Anda di halaman 1dari 14

NAMA

: MUHAMMAD REZA SAPUTRA

NIM

: 1250

MATA KULIAH

: SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN PEMERINTAH


UJIAN AKHIR SEMESTER

1.a..

Menurut Saya, SKPD sebagai kuasa pengguna anggaran tidak dibenarkan untuk
melakukan belanja yang melebihi jumlah anggaran yang ditetapkan. Hal ini tidak
dibenarkan karena RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran
berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan
kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan. Pendekatan penganggaran
terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen
rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja
dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang
diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi
dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk terlaksananya penyusunan RKASKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya
kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun
anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum
dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk
dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun
berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan
merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan
dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan. Jadi tidak seharusnya
pemerintah melakukan belanja dan melebihi jumlah anggaran yang ditetapkan.

b.

Prinsip-Prinsip yang perlu dipertimbangkan SKPD ketika melaksanakan APBD Agar


pelaksanaan APBD, yaitu diantaranya:

Tertib, bahwa program/kegiatan dan anggarannya dikelola secara tepat waktu dan

tepat guna.
Taat pada peraturan perundang-undangan, bahwa pengelola program/kegiatan dan
anggarannya harus selalu berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-

undangan.
Efektif, bahwa setiap pengelola program/kegiatan, selalu mengupayakan pencapaian
hasil program dan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan

keluaran (output) dengan hasil (out come).


Efisien, yaitu pelaksanaan program/kegiatan dan anggarannya diupayakan untuk
mencapai keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu, atau dengan masukan

(input) terendah untuk menghasilkan keluaran (out put) tertentu.


Ekonomis, yaitu pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

tingkat harga yang terendah.


Transparan, bahwa pengelolaan program/kegiatan dan anggaran yang telat tertuang di
dalam DPA-SKPD perlu dilakukan secara terbuka yang memungkinkan masyarakat
dapat mengakses dan memperoleh informasi seluas-luasnya tentang, hasil dan

manfaat dari pelaksanaan program/kegiatan dan anggarannya.


Pertanggungjawaban, merupakan perwujudan kewajiban

seseorang

untuk

mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian setiap sumber daya serta


pelaksanaan kebijakan dan program/kegiatan yang dipercayakan kepadanya dalam

rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.


Keadilan, yakni perlu keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaan, dengan
kata lain, perlunya keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan

pertimbangan yang obyektif.


Kepatutan, yaitu adanya sikap dan tindakan yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional berkenaan dengan pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban

program/kegiatan dan anggarannya.


Manfaat untuk masyarakat, bahwa pemanfaatan setiap kewenangan, sumberdaya
termasuk keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

c.

Proses pengadaan barang dan jasa daerah, menurut Perpres No.70 tahun 2012

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua


Perpres 54 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pengadaan
adalah Personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan Langsung, sedangkan
pengadaan langsung adalah Pengadaan Barang / Jasa langsung kepada penyedia Barang /
Jasa, tanpa melalui pelelangan/seleksi/penunjukan langsung. Dengan pengertian ini
maka, pejabat pengadaan tidak dapat lagi melaksanakan pemilihan dengan metode
penunjukan langsung sebagaimana diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010, Pejabat
Pengadaan dalam perubahan kedua ini hanya dan boleh melaksanakan pengadaan
langsung.
Paket Pengadaan Barang/Jasa yang dapat dilaksanakan oleh pejabat pengadaan
terbatas dan hanya pada Paket Pekerjaan Pengadaan Barang / Konstruksi / Jasa Lainnya
yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paket pekerjaan
jasa konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Ketentuan tentang pengadaan langsung tetap dan tidak berubah, yakni :
1.
2.
3.
4.

Merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I


Teknologi sederhana ;
Resiko kecil, dan atau
Dilaksanakan oleh penyedian Barang/Jasa usaha orang perorangan dan/atau
Badan Usaha kecil serta koperasi , kecuali untuk pekerjaan yang menuntut
kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha mikro, usaha kecil dan
koperasi kecil.
Dan pengadaan langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di Pasar

kepada penyedia barang / pekerjaan konstruksi / Jasa lainnya. Dengan penekanan bahwa
PA/KPA dilarang menggunakan metode pengadaan langsung sebagai alasan untuk
memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari
pelelangan.
Pada pasal 55, tanda bukti perjanjian terdiri dari :
1. Bukti Pembelian ; digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang nilainya sampai
dengan Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah);
2. Kuitansi ; digunakan untuk pengadaan barang/jasa yang nilainya sampai dengan
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah);

3.

SPK ; digunakan untuk Pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang


bernilai sampai dengan Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan
jasa konsultansi yang nilainya sampai dengan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

4.

rupiah);
Surat Perjanjian ; untuk pengadaan Barang/jasa dengan metode Pelelangan dan
Seleksi.
Sehingga tanda bukti perjanjian (a), (b) dan (c) diperuntukkan untuk pengadaan

langsung sedangkan (d) untuk Pelelangan dan Seleksi. Pengadaan langsung tanpa melalui
proses Prakualifikasi (kecuali Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi), tetapi diawali
dengan proses pengamatan untuk memperoleh keyakinan bahwa calon Penyedia
Barang/Jasa memiliki kemampuan usaha dan kompetensi teknis, dan dilanjutkan dengan
survey harga kepada dan paling sedikit 2 (dua) sumber.
Pemilihan penyedia Barang/ pekerjaan konstruksi/Jasa lainnya dengan metode
pengadaan langsung dilakukan dengan cara :

Pembelian / Pembayaran langsung kepada penyedia untuk pengadaan


Barang/Jasa lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta

pengadaan konstruksi yang menggunakan kuitansi;


Permintaan penawaran yang diserta dengan klarifikasi serta negosiasi teknis
dan harga kepada penyedia untuk pengadaan langsung yang menggunakan
SPK.

HPS pengadaan langsung hanya untuk yang menggunakan Kuitansi dan SPK,
Pembelian/Pembayaran langsung tanpa penetapan HPS oleh PPK.Penunjukan dan
Penetapan Pejabat Pengadaan tidak dibatasi oleh tahun anggaran, sehingga Pejabat
pengadaan dapat melaksanakan proses pengadaan tahun berikutnya, sampai ditetapkan
pejabat pengadaan yang baru.
Meskipun proses pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan oleh pejabat
pengadaan sebagaimana diatur dalam Perpres 70 tahun 2012 sangat sederhana tetapi
tanggungjawab Pejabat pengadaan demikian besar dan beresiko, sehingga integritas dan
profesionalisme pejabat pengadaan patut mendapat perhatian serius, khususnya upaya
peningkatan kompetensi teknis dan kemampuan profesi, karena bila akumulasi
pengadaan Barang/Jasa melalui pengadaan langsung secara nasional dihitung boleh jadi
lebih tinggi dan lebih banyak daripada yang dilakukan oleh Pokja ULP.

2.a.

Tujuan pengawasan DPRD terhadap APBD adalah Dalam rangka pelaksanaan pekarjaan
dan untuk mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada
pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat
dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
pemerintah.
Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan dan
tugas pemerintahan, sehingga pengawasan diadakan dengan maksud untuk:

Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak


Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau

timbulnya kesalahan yang baru


Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program seperti yang telah
ditentukan dalam planning atau tidak

Berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir mengemukakan agar


terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem
manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh
partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan
masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab. Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan
adalah membandingkan antara pelaksanaan dan rencana serta instruksi yang telah dibuat,
untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan
efektivitas kerja dan untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan
kegagalan atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
b.

