Anda di halaman 1dari 29

Abstrak

Pada penelitian ini dilakukan proses elektrolisis dengan variasi tegangan dan variasi kadar
salinitas. Elektrolit yang digunakan adalah NaCl (natrium chlorida) dengan variasi
tegangan (2,1V;6V;12V) dan variasi kadar salinitas (0,5;15;35). Elektroda yang
digunakan adalah platina sebagai anoda dan stainless steel sebagai katoda akan dialiri arus
bermuatan positif pada anoda dan bermuatan negatif pada katoda. Penelitian dilakukan
selama 180 menit. Hasil penelitian terlihat bahwa salinitas dan tegangan mempengaruhi
produksi gas hidrogen. Semakin besar salinitas yang digunakan maka produksi gas hidrogen
semakin banyak. Begitu juga dengan tegangan, semakin besar tegangan yang diberikan
semakin banyak produksi gas hidrogen. Produksi optimum sebesar 98mL didapatkan pada
salinitas 35 dan tegangan 12 volt.
Kata kunci: Elektrolisis, Gas Hidrogen, NaCl

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Permasalahan kebutuhan energi di Indonesia merupakan masalah yang serius dalam

kehidupan manusia. Energi merupakan komponen penting bagi kelangsungan hidup manusia
karena hampir semua aktivitas kehidupan manusia sangat tergantung terhadap ketersediaan
energi. Kebutuhan energi nasional masih dipenuhi minyak bumi sekitar 53%. Cadangan
minyak bumi di Indonesia diprediksi tersisa sekitar 3,9 miliar barel. Cadangan tersebut
diperkirakan akan habis dalam 11 tahun ke depan. Penyebab masalah tersebut dikarenakan
minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga untuk
mendapatkan kembali memerlukan waktu ratusan juta tahun lamanya. Terbentuknya minyak
bumi sangat lambat, oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menghasilkan sumber energi
alternatif. Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu mengatasi beberapa permasalahan
yang berkaitan dengan penggunaan minyak bumi. Salah satu bentuk energi alternatif untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi adalah gas hidrogen. Gas hidrogen tidak dapat
ditambang melainkan harus diproduksi. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan proses elektrolisis menggunakan air khususnya air laut. Air merupakan sumber
daya alam yang sangat penting bagi kehidupan. Air memiliki jumlah yang sangat melimpah
khususnya air asin di laut sekitar 1.337 juta km3 (Kodoatie, 2010).
Apabila air dikelola dengan baik maka air merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui tetapi belum ada kesadaran dalam mengelola sumber daya air. Produksi gas
hidrogen dari NaCl merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan gas hidrogen.
Gas hidrogen yang tinggi memberikan tingkat emisi yang mendekati zero emission. (Alimah
et.al., 2008)
Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap kemampuan elektroda platina sebagai
anoda danstainless steel sebagai katoda dalam produksi gas hidrogen melalui elektrolisis.
Penelitian ini dilakukanterhadap variasi tegangan dan kadar salinitas yang digunakan secara
batch, dimaksudkan bahwa perlakuan terhadap sampel tanpa dilakukan penambahan maupun
proses pergantian sampel secara terus menerus. Penelitian ini digunakan variasi tegangan
(2,1V; 6V; 12V) dan variasi kadar salinitas (0,5, 15, 35). Elektroda yang digunakan
adalah platina sebagai anoda dan stainless steel sebagai katoda.

1.2

Sifat Bahan Baku dan Produk


Komponen penting yang menunjang proses elektrolisis untuk menghasilkan gas

hidrogen adalah reaktor elektrolisis, elektroda (katoda dan anoda), dan larutan elektrolit.
a. Reaktor elektrolisis
Rancangan reaktor penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya yang
dirancang sesuai dengan pelaksanaan produksi gas. Reaktor merupakan tempat larutan
elektrolit, sekaligus tempatberlangsungnya proses elektrolisis untuk menghasilkan gas
hidrogen (H2). Reaktor berbentuk seperti trisula dimaksudkan agar gas yang terbentuk pada
tiap-tiap elektroda tidak tercampur serta dapat diukurvolumenya. Reaktor ini terbuat dari
gelas dan bagian katup terbuat dari bahan teflon. Pada bagian atas, terdapat katup bertujuan
untuk menahan gas yang terbentuk agar tidak keluar melebihi dari batas reaktor dan sebagai
tempat mengeluarkan gas saat pengamatan telah selesai. Bagian bawah reaktor digunakan
karet bertujuan sebagai tutup reaktor sekaligus menahan masing-masing elektroda (anoda dan
katoda). Sekeliling karet diperlukan isolasi pipa bertujuan untuk menghindari terjadinya
kebocoran. Pengukuran gas dilakukan dengan melihat angka volume pada reaktor setiap 10
menit selama 180 menit.
b. Elektroda
Elektroda berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari adaptor menuju larutan
elektrolit, sehingga terjadi proses elektrolisis. Elektroda ini akan dipasang bagian bawah
reaktor, yaitu platina sebagai anoda dan stainless steel sebagai katoda. Alat ini terdiri dari dua
macam elektroda serta masing-masing mempunyai ukuran antara lain anoda merupakan
elektroda berukuran (diameter 0,5cm dan tinggi 4cm) dan katoda merupakan elektroda
berukuran (2,5cm x 1cm) diberi arus listrik atau tegangan bermuatan negatif oleh adaptor.
Elektroda tersebut dimasukkan ke dalam reaktor melalui bagian bawah reaktor dibantu
dengan karet sumbat serta diberikan isolasi. Pemasangan elektroda dipasang pada kutub
positif sebagai anoda dan kutub negatif sebagai katoda.
c. Larutan elektrolit
Larutan elektrolit terbuat dari kristal NaCl dilarutkan dengan aquadest. Berdasarkan
hasil perhitungan massa NaCl, maka nilai tersebut digunakan untuk menimbang garam NaCl
sebagai variasi salinitas. Kristal NaCl akan ditimbang menggunakan neraca analitik dan
3

dilarutkan dengan aquades pada labu ukur (1000mL) sampai batas leher labu ukur. Larutan
elektrolit (NaCl) sesuai variasi salinitas dimasukkan ke dalam reaktor melalui bagian tengah
reaktor sebagai inlet hingga batas yang ditentukan kemudian katup reaktor di tutup agar
elektrolit tersebut tidak keluar.
1.3 Penentuan Kapasitas Produksi

Ketersediaan Bahan Baku


Salah satu sumber bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan Hidrogen
adalah air (H2O) yang dapat di peroleh dari sumber mata air di daerah mata ie
Keutapang Banda Aceh

