Telaahan Hukum Penyelenggaraan Pengoperasian Pengusahaan
Telaahan Hukum Penyelenggaraan Pengoperasian Pengusahaan
Pasal 17:PenyelenggaraanperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal 5
ayat (1) huruf a berupapenyelenggaraan:
a.prasaranaperkeretaapian; dan/atau
b.saranaperkeretaapian.
Pasal 18:
Penyelenggaraanprasaranaperkeretaapianumummeliputikegiatan:
a. pembangunanprasarana;
b. pengoperasianprasarana;
c. perawatanprasarana; dan
d. pengusahaanprasarana.
Page 8
2Pasal 20PengoperasianprasaranaperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal
18 huruf b wajibmemenuhistandarkelaikanoperasiprasaranaperkeretaapian.
3
Pasal
98:Untukmemenuhipersyaratanteknisdanmenjaminkelaikanoperasisaranaperkeret
aapian, wajibdilakukanpengujiandanpemeriksaan.
Pengujiansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
dilakukanolehPemerintahdandapatdilimpahkankepadabadanhukumataulembaga
yang mendapatakreditasidariPemerintah.
Pemeriksaansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
wajibdilakukanolehPenyelenggaraSaranaPerkeretaapian.
Page 8
penanganan kecelakaan kereta api) yang diatur dalam Pasal 125 5, UU No.
23/2007dan keamanan (sistem persinyalan).
Pengoperasian MRT juga nantinya perlu berpedoman pada aturan-aturan
teknis dan operasional seperti yang diatur dalam Pasal 117, PP No. 56/2009.
Pengusahaan Stasiun:
UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mengatur secara khusus
mengenai pengusahaan stasiun yang diatur dalam Pasal35 6 danPasal 54-58.7
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
5Pasal 125Dalamhalterjadikecelakaankeretaapi,
pihakPenyelenggaraPrasaranaPerkeretaapiandanPenyelenggaraSaranaPerkeretaapianharus
melakukanhal-halsebagaiberikut:
mengambiltindakanuntukkelancarandankeselamatanlalulintas;
menanganikorbankecelakaan;
memindahkanpenumpang, bagasi, danbarangantarankekeretaapi lain ataumodatransportasi
lain untukmeneruskanperjalanansampaistasiuntujuan;
melaporkankecelakaankepadaMenteri, pemerintahprovinsi, pemerintahkabupaten/kota;
mengumumkankecelakaankepadapenggunajasadanmasyarakat;
segeramenormalkankembalilalulintaskeretaapisetelahdilakukanpenyidikanawalolehpihakber
wenang; dan
mengurusklaimasuransikorbankecelakaan.
6
(2)
a.
Pasal
54:Stasiunkeretaapiuntukkeperluannaikturunpenumpangsebagaimanadimaksuddala
mPasal 35 ayat (3) huruf a paling rendahdilengkapidenganfasilitas:
a.keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naikturunpenumpang;
e. penyandangcacat;
f. kesehatan; dan
g. fasilitasumum.
StasiunkeretaapiuntukkeperluanbongkarmuatbarangsebagaimanadimaksuddalamPas
al 35 ayat (3) huruf b dilengkapidenganfasilitas:
keselamatan;
Page 8
PP No. 56 Tahun
yang didalamnya
stasiun sebagai
85-101 8) bukan
b.
c.
d.
(3)
keamanan;
bongkarmuatbarang; dan
fasilitasumum.
Untukkepentinganbongkarmuatbarang di luarstasiundapatdibangunjalanrel yang
menghubungkanantarastasiundantempatbongkarmuatbarang.
(4)
Stasiunkeretaapiuntukkeperluanpengoperasiankeretaapisebagaimanadimaksuddalam
Pasal 35 ayat (3) huruf c
harusdilengkapidenganfasilitaskeselamatandankepentinganpengoperasiankeretaapi.
Pasal 55:
Di stasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) dapat dilakukan kegiatan
usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.
Pasal 56:
(1)Stasiun kereta api dikelompokkan dalam:
a.
Kelas besar;
b.
Kelas sedang; dan
c.
Kelas kecil.
(2)Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
kriteria:
a.
Fasilitas operasi;
b.
Frekuensi lalu lintas;
c.
Jumlah penumpang;
d.
Jumlah barang;
e.
