Anda di halaman 1dari 10

Pandangan Hukum Mengenai Penyelenggaraan Kereta Api,

Pengoperasian, Pengusahaan &PerizinanStasiun.


Oleh: R. Hanna Simatupang
(Legal Specialist MCS)

Penyelenggaraan Kereta Api:


Untuk penyelenggaraan perkeretaapian untuk pengangkutan massal umum
diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18, 1 UU No. 23/2007 tentang
Perkeretaapian. Dari kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa MRT harus
melakukan kegiatan-kegiatan dari membangun prasarana dan sarana hingga
merawat dan pengusahaan prasarana.
Untuk penyelenggaraan perkeretaapian khususnya kasus MRT ini, diperlukan
beberapa langkah berikut:
1. membuat
perjanjian
penyelenggaraan
perkeretaapian
antara
pemerintah
pusat
(pembina)
dengan
pemerintah
daerah
(penyelenggara) yang dalam hal ini Pemda DKI Jakarta; dan
2. membuat pemberian izin kepada Pemda DKI Jakarta untuk
menyelenggarakan perkeretaapian.
Dengan adanya kedua hal tersebut di atas barulah Pemda DKI Jakarta
sebagai executing agency dapat mengoperasikan perkeretaapian dan
mengusahakan stasiun sehingga akan didapatkan suatu pendapatan yang
berkesinambungan untuk memelihara, merawat dan menjalankan bisnis
perkeretaapian dalam kota atau perkotaan.

Pengoperasian Kereta Api:


1

Pasal 17:PenyelenggaraanperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal 5
ayat (1) huruf a berupapenyelenggaraan:
a.prasaranaperkeretaapian; dan/atau
b.saranaperkeretaapian.
Pasal 18:
Penyelenggaraanprasaranaperkeretaapianumummeliputikegiatan:
a. pembangunanprasarana;
b. pengoperasianprasarana;
c. perawatanprasarana; dan
d. pengusahaanprasarana.
Page 8

Pengoperasian perkeretaapian umum yang nantinya akan dijalan oleh MRT


diatur dalam Pasal 20,2 UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian. Maksud
pasal ini lebih mengacu pada faktor kelaikan, keselamatan dan keamanan
dalam penyelenggaraannya. Jadi dapat dikatakan bahwa permasalahan
dalam pengoperasian perkeretaapian lebih kepada masalah teknis dan
operasional kereta api.
Opini hukum dalam hal ini lebih mengacu pada beberapa pasal mengenai
kelaikan (SDM, prasarana dan sarana perkeretaapian)seperti yang diatur
dalam Pasal 67-683 dan Pasal 984, UU No. 23/2007) keselamatan (tata cara

2Pasal 20PengoperasianprasaranaperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal
18 huruf b wajibmemenuhistandarkelaikanoperasiprasaranaperkeretaapian.
3

Pasal 67Prasaranaperkeretaapian yang


dioperasikanwajibmemenuhipersyaratankelaikan yang
berlakubagisetiapjenisprasaranaperkeretaapian.
(2)
Persyaratankelaikanprasaranaperkeretaapianmeliputi:
a.
persyaratanteknis; dan
b.
persyaratanoperasional.
(3)
Persyaratanteknissebagaimanadimaksudpadaayat (2) huruf a
meliputipersyaratansistemdanpersyaratankomponen.
(4)
Persyaratanoperasionalsebagaimanadimaksudpadaayat (2) huruf b
adalahpersyaratankemampuanprasaranaperkeretaapiansesuaidenganrencanaope
rasiperkeretaapian.
Pasal 68:
(1)
Untukmenjaminkelaikanprasaranaperkeretaapian,
wajibdilakukanpengujiandanpemeriksaan.
(2)
Pengujianprasaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
dilakukanolehPemerintahdandapatdilimpahkankepadabadanhukumataulembaga
yang mendapatakreditasidariPemerintah.
(3)
Pemeriksaanprasaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
wajibdilakukanolehPenyelenggaraPrasaranaPerkeretaapian.
4
(2)
(3)

