Anda di halaman 1dari 48

REFERAT

TUMOR COLON
Tri Kartika Utomo (030.10.271)
Pembimbing : dr Santi Andiani, Sp,B

PENDAHULUAN
Tumor

usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau


rectum relative umum.

Karsinoma

kolorektal sering dijumpai pada dekade 6 dan 7,


merupakan penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Kejadian
karsinoma kolorektal pada usia muda tidak banyak dijumpai.

lokasi

keganasan kolorektal
rektum (22%), kolon desenden (12%),
rekto sigmoid (8%), flexura lienalis (8%),
sigmoid (20%), kolon tranversum (6%),
flexura hepatika (4%),
kolon asenden (6%),
cecum (12%), appendix (2%).

PENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat, Amerika


Utara. Di Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena
perbedaan pola hidup dan makanan. Beberapa faktor antara lain
lingkungan, genetik dan immunologi merupakan faktor
predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan
karsinogen, bakteri dan virus.

Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor.


Kanker cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan
gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid dapat
menyumbat lumen atau berdarah.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI

Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu


ke-empat masa gestasi. Usus primitif terbentuk dari lapisan
endoderm dan dibagi menjadi tiga segmen: foregut, midgut,
dan hindgut.

Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan


kolon transversum proksimal, dan menerima suplai darah
dari arteri mesenterika superior.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI

Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis,


kolon desenden, rektum, dan anus proksimal, semuanya
menerima suplai darah dari arteri mesenterika inferior.

Saat minggu keenam masa gestasi, bagian ujung distal


hindgut (kloaka) terbagi menjadi septum urorektal pada sinus
urogenital dan rektum.

Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan


mendapat suplai darah dari arteri pudenda interna.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI


Kolon berjalan sepanjang katup ileosekal sampai ke anus.
Secara anatomis, dibagi menjadi kolon, rektum, dan kanalis analis.

Dinding dari kolon dan rektum terdiri dari lima lapisan: mukosa,
submukosa, otot sirkular dalam, otot longitudinal luar, dan tunika serosa.

Pada kolon, otot longitudinal luarnya terbagi menjadi tiga taeniae coli,
yang bertemu dengan apendiks pada ujung proksimal dan rektum pada
bagian distal.

Pada rektum distal, lapisan otot polos dalam saling menggabung


sehingga membentuk sfingter anus internal

ANATOMI

Kolon mulai berjalan dari awal ileus terminal dan sekum dan
berjalan sepanjang 3 sampai 5 kaki sampai ke rektum.

Perbatasan rektosigmoid dapat ditentukan yaitu ketika tiga


taeniae coli membentuk otot polos longitudinal luar rektum.

Sekum mempunyai diameter kolon yang paling lebar (7,5


8,5 cm) dan mempunyai dinding otot yang tipis. Hal ini
membuat sekum menjadi rentan terhadap perforasi dan yang
paling jarang terjadi obstruksi.

ANATOMI

Flexura hepatica (flexura coli dextra)

menjadi penanda transisi kolon asenden (panjang 15 cm)


menjadi kolon transversum (panjang 45 cm).

Kolon transversum intraperitoneal relatif dapat bergerak,


namun terikat dengan ligamentum gastrokolika dan
mesenterium kolon.

Omentum majus menempel pada ujung anterior/superior


kolon transversum, hal inilah yang menyebabkan
gambaran seperti segitiga pada kolon tranversum ketika
dilihat pada kolonoskopi.

ANATOMI

Fleksura splenika (flexura coli sinistra)

menjadi penanda transisi kolon transversum menjadi kolon desendens (panjang 25


cm). Ikatan antara fleksura kolika dan limpa (ligamentum ileokolika) merupakan
ligamen yang pendek dan tebal, yang akibatnya membuat kolektomi menjadi cukup
sulit.

Kolon desenden umumnya menempel pada retroperitoneum.

