Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.

LATAR BELAKANG
Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata
rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi
oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor biologis , termasuk
kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal
pada orang dengan retardasi mental ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental).1
Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira kira 1 persen dari populasi. Insidensi
retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama
waktu yang panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik. (kaplan) prevalensi untuk RM
ringan 0,37 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 0,4%. 2 Insidensi tertinggi adalah
pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki laki
dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka dengan retardasi mental yang berat
atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai. 1
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang.
Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3% mempunyai IQ
dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini
memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya. 3 Sehingga retardasi mental masih merupakan
dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.

DEFINISI

Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang
berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif. 3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan
mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. 4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu
limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan
konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan
batas derajat IQ 70.2
2. ETIOLOGI
a.
i.

Kelainan Kromosom
Sindrom Down

Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki
anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang
pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil
yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar
pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher
yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga

tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung
ke dalam.1

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down


ii.

Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. 1
Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental
terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas,
ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah
pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan
kalimat.1

iii.

Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1
dalam 10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi
mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak anak dengan sindrom ini
seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang. 1

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi


iv.

Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)

Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan
menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga
yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas
(disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang dengan
bertambahnya usia.1
v.

Kelainan kromosom lain

Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan
Sindrom Down.1
b.

Faktor Genetik Lain

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi
mental kecuali bila pola makan amat dikontrol. 3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang
sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000
kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU
adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah

ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau
tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang
atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang
aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan
seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan
perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya
sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan
perceptual.1

Gambar 3. Phenylketouria
c.

Faktor Prenatal

Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya
terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental,
seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anakanak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata
sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak,
seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan
retardasi mental.3
d.

Faktor Perinatal

Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi
mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang
menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat
gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intrakranial. 1
e.

Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak

Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu.
Secara retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap
sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah
gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1

Infeksi.

Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis.

Trauma kepala

Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan
kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti
terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.

Masalah lain

Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia
yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan
kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi
juga dapat merugikan fungsi otak
f.

Faktor Lingkungan dan Sosiokultural

Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti
lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari
orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak. 3
TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan
dan secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang
buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan
medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah
serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering
terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang
sesuai bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu
pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada resiko
perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko
mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi
gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi mental. 1
3.

DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan

harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua
ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas,
terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu
(misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial
sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang
penyandang RM harus diklasifikasikan.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif
(yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi
terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai
pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang
dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang
ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan
lintas budaya. 2
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual.
2.

Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar

perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan
rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis
fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :4

317

Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70

318

Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55

318.1

Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40

318.2

Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan
atau IQ. Dapat dihitung dengan :3
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi
adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri
tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran
longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan
untuk memastikan penyebab dan prognosis.1
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu,
persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter.
Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien. 1
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan
pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi
komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien
dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami
kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu
penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai.
Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam
persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk
dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan,
introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri,
dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien mengalami
stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan
perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki
penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti
mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat
mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan
epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi
geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan
lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang
digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental
mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan
pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang

ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra
tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks
(hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi
yang buruk.1
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan
metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down.
Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan
kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam
atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama.
Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi
mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi
tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting. 1
4. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :4
F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 69 menunjukkan retardasi mental
ringan.
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan
berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami
keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari
hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan
ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.
Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus
dalam membaca dan menulis.
Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai,
seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan
dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri.
F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial daripada tugas tugas yang tergantung pada bahasa,
sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain
hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. Autisme
masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh
besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga
lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.
Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas
sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang
mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.
F72 Retardasi Mental Berat

IQ biasanya berada dalam rentang 20 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal :
-

Gambaran klinis

Terdapatnya etiologi organik

Kondisi yang menyertainya

Tingkat prestasi yang rendah

Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain
yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara
klinis dari susunan saraf pusat.

F73 Retardasi Mental Sangat Berat


IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti perintah dasar dan
mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan
mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat
sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologik dan
fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada
gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism)
terutam pada penderita yang dapat bergerak.
F78 Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat
sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita
yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah
satu kategori tersebut diatas.
5.

PENATALAKSANAAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik

untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1


A.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan
masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat
gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah,
pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat
menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.
B.
Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat
perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan
tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan
control diet atau dengan terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik.
Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang
dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a.Pendidikan untuk anak

Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab
latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil
dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan
balik yang mendukung.
b.Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah
intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk
mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan
memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah
dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang
harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
c.Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara
meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali
merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif
bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus
timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua
informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan
perbaikna defek sensorik).
d.Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid pada pasien retardasi mental adalah banyak
kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian
berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan
perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental:
Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan
perilaku melukai diri sendiri.
o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien
retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai
mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan
dengan melukai diri sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus
perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri
yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif. Beberapa anak dan
orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan
pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penhambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif
di antara pasien dengan retardasi mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat ditetapkan
sebagai manjur.
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah
menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas. Penelitian terapi
metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dalam referat ini disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social
yang dapat didiagnosis berdasarkan :
1.

Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual.

2.

Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar

perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan
rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis
fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3.

Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi mental diklasifikasikan menjadi retardasi
mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, retardasi mental sangat berat, retardasi mental lainnya, dan
retardasi mental yang tidak tergolongkan. Untuk penatalaksanaanya dibagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tersier.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis,

2.

Binarupa Aksara, Jakarta, 2010


Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

3.

Jakarta, 2010
Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera

4.

Utara, Medan, 2010


Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya,
Jakarta, 2003

Anda mungkin juga menyukai