Jumlah jalur; dan
f.
Fasilitas penunjang.
Pasal 57:
(1)Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus.
(2)Jasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat (1) dapatberupa:
a.
ruangtunggupenumpang;
b.
bongkarmuatbarang;
c.
pergudangan;
d.
parkirkendaraan; dan/atau
e.
penitipanbarang.
(3)Penggunajasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat
(2)
dikenaitarifjasapelayanantambahan.
Pasal 58:
KetentuanlebihlanjutmengenaistasiunkeretaapidiaturdenganPeraturanPemerintah.
8 Pasal 85, Stasiunkeretaapimeliputi:jenisstasiunkeretaapi;
b. kelasstasiunkeretaapi; dan
c. kegiatan di stasiunkeretaapi.
Pasal 86:
(1) StasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal
menurutjenisnyaterdiriatas:
40huruf
b,
Page 8
a. stasiunpenumpang;
b. stasiunbarang; atau
c. stasiunoperasi.
(2) Stasiunkeretaapiberfungsisebagaitempatkeretaapiberangkatatauberhentiuntukmelay
ani:
a. naikdanturunpenumpang;
b. bongkarmuatbarang; dan/atau
c. keperluanoperasikeretaapi.
Pasal 87:
Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a paling sedikit
dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naik turun penumpang;
e. penyandang cacat;
f. kesehatan;
g. fasilitas umum;
h. fasilitas pembuangan sampah; dan
i. fasilitas informasi.
Pasal 88:
(1) Stasiun penumpang terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun penumpang paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun penumpang paling sedikit meliputi:
a. gedung;
b. instalasi pendukung; dan
c. peron.
Pasal 89:
Stasiun barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf b paling sedikit
dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. bongkar muat;
d. fasilitas umum; dan
e. pembuangan sampah.
Pasal 90
(1) Stasiun barang terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
Page 8
Stasiun
kereta
api
yang
merupakan
bagian
dari
prasarana
perkeretapianseperti yang diatur dalam Pasal 117-118, PP No. 56/2009harus
dapat menampung penumpang, melayani operasi kereta api, memiliki ruang
bebas dan gedung untuk mengakomodasi arus penumpang yang ada.Untuk
melaksanakan seluruh kegiatan tersebut UU juga menetapkan bahwa
penyelenggara harus memiliki izin usaha, izin pembangunan, izin operasi.
Perizinan:
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun barang paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun barang paling sedikit meliputi:
a. gedung; dan
b. instalasi pendukung.
Pasal 91
(1) Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun,dapat dibangun jalan rel
yang menghubungkan antarastasiun dan tempat bongkar muat barang.
(2) Pembangunan jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta
api.
Pasal 92
(1) Stasiun operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf c harus
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan danoperasi kereta api.
Pasal 93
(1) Stasiun operasi terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. gedung; dan
b. instalasi pendukung.
Pasal 94
Kegiatan di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalamPasal 85 huruf c meliputi:
a. kegiatan pokok;
b. kegiatan usaha penunjang; dan
c. kegiatan jasa pelayanan khusus.
Pasal 95:
Kegiatan pokok di stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 94 huruf a meliputi:
a. melakukan pengaturan perjalanan kereta api;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api;
c. menjaga keamanan dan ketertiban; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan.
Pasal 96:
(1) Kegiatan usaha penunjang penyelenggaraan stasiunsebagaimana dimaksud dalam Pasal
94 huruf bdilakukan untuk mendukung penyelenggaraanperkeretaapian.
Page 8
Masalah perizinan terdapat dalam Pasal 336, PP No. 56 Tahun 2009. Pasal
tersebut mengatur mengenai kewajiban penyelenggara prasarana
perkeretaapian yang telah mendapat izinsesuai dengan yang diatur dalam
butir a-f.Sedangkan Pasal 337 mengatur mengenai izin operasi yang akan
diatur lebih lanjut di dalam ketetapan menteri.
Mengenai ketentuan penyelenggaraan prasarana perkeretaapianhanya
mengatur persyaratan teknis dan persyaratan sistem yang harus dipenuhi
dan
proses
memperoleh
perizinan
penyelenggaraan
prasarana
(2) Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh pihaklain dengan persetujuan
penyelenggara prasaranaperkeretaapian.
