PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radiasi inframerah yang dipancarkan dari permukaan bumi kemudian diserap
oleh uap air,karon dioksida dan gas gas lainnya (methane, nitrous oxide) di trosphore,
hal ini dapat menciptakan menciptakan situasi yang dikenal dengan efek rumah kaca.
Penyerapan panas sebagai efek dari gas rumag kaca naik dari -18 menjadi +15.
Para ilmuwan yang
Change (IPCC) telah meninjau sejumlah besar data iklim dan menyimpulkan bahwa
aktifitas manusia telah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim secara
global.
Aktifitas manusia yang telah menyebabkan gas rumah kaca yang berada di
atmosfer (troposfer)
kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil
(minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan
bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu, Gas Rumah Kaca juga dihasilkan dari
pembakaran dan penggundulan hutan, serta aktivitas pertanian dan peternakan
B. Tujuan
BAB II
ISI
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah
kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul
akibat aktivitas manusia.
Sumber Gas Rumah Kaca
Uap Air
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat
penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara
alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air
berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
CO2 (Karbon dioksida)
Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami
seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen
dan menghembuskan karbon dioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
CH4(Metan)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila
dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi dan transportasi
batu bara, gas alam danminyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di
tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu,
terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
dan SF6 (Sulphur hexafluoride). Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses
manufaktur.
Campuran
berflourinasi
dihasilan
dari
peleburan
aluminium.
HFCs
menjadi
tidak
layak
dihuni
karena
suhu
bumi
terlalu
rendah
(minus).
Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana mekanisme terjadinya efek rumah kaca di
bumi. Lalu bagaimana keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan
iklim? Secara sederhana dijelaskan sebagai berikut sinar matahari yang tidak terserap permukaan
bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sebagaimana telah dijelaskan
di atas, sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi
gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun
sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa,
karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan).
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali
ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam
kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca
berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu
naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah
salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan
iklim secara global.
Hubungan Antara Sumber Karbon Dan Sinks
Karbon sinks merupakan penyerapan karbon dari atmosfer yang di lakukan oleh alam,
yaitu hutan ,tanah, samudra, yang dilakukan dengan siklus yang saling berkesinambungan.
Berdasarkan buku national geografi bulan Desember 2009, ketika karbon dioksida
dibuang ke atmosfer lebih cepat daripada kemampuan alam untuk membersihkannya planet bumi
akan mengalami pemanasan atau yang biasa disebut global warming. Tapi waktu yang
dibutuhkan untuk membersihkan pasokan karbon dioksida dari atmosfer juga lama.
Hutan Sebagai Penyerap Karbon
Hutan memiliki penting dalam siklus karbon secara global, yaitu sebagai penyimpan
karbon dari semua ekosistem terrestrial, dan bertindak sebagai penyerap karbon dalam beberapa
kondisi tertentu. Besarnya CO2 (carbon dioksida) yang tersimpan dalam ekosistem hutan
merupakan suatu penyangga penting dalam proses menjaga perubahan iklim (climate changes).
Tetapi sangat disayangkan, konsentrasi gas rumah kaca (GRK) terus meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya emisi yang dilepas oleh berbagai aktivitas
manusia.
Kemampuan hutan untuk menyerap karbon semakin terbatas, salah satunya disebabkan
oleh laju deforestasi yang semakin cepat. Peran penting hutan yang sedianya berfungsi sebagai
penyimpan (storage) maupun penyerap (sink) karbon akan berubah menjadi salah satu sumber
penghasil emisi panas yang mempengaruhi konsentrasi gas rumah kaca (GRK).
Samudra Sebagai Penyerap Karbon
Ekosistem (laut) ini juga ada yang mampu menyerap karbon yang ada di udara sebagai
akibat dari berbagai aktivitas manusia, perubahan iklim, peningkatan suhu, dan segala macam.
Misalnya, ini seperti tanaman bakau (mangrove) di pesisir, rumput laut, padang lamun, rawa
asin, ganggang, dan lain-lain; mereka ini menyerap karbon. Karbon yang diserap dan
disimpan oleh organisme lingkungan laut ini tersimpan dalam bentuk sedimen.