Kolon sigmoid bagian dari kolon dengan panjang yang bervariasi (15 50 cm, ratarata 38 cm) dan diameter yang sempit namun mempunyai pergerakan yang luas.
Meskipun kolon sigmoid terletak pada kuadran kiri bawah, akbiat mobilitasnya yang
hebat dapat berpindah ke kuadran kanan bawah. Pergerakan ini menjelaskan
mengapa volvulus umum ditemukan di kolon sigmoid dan mengapa penyakit yang
mengenai kolon sigmoid, contohnya divertikulitis, dapat mempunyai gejala nyeri pada
kuadran kanan bawah. Diameter yang sempit pada kolon sigmoid membuat bagian ini
sangat rentan terhadap obstruksi.

ANATOMI

Persarafan

Kolon terinervasi oleh saraf simpatis (inhibisi) dan saraf


parasimpatis (eksitasi/stimulasi), yang keduanya berjalan paralel
dengan arteri.
Saraf simpatis muncul dari T6 T12 dan preganglion lumbal
splanchnikus L1 L3.
Inervasi parasimpatis pada bagian kanan dan kolon transversum
dan berasal dari nervus vagus dextra (N. X). Sedangkan inervasi
parasimpatik untuk kolon bagian kiri bermulai dari nervi erigentes
S2 S4

FISIOLOGI

Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan
dimana fungsi rektum adalah eleminasi feses.
Pencernaan Nutrien
Saat terjadi proses pencernaan, nutrien yang masuk ke dalam tubuh tercampu
oleh cairan biliopankreas dan GI. Usus halus mengabsorpsi sebagian besar
nutrien, dan juga beberapa cairan garam empedu yang tersekresi ke lumen.
Namun untuk cairan, elektrolit, dan nutrien diabsorpsi oleh kolon agar tidak
kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi terlalu banyak.
Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada. Flora
normal ini berguna untuk memecah karbohidrat dan protein serta mempunyai andil
dalam metabolism bilirubin, asam empedu, estrogen, dan kolesterol, dan juga
vitamin K.

FISIOLOGI

Urea Recycling
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan
sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal
bakteri pada ususnya kaya akan enzim urease.
Absorpsi
Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm2 dan air yang masuk kedalam
kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Karena sel mamalia tidak bisa
menghasilkan n-butirat, epitel kolon bergantung pada bakteri lumen untuk
memproduksinya dengan cara fermentasi. Kurangnya n-butirat disebabkan oleh
inhibisi fermentasi akibat antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan kurangnya
absorpsi sodium dan air sehingga menyebabkan diare.
Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon menyerap
asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari ileus
terminalis, sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika.

FISIOLOGI
Motilitas

Kolon dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan
rektum.
Kolon dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum
sebagai segmen kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif.
Kolon bagian kiri merupakan tempat penyimpanan sementara dan dehidrasi feses.
Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan,
gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga
isi dari usus terdorong kembali ke sekum.
Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus terdorong ke arah kaudal oleh
kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi globulus-globulus.
Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan antara gerakan
retropulsif dan tonis.

DEFINISI DAN INSIDENS

karsinoma kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas


dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
Insidens

Adenokarsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan yang paling


umum ditemukan pada traktus GI. Lebih dari 150.000 kasus baru di
Amerika dan lebih dari 52.000 pasien meninggal tiap tahunnya,

Insidensinya terbagi rata antara pria dan wanita dan tetap berada
pada angka yang konstan selama 20 tahun terakhir