Pasal
98:Untukmemenuhipersyaratanteknisdanmenjaminkelaikanoperasisaranaperkeret
aapian, wajibdilakukanpengujiandanpemeriksaan.
Pengujiansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
dilakukanolehPemerintahdandapatdilimpahkankepadabadanhukumataulembaga
yang mendapatakreditasidariPemerintah.
Pemeriksaansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1)
wajibdilakukanolehPenyelenggaraSaranaPerkeretaapian.
Page 8

penanganan kecelakaan kereta api) yang diatur dalam Pasal 125 5, UU No.
23/2007dan keamanan (sistem persinyalan).
Pengoperasian MRT juga nantinya perlu berpedoman pada aturan-aturan
teknis dan operasional seperti yang diatur dalam Pasal 117, PP No. 56/2009.
Pengusahaan Stasiun:
UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mengatur secara khusus
mengenai pengusahaan stasiun yang diatur dalam Pasal35 6 danPasal 54-58.7

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

5Pasal 125Dalamhalterjadikecelakaankeretaapi,
pihakPenyelenggaraPrasaranaPerkeretaapiandanPenyelenggaraSaranaPerkeretaapianharus
melakukanhal-halsebagaiberikut:
mengambiltindakanuntukkelancarandankeselamatanlalulintas;
menanganikorbankecelakaan;
memindahkanpenumpang, bagasi, danbarangantarankekeretaapi lain ataumodatransportasi
lain untukmeneruskanperjalanansampaistasiuntujuan;
melaporkankecelakaankepadaMenteri, pemerintahprovinsi, pemerintahkabupaten/kota;
mengumumkankecelakaankepadapenggunajasadanmasyarakat;
segeramenormalkankembalilalulintaskeretaapisetelahdilakukanpenyidikanawalolehpihakber
wenang; dan
mengurusklaimasuransikorbankecelakaan.
6

Pasal 35:(1)Prasarana perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus meliputi:


a. jalur kereta api;
b.stasiun kereta api; dan
c.fasilitas operasi kereta api.
(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi
pengoperasian kereta api.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi sebagai
tempat kereta api
berangkat atau berhenti untuk melayani:
a. naik turun penumpang;
b.bongkar muat barang; dan/atau
c.keperluan operasi kereta api.
(4) Fasilitas operasi kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
peralatan untuk
pengoperasian perjalanan kereta api.
7

(2)
a.

Pasal
54:Stasiunkeretaapiuntukkeperluannaikturunpenumpangsebagaimanadimaksuddala
mPasal 35 ayat (3) huruf a paling rendahdilengkapidenganfasilitas:
a.keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naikturunpenumpang;
e. penyandangcacat;
f. kesehatan; dan
g. fasilitasumum.
StasiunkeretaapiuntukkeperluanbongkarmuatbarangsebagaimanadimaksuddalamPas
al 35 ayat (3) huruf b dilengkapidenganfasilitas:
keselamatan;
Page 8

Pasal-pasal tersebutmemerintahkan agar masalah pengusahaan stasiun


kereta api harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Sebagai tindak lanjut UU tersebut di atas ditetapkanlah
2009 tentang Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian
mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan
bagiandari prasarana perkeretaapian (lihat Pasal
pengusahaan stasiun secara khusus.

PP No. 56 Tahun
yang didalamnya
stasiun sebagai
85-101 8) bukan

b.
c.
d.
(3)