Macam-macam pengawasan
Dalam hal pengawasan dapat diklasifikasikan macam-macam pengawasan
berdasarkan berbagai hal, yaitu:
a. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh


pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek
sendiri secara on the spot di tempat pekerjaan dan menerima laporanlaporan secara langsung pula dari pelaksana. Sedangkan pengawasan tidak
langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari
pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat
masyarakat dan tanpa pengawasan.
b. Pengawasan Preventif dan Represif
Walaupun prinsip pengawasan adalah preventif, namun bila dihubungkan
dengan waktu pelaksanaan pekerjaan, dapat dibedakan antara Pengawasan
Preventif dan Pengawasan Represif. Pengawasan Preventif berkaitan dengan
pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu. Karena
tidak semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah memerlukan
pengesahan. Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau
Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan belum berlaku[4] dan
pengawasan ini dilakukan melalui preaudit sebelum pekerjaan dimulai. Misal
dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja,
rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.
Sedang Pengawasan Represif dapat berbentuk penangguhan berlaku atau
pembatalan. Suatu Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang
sudah berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat dapat ditangguhkan atau
dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan pengawasan ini
dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di
tempat, meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.[5]
c. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern
Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam
organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh
pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi di dalam praktek hal ini tidak selalu
mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada dasarnya
berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan
secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Sedangkan Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh


aparat dari luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur
Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap
Departemen dan Instansi pemarintah lain.
Macam-macam pengawasan ini didasarkan pada pengklasifikasian pengawasan.
Disamping itu pula ada beberapa macam pengawasan dilihat dari bidang pengawasannya,
yakni:

3.

Pengawasan anggaran pendapatan (budgetary control)


Pengawasan biaya (cost control)
Pengawasan barang inventaris (inventory control)
Pengawasan produksi (production control)
Pengawasan jumlah hasil kerja ( quality control)
Laporan Pertanggungjawaban

Keuangan

Daerah merupakan kepentingan

informasi dari Pemerintah Daerah selaku entitas pelaporan keuangan daerah diwajibkan
menyampaikan laporan pertanggungjawab berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). LKPD terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan
Catatan atas Laporan Keuangan. LKPD disusun oleh Kepala SKPKD selaku PPKD pada
setiap

tahun

untuk

disampaikan

kepada

Kepala

Daerah

dalam

rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) dan laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaraan
daerah. selanjutnya sebelum Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir, LKPD disampaikan oleh Kepala Daerah kepada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran
berakhir dan BPK melakukan pemeriksaan terhadap LKPD sesuai dengan mandat
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara.
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Daerah oleh BPK untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan daerah telah disajikan secara wajar
dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Hasil akhir

dari proses audit BPK memberikan pendapat/opini kewajaran informasi keuangan yang
disajikan dalam Laporan Keuangan Daerah. Opini merupakan pernyataan profesional
sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:
Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP);
Kecukupan pengungkapan;
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
Efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).
Pemeriksaan Laporan Keuangan yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman pada
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK
Nomor 1 Tahun 2007. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan
mengungkapkan bahwa pemeriksaan telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Sedangkan laporan atas pengendalian intern
mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian atas pelaporan keuangan yang dianggap
sebagai kondisi yang dapat dilaporkan. BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan
memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan, disertai dengan LHP atas SPI, dan LHP atas kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan.
4. PENDAPATAN ASLI DAERAH
Sedangkan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumbersumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Pada uraian
terdahulu berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan
asli daerah terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang
dipisahkan dan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

A. Pajak Daerah
Menurut Kaho pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public
Investment. Pajak daerah adalah punguttan daerah menurut peraturan yang ditetapakan
sebagai badan hukum publik dalam rangka membeiayai rumah tangganya. Denga kata
lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan
pembangunan daerah hal ini dikemukakan oleh Yasin. Selain itu Davey mengemukakan
pendapatnya tentang pajak daerah yaitu
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah sendiri
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapi pendapatan tarifnya
dilakukan oleh Pemda.
3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi
pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan
(opsen) oleh Pemda.Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 disebutkan
bahwa pajak daerah adalah, yang selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan

yang

berlaku,

yang

digunakan

untuk

membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembengunan daerah.


Pasal 2 ayat (1) dan (2) didalam Undang Undang nomor 18 tahun 1999 disebutkan
bahwa jenis pajak daerah yaitu :
1. Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari : Pajak kenderaan bermotor, Bea balik nama
kenderaan bermotor, Pajak bahan bakar kenderaan bermotor
2. Jenis pajak dearah Tingkat II terdiri dari : Pajak hotel dan restoran, Pajak hiburan,
Pajak reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan
galian golongan C, Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Selanjutnya pasal 3 ayat (1) dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari masingmasing jenis pajak daiantaranya Pajak kenderaan bermotor 5 %, Pajak balik nama

kenderaan bermotor 10 %, Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 5 %, Pajak hotel dan
restoran 10 %, Pajak hiburan 35 %, Pajak reklame 25 %, Pajak penerangan jalan 10 %,
Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C, Pajak pemanfaatan air
bawah tanah dan air permukaan 20 %
Tarif pajak untuk daerah Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan
penetepannya seragam diseluruh Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II, selanjutnya
ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang pajak tidak
dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber pendapatan asli daerah sebagaimana tersebut
diatas, terlihat sangat bervariasi.
B. Retribusi Daerah
Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada negara
yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi
daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha
atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh
masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan
pemerintah kepada yang membutuhkan. Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut
Davey adalah :
1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost dari pada
pelayanan-pelayanan yang disediakan
2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada kesinambungan harga jasa
suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan.
Disamping itu menurut Kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu:
1.
2.
3.

Retibusi dipungut oleh negara


Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomi
Adanya kontra prestasi yang secar langsung dapat ditunjuk

4.

Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam
jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Sedangkan jenis-jenis retribusi yang diserahkan kepada daerah Tingkat II menurut
Kaho berikut inI Uang leges, Biaya jalan / jembatan / tol, Biaya pangkalan, Biaya
penambangan, Biaya potong hewan, Uang muka sewa tanah / bangunan, Uang sempadan
dan izin bangunan, Uang pemakaian tanah milik daerah, Biaya penguburan, Biaya
pengerukan wc, Retribusi pelelangan uang, Izin perusahaan industri kecil, Retribusi
pengujian kenderaan bermotor, Retribusi jembatan timbang, Retribusi stasiun dan taksi,
Balai pengobatan, Retribusi reklame, Sewa pesanggrahan, Pengeluaran hasil pertanian,
hutan dan laut, Biaya pemeriksaan susu dan lainnya, Retribusi tempat rekreasi
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

1.

Retribusi jasa umum, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati

2.

oleh orang pribadi atau badan.


Retribusi jasa usaha, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sector
swasta.
C. Perusahaan Daerah
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu
mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah. Menurut Wayang mengenai
perusahaan daerah sebagai berikut :
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat : Memberi jasa,
Menyelenggarakan pemanfaatan umum, Memupuk pendapatan.
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah

khususnya

dan

pembangunan

kebutuhan

rakyat

dengan

menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja


menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan


rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok
pemerintahan daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup
orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
D. Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut
Devas bahwa : kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II
mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan
bahan jasa. Penerimaan dari saswa, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan
dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangt
bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
2. DANA PERIMBANGAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan
bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
dan antar Pemerintah Daerah. Dana perimbangan terdiri dari :
1. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana
menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang
berasal dari pajak terdiri dari : 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 3) Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
PPh Pasal 21.Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun

2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari 1)
kehutanan, 2) pertambangan umum, 3) perikanan, 4) pertambangan minyak
bumi, 5) pertambangan gas bumi, 6) pertambangan panas bumi .
2. Dana Alokasi Umum
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) Dana Alokasi
Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasiDana
Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan
peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar
daerah. Sony Yuwono, Dwi Cahyono Utomo, Suheiry Zein, dan Azrafiany
A.R (2008) Dana Alokasi Umum digunakan untuk mengurangi ketimpangan
dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah,
proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26% (dua puluh enam
persen) dari penerimaan dalam negeri neto. Sedangkan H.A.W Wijaya (2007)
mengungkapkan bahwa dana alokasi umum menekankan aspek pemerataan
dan keadilan dimana formula dan perhitungannya ditentukan oleh undangundang.
3. Dana Alokasi Khusus
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:107) Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional. Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
kegiatan khusus yang dimaksud adalah
Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak
sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan
transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi / prasarana baru,

pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer.


Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi,


biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai
daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana
alokasi umum.

Anda mungkin juga menyukai