DOKTER PEMBIMBING
dr. Joserizal Jurnalis, Sp.OT
DISUSUN OLEH
Tri Kartika Utomo
030.10.271
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case
Report dengan judul Fraktur Kolumna Humerus. Case report ini diajukan dalam
rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015 dan juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai Fraktur Kolumna Humerus.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan
dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan case report ini, kepada dr.
Joserizal Jurnalis, Sp.OT, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah
Sakit Umum Darerah Budhi Asih.
Penulis menyadari case report ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case
report ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam case report ini.
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Identitas Pasien
Nama
: Ny. RE
Usia
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Guru BK
Pendidikan
: S1
Suku
: Jawa
Status Pernikahan
Alamat
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis pada tanggal 29 Januari 2015 jam 13:42 WIB
Keluhan Utama : Nyeri lengan atas bagian kanan sejak 2 hari Sebelum Masuk Rumah
Sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
tunggal terjatuh dari motor, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh dari motornya
dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat pasien sedang
di bonceng oleh suaminya, pasien memakai helm dan pasien mengaku motornya melaju
tidak terlalu cepat.
4
Pada saat jatuh pasien tidak mendengar suara patahan tetapi hanya nyeri yang
hebat terjadi di daerah bahu kanan, pada saat ini nyeri dirasakan sangat hebat ketika
bergerak, dan nyeri di rasakan sama sakitnya ketika awal jatuh, pasien merasa nyeri
lengan kanannya berkurang bila tangannya di balut gantung dan tidak bergerak sama
sekali, sampai saat ini lengan pasien pergerakannya terbatas oleh nyerinya, tidak ada
perdarahan, pasien merasakan lemas dan tangannya sedikit biru, pasien mengaku
lengannya tidak bengkak, tidak ada demam, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sempat berobat ke tukang patah tulang 2 jam setelah kecelakaan dan
dilakukan tindakan angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3
potong kayu di lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang
fraktur, pasien tidak diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam setelah kecelakaan pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di
foto rontgen, hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di
resepkan obat Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Pasien mengaku tidak mempunyai alergi obat atau makanan apapun, pasien
mengaku hal ini baru pertama kali terjadi. DM (-), HT (-), Asthma (-), Maag (-),
Riwayat penyakit jantung (-).
Pasien pernah di rawat di rumah sakit UKI 8 tahun lalu karena kecelakaan,
tetapi tidak ada yang patah, hanya di diagnosis gegar otak ringan oleh dokter yang
merawatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, DM, penyakit
jantung, keganasan, maupun alergi.
Suaminya mengalami luka pada kuku jempol kiri akibat kecelakaan
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat mengkonsumsi Asam Mefenamat 3 X 500.
Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari hari bekerja sebagai guru BK dan kerja dari hari senin hingga jumat,
Pasien pergi kerja dengan motor. Kebiasaan tidur pasien baik, Kebiasaan makan
Baik, toilet di rumah pasien merupakan toilet jongkok, kamarnya di lantai 1.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 29 Januari 2015 di ruang poli Bedah Umum RSUD Budhi Asih.
I.
Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, kooperatif
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Gizi Cukup, BB 50, TB 157, BMI 20.28
II.
PEMERIKSAAN
NILAI
NORMAL
HASIL PASIEN
Suhu
36,5o - 37,2o C
36,7oC
Nadi
60-100 x/mnt
Tekanan darah
120/80 mmHg
110/70 mmHg
Nafas
14-18 x/mnt
20x/mnt
Berat badan
50kg
Tinggi badan
Sekitar 157 cm
BMI
18,5-22,9
A. Status Generalis
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru-paru:
Inspeksi
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Genitalia/ Anorektal
: tidak dinilai
Ekstremitas:
Ekstremitas
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Superior
-/+/-/7
Inferior
-/-/-/-
Ikterik
CRT
Tonus
-/< 2 detik
baik
-/< 2 detik
baik
Kulit
tidak ikterik ataupun sianotik
STATUS LOKALIS
Regio Humerus Proximal Dextra
Look
Feel
Move
: Terbatas nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Humerus Dextra
Foto diambil pada tanggal 27/01/2015
10
11
RESUME
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan post KLL, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh
dari motornya dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat
pasien sedang di bonceng oleh suaminya, nyeri yang hebat terjadi di daerah bahu kanan
(+) ketika bergerak, Lemas (+), Hematom (+).