keamanan;
bongkarmuatbarang; dan
fasilitasumum.
Untukkepentinganbongkarmuatbarang di luarstasiundapatdibangunjalanrel yang
menghubungkanantarastasiundantempatbongkarmuatbarang.
(4)
Stasiunkeretaapiuntukkeperluanpengoperasiankeretaapisebagaimanadimaksuddalam
Pasal 35 ayat (3) huruf c
harusdilengkapidenganfasilitaskeselamatandankepentinganpengoperasiankeretaapi.
Pasal 55:
Di stasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) dapat dilakukan kegiatan
usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.
Pasal 56:
(1)Stasiun kereta api dikelompokkan dalam:
a.
Kelas besar;
b.
Kelas sedang; dan
c.
Kelas kecil.
(2)Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
kriteria:
a.
Fasilitas operasi;
b.
Frekuensi lalu lintas;
c.
Jumlah penumpang;
d.
Jumlah barang;
e.
Jumlah jalur; dan
f.
Fasilitas penunjang.
Pasal 57:
(1)Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus.
(2)Jasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat (1) dapatberupa:
a.
ruangtunggupenumpang;
b.
bongkarmuatbarang;
c.
pergudangan;
d.
parkirkendaraan; dan/atau
e.
penitipanbarang.
(3)Penggunajasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat
(2)
dikenaitarifjasapelayanantambahan.
Pasal 58:
KetentuanlebihlanjutmengenaistasiunkeretaapidiaturdenganPeraturanPemerintah.
8 Pasal 85, Stasiunkeretaapimeliputi:jenisstasiunkeretaapi;
b. kelasstasiunkeretaapi; dan
c. kegiatan di stasiunkeretaapi.
Pasal 86:
(1) StasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal
menurutjenisnyaterdiriatas:

40huruf

b,
Page 8

PP No. 56 Tahun 2009 tentang PenyelenggaraanPrasarana Perkeretaapian ini


tidak secara tegas mengatur mengenai stasiun, khususnya mengenai
pengusahaan stasiun kereta api. Namun dari sudut pandang hukum, dapat
diasumsikan bahwa pengusahaan stasiun merupakan bagian dari
penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapianyang
meliputi
kegiatan
pembangunan, pengoperasian,perawatan dan pengusahaan (lihat Pasal 4041, PP No. 56 Tahun 2009).9

a. stasiunpenumpang;
b. stasiunbarang; atau
c. stasiunoperasi.
(2) Stasiunkeretaapiberfungsisebagaitempatkeretaapiberangkatatauberhentiuntukmelay
ani:
a. naikdanturunpenumpang;
b. bongkarmuatbarang; dan/atau
c. keperluanoperasikeretaapi.
Pasal 87:
Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a paling sedikit
dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naik turun penumpang;
e. penyandang cacat;
f. kesehatan;
g. fasilitas umum;
h. fasilitas pembuangan sampah; dan
i. fasilitas informasi.
Pasal 88:
(1) Stasiun penumpang terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun penumpang paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun penumpang paling sedikit meliputi:
a. gedung;
b. instalasi pendukung; dan
c. peron.
Pasal 89:
Stasiun barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf b paling sedikit
dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. bongkar muat;
d. fasilitas umum; dan
e. pembuangan sampah.
Pasal 90
(1) Stasiun barang terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
Page 8

Stasiun
kereta
api
yang
merupakan
bagian
dari
prasarana
perkeretapianseperti yang diatur dalam Pasal 117-118, PP No. 56/2009harus
dapat menampung penumpang, melayani operasi kereta api, memiliki ruang
bebas dan gedung untuk mengakomodasi arus penumpang yang ada.Untuk
melaksanakan seluruh kegiatan tersebut UU juga menetapkan bahwa
penyelenggara harus memiliki izin usaha, izin pembangunan, izin operasi.
Perizinan:
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun barang paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun barang paling sedikit meliputi:
a. gedung; dan
b. instalasi pendukung.
Pasal 91
(1) Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun,dapat dibangun jalan rel
yang menghubungkan antarastasiun dan tempat bongkar muat barang.
(2) Pembangunan jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta
api.
Pasal 92
(1) Stasiun operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf c harus
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan danoperasi kereta api.
Pasal 93
(1) Stasiun operasi terdiri atas:
a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. gedung; dan
b. instalasi pendukung.
Pasal 94
Kegiatan di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalamPasal 85 huruf c meliputi:
a. kegiatan pokok;
b. kegiatan usaha penunjang; dan
c. kegiatan jasa pelayanan khusus.
Pasal 95:
Kegiatan pokok di stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 94 huruf a meliputi:
a. melakukan pengaturan perjalanan kereta api;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api;
c. menjaga keamanan dan ketertiban; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan.
Pasal 96:
(1) Kegiatan usaha penunjang penyelenggaraan stasiunsebagaimana dimaksud dalam Pasal
94 huruf bdilakukan untuk mendukung penyelenggaraanperkeretaapian.
Page 8