FAKTOR RESIKO

Usia
Meningkat pada umur >50 tahun (sebanyak 90% kasus). Umur ini dijadikan dasar rasionalitas untuk
melakukan skrining pada orang dengan gejala yang asimptomatis.
Faktor Herediter
Kira-kira, sebanyak 20% kanker kolorektum muncul dengan adanya riwayat keluarga yang pernah
menderita kanker kolorektal.
Faktor Diet dan Lingkungan
Observasi kanker kolorektal karsinoma lebih sering muncul pada populasi dengan faktor diet lemak
hewan yang tinggi dan rendahnya intake serat, sehingga terdapat sebuah hipotesis bahwa faktor
tersebut berkontribusi untuk menimbulkan kanker.
Inflammatory Bowel Disease (IBD)
Pasien dengan penderita kolitis kronis mempunyai faktor risiko untuk terkena kanker kolorektal. Telah
ditarik sebuah hipotesis bahwa inflamasi kornis akan membuat perubahan struktur pada mukosa kolon
menjadi struktur maligna dan hal ini juga dipengaruhi dengan derajat berat inflamasinya.
Faktor Risiko Lain
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena adenoma kolon, terutama ketika merokok lebih dari 35
tahun. Pasien dengan uterosigmoidestomi juga mempunyai peningkatan faktor risiko adenoma maupun
karsinoma. Akromegali, dimana terjadi peningkatan growth hormone dan insulin-like growth factor I,
juga menambah faktor risiko.

PATOGENESIS

1. DEFEK GENETIK

2. JALUR GENETIK

PATOGENESIS (DEFEK GENETIK)

PATOGENESIS (DEFEK GENETIK)

PATOGENESIS (JALUR GENETIK)

PATOGENESIS (JALUR GENETIK)

DIAGNOSIS
Manifestasi Klinis

Presentasi timbulnya keganasan kolon dapat dibagi


menjadi tiga kategori umum:

onset gejala kronis yang asimtomatis,


obstruksi intestinal akut,
perforasi akut.

Presentasi yang paling sering timbul adalah onset gejala


kronis yang asimtomatis (77 92%), diikuti oleh obstruksi
(6 - 16%), dan perforasi dengan peritonitis local atau difus
(2 7%).

DIAGNOSIS
Gejala

Subakut

Tumor

yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar).

Tumor

yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare.

Tumor

seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien.

Kehilangan

darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

Perdarahan

yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten.

Sakit

perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air
besar.

Pasien

ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah
keluar bersamaan dengan buang air besar.

Gejala

lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam.

DIAGNOSIS

Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan
besar penyebabnya adalah kanker.

Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan
sebagai akut divertikulosis.

Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat
menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar
dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini
biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik

Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan
anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba
dengan mudah. 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari,
sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk
mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan.

rectal toucher untuk menilai :
Tonus sfingter ani
: kuat atau lemah.
Ampula rektum
: kolaps, kembung atau terisi feses
Mukosa: kasar,berbenjol benjol, kaku
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari,
mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak
dari garis anorektal sampai tumor.

Stadium

Kedalaman

Status

Metastasis Jauh

Limfonodus

STADIUM

Stadium 1

T1, T2

N0

M0

Stadium 2

T3, T4

N0

M0

Stadium 3

Seluruh T

Setiap

(Kecuali

M0

N0)
Stadium 4

Seluruh T

Setiap N

M1

TXtumor primer, tidak dapat dinilai


T0tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis carcinoma in situ
T1tumor menginvasi ke submukosa
T2tumor menginvasi muskularis propria
T3tumor menginvasi menembus muskularis propria ke tunika
subserosa atau ke perikolika atau ke perirektal
T4a perforasi tumor ke peritoneum visceral
T4b tumor langsung menginvasi langsung struktur lain
NX limfonodus regional tidak dapat dinilai
N0 tidak ada limfonodus regional yang terkena
N1 mengenai 1-3 limfonodus perirektal atau perikolik
N2 lebih dari 4 limfonodus perirektal atau perikolik terkena
N3 limfonodus regional beserta pembuluh darah besar
MX adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 tidak ada metastasis jauh
M1 metastasis jauh

LABORATORIUM

Hitung darah lengkap/Complete Blood Count (CBC) dapat


menunjukkan adanya anemia.

Tes fungsi hepar dapat menunjukkan hasil yang abnormal


jika sudah terjadi metastasis ke hepar.