Bahkan, karbon tersebut dapat tertimbun tidak hanya selama puluhan tahun atau
ratusan tahun (seperti halnya karbon di ekosistem hutan), tetapi selama ribuan
tahun.
Habitat pesisir yang ditumbuhi vegetasi hutan mangrove, rawa payau dan padang lamun
ini memiliki banyak kemiripan dengan hutan hujan tropis yakni sebagai biodiversity hot spots
atau pusat-pusat keragaman hayati sekaligus penyedia fungsi ekosistem yang sangat penting
termasuk penyerap karbon berkapasitas tinggi.
Hanya sebagian karbon yang tersimpan secara permanen di lingkungan laut karena
sebagian besar karbon mengikuti siklus daur dan hanya terlepas setelah puluhan tahun. Saat ini,
ekosistem pesisir menyimpan karbon dengan laju setara dengan sekitar 25% peningkatan
tahunan karbon atmosfer yakni sebesar sekitar 2.000 Tera (10) Gram Karbon per tahun.
Habitat pesisir terbukti dapat mengembalikan areal ekosistem karbon biru yang telah
hilang terutama dari aspek ekologi. Pemulihan tersebut dapat mengembalikan jasa-jasa penting
seperti kemampuan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam perairan pesisir, membantu
memulihkan stok ikan global serta melindungi pesisir dari badai bencana cuaca ekstrim.
Saat bersamaan, habitat pesisir pun dapat menghentikan penyusutan dan degradasi
penyerap karbon alami penting sehingga berkontribusi terhadap emisi karbondioksida dan
mitigasi perubahan iklim dalam jangka panjang.
Ekosistem penyerap karbon biru ini sesungguhnya terletak di sepanjang pesisir semua
benua kecuali Antartika. Artinya, negara di seluruh dunia terutama yang memiliki perairan
dangkal relatif luas, berpeluang mengeksplorasi mitigasi emisi karbondioksida melalui upaya
perlindungan dan pemulihan ekosistem penyerap karbon biru yang dimilikinya.
Di dalam samudra terdapat terumbu karang bisa menjadi penyerap karbon. Penyerapan
karbon (carbon sink) oleh terumbu karang bisa terjadi karena terumbu karang juga melakukan
proses fotosintesis meskipun berada didalam air. Dimana dalam proses ini juga dibutuhkan CO 2
serta sinar matahari selanjutnya menghasilkan oksigen (O2), air serta gula. Adapun CO2 yang
menjadi bahan utama proses fotosintesa juga tersedia di laut.
Selain itu di perairan laut, terdapat fitoplankton yang keberadaannya sangat berpengaruh.
Fitoplankton akan mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida dari atmosfer untuk proses
fotosintesa. Fitoplankton merupakan mikroalgae yang melayang di permukaan air dan
pergerakannya lebih banyak dibantu oleh arus laut, merupakan biota yang dapat dimanfaatkan
sebagai penyerap gas CO2 secara maksimal. Proses sederhana ini dapat terjadi di permukaan laut
dan membutuhkan beberapa syarat seperti cukupnya sinar matahari untuk proses fotosintesa dan
nutrisi di permukaan laut untuk mendukung pertumbuhan plankton di permukaan laut. Nutrisi
tersebut berupa nutrient (nitrat dan fosfat) yang berasal dari aliran sungai, aktifitas industri dan
manusia yang bermuara di laut serta dari proses alamiah seperti kenaikan massa air laut ke atas
(upwelling).
Fitoplankton adalah biota utama yang memfiksasi karbon di suatu badan air. Karbon
dioksida yang terlarut di dalam air (disebut sebagai DIC atau Dissolved Inorganic Carbon)
bersama-sama dengan nutrient serta bantuan cahaya akan digunakan oleh fitoplaknton untuk
membangun sel tubuhnya. Selanjutnya, siklus karbon akan dilanjutkan ketika sel-sel fitoplaknton
yang mati serta feses yang berasal dari zooplankton yang memangsa fitoplankton akan
tenggelam perlahan yang menhasilkan Particulate Organic Carbon/POC maupun Dissolved
Organic Carbon/DOC ke dasar perairan. Dalam perjalanannya DOC dapat terdekomposisi,
namun POC akan tenggelam ke dasar perairan. Di dasar perairan inilah karbon akan terkubur
dalam jangka waktu yang lama.
