Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kimia

Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan

substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia

biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah.

Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan

bersifat basa bila mempunyai pH > 7. 14

Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan

menjadi 2 kelompok : 12,13

1. Alkali/basa

Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah

tangga, zat pendingin, dan pupuk.

b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.

c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash

d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

2. Acid/asam

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:

a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembershi (industry).

b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.

6
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.

Ditemukan pada pembersih karat, pengkilat aluminium, penggosok kaca.

d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.

e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

2.2 Patofisiologi

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola

mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,

sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.

Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang

pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan.1,14

Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen

anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.

Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.

Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.13

Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga

terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada

proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan

dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.15

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat

gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan

dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive.

7
Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7

detik.16

Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,

kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan

terjadi Ptisis bola mata.2 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah

glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,

entropion, dan keratitis sika.16

Trauma basa biasanya lebih berat dari pada trauma asam, karena bahan-

bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara

cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai

retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari

luar.17

Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini

mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera

okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.

Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan

kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan

dehidrasi.18

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel

jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai

dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel

akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan

oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis.11

Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema

8
kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.

Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru

atau neovaskularisasi.19

Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel

diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung

dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan

dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak

kolagen kornea.12 Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang

berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase

ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-

21.20

Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma

kimia.21 Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau

vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke

dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.22

Gambar 3 .Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut.

Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu

keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea,

9
hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi

kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma

kimia parah yang tidak ditangani dengan baik. Pada defek epitel luas, hasil tes

flouresin mungkin negatif. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih

hingga opasifikasi sempurna.21

` Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan

kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea.

Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin

buruk.13 Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin

terbentuknya reepitalial yang normal. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian

anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara

umum trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat

kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea.18

Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak

akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan

prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan

dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan.19

2.3 Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan

Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat

keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini

juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul

serta indikasi penentuan prognosis.21 Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat

10
kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga

untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).22

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis

adalah:

1. Klasifikasi Hughes

a. Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis

iskemik konjungtiva atau sklera.

b. Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang

minimal di konjungtiva dan sclera.

c. Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau

sklera yang signifikan.

2. Klasifikasi Thoft

Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3

limbus

Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga

terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus

Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus.

11
Gambar 4. Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b) derajat
2 (c) derajat 3(d) derajat 4.

2.4 Gejala klinis.

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu

fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase

penyembuhan.20

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal

sebagai berikut:

- Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan

oklusi pembuluh darah pada limbus.

- Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi

- kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea

bersih

- Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan

dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

12
- Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan

kerusakan iris dan lensa.

- Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang

dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

- Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

- Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran

dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus

- Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis

kolagen yang baru.

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 19-22

1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada

epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan

tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik

yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.

2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga

mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada

palpebra.

3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

2.5 Taksonomi Lidah Buaya

Tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) yang ditemukan oleh

Phillip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768.

13
Terdapat beberapa jenis Aloe yang umum dibudidayakan, yaitu Aloe sorocortin

yang berasal dari Zanzibar, Aloe barbadensis Miller, dan Aloe vulgaris. Namun

lidah buaya yang saat ini dibudidayakan secara komersial di Indonesia adalah

Aloe barbadensis Miller atau yang memiliki sinonim Aloe vera Linn.18,19

Berikut adalah kedudukan taksonomi dari lidah buaya :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliflorae

Suku : Liliaceae

Marga : Aloe

Spesies : Aloe barbadensis MillerDunia : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliflorae

Suku : Liliaceae

Marga : Aloe

Spesies : Aloe barbadensis Miller

2.6 Komponen Aloe Vera

Aloe vera memiliki komponen glikoprotein, antrakuinon, sakarida, dan zat

berat molekul rendah. Polisakarida sebagian besar merupakan glukomanan

dengan berbagai komposisi; ada yang diasetilasi sementara dan yang lain tidak.

Galaktose dan galaktouronik polimer asam juga sering ditemukan. Berbeda

14
peneliti telah melaporkan struktur polisakarida yang berbeda, yang mungkin

dikarenakan perbedaan asal geografis atau penggunaan varietas atau subspecies

yang berbeda. Asetat mannan memiliki berbagai kegiatan biologis. Baru-baru ini

glikoprotein dengan proliferasi sel dengan aktivitas penyembuhan telah

dilaporkan.23 Aloe spesifik antrakuinon juga ada, termasuk aloin, aloe-emodin,

barbaloin, isobarbaloin, dan lain-lain. Selain ini, zat berat molekul rendah yang

dilaporkan, seperti aloesin, β-sitosterol, diethylhexylphthalate, vitamin, dan beta-

karoten. Terlepas dari perbedaan teknis dan inkonsistensi, tampak bahwa jenis dan

tingkat komponen yang terdapat dalam gel aloe vera bervariasi sesuai dengan asal

geografis atau varietasnya. Oleh karena itu, identifikasi komponen aktif aloe vera