Pasien berobat ke tukang patah tulang 2 jam post KLL dan dilakukan tindakan
angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3 potong kayu di
lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang fraktur, pasien tidak
diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam post KLL pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di foto rontgen,
hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di resepkan obat
Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Foto X-ray Humerus dextra memperlihatkan Fraktur komplit transversal
kolumna humerus dextra.
12
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur Komplit Transversal Kolumna Humerus Dextra
PENATALAKSANAAN
Prinsip Pengobatan :
- Reduksi
- Pertahankan reduksi
- Fisiotherapy
Medikamentosa (Simptomatik)
o Analgetik / Asam Mefenamat 3 X 500
Non medikamentosa
o Bed Rest
o Shoulder Immobilizer
o Kurangi pergerakan aktif
Pro Open Reduction Internal Fixation
PROGNOSIS
Ad Vitam
: ad bonam
Ad Fungtionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
13
2.1
Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal.
2.1.1
Menurut Price S.A. Dan Wilson, L.M. (1995) sistem tulang terdiri atas :
Sendi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain.
Otot
Rangka
Tendon
Ligamen
Jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut liat yang mengikat
tulang satu dengan tulang lain pada sendi.
Bursae
Kantong kecil dari jaringan ikat diatas bagian yang bergerak, dibatasi membran
sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang merupakan bantalan.
2.1.2
Jenis-Jenis Tulang
Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan sebagai berikut:
1).Tulang Pipa (Tulang Panjang)
Tulang pipa berbentuk seperti tabung yang kedua ujungnya bulat (epifisis)
dan bagian tengah silindris (diafisis). Hampir seluruh bagian terdiri-dari
tulang kompak (tulang padat) dengan sedikit komponen tulang spongiosa
(tulang berongga-rongga). Pada bagian dalam terdapat rongga berisi
sumsum tulang. Contoh: Tulang paha, tungkai bawah, serta lengan atas dan
lengan bawah.
14
2).Tulang Pendek
Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak beraturan.
Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons,
didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun
dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung
atau memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang
15
belakang.
3).Tulang Pipih
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua lapisan
tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua
lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh,
tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.
16
17
18
2).Tulang Keras
Tulang keras
sel-sel tulang yang
yang mengandung
fosfat. Kedua
menyebabkan tulang
Osteoblast pada
aktif dan disebut
Antara lakuna satu
dihubungkan oleh
kanalikuli terdapat
pembuluh darah yang
kebutuhan nutrisi
(Osteon)
merupakan kumpulan
mengeluarkan matriks
senyawa kapur dan
senyawa ini
menjadi keras.
lacuna menjadi tidak
osteosit (sel tulang).
dengan lakuna lainnya
kanalikuli. Di dalam
sitoplasma dan
bertugas memenuhi
osteosit.
Tulang keras dibedakan menjadi dua jenis , yaitu Jenis tulang kompak dan Jenis
tulang spons (tulang berongga). Pada Gambar 4.3 tampak bahwa tulang kompak
(tulang padat) mempunyai matriks tulang yang rapat dan padat, misalnya pada
tulang pipa. Tulang spons matriksnya berongga. Rongga-rongga pada tulang
spons diisi oleh jaringan sumsum tulang. Apabila berwarna merah berarti
mengandung sel-sel darah merah, misalnya pada epifisis tulang pipa. Apabila
berwarna kuning berarti mengandung sel-sel lemak, misalnya pada diafisis
tulang pipa.
19
2.1.3
Struktur Tulang
Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum.
Periosteum merupakaan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung
osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah.
Periosteum merupakan tempat mlekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dn
berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang.
Tulang kompak paling banyak ditemui pada tulang kaki dan tulang tangan.
c
2.1.3
Fungsi Tulang
1
Pergerakan
Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang berkaitan erat. Tulang tidak
dapat bergerak bila tidak dapat digerakan otot. Karena tulang tidak dapat
21
bergerak dengan sendirinya tanpa bantuan otot sehingga tulang sebagai alat
gerak pasif dan otot sebagai alat gerak aktif (karena sebagai penggerak
tulang).
4
2.1.5
Proses penulangan
Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula sejak
umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel
mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung
pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah
akan membentuk kondroblas.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago).
Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang
rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini
akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi
periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah
22
diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar
kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur
didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan
menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari
zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah
ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga
terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih
tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan
sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram
epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,
dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang.
Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum
dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang
bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah
permukaan.
23
Klasifikasi
I. Menurut Penyebab terjadinya
1. Faktur Traumatik : direct atau indirect
2. Fraktur Fatik atau Stress
3. Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan
4. Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
2. Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya
Fraktur Simple : fraktur tertutup
24
25
Konfigurasi
o Fraktur transversal
o Fraktur oblik
o Fraktur spiral
o Fraktur Z
o Fraktur segmental
o Fraktur komunitif
o Fraktur baji (karena kompresi)
o Fraktir avulsi
o Fraktur depresi
o Fraktur impaksi
o Fraktur pecah (burst)
o Fraktur epifisis
26
Ekstensi
o Fraktur total
o Fraktur tidak total
o Fraktur buckle atau torus
o Fraktur garis rambut
o Fraktur green-stick
27
Impaksi
29
30
TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat
tanda2 trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat
ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
31
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur
komunitif yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
32
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1
: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2
: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam danpembengkakan.
d. Tingkat 3
: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindromakompartement.
33
a. Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
34
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma, temperatur kulit
2. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
35
ambulans
Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obatobat anti nyeri.
Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik
3
4
yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Retention
Imobilisasi fraktur
Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
36
Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
Stabilisasi fraktur.
Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2
37
Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed
primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia)
2.4
38
Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
39
Gambar. Pembidaian
Terapi Operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
1
2
2
3
fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
40
c
Gambar. Fiksasi internal
41
mengembalikan
aktifitas
fungsional
semaksimal
mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun 7
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Terbuka : Indikasi
43
Indikasi ORIF :
- Fraktur Intra-artikuler misalnya fraktur malleolus, kondilus, olecranon, patella
- Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan
- Terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen
- Bila diperlukan fiksasi rigid missal pada fraktur leher femur
- Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan baik
- Fraktur terbuka
- Kontraindikasi mobilisasi Eksterna
- Eksisi fragmen kecil
- Eksisi fragmen tulang yang mungkin mengalami nekrosis avaskuler
- Fraktur avulsi
- Fraktur epifisis grade III-IV
- Fraktur multiple
44
Pada Tulang
Jaringan lunak
- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu
perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada
Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal
ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi
dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada
pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima
pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama
seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus
perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon,
1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai
atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. 5
46
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut
nadi hilang) dan Paralisis
Pada
saraf
47
- Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi .
- Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected
non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).
2.6 Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1
Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.
48
Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan
tetap terjadi osteoblastik pada tulang.
49
3-6
6
12
10 12
6
10 12
12 16
8 10
12 16
12
Malunion
Delayed Union
Non Union
50
patologis)
Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan synovial (Fraktur intrakapsuler)
Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi
Fiksasi interna yang tidak sempurna
Delayed union yang tidak diobati
Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw di
antara kedua fragmen
51
Fraktur leher humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami
osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.
Klasifikasi pada fraktur leher humerus
O Fraktur impaksi
O Fraktur tanpa impaksi, dengan atau tanpa pergeseran
O
Pengobatan pada fraktur leher humerus, pada fraktur impaksi atau tanpa impaksi
yang tidak disertai pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang
mitela dan mobilisasi segera pada pergerakan sendi bahu, bila fraktur diserteai dengan
pergeseran mungkin dapat dipertimbangkan tindakan operasi.
Komplikasi
-
54
55
56
57
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur menurut ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut
Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan Berdasarkan garis patah
tulang yaitu greenstick, transversal, spiral, dan obliq. Berdasarkan bentuk patah tulang
yaitu complet, incomplet, avulsi, comminuted, simple, dan complikata. Penyebab
fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit yang
menyertai. Untuk mendiagnosis suatu fraktur, harus dilakukan anamnesis trauma,
pemeriksaan fisik yang terdiri dari look, feel dan move, serta pemeriksaan penunjang
X-ray. Penatalaksaan dari fraktur yaitu dengan reposisi, fiksasi, union dan rehabilitasi.
Terdapat berbagai komplikasi yang didapatkan bila penanganan fraktur ini tidak
adekuat diantaranya yaitu malunion, delayed union maupun nonunion.
58
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Watampone. 2007
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
EGC.2000.
Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
59