Gambar 1. Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak
karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam miliar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon).
Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap
tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC
batuan karbonat dan kerogen
Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur
pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk
pula freshwater system dan material non-hayati organik seperti karbon tanah (soil carbon)),
lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota laut hayati dan non-hayati), dan sedimen
(termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahuan karbon, pertukaran karbon antar reservoir,
terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermaca-macam. Lautan
mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan Bumi, namun demikian laut dalam
bagian dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.
Karbon di Atmosfer
Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida
(CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di
atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan),
namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang
mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini
merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang
konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam
pemanasan global.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO 2 akan lebih
mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin
yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior
laut (lihat bagian solubility pump).
Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi,
organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga
membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini
akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak
memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan
batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat
yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut
dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Melalui pernapasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi
eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik
lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai
senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi
karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida,
dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan
menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas
kembali ke atmosfer.
Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas
tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang
dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang
hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling
berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak
berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang
kurang dari 100.000 tahun.
Karbon di Biosfer
Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting dalam
kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia, dan nutrisi pada
semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon:
Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada organisme lain
atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di dalamnya pemanfaatan material
organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk fermentasi atau penguraian.
Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernapasan atau respirasi. Ketika
tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara
atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa
oksigen, respirasi anaerobik lah yang terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan
sekitarnya yang akhirnya berpindah ke atmosfer atau hidrosfer.
Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk tungku
penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke atmosfer dalam
jumlah yang banyak.
Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati menyatu
dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium karbonat yang menjadi
batu gamping melalui proses sedimentasi.
Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh, penemuan
terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal sebagai "sinkers") dibuat dalam
jumlah besar yang mana mampu membawa banyak karbon ke laut dalam seperti yang
terdeteksi oleh perangkap sedimen. Karena ukuran dan kompisisinya, rumah ini jarang
terbawa dalam perangkap sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan
kesalahan dengan mengabaikannya.
Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu yang
berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan musiman, karbon
dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga ribuan tahun dalam tanah.
Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya melalui de- atau afforestation) atau
melalui perubahan temperatur yang berhubungan dengan respirasi tanah) akan secara langsung
memengaruhi pemanasan global.
Karbon di Laut
Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk
ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau
karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi
penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk
(sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah
upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2)
berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk:
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi
lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan
bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH: H2CO3 H+ + HCO3
Gambar 1. Perubahan tata guna lahan menyebabkan CO2 menjadi semakin banyak dibumi
Karbondioksida (CO2) berasal dari pembakaran batu bara untuk listrik dan pemanas,
pembakaran produk dari fosil seperti bensin, solar, bahan bakar pesawat pada kegiatan
transportasi dan industri. CO2 juga berasal dari akibat perubahan tata guna lahan yang
disebabkan karena kebakaran hutan, pembukaan hutan akibat eksplotasi dan eksplorasi dalam
pertambangan.
Gambar 2. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan gas rumah kaca semakin banyak
Sumber lainnya adalah metana yang dibuat manusia dari aktivitas pertanian, kotoran
ternak, penanaman padi, dan dari limbah organik di tempat pembuangan sampah. Jelaga atau
karbon hitam yang berasal dari pembakaran kayu, kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman pangan
untuk memasak dan pabrik batu bata pun menjadi penyebab pemanasan global.
