebenarnya,
yakni sekitar 60 untuk jarak dan 0,273 untuk diameter. Archimedes (287-212 SM)
merancang seuah planetarium yang bisa menghitung laju pergerakan bulan dan objek
lainnya di tata surya.
Pada abad pertengahan, sebelum ditemukannya teleskop, bulan diyakini
sebagai bola batu, meskipun juga banyak yang percaya bahwa permukaan bulan
sangat halus. Pada tahun 1609, Galileo Galilei untuk pertama kalinya membuat
sebuah gambar teleskopis bulan dalam bukunya yang berjudul Sidereus Nuncius dan
menjelaskan bahwa permukaan bulan tidak halus, tetapi memiliki pegunungan dan
kawah. Pemetaan teleskopis bulan terus berlanjut disepanjang abad pertengahan. Pada
abad ke-17, Giovanni Battista Riccioli dan Francesco Maria Grimaldi berhasil
menciptakan sebuah sistem penamaan geologi Bulan yang tetap digunakan hingga
saat ini. Mappa Selenographica karya Wilhelm Beer dan Johann Heinrich Madler
(1834- 1836), serta buku Der Mond (1837), merupakan buku pertama yang secara
23

akurat menjelaskan penelitian mengenai Bulan dari sudut pandang trigonometri,


termasuk ketinggian lebih dari seribu gunung di Bulan, dan memperkenalkan
penelitian Bulan dengan tingkat akurasi yang bisa diukur oleh geografi Bumi.
Kawah Bulan pertama kali dicatat oleh Galileo, dan awalnya dianggap sebagai
gunung berapi sampai tahun 1870-an, dan kemudian Richard Proctor menjelaskan
bahwa kawah-kawah tersebut terbentuk akibat tubrukan. Pendapatnya ini didukung
oleh eksperimen yang dilakukan oleh geolog Grove Karl Gilbert pada tahun 1892, dan
setelah perkembangan studi komparatif pada 1920-an hingga 1940-an, stratigrafi
Bulan menjadi cabang ilmu astrogeologi baru pada tahun 1950-an.

b. Penjelajahan Langsung Pertama: 1959-1976

Misi Uni-Soviet
Perang Dingin mendorong terjadinya Perlombaan Angkasa antara Uni Soviet

dan Amerika Serikat, yang menyebabkan adanya akselerasi kepentingan dalam


penjelajahan Bulan. Setelah peluncur memiliki kemampuan yang diperlukan,
kedua negara ini mengirim wahana tak berawak melalui misi orbit ataupun misi
pendaratan di Bulan. Wahana buatan Soviet, Luna, adalah wahana pertama yang
berhasil mencapai tujuan. Setelah meluncurkan tiga misi nirawak dan mengalami
kegagalan pada tahun 1958, benda buatan manusia pertama yang keluar dari
gravitasi Bumi dan melintas di dekat Bulan adalah Luna 1; benda buatan manusia
pertama yang menabrak permukaan Bulan adalah Luna 2, dan foto pertama sisi
jauh Bulan dipotret oleh Luna 3, semuanya dilakukan pada tahun 1959.
Wahana antariksa pertama yang berhasil melakukan pendaratan lunak di
permukaan Bulan adalah Luna 9, dan wahana nirawak pertama yang mengorbit
Bulan adalah Luna 10, keduanya terjadi pada tahun 1966. Sampel tanah dan
batuan Bulan dibawa ke Bumi oleh tiga misi pengembalian sampel Luna, yakni
Luna 16 pada 1970, Luna 20 pada 1972, dan Luna 24 pada 1976, yang berhasil
membawa 0,3 kg batuan dan tanah Bulan Dua rover robotika perintis mendarat di
Bulan pada tahun 1970 dan 1973 sebagai bagian dari program Lunokhod Soviet.
24

