Anda di halaman 1dari 166

BAB 1 DATA ORGANISASI

PERUSAHAAN

PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU

USULAN TEKNIS|1

1.1DATA ORGANISASI PERUSAHAAN


Pengalaman PT. Inasa Sakha Kirana dapat dilihat pada keterangan tabel di bawah
ini :

Data Pengalaman Perusahaan Kurun Waktu 10 Tahun Terakhir/ Sejenis

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

1.

2.

3.

4.

5.

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

Penyusunan
Kota Cimahi

RTBL

Cireundeu Tata
Lingkungan

Penyusunan
Kota Cimahi

RTBL

Alun-Alun Tata
Lingkungan

Penyusunan Peraturan
Kawasan
Perkotaan
(BANPROV 2012)

Zonasi
Tata
Plered
Lingkungan

Kota Cimahi

Kota Cimahi

Kabupaten
Purwakarta

Penyusunan
RDTR
dan
Tata
Peraturan
Zonasi
Kawasan
Lingkungan
Strategis KTM

Bangka Selatan

Penyusunan Kajian UKL - UPL


Tata
Galangan
Kapal
dan
Cold
Lingkungan
Storage di Kec. Cisolok

Kabupaten
Sukabumi

Kontrak

Tanggal Selesai Menurut

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

DPU Kota Cimahi

Jl. RD.Demang 02/SP/RTBLHardjakusumah Crd/PPK/DPU/2013


Gedung C LT.2
25 Oktober 2013
Cimahi

DPU Kota Cimahi

Jl. RD.Demang
Hardjakusumah
Gedung C LT.2
Cimahi

02/SP/RTBLAlun/PPK/DPU/201
3

DPU Bangka Selatan

PSDKP
Sukabumi

Kabupaten

23 Desember 23 Desember
2013
2013

113.575.000

23 Desember 23 Desember
2013
2013

427.700.000

06 Desember 06 Desember
2013
2013

159.956.500

15 Desember 15 Desember
2013
2013

96.186.000

24 Desember 24 Desember
2013
2013

25 Oktober 2013

Jl.
Kolonel
Dinas Cipta Karya dan
02.14/SPPP/DCKT
Singawinata
Tata Ruang
Kab.
R/VII/2013 08 Juli
No. 116 Telp.
Purwakarta
2013
201078
Komp.
Perkantoran
Terpadu
Pemerintah
Kab,
Bangka
Selatan
Gunung Namak
Toboali

123.475.000

02 / SPK / RDTR /
DPU / APBD /
2013
17 Oktober 2013

Komp.
027/954.1/PSDKPPerkantoran
Cimaja, Jl Raya 2013
Cisolok Km. 11 10 Oktober 2013
Pelabuhan Ratu

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

6.

Penyusunan
Rencana Detail
Tata
Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Lingkungan
(RDTRK) Kecamatan Naringul

7.

PEnyusunan Rencana Detail


Tata Ruang (RDTR) Perkotaan
Sukra

Kabupaten
Cianjur

Tanggal Selesai Menurut

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

Dinas Tata Ruang dan Jl. Prof. Moch 600/103-SP/PPKPermukiman


Yamin No. 131 TR/Distarkim
Kabupaten Cianjur
Cianjur 43213
14agustus 2012

Tata
Lingkungan
Kec, Sukra

Kontrak

Bappeda
Kab,Indramayu

027/180.d/fisikBappeda/2012
Jl. Letjen S.
Parman No. 15 004.SP/ISK/VII/20
Indramayu
12

460.437.000

12 desember 12 desember
2012
2012

209.385.000

21 Desember 21 Desember
2012
2012

167.500.000

03 November 03 November
2012
2012

103.276.000

12 November 12 November
2012
2012

10 Juli 2012

8.

9.

10.

11.

12.

Penyusunan/Review
Perkotaan Banyumas

Tata
RDTR Lingkungan

Penyusunan RDTR Ibu Kota

Penyusunan RDTRK Cihampelas

Tata
Lingkungan

Tata
Lingkungan

Tata
RDTR
Kawasan
PErkotaan Lingkungan
Purawakarta Kab, Purwakarta

Penyusunan RDTRK Kab, Buton Tata


Utara
Lingkungan

Kec, Banyumas

Dinas Cipta karya


Jl.
Gerilya 027/908/2012
Kebersihan Dan tata
Barat No. 05
Ruang
Kab,
07 Juni 2012
Purwokerto
Banyumas
050/28/KPAJl. Raya Solok- SDP/BappedaPadang Km.20 2012
Arosuka
15 Agustus 2012

Kab, Solok

Bappeda Kab, Solok

Kabupaten
Bandung Barat

03/SPMK/RDTRKJl. Raya Batu Cihampelas/DCKT


Dinas Cipta Karya
Jajar Km. 3.5 R/2012
Dan Tata Ruang KBB
KBB
15 Juni 2012

379.670.000

11 November 11 November
2012
2012

Kab, Purwakarta

Jl.
K.K 02.1/SPPP/DCKTR/
Dinas Cipta Karya
VII/2012
Singawinata
dan Tata Ruang
No. 116
13 juli 2012

414.720.000

10 Desember 10 Desember
2012
2012

Kab,
Utara

Buton Dinas
Umum
Ruang

Pekerjaan Jl.
Wakaka
dan
Tata Komplek
Perkantoran
Bumi SaraEa

503/03/KTRK/RDT
RDAU/PUBUTUR/VII
/2012

276.815.000 8
Oktober 8
Oktober
2012
2012

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

Penyusunan
Dokumen
Final Tata
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Lingkungan
dan
Pulau-pulau
kecil
Kabupaten Sumbawa

14.

Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Tata
Kota
Lama
Koridor
Jalan
Lingkungan
Sudirman
dan
Sekitarnya
Bukittinggi

15.

Penyusunan
Perdesaan
(Agropolitan)
Zonasi

RDTR
Kawasan
Pangalengan Tata
dan
Peraturan Lingkungan

Kabupaten
Sumbawa

Kota Bukittinggi

Kab. Bandung

Tanggal Selesai Menurut

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

Kulisusu

13.

Kontrak

23 Juli 2012

Jl.
Tukad 455c/SPPJK/BPSPL
Kementrian Kelautan
Batanghari No. .02/IV/2011
dan Perikanan
98 A Denpasar 6 April 2011

DPU Kota Bukittinggi

Jalan
Ombilin 24/SPK/PEMBNO.
169 DPU/VII-2011
Belakang Balok
22 Juli 2011
Bukitinggi

75.100.000

02 September 02 September
2011
2011

423.921.300

18 Desember
18 Des 2011
2011

227.256.000

6 Dec 2011

6 Dec 2011

83.473.000

14 Juli 2010

14 Juli 2010

399.850.000

9 Dec 2010

9 Dec 2010

Jl. Garuda No. 05/SPKS/Bappeda


10 Kel Kayuara _Fispra/2009
Lubuklinggau
22 April 2009

159.500.000

23 Okt 2009

23 Okt 2009

650/95/SP.KONTR
Dinas
Perumaha, Jl.
Raya AK/RDTR.PANGAL
Penataan Ruang dan Soreang
Km. ENGAN/TR/VIII/20
11
Kebersihan
17 Soreang
9 Agustus 2011

Kab.
Barat

Bandung

Jl.
Raya 600/36/KRK/RPD/
Dinas Cipta Karya dan
Batujajar
Km. DCKTR/IV/2010
Tata
Ruang
Kab.
3.5
Kab.
Bandung Barat
Bandung Barat 15 April 2010

16.