Kebutuhan produk dalam negeri


Salah satu komoditi yang paling banyak permintaannya adalah hidrogen. Ada juga
komoditi-komoditi lain yang masih diimpor yang merupakan produk dari proses
Hidrogenasi. Hidrogen mempunyai fungsi sebagai bahan baku pembuatan Amoniak,
oxygenated compound, keperluan elektrolisa, start up cracker, perengkahan fraksifraksi minyak bumi, dan bahan baku berbagai zat kimia lainnya. Sehubungan dengan
hal tersebut diatas maka dibuatlah suatu pra rencana pabrik pembuatan hydrogen.
Tabel 1.3.1 Kebutuhan Hidrogen Untuk Beberapa Jenis Produk
Bahan Baku

Produk

Kebutuhan Hidrogen
Pada 150oC.m3

Fenol
Sikloheksanol
787
Nitrogen
Amonia
2.645
Naftalena
Tetralin
378
Olein
stearin
82
Diisobutilena
Isooktana
1.600
Karbon monoksida
Metanol
1.715
Sumber: Stengel dan Shreve, Economic Aspetc Of Hydrogen

Data ekspor produk

Ekspor gas hidrogen tahun 2006


30
25
20
15
10
5
0

gas hidrogen (ton)

Sumber: www.bps.go.id

Data ekspor produk

Impor gas hidrogen tahun 2006


120000
100000
80000
60000

gas hidrogen (ton)

40000
20000
0

Sumber: www.bps.go.id

Perkiraan kebutuhan produk pada tahun 2020

Perkiraan kebutuhan produk


15
10
Jumlah Hidrogen (Ton)

5
0
2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022
Tahun

Berdasarkan data kebutuhan hidrogen di atas di peroleh perkiraan kebutuhan


Hidrogen pada tahun 2020 adalah 53.000 ton/tahun.

1.4 Penentuan Lokasi Pabrik


1.4.1 Ketersediaan Utilitas
Upaya perancangan bangunan, apapun sarana, metode, atau pendekatan yang
digunakan, pada akhirnya akan berfungsi sebagai wadah kegiatan manusia. Dengan demikian
titik tolak keseluruhan pemikiran dan upaya perancangan tersebut haruslah berdasarkan pada
tuntutan dan persyaratan dari SDM yang harus dipenuhi. Dengan demikian diharapkan akan
tercipta suatu ruang kerja pengolahaan air menghasilkan hidrogen ini yang secara umum bisa
dinikmati dan dirasakan nyaman oleh calon penghuni tersebut.
Persyaratan utilitas ruang secara umum diartikan sebagai suatu persyaratan fisik
lingkungan dan suasana suatu ruang yang mengarah pada terciptanya ruang berkualitas,
ditinjau dari aspek kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, yang bisa diformulasikan lagi
sebagai suatu ruang yang menyenangkan
Kenikmatan (comfort) pada suatu ruangan akan tercipta dari 2 faktor pokok, yaitu
adanya 1).kesegaran atau kelancaran sirkulasi udara dan 2). adanya kenyamanan. Dari aspek
psikologis, kenikmatan dapat bersifat relatif, namun pada tinjauan aspek fisik, kenikmatan

akan lebih banyak bersifat universal, walau untuk inipun masih dibatasi pula oleh kebiasaan
manusia dan ciri fisik alam pada suatu batas geografis tertentu.
Kesegaran akan banyak menyangkut masalah terpenuhinya kebutuhan udara yang sehat
dan bersih bagi penghuni ruang, meliputi kelancaran sirkulasi, kuantitas maupun kualitas
udara yang ada, sedangkan kenyamanan, walaupun secara umum tidak bisa dipisahkan dari
faktor kesegaran ruang, akan lebih banyak menyangkut faktor distribusi/penyebaran
pencahayaan ruang, konstanitas kelembaban dan suhu ruang yang diharapkan. Kedua hal
tersebut diatas merupakan faktor pokok pada Persyaratan Utilitas Ruang. Permasalahannya
adalah bagaimana memanfaatkan terang sinar matahari tanpa kena efek langsung panasnya
dan melancarkan sirkulasi udara ke dalam ruangan dengan nyaman ?. Berikut ini akan
diuraikan hal-hal yang terkait dengan permasalahan tersebut. Salah satu ketersediaan utilitas
yang terdapat di daerah Mata Ie adalaha iklimnya yang tropis lembab . iklim tropis lembab ini
bisa mencakup sirkulasi udara, sinar matahari, kelembaban tanah, dan cuaca daerah setempat.
Adapun pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut.
Pemanfaatan Kondisi Alam Iklim Tropis.
Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis
kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya, serta
daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara di Asia,
termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya beberapa bagian
pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering, namun itupun tidak terjadi
sepanjang tahun.
Dengan kondisi iklim tropis lembab di daerah Mata Ie ini, dimana potensi angin dan
cahaya matahari merupakan sumber daya alam yang cukup berlimpah, maka sewajarnyalah
upaya perancangan bangunan selalu berorientasi pada pemanfaatan kondisi dan potensi alam
di derah ini.
Matahari memberi banyak manfaat kepada kita, memberi sinar dan kehangatan yang
merupakan ciri daerah tropis, serta memberi kesehatan dan energi. Anginpun sangat
bermanfaat untuk memberikan kesejukan, kesegaran, kebersihan aroma dan kelegaan
bernafas pada paru-paru kita.
Kondisi suhu udara didaerah tropis lembab biasanya tinggi, namun hal tersebut tidak
akan terasa mengganggu apabila ada yang mengimbanginya, yaitu adanya hembusan angin
7

yang cukup. Sebagai contoh, walaupun suhu sangat panas, namun perasaan panas tersebut
bisa tereduksi dengan berhembusnya angin laut yang mengalir konstan.
Dengan demikian faktor penentu ketidaknyamanan terutama bukan disebabkan oleh
panasnya udara, namun pada faktor kelembaban yang berlebihan. Hembusan angin akan
sangat membantu penguapan kandungan air yang berlebihan pada udara, dengan demikian
akan mengurangi derajat kelembaban yang berlebihan, karena hal tersebut akan banyak
membawa kerugian bagi fisik bangunan maupun fisik manusia/aspek kesehatan.
Menyangkut hal tersebut, Brown (1987:87) menyatakan bahwa pengaruh kelembaban
yang berlebihan pada udara akan berpengaruh pada fisik bangunan yaitu akan mempercepat
tumbuhnya organisme yang merapuhkan dan membusukkan kayu, menyebabkan tumbuhnya
jamur dan lumut pada dinding serta mempercepat proses oksidasi/pengkaratan pada bahanbahan baja/logam, sedangkan pada fisik manusia bisa menyebabkan timbulnya penyakit
rheumatik, pneumonia dan sejenisnya.
Hal diatas harus benar-benar diperhatikan dalam suatu upaya perancangan bangunan,
yaitu dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan, standard, dan pedoman-pedoman
perancangan, sehingga diharapkan akan tercapai ruang yang segar dan nyaman, yang berarti
terciptanya ruang yang berkualitas.
Dari uraian diatas, maka upaya pemanfaatan dan pengelolaan kondisi alam daerah
beriklim tropis mencakup:
Pengupayaan sarana sirkulasi udara yang memadai,
Pengupayaan sarana pemanfaatan sinar matahari,
Pengatasan terhadap kelembaban dari air tanah
Pengatasan terhadap cuaca/iklim setempat.

