Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

TB PARU

Pembimbing :
dr. Hendry Tanjung, MM

Disusun oleh :
Dr. Dicky Lesmana

INTERNSIP DKI JAKARTA


RS ISLAM JAKARTA SUKAPURA
PERIODE 10september 2017 – 8 januari 2018
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur :32 tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Agama : Islam
Pernikahan : Menikah
Alamat : Jakarta

II. Anamnesa

Keluhan utama
Os datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Os datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak
berwarna hijau kekuningan dan tidak disertai darah. Batuk dirasakan terus menerus.
Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk namun keluhan tidak membaik. Selain itu
menurut ibunya pasien mengeluh keringat malam sejak 1 bulan yang disertai mual
dan pusing. Ibu pasien mengatakan semenjak sakit, pasien tidak nafsu makan, dan
berat badannya makin lama makin turun. Selain itu, pasien mengeluh demam ±1
minggu naik turun namun tidak disertai menggigil. Batuk juga disertai sesak namun
tidak sering, hanya saat malam hari.

Riwayat Perjalanan Penyakit Dahulu


Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti sekarang ini.
III. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit DM dan hipertensi

IV. Riwayat Pengobatan


Pasien sebelumnya mengkonsumsi ambroxol dan paracetamol dan dibeli di
apotik.

V. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
TD :110/70 mmHg RR : 22 x/menit
N : 88 x/menit S : 36 ºC

GCS (Glaw Coma Scale)


Eyes :4 Verbal :5
Motorik :6 GCS : 15

BMI (Body Mass Index)


Berat Badan : 65Kg BMI :
Tinggi Badan: 168cm

Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Palpebra : Edema –/– Pupil : Bulat, isokor
Konjungtiva : Anemis -/- Refleks Cahaya : +/+
Sklera : Ikterik –/–

Telinga
Bentuk : Normal/Normal Mukosa : Hiperemis (-)
Liang : Lapang Serumen : –/–

Hidung
Bentuk : Normal
Deviasi Septum :–
Sekret : –/–
Concha : Hipertrofi –/–, hperemis –/–, oedem –/–

Mulut
Bibir :normal Tonsil : T1–T2 tenang
Lidah :putih pucat Mukosa Faring : Hiperemis (–)

Leher
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran
JVP : JVP 5±2 cmH2O

Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing –/–
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan(+) epigastrium
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Atas
Akral : Hangat Perfusi : Baik
Sianosis : (–) Edema : (–)
Bawah
Akral : Hangat Perfusi : Baik
Sianosis : (-) Edema : (–)

Kulit : Ptechiae +

V. Diagnosis
Tb paru

VI. Terapi
IVFD RL 20 tpm
Parasetamol tab 1 x 500mg
Nebu: ventolin; pulmicort
Inj ranitidine 50mg
Inj ondansentron 4mg

VII. Planning (Rencana)


Cek DR
Cek sputum
Mantoux tes
Rontgen thorax
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat sistemik dan disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang mayoritas (> 95%) menyerang paru.

Penularan
Penularan tuberkulosis anak sebagian besar melalui udara sehingga focus primer berada di paru
dengan kelenjar getah bening membengkak serta jaringan paru mudah terinfeksi kuman tuberkulosis.
Selain itu dapat melalui mulut saat minum susu yang mengandung kuman Mycobacterium bovis dan
melalui luka atau lecet di kulit.

Patogenesis
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia.
Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich ( 1930 ) menemukan bahwa 95.93 % dari
2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian
besar melalui udara dan mungkin juga jaringan paru mudah terpapar infeksi tuberculosis ( susceptible
),karena memiliki kandungan oksigen yang sangat tinggi.
Lokasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah :1
- Paru 95.93 %
- Usus 1.14 %
- Kulit 0.14 %
- Hidung 0.09 %
- Tonsil 0.09 %
- Telinga tengah 0.09 %
- Kelenjar parotis 0.09 %
- Konjungtiva 0.05 %
- Tidak diketahui 2.41 %

6
Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap 1 – 2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat bertahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau
paru – paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam
jumlah bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernafasan dan berhasil menempati
saluran nafas bawah, maka penderita akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang kuat. Karena
respon yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan
basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang
mengidap infeksi tuberkulosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.