Pasal 97:
(1) Kegiatan usaha penunjang di stasiun dapat dilakukanoleh penyelenggara prasarana
perkeretaapian denganketentuan:
a. tidak mengganggu pergerakan kereta api;
b. tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang;
c. menjaga ketertiban dan keamanan; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan.
(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dalammelaksanakan kegiatan usaha
penunjang harusmengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluankegiatan pokok
stasiun.
Pasal 98:
(1) Kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun sebagaimanadimaksud dalam Pasal 94 huruf
c
dapat
dilakukan
olehpihak
lain
dengan
persetujuan
penyelenggara
prasaranaperkeretaapian yang berupa jasa pelayanan:
a. ruang tunggu penumpang;
b. bongkar muat barang;
c. pergudangan;
d. parkir kendaraan; dan/atau
e. penitipan barang.
(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat mengenakan tarif kepada pengguna
jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiberikan oleh penyelenggara
prasarana perkeretaapianapabila fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87dan
Pasal 89 telah terpenuhi.
Pasal 99
(1) Stasiun penumpang dikelompokkan dalam:
a. kelas besar;
b. kelas sedang; dan
c. kelas kecil.
(2) Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria:
a. fasilitas operasi;
b. jumlah jalur;
c. fasilitas penunjang;
d. frekuensi lalu lintas;
e. jumlah penumpang; dan
f. jumlah barang.
(3) Kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian
bobot setiap kriteria dan nilai komponen.
Pasal 100
(1) Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 99 dilakukan oleh:
Page 8
dengan Pemda DKI Jakarta seperti yang diatur dalam Pasal 307-308. Jangka
waktu pemberian hak konsesi tersebut diatur berdasarkan kesepakatan
antara PT MRTJ dengan Gubernur. Lebih lanjut diatur bahwa sesuai dengan
Pasal 312 ayat (2)PT MRTJ berhak mendapatkan hak konsesi paling lama 30
tahun. Namun hak tersebut hanya dapat diberikan apabila setelahdilakukan
penghitungan berdasarkan jumlah investasi dankeuntungan yang wajar.
Memperhatikan ketentuan pasal tersebut juga diketahui bahwa hak konsesi
dapat diperpanjang setiap kali paling lama 20 tahun.
Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang dilakukan oleh
badan usahadan pemerintah harus sesuai dengan isi Pasal 310
agar
pemerintah dalam hal ini Negara tidak dirugikan demikian juga badan usaha
yang mendapatkan hak penyelenggaraan sebagai penyelenggara prasarana
perkeretaapian mendapatkankeuntungan yang wajar dari kegiatan tersebut.
Hal ini berbeda dengan pemberian izin usaha dan izin operasi
penyelenggara saranaperkeretaapian yang dalam permohonan izin harus
sudah dilengkapi dengan kajian kelayakan yangdibuat oleh badan usaha,
tetapi
tidak
demikian
dengan
penyelenggara
prasarana
perkeretaapian,karenapenyelenggaraan perkeretaapian adalah kewenangan
pemerintah tetapi dapat diberikan kepada badanusaha berdasarkan
perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian sebelum diberikan
izinusahanya.
Kesimpulan:
Jadi dari ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian dapat disimpulkan bahwa belum adaaturan secara tegas dan
jelas tentang pengusahaan stasiun sebagai sektor bisnis yang penting untuk
dikembangkan ke depannya. Hal itu menjadi sangat penting saat ini,
mengingat pengusahaannya tergantung pada kesediaan dan ketersediaan
dana operasional MRT.
Dari sudut pandang pendapatan angkutan untuk masa mendatang perlujuga
dikembangkan berbagai usaha yang dapat mendukung penyelenggaraan
perkeretaapian dengan perlahan-lahan mengurangi subsidi pemerintah.
Untuk itu perludiatur dalam peraturan menteri yang dapat dijadikan
pedoman untukmelakukan perhitungan yang wajar dalampenyelenggaraan
prasarana perkeretaapian dan untukmenghitung jangka waktu konsesi yang
diberikan
pemerintah
kepada
badan
penyelenggara
prasaranaperkeretaapian
itu.
Namun
mengingat
penyelenggaraan
perkeretaapian yang berjalan pada saat inisecara historis adalah masih
Page 8
Page 8