Sirkulasi Udara Pada Ruang ruang Kegiatan


Prinsip upaya perancangan bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus
mempertimbangkan pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah
pengupayaan pemikiran penghawaan alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran
sirkulasi udara pada bangunan tersebut.
Brown (1987:123) menyebutkan bahwa prinsip terjadinya aliran udara adalah,
mengalirnya udara dari daerah bertekanan tinggi kearah daerah yang bertekanan rendah.
Perbedaan tekanan udara terjadi karena adanya perbedaan temperatur pada masing-masing
8

daerah tersebut, dimana secara horizontal akan menimbulkan perbedaan tekanan dan secara
vertikal akan menimbulkan perbedaan berat jenis.
Dalam upaya pemanfaatan penghawaan alami, perlu diperhatikan bahwa pengaliran
udara yang perlahan-lahan namun kontinyu sangat mutlak diperlukan, agar udara didalam
ruangan selalu diganti dengan udara yang bersih, sehat, segar dan terasa nyaman. Pada
kegiatan rumah tinggal, pergantian udara bisa dikatakan baik apabila udara didalam ruangan
dapat selalu berganti sebanyak 15 m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi
pergantian udara harus semakin sering.
Keterlambatan atau kekurangan volume pergantian udara didalam ruang akan
meningkatkan derajat kelembaban ruang, yang akan menimbulkan perasaan tidak nyaman,
disamping itu udara kotor sisa gas buang yang tidak secepatnya tersalur keluar akan sangat
merugikan kesehatan pemakai ruang. Sebagai pedoman, suatu ruang akan terasa nyaman
untuk tubuh apabila kelembaban didalam ruang tersebut berkisar antara 40 60%. Pada
ruang-ruang yang jarang terkena pengaruh panas sinar matahari, maka pengendalian
kelembaban sangat ditentukan oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam ruang
tersebut.
Kelembaban tinggi, disamping disebabkan oleh kurang lancarnya sirkulasi udara
didalam ruang dan kurangnya pengaruh sinar matahari, juga disebabkan oleh faktor-faktor:
Air hujan:
Akibat merembesnya air hujan dari luar dinding kedalam dinding bangunan,
Akibat merembesnya air hujan yang disebabkan oleh sistem talang air hujan yang tidak
benar, misalnya talang datar yang teletak diatas dinding memanjang,
Penyusupan air hujan melalui sela daun pintu, jendela dan lain-lain yang tidak rapat
sempurna dan masih terkena tampias air hujan.
Kondisi air tanah
Akibat merembesnya air dari tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai secara
kapilerisasi.
Dengan demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci juga
tergantung dari penyebab utama timbulnya hal tersebut.

Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Horisontal.


Perancangan tata ruang yang benar harus dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi
atau pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang dirancang. Kelancaran
aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa diperoleh dengan:
1. Membuat lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan (cross
ventilation),
2. Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing ruang, karena udara akan mengalir
dari daerah dengan suhu rendah (yang mempunyai tekanan tinggi) kedaerah dengan suhu
tinggi (yang mempunyai tekanan rendah).
Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam perancangan tata ruang, perlu dipikirkan
1). Spesifikasi arah angin dominan pada suatu lokasi dimana bangunan akan didirikan, dan
2). Dengan memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan ruang dengan
kondisi suhu ruang yang bervariasi, untuk mengarahkan dan memperlancar sirkulasi udara
ruang, yaitu dengan upaya pengolahan pelubangan-pelubangan yang berbeda-beda.
Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang datang masuk ke ruangan ternyata
terlalu kencang, sehingga justru menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Untuk mengatasi
hal ini perlu dipikirkan dan diupayakan adanya semacam louvre atau kisi-kisi yang dipasang
pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai sarana untuk membelokkan dan
memperlambat kecepatan angin yang masuk ruangan, sehingga ruangan bisa terasa nyaman.
Brown (1987:87) menyatakan bahwa dengan dipasangnya louvre atau kisi-kisi tersebut, dapat
mengurangi kecepatan angin dari 9 - 40 km/jam menjadi 5 7,5 km/jam.
Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal.
Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa prinsip perancangan ventilasi vertikal
adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor dan kering akan selalu mengalir keatas
secara alamiah, sedangkan udara segar dengan berat jenis yang lebih besar akan selalu
mengalir kebawah atau selalu mendekati lantai.
Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya perancangan tata ruang, sehingga
pembuangan udara kotor keluar ruangan dan suplai udara segar ke dalam ruangan dapat
terpenuhi.
Penerapan prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup:
1. Pelubangan dan atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara kotor dan
kering bisa menerobos keluar ruangan secara vertikal,
10

2. Adanya pori-pori pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih mempunyai
sela-sela.
3. Penerapan skylight, yaitu upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem
pencahayaan dari atap, yang dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi vertikal pada
daerah tersebut, dengan demikian panas akibat adanya radiasi sinar matahari dari skylight
bisa berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini disebabkan didaerah tersebut terjadi tekanan
udara rendah akibat timbulnya kenaikan suhu udara,
Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan penghawaan alami pada
perencanaan bangunan akan lebih efektif apabila merupakan penggabungan antara sistem
ventilasi horisontal dengan sistem ventilasi vertikal, karena kedua sistem tersebut akan saling
menunjang. Berdasarkan penelitian, upaya tersebut ternyata bisa menaikkan tingkat
keberhasilan 10% dibandingkan apabila sistem tersebut diterapkan secara terpisah.
Pemanfaatan Sinar Matahari.
Secara umum sinar matahari yang masuk kedalam ruangan bisa dibedakan dalam
beberapa jenis:
1. Sinar Matahari Langsung, yang masuk kedalam ruang tanpa terhalang oleh apapun,
2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan,
Untuk nomor 1 dan 2 biasa disebut sinar langit.
3. Sinar matahari refleksi luar, yaitu sinar matahari hasil pantulan (refleksi) cahaya dari
benda-benda yang berada diluar bangunan, dan masuk kedalam ruangan melalui lubanglubang cahaya. Termasuk disini adalah sinar matahari yang terpantul dari tanah,
perkerasan halaman, rumput, pohon yang selanjutnya terpantul kebidang kerja didalam
ruangan (bidang kerja adalah suatu bidang khayal atau anggapan, setinggi 75 cm dari
lantai, yang dipergunakan sebagai titik tolak perhitungan penyinaran).
4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu sinar matahari pantulan cahaya dari benda-benda atau
elemen-elemen didalam ruang itu sendiri.
Sinar matahari yang bermanfaat karena terangnya, juga akan mendatangkan panas, atau
setidak-tidaknya akan menaikkan suhu ruang, dengan demikian perlu diperhatikan kenyataan:
1). Bahwa gangguan sinar matahari datang dari silau sinarnya, dan kemudian sengatan
panasnya, 2).Sinar matahari disamping memberi terang juga memberi panas.
Dari kedua kenyataan diatas, perlu diambil langkah-langkah dalam upaya perancangan
tata ruang sebagai berikut:

11

Dalam memanfaatkan sinar matahari, seoptimal mungkin kita memanfaatkan sinarnya,


namun sekaligus mengupayakan langkah-langkah untuk bisa mengurangi panas yang
timbul,

Dalam memanfaatkan potensi sinar matahari, kita tidak mengupayakan cahaya langsung,
tapi cukup cahaya pantulan atau cahaya bias.

Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, lubang cahaya harus diletakkan didaerah bayangbayang.

Pemanfaatan cahaya langsung didalam ruang biasanya hanya dipergunakan pada suatu
kasus atau keadaan khusus, yang memerlukan suatu effek arsitektural khusus, kesan
aksentuasi, atau untuk suatu fungsi-fungsi tertentu saja.
Menurut Dirjend Cipta Karya, (1987:12), disebutkan bahwa standard minimal lubang

cahaya untuk ruang-ruang kegiatan sehari-hari adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dalam
ungkapan fisik, biasanya disain lubang cahaya merupakan pemikiran yang tidak terpisahkan
dari disain lubang ventilasi, dengan demikian rincian bentuk maupun perletakannya perlu
dijabarkan lagi dengan lebih detail dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut.
Derajat / tingkat Penyinaran.
Dalam kegiatan perancangan bangunan, upaya pemikiran pemanfaatan sinar matahari
perlu memperhitungkan 3 faktor yang akan mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran suatu
ruang, yaitu:

Ketinggian lubang cahaya


Yang dimaksud ketinggian lubang cahaya adalah jarak vertikal yang diperhitungkan dari
bidang kerja kearah ambang atas maupun ambang bawah lubang cahaya.

Kedalaman ruang
Kedalaman ruang adalah jarak batas ruang terluar dengan batas datang sinar (misalkan:
panjang oversteck dimuka ruang).
Berkaitan dengan ketiga faktor tersebut, menurut Soetiadji, (1986;23), ternyata terdapat

kaitan antara ketinggian lubang cahaya dengan tingkat/derajat penyinaran pada ruangan
berdasarkan tabel dibawah ini:

1. Dikurangi 15 %

DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN
JENDELA SATU SISI
JENDELA DUA SISI
Turun 19 %
Turun 9,5 %

2. Dikurangi 30 %

Turun 38 %

Turun 25

3. Dikurangi 40 %

Turun 63 %

Turun 44

KETINGGIAN LUBANG CAHAYA

12

Lebar lubang cahaya


Lebar lubang cahaya merupakan dimensi horizontal dari lubang cahaya tersebut.

Menurut Soetiadji, lebar lubang cahaya juga memberi pengaruh pada derajat/tingkat
penyinaran sesuai tabel dibawah ini:
LEBAR LUBANG CAHAYA
1. Dikurangi 22 %

DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN
Turun 7 %

2. Dikurangi 50 %

Turun 25 %

Dari tabel diatas, dapat dinyatakan bahwa ketinggian lubang cahaya ternyata lebih
berperan dalam menentukan derajat/tingkat penyinaran ruang dibandingkan dengan kelebaran
(dimensi horisontal) lubang cahaya.
Ungkapan diatas bisa dijabarkan lebih jelas sebagai berikut:
1. Bahwa walaupun lubang cahaya sudah cukup lebar, namun apabila ketinggian lubang
tersebut kurang memenuhi syarat, tidak akan menghasilkan tingkat penyinaran ruang yang
efektif.
2. Makin tinggi lubang cahaya, akan makin efektif tingkat penyinaran yang dihasilkan pada
suatu ruang.
Sedangkan pengaruh antara panjang/lebar oversteck dimuka lubang cahaya terhadap
derajat/tingkat penyinaran didalam ruang adalah sebagai berikut:

1.

PANJANG OVERSTECK
60,00 CM

DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN
SISI DEKAT
SISI JAUH
Turun 14 %
Turun 7,5 %

2. 120,00 CM

Turun 24 %

Turun 15

3. 180,00 CM

Turun 39 %

Turun 22

.
Dari tabel tersebut bisa dinyatakan bahwa oversteck dimuka lubang cahaya sangat
mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran pada suatu ruang, dengan demikian perlu
perhitungan yang matang dalam perencanaan oversteck diatas/dimuka lubang cahaya, supaya
tidak merugikan kwalitas penyinaran pada ruang tersebut.
Radiasi Panas Sinar Matahari.

13

Disamping memancarkan sinar/cahaya, matahari juga akan mengeluarkan panas. Panas


inilah yang harus ditanggulangi dalam upaya perancangan bangunan, setidak-tidaknya
dikurangi sehingga suhu ruangan bisa sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa pemikiran perancangan ruang sebagai upaya untuk mengurangi efek panas
yang disebabkan oleh radiasi panas sinar matahari adalah berdasarkan suatu prinsip
memasang lubang cahaya didaerah bayang-bayang/bias cahaya matahari.
Aplikasinya dalam ungkapan fisik sebagai berikut:
1. Memasang tabir sinar matahari pada bagian luar ruang/lubang cahaya. Cara ini bisa
mereduksi radiasi panas sebesar 90 95 %
2. Memasang tabir sinar matahari dibagian dalam ruang/lubang cahaya. Cara ini dapat
mereduksi radiasi panas sinar matahari sebesar 60 70 %
Tabir sinar matahari bisa berupa tabir horisontal (horizontal blind), atau tabir sinar
matahari vertikal (vertical blind), yang pemasangannya bisa dengan cara pemasangan dengan
bentuk permanen, atau yang bersifat adjustable/moveable, yang bisa diatur sesuai kebutuhan.
Pada penerapannya dalam ungkapan fisik, fungsi tabir sinar matahari bisa berfungsi
ganda, yaitu disamping sebagai sarana untuk mereduksi radiasi panas sinar matahari, juga
sebagai sarana pengatur derajat/tingkat penyinaran ruang, dengan demikian sebaiknya tabir
sinar matahari tersebut diberi warna yang terang/cerah untuk dapat memberi effek bias yang
maksimal.
Upaya Utilitas Ruang Pada Perancangan Fisik.
a. Untuk merancang suatu tata ruang bangunan, perlu dipikirkan suatu organisasi dan pola
perletakan ruang yang mengikuti pola pergerakan pemakai yang selalu bersambung
(continous space), sehingga disamping melancarkan arus sirkulasi pergerakan, juga
memperlancar sirkulasi udara didalam ruang.
b. Pemasangan pelubangan-pelubangan pada dinding-dinding ruang sebaiknya diletakkan
dengan ketinggian yang sama dengan plafond atau sedikitnya mendekati sama dengan
tinggi plafond, untuk ketinggian ambang bawah setinggi-tingginya 75 cm dari lantai
(merupakan ketinggian bidang kerja), dengan demikian diharapkan:
1. Dari aspek penghawaan, akan lebih menyempurnakan kelancaran sirkulasi udara,
dengan

menghindari

kantong-kantong

udara

kering

didalam

ruang,

serta

memperlancar distribusi udara segar masuk kedalam ruang.