penting untuk efektivitas penggunaan tanaman tersebut.18

1. Glikoprotein

Dibandingkan dengan komponen lain, glikoprotein belum banyak

dipelajari, terutama berhubungan dengan penyembuhan luka. Namun, telah ada

sejumlah laporan yang konsisten mengenai glikoprotein aktif secara biologis dari

aloe vera. Beberapa dari laporan ini mengarah ke efek penyembuhan luka dari

glikoprotein dan mencoba untuk mengisolasi komponen glikoprotein dan

menemukan bahwa glikoprotein merangsang proliferasi sel.19 Fraksi yang

disiapkan dari gel aloe vera mengandung zat seperti lektin yang mempercepat

pertumbuhan sel manusia normal seperti fibroblast. Yagi et al melaporkan pada

aktivitas proliferasi sel dari glikoprotein 29 kDa, tersusun dari dua subunit 14

kDa. Hal ini ditemukan untuk meningkatkan proliferasi sel ginjal bayi hamster

dan fibroblas dermal manusia yang normal.24-25

15
Baru-baru ini, Choi et al melaporkan efek proliferasi dan efek

penyembuhan luka dari glikoprotein 5,5 kDa. Glikoprotein ini diisolasi oleh

aktivitas-fraksi terurut dari gel aloe vera dan ditemukan untuk meningkatkan

proliferasi keratinosit. Efek proliferasi sel glikoprotein dikonfirmasi oleh

percepatan penutupan goresan yang dibuat pada monolayer keratinosit manusia.

Apalagi saat ini glikoprotein diuji pada rakit tiga dimensi, hal tersebut tergantung

masing-masing dalam merangsang pembentukan jaringan epidermis.8Selanjutnya,

pada tingkat imunohistokimia, reseptor faktor pertumbuhan epidermis, reseptor

fibronektin, fibronektin, dan keratin 5/14 ditemukan. Fraksi glikoprotein ini

ditemukan untuk meningkatkan penyembuhan luka pada tikus tidak berbulu 8 hari

setelah cedera dengan proliferasi sel yang signifikan. Glikoprotein ini

berhubungan dengan sakarida, 70% di antaranya mannose. Karena kurangnya

informasi mengenai urutan asam amino glikoprotein yang diisolasi dari aloe vera,

maka belum diketahui apakah glikoprotein 5,5 kDa adalah potongan glikoprotein

yang lebih panjang. Namun, eksperimen ini secara sistematis menunjukkan

bagaimana glikoprotein 5,5 kDa mempengaruhi proliferasi sel dan penyembuhan

luka baik secara in vivo maupun in vitro. 25

Lektin memiliki aktivitas mitogenik dan efek penyembuhan luka. Winters

et al melaporkan bahwa lektin hadir di bagian daun aloe vera. Koike dkk

mengisolasi 35 kDa lektin dari aloe vera, yang dianggap baik berbentuk trimerik

atau tetramerik yang tersusun identik subunit dengan massa molekul sekitar 9

kDa.25 Selain itu, juga ditemukan lektin yang mengikat mannose dengan aktivitas

hemaglutinasi dan mitogenik. Namun, belum ada penelitian yang dilakukan

terkait urutan amino dari lektin aktif aloe vera. Mannose berikatan dengan 5,5

16
kDa glikoprotein aktif dengan persentase tinggi. Kemungkinan lain adalah bahwa

mannose menunjukkan aktivitas penyembuhan luka ketika berikatan dengan

protein seperti yang disarankan oleh Davis et al.19

Davis et al mencoba menentukan apakah mannose-6-fosfat adalah bahan

aktif dalam aloe vera untuk penyembuhan luka dan antiinflamasi, dan apakah

mengikat protein diperlukan untuk memulai respons pertumbuhan.7,18 Eksperimen

menunjukkan bahwa dosis mannose-6-fosfat mempercepat penyembuhan luka.

Mannose-6-fosfat terikat dengan protein, sehingga membentuk

mucopolysaccharide, dapat menghasilkan efek penyembuhan luka yang lebih

besar. Ada kemungkinan bahwa pengikatan ligan di satu sisi mampu

mempengaruhi pengikatan ligan di sisi lain pada reseptor yang sama. Pengikatan

mannose-6-fosfat ke sisi pengikatannya secara istimewa meningkatkan afinitas

faktor pertumbuhan seperti insulin II pada sisi ikatnya. Kemudian faktor

pertumbuhan insulin dikirim ke sel dan meningkatkan aktivitas fibroblast dan

respon penyembuhan luka.7 Oleh karena itu, aktivitas penyembuhan luka dari

glikoprotein yang telah dilaporkan harus diteliti lebih lanjut sebagai protein

dengan dan tanpa ikatan mannose. 26

Gel aloe vera mengandung sejumlah kecil fenolik dalam eksudat daunnya.

