DOKTER PEMBIMBING
dr. Joserizal Jurnalis, Sp.OT
DISUSUN OLEH
Tri Kartika Utomo
030.10.271
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case
Report dengan judul Fraktur Kolumna Humerus. Case report ini diajukan dalam
rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015 dan juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai Fraktur Kolumna Humerus.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan
dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan case report ini, kepada dr.
Joserizal Jurnalis, Sp.OT, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah
Sakit Umum Darerah Budhi Asih.
Penulis menyadari case report ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case
report ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam case report ini.
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Identitas Pasien
Nama
: Ny. RE
Usia
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Guru BK
Pendidikan
: S1
Suku
: Jawa
Status Pernikahan
Alamat
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis pada tanggal 29 Januari 2015 jam 13:42 WIB
Keluhan Utama : Nyeri lengan atas bagian kanan sejak 2 hari Sebelum Masuk Rumah
Sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
tunggal terjatuh dari motor, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh dari motornya
dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat pasien sedang
di bonceng oleh suaminya, pasien memakai helm dan pasien mengaku motornya melaju
tidak terlalu cepat.
4
Pada saat jatuh pasien tidak mendengar suara patahan tetapi hanya nyeri yang
hebat terjadi di daerah bahu kanan, pada saat ini nyeri dirasakan sangat hebat ketika
bergerak, dan nyeri di rasakan sama sakitnya ketika awal jatuh, pasien merasa nyeri
lengan kanannya berkurang bila tangannya di balut gantung dan tidak bergerak sama
sekali, sampai saat ini lengan pasien pergerakannya terbatas oleh nyerinya, tidak ada
perdarahan, pasien merasakan lemas dan tangannya sedikit biru, pasien mengaku
lengannya tidak bengkak, tidak ada demam, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sempat berobat ke tukang patah tulang 2 jam setelah kecelakaan dan
dilakukan tindakan angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3
potong kayu di lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang
fraktur, pasien tidak diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam setelah kecelakaan pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di
foto rontgen, hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di
resepkan obat Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Pasien mengaku tidak mempunyai alergi obat atau makanan apapun, pasien
mengaku hal ini baru pertama kali terjadi. DM (-), HT (-), Asthma (-), Maag (-),
Riwayat penyakit jantung (-).
Pasien pernah di rawat di rumah sakit UKI 8 tahun lalu karena kecelakaan,
tetapi tidak ada yang patah, hanya di diagnosis gegar otak ringan oleh dokter yang
merawatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, DM, penyakit
jantung, keganasan, maupun alergi.
Suaminya mengalami luka pada kuku jempol kiri akibat kecelakaan
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat mengkonsumsi Asam Mefenamat 3 X 500.
Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari hari bekerja sebagai guru BK dan kerja dari hari senin hingga jumat,
Pasien pergi kerja dengan motor. Kebiasaan tidur pasien baik, Kebiasaan makan
Baik, toilet di rumah pasien merupakan toilet jongkok, kamarnya di lantai 1.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 29 Januari 2015 di ruang poli Bedah Umum RSUD Budhi Asih.
I.
Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, kooperatif
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Gizi Cukup, BB 50, TB 157, BMI 20.28
II.
PEMERIKSAAN
NILAI
NORMAL
HASIL PASIEN
Suhu
36,5o - 37,2o C
36,7oC
Nadi
60-100 x/mnt
Tekanan darah
120/80 mmHg
110/70 mmHg
Nafas
14-18 x/mnt
20x/mnt
Berat badan
50kg
Tinggi badan
Sekitar 157 cm
BMI
18,5-22,9
A. Status Generalis
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru-paru:
Inspeksi
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Genitalia/ Anorektal
: tidak dinilai
Ekstremitas:
Ekstremitas
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Superior
-/+/-/7
Inferior
-/-/-/-
Ikterik
CRT
Tonus
-/< 2 detik
baik
-/< 2 detik
baik
Kulit
tidak ikterik ataupun sianotik
STATUS LOKALIS
Regio Humerus Proximal Dextra
Look
Feel
Move
: Terbatas nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Humerus Dextra
Foto diambil pada tanggal 27/01/2015
10
11
RESUME
Seorang guru wanita berumur 40 tahun datang ke poli bedah Orthopedi pada
tanggal 29 Januari 2015 jam 13:30 WIB dengan keluhan nyeri lengan atas kanan sejak 2
hari SMRS, keluhan didapatkan post KLL, pasien terjatuh terpental ke jalan tidak jauh
dari motornya dengan tangan kanan menumpu tubuh ketika terjatuh, posisi pasien disaat
pasien sedang di bonceng oleh suaminya, nyeri yang hebat terjadi di daerah bahu kanan
(+) ketika bergerak, Lemas (+), Hematom (+).
Pasien berobat ke tukang patah tulang 2 jam post KLL dan dilakukan tindakan
angkat tangan dan di usap minyak lalu di balut keras tipis dengan 3 potong kayu di
lengan atasnya, tetapi balut tidak melewati 2 sendi dari tulang yang fraktur, pasien tidak
diberikan obat apapun oleh tukang patah tulang tersebut.
11 jam post KLL pasien berobat ke UGD RSUD Budhi Asih dan di foto rontgen,
hasilnya dinyatakan oleh dokter UGD patah tulang lengan atas, lalu di resepkan obat
Asam Mefenamat 3 X 500 mg.
Foto X-ray Humerus dextra memperlihatkan Fraktur komplit transversal
kolumna humerus dextra.
12
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur Komplit Transversal Kolumna Humerus Dextra
PENATALAKSANAAN
Prinsip Pengobatan :
- Reduksi
- Pertahankan reduksi
- Fisiotherapy
Medikamentosa (Simptomatik)
o Analgetik / Asam Mefenamat 3 X 500
Non medikamentosa
o Bed Rest
o Balut
o Kurangi pergerakan aktif
Pro Open Reduction Internal Fixation
PROGNOSIS
Ad Vitam
: ad bonam
Ad Fungtionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
13
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).
Klasifikasi
I. Menurut Penyebab terjadinya
1. Faktur Traumatik : direct atau indirect
2. Fraktur Fatik atau Stress
3. Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan
4. Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
Fraktur Simple : fraktur tertutup
Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera
III. Menurut bentuk
Fraktur Komplet :Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, spiral.
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak
Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur
14
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat
tanda2 trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat
simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat
ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur
komunitif yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
2.4 Diagnosis Fraktur Terbuka
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
a. Pemeriksaan lokal
17
1. Inspeksi (Look)
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
18
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma, temperatur kulit
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
19
Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
Stabilisasi fraktur.
ambulans
Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
20
frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obatobat anti nyeri.
Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik
3
4
yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Retention
Imobilisasi fraktur
Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2
21
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.
Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari
tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary
closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia)
22
Penatalaksanaan
TERAPI KONSERVATIF
23
Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
Gambar. Pembidaian
Terapi Operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
1
2
24
2
3
Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan
fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
c
Gambar. Fiksasi internal
25
Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa
emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkanapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut.
Pada Tulang
26
sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga
terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Pada
Jaringan lunak
- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu
perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada
Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal
ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi
dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada
pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima
pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama
seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus
perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon,
1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai
atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. 5
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut
nadi hilang) dan Paralisis
27
Pada
saraf
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected
non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).
Penatalaksanaan
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4.Rehabilitation
mengembalikan
aktifitas
fungsional
semaksimal
mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun 7
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Terbuka : Indikasi
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal /
OREF
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
Internal
3. UNION
4. REHABILITASI
Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1
Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.
31
Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan
tetap terjadi osteoblastik pada tulang.
32
33
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur menurut ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut
Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan Berdasarkan garis patah
tulang yaitu greenstick, transversal, spiral, dan obliq. Berdasarkan bentuk patah tulang
yaitu complet, incomplet, avulsi, comminuted, simple, dan complikata. Penyebab
fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit yang
menyertai. Untuk mendiagnosis suatu fraktur, harus dilakukan anamnesis trauma,
pemeriksaan fisik yang terdiri dari look, feel dan move, serta pemeriksaan penunjang
X-ray. Penatalaksaan dari fraktur yaitu dengan reposisi, fiksasi, union dan rehabilitasi.
Terdapat berbagai komplikasi yang didapatkan bila penanganan fraktur ini tidak
adekuat diantaranya yaitu malunion, delayed union maupun nonunion.
34
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Watampone. 2007
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
EGC.2000.
Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
35