Penyusunan Naskah Akademik Tata


Raperda RDTRK Cililin
Lingkungan

17.

Bantuan Teknis Penyusunan


Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Tata
dan
Pulau-pulau
Kecil Lingkungan
Kabupaten Sumbawa

Kab. Sumbawa

Kementrian Kelautan
Tukad 919b/SPPJK/BPSPL
dan
Perikanan Jl.
Batanghari No. .02/VII/2010
Denpasar
98 A Denpasar 13 Juli 2010

18.

Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Tata
Kecamatan
Lubuk
Linggau Lingkungan
Utara I

Kota
Lubuklinggau

Bappeda
Lubuklinggau

Kota

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

19.

20.

2
Penyusunan
Lembang

Revisi

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

RDTRK Tata
Lingkungan

Rencana Detail Tata Ruang Tata


(RDTR) Kecamatan Kalibunder
Lingkungan

Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Tata
Kadungora
Lingkungan

Kab.
Barat

Bandung

Kab. Sukabumi

Kontrak

Tanggal Selesai Menurut

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

Dinas Cipta Karya dan Jl.


Cihaliwung 650/15/KRK/RDTR
Tata
Ruang
Kab. No.
39 K/DCKTR/VII/2009
Bandung Barat
Padalarang
17 Juli 2009

DPU Kab. Sukabumi

Jl.
Pesanggrahan
Komplek Ke-PuAn
No.
03
Palabuhanratu

TR.01-06/PPKRDTR.KB/DPU/X/2
009

224.273.000

13 Desember
13 Des 2009
2009

315.698.000

31 Des 2009

31 Des 2009

02 Oktober 2009

Kab. Garut

Bappeda Kab. Garut

05/KPAJl. Patriot No. 8 KDG/Bappeda/


Garut
2008
22
Oktober 2008

215.990.000

20 April 2008

20 April 2008

22.

Penyusunan
Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan Tata
(RTBL) Kawasan Cihampelas Lingkungan
Kota Bandung

Kota Bandung

Distarkim
Jawa Barat

Jl. Kawaluyaan KU.08.08/PTBG.JB.


Indah No. 4 09.23.1/VI/ 2008
Bandung
4 Juni 2008

345.457.000

2 Sept 2008

2 Sept 2008

23.

Penyusunan
Rencana
Tata
Detail
Tata
Ruang
(RDTR) Tata
Kecamatan
Sumberjaya Lingkungan
Kabupaten Majalengka

Kab. Majalengka

Jl. KH Abdul Kimpraswil/KPBJ/6


Kimpraswil Kabupaten
Halim No. 99 60/120/VII/ 2008
Majalengka
Majalengka
24 Juli 2008

195.789.000

24 Okt. 2008

24 Okt. 2008

Kab Musirawas

Jl.
Pembangunan
/SPPBJ/PUCK/
Dinas PU Cipta Karya Komplek
2008
dan Tata Ruang
Pemkab
Musi
31 Juli 2008
Rawas
Lubuklinggau

286.000.000

27 Des 2008

27 Des 2008

164.986.800

22 Okt. 2008

22 Okt. 2008

21.

24.

25.

Penyusunan
Rencana Detail
Tata
Tata Ruang (RDTR) Kota Muara
Lingkungan
Beliti Kabupaten Musirawas

Penyusunan
Rencana Detail Tata
Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lingkungan
Nyalindung

Kabupaten
Sukabumi

Provinsi

Dinas Cipta Karya dan Komp.


Ke-PU- 050/60/PPK-RDTRTata Ruang Kabupaten an
Jl. NYLG/IV/08
Sukabumi
Pasanggrahan
No.
1 26 April 2008
Pelabuhan Ratu

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

Kontrak

Tanggal Selesai Menurut

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

SUkabumi
458Jl.
Iskandar PA/1.06.01/SPK/IX/
Muda Meureudu 2008
Aceh
26 Sept 2008

241.430.000

24 Des 2008

24 Des 2008

Permukiman Jl. KH Abdul


Kimpraswil/PKBJ/6
Prasarana Halim No. 99
60/2067/VII/2007
Majalengka

194.249.000

13 Nop 2007

13 Nop 2007

Kab. Sukabumi

050/06/Pj.PK/RDT
Dinas Tata Ruang Kab. Jl. Siliwangi No.
R/PRKSLK/XI/
Sukabumi
59Sukabumi
2007

185.377.500

19 Des. 2007

19 Des. 2007

Kab. Karawang

Dinas
Cipta
Kab. Karawang

005/PINLAK/RDTRKarya Jl. Dewi Sartika


BWK 2 dan 3
No. 1
VI/04

146.025.000

12 Nop. 2004

12 Nop. 2004

PSDA Prov JABAR

Jl. Braga No.


137 Telp. (022) 602.1/SP.K.102/RT
-PSDA/2013
4233401
Bandung
19 April 2013
40111

128.804.000

02 Juli 2013

02 Juli 2013

Bappeda
Sukabumi

Komplek
027/04.KPA.
Perkantoran
SDA/2008
Jajaway
Pelabuhan Ratu
17 Juli 2008
Sukabumi

269.285.000

14 Nop 2008

14 Nop 2008

350.240.000

18 Dec 2010

18 Dec 2010

26.

Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Tata
Perkotaan Meuredu Kabupaten Lingkungan
Pidie Jaya Banda Aceh

Kabupaten Pidie
Bappeda
Jaya
Banda
Pidie Jaya
Aceh

27.

Penyusunan
RDTR
Kawasan
Tata
PKW
Kadipaten
(Lanjutan)
Lingkungan
Kabupaten Majalengka

Dinas
Kab. Majalengka dan
Wilayah

28.

Penyusunan RDTR Kecamatan


Tata
Parakansalak
Kabupaten
Lingkungan
Sukabumi

29.

Penyusunan
RDTR
Karawang BWK 2 dan 3

Kota Tata
Lingkungan

30.

Perencanaan
Detail
Cibanteng
(2.5
HA)
Kabupaten Sukabumi

Situ
Di ARSITEKTUR

31.

Penyusunan
Kajian
Sumber Sipil /
Daya Air Kabupaten Sukabumi
Keairan

32.

Kabupaten
Sukabumi

Sipil Kabupaten
Sukabumi

Penyusunan
Disparbudpora
Telematika
Kabupaten Sukabumi

Kabupaten
Sukabumi

Kabupaten

Kabupaten

Jl.
Jend.
Dinas
Pariwisataan,
SudirmanKebudayaa,
Jajaway
Kepemudaan
dan
Palabuhanratu
Olahraga
Sukabumi

055/SP/Konsult/Db
ase/Disparbudpor
a/2010
18 Agustus 2010

Pemberi Tugas/ Pengguna Jasa


No.