2. Dari aspek penyinaran, efek penetrasi sinar matahari akan sangat efektif, karena
tingkat/derajat penyinaran kedalam ruang bisa maksimal.
14

c. Untuk perancangan langit-langit, sebaiknya pada tempat-tempat tertentu diberi kisi-kisi


untuk memudahkan pengaliran udara kering keatas, sedangkan pada ruang-ruang yang
membutuhkan aksen-aksen khusus, lubang/kisi-kisi tersebut bisa dikombinasikan dengan
lubang-lubang cahaya atas (skylight). Dengan demikian didapatkan manfaat dari upaya
diatas, yaitu:
1. Sirkulasi udara arah vertikal bisa berjalan lancar mengalir keatas, karena hal ini juga
dibantu dengan panas yang timbul dari radiasi sinar skylight.
2. Penyinaran alami pada ruang tersebut akan mempunyai nilai khusus sebagai Eye
Catcher atau Point of Interest, yang biasanya pada skylight tersebut dibuat disain
khusus berupa kaca warna ornamental (glass in lood).
d. Warna/cat pada bidang-bidang pembatas ruang sebaiknya diatur sebagai berikut:
1. Warna langit-langit diusahakan memakai warna terang/cerah, karena bidang ini
berfungsi sebagai bidang pantul pokok.
2. Warna dinding diusahakan warna terang/cerah terutama bidang dinding yang
berseberangan dengan lubang cahaya, namun bisa dipilih dengan intensitas terang
dibawah warna langit-langit.
3. Warna lantai/tegel bisa dipilih sesuai selera (bisa warna gelap ataupun terang), karena
bidang lantai bukan merupakan unsur pokok yang mempengaruhi pemantulan cahaya
didalam ruang, kecuali apabila bidang lantai tersebut terletak diteras, yang biasanya
terkena langsung sinar matahari, perlu dipertimbangkan pemilihan warna-warna yang
teduh.
e.

Pemilihan bahan lantai harus benar-benar dari bahan kedap air. Makin baik bahan tersebut
bisa mengisolir air akan makin baik dalam menjaga stabilitas suhu dan kelembaban ruang
yang diinginkan, karena dengan tertahannya air dari tanah yang akan merambat keatas
dengan cara kapiler, maka suhu dan kelembaban didalam ruang akan tetap stabil.
Disamping itu perlu diperhatikan juga pemasangan pasangan kedap air sampai dengan
dinding setinggi 30 cm dari lantai untuk dinding-dinding umumnya, dan setinggi minimal
150 cm untuk dinding-dinding yang langsung berhubungan dengan tempat-tempat basah.

f. Supaya dihindari pemasangan talang datar yang terletak sejajar diatas dinding, karena
rembesan dan pengembunan pada seng talang tersebut akan meresap ke dinding yang
mengakibatkan tumbuhnya jamur dan pelapukan.
g. Penutup atap dari bahan genting akan lebih baik dibandingkan dari bahan-bahan lain yang
berupa lembaran-lembaran besar (seng, asbes dsb), karena susunan genting pada atap
merupakan elemen yang cukup baik sebagai sarana ventilasi vertikal.
15

h. Pemasangan tabir sinar matahari, cukit, jalusi atau pergola dimuka atas lubang jendela
sangat dianjurkan untuk mereduksi silau dan panas sinar matahari. Untuk memperlambat
kecepatan angin yang masuk ruangan perlu dipasang kisi-kisi/jalusi yang dipasang dimuka
lubang jendela.
i. Sejauh mungkin diupayakan, supaya pada salah satu sisi ruangan atau bangunan, bisa
dinaungi oleh rimbunnya gerumbul atau pepohonan, upaya tersebut bermanfaat untuk:
1. Menetralisir/mereduksi panas yang akan masuk ruangan.
2. Perbedaan suhu pada masing-masing sisi ruangan atau bangunan juga akan
mengarahkan dan mempermudah pengaliran sirkulasi udara didalam ruangan.
Kendala Kendala Yang Biasa Dijumpai
Persyaratan Utilitas Ruang bisa diterapkan dalam ungkapan fisik secara ideal apabila
tidak ada keterbatasan yang meliputi; keterbatasan lahan, keterbatasan dana dan rendahnya
kesadaran masyarakat.
Pada penerapannya, justru ketiga hal itulah yang menjadi kendala utama sehingga
persyaratan utilitas ruang tersebut tidak bisa secara maksimal diterapkan. Secara teknis,
kendala akibat keterbatasan lahan mencakup :

Pada kondisi tata ruang yang tersusun berjubel, mengakibatkan tidak lancarnya sirkulasi
udara serta menyulitkan sinar matahari masuk ruangan. Pada penerapan rehabilitasi
terhadap kondisi tersebut, ternyata sulit dalam menerapkan sistem ventilasi dan
pelubangan sinar sesuai pedoman.

Upaya perancangan pada lahan yang relatif sempit dengan dana pembangunan yang sangat
terbatas, juga sulit untuk bisa menghasilkan penataan ruang yang bisa memanfaatkan
penghawaan alami dan sinar matahari, karena dengan pertimbangan penghematan biaya,
bangunan-bangunan dari klas ini biasanya mempunyai penataan ruang yang sangat
sederhana, yang sering menimbulkan kesulitan pada upaya pemanfaatan penghawaan
alami dan sinar matahari secara optimal.

Bukaan-bukaan ruang ditengah ruang/rumah (inner court) yang berfungsi sebagai sarana
sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari sering dipandang sebagai suatu
pemborosan, karena seolah-olah ruang tersebut tidak bermanfaat, sehingga hal tersebut
sering diabaikan, dan dipakai sebagai ruang pada umumnya. Akibatnya ruang-ruang
menjadi pengap dan panas karena tidak terdapat sirkulasi udara yang baik dan lancar.