Respon imun terhadap tuberkulosis


Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi
saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih umtuk mengepung dan mengisolasi basil
bukan untuk mematikannya. Respon seluler melibatkan sel T dan makrofag. Makrofag mengelilingi
basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag – basil tersebut. Kompleks
basil, makrofag, sel T, dan jaringan parut disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan
disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X thoraks. Sebelum ingesti bakteri
selesai, bahan menglami perlunakan ( pengkijuan ). Pada saat ini, mikroorganisme hidup dapat
memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan
walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di dalam tuberkel. Diperkirakan
bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 – 10 % individu yang pada awalnya tidak menderita tuberkulosis
mungkin pada suatu saat dalam hidupnya akan menderita penyakit tersebut.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan menjadi fokus primer. Basil tuberkulosis akan
menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional yang kemudian akan
mengadakan reaksi eksudasi.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan
peradangan yang hebat. Edema interstitium dan pembentukan jaringan parut permanent di alveolus
meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun.
Pembentukan jaringan parut dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk difusi
gas sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul kelainan V/Q yang apabila penyakitnya cukup luas,
dapat menimbulkan vasokonstriksi hipoksik arteriol paru dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat
menurunkan compliance paru.

7
Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar gatah bening regional yang membesar, membentuk
kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 – 10 minggu (6 – 8 minggu)
setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotic komplikasi dan
menyebar secara :
a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
c. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat pleura. Lebih
banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa
lapangan atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat
pada anak dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan pada orang
dewasa terutama kearah fibrosis. Penyembuhan hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak
kecil.

Diagnosis
Banyak orang yang menderita tuberkulosis paru dibanding dengan tuberkulosis organ yang lain.
Hal ini dikarenakan penyebaran melalui udara yang dihirup mengandung kuman tuberkulosis yang
berkembang menjadi kompleks pimer dan disusul infeksi. Hal ini sangat sering terjadi tetapi gejala pada
umunya tidak khas. Satu-satunya bukti dengan menggunakan uji tuberculin cara Mantoux dengan
ditemukannya basil tuberkulosis.
Mayoritas diagnosis tuberkulosis anak didasarkan pada gambaran klinis, gambaran radiologis
dan uji tuberculin. Anak dicurigai menderita tuberkulosis apabila terdapat keadaan atau gejala sebagai
berikut :
a. Anak dicurigai menderita tuberkulosis bila :
· Kontak erat dengan penderita tuberkulosis BTA positif
· Ada reaksi kemerahan setelah suntik BCG dalam 3-7 hari
· Terdapat gejala umum tuberkulosis.

b. Gejala umum yang dicurigai anak menderita tuberkulosis :


· Berat badan turun 3 bulan secara berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1

8
bulan walaupun sudah dengan penanganan gizi yang baik
· Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
· Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, ISPA)
· Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri
· Batuk lebih dari 30 hari dan nyeri dada
· Diare persisten yang tidak kunjung sembuh.

c. Uji tuberculin
Tuberculin test positif (indurasi lebih dari 10 mm), meragukan bila indurasi 5-9 mm,
negative bila kurang dari 5 mm. Uji tuberculin positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis
dan mungkin tuberkulosis aktif pada anak.

d. Reaksi cepat BCG


Setelah mendapatkan penyuntikan BCG ada reaksi cepat (indurasi lebih dari 5 mm)
dalam 3-7 hari curigai terkena infeksi tuberkulosis.

e. Foto rontgen paru


Sebagian foto tidak menunjukkan gambaran yang khas untuk tuberkulosis.

f. Pemeriksaan patologi anatomi


Pada pemeriksaan ini dilakukan biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang dicurigai
terkena infeksi tuberkulosis, biasannya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.

g. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan langsung BTA secara mikroskopis dari dahak.

h. Pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)