Fenolat ini bertanggung jawab untuk mengurangi efek proliferasi lektin seperti

glikoprotein.5 Selain itu, aktivitas proliferatif dan penghambatan glikoprotein,

dalam kombinasi dengan zat fenolik dalam gel aloe vera, dapat menyebabkan

variabilitas dalam hasil farmakologis dan eksperimen terapeutik ketika gel utuh

digunakan dalam penyembuhan luka. 27

17
Kelompok penelitian lain baru-baru ini mengisolasi 10 kDa glikoprotein

dari gel aloe vera, menggunakan metode activity-based follow-up. Glikoprotein

ini ditemukan memiliki aktivitas anti alergi.5 Glikoprotein ini mengurangi

pelepasan histamin dan mempromosikan sintesis dan sekresi leukotrien secara

bersamaan dalam sel mast paru-paru yang diaktifkan dari guinea babi.

Glikoprotein mengurangi kinase protein yang tergantung dosis C dan aktivitas

fosfolipase D, menghambat massa aktivitas diasilgliserol dan fosfolipase A, dan

memblokir masuknya Ca++ selama aktivasi sel mast.7,27

2. Anthraquinones

Diduga, anthraquinones aktif secara farmakologis pada aloe vera adalah

aloin, aloe-emodin, barbaloin, dan emodin. Sifat terapeutiknya adalah aksi

purgatif, antiinflamasi, antiprotozoal, antioksidan dan lainnya.5

Aloe-emodin dan emodin menunjukkan efek sinergis dengan antrone rhein

selama aktivitas purgutif pada tikus. Tindakan purgutif barbaloin diinduksi oleh

Eubacterium sp, yang mampu mengubah barbaloin menjadi anthrone aloe-

emodin.28 Barbaloin menghambat Na+ pada tikus, K+ ATPase in vitro, dan

peningkatan permeabilitas paraseluler pada mukosa kolon tikus in vivo.

Isobarbaloin didekomposisi menjadi aloe-emodin-9-anthrone dan barbaloin saat

diberikan secara oral. Efek katarsis dari isobarbaloin diperiksa pada tikus jantan

dengan pemberian oral, dan aktivitas katarsisnya ditemukan sama dengan

barbaloin.5,7

Mengenai efek antiinflamasi dan imunomodulator antrakuinon, salah satu

mekanismenya melibatkan antioksidan. Anthraquinones dapat bertindak sebagai

18
antioksidan dan pengumpul radikal. Spesies oksigen reaktif dan reaksi radikal

bebas terlibat dalam respon inflamasi dan dapat berkontribusi pada nekrosis hati.

Analisis histologi dari spesimen hati menunjukkan bahwa infiltrasi inflamasi

limfosit dan sel kuffer berkurang pada aloe-emodin pada tikus yang diobati. Aloe-

emodin quinone sebelum perawatan berkurang pada cedera hati akut yang

disebabkan oleh karbon tetraklorida, dan aloe-emodin tampaknya melindungi

terhadap kematian hepatosit dan respon peradangan yang terjadi setelah

peroksidasi lipid. Aktivitas antioksidan dan pengumpulan radikal dari aloe-

emodin disarankan sebagai perlindungan mekanisme terhadap peroksidasi asam

linoleat.5,7

Anthraquinones, termasuk aloe-emodin, diketahui memiliki aktivitas

antiprotozoal.28 Aloe-emodin menghambat pertumbuhan dosis Helicobacter

pylori, yang mungkin merupakan faktor penyebab kanker lambung. Aloe-emodin

dapat bertindak seperti inhibitor nonkompetitif dari aktivitas arilamin N-

acetyltransferase, sehingga mengurangi efek karsinogen arilamin dalam

menginduksi karsinogenesis. Selain itu, faktor antibiotik dilepaskan oleh jaringan

penyembuhan sebagai respon terhadap pengobatan aloe vera.5

Aloe-emodin memiliki aktivitas yang kontradiktif pada pertumbuhan sel.

Hal tersebut ditemukan untuk merangsang pertumbuhan hepatosit tikus primer

dan menyebabkan peningkatan 2,5 kali lipat sintesis DNA pada hepatosit tikus

primer. Namun, terdapat observasi kontroversial lainnya.18 Aloe-emodin

ditemukan memiliki sel mati atau efek menginduksi apoptosis pada karsinoma sel

skuamosa paru paru manusia dan untuk selektif menghambat pertumbuhan tumor

neuroectodermal manusia pada eksperimen in vivo. Bukti biokimia untuk

19
tindakan apoptosis aloe-emodin adalah sel CH27 aloe-emodin menunjukkan

aktivasi caspase-3, caspase-8, dan caspase-9 dan peningkatan relatif jumlah dari

sitokrom c pada fraksi sitosol. Peningkatan sitokrom c ini mengakibatkan

kematian mitokondria dan akhirnya kematian sel CH27.26

Terlepas dari aktivitas biologis ini, anthraquinones juga memiliki efek

berbahaya, seperti efek genotoksik, efek mutagenik, dan efek mengawali tumor.