16

17

BAB II
PEMILIHAN DAN DESKRIPSI PROSES

2.1

Cara Kerja Elektrolisis


Penelitian terhadap produksi gas hidrogen menggunakan elektrolit NaCl. Proses

penguraian pada elektrolisis larutan NaCl dapat dilihat pada reaksi sebagai berikut:
2NaCl(aq) + 2H2O(l) . 2Na+ + 2OH-(aq) + H2(g) + Cl2(g)
Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik (DC) sehingga senyawa pada elektrolit
terurai membentuk ion-ion dan terjadi proses reduksi oksidasi sehingga menghasilkan gas.
Proses elektrolisis diperlukan arus listrik yang tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif
dan efisien. Apabila kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik, elektroda
tersebut akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit sebagai penghantar listrik
menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis dinyatakan bahwa atom
oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif(OH -) dan atom hidrogen membentuk
sebuah ion bermuatan positif (H+). Pada kutub positif menyebabkan ion H+ tertarik ke kutub
katoda yang bermuatan negatif sehingga ion H+ menyatu pada katoda. Atomatom hidrogen
akan membentuk gas hidrogen dalam bentuk gelembung gas pada katoda yangmelayang ke
atas. Hal serupa terjadi pada ion OH- yang menyatu pada anoda kemudian membentuk gas
oksigen dalam bentuk gelembung gas.
2.2

Pembuatan Gas Hidrogen dari Alkohol Elektrolyser


metode yang digunakan untuk pembuatan nano katalis adalah metode Polyol. Hasilnya

pun berupa endapan yang dikeringkan dengan filtrasi menggunakan crussible glass.
Karakteristik nanokatalis yang dihasilkan dilakukan dengan pengamatan SEM dan TEM
untuk mengetahui struktur morfologi katalis. Untuk produksi katalis dilakukan dengan
tahapan yang telahh didapat dan dioptimalkanproses produksinya dan kemudian dilakukan
dengan jumlah yang banyak dan kecepatan pembuatan telah dipersingkat. Diketahui bahwa
reaktifitas katalis sintesa lebih dari katalis komersial pada kondisi dibawah oksigen, didapat
bawa Pt pada permukaan area karbon setelah ditempeli Nafion atau polielektrolit dapat
bekerja dengan baik melebihi komersial.

18

Pembuatan prototype portable elektrolisa methanol/etanol yang menggunakan metode


drier dan umpan balik produk samping yang berupa CO 2 pada tangki bahan bakar, serta
komponen eletroniknya akan segera disempurnakan. Desain elekroliser telah ditentukan
dengan mengacu pada konsep elektroliser yang menggunakan tekanan tinggi pada inlet
masuk sehingga mendapatkan tekanan yang lebi tinggi pada inlet yang keluar.

19

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Pembahasan

Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan air sebagai sumber bahan baku untuk
memproduksi hidrogen. Pembahasan mencakup proses pembuatan gas hidrogen dengan
metode elektrolisis air. Pada proses elektrolisis didasarkan atas penguraian zat elektrolit oleh
arus listrik searah yang akan mengalami perubahan-perubahan kimia. Proses elektrolisis ini
dilakukan dengan menggunakan reaktor elektrolisis, elektroda (katoda dan anoda), dan
larutan elektrolit. Reaktor merupakan tempat larutan elektrolit, sekaligus tempat
berlangsungnya proses elektrolisis untuk menghasilkan gas hidrogen (H 2). Pengukuran gas
dilakukan dengan melihat angka volume pada reaktor setiap 10 menit selama 180 menit.
Elektroda berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari adaptor menuju larutan elektrolit,
sehingga terjadi proses elektrolisis.
Larutan elektrolit terbuat dari kristal NaCl dilarutkan dengan aquadest.Perubahan
kimia yang terjadi selama elektrolisis dapat dilihat sekitar elektroda. Elektroda adalah suatu
sistem dua fase yang terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah
penghantar ionik (larutan). Dalam percobaan, elektroda yang digunakan adalah platina
sebagai anoda dan stainless steel sebagai katoda. Elektrolit yang digunakan adalah NaCl.
Pada pelarutan NaCl dalam air, akan terjadi proses elektrolisis pada larutan berdasarkan
reaksi berikut:
2NaCl(aq) + 2H2O(l) 2Na+ + 2OH- (aq) + H2 (g) + Cl2 (g)

20

Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik (DC) sehingga senyawa pada
elektrolit terurai membentuk ion-ion dan terjadi proses reduksi oksidasi sehingga
menghasilkan gas. Proses elektrolisis diperlukan arus listrik yang tinggi agar proses reaksi
kimia menjadi efektif dan efisien. Apabila kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi
arus listrik, elektroda tersebut akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit
sebagai penghantar listrik menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis
dinyatakan bahwa atom oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif(OH -) dan atom
hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan positif (H+). Pada kutub positif menyebabkan ion
H+ tertarik ke kutub katoda yang bermuatan negatif sehingga ion H + menyatu pada katoda.
Atom-atom hidrogen akan membentuk gas hidrogen dalam bentuk gelembung gas pada
katoda yang melayang ke atas. Hal serupa terjadi pada ion OH - yang menyatu pada anoda
kemudian membentuk gas oksigen dalam bentuk gelembung gas.
Percobaan elektrolisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan variasi tegangan sebesar
2,1 volt, 6 volt dan 12 volt. Variasi tegangan pada proses elektrolisis berpengaruh pada
kemampuan proses elektrolisis dalam produksi gas hidrogen. Berdasarkan ketiga variasi
tegangan yang digunakan produksi gas hidrogen terbesar terjadi pada tegangan 12V yaitu
sebanyak 98 mL, produksi gas hidrogen lebih kecil terjadi pada tegangan 6V dan produksi
gas hidrogen terkecil terjadi pada tegangan 2,1V. Suplai tegangan yang semakin besar akan
mempercepat terjadinya reaksi penguraian larutan sampel NaCl. Reaksi penguraian yang
semakin cepat akan semakin besar pembentukan gas hidrogen pada katoda.
Percobaan pembuatan hidrogen lainnya adalah dengan menggunakan proses
termokimia. Kombinasi dari beberapa reaksi kimia eksoterm dan endoterm membentuk suatu
proses termokimia tertentu yang dapat menurunkan temperatur proses penguraian air
menjadi hidrogen dan oksigen. Pemecahan air secara langsung membutuhkan temperatur
proses 5000oC, sedangkan dengan proses termokimia pemecahan air dapat berlangsung pada
temperatur maksimum 850oC. Dalam proses ini, bahan baku yang diperlukan secara kontinyu
hanyalah air, karena bahan kimia yang digunakan dalam reaksi didaur ulang ke dalam proses.
Analisis yang digunakan adalah dengan siklus iodium-sulfur. Dari banyak jenis proses
termokimia untuk memproduksi hidrogen, proses iodine-sulfur (proses IS) merupakan proses
yang menjanjikan (Kasahara dkk., 2006). Proses ini terdiri atas 3 (tiga) reaksi, yaitu:
1. Reaksi Bunsen: I2 + SO2 + H2O 2 HI + H2SO4, reaksi ini berlangsung pada suhu
130C
2. Reaksi dekomposisi H2SO4 menjadi H2O, SO2, dan O2: H2SO4 H2O + SO2 + O2
3. Reaksi dekomposisi HI menjadi H2 dan I2: 2 HI H2 + I2
21