Masalah perizinan terdapat dalam Pasal 336, PP No. 56 Tahun 2009. Pasal
tersebut mengatur mengenai kewajiban penyelenggara prasarana
perkeretaapian yang telah mendapat izinsesuai dengan yang diatur dalam
butir a-f.Sedangkan Pasal 337 mengatur mengenai izin operasi yang akan
diatur lebih lanjut di dalam ketetapan menteri.
Mengenai ketentuan penyelenggaraan prasarana perkeretaapianhanya
mengatur persyaratan teknis dan persyaratan sistem yang harus dipenuhi
dan
proses
memperoleh
perizinan
penyelenggaraan
prasarana
(2) Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh pihaklain dengan persetujuan
penyelenggara prasaranaperkeretaapian.
Pasal 97:
(1) Kegiatan usaha penunjang di stasiun dapat dilakukanoleh penyelenggara prasarana
perkeretaapian denganketentuan:
a. tidak mengganggu pergerakan kereta api;
b. tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang;
c. menjaga ketertiban dan keamanan; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan.
(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dalammelaksanakan kegiatan usaha
penunjang harusmengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluankegiatan pokok
stasiun.
Pasal 98:
(1) Kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun sebagaimanadimaksud dalam Pasal 94 huruf
c
dapat
dilakukan
olehpihak
lain
dengan
persetujuan
penyelenggara
prasaranaperkeretaapian yang berupa jasa pelayanan:
a. ruang tunggu penumpang;
b. bongkar muat barang;
c. pergudangan;
d. parkir kendaraan; dan/atau
e. penitipan barang.
(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat mengenakan tarif kepada pengguna
jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiberikan oleh penyelenggara
prasarana perkeretaapianapabila fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87dan
Pasal 89 telah terpenuhi.
Pasal 99
(1) Stasiun penumpang dikelompokkan dalam:
a. kelas besar;
b. kelas sedang; dan
c. kelas kecil.
(2) Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria:
a. fasilitas operasi;
b. jumlah jalur;
c. fasilitas penunjang;
d. frekuensi lalu lintas;
e. jumlah penumpang; dan
f. jumlah barang.
(3) Kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian
bobot setiap kriteria dan nilai komponen.
Pasal 100
(1) Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 99 dilakukan oleh:
Page 8

perkeretaapian saja.Sedangkan mengenai pengusahaannya tidak diatur


secara tegas serta tidak memerintahkan untuk diatur lebih lanjut dalam
peraturan menteri. Namun Pasal 306, PP No. 56 Tahun 2009, menyatakan
bahwa badan usaha sebelum diberikan izin usaha penyelenggaraan
perkeretaapian harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai penyelenggara
prasarana perkeretapian umum oleh Menteri atau Gubernur atau bupati atau
walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dalam kasus ini, diketahui bahwa PT MRTJ melalui PERDA No. 3 Tahun 2008
telah didirikan sebagai badan usaha milik daerah/BUMD oleh Pemerintah
pusat c.q. Gubernur Pemprov DKI Jakarta. Jadi dapat dikatakan bahwa PT
MRTJ berhak untuk menyelenggarakan angkutan perkeretaapian perkotaan di
Jakarta.
Namun tetap harus diperhatikan Pasal 307 tentang hak penyelenggaraan
bagi badan usaha yang harus dituangkan dalam bentuk perjanjian
penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dengan jangka waktu
tertentu, yaitu 30 tahun. Memperhatikan isi pasal tersebut berarti PT MRTJ
harus memiliki perjanjian penyelenggaraan tersebut baik dari pemerintah
pusat maupun Pemda DKI Jakarta. Perlu diperhatikan bahwa dalam hal ini PT
MRTJ tidak bisa berupa badan hukum swasta mengingat perjanjian pinjaman
yang ada dilakukanantara pemerintah Jepang dengan Indonesia melalui
Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas serta sebagai pelaksananya adalah
Kementrian Transportasi.
Dalam penyelenggaraannya, PT MRTJ harus juga membuat suatu perjanjian
kerjasama penyelenggaraan prasarana dengan memperoleh hak konsesi
a. Menteri, untuk stasiun pada jaringan jalur kereta apinasional;
b. gubernur, untuk stasiun pada jaringan jalur keretaapi provinsi; dan
c. bupati/walikota, untuk stasiun pada jaringan jalurkereta api kabupaten/kota.
(2) Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, kegiatan, dan kelasstasiun kereta api diatur dengan
peraturan Menteri.
9Pasal 40, Prasarana perkeretaapian meliputi:a. jalur kereta api;
b. stasiun kereta api; dan
c. fasilitas pengoperasian kereta api.
Pasal 41, Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian meliputi kegiatan:
a. pembangunan prasarana;
b. pengoperasian prasarana;
c. perawatan prasarana; dan
d. pengusahaan prasarana.
Page 8