Jika terjadi metastasis ke hepar maka kadar CEA juga akan


ikut meningkat, namun jika tidak ada metastasis, kadar CEA
juga akan ikut meningkat.

PENUNJANG
1. Biopsi
2. Carcinoembriogenik Antigen Screening (CEA)
3. Test Occult Blood
4. Barium Enema / Colon in Loop
5. Endoskopi
6. Proktosigmoidoskopi
7. Flexible Sigmoidoskopi
8. Kolonoskopi
9. Imaging Teknik (CT SCAN, MRI, Endoskopi Ultrasound (EUS)

BARIUM ENEMA

ENDOSCOPY

CT SCAN

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan karsinoma kolon


adalah untuk mengangkat tumor primer beserta
dengan suplai limfovaskularnya.

Karena pembuluh limfe pada kolon bersamaan


dengan suplai arteri, panjang kolon yang
direseksi bergantung pada pembuluh darah
yang terlibat dalam menyuplai sel kanker.

Jika seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka


terapi paliatif menjadi pilihannya.

PENATALAKSANAAN

Jika ditemukan metastasis tumor pada saat


laparotomi, maka reseksi tumor primer
tetap dilakukan jika kondisi pasien stabil.

Dipertimbangkan agar dilakukan


anastomosis primer jika kolon terlihat sehat,
tidak terlibat karsinomatosis, dan keadaan
pasien stabil.

PENATALAKSANAAN
Stadium 0 (Tis, N0, M0)

Polip yang mengandung karsinoma in situ (high-grade


dysplasia) tidak berisiko untuk terjadi metastasis limfonodus.
Namun adanya high-grade dysplasia, menaikkan adanya
risiko karsinoma invasif di dalam polip. Akibat hal ini, polip
tersebut harus di eksisi seluruhnya dan batas patologik di
sekitar polip harus terbebas dari area displasia.

Stadium I: Polip Maligna (T1, N0, M0)

Pada keadaan ini merupakan indikasi dilakukannya kolostomi


segmental. Karsinoma invasif yang muncul dari polip sessile
memanjang ke arah submukosa sehingga dapat dilakukan
kolostomi segmental.

PENATALAKSANAAN
Stadium I dan II: Karsinoma Kolon Terlokalisir (T1-T3, N0, M0)

Kebanyakan pasien pada karsinoma kolon stadium I dan II


dapat disembuhkan dengan reseksi. Hanya beberapa pasien
yang kembali timbul kanker setelah dilakukan reseksi,
pengobatan kemoterapi ajuvan tidak dapat mengurangi
rekurensi kanker ini. Namun sebanyak 46% pasien setelah
reseksi komplit stadium II akan meninggal akibat kanker
kolon. Akibat hal tersebut, dilakukanlah pengobatan ajuvan
pada beberapa pasien dengan karsinoma kolon stadium II
Stadium III: Metastasis Limfonodus (Seluruh T, N1, M0)

Pasien dengan metastasis pada limfonodus berisiko


terjadinya metastasis lokal maupun jauh dan kemoterapi
ajuvan direkomendasikan pada pasien ini.

PENATALAKSANAAN
Stadium IV: Metastasis Jauh (Seluruh T, Seluruh N, M1)

Angka keselamatan pada kanker kolon stadium IV sangat rendah.

Namun, tidak seperti keganasan lain, pasien dengan metastase yang


dapat direseksi dan terlokalisir, memiliki keuntungan dari reseksi
(metastasektomi).

Tempat yang paling sering terjadi metastase adalah pada hepar dan
20% diantara pasien yang memiliki metastasis dapat direseksi. Angka
keselamatan pada pasien ini meningkat (20 40% dalam 5 tahun).

Tempat kedua yang paling sering terkena metastasis adalah paru,


muncul sebanyak 20% pasien dengan karsinoma kolorektal.

