Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

TB PARU

Pembimbing
dr. Rivai Usman, Sp.A

Disusun oleh :
Anisatantri Andes Winata
1061050101

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 15 Desember 2014 28 Februari 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

BAB I
STATUS MEDIK PASIEN
IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien
An. A
9 bulan
Perempuan
Islam
Jawa
-

Ayah
Ibu
Tn. W
Ny. S
33 tahun
31 tahun
Laki-laki
Perempuan
Taman Kota, Bekasi Jaya
Islam
Islam
Jawa
Jawa
SMA
SMP
Wiraswasta
Ibu Rumah

Hubungan

Tangga
-

dengan orang tua


Tanggal Masuk

: Anak kandung
20 Januari 2015

RS
ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis kepada ayah dan ibu pasien pada tanggal 20 Januari 2015
Keluhan utama
Os datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak berwarna
hijau kekuningan dan tidak disertai darah. Batuk dirasakan terus menerus. Pasien sudah
mengkonsumsi obat batuk namun keluhan tidak membaik. Selain itu menurut ibunya pasien
mengeluh keringat malam sejak 1 bulan yang disertai mual dan pusing. Ibu pasien
mengatakan semenjak sakit, pasien tidak nafsu makan, dan berat badannya makin lama
makin turun. Selain itu, pasien mengeluh demam 1 minggu naik turun namun tidak
disertai menggigil. Batuk juga disertai sesak namun tidak sering, hanya saat malam hari.
Riwayat Perjalanan Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti sekarang ini.


Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Thypoid
Otitis
Parotis

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Maag
Varicela
Operasi

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang paru
Tuberkulosis
Morbili

Umur
-

Riwayat Penyakit Keluarga


Nenek pasien mengeluh batuk lama dan didiagnosa flek paru dan saat ini sedang
melakukan pengobatan. Pasien tinggal bersama neneknya.
Riwayat Kehamilan / Kelahiran
KEHAMILAN
KELAHIRAN

Penyakit kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

Teratur
Rumah bersalin
Bidan
Normal
Cukup bulan
Berat Lahir 2800 gram
Panjang badan 42 Cm
Ibu pasien tidak ingat
lingkar kepala pasien
Bayi langsung menangis
Merah, tidak pucat, tidak
biru, tidak kuning.
Nilai APGAR tidak tahu
Tidak terdapat kelainan
bawaan

Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I

: 6 bulan

Psikomotor
- Tengkurap

: 3 bulan

- Berjalan

: - bulan

- Duduk

: 6 bulan

- Bicara

: - bulan

- Berdiri

: - bulan

- Membaca/Menulis : -

- Merangkak

: - bulan

Kesan: perkembangan sesuai dengan usia.


Gangguan perkembangan mental dan emosional
Tidak ada riwayat gangguan perkembangan mental dan emosional
Riwayat Makanan
Umur (bulan)

ASI/PASI

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

0-2

2-4

4-6

6-8

8-10

10-12

Riwayat Imunisasi
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
1 bln
DPT
2 bln 4 bln 6bln
POLIO
Lahir 2 bln 4bln 6bln
CAMPAK
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6bln
Kesimpulan riwayat imunisasi: Os telah mendapat imunisasi dasar lengkap kecuali campak

Riwayat Lingkungan
Perumahan

: milik sendiri

Keadaan rumah : bersih, terdapat 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Ventilasi baik, cahaya
matahari masuk ke jendela. Air kebutuhan rumah tangga dari PAM.
Listrik dari PLN.
Daerah

: perumahan

Kesimpulan keadaan lingkungan: keadaan rumah dan daerah sekitarnya cukup baik
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Data Antropometri
Berat badan

: 8 kg

Tinggi badan

: 68 cm

Status Gizi: BB/U= GIZI BAIK


TB/U= GIZI BAIK
BB/TB= GIZI BAIK

PAT
o A

: Interactivity (+) look (+), speech (+), tonus (+), consolability (+)

o B

: Sesak (-), napas cuping hidung (-), retraksi (-)

o C

: pucat (-), mottled (-), sianosis (-)

Tanda vital
Nadi

:124x/menit, teratur, kualitas nadi cukup

Napas

:32x/menit, teratur, tipe abdomino-torakal

Suhu

:37,6 C di aksilla

Kepala
Normocephali, deformitas(-), ubun-ubun besar tidak cekung.
Rambut

Warna hitam, tebal, distribusi merata, tidak mudah dicabut.


Wajah
Bentuk simetris, tidak tampak pucat.
Mata
Alis hitam tipis, conjugtiva tidak hiperemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, kornea jernih, lensa mata tidak
keruh.
Telinga
Normotia, serumen -/-, membran timpani tidak terlihat.
Hidung
Tidak tampak deviasi septum, sekret (+), nafas cuping hidung (+).
Mulut
Simetris, mukosa bibir kering, sianosis (-), lidah tidak kotor dan tidak kering.
Leher
KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Toraks
Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)


Paru
Inspeksi

: Dinding thorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis, bentuk datar,
simetris, tidak ada retraksi sela iga.

Palpasi

: Vocal femitus pada kedua hemithorax

Perkusi

: Sonor pada kedua hemithorax

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-.

Abdomen
Inspeksi

: datar, pembuluh darah tidak terlihat, pergerakan normal.

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (-).

Perkusi

: timpani di seluruh permukaan abdomen

Auskultasi : bising usus (+)


Ekstremitas atas dan bawah
Deformitas (-), akral hangat (+), oedem (-).
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 20/1/2015
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Laju Endap Darah
Leukosit
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Hasil

Satuan

Nilai Normal

88
17,4

Mm
ribu/uL

0-10
5-10

0
0
3
78
12
7
4,09
11,3
29,7

%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%

<1
1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
4-5
11-14.5
40-54

79,9
3,8
32,8
497

fL
Pg
%
ribu/uL

75-87
24-30
31-37
150-400

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Thorax 20/1/2015
kesan: Tampak infiltrat parahilir dan paracardial

MANTOUX TEST
Indurasi 1,5 cm positif
Analisa Kasus
Dari anamnesis didapatkan keluhan batuk 1 bulan disertai dahak hijau kekuningan,
keringat malam hari, demam seminggu naik turun, penurunan berat badan, nafsu makan
menurun, Sesak (+). Selain itu terdapat riwayat kontak dengan penderita TB, yaitu nenek
pasien.
Dari keadaan umum pasien tampak composmentis dan kurus. Tanda vital dan status
generalis Ronkhi (+).
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan LED 88 mm/jam. Kemudian dari pemeriksaan
rontgen thorax tampak infiltrat parahilier dan paracardial. Mantoux test (+). Dari hasil skor
TB adalah 8.
DIAGNOSA KERJA
Tuberkulosis Paru
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa TB Paru memerlukan
pengobatan yang lama kurang lebuh 6 bulan

Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat


setiap hari
Skrining terhadap saudara serta kedua orangtua pasien
Pengobatan kepada keluarga yang menderita TB Paru
Memberikan asupan gizi yang sesuai
Menghindarkan kontak dengan pasien TB dewasa
Kontrol tiap 1 bulan sekali
Medikamentosa :

Rifampisin 125 mg

INH 75 mg

B6 10 mg

Pirazinamid 75 mg 2x1

1x1

PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungtionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat sistemik dan disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang mayoritas (> 95%) menyerang paru.
Penularan
Penularan tuberkulosis anak sebagian besar melalui udara sehingga focus primer
berada di paru dengan kelenjar getah bening membengkak serta jaringan paru mudah

terinfeksi kuman tuberkulosis. Selain itu dapat melalui mulut saat minum susu yang
mengandung kuman Mycobacterium bovis dan melalui luka atau lecet di kulit.
Patogenesis
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.
Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya
tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich
( 1930 ) menemukan bahwa 95.93 % dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di
dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga
jaringan paru mudah terpapar infeksi tuberculosis ( susceptible ),karena memiliki
kandungan oksigen yang sangat tinggi.
Lokasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah :1
- Paru 95.93 %
- Usus 1.14 %
- Kulit 0.14 %
- Hidung 0.09 %
- Tonsil 0.09 %
- Telinga tengah 0.09 %
- Kelenjar parotis 0.09 %
- Konjungtiva 0.05 %
- Tidak diketahui 2.41 %
Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap 1
2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari hari sampai
berbulan bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru paru. Partikel dapat
masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam jumlah bermakna
berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernafasan dan berhasil menempati
saluran nafas bawah, maka penderita akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang
kuat. Karena respon yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya
sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang bersifat
menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif dan hanya
pada masa infeksi aktif.

Respon imun terhadap tuberkulosis


Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah
mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih umtuk
mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respon seluler melibatkan
sel T dan makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa
membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan
jaringan parut disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut
kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X thoraks. Sebelum ingesti
bakteri selesai, bahan menglami perlunakan ( pengkijuan ). Pada saat ini, mikroorganisme
hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke
orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di
dalam tuberkel. Diperkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 10 % individu yang
pada awalnya tidak menderita tuberkulosis mungkin pada suatu saat dalam hidupnya akan
menderita penyakit tersebut.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan menjadi fokus primer.
Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju
kelenjar regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun
dan peradangan yang hebat. Edema interstitium dan pembentukan jaringan parut permanent
di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga
pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut dan tuberkel juga mengurangi luas
permukaan yang tersedia untuk difusi gas sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul
kelainan V/Q yang apabila penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan vasokonstriksi
hipoksik arteriol paru dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat menurunkan
compliance paru.
Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar gatah bening regional yang membesar,
membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 10 minggu (6 8 minggu)
setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotic


komplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya.
c. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat
pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas,
sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi.
Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa.
Pada anak penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama
kearah fibrosis. Penyembuhan hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.
Diagnosis
Banyak orang yang menderita tuberkulosis paru dibanding dengan tuberkulosis
organ yang lain. Hal ini dikarenakan penyebaran melalui udara yang dihirup mengandung
kuman tuberkulosis yang berkembang menjadi kompleks pimer dan disusul infeksi. Hal ini
sangat sering terjadi tetapi gejala pada umunya tidak khas. Satu-satunya bukti dengan
menggunakan uji tuberculin cara Mantoux dengan ditemukannya basil tuberkulosis.
Mayoritas diagnosis tuberkulosis anak didasarkan pada gambaran klinis, gambaran
radiologis dan uji tuberculin. Anak dicurigai menderita tuberkulosis apabila terdapat
keadaan atau gejala sebagai berikut :
a. Anak dicurigai menderita tuberkulosis bila :
Kontak erat dengan penderita tuberkulosis BTA positif
Ada reaksi kemerahan setelah suntik BCG dalam 3-7 hari
Terdapat gejala umum tuberkulosis.
b. Gejala umum yang dicurigai anak menderita tuberkulosis :
Berat badan turun 3 bulan secara berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan walaupun sudah dengan penanganan gizi yang baik
Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, ISPA)
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri
Batuk lebih dari 30 hari dan nyeri dada

Diare persisten yang tidak kunjung sembuh.


c. Uji tuberculin
Tuberculin test positif (indurasi lebih dari 10 mm), meragukan bila indurasi
5-9 mm, negative bila kurang dari 5 mm. Uji tuberculin positif menunjukkan
adanya infeksi tuberkulosis dan mungkin tuberkulosis aktif pada anak.
d. Reaksi cepat BCG
Setelah mendapatkan penyuntikan BCG ada reaksi cepat (indurasi lebih dari
5 mm) dalam 3-7 hari curigai terkena infeksi tuberkulosis.

e. Foto rontgen paru


Sebagian foto tidak menunjukkan gambaran yang khas untuk tuberkulosis.
f. Pemeriksaan patologi anatomi
Pada pemeriksaan ini dilakukan biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang
dicurigai terkena infeksi tuberkulosis, biasannya ditemukan tuberkel dan basil tahan
asam.
g. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan langsung BTA secara mikroskopis dari dahak.
h. Pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Dilakukan evaluasi tiap bulan, bila dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis
akan menunjang diagnosis tuberkulosis. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa
digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin.
Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya
benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik,
keluhan ini biasa muncul pada fase intensif (awal).
Panduan OAT di Indonesia dibagi menjadi :
1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4 (HR)3
2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Dari kedua kategori ini disediakan panduan obat sisipan (HRZE)

3. Kategori anak : 2HRZ/4HR.


Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) sedangkan untuk kategori anak
dalam bentuk OAT kombipak. Paket kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas
dalam satu paket yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid dan Etambutol.
Diagnosis TB anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak batuk bukan merupakan gejala
utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistim skor.

Pengobatan
Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak untuk daya
tahan tubuh dan istirahat.14Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat tuberkulosis

pada anak yaitu pemberian obat tahap intensif atau lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat
disesuaikan dengan berat badan anak, pengobatan tidak boleh terputus dijalan.
Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal) dengan
panduan 3-5 OAT selama 2 bulan awal dan fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INHRifampisin) hingga 6-12 bulan. Fase intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan
fase intensif diberikan secara tepat biasannya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu, sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan sedangkan untuk fase lanjutan pasien mendapat jenis obat
lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin,
Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk tuberkulosis paru yaitu INH,
Rifampisisn, Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif dilanjutkan INH dan Rifampisin
hingga 6 bulan terapi (2HRZ-4HR).
Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya
benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik,
keluhan ini biasa muncul pada fase intensif (awal).
Nama obat

Dosis

harian Dosis

Isoniazid

(mg/kgBB/hari)
5-15*

maksimal Efek samping

(mg per hari)


300

Hepatiis, neurit is
perifer,

Rifampisin**

10-20

600

hipersensitivitas
Gastrointestinal,
reaksi

kulit,

trpmbositopenia
hepatitis,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
Pirazinamid

15-30

2000

oranye kemerahan
Toksitas
hati,
artralgia,

Etambutol

15-20

1250

gastrointestinal
Neuritis
optik,
ketajaman

mata

berkurang,
warna

buta

merah

hijau , penyempitan
Streptomisin

15-40

lapang pandang
Ototoksik,

1000

nefrotoksik
* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosis tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan)
Cara pengobatan INH diberikan selama 6 bulan, Rifampisin selama 6 bulan,
Piranizamid selama 2 bulan pertama. Pada kasus-kasus berat dapat ditambahkan Etambutol
selama 2 bulan pertama.
Untuk mengurangi angka drop out dibuat dalam bentuk FCD (Fixed Dose
Combination)

untuk

bulan

pertama

digunakan

FDC

yang

berisi

Rifampisin/Isoniazid/Piranizamid dengan dosis 75 mg/50mg/150mg sedangkan untuk 4


bulan berikutnya digunakan FDC yang berisi Rifampisin/Isoniazid dengan dosis 75
mg/50mg.

Untuk kategori anak (2RHZ/4RH) , prinsip dasar pengobatan tuberkulosis minimal


3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari
baik pada fase intensif (awal) maupun fase lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan
berat badan anak.
Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada tuberkulosis anak merupakan parameter terbaik untuk
menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikian klinis yang nyata walaupun
gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti maka OAT dihentikan.
Pencegahan
Pencegahan tuberkulosis anak dapat dilakukan dengan Imunisasi BCG (dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi tuberkulosis, perbaikan lingkungan (dicari
sumber penularannya), makanan bergizi (bila anak dengan gizi kurang akan mudah
terinfeksi kuman tuberkulosis, sedangkan anak dengan gizi baik dapat meningkatkan daya
tahan tubuh sehingga anak tersebut tidak mudah terinfeksi kuman tuberkulosis),
kemoprofilaksis ( kemoprofilaksis primer untuk anak yang belum pernah terinfeksi
tuberkulosis dengan tujuan untuk mencegah anak dengan kontak tuberkulosis dan uji
tuberculin negatif sedangkan kemoprofilaksis sekunder untuk anak yang sudah terinfeksi
kuman tuberkulosis diberikan dengan tujuan mencegah berkembangnya infeksi menjadi
penyakit).