Selanjutnya, sumber lain berasal dari bahan-bahan kimia khloroflorokarbon (CFC) yang
banyak dijumpai pada peralatan pendingin (kulkas, AC) dan tabung penyemprot parfum. Karbon
monoksida dan senyawa organik yang mudah menguap, volatile organic compound (VOC),
merupakan penyebab pemanasan global pula. Karbon monoksida, paling banyak dihasilkan dari
knalpot mobil-mobil dan motor di jalan raya. VOC berasal dari proses-proses industri dunia.
Yang terakhir adalah nirus oksida yang berasal dari proses pertanian yang mengandalkan
pupuk nitrogen atau pupuk amonia yang berbahan dasar kimia. Berdasarkan guidelines IPCC
1996 yang telah direvisi, yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca adalah CO2, metana (CH4),
dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC, merupakan kelompok gas), perfluorokarbon
(PFC, merupakan kelompok gas), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas inilah yang juga
menjadi acuan pada Protokol Kyoto (1997). Gas rumah kaca lain yang terdapat pada guidelines
IPCC 2006 adalah nitrogen trifluorida (NF3), trifluorometil sulfur pentafluorida (SF5CF3), eter
terhalogenasi, dan halokarbon lain. Gas-gas yang mengandung fluorida seperti HFC, PFC, SF6,
SF5CF3, dan NF3 dapat dikelompokkan sebagai gas-gas terfluorinasi (fluorinated gases). Gasgas ini diproduksi terutama sebagai pengganti zat-zat perusak ozon atau Ozone Depleting
Substances (ODS), terutama klorofluorokarbon (CFC) atau freon yang banyak digunakan
sebagai refrigeran dan propelan aerosol.
BAB III
KESIMPULAN
1. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gasgas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat
aktivitas manusia.
2. Sumber gas rumah kaca berasal dari H2O (uap air),CO2 (karbon dioksida), NH4 (metana), N2O
(nitros oksida)
3. Ketika pancaran/radiasi dari matahari yang berupa sinar tampak atau gelombang pendek
memasuki atmosfer, beberapa bagian dari sinar tersebut direfleksikan atau dipantulkan kembali
oleh awan-awan dan debu-debu yang terdapat di angkasa, sebagian lainnya diteruskan ke arah
permukaan daratan. Dari radiasi yang langsung menuju ke permukaan daratan sebagian diserap
oleh bumi, tetapi bagian lainnya dipantulkan kembali ke angkasa oleh es, salju, air, dan
permukaan-permukaan reflektif bumi lainnya. Proses pancaran sinar matahari dari angkasa
menembus atmosfer sampai menuju permukaan bumi hingga dapat kita rasakan suhu bumi
menjadi hangat disebut efek rumah kaca.
4. Sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa,
karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan).
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali
ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam
kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca
berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu
naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah
salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan
iklim secara global.
5. Aktifitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fossil untuk pabrik,kendaraan serta
penggunaan AC serta pembalakan liar,dll menyebabkan kadar gas rumah kaca menjadi
meningkat
6. Sumber karbon dan sinks karbon saling berkaitan sehingga dapat membentuk siklus karbon.
7. Samudra, hutan dan tanah dapat menjadi sinks (penyerap) karbon.
8. 1.
DAFTAR PUSTAKA
Abay.
Carbon
Sink
15
Desember
2014.
https://abaaaaay.wordpress.com/2001/12/30/carbon-sinks/
2014.
http://mellanieamelia.wordpress.com/2010/01/01/karbon-sinks-dalam-
penanggulangan-efek-rumah-kaca/
Setya.
Apa
Yang
Dimaksud
Gas
Rumah
Kaca.
15
Desember
2014.
http://setya21.blogspot.com/2010/05/apa-yang-di-maksud-gas-rumah-kaca.html
Ziezarian.Laut
Indoseia
Sebagai
Karbon
Sinks.
15
Desember
2014.
http://ziezarian.blogspot.com/2011/08/fungsi-laut-sebagai-carbon-sinks.html
David, McConnel and David ,Steer. The Good Earth, Introductory To Earth
Science. Pergamon Press.
http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_karbon
http://biosmadaj.blogspot.com/2012/04/daur-karbon-c.html
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/siklus-karbon-pengertian-proses-tahapan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca