Buku 1 Abadlpt
Buku 1 Abadlpt
KATA PENGANTAR
Buku Satu Abad Kiprah Lembaga Penelitian
Tanah : Mengoptimalkan Sumber Daya Lahan
Nasional untuk Pembangunan Pertanian dan
Kesejahteraan Masyarakat ini, memuat gambaran
umum perjalanan dan perkembangan kegiatan
penelitian tanah di Indonesia, khususnya dari era
pemerintahan Belanda sampai sekarang.
Buku ini diterbitkan berkaitan dengan peringatan 100 tahun (satu
abad) usia Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
(Puslitbangtanak). Kami sebagai penerus yang masih aktif di
Puslitbangtanak, merasa terpanggil untuk menerbitkan buku ini dengan
harapan para pembaca dapat mengikuti perkembangan penelitian tanah
di Indonesia, dan dengan demikian akan timbul rasa apresiasi kepada
para pendahulu/peneliti yang telah menuangkan pikirannya dalam
bidang penelitian tanah di Indonesia, dan pada saat yang sama timbul
tanggung jawab moral, untuk meneruskan kegiatan penelitian tanah di
Indonesia secara lebih baik.
Sejarah organisasi dan kegiatan penelitian tanah di Indonesia,
sumber daya penelitian, serta hasil-hasil penelitian yang telah dicapai
selama ini dirangkum secara singkat dalam buku ini, dengan merujuk
informasi dari buku-buku yang telah diterbitkan sebelumnya, yang
juga mengulas secara umum sejarah penelitian pertanian di Indonesia.
Untuk hal ini, kami memberikan apresiasi dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada penerbit buku-buku tersebut.
Kami sadari bahwa buku yang ringkas ini, tidaklah dapat
memuat semua informasi perjalanan penelitian tanah yang sangat luas.
Namun demikian, kami berharap kehadiran buku ini dapat
memperkaya informasi, khususnya yang berkaitan dengan penelitian
tanah di Indonesia.
Bogor, Januari 2005
Kepala Pusat Penelitian
dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat
PENGANTAR
KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Sumber daya lahan (tanah dan iklim),
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan suatu sistem usaha pertanian, karena
hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber
daya lahan. Dengan demikian, penguasaan informasi
dan teknologi pengelolaan sumber daya lahan
merupakan suatu hal sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan
pembangunan pertanian dalam mendukung pencapaian ketahanan
pangan dan peningkatan kesejahteraan para petani. Lembaga penelitian
pemerintah yang berkecimpung dalam pengumpulan informasi dan
penciptaan inovasi teknologi sumber daya lahan pada saat ini diberi
nama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
(Puslitbangtanak). Pusat ini merupakan salah satu unit kerja Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Sebelum menyandang nama
ini, sesuai dengan perkembangan visi litbang pemerintah dan
penyesuaian organisasi, Pusat ini sempat sebelumnya berganti nama
beberapa kali.
Sebagai suatu institusi yang telah lama berdiri, Puslitbangtanak
telah melakukan berbagai kegiatan penelitian untuk pengumpulan data
dan informasi, dan pencarian inovasi teknologi pengelolaan lahan
dalam berbagai ekosistem, seperti ekosistem lahan sawah, lahan
kering, dan lahan rawa. Beberapa informasi dan teknologi yang
dihasilkan, telah disampaikan kepada pengguna dan telah
dimanfaatkan serta mempunyai dampak secara nasional dalam
pembangunan pertanian. Meskipun demikian, meningkatnya
permintaan pangan untuk kebutuhan dalam negeri, serta tuntutan
ekspor pertanian untuk menambah devisa negara, menimbulkan
desakan untuk memanfaatkan sumber daya lahan lebih optimal, terasa
makin mendesak.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa keunggulan
komparatif saja, yaitu berupa sumber daya lahan yang luas tidak bisa
Januari 2005
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................
iii
vii
PENDAHULUAN ....................................................................
3
3
9
21
23
23
24
24
25
31
vii
26
26
27
27
28
28
29
29
31
35
Halaman
Kontribusi dalam Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah
Kontribusi dalam Peningkatan Produktivitas Lahan Kering
Kontribusi dalam Peningkatan Produktivitas Lahan Rawa .
Kontribusi dalam Penyediaan Data dan Informasi Iklim
Nasional ..............................................................................
Kontribusi dalam Kebijakan Pupuk Nasional .....................
Penyusunan Metode Analisis dan Panduan ........................
Pengembangan Sistem Klasifikasi Tanah Nasional.............
40
40
42
42
43
43
71
80
91
93
101
103
PENUTUP ................................................................................
113
115
viii
35
37
38
PENDAHULUAN
Inlandschen
Landbouw
en
voor
Bodemonderzoekingen
(Laboratorium-laboratorium untuk Pertanian Rakyat dan untuk
Penyelidikan Tanah). Dengan demikian, tahun 1905 dijadikan tonggak
sejarah lahirnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, karena pada tahun itulah sebuah lembaga penelitian yang
bergerak di bidang penelitian tanah didirikan di Hindia Belanda
(Nederlands Indie), yang kini menjadi Indonesia. Seiring dengan
perkembangan pertanian dan perpolitikan di Indonesia, pada waktu ini
lembaga tersebut bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, dan lokasinya pun tetap pada lokasi awal
pendiriannya, yaitu di Jalan Ir. H. Juanda 98, Bogor.
diperlukan penelitian. Oleh karena itu pada tahun 1876, Dr. R.H.C.C.
Scheffer selaku Direktur Kebun Raya, membeli sebidang tanah di
daerah Cikeumeuh untuk kegiatan penelitian tanaman dagang/tanaman
industri (Sitepu et al., 1998).
Pada tahun 1880-an sampai awal 1900-an, Melchior Treub yang
menjabat Direktur Kebun Raya
Bogor, kemudian mendirikan
beberapa lembaga penelitian
sebagai bagian dari Kebun
Raya, yaitu : Laboratorium
untuk Peneliti Tamu-Lab. Treub
(1884),
Museum
Zoologi
(1894), Laboratorium Kimia
(1890), Laboratorium Penyelidikan Laut di Jakarta (1904),
Balai Penyelidikan Teknik
Pertanian (1905), Balai Penyelidikan
Tumbuh-tumbuhan
(1905), dan Balai Penyelidikan
Hama dan Penyakit (1915).
tonggak berdirinya
Badan
Pengembangan Pertanian (2004)
Litbang
Pertanian
(Badan
Litbang Pertanian, 2004).
Untuk membantu kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) di lapangan, dibangun tiga
stasiun penelitian tanah yaitu Stasiun Penelitian Tanah di Yogyakarta
pada tahun 1961, di Ujung Pandang pada tahun 1981, dan di
Bukitinggi pada tahun 1981. Stasiun penelitian tanah tersebut
Tanaman
Pangan (Puslitbangtan)
dialihkan
ke
satu
kebun
Puslitbangtanak
(SK
percobaan
Mentan
Puslitbangtan,
No.
dialihkan
ke
66/Kpts/OT.210/1/2002).
Tahun
1905-1913
1914-1921
1922-1929
Bodemkundig Instituut
1930-1942
1943-1944
1945-1949
1950-1962
1962-1963
1963-1966
1967-1980
1981-1990
1991-2001
2001-sampai
sekarang
E.C.J. Mohr
(1905-1930)
Haroen Yahya
(1951-1961)
Go Ban Hong
(1961-1966)
D. Muljadi
(1966-1984)
M. Sudjadi
(1984-1989)
S. Effendi
(1989-1991)
A.S. Karama
(1992-1997)
A. Adimihardja
(1997-2005)
Puslit
Balittanah
Balitklimat
Balittra
Lolingtan
Gedung Balittanah (1), Balitklimat (2), Balittra (3), dan Lolingtan (4)
Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian tanah secara terbatas sudah dilakukan mulai
tahun 1848, yaitu dengan didirikannya Laboratorium Kimia Pertanian
oleh pemerintah Belanda. Fromberg yang sengaja didatangkan dari
Edinburg, ditunjuk sebagai kepala laboratorium ini, mencurahkan
perhatiannya pada analisis tanah dalam kaitannya dengan pertumbuhan
tanaman kopi. Dari penelitian ini, dia menemukan bahwa kematian
tanaman
kopi
disebabkan
karena kandungan humus tanah
yang rendah. Namun setelah
beliau meninggal pada 1858,
pekerjaan dilanjutkan oleh Rost
van Tonnigen, tetapi pada 1860
Laboratorium kimia tanah pada awal
berdirinya Puslitbangtanak
10
11
12
13
14
15
16
17
Dengan demikian, pada saat ini terdapat beberapa fasilitas GIS, antara
lain : pada Unit Basis Data Puslitbangtanak, Kelti Inderaja dan Unit
Basis Data Sumber Daya Tanah (UBDST) di Balai Penelitian Tanah,
serta di laboratorium NSISAH (Numerik dan Sistem Informasi Spasial
Agroklimat dan Hidrologi) di Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi.
Penggabungan teknik inderaja dengan sistem informasi
geografis yang dibarengi dengan penggunaan fasilitas komputer yang
semakin maju, mengakibatkan data dan informasi dapat diolah dan
ditampilkan lebih sempurna. Dalam pengembangan teknik inderaja ini,
Puslitbangtanak telah bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian
dari dalam dan luar negeri, seperti Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Asian Institute of Technology (AIT) Thailand, dan
National Aerospace Development Agency (NASDA), Japan.
e. Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi
Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Usaha-usaha untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi iklim di
Indonesia dalam kaitannya dengan pertumbuhan pertanian telah
dimulai sejak pemerintahan
Belanda. Pekerjaan serius untuk
penggolongan iklim dilakukan
oleh Koppen pada 1918. Pada
bulan Juli 1950, dibentuk tim
yang diprakarsai oleh Prof. Dr.
F.H. Schmidt, sebagai Direktur
Jawatan
Meteorologi
dan
Geofisika, Jakarta, dan Prof. Ir.
J.H.A.
Fergusson,
sebagai
profesor manajemen kehutanan
18
di Fakultas Pertanian UI, Bogor. Tim ini dibantu oleh beberapa orang
yang terdiri atas Dr. F.H. Endert, Inspektur Kehutanan; Dr. Ir. E.
Meyer Drees, Kepala Bagian Botani Kehutanan, Balai Penjelidikan
Kehutanan; Ir. G.J.A Terra, Inspektur Pelayanan Hortikultura; Ir. J.L.
Unger, Biro Tata Guna Lahan; Ir. M. Van der Voort, Kepala Balai
Penjelidikan Tanah; dan Ir. Ch. L. Van Wijk, Kepala Bidang
Konservasi Tanah, Balai Penjelidikan Kehutanan (Schmidt dan
Fergusson, 1951). Hasil kegiatan ini adalah berupa pengumpulan data
iklim untuk menyusun Klasifikasi tipe hujan (rainfall types)
berdasarkan jumlah bulan kering dan bulan basah di wilayah
Indonesia. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan oleh Oldeman (1975),
Oldeman dan Darmijati (1977), Oldeman et al. (1979), dan Oldeman et
al. (1980) untuk lebih mengaitkan dengan kebutuhan tanaman.
Guna melengkapi data dan informasi iklim di seluruh Indonesia,
maka Puslitbangtanak bekerjasama dengan CIRAD Perancis telah
memasang 74 stasiun iklim otomatis (Automatic Weather Station :
AWS), dan 24 stasiun pencatat tingkat air otomatis (Automatic Water
Level Recorder : AWLR) di seluruh Indonesia. Dalam rangka
pemantauan data dan informasi yang diperoleh dari stasiun di lapangan
tersebut, maka Puslitbangtanak bekerjasama dengan berbagai instansi,
seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pertanian
setempat, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Selanjutnya untuk memudahkan penggunaannya, informasi
iklim yang berasal dari seluruh wilayah ini dirangkum dalam suatu
Atlas Sumber Daya Iklim Pertanian Indonesia, Skala 1:1.000.000 oleh
Balitklimat (2004).
Sementara itu untuk mengetahui dinamika sumber daya
air tanah dan pemanfaatannya
untuk pertanian, maka berbagai
penelitian telah dilakukan, baik
dalam bidang tanaman pangan
maupun perkebunan. Baru-baru
19
20
aat ini Puslitbangtanak didukung oleh 651 tenaga yang terdiri atas
tenaga fungsional 317 orang, dan tenaga nonfungsional 334
orang. Pada awal terbentuknya sampai tahun 1980-an, tenaga pemeta
tanah (soil surveyor) merupakan tenaga yang dominan. Hal ini
(disebabkan) karena kegiatan survei pada periode tersebut sangat
intensif dilakukan terutama untuk mendukung program-program
pembangunan nasional seperti program perencanaan pemukiman
transmigrasi, rehabilitasi dan perluasan jaringan pengairan, pencetakan
sawah, dan pembukaan perkebunan baru. Tenaga survei yang direkrut
kebanyakan merupakan lulusan dari Sekolah Pertanian Menengah Atas
(SPMA), yang kemudian menjalani pelatihan, sekitar 2 tahun, menjadi
Asisten Pemeta Tanah atau Asisten Peneliti bidang penelitian lainnya.
Tenaga inilah bersama para tenaga sarjana, telah memberikan
sumbangan yang besar artinya bagi pengumpulan informasi sumber
daya lahan di Indonesia, melalui kegiatan survei dan pemetaan tanah.
Untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan dalam
menjalankan tugas, maka banyak tenaga peneliti dan tenaga fungsional
lainnya, telah mengikuti program pelatihan baik jangka panjang
maupun jangka pendek di dalam dan luar negeri, dengan biaya dari
pemerintah (beasiswa) atau biaya sendiri.
S3
S2
S1
< D3
Puslitbangtanak
53
71
Balittanah
15
48
83
177
323
Balitklimat
18
33
67
Balittra
22
41
87
153
Lolingtan
24
37
30
90
158
373
651
Total
A
21
Total
Unit kerja
Puslit
Ahli
peneliti
Peneliti
Ajun
peneliti
Asisten
peneliti
Total
Balittanah
15
27
28
21
91
Balitklimat
20
Balittra
13
26
46
Lolingtan
Total
Unit kerja
Puslit
23
43
61
39
166
Fungsional
13
Balittanah
206
Balitklimat
44
Balittra
46
Lolingtan
Total
Nonfungsional
317
22
Total
58
71
117
323
23
67
107
153
29
37
334
651
Laboratorium Kimia
Dalam bidang penelitian kesuburan tanah, Laboratorium Kimia
Tanah merupakan laboratorium yang tertua, yang saat ini berada di
bawah Balai Penelitian Tanah. Laboratorium ini merupakan salah satu
laboratorium referensi di Indonesia, dalam bidang analisis tanah,
tanaman, kualitas air, dan pupuk. Selain melayani kebutuhan lingkup
Puslitbangtanak, laboratorium ini juga melayani permintaan dari luar,
baik dari instansi pemerintah maupun swasta.
Kapasitas laboratorium dalam menganalisis cukup besar, yaitu
sekitar 200 contoh tanah, 60 contoh tanaman, 40 contoh air, dan 20
contoh pupuk setiap minggu. Dalam rangka ikut meningkatkan
keahlian tenaga analis di Indonesia, maka laboratorium ini
memberikan kesempatan magang bagi tenaga-tenaga analis yang
berasal dari berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Setiap
tahun diperkirakan tidak kurang dari 50 orang tenaga analis yang telah
melaksanakan magang di laboratorium ini.
23
Laboratorium Fisika
Untuk
melengkapi
informasi sumber daya lahan,
Laboratorium Fisika Tanah
melayani analisis tanah yang
berkaitan dengan sifat-sifat
fisika tanah, antara lain :
tekstur, berat volume, kadar air
tanah, porositas, permeabilitas,
indeks stabilitas agregat, angka
Atterberg, nilai COLE, particle
density, infiltrasi, dan perkolasi. Pada saat ini, laboratorium ini
memiliki kapasitas analisis sekitar 70 contoh tanah setiap minggu.
Laboratorium Mineralogi
Laboratorium
ini
melayani analisis komposisi
mineral fraksi pasir dan fraksi
liat,
dilengkapi
dengan
peralatan X-Ray Difractometer.
Kedua jenis analisis ini sering
kali digunakan untuk penelitian
dasar klasifikasi dan genesa
tanah. Kapasitasnya adalah
analisis 24 contoh tanah setiap
minggu. Untuk penetapan fraksi
pasir, diperlukan waktu sekitar
satu minggu, sedangkan untuk
analisis mineral liat diperlukan
sekitar dua minggu.
24
25
26
27
Perpustakaan
Perpustakaan Puslitbangtanak memiliki koleksi sekitar enam
ribu (6.000) publikasi, yang terdiri atas buku, jurnal, prosiding, bahan
referensi (misalnya kamus, abstrak, statistik, dan lain-lain), dan
publikasi lainnya dari luar dan dalam negeri, mulai dari zaman
pemerintahan Belanda sampai sekarang. Selain itu, tersedia juga
berbagai laporan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh
Puslitbangtanak. Pengunjung utama selain dari para peneliti, juga
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
28
Website Puslitbangtanak
Sebagai lembaga publik, Puslitbangtanak mempunyai kewajiban
menyampaikan hasil-hasil penelitiannya kepada masyarakat luas.
Untuk melakukan hal ini, maka pada tahun 2001 Puslitbangtanak
membuat situs dengan nama domain www.soil-climate.or.id. Informasi
29
30
31
32
33
34
35
36
37
intensif,
sedangkan
pada
wilayah iklim kering kondisi
tanahnya ber-pH tinggi yang
menyebabkan beberapa hara
mikro tidak tersedia.
Potensi lahan kering
masam untuk pengembangan
pertanian sebenarnya masih
cukup besar. Diduga, sekitar
Lahan kering masam memerlukan
penanganan khusus dalam
16,2 juta ha lahan kering
pemanfaatannya untuk pertanian
masam dapat dikembangkan
untuk usaha tanaman pangan.
Untuk mengatasi kendala pemanfaatan lahan kering, maka
Puslitbangtanak bekerjasama dengan Tropsoils Project (USA),
International Fertilizer Development Center (IFDC), dan Departemen
Transmigrasi telah banyak melakukan penelitian dan telah menemukan
teknologi pengelolaan lahan kering masam, antara lain, teknologi
pengayaan P dan K, serta efisiensi penggunaan N. Teknik pemberian
kapur telah ditemukan untuk mengatasi masalah kemasaman dan
keracunan aluminium (Al).
Masalah penting lain yang sering dijumpai pada lahan kering,
adalah masalah erosi, terutama pada lahan berlereng dan kekurangan
air. Untuk mengatasi kendala erosi pada lahan kering berlereng ini,
maka teknik konservasi tanah telah ditemukan dan dikembangkan
dengan meningkatkan partisipasi petani. Sementara itu, untuk
mengatasi masalah kekurangan air tadi, telah dikembangkan pula
teknik pengelolaan air secara efisien.
38
13 juta ha. Secara turun temurun, lahan ini telah dimanfaatkan untuk
bercocok tanam oleh penduduk yang tinggal di sekitarnya, utamanya
Suku Banjar dan Bugis. Ekosistem lahan rawa secara alami lebih
rentan daripada lahan sawah, terutama karena adanya berbagai
masalah kimia seperti keracunan besi, Al, Mn, dan hidrogen sulfida.
Guna membantu petani dalam meningkatkan produktivitas usaha
taninya, maka Puslitbangtanak bersama-sama unit kerja penelitian lain
lingkup
Badan
Litbang
Pertanian,
sejak
Proyek
Pembukaan
39
40
41
42
43
tanah,
melalui
sering
dilakukan
penambahan
pupuk
pupuk
P-alam
pupuk
kandang cocok diterapkan untuk skala usaha tani >1 ha. Aplikasi
teknologi pengayaan P-alam selama lima musim pada tanah Oxisols
dan Ultisols dapat meningkatkan hasil jagung antara 30-90%. Di sisi
lain pendapatan meningkat 90% hingga 170%, serta nilai B/C ratio
lebih tinggi.
44
Perlakuan
Oxisols
A
B
C
A
B
C
Ultisols
R-C
Ratio
1,15
1,34
1,35
1,20
1,34
1,32
45
Rekomendasi pupuk SP-36 dan KCl untuk padi sawah, pada kelas status
hara P dan K tanah rendah, sedang, dan tinggi
Takaran pupuk pada tanah
berstatus
Jenis pupuk
Rendah
Sedang
Tinggi
.. kg/ha/musim ...
100
75
50
1. SP-36
2. KCl:
Jerami dikembalikan (5 t/ha)
Jerami tidak dikembalikan
50
100
0
50
0
50
46
47
48
terhadap
kebiasaan
petani
tersebut, diharapkan teknologi
ini dapat diterapkan oleh petani.
Guludan
berfungsi
untuk
menghambat aliran permukaan
dan meningkatkan pengendapan
tanah dan unsur hara yang
tererosi dari bedengan. Sayuran
Percobaan konservasi tanah di
ditanam di bedengan, sedangkan
sentra sayuran dataran tinggi Dieng,
guludan dapat ditanami dengan
Jawa Tengah
tanaman
lainnya
yang
bermanfaat. Teknologi konservasi ini direkomendasikan untuk
diterapkan pada lahan miring di daerah dataran tinggi, yang
diusahakan untuk usaha tani sayuran.
Kehilangan hara yang cukup tinggi pada model bedengan petani
yang dibuat searah lereng, tanpa guludan, akan meningkatkan
kebutuhan pupuk untuk mengimbangi kehilangan hara karena erosi.
Sebaliknya, teknologi bedengan dan guludan, efektif memperkecil
erosi tanah dan kehilangan unsur hara. Dengan demikian dalam jangka
panjang, teknologi ini dapat menghemat input usaha tani berupa
pengurangan pemakaian pupuk organik dan pupuk buatan.
Pengurangan input usaha tani akan meningkatkan keuntungan petani.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan teknologi ini
adalah :
Bedengan dibuat searah lereng dengan ukuran 1,5 m x 4,5 m.
Ukuran guludan : lebar 20-25 cm dan tinggi 30-40 cm, dibuat
49
Tanah dan hara makro yang tererosi dari berbagai teknik penyiapan
lahan untuk tanaman sayuran di tanah Hapludands Cipanas, Bogor
Perlakuan
Erosi
P2 O 5
K20
t/ha
65,1
kg/ha
241
80
18
40,2
145
56
11
40,5
146
58
13
50
51
52
yang terkena endapan lahar cukup luas, dan sebelumnya areal tersebut
merupakan lahan pertanian subur. Teknologi yang diterapkan adalah
menanami lahan yang tertimbun lahar G. Merapi dengan Flemingia
congesta, dan penggunaan emulsi bitumen. Flemingia congesta adalah
tanaman legum perdu, dapat mencapai tinggi 3-5 meter, tumbuh cepat,
berdaun banyak, dapat dipangkas dan hasil pangkasannya digunakan
sebagai pupuk organik, dan apabila terbakar dapat bertunas kembali.
Sedangkan emulsi bitumen digunakan sebagai amelioran, khususnya
untuk memperoleh kelembapan tanah yang cukup, agar mampu
mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik.
Penanaman Flemingia congesta dan penggunaan emulsi bitumen
cukup memberikan prospek yang baik dalam memperbaiki lahan yang
terkena material letusan gunung berapi, karena dalam waktu satu tahun
saja, lahan bekas endapan lahar telah tertutup rapat oleh vegetasi.
i. Teknologi Pengukuran Laju Erosi Skala DAS Mikro
Sejauh ini, pengukuran laju erosi banyak dilakukan pada skala
petak kecil. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa data erosi pada
skala petak kecil cenderung melebihi (overestimate), jika
diekstrapolasi ke skala daerah aliran sungai (DAS). Teknologi
pengukuran laju erosi skala DAS mikro merupakan inovasi teknologi
untuk mengkuantifikasi laju erosi, yang lebih akurat dibanding
pengukuran pada petak kecil.
Pengukuran erosi pada
skala DAS mikro dilakukan
dengan
menggunakan
bak
penampung sedimen (sediment
trap), yang dilengkapi dengan
V-notch weir, automatic water
level recorder (AWLR), dan Pengukuran erosi dengan chinometer
dan gutter
pengukur tinggi muka air
53
54
15,0
2,7
3,7
Padi lokal
15,0
2,5
2,5
Jagung
16,0
2,8
4,0
Kacang tanah
32,0
3,2
4,8
Singkong
1,7
0,5
2,5
Ubi jalar
3,7
0,5
5,2
Kentang
2,7
0,3
3,6
Wortel
3,0
0,5
3,8
Bawang
1,6
0,3
1,7
Tomat
3,3
0,4
4,2
Pisang
2,4
0,3
5,6
Jeruk
1,8
0,2
2,5
Rumput
30,0
3,7
26,7
Leguminose
37,5
4,4
33,2
55
= 100/46 x 48 kg/ha =
104 kg/ha
53 kg/ha
KCl
23 kg/ha
= 100/52 x 12 kg/ha =
Unsur
46 kg N
20 kg P
16 kg P
52 kg K
Oksida
46 kg P2O5
36 kg P2O5
63 kg K2O
56
Urea
150-200 kg/ha
SP-36 =
75-100 kg/ha
KCl
50 kg/ha
Pupuk Kandang
Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara yang rendah
dan bervariasi tergantung pada jenis dan kesehatan hewan, serta waktu
dan cara penyimpanan pupuk. Sebagai akibat kandungan haranya yang
lebih rendah dibandingkan pupuk buatan, maka apabila digunakan
sebagai pupuk, diperlukan dalam jumlah banyak. Selain dapat
menyediakan unsur hara, pupuk kandang berperan memperbaiki
struktur tanah dan aktivitas organisme tanah.
Kandungan unsur hara di dalam 1 ton pupuk kandang
Pupuk kandang
Sapi
Kambing
Domba
Babi
Ayam
Kandungan hara
N
P
K
Ca
.. kg/ton pupuk kandang .
5
2
5
3
8
7
15
8
10
7
15
17
9
3
6
12
15
5
6
23
57
= 12 kg/ha
KCl
= (30-48) kg/ha
58
Ca
Mg
C/N
36,2
26,6
47,0
11,5
18,2
30,0
3,8
1,4
3,5
1,4
2,0
2,7
0,46
1,20
1,01
0,34
0,46
0,62
3,26
2,89
5,92
3,11
5,11
3,73
2,51
2,45
2,96
1,80
2,40
3,84
0,73
0,56
1,34
0,55
0,60
0,74
10
18
13
8
9
11
59
60
Penggunaan
Pengelolaan pemupukan :
{
untuk meningkatkan oksidasi besi, selama waktu bera. Hal ini akan
mengurangi besi-II (Fe2+) yang terakumulasi dalam tanah.
Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penerapan teknologi
ini adalah:
Teknologi drainase dan pencucian dapat menurunkan serapan hara
61
62
merupakan
penanaman tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, dan/atau tanaman legum multiguna (multi purpose
leguminous) di antara tanaman kopi, sehingga tercipta komunitas
tanaman dengan berbagai strata tajuk. Dengan kondisi yang demikian,
hanya sebagian kecil saja air hujan yang langsung menerpa permukaan
tanah.
Selain menguntungkan dari segi konservasi tanah, penerapan
sistem multistrata dapat memberikan keuntungan lain, yakni: (1)
tersedianya naungan (pelindung) yang sangat diperlukan tanaman
kopi, (2) adanya naungan dapat menekan pertumbuhan gulma, (3)
pangkasan dari tanaman legum pohonan, dapat berfungsi sebagai
sumber mulsa dan pupuk hijau, dan (4) tanaman lain yang ditanam
dalam sistem multistrata, seperti kemiri, avokad, cempedak, dan lainlain, merupakan sumber pendapatan tambahan.
Apabila penanaman pohon pelindung ditujukan utamanya untuk
memperbaiki pertumbuhan dan produksi kopi, maka perlu dijaga agar
pohon pelindung tersebut tidak terlalu rapat. Untuk tanaman gamal
atau lamtoro, satu pohon pelindung untuk empat tanaman kopi, sudah
cukup ideal. Apabila ditanam tanaman tahunan lain, seperti jengkol
dan avokad yang tajuknya rapat, pohon pelindung bisa ditanam lebih
jarang.
63
64
65
66
an dan injakan, (4) bukan tanaman inang hama dan penyakit, (5)
sistem perakaran tidak berkompetisi berat dengan tanaman pokok, dan
(6) mampu menekan gulma.
Dari beberapa jenis tanaman penutup tanah, tanaman kacangkacangan atau jenis leguminosa adalah yang paling baik untuk penutup
tanah, karena mampu secara langsung memfiksasi nitrogen dari udara,
dan mampu melakukan regenerasi sendiri.
p. Teknologi Konservasi Tanah Secara Partisipatif
Salah satu penyebab rendahnya keberhasilan program
konservasi, adalah kurang dilibatkannya petani dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan program konservasi. Untuk itu, penyuluh
atau fasilitator lain di lapangan harus mampu mengadakan pendekatan
partisipatif
dengan
petani.
Untuk mengatasi masalah ini,
maka telah dicoba sistem
konservasi dengan melibatkan
petani sebagai pengguna secara
penuh.
Teknologi
Konservasi
Tanah Secara Partisipatif pada
Dalam konservasi tanah partisipatif,
prinsipnya menempuh proses
petani dilibatkan sejak perencanaan
seperti berikut :
Fasilitator lapangan atau penyuluh mendokumentasikan berbagai
67
termasuk tempat erosi jurang, erosi tebing sungai, serta erosi tebing
jalan, maupun tempat lain yang bermasalah untuk pertanian dan
nonpertanian.
Kunjungan lapangan bersama petani ke tempat-tempat yang
berdasarkan
pengetahuan
dan
68
69
70
71
fase
fenologi
(instalasi,
tahap
vegetatif,
pmbungaan,
72
(a)
(b)
Validasi model (a) dan prediksi curah hujan (b) 12 bulan di Stasiun
Sukamandi, Jawa Barat
73
74
Aliran permukaan
Infiltrasi
Cadangan (reservoir)
Infiltrasi
Wilayah/daerah pengairan irigasi
75
Tahap 2
Penentuan laju sedimentasi yang terjadi di sungai
pemasok (inlet) yang akan
terbawa ke dalam waduk. Hal
ini dilakukan dengan pengukuran langsung di sungai, dan
dengan prediksi menggunakan
model. Menentukan tingkat
kerusakan DAS yang menjadi
76
Tahap 4
Penentuan alat bantu untuk menentukan keputusan (decision
support system) bagi pendistribusian air berbagai sektor (bidang
pertanian, industri, rumah tangga perkotaan, dan lain-lain). Alat bantu
ini diperlukan agar terjadi keseimbangan antara pasokan air dan
pendistribusiannya.
e. Pengelolaan Sumber Daya Air dan Optimasi Irigasi Suplementer
untuk Menekan Kehilangan Hasil Tanaman Tebu
Periode penanaman tebu yang dilakukan sepanjang tahun untuk
menjaga kontinuitas produksi akan menghadapi permasalahan
cekaman air yang puncaknya terjadi pada musim kemarau, sehingga
berdampak terhadap peningkatan kehilangan hasil dan penurunan
rendemen tebu. Dampak cekaman air terhadap kehilangan hasil tebu
terbesar, terjadi pada fase pembentukan tunas dan pertumbuhan
vegetatif.
Untuk
mengantisipasi
dampak
tersebut,
diperlukan
77
78
Contoh hasil analisis neraca air tanaman tebu, tanpa dan dengan irigasi
suplementer di PG Jatitujuh, Jawa Barat
79
80
Saluran
Saluran primer
Primer
Flapgate (inlet)
Flapgate (outlet)
A
Salurtersier
anTersier
Saluran
Stoplog (inlet)
Stoplog (outlet)
Saluran
Saluran Primer/jalur
primer/jalur
A
Stoplog
Stoplog
Salurtersier
anT
ersier
Saluran
Stoplog
Saluran Tersier
Stoplog
Stoplog
1
Ilustrasi tata air Sistem Aliran Satu Arah (atas) dan Sistem Tabat
(bawah); flapgate (pintu klep), stoplog (pintu sekat)
81
82
83
Padi
Kedelai
Jagung
Kacang
tanah
Kacang
hijau
Tipologi
Lahan potensial
Sulfat masam
Gambut **)
Lahan potensial
Sulfat masam
Gambut
Lahan potensial
Sulfat masam
Gambut **)
Lahan potensial
Sulfat masam
1.000-2.000
Gambut
1.000-2.000
Lahan potensial
0
22,5
22,5
22,5
60
45
45
50
50
50
Takaran pupuk
P2 O 5
K2O
.. kg/ha ..
67,5
30
18,75-37,5
30-60
10,25
30
37,5
11,5
0
11,25
84
85
86
kehitaman, dengan ukuran umbi 1-4 cm. Rumput purun tikus memiliki
berbagai manfaat, di antaranya sebagai atraktan hama penggerek
batang padi putih (PBPP = Schirpopphaga innotata), dan sebagai
bahan organik mampu memfilter air masam yang mengandung unsur
Fe2+ dan SO42-.
Penggerek batang padi putih (PBPP) merupakan salah satu
hama utama tanaman padi di lahan rawa, yang intensitas kerusakan
tanamannya mencapai 25-45%, tetapi apabila di sekitar pertanaman
padi terdapat banyak rumput purun tikus, maka intensitas
kerusakannya kurang dari 1%. Hal ini disebabkan oleh ketertarikan
serangga untuk memilih rumput purun tikus (bagian batang dekat
bunga) sebagai tempat meletakkan telurnya. Ekstrak batang bagian
tengah dan dekat bunga rumput purun tikus mengandung zat yang
87
88
Beberapa
keunggulan
tanaman tersebut antara lain :
mangga kasturi dan hambuku,
tahan terendam air lebih dari 3
bulan dan adaptif di lahan lebak,
sehingga cocok untuk dijadikan
batang bawah pada budi daya
mangga di lahan lebak. Mangga
kueni anjir dan kebembem,
tahan terhadap genangan harian
dan kemasaman tanah yang
cukup ekstrim. Durian anjir,
tahan terendam harian dan
kemasaman tanah ekstrim,
sehingga cocok digunakan Buah balangkasua yang mulai langka,
masih bisa ditemui di lahan rawa
sebagai batang bawah untuk
pengembangan durian kawasan pasang surut. Lai dan pampakin
merupakan jenis durian yang warna buahnya adalah kuning dan kuning
kemerahan, tanpa bau menyengat, serta sangat jarang dijumpai hamahama penggerek di daging buahnya. Tanaman buah mentega dan
ramania mempunyai daun yang rimbun dan jarang rontok, sehingga
cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman penghijauan di kawasan
perkotaan. Buah mentega yang dikenal sebagai apel beludru, juga
sangat cocok dijadikan jus dengan rasa lezat, harum, lembut, dan khas.
Srikaya ganal, tipe buahnya majemuk dengan ukuran cukup besar
(diameter 10-15 cm, panjang 20 cm), warna kulit buah agak aneh yaitu
kelabu, daging buahnya putih dengan citarasa yang manis. Maritam
adalah sejenis buah leci hutan, yang tahan terhadap kondisi lembab
dan berawa-rawa. Rambutan siwau dan maritam, gitaan tampirik,
durian berkulit merah lahong dan berdaging merah, kopuan, pitanak,
balangkasua, putaran, dan babuku termasuk buah langka yang perlu
diselamatkan dan digali potensinya.
89
Padi varietas lokal yang telah dikoleksi berjumlah lebih dari 420
asesi, berasal dari lahan rawa pasang surut dan lebak di Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah serta Lampung,
Sumatera Selatan, dan Jambi. Karakteristik tanaman padi lokal
bervariasi antar varietasnya, tetapi sebagian besar varietas lokal
tersebut memiliki daya toleransi terhadap kemasaman dan keracunan
besi. Tinggi tanamannya 105-180 cm dengan jumlah anakan 10-24
batang. Malainya umumnya muncul penuh dengan tingkat kerontokan
gabah sedang (6-25%). Sudut daun datar, sudut daun bendera antara
sedang dan datar, dan sudut batang umumnya sedang. Tanaman yang
tinggi dan kuat cocok untuk lahan rawa yang genangan airnya dalam,
sedangkan malai yang muncul penuh memudahkan bagi petani yang
umumnya memanen dengan ani-ani. Sudut daun yang datar dapat
menekan pertumbuhan gulma, dan dengan demikian akan mengurangi
biaya penyiangan. Umur tanaman padi lokal di lahan lebak pada
umumnya genjah 1-3 bulan lebih lama daripada padi lokal di lahan
pasang surut, sedangkan hasil gabahnya berkisar antara 1-4 t/ha.
Varietas Bonai, Serai Rampak, dan Senapi cukup toleran
kekeringan di lahan lebak, sedangkan varietas Datu dan Pudak yang
ditemukan di ekosistem lahan pasang surut salin Kalimantan Selatan,
berbatang kuat dengan tinggi tanaman lebih dari 2 meter, bermalai
panjang dan lebat gabahnya besar. Padi varietas Pudak serupa dengan
padi aromatik, bau gabah atau berasnya harum dengan malai lebat,
sedangkan varietas Bayar atau Pandak tahan terhadap keracunan besi
dan aluminium. Varietas yang tahan rebah adalah Bayar Palas, Pandak
Putih, Siam Unus, dan Lemo Putih, karena batangnya yang cukup
besar dan kuat, sehingga cukup mampu menopang pertumbuhan
tanaman. Varietas yang tahan penyakit tungro adalah Siam Puntal,
Siam Adus, Siam Suruk, dan Siam Lantik. Kandungan Fe dan Zn pada
71 varietas lokal padi pasang surut yang dievaluasi sangat bervariasi,
yaitu berkisar antara 1170 ppm untuk Fe, dan 20108 ppm untuk Zn.
Kandungan Fe terendah terdapat pada varietas Kutut dan yang
90
91
92
KERJASAMA PENELITIAN
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
1996 1998
1.
PT. Istana
Kanematsu
Indonesia
2.
Bagpro
Penyusunan kesesuaian lahan untuk
Penyebaran dan peternakan.