dengan Pemda DKI Jakarta seperti yang diatur dalam Pasal 307-308. Jangka
waktu pemberian hak konsesi tersebut diatur berdasarkan kesepakatan
antara PT MRTJ dengan Gubernur. Lebih lanjut diatur bahwa sesuai dengan
Pasal 312 ayat (2)PT MRTJ berhak mendapatkan hak konsesi paling lama 30
tahun. Namun hak tersebut hanya dapat diberikan apabila setelahdilakukan
penghitungan berdasarkan jumlah investasi dankeuntungan yang wajar.
Memperhatikan ketentuan pasal tersebut juga diketahui bahwa hak konsesi
dapat diperpanjang setiap kali paling lama 20 tahun.
Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang dilakukan oleh
badan usahadan pemerintah harus sesuai dengan isi Pasal 310
agar
pemerintah dalam hal ini Negara tidak dirugikan demikian juga badan usaha
yang mendapatkan hak penyelenggaraan sebagai penyelenggara prasarana
perkeretaapian mendapatkankeuntungan yang wajar dari kegiatan tersebut.
Hal ini berbeda dengan pemberian izin usaha dan izin operasi
penyelenggara saranaperkeretaapian yang dalam permohonan izin harus
sudah dilengkapi dengan kajian kelayakan yangdibuat oleh badan usaha,
tetapi
tidak
demikian
dengan
penyelenggara
prasarana
perkeretaapian,karenapenyelenggaraan perkeretaapian adalah kewenangan
pemerintah tetapi dapat diberikan kepada badanusaha berdasarkan
perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian sebelum diberikan
izinusahanya.
Kesimpulan:
Jadi dari ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian dapat disimpulkan bahwa belum adaaturan secara tegas dan
jelas tentang pengusahaan stasiun sebagai sektor bisnis yang penting untuk
dikembangkan ke depannya. Hal itu menjadi sangat penting saat ini,
mengingat pengusahaannya tergantung pada kesediaan dan ketersediaan
dana operasional MRT.
Dari sudut pandang pendapatan angkutan untuk masa mendatang perlujuga
dikembangkan berbagai usaha yang dapat mendukung penyelenggaraan
perkeretaapian dengan perlahan-lahan mengurangi subsidi pemerintah.
Untuk itu perludiatur dalam peraturan menteri yang dapat dijadikan
pedoman untukmelakukan perhitungan yang wajar dalampenyelenggaraan
prasarana perkeretaapian dan untukmenghitung jangka waktu konsesi yang
diberikan
pemerintah
kepada
badan
penyelenggara
prasaranaperkeretaapian
itu.
Namun
mengingat
penyelenggaraan
perkeretaapian yang berjalan pada saat inisecara historis adalah masih
Page 8

dimiliki pemerintah, maka pedoman yang akan diusulkan sebagai


jembatannya adalah dengan menggunakan perhitungan seperti yangtelah
diatur dalam Pasal 151 UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian agar
penyelenggaraan MRT di Jakarta dapat beroperasi dan bertahan hingga
jangka waktu yang panjang.

Jakarta, Mei 2013.

Page 8

Anda mungkin juga menyukai