Faktor yang mempengaruhi tuberkulosis


1. Riwayat kontak
Sumber penularan tuberkulosis anak adalah orang dewasa yang sudah menderita
tuberkulosis aktif (tuberkulosis positif) sedangkan anakanak masih sangat rentan tertular
tuberkulosis dari orang dewasa karena daya tahan dan kekebalan tubuh anak yang lemah.
2. Status gizi
Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik tidak mudah
terkena infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang cukup untuk mempertahankan diri
(daya tahan tubuh meningkat) sedangkan bagi anak yang memiliki gizi buruk akan sangat
mudah terkena infeksi karena reaksi kekebalan tubuh menurun yang berarti kemampuan

tubuh untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menurun.


3. Umur
Penyakit tuberkulosis sering ditemukan pada usia muda atau produktif karena sejak
lama seseorang tersebut sudah tertular kuman Mycobacterium tuberculosis yang
mengakibatkan kondisi tubuhnya menurun.
4. Jenis kelamin
Menurut penelitian Islamiyati cenderung lebih banyak pada anak perempuan ,
perbandingannya 1:4 (laki-laki : perempuan) karena pada anak laki-laki porsi makan lebih
besar sehingga cenderung memiliki status gizi lebih baik yang memungkinkan memiliki
pertahanan tubuh lebih baik dalam melawan penyakit.
5. Status imunisasi
Pemberian imunisasi BCG pada bayi dapat memberikan perlindungan terhadap
penyakit tuberkulosis karena dengan imunisasi BCG ini akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis sehingga anak tersebut tidak mudah terkena penyakit
tuberkulosis.
6. Faktor toksik
Faktor toksik yang dapat mempengaruhi yaitu asap rokok karena asap rokok dapat
menurunkan respon terhadap antigen sehingga benda asing yang masuk dalam paru tidak
langsung bisa dikenali atau dilawan oleh tubuh selain itu juga dapat menjadi salah satu
penyebab anak mudah terkena tuberkulosis, anak selain dari asupan gizi juga memerlukan
lingkungan yang bebas rokok sehingga dapat menurunkan jumlah tuberkulosis anak.
7. Kondisi rumah
Kondisi rumah ikut berpengaruh karena pada kondisi rumah yang buruk atau tidak
layak untuk dihuni akan mempermudah terkena penyakit tuberkulosis.

8. Kepadatan hunian
Merupakan proses penularan penyakit karena jika semakin padat maka perpindahan

penyakit (khusus penyakit menular) melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi
jika dalam satu rumah terdapat anggota keluarga yang terkena tuberkulosis.
Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar
lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan
paru sendiri. Selain itu basil tuberkulosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula
berkembang terus, hal ini tergantung keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran
darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput
otak, otak, tulang, hati, ginjal dan lain lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberkulosis
dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang dahulu dan setelah
beberapa waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit
sama sekali.
Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah
terjadinya penyakit. Penyebaran hematogen atau millier dan meningitis biasanya terjadi
dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 3 4 minggu setelah terjadinya kompleks
primer. Efusi plura dapat terjadi 6 12 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, kalau
efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih cepat.
Komplikasi pada tulang dan kenjar getah bening permukaan ( superficial ) dapat terjadi
akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya
kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6 18 bulan ( Lincoln ).
Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun tahun ( Lincoln).
Pembesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena
menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus
tengah paru kanan.
Selain oleh tekanan kelenjar gatah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi
karena kontraksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan
otot bronkus atau oleh gumpalan keju di dalam lumen bronkus.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan
atelektasis karena penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan
menyebabkan penyebaran bronkogen. Lesi tuberkulosis biasanya sembuh sebagai proses
resolusi, fibosis dan atau kalsifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 1997, hal 573 761.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al :
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, hal 1028 1042.
3. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5, Tuberkulosis,
hal 753 761.
4. Tan, Hoan Tjay Drs.; Rahardja, Kirana Drs. : Obat obat Penting, Khasiat,
Penggunaan dan Efek efek Sampingnya, edisi ke 5, cetakan ke 2, Penerbit PT Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta, Bab 9 Tuberkulostatika, hal 145
154.
5. Waspadji,Soparman; Waspadji, Sarwono : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Hal 573 761.

Anda mungkin juga menyukai