Pengembangan
Peternakan
1996 1998
3.
ARMP-II
1997 1998
4.
ARMP-II
1997 1998
5.
ARMP-II
1997 1998
6.
1998 2001
7.
RUT V BPPT
1998
8.
RUT IV BPPT
1998
9.
ARMP-II
1998 1999
1998 1999
10. ARMP-II
93
No.
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
11. ARMP-II
1998 1999
12. ARMP-II
1998 1999
13. ARMP-II
1998 1999
1999 2000
15. ARMP-II
1999 2000
16. ARMP-II
1999 2000
17. ARMP-II
2000
18. Dinas
Perkebunan
Kabupaten
Serang
2000
2000
2000
2000
22. PAATP
2001
2001 2002
24. KLH
2001
94
No.
Mitra
Kegiatan
26. PAATP
Jangka
waktu
2001 2002
2001
2001 2004
2001 2002
2002
2002
31. ARMP-II
2002
32. ARMP-II
2002
2002 2003
2003
2003 - 2004
36. BPPT
2003
37. BPPT
2003
38. BPPT
2003
39. BPPT
2003
95
No.
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
2003
2003
Penyusunan pengembangan
informasi lahan sawah/decision
support system.
2003
43. Pemda
Tanggamus
2003
44. Kimpraswil
2003 2004
2003
2003
47. Menristek
2003
48. Fakultas
Farmasi, UGM
2004
49. PAATP
2004
96
No.
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
50. PAATP-BPPT
2004
2004
2004
2004
2004
55. Pemda
Kabupaten
Merangin
2004
56. PUSDATIN,
Deptan
2004
2004
2004
2004
97
No.
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
2004
2004
2004
2004
2004
2004
66. Kimpraswil
2004 2005
67. BMG
2004 2005
68. LAPAN
2004 2005
69. Pusdatinderaja
LAPAN
2004 2005
2004 2005
71. Pusdatinderaja
LAPAN
2004 2005
72. Ditjenbun
2004 2005
98
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
1.
1995 1999
2.
IMPHOS
1996 1999
3.
Potash and
Phosphate
Institute (PPI)
1997 2000
4.
IWMI
1998 2002
5.
1998 2000
6.
IMPHOS
1998 2001
7.
IBSRAM
1998 2001
8.
ACIAR
1998 2000
9.
MSEC
1999 10
tahun
10. IMPHOS
2000 2004
11. ASEAN-Japan
2000 2002
2001 2002
13. ICRAF
2001 2003
2002 2003
99
No.
Mitra
Kegiatan
Jangka
waktu
15. Special
Programe for
Food SecurityFAO
2004
2004
2004
2004
100
101
pembinaan
dalam
teknik
menentukan
rekomendasi
102
103
104
105
106
107
108
Oleh karena itu, dari sejak dulu sampai sekarang, saya selalu berharap
kepada lembaga penelitian agar memperhatikan kondisi tanah kita
yang sekarang banyak sakit, karena terus-menerus terkuras akibat
produksi padi yang selalu digenjot. Selain itu saya selalu
mengkampanyekan, agar tidak terlalu bertumpu pada padi/beras
sebagai sumber enersi. Saya telah membuktikan hal ini, karena saya
termasuk orang yang sangat sedikit makan nasi, sarapan pagi cukup
dengan pisang, tetapi karena pertolongan Tuhan hidup saya masih
segar sampai sekarang.
Harapanku : Demi kelangsungan hidup bangsa dan negara
jadilah pembela tanah yang sejati melalui penelitian.
109
110
111
112
PENUTUP
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., Herry H.D., dan Wahyunto. 2000. Penelitian untuk
Pendayagunaan Lahan Secara Optimal. Dalam: Sumber Daya
Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. (L.I. Amin, et al. Eds.)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Alihamsyah T., F.N. Saleh, S. Abdussamad, M. Sarwani, D. Nazemi,
Mukhlis, I. Khairullah, H.D. Noor, H. Sutikno, dan Y. Rina.
2001. 40 Tahun Balittra Perkembangan dan Program
Penelitian ke Depan. Balai Penelitian Tanaman Pangan
Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Dua Abad
Penelitian Pertanian Indonesia. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Chin A Tam, S.M. 1993. Bibliography of Soil Science in Indonesia
1890-1963. DLO-Institute for Soil Fertility Research.
Dames, T.W.G. 1955. The Soil of East Central Java: with a Soil Map
1:250.000. Contribution of the General Agricultural Research
Station. Pemberitaan Balai Besar Penjelidikan Pertanian No.
141:1-155. Bogor.
Dudal, R. and H. Jahja. 1957. Soil Survey in Indonesia. Pemberitaan
Balai Besar Penjelidikan Pertanian. Bogor, Indonesia No. 147149.
Go Ban Hong. 1961. Warta Kongres Nasional Ilmu Tanah Pertama.
Sekretariat Kongres Nasional Ilmu Tanah I, Bogor.
Hajatullah, I., S. Mansjur, dan Maksum. 2002. Perjalanan 160 Tahun
Bibliotheca Bogoriensis. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian.
Lembaga Penelitian Tanah. 1975. Penelitian Kesuburan Tanah Pelita
Pertama. Jilid II. Kumpulan Laporan Penelitian.
Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimatic Map of Java. Central Research
Institute for Agriculture. Bogor.
Oldeman, L.R. and Darmijati. 1977. An Agroclimatic Map of
Sulawesi. Central Research Institute for Agriculture. Bogor.
Oldeman, L.R., I. Las, and S.N. Darwis. 1979. An Agroclimatic Map
of Sumatra. Central Research Institute for Agriculture. Bogor.
115
116