Pada pasien karsinoma kolon stadium IV yang tidak dapat direseksi;


fokus penatalaksanaan tertuju pada terapi paliatif.

Kemoterapi Ajuvan

Mayo Clinic Bolus:5-FU 425 mg/m2 + leucovorin 20 mg/m2 pada hari 15 tiap 4 minggu. Total 6 minggu.

Roswell Park:5-FU 500 mg/m2 + leucovorin 500 mg/m2 per minggu untuk 6 minggu dengan 2 minggu waktu istirahat
(tidak minum obat). Total 3 siklus.

Capecitabine: 2000 mg/m2 dalam dua dosis dua kali per hariselama 14 hari, 7 hari istirahat. Total 8 siklus.

FOLFOX 4:Oxaliplatin 85 mg/m2 IV hari 1; leucovorin 200 mg/m2 IV; fluorouracil 400 mg/m2 IV bolus, diikuti oleh
fluorouracil 600 mg/m2 untuk 22 jam selama hari ke-1 dan 2, diberika tiap 14 hari. Total 12 siklus.

Terapi untuk Metastasis

Mayo Clinic Bolus:5-FU 425 mg/m2 + leucovorin 20 mg/m2 pada hari 15 tiap 4 minggu.

Roswell Park:5-FU 500 mg/m2 + leucovorin 500 mg/m2 per minggu selama 6 minggu dengan 2 minggu waktu istirahat.

IFL (Saltz Regimen, Triple Therapy): CPT-11 100125 mg/m2 IV tiap 90 min, 5-FU 500 mg/m2, semua diberikan selama 4
minggu dan 2 minggu waktu istirahat.

FOLFOX 4:Oxaliplatin 85 mg/m2 IV hari ke-1; leucovorin 200 mg/m2 IV; fluorouracil 400 mg/m2 IV bolus, diikuti oleh
fluorouracil 600 mg/m2 untuk 22 jam selama hari ke-1 dan 2 diberikan selama 14 hari.

XELIRI:Irinotecan 200250 mg/m2 day 1; capecitabine 7501000 mg/m2 PO dua kali perhari hari ke-114, tiap 21 hari.

XELOX:Oxaliplatin 100 mg/m2 hari ke- 1; capecitabine 7501000 mg/m2 PO BID dua kali perhari hari ke-114, tiap 21 hari.

Bevacizumab: (Avastin) 5 mg/kg IV tiap 14 hari diselingi dengan 5-FU-based chemotherapy.

Cetuximab: (Erbitux) 400 mg/m2 loading dose mencapai 120 menit (minggu ke-1); 250 mg/m2 selama 60 menit per minggu
dosis maintenance, dengan irinotecan atau sebagai single agent pada pasien yang tintoleransi irinotecan.

PROGNOSIS

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling timbul pada kanker adalah metastasis


kanker ke organ lain.

Tempat yang paling sering terjadi metastase adalah pada hepar


dan 20% diantara pasien yang memiliki metastasis dapat
direseksi. Angka keselamatan pada pasien ini meningkat (20
40% dalam 5 tahun).

Tempat kedua yang paling sering terkena metastasis adalah paru,


muncul sebanyak 20% pasien dengan karsinoma kolorektal.

Meski hanya beberapa pasien yang mampu menjalani reseksi


(sekitar 1 2%), angka keselamatan jangka panjang mencapai 30
40%.

PENCEGAHAN

ENDOSKOPI

DIET

KESIMPULAN

Diagnosis tumor kolon dapat ditegakkan dari


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diantaranya Ultrasonografi (USG), CTScan dan MRI, Foto Polos Abdomen Colon in Loop,
dan Kolonoskopi.

Di klinik sehari-hari metode pemeriksaan yang


sering dipakai ialah metode Colon in loop.

Metode pemeriksaan yang lebih canggih dapat


dipakai untuk melihat adanya metastasis, misalnya
dengan CT scan.

Anda mungkin juga menyukai