SO2 yang diperoleh dari reaksi 2 dan I2 yang diperoleh dari reaksi 3 didaur ulang ke reaksi
Bunsen. Jadi dalam siklus ini, air diuraikan menjadi H2 dan O2.
Proses produksi hidrogen dengan metode siklus iodium-sulfur dapat menjanjikan
peningkatan efisiensi termal hingga sekitar 75%. Lebih menguntungkan lagi, apabila proses
produksi hidrogen ini digunakan energi termal dari reaktor nuklir, karena proses termokimia
tersebut dapat meningkatkan efisiensi termal reaktor nuklir sampai sekitar 85%. Selain itu
metode produksi hidrogen secara termokimia adalah bersih dan ramah lingkungan.
Sedangkan, dengan elektrolisis memiliki efisiensi sebesar 25%-35%. Efisien yang rendah ini
disebabkan oleh penggunaan energi listrik yang besar. Selain itu, pada proses elektrolisis
biaya produksi yang diperlukan cukup mahal, akibat penggunaan energi listrik yang
diperlukan dalam jumlah yang besar, dan diperlukan tegangan yang besar untuk dapat
memperoleh hidrogen dalam jumlah yang banyak.
3.1 Produksi Gas Hidrogen Berdasarkan Variasi Tegangan dan Salinitas
Penelitian dilakukan selama 180 menit menggunakan elektroda stainless steel pada
katoda. Pengamatan yang diperoleh pada produksi gas adalah elektroda positif (anoda)
terbentuk gas oksigen (O2), hal ini terjadi dikarenakan berdasarkan Tabel 2.1 (Potensial
Reduksi) menyatakan bahwa air lebih mudah dioksidasi daripada Cl2 (E0 = -1,36V) karena
Eo dari kedua reaksi menyatakan O2 (E0 = - 1,23V) mendekati nilai positif sehingga lebih
mudah teroksidasi (Sunarya, 2007). Pada elektroda negatif (katoda) terbentuk gas hidrogen
(H2), hal ini terjadi berdasarkan Tabel 2.4 (Potensial Reduksi) menyatakan bahwa air lebih
mudah direduksi daripada ion Na (E0 = -2,71V) karena Eo dari kedua reaksi menyatakan H2
(E0 = -0,83V) mendekati nilai negatif sehingga lebih mudah tereduksi (Sunarya, 2007) dan
terjadi pembentukan gas hidrogen (H2) pada katoda. Langkah akhir dari penelitian dilakukan
pengamatan pH dan salinitas pada masing-masing elektroda. pH didapatkan dari masingmasing elektroda antara lain asam pada anoda dan basa pada katoda. Ion yang menyebabkan
menyebabkan sifat asam itu adalah proton (H+) sedangkan ion hidroksida (OH-)
menyebabkan sifat basa. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pH pada anoda yang bersifat
asam disebabkan karena terjadi persaingan dengan OH- sehingga ion Cl- bereaksi dengan air
sedangkan katoda bersifat basa karena ion Na+ mengalami persaingan dengan ion H+
sehingga ion Na+ bereaksi dengan OH- yang mengalami oksidasi membentuk natrium
hidroksida (NaOH). Penelitian ini juga mengamati salinitas kondisi sebelum dan sesudah
proses elektrolisis, terjadi perbedaan antara sebelum dan sesudah. Kondisi sesudah proses
elektrolisis, salinitas pada anoda lebih besar daripada salinitas pada katoda. Hal ini terjadi
22

dikarenakan muatan positif yang mengalir pada permukaan anoda telah menarik ion klor
selama proses elektrolisis. Hasil produksi gas dari masing-masing variasi tegangan dan
konsentrasi sebagai berikut:
3.1.1 Produksi Gas Hidrogen dengan Variasi Tegangan pada Salinitas 0,5
Hasil penelitian menyatakan bahwa reaksi kimia telah berlangsung dan membentuk
gelembung gas. Penelitian pada tegangan 2,1 volt terbentuk gelembung gas tetapi hanya
menempel pada dinding reaktor, peristiwa ini dikatakan bahwa reaksi dapat berlangsung
ketika diperlukan potensial reaksi dengan jumlah besar dari potensial teoritis atau disebut
overpotensial. Overpotensial menyebabkan tegangan kerja jauh lebih besar daripada tegangan
kesetimbangan. Pada proses elektrolisis terjadi pembentukan terjadi perubahan kuat arus
selama produksi gas hidrogen, dapat dilihat pada Gambar 1. 2

Grafik arus pada Gambar 1.2 menandakan bahwa terjadi difusi ion-ion dari larutan ke
elektroda yang lambat dan terjadi kerapatan arus sehingga arus yang diukur sangat kecil.
Produksi gas hidrogen selama proses elektrolisis pada tegangan 6 volt, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1.2

23

Berdasarkan Gambar 1.3 ditunjukkan bahwa volume gas hidrogen dari menit ke 0
sampai menit ke 180 menandakan bahwa terjadi kenaikan potensial yang mengakibatkan
kenaikan terhadap arus karena bertambahnya jumlah ion yang mencapai elektroda sebagai
akibat migrasi dan difusi dari elektrolit. Grafik arus pada Gambar 1.4 dihasilkan kuat arus
yang tidak linier karena dipengaruhi oleh difusi ionion dari larutan ke permukaan elektroda
dan terjadi kekuatan tarik menarik antara ion-ion muatan berlawanan sehingga kuat arus yang
terjadi mula-mula rendah dan secara perlahan meningkat. Penelitian tahap ketiga pada
salinitas 0,5 yaitu menggunakan tegangan 12 volt. Produksi gas 10 hidrogen selama proses
elektrolisis, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.5. Pada proses elektrolisis
terjadi perubahan kuat arus selama produksi gas hidrogen dapat dilihat pada Gambar 1.6

Pada Gambar 1.5 bentuk kurva tidak linier diperkirakan pada menit ke 0 sampai menit
ke 100 terjadi peningkatan produksi gas yang tajam karena bertambahnya jumlah ion yang
mencapai elektroda sedangkan menit ke 110 sampai menit ke 180 terjadi penurunan karena
kecepatan ionisasi dalam elektrolit jauh lebih cepat daripada kecepatan transfer elektron ke
elektroda. Pada proses elektrolisis terjadi perubahan kuat arus selama produksi gas hidrogen,
hasil yang didapatkan tidak linier karena dipengaruhi oleh difusi ion-ion dari larutan ke
permukaan elektroda dan terjadi kekuatan tarik menarik antara ion-ion muatan berlawanan
sehingga kuat arus yang terjadi mula-mula rendah dan secara perlahan meningkat, lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.6
3.1.2 Produksi Gas Hidrogen dengan Variasi Tegangan pada Salinitas 15
Penelitian ini menggunakan salinitas 15 dengan variasi tegangan 2,1 volt; 6 volt
dan 12 volt. Penelitian dilakukan sebanyak 3 kali untuk produksi gas hidrogen (H2) dengan
24

membentuk gelembung gas pada anoda dan katoda. Katoda lebih cepat menghasilkan
gelembung berukuran besar dibandingkan anoda, karena katoda mengalami reduksi dan
anoda mengalami oksidasi sehingga anoda menghasilkan gelembung berukuran kecil. Pada
tegangan 2,1 volt terhadap salinitas 15 dapat produksi gas hidrogen, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1.7