Dilakukan evaluasi tiap bulan, bila dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis akan
menunjang diagnosis tuberkulosis. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu
Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin. Efek samping OAT jarang
dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek samping yang biasa muncul
yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini biasa muncul pada fase intensif (awal).
Panduan OAT di Indonesia dibagi menjadi :
1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4 (HR)3

9
2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Dari kedua kategori ini disediakan panduan obat sisipan (HRZE)
3. Kategori anak : 2HRZ/4HR.
Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) sedangkan untuk kategori anak dalam bentuk OAT
kombipak. Paket kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket yaitu
Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid dan Etambutol.
Diagnosis TB anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak
pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan
menggunakan sistim skor.

Pengobatan

10
Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak untuk daya tahan tubuh
dan istirahat.14Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat tuberkulosis pada anak yaitu
pemberian obat tahap intensif atau lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat disesuaikan dengan berat
badan anak, pengobatan tidak boleh terputus dijalan.
Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal) dengan panduan 3-5
OAT selama 2 bulan awal dan fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12
bulan. Fase intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan fase intensif diberikan secara tepat biasannya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar pasien tuberkulosis
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan sedangkan untuk fase lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid,
Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk tuberkulosis paru yaitu INH, Rifampisisn, Pirazinamid
selama 2 bulan fase intensif dilanjutkan INH dan Rifampisin hingga 6 bulan terapi (2HRZ-4HR).
Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek
samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini biasa muncul pada
fase intensif (awal).
Nama obat Dosis harian Dosis maksimal (mg Efek samping
(mg/kgBB/hari) per hari)
Isoniazid 5-15* 300 Hepatiis, neurit is
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal,
reaksi kulit,
trpmbositopenia
hepatitis,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
oranye kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksitas hati,
artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik,
ketajaman mata

11
berkurang, buta
warna merah – hijau ,
penyempitan lapang
pandang
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik
* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosis tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu
bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat
perut kosong (satu jam sebelum makan)
Cara pengobatan INH diberikan selama 6 bulan, Rifampisin selama 6 bulan, Piranizamid selama
2 bulan pertama. Pada kasus-kasus berat dapat ditambahkan Etambutol selama 2 bulan pertama.
Untuk mengurangi angka drop out dibuat dalam bentuk FCD (Fixed Dose Combination) untuk
2 bulan pertama digunakan FDC yang berisi Rifampisin/Isoniazid/Piranizamid dengan dosis 75
mg/50mg/150mg sedangkan untuk 4 bulan berikutnya digunakan FDC yang berisi Rifampisin/Isoniazid
dengan dosis 75 mg/50mg.

Untuk kategori anak (2RHZ/4RH) , prinsip dasar pengobatan tuberkulosis minimal 3 macam
obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari baik pada fase intensif
(awal) maupun fase lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

12
Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis
pada tuberkulosis anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila
dijumpai perbaikian klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan
yang berarti maka OAT dihentikan.

Pencegahan
Pencegahan tuberkulosis anak dapat dilakukan dengan Imunisasi BCG (dapat meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi tuberkulosis, perbaikan lingkungan (dicari sumber penularannya),
makanan bergizi (bila anak dengan gizi kurang akan mudah terinfeksi kuman tuberkulosis, sedangkan
anak dengan gizi baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehingga anak tersebut tidak mudah
terinfeksi kuman tuberkulosis), kemoprofilaksis ( kemoprofilaksis primer untuk anak yang belum
pernah terinfeksi tuberkulosis dengan tujuan untuk mencegah anak dengan kontak tuberkulosis dan uji
tuberculin negatif sedangkan kemoprofilaksis sekunder untuk anak yang sudah terinfeksi kuman
tuberkulosis diberikan dengan tujuan mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit).

Faktor yang mempengaruhi tuberkulosis


1. Riwayat kontak
Sumber penularan tuberkulosis anak adalah orang dewasa yang sudah menderita tuberkulosis
aktif (tuberkulosis positif) sedangkan anakanak masih sangat rentan tertular tuberkulosis dari orang
dewasa karena daya tahan dan kekebalan tubuh anak yang lemah.