Misi Amerika Serikat

Amerika Serikat meluncurkan wahana tak berawak untuk mengembangkan


pemahaman mengenai permukaan Bulan demi kepentingan pendaratan berawak di
kemudian hari; program Surveyor Jet Propulsion Laboratory mendaratkan wahana
pertamanya empat bulan setelah peluncuran Luna 9. Program Apollo berawak NASA
dikembangkan secara paralel; setelah serangkaian pengujian tak berawak dan berawak
pada wahana Apollo di orbit Bumi, dan didorong oleh rencana peluncuran
penerbangan Bulan Soviet, Apollo 8 mengirimkan misi berawak pertama ke orbit
Bulan pada tahun 1968. Misi berikutnya berhasil mendaratkan manusia untuk pertama
kalinya di permukaan Bulan, yang dipandang oleh banyak pihak sebagai puncak
Perlombaan Angkasa. Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang berjalan di
permukaan Bulan sebagai pemimpin misi Apollo 11 Amerika Serikat; ia menjejakkan
langkah pertamanya di permukaan Bulan pada pukul 02:56 UTC tanggal 21 Juli 1969.
Misi Apollo 11 hingga 17 (kecuali Apollo 13, yang pendaratannya dibatalkan)
berhasil kembali ke Bumi dengan membawa 382 kg tanah dan batuan Bulan dalam
2.196 sampel terpisah. Pendaratan Bulan Amerika Serikat dipicu oleh kemajuan
teknologi yang cukup pesat pada akhir 1960-an, misalnya kimia ablasi, rekayasa
perangkat lunak, dan teknologi penetrasi atmosfer, serta manajemen yang sangat
kompeten sehubungan dengan upaya teknis yang besar.
Sejumlah instrumen ilmiah dipasang di permukaan Bulan selama misi pendaratan
Apollo. Stasiun instrumen berumur panjang, termasuk kapsul beraliran panas,
seismometer, dan magnetometer, dipasang di lokasi pendaratan Apollo 12, 14, 15, 16,
dan 17. Transmisi data langsung ke Bumi diakhiri pada tahun 1977 karena
pertimbangan anggaran, tetapi setelah stasiun rentang laser Bulan menjadi instrumen
pasif, transmisi data masih terus dilakukan. Komunikasi jarak di stasiun secara rutin
diterima oleh stasiun Bumi dengan akurasi beberapa sentimeter, dan data dari
eksperimen ini digunakan untuk menentukan ukuran inti Bulan.

25

Misi Saat Ini: 1990-sekarang


Pasca-Apollo dan Luna, semakin banyak negara yang terlibat dalam penjelajahan
Bulan secara langsung. Pada tahun 1990, Jepang menjadi negara ketiga yang
mengirimkan pesawat luar angkasa ke orbit Bulan dengan meluncurkan wahana
Hiten. Wahana ini diluncurkan dengan kapsul yang lebih kecil bernama Hagoromo di
orbit Bulan, tetapi transmisi data gagal dilakukan, sehingga misi ini dihentikan. Pada
tahun 1994, Amerika Serikat meluncurkan wahana Clementine ke orbit Bulan, yang
merupakan misi gabungan antara Departemen Pertahanan dan NASA. Misi ini
berhasil memotret peta topografi Bulan dalam jarak dekat dan mengambil foto
multispektral permukaan Bulan untuk pertama kalinya. Misi ini diikuti oleh misi
Lunar Prospector pada tahun 1998, yang berhasil menemukan adanya kelebihan
hidrogen di kutub Bulan, yang diduga disebabkan oleh keberadaan air es beberapa
meter di atas regolith di dalam kawah gelap permanen.
SMART-1, pesawat luar angkasa Eropa yang merupakan wahana bertenaga ion
kedua, berada di orbit Bulan sejak tanggal 15 November 2004, dan dihentikan setelah
pengendalinya menabrak Bulan pada tanggal 3 September 2006. Misi ini merupakan
misi pertama yang berhasil menyurvei secara rinci unsur kimia di permukaan Bulan.
Tiongkok juga sangat berambisi untuk meluncurkan program penjelajahan Bulan,
dimulai dengan Chang'e 1, yang berhasil mengorbit Bulan dari tanggal 5 November
2007 hingga akhirnya menabrak Bulan tanggal 1 Maret 2009. Dalam misi selama
enam belas bulan, wahana ini berhasil mengambil foto Bulan secara keseluruhan.
Tiongkok melanjutkan keberhasilan ini dengan meluncurkan Chang'e 2 pada bulan
Oktober 2010, yang mencapai Bulan dua kali lebih cepat daripada Chang'e 1. Misi ini
berhasil memetakan Bulan dalam resolusi yang lebih tinggi dalam waktu sekitar
delapan bulan, kemudian meninggalkan orbit Bulan untuk mengamati perluasan titik
Lagrangian L2 Bumi-Matahari. Wahana ini terbang melintasi asteroid 4179 Toutatis
pada 13 Desember 2012, dan kemudian lenyap ke angkasa luar. Pada tanggal 14
Desember 2013, Chang'e 3 melanjutkan misi pendahulunya dengan mengirimkan
sebuah pendarat ke permukaan Bulan, yang pada akhirnya meluncurkan sebuah
penjelajah Bulan bernama Yutu (Mandarin: ; secara harfiah "Kelinci"). Dengan
demikian, Chang'e 3 merupakan wahana pertama yang melakukan pendaratan lunak
26