Oleh karena itu, perlu kehati-hatian berkaitan dengan anthraquinones, dan studi

selanjutnya harus dilakukan dengan lebih akurat untuk menentukan aktivitas

masing-masing komponen.25

3. Saccharides

Aloe adalah sumber polisakarida yang kaya dan memiliki berbagai

konstituen karbohidrat, seperti, polisakarida, acemannan, dan mannose-6-fosfat,

dimana mannose-6-fosfat dan acemannan adalah konstituen utama dari

karbohidrat aloe vera. Karena mannose-6-fosfat adalah gula utama dalam gel aloe

vera, perlu penelitian untuk menentukan apakah bahan aktif penyembuhan luka

dan antiinflamasi pada aloe vera. Tikus yang menerima 300 mg/kg mannose-6-

fosfat menunjukkan peningkatan penyembuhan luka dibandingkan kontrol saline.

Gray et al menyarankan mannose-6-fosfat berikatan dengan protein menghasilkan

efek penyembuhan luka yang lebih besar.5,24

Acemannan (yaitu, aloe polymannose, polidispersi β-(1,4)-linked

acetylated mannose containing complex carbohydrate) ditemukan memiliki

aktivits imunomodulator. Hal tersebut telah dilaporkan untuk mengaktifkan

makrofag, meningkatkan pelepasan sitokin, merangsang interaksi antara

20
makrofag, limfosit-T dan limfosit-B dan meningkatkan generasi sitotoksik

limfosit-T. Acemannan juga ditemukan untuk meningkatkan produksi antibodi

melawan virus coxsackie dan mengurangi reaksi kulit akibat radiasi pada tikus

C3H. Acemannan meningkatkan respon allo limfosit manusia dan menginduksi

pematangan fenotipik dan fungsional sel dendritik imatur. Hal ini juga

meningkatkan regulasi fagositosis dan aktivitas kandidisidal dari makrofag.23

Mengenai mekanismenya, acemannan tidak menginduksi sintesis, yang dimediasi

oleh makrofag reseptor mannose pada ayam, menstimulasi sintesis monokin, dan

memulai respon kekebalan tubuh. Selain itu, juga menunjukkan efek

penghambatan pada pertumbuhan tumor, yaitu sarkoma murine yang ditanamkan

pada tikus mengalami kemunduran setelah perawatan acemannan, yang mungkin

karena imunitas dan imunomodulasi yang ditingkatkan.5,18

Kemampuan aloe vera untuk merangsang sistem kekebalan tubuh

dikaitkan dengan polisakarida yang ada pada gel aloe vera. Ada beberapa

ketidaksepakatan mengenai identitas bahan aktif, dengan demikian, bentuk dan

komposisi optimal dari polisakarida aloe telah diteliti dapat memaksimalkan

aktivitas dan stabilitas imunomodulator.7 Dalam satu penelitian, aktivitas

imunomodulator aloe vera ditemukan disebabkan oleh 15 kDa polisakarida, pada

saat memodifikasi polisakarida aloe dengan berat molekul rata-rata 80 kDa

menunjukkan aktivitas pelindung tertinggi terhadap UVB iradiasi-induksi

penekanan imunitas. Polisakarida asli adalah 2000 kDa dengan rasio mannose:

galaktosa: glukosa 11: 0,2: 1, sedangkan bentuk aktifnya adalah 80 kDa dengan

rasio mannose: galaktosa: glukosa 40: 1,4: 1. Polisakarida yang aktif tersusun atas

mannose pada rasio tinggi. Polisakarida juga diketahui memiliki efek antitumor.

21
Molekul tinggi berat badan polisakarida (aloeride) ditemukan memiliki aktivitas

imunostimulan yang kuat, dan menginduksi ekspresi mRNA pengkodean IL-1 dan

TNF-α. Polisakarida ini dapat menunjukkan aktivitas antitumor dan antivirus

melalui peningkatan serangan imunitas dan imunemodulasi.5,26

Karsinogenesis disebabkan oleh pembentukan adisi DNA dibuktikan

untuk menghambat fraksi polisakarida kaya gel aloe vera dalam hepatosit tikus in

vitro model. Kim et al melaporkan tentang efek kemopreventif dari

polysaccharide aloe yang diisolasi dari aloe vera yang tercatat bahwa kerusakan

DNA oksidatif oleh 8-hydroxyguanosine secara signifikan dikurangi oleh

polisakarida, yang juga menghambat pembentukan adduct benzo[a]pyrene-DNA

dengan mengganggu absorpsi benzo[a]pirena-DNA benzo in vivo. Hal ini

mungkin karena penghambatan sistem aktivasi karsinogen atau induksi enzim

detoksifikasi.5,27

Paparan radiasi UVB dosis tinggi pada kulit menginduksi penekanan

sistemik respon hipersensitivitas kontak terhadap hapten yang diterapkan sisi yang

tidak diiradiasi dan hipersensitivitas tertunda terhadap agen infeksi. Radiasi UVB

berkontribusi terhadap pertumbuhan antigenik yang sangat tinggi pada kanker

kulit dengan menekan sel-T dimediasi respon imun.19 Oleh karena itu, kerentanan

terhadap penurunan imun yang diinduksi oleh UV dari hipersensitivitas kontak

mungkin menjadi faktor risiko perkembangan kanker kulit pada manusia.