Berdasarkan Gambar 1.7 ditunjukkan bahwa terjadi bertambahnya jumlah ion yang
mencapai elektroda sebagai akibat migrasi dan difusi dari elektrolit. Terhadap grafik arus
pada Gambar 1.8 menandakan bahwa terjadi difusi ion-ion dari larutan ke elektroda yang
lambat dan terjadi kerapatan arus sehingga arus yang diukur sangat kecil. Produksi gas
hidrogen selama proses elektrolisis terhadap tegangan 6volt, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1.9

Berdasarkan Gambar 1.9 ditunjukkan bahwa terjadi kenaikan potensial yang


mengakibatkan kenaikan terhadap arus karena bertambahnya jumlah ion yang mencapai
elektroda sebagai akibat migrasi dan difusi dari elektrolit. Grafik arus pada Gambar 1.10
25

dihasilkan kuat arus yang tidak linier dipengaruhi oleh difusi ion-ion dari larutan ke
permukaan elektroda dan terjadi kekuatan tarik menarik antara ionion muatan berlawanan
sehingga kuat arus yang terjadi mula-mula rendah dan secara perlahan meningkat. Produksi
gas hidrogen selama proses elektrolisis terhadap tegangan 12 volt, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1.11

Pada Gambar 1.11 ditunjukkan bahwa kenaikan potensial yang mengakibatkan


kenaikan terhadap arus karena bertambahnya jumlah ion yang mencapai elektroda sebagai
akibat migrasi dan difusi dari elektrolit. Pada proses elektrolisis terjadi perubahan kuat arus
selama produksi gas hidrogen, hasil yang didapatkan pada Gambar 1.12 tidak linier karena
dipengaruhi oleh difusi ion-ion dari larutan ke permukaan elektroda dan terjadi kekuatan tarik
menarik antara ion-ion muatan berlawanan sehingga kuat arus yang terjadi mula-mula rendah
dan secara perlahan meningkat.
3.1.3 Produksi Gas Hidrogen dengan Variasi Tegangan pada Konsentrasi 35
Produksi gas hidrogen selama proses elektrolisis terhadap tegangan 2,1 volt lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.13

26

Pada Gambar 1.13 bentuk kurva tidak linier dikarenakan pada menit ke 0 sampai
menit ke 50 menunjukkan bahwa terjadi penstabilan arus sehingga produksi gas hidrogen
tidak terlalu banyak, menit ke 60 sampai menit ke 110 terjadi peningkatan karena
bertambahnya jumlah ion yang mencapai elektroda. Pada menit ke 120 sampai ke 180 terjadi
penurunan disebabkan oleh kecepatan ionisasi dalam elektrolit jauh lebih cepat daripada
kecepatan transfer elektron ke elektroda. Grafik arus pada Gambar 1.14 menandakan bahwa
terjadi difusi ion-ion dari larutan ke elektroda yang lambat dan terjadi kerapatan arus
sehingga arus yang diukur sangat kecil. Produksi gas hidrogen selama proses elektrolisis
terhadap 6 volt, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.15

Penelitian dengan tegangan 6 volt berdasarkan Gambar 4.14 ditunjukkan bahwa


volume gas hidrogen dari menit ke 0 sampai menit ke 180 menandakan bahwa kenaikan
potensial yang mengakibatkan kenaikan terhadap arus karena bertambahnya jumlah ion yang
mencapai elektroda sebagai akibat migrasi dan difusi dari elektrolit. Hasil yang didapatkan
27

pada Gambar 4.15 tidak linier karena dipengaruhi oleh difusi ion-ion dari larutan ke
permukaan elektroda dan terjadi kekuatan tarik menarik antara ion-ion muatan berlawanan
sehingga kuat arus yang terjadi mula-mula rendah dan secara perlahan meningkat. Produksi
gas hidrogen selama proses elektrolisis terhadap 12 volt, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1.16

Berdasarkan Gambar 1.16 ditunjukkan bahwa volume gas hidrogen dari menit ke 0
sampai menit ke 180 menandakan bahwa kenaikan potensial yang mengakibatkan kenaikan
terhadap arus karena bertambahnya jumlah ion yang mencapai elektroda sebagai akibat
migrasi dan difusi dari elektrolit. Hasil yang didapatkan pada Gambar 4.17 tidak linier karena
dipengaruhi oleh difusi ion-ion dari larutan ke permukaan elektroda dan terjadi kekuatan tarik
menarik antara ion-ion muatan berlawanan sehingga kuat arus yang terjadi mula-mula rendah
dan secara perlahan meningkat. Dilihat dari ketiga penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbandingan yang diperoleh terhadap salinitas 0,5, 15 dan 35 dalam produksi gas
hidrogen, ditunjukkan bahwa gas hidrogen yang paling banyak terbentuk adalah 35. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar salinitas maka produksi gas hidrogen yang terbentuk
semakin banyak, dikatakan demikian karena salinitas besar menyebabkan daya hantar larutan
cepat sehingga kekuatan untuk menarik ion dengan muatan berlawanan semakin besar. Hal
serupa juga terjadi pada variasi tegangan yang menyatakan bahwa semakin besar tegangan
maka produksi gas hidrogen yang terbentuk semakin banyak.
3.2 Pengaruh Variasi Tegangan Terhadap Produksi Gas Hidrogen
Pada penelitian ini, peneliti menetapkan variasi tegangan sebesar 2,1 volt, 6 volt dan
12 volt dengan anggapan bahwa variasi tegangan diasumsikan telah melewati batas minimum
nilai tegangan sesuai persamaan 4.1 untuk proses elektrolisis. Variasi tegangan pada proses
28

elektrolisis berpengaruh pada kemampuan proses elektrolisis dalam produksi gas hidrogen.
Berdasarkan ketiga variasi tegangan yang digunakan produksi gas hidrogen terbesar terjadi
pada tegangan 12V, produksi gas hidrogen lebih kecil terjadi pada tegangan 6V dan produksi
gas hidrogen terkecil terjadi pada tegangan 2,1V. Suplai 15 tegangan yang semakin besar
akan mempercepat terjadinya reaksi penguraian larutan sampel NaCl. Reaksi penguraian
yang semakin cepat akan semakin besar pembentukan gas hidrogen pada katoda. Variasi
tegangan juga berpengaruh terhadap perubahan kuat arus selama proses elektrolisis.
Perubahan kuat arus yang diukur adalah kuat arus yang terjadi selama proses elektrolisis.
3.3 Pengaruh Salinitas Terhadap Produksi Gas Hidrogen
Berdasarkan hasil penelitian salinitas optimum dalam produksi gas hidrogen adalah
35. Hal ini disebabkan karena terjadi proses pertukaran ion-ion dalam larutan yang
memiliki kekuatan besar untuk menarik ion muatan yang berlawanan sehingga semakin
banyak produksi gas hidrogen yang diperoleh. Pada akhir penelitian, salinitas pada anoda
memiliki nilai lebih besar dibandingkan katoda karena terjadi gaya tarik menarik ion klor
menuju anoda karena ion klor merupakan ion negatif berlawanan dengan kutub positif
(Brady, 1999).

29

Anda mungkin juga menyukai