di permukaan Bulan sejak Luna 24 pada tahun 1976, dan juga misi pertama yang
meluncurkan penjelajah sejak Lunokhod 2 pada 1973. Tiongkok berencana untuk
meluncurkan misi penjelajah lainnya (Chang'e 4) pada tahun 2015, serta misi
pengambilan sampel (Chang'e 5) pada tahun 2017.
Antara tanggal 4 Oktober 2007 dan 10 Juni 2009, Badan Penjelajahan Antariksa
Jepang meluncurkan misi Kaguya (Selene), pengorbit Bulan yang dilengkapi dengan
kamera video berdefinisi tinggi dan dua satelit pemancar radio kecil. Misi ini berhasil
memperoleh data geofisika Bulan dan mengambil video berdefinisi tinggi dari luar
orbit Bumi untuk pertama kalinya. Misi penjelajahan Bulan pertama India,
Chandrayaan I, mengorbit Bulan dari tanggal 8 November 2008 sampai kehilangan
kontak pada 27 Agustus 2009, yang melakukan pemetaan fotogeologi dan mineralogi
permukaan Bulan dalam resolusi tinggi. Misi ini juga menemukan keberadaan
molekul-molekul air di dalam tanah Bulan. Indian Space Research Organisation
berencana untuk meluncurkan Chandrayaan II pada tahun 2013, yang juga disertai
dengan sebuah robot penjelajah Bulan milik Rusia. Akan tetapi, kegagalan misi
Fobos-Grunt Rusia menyebabkan proyek ini mengalami penundaan.
Misi Bulan masa depan lainnya adalah Luna-Glob Rusia; yang meliputi sebuah
pendarat tak berawak, rangkaian seismometer, dan pengorbit yang serupa dengan misi
Fobos-Grunt Mars yang gagal. Penjelajahan Bulan yang didanai swasta
dikembangkan oleh Google Lunar X Prize, diumumkan pada 13 September 2007,
yang menawarkan uang senilai US$20 juta bagi siapa saja yang bisa mendaratkan
sebuah robot penjelajah di Bulan dan yang memenuhi kriteria tertentu lainnya.
Shackleton Energy Company sedang mengembangkan sebuah program untuk
melakukan operasi di kutub selatan Bulan dalam rangka mengumpulkan air untuk
memasok Propellant Depot milik mereka.
NASA berencana untuk melanjutkan misi berawak setelah adanya seruan dari
Presiden AS George W. Bush pada tanggal 14 Januari 2004 untuk meluncurkan misi
berawak ke Bulan pada tahun 2019, serta membangun sebuah pangkalan di Bulan
pada tahun 2024. Akan tetapi, program tersebut dibatalkan demi rencana pendaratan
berawak di sebuah asteroid pada tahun 2025 dan misi pengorbit Mars berawak yang

27

rencananya akan diluncurkan pada tahun 2035. India juga menyatakan niatnya untuk
mengirimkan misi berawak ke Bulan pada tahun 2020.

d. Status Hukum
Meskipun panji-panji Luna Uni Soviet tersebar di Bulan, dan bendera Amerika
Serikat secara simbolis ditancapkan di lokasi pendaratan oleh astronot Apollo, tidak
satupun negara yang mengklaim kepemilikan atas bagian permukaan Bulan hingga
saat ini. Rusia dan Amerika Serikat merupakan dua negara yang menandatangani
Perjanjian Luar Angkasa pada tahun 1967, yang menyatakan bahwa Bulan dan
keseluruhan luar angkasa adalah "provinsi bagi seluruh umat manusia". Perjanjian ini
juga membatasi pemanfaatan Bulan untuk tujuan damai, secara eksplisit melarang
instalasi sarana militer dan senjata pemusnah massal di Bulan. Perjanjian Bulan 1979
bertujuan untuk membatasi eksploitasi sumber daya Bulan oleh satu negara, tetapi
perjanjian ini belum ditandatangani oleh satupun negara penjelajah luar angkasa.
Meskipun beberapa individu telah menyatakan klaimnya atas keseluruhan atau
sebagian permukaan Bulan, tidak satupun yang dianggap kredibel.

28

Anda mungkin juga menyukai