Intervensi terapeutik untuk mencegah penurunan imun dapat mengurangi risiko

kanker kulit. Oligosakarida dan polisakarida aloe ditemukan untuk menghambat

penurunan imun yang diinduksi-UV dan produksi interleukin-10. Aloe

oligosakarida dapat mencegah supresi imbas UV hipersensitivitas tipe lambat

22
dengan mengurangi keratinosit sitokin imunosupresif yang diturunkan.

Disarankan juga agar aloe oligosakarida melindungi terhadap respon

hipersensitivitas tipe lambat secara tidak langsung dengan menginduksi sitokin

imunostimulan, seperti interleukin-12.5,7

Sifat labil faktor yang mencegah penurunan imun tubuh bervariasi dalam

persiapan ekstrak gel dan kemungkinan dipengaruhi oleh proses manufaktur yang

digunakan. Variabel dalam eksperimen yang dilaporkan mungkin dihasilkan dari

degradasi polisakarida yang dihasilkan dari kontaminasi bakteri atau aktivitas

enzim endogen dalam gel aloe vera. Hal tersebut menjelaskan beberapa kesulitan

yang dialami para peneliti saat menggunakan daun unfractionated dari aloe vera.5

4. Komponen Berat-Molekul Rendah Lainnya

Selain komponen yang disebutkan sebelumnya, komponen berbobot

molekul rendah, seperti aloesin, β-sitosterol, diethylhexylphthalate, dan substansi

imunomodulator telah diperiksa. Aloesin, turunan kromon yang diisolasi dari aloe

vera, ditemukan untuk meningkatkan proliferasi sel dengan meningkatkan

aktivitas cyclin E/CDK2 kinase melalui induksi cyclin E, CDK2, dan CDC25A, di

sel SKHEP-1.22 Aloesin dan arbutin ditemukan menghambat aktivitas jamur-

tyrosinase in vitro secara sinergis, yang merupakan elemen penting dalam sintesis

melanin. Mereka menghambat aktivitas tirosinase melalui mekanisme berbeda

dalam sel sk-Mel-1; aloesin menghambat aktivitas tirosinase manusia melalui

mekanisme penghambatan nonkompetitif, sedangkan arbutin bekerja melalui

mekanisme penghambatan kompetitif.5

23
Berdasarkan efek penyembuhan luka aloe vera, komponen angiogenik

diisolasi menggunakan aktivitas fraksinasi yang dipandu dari gel aloe vera.

Komponen berat molekul rendah dari ekstrak diklorometana dari gel aloe vera

kering-beku diperlihatkan untuk menstimulasi pembentukan pembuluh darah

dalam membran chorioallantoic. Selain itu, fraksi yang larut dalam metanol dari

gel merangsang proliferasi sel-sel endotel arteri pada sebuah uji in vitro, dan

mendorong mereka untuk menyerang substrat kolagen. Komponen aktif yang

ditemukan menjadi β-sitosterol, yang menunjukkan ketergantungan dosis efek

angiogenik pada embrio ayam membran chorioallantoic assay. β-sitosterol

meningkatkan pembentukan pembuluh baru pada otak rusak Mongolia oleh

iskemia/ reperfusi, khususnya pada korteks cingulated dan septum area. Hal itu

juga meningkatkan ekspresi protein yang terkait dengan angiogenesis, yaitu faktor

von Willebrand, faktor pertumbuhan vaskular endotel (VEGF), dan VEGF

reseptor Flk-1.5 Morisaki et al menyarankan struktur sterol bertanggung jawab

atas aktivitas angiogenik. β-sitosterol juga ditemukan memiliki efek anti-inflamasi

signifikan pada tikus yang terluka. Berdasarkan aktivitas uniknya, β-sitosterol bisa