2. Status gizi
Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik tidak mudah terkena
infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang cukup untuk mempertahankan diri (daya tahan tubuh
meningkat) sedangkan bagi anak yang memiliki gizi buruk akan sangat mudah terkena infeksi karena
reaksi kekebalan tubuh menurun yang berarti kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
serangan infeksi menurun.

3. Umur
Penyakit tuberkulosis sering ditemukan pada usia muda atau produktif karena sejak lama
seseorang tersebut sudah tertular kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengakibatkan kondisi
tubuhnya menurun.

13
4. Jenis kelamin
Menurut penelitian Islamiyati cenderung lebih banyak pada anak perempuan , perbandingannya
1:4 (laki-laki : perempuan) karena pada anak laki-laki porsi makan lebih besar sehingga cenderung
memiliki status gizi lebih baik yang memungkinkan memiliki pertahanan tubuh lebih baik dalam
melawan penyakit.

5. Status imunisasi
Pemberian imunisasi BCG pada bayi dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit
tuberkulosis karena dengan imunisasi BCG ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis sehingga anak tersebut tidak mudah terkena penyakit tuberkulosis.

6. Faktor toksik
Faktor toksik yang dapat mempengaruhi yaitu asap rokok karena asap rokok dapat menurunkan
respon terhadap antigen sehingga benda asing yang masuk dalam paru tidak langsung bisa dikenali atau
dilawan oleh tubuh selain itu juga dapat menjadi salah satu penyebab anak mudah terkena tuberkulosis,
anak selain dari asupan gizi juga memerlukan lingkungan yang bebas rokok sehingga dapat menurunkan
jumlah tuberkulosis anak.

7. Kondisi rumah
Kondisi rumah ikut berpengaruh karena pada kondisi rumah yang buruk atau tidak layak untuk
dihuni akan mempermudah terkena penyakit tuberkulosis.

8. Kepadatan hunian
Merupakan proses penularan penyakit karena jika semakin padat maka perpindahan penyakit
(khusus penyakit menular) melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi jika dalam satu rumah
terdapat anggota keluarga yang terkena tuberkulosis.

Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih lanjut dan
dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiri. Selain itu basil
tuberkulosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang terus, hal ini tergantung
keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat
tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput otak, otak, tulang, hati, ginjal dan lain – lain. Dalam alat

14
tubuh tersebut basil tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang
dahulu dan setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan
penyakit sama sekali.
Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya
penyakit. Penyebaran hematogen atau millier dan meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan, tetapi
jarang sekali sebelum 3 – 4 minggu setelah terjadinya kompleks primer. Efusi plura dapat terjadi 6 – 12
bulan setelah terbentuknya kompleks primer, kalau efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen
maka dapat terjadi lebih cepat. Komplikasi pada tulang dan kenjar getah bening permukaan ( superficial
) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya
kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6 – 18 bulan ( Lincoln ). Komplikasi
pada traktus urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun – tahun ( Lincoln). Pembesaran kelenjar getah
bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak
sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah paru kanan.
Selain oleh tekanan kelenjar gatah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi karena
kontraksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau oleh
gumpalan keju di dalam lumen bronkus.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan atelektasis karena
penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan menyebabkan penyebaran bronkogen.
Lesi tuberkulosis biasanya sembuh sebagai proses resolusi, fibosis dan atau kalsifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 1997, hal 573 – 761.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al : Nelson, Ilmu
Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, hal 1028 – 1042.
3. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5, Tuberkulosis, hal 753 –
761.

15
4. Tan, Hoan Tjay Drs.; Rahardja, Kirana Drs. : Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek – efek Sampingnya, edisi ke 5, cetakan ke 2, Penerbit PT Elex Media Komputindo,
Kelompok Gramedia Jakarta, Bab 9 Tuberkulostatika, hal 145 – 154.
Waspadji,Soparman; Waspadji, Sarwono : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

16

Anda mungkin juga menyukai