Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT

Fraktur Kolumna Humerus

DOKTER PEMBIMBING
dr. Joserizal Jurnalis, Sp.OT

DISUSUN OLEH
Tri Kartika Utomo
030.10.271

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PERIODE JANUARI MARET 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case
Report dengan judul Fraktur Kolumna Humerus. Case report ini diajukan dalam
rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015 dan juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai Fraktur Kolumna Humerus.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan
dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan case report ini, kepada dr.
Joserizal Jurnalis, Sp.OT, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah
Sakit Umum Darerah Budhi Asih.
Penulis menyadari case report ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case
report ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam case report ini.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

BAB I
2

PENDAHULUAN

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak


dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah
pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur
merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas
baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa
angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma trauma lain yang
dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera
olah raga.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur
ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
LAPORAN KASUS
3

Identitas Pasien
Nama

: Ny. RE

Usia

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Guru BK

Pendidikan

: S1

Suku

: Jawa

Status Pernikahan

: Menikah, 1 anak berumur 5 tahun

Alamat

: Cawang 3 RT 005/011 No. 7

Agama

: Islam

Nomor Rekam Medis : 07 61 41

ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis pada tanggal 29 Januari 2015 jam 13:42 WIB
Keluhan Utama : Nyeri lengan atas bagian kanan sejak 2 hari Sebelum Masuk Rumah
Sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
tunggal terjatuh dari motor, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh dari motornya
dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat pasien sedang
di bonceng oleh suaminya, pasien memakai helm dan pasien mengaku motornya melaju
tidak terlalu cepat.
4

Pada saat jatuh pasien tidak mendengar suara patahan tetapi hanya nyeri yang
hebat terjadi di daerah bahu kanan, pada saat ini nyeri dirasakan sangat hebat ketika
bergerak, dan nyeri di rasakan sama sakitnya ketika awal jatuh, pasien merasa nyeri
lengan kanannya berkurang bila tangannya di balut gantung dan tidak bergerak sama
sekali, sampai saat ini lengan pasien pergerakannya terbatas oleh nyerinya, tidak ada
perdarahan, pasien merasakan lemas dan tangannya sedikit biru, pasien mengaku
lengannya tidak bengkak, tidak ada demam, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sempat berobat ke tukang patah tulang 2 jam setelah kecelakaan dan
dilakukan tindakan angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3
potong kayu di lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang
fraktur, pasien tidak diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam setelah kecelakaan pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di
foto rontgen, hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di
resepkan obat Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Pasien mengaku tidak mempunyai alergi obat atau makanan apapun, pasien
mengaku hal ini baru pertama kali terjadi. DM (-), HT (-), Asthma (-), Maag (-),
Riwayat penyakit jantung (-).
Pasien pernah di rawat di rumah sakit UKI 8 tahun lalu karena kecelakaan,
tetapi tidak ada yang patah, hanya di diagnosis gegar otak ringan oleh dokter yang
merawatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, DM, penyakit
jantung, keganasan, maupun alergi.
Suaminya mengalami luka pada kuku jempol kiri akibat kecelakaan
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat mengkonsumsi Asam Mefenamat 3 X 500.

Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari hari bekerja sebagai guru BK dan kerja dari hari senin hingga jumat,
Pasien pergi kerja dengan motor. Kebiasaan tidur pasien baik, Kebiasaan makan
Baik, toilet di rumah pasien merupakan toilet jongkok, kamarnya di lantai 1.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 29 Januari 2015 di ruang poli Bedah Umum RSUD Budhi Asih.
I.

Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, kooperatif
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Gizi Cukup, BB 50, TB 157, BMI 20.28

II.

Tanda Vital dan Antropometri

PEMERIKSAAN

NILAI
NORMAL

HASIL PASIEN

Suhu

36,5o - 37,2o C

36,7oC

Nadi

60-100 x/mnt

80x/mnt, reguler, isi cukup

Tekanan darah

120/80 mmHg

110/70 mmHg

Nafas

14-18 x/mnt

20x/mnt

Berat badan

50kg

Tinggi badan

Sekitar 157 cm

BMI

18,5-22,9

normoweight (BMI: 20.28)

A. Status Generalis
Kepala

: Ukuran normosefali, bentuk bulat oval, tidak tampak deformitas, pada


perabaan tidak ada nyeri, rambut berwarna hitam sedikit beruban,

Wajah

tipis, tidak kering, tidak mudah dicabut


: pipi tampak sedikit cekung, tidak tampak sesak, tampak kesakitan,
tidak pucat, tidak sianosis, ekspresi wajah simetris, dan tidak tampak
facies yang menandai suatu penyakit seperti facies hipocrates, tidak
tampak moon face

Mata

: Bentuk normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil


bulat isokor, 3mm, reflek cahaya (+/+), kornea jernih

Telinga

: Normotia, kartilago sempurna, secret (-/-)

Hidung

: Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-).

Mulut

: labioschiziz (-),palatoschiziz (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-),


trismus (-)

Leher

: Trakhea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba


membesar

Paru-paru:
Inspeksi

: bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-),

Palpasi

: tidak dilakukan

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi

: pulsasi Ictus cordis tampak

Palpasi

: pulsasi ictus cordis teraba kuat setinggi ICS V axillaris anterior


kiri

Perkusi

: Batas jantung tidak dinilai

Auskultasi

: S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: datar, insersi tali pusat di tengah tanpa tanda peradangan.


: Bising usus (+) normal
: Supel
: Timpani

Genitalia/ Anorektal

: tidak dinilai

Ekstremitas:
Ekstremitas
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis

Superior
-/+/-/7

Inferior
-/-/-/-

Ikterik
CRT
Tonus

-/< 2 detik
baik

-/< 2 detik
baik

Kulit
tidak ikterik ataupun sianotik

STATUS LOKALIS
Regio Humerus Proximal Dextra
Look

: Porposi kedua tangan seimbang, Nyeri (+) VAS 6-7,


Ekstremitas pucat (-), Luka terbuka (-), Deformitas (-), kemerahan (-),
Lebam (+), Tanda radang (-).

Feel

: Suhu teraba dingin, Nyeri (+) VAS 8, Krepitasi tidak dilakukan,


CRT <2 detik.

Move

: Terbatas nyeri

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Humerus Dextra
Foto diambil pada tanggal 27/01/2015

10

11

Foto Rontgen Humerus Dextra


Foto diambil pada tanggal 29/01/2015

RESUME
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan post KLL, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh
dari motornya dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat
pasien sedang di bonceng oleh suaminya, nyeri yang hebat terjadi di daerah bahu kanan
(+) ketika bergerak, Lemas (+), Hematom (+).
Pasien berobat ke tukang patah tulang 2 jam post KLL dan dilakukan tindakan
angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3 potong kayu di
lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang fraktur, pasien tidak
diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam post KLL pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di foto rontgen,
hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di resepkan obat
Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Foto X-ray Humerus dextra memperlihatkan Fraktur komplit transversal
kolumna humerus dextra.
12

DIAGNOSIS KERJA
Fraktur Komplit Transversal Kolumna Humerus Dextra
PENATALAKSANAAN
Prinsip Pengobatan :
- Reduksi
- Pertahankan reduksi
- Fisiotherapy
Medikamentosa (Simptomatik)
o Analgetik / Asam Mefenamat 3 X 500
Non medikamentosa
o Bed Rest
o Balut
o Kurangi pergerakan aktif
Pro Open Reduction Internal Fixation

PROGNOSIS
Ad Vitam

: ad bonam

Ad Fungtionam

: dubia ad bonam

Ad Sanationam

: dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
13

2.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur

Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).

Klasifikasi
I. Menurut Penyebab terjadinya
1. Faktur Traumatik : direct atau indirect
2. Fraktur Fatik atau Stress
3. Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan
4. Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
Fraktur Simple : fraktur tertutup
Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera
III. Menurut bentuk
Fraktur Komplet :Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, spiral.
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak
Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur
14

Fraktur Kominutif : lebih dari 2 segmen


Fraktur Kompresi / Crush fracture : umumnya pada tulang kanselus
2.2 Definisi Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam
keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung (chairuddin rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa
hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
2.3 Definisi Fraktur tertutup
2.2 Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena
1

Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.

Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

2.3 Klasifikasi Fraktur Terbuka


15

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)

TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat
tanda2 trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat
simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.

Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:


16

TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat
ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur
komunitif yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
2.4 Diagnosis Fraktur Terbuka
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
a. Pemeriksaan lokal

17

1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Lidah kering atau basah

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain

Perhatikan kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
18

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma, temperatur kulit

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya


perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

19

2.5 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


Penanggulangan fraktur terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
1

Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.

Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.

Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

Stabilisasi fraktur.

Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari

Lakukan bone graft autogenous secepatnya

Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Prinsip-prinsip pengobatan fraktur


1

Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan


verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar
penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan

ambulans
Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah

trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada

20

frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obatobat anti nyeri.

Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :


1

Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)


Awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan

Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik

3
4

yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Retention
Imobilisasi fraktur
Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA


1

Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2

Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)


Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas

Pengobatan fraktur itu sendiri

21

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.

Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari
tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary
closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi

Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia)

2.4 Komplikasi Fraktur Terbuka

22

Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan,karena iatrogenik atau oleh


karena tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama,yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan
pengobatan (iatrogenik) umumnya dapat dicegah.
1. Perdarahan, syok septik sampai kematian
2. Septikemia,toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
7. Delayed union
8. Nonunion dan malunion
9. Kekakuan sendi
10.Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama

2.5 Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi Fraktur


Ada lima tujuan pengobatan fraktur:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan
sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah terjadinya komplikasi
seperti dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur.
Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan
dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara
isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta
isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan
pula terapi okupasi.

Penatalaksanaan
TERAPI KONSERVATIF
23

Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan

baik
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur

dengan kedudukan baik


Reposisi tertutup dan fiksasi gips
Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen

proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips


Traksi
Dipakai untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang
gips setelah tidak sakit lagi.

Gambar. Pembidaian
Terapi Operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
1
2

Reposisi tertutup-fiksasi eksterna


Reposisi tertutup-fiksasi interna

Terapi operatif dengan membuka frakturnya


1

Reposisi terbuka dan fiksasi interna


Keuntungan :
Reposisi anatomis
Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya
tinggi. Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur

24

2
3

Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan

fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik

dengan operasi, misalnya fraktur femur


Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis

c
Gambar. Fiksasi internal

25

Gambar. Fiksasi eksternal

Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa
emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkanapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut.
Pada Tulang

- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.


- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang

26

sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga
terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Pada

Jaringan lunak

- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu
perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada

Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal
ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi
dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada

pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima
pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama
seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus
perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon,
1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai
atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. 5
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut
nadi hilang) dan Paralisis
27

Pada

saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan


akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley &
Solomon,1993).
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriksaan
Terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
- Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi Lebih 20 minggu
dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
- Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta 6 rongga sinovial yang berisi cairan,
prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor
yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya
vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant
atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
- Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi .
- Osteomielitis
28

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected
non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).
Penatalaksanaan
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4.Rehabilitation

mengembalikan

aktifitas

fungsional

semaksimal

mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun 7
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan Pengobatan fraktur :


1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup

: fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)

Terbuka : Indikasi

1. Reposisi tertutup gagal


2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
29

3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal /

OREF

- Gips ( plester cast)


- Traksi
Indikasi :
Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit
akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia
atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi tmpat masuknya pin
30

Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
Internal

/ ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail

3. UNION
4. REHABILITASI

Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1

Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.

Fase Proliferasi Sel


Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan
proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla.
Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.

31

Fase Pembentukan Kalus


Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut
juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa
seluler yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium
membentuk suatu tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini
merupakan tanda pada radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan
fraktur

Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.

Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan
tetap terjadi osteoblastik pada tulang.

32

33

BAB IV
KESIMPULAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur menurut ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut
Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan Berdasarkan garis patah
tulang yaitu greenstick, transversal, spiral, dan obliq. Berdasarkan bentuk patah tulang
yaitu complet, incomplet, avulsi, comminuted, simple, dan complikata. Penyebab
fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit yang
menyertai. Untuk mendiagnosis suatu fraktur, harus dilakukan anamnesis trauma,
pemeriksaan fisik yang terdiri dari look, feel dan move, serta pemeriksaan penunjang
X-ray. Penatalaksaan dari fraktur yaitu dengan reposisi, fiksasi, union dan rehabilitasi.
Terdapat berbagai komplikasi yang didapatkan bila penanganan fraktur ini tidak
adekuat diantaranya yaitu malunion, delayed union maupun nonunion.

34

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.

Jakarta : Widya Medika.1995


Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.


Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif

Watampone. 2007
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.


Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :

EGC.2000.
Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

35

Anda mungkin juga menyukai