dilihat sebagai komponen lain yang berkontribusi sebagai efek penyembuhan luka

dari aloe vera.25

Diethylhexylphthalate diisolasi dari aloe vera yang diinduksi apoptosis dan

ditemukan memiliki efek antileukemik dan antimutagenik. CD95-mediated

apoptosis seharusnya menjadi efek utama diethylhexylphthalate, tetapi mekanisme

rinci belum dipelajari secara luas.26

Gel aloe vera mengandung imunomodulator berat molekul rendah (yaitu,

G1C2F1), yang memulihkan fungsi sel aksesori UVB dari epidermal sel

24
Langerhans secara in vitro dan di vivo. Paparan kulit perut yang dicukur pada

tikus untuk radiasi UVB mengakibatkan penekanan sensitisasi kontak melalui

kulit. Meskipun pengobatan dengan G1C2F1 mencegah penekanan induksi UVB

sensitisasi kontak tergantung dosis, kelompok radiasi kulit yang mendapat

perlakuan G1C2F1 menunjukkan tingkat yang serupa kulit terbakar ketika

diperiksa pada hari sensitisasi. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa G1C2F1

mencegah eliminasi induksi UVB atau perubahan fungsional sel epidermal

Langerhans melalui mekanisme tersebut yang tidak mengubah respon peradangan

awal dan pelepasan sitokin pro-inflamasi.5,18

2.7 Manfaat Lidah Buaya

Aloe vera dilaporkan sebagai bahan herbal yang memiliki peranan dalam

penyembuhan luka, anti inflamasi, antibakteri, dilaporkan dapat mempercepat

penyembuhan luka kornea superficial dan membantu mengurangi fibrosis,

remodeling dan proliferasi fibroblast, kolagen.5

Penyembuhan luka dianggap terdiri dari tiga peristiwa, yaitu inflamasi,

pembentukan jaringan baru, dan remodelling matriks. Dalam kasus ekstrak gel

aloe vera utuh, banyak uji coba klinis yang telah dilakukan pada model hewan.

Faktor protein yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang telah diselidiki,

antara lain faktor pertumbuhan, migrasi sel faktor terkait, faktor pembentuk

matriks, dan faktor-faktor degradasi matriks. Ekstrak gel aloe vera merangsang

pertumbuhan fibroblast pada model synovial dan juga meningkatkan kekuatan

tarik luka dan merangsang kolagen dalam jaringan luka. Pada percobaan lain,

aplikasi topikal gel aloe vera merangsang aktivitas fibroblast dan proliferasi

25
kolagen, selain meningkatkan konten jaringan granulasi dan jaringan silang

dengan meningkatkan kandungan aldehida dan menurunkan kelarutan asam.17

Gel aloe vera juga meningkatkan kadar asam hialuronat dan dermatan

sulfat dalam jaringan granulasi. Dalam hal pembentukan jaringan baru,

angiogenesis pada dasarnya diperlukan untuk memberikan oksigen dan metabolit

ke dalam jaringan. Peningkatan suplai darah diamati setelah perawatan dengan gel

aloe vera, dan diketahui bahwa peningkatan akses oksigen adalah salah satu efek

dari gel aloe vera. Gel aloe vera ditemukan mengandung komponen angiogenik.

Ekstrak gel aloe vera memungkinkan penyembuhan luka bakar lebih cepat, dan

membangun kembali vaskularisasi jaringan luka bakar pada marmut. Meskipun

banyak laporan mendukung percepatan penyembuhan luka oleh ekstrak gel aloe

vera keseluruhan, beberapa laporan menyebutkan adanya efek penghambatan.

Penundaan dalam penyembuhan luka diamati ketika luka diobati dengan gel aloe

vera. Dalam percobaan lain, gel aloe vera menghalangi penyembuhan luka pada

luka bakar derajat kedua. Hasil yang berbeda harus diharapkan, namun, mengingat

fakta bahwa komposisi dari gel aloe vera bervariasi bahkan dalam spesies yang

sama tergantung pada sumber tanaman, iklim, wilayah, dan metode pemrosesan.

Namun demikian, karena ditemukannya banyak faktor yang terlibat dalam proses

penyembuhan luka, maka akuulasi data mendukung efek penyembuhan dari

ekstrak gel keseluruhan.5,7

Aspek lain dari aktivitas farmakologis dari gel aloe vera disajikan oleh

efek antiinflamasi dan efek imunomodulator. Antiinflamasi adalah langkah

pertama dalam proses penyembuhan luka. Berdasarkan fakta bahwa gel aloe vera

efektif meningkatkan penyembuhan luka, gel utuh diperiksa untuk aktivitas

26
melihat efek antiinflamasinya. Seluruh ekstrak gel ditemukan memiliki aktivitas

antiinflamasi pada carageenan-induced-edema pada tikus paws. Selain itu,

ditemukan untuk meningkatkan kekuatan tarik luka dan antiinflamasi. Secara

topikal pemberian sediaan aloe vera menghambat inflamasi pada croton oil-

induced-edema. Dalam hal mekanisme, aksi penghambatan gel aloe vera pada

jalur asam arakidonat melalui cyclooxygenase telah disarankan. 27

Aktivitas imunomodulator gel aloe vera juga telah dipelajari secara luas.

Aplikasi topikal ekstrak aloe vera gel ke kulit tikus yang di radiasi UV

meningkatkan imunitas yang diinduksi oleh sinar UV. Aplikasi topikal

menghambat hipersensitivitas kontak dan hipersensitivitas tipe lambat yang

ditekan oleh radiasi UV pada tikus. Hal tersebut menunjukkan jumlah dan

morfologi radiasi sel-sel epidermis Langerhans dan sel dendritik di kulit. Lissoni

et al menunjukkan bahwa administrasi aloe vera dengan pineal indole melatonin

meningkatkan hasil terapi pada pasien dengan tumor solid lanjutan. Persentase

pasien tanpa kemajuan dan persentase 1 tahun kelangsungan hidup secara

signifikan lebih tinggi dalam kelompok diobati dengan aloe vera ditambah

melatonin dibandingkan pada kelompok melatonin saja. Ada kemungkinan aloe

vera mengaktifkan imunitas antikanker dan menghasilkan manfaat terapeutik

dalam hal stabilisasi penyakit dan kelangsungan hidup pada pasien dengan tumor

solid lanjutan. 27

Gel aloe vera juga menunjukkan aktivitas hipoglikemik pada tikus dengan

diabetes mellitus insulin-dependant dan tikus dengan diabetes melitus non-insulin-

dependent, meskipun ditemukan lebih efektif pada diabetes non-insulin-

dependant. Efek akut dan efek kronis gel aloe vera dipelajari pada kadar glukosa

27
plasma pada tikus dengan aloksan-diabetes dan ditemukan untuk mengurangi

kadar glukosa plasma. Gel aloe vera juga telah ditemukan memiliki aktivitas

antijamur dan diyakini bahwa aloe vera kemungkinan mengandung zat antibiotik

yang membantu mencegah infeksi. 27

Studi in vitro, menggunakan ekstrak gel mentah, sulit untuk dilakukan dan

hasilnya sulit ditafsirkan karena kompleksitas zat aktif. Misalnya, karena gel aloe

vera mengandung sistem menghambat inflamasi dan stimulasi untuk respon

inflamasi dan imunitas, ada kemungkinan bahwa beberapa kegiatan bekerja secara

terpisah dan masing-masing memiliki bagian tersendiri dalam memainkan efek

keseluruhan. Oleh karena itu, klarifikasi tentang mode aksi untuk setiap

komponen individu aloe vera merupakan cara paling efisien untuk

mengembangkan aplikasi bagi setiap komponen aloe vera.7

2.8 Proses penyembuhan kornea

Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang terdiri atas rentetan

kejadian yang rumit pada jaringan ikat. Tujuan penyembuhan luka adalah untuk

mengembalikan anatomi dan fungsi organ atau jaringan secepat dan sesempurna

mungkin. Penyembuhan dapat memerlukan waktu tahunan, dan dapat

menyebabkan scar dengan tingkatan yang beragam. Beberapa tahapan reaksi

mengikuti luka, fase inflamasi akut, regenerasi/penyembuhan, dan reparasi:1

- Fase inflamasi akut, dapat terjadi pada beberapa menit sampai jam.

Bekuan darah terbentuk sebagai respon pada jaringan aktivator. Neutrofil

dan cairan masuk ke ekstraselusar space. Makrofag memakan debris

28
jaringan yang rusak, pembuluh darah baru mulai terbentuk, dan fibroblast

mulai memproduksi kolagen.

- Regenerasi adalah proses penggantian jaringan yang hilang, proses ini

terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran

dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus. Penyembuhan

adalah proses restrukturisasi jaringan oleh jaringan granulasi yang matur

menjadi jaringan sikatrik.

- Fase akhir, kontraksi menyebabkan jairngan yang mengalami

penyembuhan menyusut sehingga sikatrik semakin kecil dari pada jaringan

yang sehat disekitarnya.

Abrasi kornea sangat menyakitkan tapi sangat cepat terjadi proses

penyembuhan, terutama terbatas pada permukaan epitel kornea, meskipun lapisan

bowman, dan superficial stroma dapat termasuk. Dalam beberapa jam setelah

luka, parabasilar sel epitel mulai bersilangan dan melewati area luka hingga saling

bertemu dengan sel migrasi yang lain, kemudian, kontak antar sel akan

menghentikan migrasi. Secara simultan, basal sel disekelilingnya akan terus

membelah untuk menyediakan sel tambahan menutupi defek yang terjadi.

Meskipun abrasi kornea yang luas biasanya tertutupi oleh migrasi sel epitel dalam

24-48 jam, penyembuhan sempurna, termasuk restorasi ketebalan epitel (4-6

lapis) dan pembentukan ulang sel-sel fibrin, memakan waktu sekitar 4-6 minggu.

Sel epitel sangat labil, yang terus membelah secara aktif dan akhirnya dapat

menggantikan jaringan sel yang hilang. Jika jaringan tipis di anterior kornea

hilang karena abrasi, maka bagian tersebut akan digantikan oleh epitel,

membentuk facet.1

29
Gambar 5. Proses penyembuhan luka.1 Urutan penyembuhan luka umum dengan
permukaan epitel. 1. Setelah luka terbentuk. Pembekuan darah di pembuluh darah,
neutrofil bermigrasi ke luka; tepi luka mulai hancur. 2.Tepi luka yang reapposed
dengan berbagai bidang jaringan pada keselarasan yang baik. Epitel yang hilang
diatas mulai bermigrasi. Fibroblas subkutan membesar dan menjadi aktif.
Fibronektin disimpan di tepi luka. Pembuluh darah mulai menghasilkan tunas.
3.Epitel menempel di permukaan. Fibroblas dan pembuluh darah memasuki luka
dan berbaring/ terbentuk kolagen baru. Sebagian besar debris di bersihkan oleh
makrofag. 4, Seperti bekas luka dewasa/lama. Fibroblas mereda. Pembuluh darah
baru terbentuk saluran baru. Kolagen yang baru memperkuat luka, yang
berkontraksi. Perhatikan bahwa sel otot lurik (sel permanen) di bawah digantikan
oleh jaringan parut (panah)

Penyembuhan luka kornea adalah proses kompleks yang memerlukan

fungsi secara keseluruhan dari proses granulasi, growth factor, sitokin, vascular

endothelial growth factor (VEGF), matrix metalloproteinase-2 (MMP-2).5

Cedera kornea yang diinduksi oleh luka bakar alkali biasanya memerlukan

waktu lebih lama untuk penutupan luka dari pada re-epitelisasi akibat mekanik.

Perbedaan tersebut karena luka bakar alkali menimbulkan peradangan yang

merusak kolagen stroma kornea dan pembentukan jaringan parut dengan

menginduksi infiltrasi sel imun dan pembentukan miofibroblas dari keratosit.

30
Respon inflamasi ini tidak hilang sendiri dan dikaitkan dengan degradasi epitel

dan stroma. Temuan patologis ini menjadi dasar pemilihan model luka bakar

alkali NaOH untuk mengevaluasi efek aloe vera terhadap penyembuhan luka

kornea.5

Mekanisme dasar epitelisasi kornea serupa dengan yang terlihat pada

membran mukosa lain dan terdiri dari migrasi dan proliferasi epitel. Beberapa

faktor biokimia, termasuk faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan

insulin-like 1 (IGF-1), faktor pertumbuhan yang diturunkan dari platelet,

transforming growth factor (TGF-β), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar

(BFGF), diketahui terlibat dalam re-epitelisasi. Faktor-faktor ini telah

diidentifikasi sebagai bahan utama dalam epitelisasi, terutama pada migrasi sel

dan mitosis. Nakamura et al telah mengungkapkan bahwa aplikasi topikal zat P

dan IGF-1 mempercepat proses penyembuhan luka epitel kornea pada hewan

diabetes. Pada studi in vivo sebelumnya, kami melaporkan bahwa aloe vera

mempercepat penyembuhan luka kulit dan meningkatkan epitelisasi melalui

peningkatan ekspresi TGF dan bFGF.27 Oleh karena itu, hasil saat ini

menunjukkan bahwa epitelisasi kornea yang cepat yang disebabkan oleh aloe vera

topikal juga dimediasi melalui peningkatan produksi faktor pertumbuhan.5

Data literatur menunjukkan bahwa efek anti-inflamasi juga dapat

dihubungkan dengan ekstrak aloe vera. Studi mekanis telah menunjukkan dengan

jelas bahwa aloe vera dapat menghambat proses inflamasi, tidak hanya dengan

menurunkan tingkat sitokin proinflamasi, tetapi juga dengan pengurangan

leukosit, adhesi dan infiltrasi di tempat luka, dan penurunan edema. Penelitian

Ayman et all menunjukkan hasil penurunan infiltrasi leukosit dan edema. Secara

31
keseluruhan, penggunaan aloe vera mengurangi peradangan, sehingga mencegah

keterlambatan penyembuhan luka kornea pada tikus diabetes.18

32
1.11 Kerangka Teori

Trauma kimia basa

Safonifikasi di
membran sel

Sel basal epitel


kornea rusak

Sitokin
proinflamasi : IL-
Aloe vera 1,IL-6,
Ekspresi TGF-β ↑
IL-8, IFN gamma,
TNFα, MMP2

Okular Inflamasi
Fibronectin, alpha
integrin, sintesis
kolagen I, KGF-1
Myofibrolast
Formation
Penyembuhan
Luka kornea

Kekeruhan
kornea

33
1.12 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

- Luas lesi kornea


- Aloe Vera Gel - Ekspresi TGF-β

34

Anda mungkin juga menyukai