Nama Paket Pekerjaan

Bidang
Pekerjaan

Lokasi

Kontrak

Nama

Alamat/
Telepon

No./ Tgl

Nilai

Kontrak

BA Serah
Terima

10

Jl.
Noenoeng
520/537/SPP/
Dinas Pertanian Kota Tisnasaputra
Kons-GIS/2008
Tasikmalaya
No.
5
28 Juli 2008
Tasikmalaya

280.000.000

26 Nop. 2008

356.500.000

6
Desember 6
Desember
2012
2012

130.000.000

11 September 11 September
2012
2012

317.317.000

28 Des 2011

379.775.000

6
Nopember 6
Nopember
2012
2012

475.300.000

1 Des 2011

33.

Penyusunan Aplikasi GIS Zonasi


Komoditas
Pertanian
Kota Telematika
Tasikmalaya

34.

Penyusunan Dokumen Akhir


Pengembanga
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
n
pertanian Jawa Barat
dan Pulau-pulau Kecil Prov,
dan Pedesaan
Jabar

Jl.
Dins Perikanan dan Wastukencana
Kelautan Prov, Jabar
No.
17
Bandung

1393/DPK/.07/PL.
420/VII/2012

Penyusunan Management Plan Pengembanga


dan Zonasi Kawasan Konsrevasi n
pertanian Kab, Ciamis
Perairan di kabupaten Ciamis
dan pedesaan

Jl.
Dinas Perikanan dan Wastukencana
Kelautan
No.
17
Bandung

1116/DPK.07/PL.4
20/VI/2012

Penyusunan
Blue
Print
Pengembangan
Investasi Ekonomi
Kabupaten Sukabumi

Kabupaten
Sukabumi

BPPT
Sukabumi

Rencana Strategis PEngelolaan Tata


Pesisir dan Pulau Kecil
Lingkungan

Jl, Propinsi KM.


Kab,
Panajam Bappeda
Kab.
09
NipahPaser Utara
Panajam Paser Utara
nipah Panajam

Penyusunan Zoning Regulation Tata


Kawasan Pesisir Pantai Cianjur
Lingkungan

Kab. Cianjur

35.

36.

37.

38.

Kota Tasikmalaya

Kabupaten

Bappeda Kab. Cianjur

1.2URAIAN PENGALAMAN KERJA SEJENIS


1. Penyusunan RTBL Cirendeu Kota Cimahi

Tanggal Selesai Menurut

Jl.
Raya
Cibolang Km 7
Sukabumi

Jl.
Raya
Bandung No.
65
Karang
Tengah Cianjur

10 Juli 2012

12 Juni 2012
027/2076/SPKBPPT/2011

26 Nop. 2008

28 Dec 2011

28 Sept 2011
050/27.46./SetBapp/VII/2012
9 Juli 2012
PBJ.05/ZRKPP/Bap
p/VII/2011
5 Juli 2011

1 Des 2011

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi

Penyusunan RTBL Cirendeu Kota Cimahi


1.

Penyusunan RTBL Cirendeu

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kota Cimahi

Nilai Kontrak

Rp 123.475.000

No. Kontrak

02/SP/RTBL-Crd/PPK/DPU/2013

Waktu Pelaksanaan

60 (Enam Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing


Tenaga Ahli Indonesia

Orang Bulan

Orang Bulan

10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitektur

Ahli Arsitektur

c.

Ahli Lingkungan

Ahli Lingkungan

d.

Ahli Ekonomi Pembangunan

Ahli Ekonomi Pembangunan

b.

2. Penyusunan RTBL Alun-Alun Kota Cimahi

2
3

Jumlah Orang Bulan

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi

Penyusunan RTBL Alun-Alun Kota Cimahi


1.

Penyusunan RTBL Alun-Alun Cimahi

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kota Cimahi

Nilai Kontrak

Rp 113.575.000

No. Kontrak

02/SP/RTBL-Alun/PPK/DPU/2013

Waktu Pelaksanaan

60 (Enam Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing


Tenaga Ahli Indonesia

10

Perusahaan Mitra Kerja

Orang Bulan

Orang Bulan

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat

Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitektur

Ahli Arsitektur

c.

Ahli Lingkungan

Ahli Lingkungan

d.

Ahli Ekonomi Pembangunan

Ahli Ekonomi Pembangunan

b.

3. RDTR dan Peraturan Zonasi Koridor Sukaraja Kab.Sukabumi

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Tarkimsih Kab.Sukabumi

RDTR dan Peraturan Zonasi Koridor Sukaraja Kab.Sukabumi


1.

RDTR dan Peraturan Zonasi Koridor

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kab.Sukabumi

Nilai Kontrak

Rp 408.155.000

No. Kontrak

06/PPK-RDTR/TR/TARKIMSIH/2013

Waktu Pelaksanaan

150 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Indonesia


10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.
b.
c.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

Ahli Geografi

Ahli Geografi

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Hukum

Ahli Hukum

4. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRK) Kecamatan Naringul

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Cianjur

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRK) Kecamatan Naringul
1.

Penyusunan RDTRK Kecamatan

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kab.Cianjur

Nilai Kontrak

Rp 460.437.000

No. Kontrak

600/103-SP/PPK-TR/Distarkim

Waktu Pelaksanaan

120 (Seratus Dua Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Indonesia


10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Geografi

Ahli Geografi

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Sipil

Ahli Sipil

b.

5. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sukra

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

BAPPEDA Kabupaten Indramayu

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sukra


1.

Penyusunan RDTR Perkotaan

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Indramayu

Nilai Kontrak

Rp 209.385.000

No. Kontrak

027/180.d/fisik-Bappeda/2012.004.SP/ISK/VII/2012

Waktu Pelaksanaan

150 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)
Alamat

:
:

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Indonesia


10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Geografi

Ahli Geografi

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Sipil

Ahli Sipil

b.

6. Penyusunan RDTRK Cihampelas

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat

Penyusunan RDTRK Cihampelas


1.

Penyusunan RDTRK

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kabupaten Bandung Barat

Nilai Kontrak

Rp 379.670.000

No. Kontrak

03/SPMK/RDTRK-Cihampelas/DCKTR/2012

Waktu Pelaksanaan

150 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Indonesia


10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Geografi

Ahli Geografi

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Sipil

Ahli Sipil

b.

7. RDTR Kawasan Perkotaan Purwakarta, Kab. Purwakarta

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

RDTR Kawasan Perkotaan Purwakarta, Kab. Purwakarta


1.

Penyusunan RDTR Perkotaan

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kabupaten Purwakarta

Nilai Kontrak

Rp 414.720.000

No. Kontrak

02.1/SPPP/DCKTR/VII/2012

Waktu Pelaksanaan

150 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing


Tenaga Ahli Indonesia

Orang Bulan

Orang Bulan

10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Geografi

Ahli Geografi

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Sipil

Ahli Sipil

b.

8. Penyusunan RDTRK Kab. Buton Utara


1

Jumlah Orang Bulan

Pengguna Jasa

:
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

2
3

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Penyusunan RDTRK Kab.Buton Utara


1.

Penyusunan RDTRK

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kabupaten Buton Utara

Nilai Kontrak

Rp 276.815.000

No. Kontrak

503/03/KTRK/RDTR-DAU/PUBUTUR/VII/2012

Waktu Pelaksanaan

90 (Sembilan Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing


Tenaga Ahli Indonesia

10

Perusahaan Mitra Kerja

Orang Bulan

Orang Bulan

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

a.

Orang Bulan

Indonesia

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Lingkungan

Ahli Lingkungan

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

b.

9. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Kota Lama Koridor Jalan Sudirman dan Sekitarnya Bukittinggi

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Dinas Pekerjaan Umum Kota Bukittinggi


Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Kota Lama Koridor Jalan Sudirman dan
Sekitarnya Bukittinggi

Lingkup Produk Utama

1.

Penyusunan RDTR

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kota Bukitinggi

Nilai Kontrak

Rp 423.921.300

No. Kontrak

24/SPK/PEMB-DPU/VII-2011

Waktu Pelaksanaan

150 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing


Tenaga Ahli Indonesia

10

Perusahaan Mitra Kerja

Orang Bulan

Orang Bulan

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

c.

Ahli Lingkungan

Ahli Lingkungan

d.

Ahli Ekonomi

Ahli Ekonomi

e.

Ahli Sipil

Ahli Sipil

b.

10. Penyusunan RDTR Kawasan Perdesaan Pangalengan (Agropolitan) dan Peraturan Zonasi

2
3

Pengguna Jasa

Nama Paket Pekerjaan

Lingkup Produk Utama

Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan

Penyusunan RDTR Kawasan Perdesaan Pangalengan (Agropolitan) dan Peraturan Zonasi


1.

Penyusunan RDTR Kawasan dan Peraturan Zonasi

Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan

Lokasi Proyek

Kabupaten Bandung

Nilai Kontrak

Rp 227.256.000

No. Kontrak

650/95/SP.KONTRAK/RDTR.PANGALENGAN/TR/VIII/2011

Waktu Pelaksanaan

120 (Seratus Lima Puluh) Hari Kalender

Nama Pemimpin Kemitraan


(Jika Ada)

Alamat

Negara Asal
9

Jumlah Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Asing

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Indonesia


10

Perusahaan Mitra Kerja

Jumlah Tenaga Ahli


Asing

Indonesia

a.

Orang Bulan

Orang Bulan

b.

Orang Bulan

Orang Bulan

Tenaga Ahli Tetap Yang Terlibat


Posisi
a.
b.
c.

Keahlian

Jumlah Orang Bulan

Team Leader (Perencanaan Wilayah)

Team Leader/Ahli Perencanaan Wilayah

Ahli Arsitek

Ahli Arsitek

Ahli Lingkungan

Ahli Lingkungan

d.

Ahli Ekonomi

BAB 2

Ahli Ekonomi

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU

2.1TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN PEKERJAAN


2.1.1 Tanggapan dan Saran Terhadap Latar Belakang Pekerjaan
Penataan ruang pada dasarnya adalah upaya untuk menata berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan dengan
mengutamakan keseimbangan antar kepentingan dan keberlanjutan pembangunan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.
Dalam pelaksanaan penataan ruang, kecenderungan masa mendatang merupakan suatu keharusan yang direncanakan. Peranan
penataan ruang/wilayah dalam lingkup perkotaan menjadi semakin penting, tidak saja disebabkan jumlah penduduk perkotaan yang
semakin dominan dalam struktur demografi akan tetapi juga semakin besarnya peranan kegiatan dan investasi di perkotaan. Dalam era
globalisasi dan perdagangan bebas, peran perkotaan tidak saja sebagai pusat konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi, akan tetapi
juga menjadi pusat inovasi dan kemajuan sosial budaya yang akan menentukan kualitas masyarakatnya.
Dewasa ini perkembangan fisik kota yang cukup pesat juga terjadi di Isimu. Perkembangan fisik ini menyebabkan terjadinya pergeseran
struktur dan pola pemanfaatan ruang. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu yang berfungsi sebagai dokumen
pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan/kawasan tertentu
supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
mengamanatkan bahwa kawasan dapat dipahami tidak hanya dari fungsinya namun juga dari ragam, karakter, dan lain-lain. Bagian
dari wilayah yang akan disusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan tersebut merupakan suatu lingkungan/kawasan dengan luas 560 hektar (Ha) dengan ketentuan sebagai berikut : pada penciptaan ide-ide kreatif sebagai target hijau kawasan yang:
1. Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha.
2. Kota besar/sedang dengan luasan 15-60 Ha.
3. Kota kecil/desa dengan luasan 30-60
Dengan disusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam pengaturan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perkotaan.
Ketiga bahasan dalam latar belakang tersebut Konsultan pandang telah secara lengkap
menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana pekerjaan RTBL ini harus dilakukan, yaitu
secara umum merupakan penjelasan tentang Landasan Normatif dan Landasan Empiris
yang melatarbelakangi pekerjaan ini.
Landasan normatif merupakan dasar alasan mengapa RTBL Kawasan perlu disusun
dipandang dari aspek peraturan perundangan serta kajian teoritis lainnya. Sedangkan
landasan empiris lebih menekankan pada perlunya penyusunan RTBL dalam mendukung
perkembangan kegiatan Pelabuhan di Karangantu.

2.1.2 Pemahaman dan Tanggapan terhadap Maksud, Tujuan dan Sasaran


Maksud
Penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
(RTBL)tersebut,
Isimu
Berdasarkan
pemahaman
konsultan
dimaksudkan untuk menyiapkan sebuah
pedoman/panduan
umum
yang penyusunan
memandang bahwa maksud pekerjaan
menyeluruh dan memiliki kepastian RTBL
hukum
tentang
ini adalah
: perencanaan tata
bangunan dan lingkungan dari suatu kawasan perkotaan.
Menyediakan perangkat hukum dan
panduan pengendali pembangunan dalam
penyelenggaraan penataan bangunan dan
Tujuan
lingkungan pada kawasan perencanaan
sehingga
memenuhi
kriteria perencanaan
Tujuan penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
sebagaimana
tertuang dalam KAK konsultan pahami sebagai tujuan yang
ingin dicapai setelah tersusunnya dokumen RTBL, yaitu :
Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan; Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas
lingkungan dan ruang publik;Perwujudan pelindungan lingkungan, serta; Peningkatan vitalitas sosial ekonomi lingkungan

Sasaran
Sasaran dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu adalah :
a. Tersusunnya acuan umum desain, seperti : perancangan lingkungan kota, peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata
bangunan, sistem sirkulasl dan jalur penghubung, ruang terbuka dan tata hijau, dan seterusnya;
b. Tersusunnya panduan pengembangan rancangan dan detail rencana rancangan
c. Tersusunnya program pembiayaan;
d. Tersusunnya panduan pengendalian pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan;

2.1.3 Pemahaman Terhadap Lokasi Kegiatan


Lokasi kegiatan penyusunan RTBL Isimu yaitu kecamatan Isimu, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

2.1.4 Sumber Pendanaan


Pelaksanaan kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu dibiayai dengan dana APBD Provinsi Gorontalo
Tahun Anggaran 2015 .

2.1.5 Nama dan Organisasi Pejabat Pembuat Komitmen


Pengguna barang/jasa kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu adalah Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Gorontalo.

2.1.6 Referensi Hukum

Referensi Hukum Pelaksanaan Kegiatan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) sesuai dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan

Konsultan memahami bahwa penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:
(a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
(b) Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
(c) Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(d) Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang;
(e) Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung;
(f) Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup;
(g) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;
(h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(i) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
(j) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung
(k) Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
(l) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di KawasanPerkotaan;
(m)Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
(n) Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(o) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
(p) Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan
Lingkungan;
(q) SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
(r) Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan;

(s) Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada Kabupaten/Walikota tempat
lokasi studi; dan
(t) Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi.

2.1.7 Tanggapan dan Saran Terhadap Lingkup Pekerjaan


Penjelasan tentang kegiatan yang dilaksanakan sebagaimana tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja, pada prinsipnya merupakan
penjelasan terkait lingkup kegiatan serta lingkup substansi dari RTBL yang akan disusun. Diantaranya adalah penjelasan terkait (1)
Lingkup Kegiatan dan (2) Tahapan Kegiatan.

Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan, konsultan pahami sebagai lingkup kegiatan dari rangkaian kegiatan penyusunan RTBL dari proses awal hingga
akhir, yang secara sekuensial menjelaskan tahapan pelaksanaan pekerjaan. Dalam Kerangka Acuan Pekerjaan lingkup kegiatan
disebutkan terdiri dari 7 kegiatan pokok sebagai berikut :
(a) Survey Lokasi dan Pendataan;
(b) Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan;
(c) Penyusunan Konsep Bangunan dan Lingkungan;
(d) Penyusunan Rencana Umum dan Panduan Rancangan ;
(e) Penyusunan Rencana Investasi;
(f) Penyusunan Ketentuan Pengendalian Rencana; dan
(g) Penyusunan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
1.

Survey lokasi dan Pendataan


Data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya.
Dari hasil pendataan ini akan diperoleh identifikasi kawasan dari segi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi, serta identifikasi atas
kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan perencanaan. Data tersebut meliputi: peta (peta regional, peta kota,
dan peta kawasan perencanaan dengan skala 1:1.000 serta memperlihatkan kondisi topografis/garis kontur), foto-foto (foto
udara/citra satelit dan foto-foto kondisi kawasan perencanaan, peraturan dan rencana-rencana terkait, sejarah dan signifikansi
historis kawasan, kondisi sosial-budaya, kependudukan, pertumbuhan ekonomi, kondisi fisik dan lingkungan, kepemilikan lahan,
prasarana dan fasilitas, dan data lain yang relevan.

2. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan


Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil dikumpulkan. Analisis dilakukan secara berjenjang dari
tingkat kota; tingkat wilayah sekitar kawasan; sampai pada tingkat kawasan, dengan komponen analisis: sosial-kependudukan,
prospek pertumbuhan ekonomi, daya dukung fisik dan lingkungan, aspek legal konsolidasi lahan, daya dukung prasarana dan
fasilitas, kajian aspek historis. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep perencanaan atas permasalahan yang
telah diidentifikasikan pada tahap pendataan.
3. Penyusunan Konsep Program Bangunan dan Lingkungan
Hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan akan memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang
akan ditindaklanjuti dengan penyusunan konsep dasar perancangan tata bangunan yang merupakan visi pengembangan kawasan.
Penetapan konsep disesuaikan dengan karakter wilayah kajian dan hasil analisis.
Komponen dasar perancangan berisi: visi pembangunan, konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan, konsep
komponen perancangan kawasan, blok-blok pengembangan kawasan dan program penanganannya.

Ilustrasi Komponen dasar perancangan berisi: visi pembangunan, konsep


perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan, konsep komponen
perancangan kawasan, blok-blok pengembangan kawasan dan program
penanganannya
Ilustrasi
RencanaRTBL
Umum
Panduankonsepsi
Perancangan
Dimana Dalam
penyusunan
ini dan
penyusunan
pengembangan
kawasan akan dilakukan sesuai dengan jadwal

4. Penyusunan Rencana Umum dan Panduan Rancangan


Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan yang bersifat
lebih detail dan bersifat sebagai panduan atau arahan pengembangan. Panduan rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan
secara lebih rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsipprinsip pengembangan rancangan kawasan.
Adapun komponen rancangan meliputi: struktur peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem sirkulasi
dan jalur penghubung, sistem ruang terbuka dan tata hijau, tata kualitas lingkungan, sistem prasarana dan utilitas lingkungan.
Ketentuan dasar implementasi rancangan dapat diatur melalui aturan wajib, aturan anjuran utama, dan aturan anjuran pada
kawasan perencanaan dimaksud.
5. Penyusunan Rencana Investasi
Rencana Investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan
dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini menjadi rujukan bagi para
pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan besaran biaya suatu program penataan, ataupun sekaligus
menjadi tolak ukur keberhasilan investasi. Secara umum rencana investasi mengatur tentang besaran biaya yang dikeluarkan
dalam suatu program penataan kawasan dalam suatu kurun waktu tertentu, tahapan pengembangan, serta peran dari masingmasing pemangku kepentingan.
6. Penyusunan Ketentuan Pengendalian Rencana
Ketentuan Pengendalian Rencana bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan
kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan, dan mengatur pertanggungjawaban
semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan. Ketentuan
pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung
(individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili (misalnya Dewan Kelurahan, Badan
Keswadayaan Masyarakat/BKM dan Forum Rembug Desa). Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran masingmasing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu
sistem yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat
keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan.
7. Penyusunan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
Pedoman pengendalian pelaksanaan dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan
lingkungan/kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat,
dan berkelanjutan. Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit pengelola teknis/UPT/badan tertentu
sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan RTBL atau dapat ditetapkan kemudian
berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan. Pedoman pengendalian pelaksanaan dapat ditetapkan dan berupa
dokumen terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan dokumen RTBL, berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan,
setelah mempertimbangkan kebutuhan tingkat kompleksitasnya.

Tahapan Kegiatan
Tahapan pekerjaan, konsultan pandang sebagai rangkaian sekuensial kegiatan yang dikelompokkan dalam kelompok kegiatan besar
dikaitkan dengan target antara yang ditetapkan. Pelaksana diwajibkan merinci kegiatannya agar dicapai keluaran yang sesuai dengan
KAK. Selain itu, Pelaksana diwajibkan secara aktif melakukan koordinasi dengan Tim Teknis di Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan, DJCK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Instansi Teknis terkait di tingkat kota sehingga dapat dicapai keluaran yang
memadai, dengan dimungkinkan pula untuk melakukan konsultasi dengan instansi pemerintahan di tingkat lokal (kecamatankelurahan).
Dalam KAK dijelaskan 15 tahapan pekerjaan dengan penjelasan sebagai berikut.
a.

Rapat Koordinasi Awal Kegiatan Penyusunan RTBL


Segera setelah proses kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pihak penyedia jasa konsultan RTBL selesai, akan
diadakan rapat awal untuk koordinasi sebelum memulai pekerjaan penyusunan RTBL di Satker. Rapat akan diselenggarakan oleh
PPK Pembinaan Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Banten Pada rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai berikut:

b.

Penjelasan lingkup tugas konsultan penyusunan RTBL Isimu;

Penjelasan tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan;

Penjelasan deliniasi kawasan studi;

Jadwal penyampaian dan pembahasan laporan;

Perkenalan tenaga ahli Tim Penyedia Jasa; dan

Penjelasan sistem koordinasi antara penyedia jasa dengan tim teknis yang terdiri dari unsur Pemerintah dan SKPD terkait.

Penyusunan Laporan Pendahuluan


Segera setelah rapat koordinasi awal, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera menyusun Laporan Pendahuluan serta bahan
tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Laporan Pendahuluan yang setidaknya memuat substansi sesuai dengan ketentuan
mengenai isi materi laporan yang tertera pada Bagian IX tentang INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN.

c.

Pelaksanaan Survey oleh Tim Konsultan


Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera melaksanakan survey lokasi sesuai
dengan rencana survey yang telah ditetapkan pada pembahasan Laporan Pendahuluan. Dalam pelaksanaan survey tim konsultan.

e.

Penyusunan Laporan Antara


Segera setelah dilaksanakannya survey lokasi dan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I), tim tenaga ahli konsultan RTBL segera
menyusun Laporan Antara serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Antara yang setidaknya
memuat materi hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I).

f.

Rapat Pembahasan Laporan Antara


Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan
menyelenggarakan Rapat Laporan Antara dengan mengundang tim teknis, serta unsur Pemerintah Daerah termasuk diantaranya
Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya, unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta unsur
asosiasi/komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal. Pembahasan Laporan Antara diselenggarakan di
tingkat Provinsi pada lokasi kawasan studi RTBL. Dalam rapat pembahasan Laporan Antara tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL
menyampaikan hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) dalam
bentuk Laporan Antara.
Di akhir pelaksanaan Pembahasan Laporan Antara wajib disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Antara yang ditandatangani
bersama oleh peserta yang hadir. Notulensi tersebut pada intinya merupakan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama
hasil pemaparan Laporan Antara yang perlu ditindaklanjuti oleh konsultan dalam rangka penyempurnaan Laporan Antara. Segera
setelah dilaksanakannya pembahasan Laporan Antara di daerah, tim tenaga ahli konsultan segera memperbaiki substansi materi
sesuai dengan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang terjadi pada tahap pembahasan Laporan Antara di
daerah. Setelah seluruh perbaikan selesai dilakukan, tim tenaga ahli konsultan segera menyampaikan produk Laporan Antara yang
telah diperbaiki tersebut disertai dengan Berita Acara FGD-I dan Berita Acara Pembahasan Laporan Antara kepada tim teknis di
tingkat pusat bersama dengan PPK kegiatan terkait di Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk mendapat persetujuan.

i.

Penyusunan Laporan Draft Akhir


Setelah pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II), tim tenaga ahli konsultan segera menyusun Laporan Draft Akhir serta
bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir yang memuat materi sebagai berikut:
a. Laporan Draft Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007
tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:

Program Bangunan dan Lingkungan;

Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

Rencana Investasi;

Ketentuan Pengendalian Rencana; dan

Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

b. Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.


j.

Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir


Pada tahap ini tim tenaga ahli konsultan didampingi dengan tim teknis yang terdiri dari unsur pusat dan daerah menyampaikan
paparan yang lengkap dan utuh mencakup keseluruhan materi Dokumen RTBL, Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang
Penetapan RTBL pada Kawasan Studi di hadapan kepala daerah (Bupati/Walikota) beserta jajarannya. Adapun hasil dari paparan ini
ialah pernyataan tertulis disetujui atau disetujui dengan catatan keseluruhan dokumen tersebut oleh kepala daerah

(Bupati/Walikota) yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan Draft Akhir dan ditandatangani bersama oleh kepala
daerah (Bupati/Walikota), Tim Teknis Pusat dan Daerah serta Tim Tenaga Ahli Konsultan RTBL.
k.

Penyempurnaan Laporan Draft Akhir


Segera setelah pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir, tim tenaga ahli konsultan segera bekerja menyempurnakan
seluruh dokumen penyusunan RTBL berdasarkan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama pada saat dilaksanakannya
rapat pembahasan Laporan Draft Akhir.

l.

Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Akhir


Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim Penyedia Jasa segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Pembahasan
Laporan Akhir dengan mengundang seluruh tim teknis. Rapat Pembahasan Laporan Akhir diadakan di tingkat pusat dengan agenda
finalisasi keseluruhan dokumen produk penyusunan RTBL sebagai berikut:
a. Laporan Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang
Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:

Program Bangunan dan Lingkungan;

Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

Rencana Investasi;

Ketentuan Pengendalian Rencana; dan

Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

b. Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.


Di akhir rapat pembahasan laporan akhir disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Akhir yang memuat catatan, usulan, masukan
dan kesepakatan bersama dengan tim teknis terkait penyempurnaan keseluruhan dokumen tersebut diatas.
m. Proses Legalisasi/Penandatanganan Produk Dokumen RTBL
Setelah seluruh catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan
Akhir ditindaklanjuti oleh tim tenaga ahli konsultan, seluruh dokumen produk penyusunan RTBL tersebut diatas segera disampaikan
ke Pemerintah Daerah untuk mendapat legalisasi dalam bentuk penandatanganan oleh pihak-pihak terkait sesuai dengan tugas
dan kewenangannya. Apabila proses penandatanganan membutuhkan waktu lebih dan diperkirakan akan selesai melebihi Tahun
Anggaran 2015, maka tim tenaga ahli konsultan RTBL diminta untuk membuat Berita Acara Serah Terima Dokumen RTBL yang
ditandatangani oleh unsur pihak Pemerintah Daerah yang berwenang. Berita Acara Serah Terima Dokumen ini digunakan sebagai
bukti telah selesainya serangkaian proses penyusunan RTBL yang telah menghasilkan keseluruhan produk RTBL yang telah diterima
oleh pihak Pemerintah Daerah.
Berdasarkan kelimabelas tahapan kegiatan tersebut, selanjutnya konsultan menurunkan kedalam kegiatan-kegiatan yang lebih rinci
sesuai dengan pencapaian proses dan substansi penyusunan RTBL dan dengan mengacu kepada Kepmen PU Nomor 6 Tahun 2007

yaitu menjadi 37 kegiatan

Ke-37 kegiatan tersebut secara proses merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama oleh tim konsultan dengan
kelompok kerja dari Pemerintah Kabupaten yang didalamnya mencakup kegiatan penyusunan materi RTBL dan kegiatan diskusi
bersama antara berbagai pemangku kepentingan baik pada level individu dalam masyarakat, kelompok masyarakat, pemerintah
Provinsi hingga pemerintah pusat yaitu Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Secara sekuensial kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya dibagi dalam empat tahapan pekerjaan dengan rincian sebagai berikut :
TAHAP PERSIAPAN
1. Koordinasi internal tim : metodologi dan rencana kerja
2. Rapat koordinasi awal di Gorontalo (kick off meeting)
3. Review Kebijakan dan Program Daerah : positioning wilayah perencanaan dan inventarisir program-program daerah untuk
wilayah perencanaan
4. Penyusunan Design Survey
5. Pembahasan Laporan Pendahuluan
TAHAP ANALISIS DAN PERUMUSAN KONSEP
6. Diskusi Internal dengan Tim Teknis
7. Survey awal : orientasi dan identifikasi potensi masalah
8. Survey bersama dgn instansi di daerah
9. Identifikasi Potensi dan Masalah Wilayah Perencanaan dan Deliniasi Kawasan Perencanaan
10. Survey Rinci pada Kawasan Perencanaan (bangunan, infrastruktur, status lahan, wawancara)
11. Kompilasi dan Analisis Data
12. Perumusan potensi, masalah dan kebutuhan penanganan
13. Penyusunan Konsepsi Program Bangunan dan Lingkungan
14. Perumusan sistematika peraturan walikota tentang RTBL
15. Perumusan daftar kegiatan dan lokasi pembangunan tahun pertama
16. Perumusan Indikatif Rencana Umum dan Panduan Rancangan

17.Pembahasan Laporan Antara


TAHAP PERUMUSAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
18. Diskusi Internal dengan Tim Teknis
19. Penyempurnaan Rencana Umum
20. Penyempurnaan Panduan Rancangan
21. Kolokium
22. Penyusunan Ketentuan Pengendalian
23. Penyusunan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
24. Penyusunan Rencana Investasi
25. Penyusunan draft Peraturan Walikota tentang RTBL
TAHAP PENYEMPURNAAN HASIL DAN FINALISASI
26. Penajaman hasil perencanaan
27.Pembahasan Laporan Draft Akhir
28. Penyempurnaan Hasil Perencanaan
29. Koordinasi dan asistensi dengan tim teknis
30. Penyusunan dan penyempurnaan Materi Peraturan Daerah tentang RTBL
31. Penyusunan Dokumen RTBL, RKS dan Draft Peraturan Bupati, Walikota maupun Gubernur
32.Pembahasan Laporan Akhir
* Keterangan : bagian yang dicetak tebal merupakan kegiatan yang termasuk pada kelompok kegiatan diskusi dan penyepakatan.

2.1.8 Tanggapan dan Saran Terhadap Indikator Keluaran dan Keluaran


Indikator keluaran dan keluaran konsultan pahami sebagai ouput kualitatif dan kuantitatif yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Keluaran
konsultan pahami juga sebagai sistem pelaporan dari kegiatan penyusunan RTBL ini.
1. Indikator Keluaran
Adapun isi materi laporan tersebut diatas memuat hal-hal dibawah ini:
1) Laporan Pendahuluan, memuat :

a. Pemahaman dan tanggapan terhadap Kerangka Acuan Kerja;


b. Rencana pencapaian sasaran, mencakup jadwal kerja, target/sasaran dan alokasi tenaga ahli;
c. Metodologi pekerjaan penyusunan RTBL termasuk kajian kepustakaan (studi literatur), kajian peraturan daerah setempat terkait
dengan penyusunan RTBL dan kajian teoritis serta kajian terhadap studi kasus sejenis;
d. Rencana survey, mencakup metode pengumpulan data, metode pengolahan data, metode analisis data, jadwal survey,
identifikasi lokasi survey, target data, identifikasi instansi pemilik data dan pembuatan kuesioner
e. Gambaran umum kawasan perencanaan, mencakup profil kawasan, studi area deliniasi studi, identifikasi potensi kawasan,
identifikasi permasalahan kawasan, identifikasi instansi pemerintah daerah, keberadaan perusahaan swasta serta komunitas
masyarakat lokal yang kemungkinan akan terlibat dalam proses penyusunan RTBL.
Diserahkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak SPMK dikeluarkan
2) Laporan Antara, memuat:
a. Gambaran umum kawasan perencanaan, berdasarkan data yang didapat dari hasil survey;
b. Tinjauan kebijakan program pembangunan yang terdapat pada kawasan perencanaan, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), Poldas, Renstrada, dsb.
c. Analisis terhadap seluruh potensi dan masalah terhadap elemen perancangan RTBL, meliputi:
-

Analisis Daya Dukung Lahan;

Analisis Kesesuaian Lahan;

Analisis Intensitas Bangunan, dengan menggunakan kriteria terukur dan tdk terukur; dan

Analisis untuk menentukan prioritas program pembangunan dilakukan terhadap masing-masing elemen rancang RTBL
dengan menggunakan metode SWOT.

d. Materi rancangan Bab I pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu: Program Bangunan dan Lingkungan;
e. Materi rancangan Bab II pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu: Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
f.

Draft Sistematika Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.

Diserahkan selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima hari) kalender sejak Laporan Pendahuluan diserahterimakan dan disetujui oleh
Tim Teknis/Penilai.
3) Laporan Draft Akhir, memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Seluruh materi dalam sistematika dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang
Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:
-

Program Bangunan dan Lingkungan;

Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

Rencana Investasi;

Ketentuan Pengendalian Rencana; dan

Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

b. Draft Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.


Diserahkan selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh hari) kalender sejak Laporan Antara diserahterimakan dan disetujui oleh
Tim Teknis/Penilai.
4) Laporan Akhir, mencakup :
a. Seluruh materi dalam sistematika dokumen RTBL yang telah disempurnakan berdasarkan catatan, usulan, masukan dan
kesepakatan bersama yang didapat pada pembahasan laporan draft akhir, yaitu:
-

Program Bangunan dan Lingkungan;

Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

Rencana Investasi;

Ketentuan Pengendalian Rencana; dan

Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Diserahkan selambat-lambatnya 16 (lima belas hari) kalender sejak Laporan Draft Akhir diserahterimakan dan disetujui oleh Tim
Teknis/Penilai.
5) CD Laporan Akhir, Gambar Perspektif / Ilustrasi (3D) dan Eksekutif Summary, diserahkan bersamaan dengan Laporan Akhir
6) Draft Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Terkait dengan sasaran pencapaian dan lingkup kegiatan, setiap laporan-laporan tersebut berisikan progres report pada setiap tahapan
kegiatan. Sebagai penjelasan lebih lanjut, pada gambar berikut dapat dijelaskan keterkaitan lingkup kegiatan dengan sistem pelaporan
sebagai representasi dari progres dan hasil yang telah dicapai pada setiap tahapan.

2.1.9 Tanggapan Terhadap Personil


Tenaga ahli yang dibutuhkan terdiri dari 5 tenaga ahli dengan bidang keahlian masing-masing yang spesifik sesuai dengan kebutuhan
penyusunan RTBL dan dibantu oleh 3 orang asisten pada 3 bidang keahlian. Keenem tenaga ahli tersebut dapat dikelompokan dalam 2
kelompok bidang keahlian, kelompok pertama adalah tenaga ahli yang bersifat teknis, kelompok kedua adalah kelompok tenaga ahli
yang bersifat sosial dan ekonomi. Kedua kelompok tenaga ahli ini mencerminkan bahwa pekerjaan penyusunan RTBL ini tidak semata-

mata ditujukan melalui pendekatan teknis melalui perancangan rencana tapak dan pengaturan bangunan dan lingkungan, tetapi juga
perlu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya keenam tenaga ahli dan kelima asisten tersebut dapat dijelaskan pada tabel berikut :

No

Pendidikan
Minimal
S2 Perencanaan Wilayah Kota /
Urban Design
S1 Arsitek
S1 Teknik Sipil
S1 Ekonomi
S1 Teknik Lingkungan
D3 Arsitektur
D3 Teknik Sipil
D3 Teknik Lingkungan

Bidang Keahlian

Ahli Perencanaan Wilayah Kota (Team Leader)

2
3
4
5

Ahli
Ahli
Ahli
Ahli

Asisten Tenaga Ahli

Tenaga Penunjang :
Surveyor
CAD/CAM Operator
Administrasi / Operator Komputer

Arsitektur
Sipil
Ekonomi Pembangunan
Teknik Lingkungan

D3 Teknik Sipil / Geodesi


STM/ D3
SMA/SMK/D3

Pengalaman Kerja
Minimal
5
5
5
5
5
3
3
3

Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun

3 Tahun
1 Tahun
1 Tahun

2.1.10 Waktu Penyelesaian Pekerjaan

Konsultan memahami bahwa


waktu pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan kalender atau 150 (Seratus Lima Puluh)
hari kalender, dimana kami akan merinci sendiri kegiatannya selama waktu tersebut diatas dengan
mengantisipasi jadwal pencapaian produk antara kegiatan dan dalam rangka menampung kegiatankegiatan yang mungkin dilakukan oleh Konsultan Perencana.
N

KEGIATAN

BULAN

1
2
3
4
5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Persiapan
Survey Pendahuluan
Penyusunan
Laporan
Pendahuluan
Survey/Pengumpulan/Klar
ifikasi Data Lapangan
Analisis Data
Penyusunan
Laporan
Antara
Penyusunan
Laporan
Draft Akhir
Penyusunan
Laporan
Akhir
Penyusunan Ranperda
Presentasi

Sesuai dengan waktu pelaksanaan dan rencana kerja, Konsultan Perencana diwajibkan untuk menyusun matrik pelaksanaan kegiatan
secara rinci dengan mencantumkan seluruh item pekerjaan, keterlibatan para tenaga ahli dan waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan masing-masing items pekerjaan serta keluaran dari masing-masing kegiatan.

2.2 Apresiasi dan Pemahaman


Perencanaan Kota

Terhadap

RTBL

dan

Dasar-dasar

Bagian berikut akan membahas landasan teoritis mengenai kawasan perkotaan itu sendiri. Pengertian kota dapat ditinjau dari beberapa
lingkup yaitu :

a. Secara Geografis : Kota adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun (built up area) yang lebih padat
dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Secara geografis kota berlokasi pada suatu lokasi strategis.
b. Secara Fisik: Kota merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh struktur binaan (man made structure).
c. Secara demografis: Kota adalah wilayah dimana terdapat konsentrasi penduduk yang jumlah dan tingkat
kepadatannya lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya.
d. Secara Statistis: Kota merupakan suatu wilayah yang besaran atau ukuran penduduknya sesuai dengan batasan atau
ukuran kriteria kependudukan kota.
e. Secara Sosial : Kota merupakan suatu wilayah di mana terdapat kelompok kelompok sosial masyarakat yang bersifat
beragam (heterogen) - tradisional-modern; formal - informal; maju terbelakang.
f. Secara Ekonomi : Kota adalah suatu wilayah di mana terdapat kegiatan usaha masyarakat yang sangat beragam
(heterogen) dengan dominasi sektor kegiatan non pertanian atau sektor kegiatan primer seperti perdagangan, industri,
pelayanan jasa, perkantoran , perangkutan dll. Pada kehidupan kota terdapoat suatu sirkulasi dan mobilitas finansial
yang tinggi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
g. Secara Administratif : Kota merupakan suatu wilayah kewenangan pemerintahan yang dibatasi oleh suatu garis
batas kewenangan administrasi pemerintahan yang ditetapkan berdasarkan Undang Undang.
Perkembangan dan pertumbuhan kota pada dasarnya merupakan konsekwensi dari berbagai perubahan sosial budaya,
sosial ekonomi dan politik. Salah satu faktor yang sangat kuat.
2.2.1 Apresiasi Terhadap Pemahamanan RTBL
Dalam hirarki perencanaan, mengacu pada peraturan perundangan (Undang-Undang Tata Ruang dan Kepmen 327/2002 tentang
pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau disebut juga sebagai
Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) mempunyai kedalaman rencana pada peta 1 : 1.000.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dikenal pula sebaga Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan merupakan penjabaran dari
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan berupa rencana geometrik pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan yang disusun
untuk perwujudan ruang Kawasan Perkotaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan kota.

Dalam hal Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan belum ada, maka Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan ini akan
diturunkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah kota melalui proses penentuan kawasan perencanaan.
Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan / Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. berisikan rumusan tentang rencana tapak
pemanfaatan ruang kawasan; pra rencana teknik jaringan utilitas yang berisikan arahan letak dan penampang air bersih, air hujan, air
limbah, gas, listrik, telepon dan sampah; pra rencana teknik jaringan jalan berisikan arahan letak dan penampang jaringan jalan; pra
rencana teknik bangunan gedung berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur lingkungan bangunan dan gedung; pra rencana
teknik bukan bangunan gedung.
Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dilakukan bagi lingkungan yang mempunyai sifat
khusus sehingga diperlukan pengaturan khusus dan bersifat final (misalnya kawasan konservasi, kawasan tepi air/waterfront city,
permukiman di atas air, lingkungan bersejarah/urban heritage, dl). Dalam hal pengembangan yang bersifat individual dan tidak
mempunyai hal yang spesifik untuk ditangani secara khusus, maka dapat digunakan Rencana Umum atau Rencana Detail dengan
menggunakan standar teknik yang sudah baku dan umum digunakan.
A. Fungsi Rencana
75B

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berfungsi untuk mewujudkan keselarasan dan keserasian bangunan dengan bangunan,
bangunan dengan prasarana dan lingkungannya, serta menjaga keselamatan bangunan dan lingkungannya.

B. Maksud Tujuan dan Manfaat Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan


76B

Maksud
Sebagai dokumen panduan umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan tata bangunan dan
lingkungan dari suatu kawasan tertentu baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Tujuan
Sebagai dokumen pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu
lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi:
i. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
ii. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik;
iii. Perwujudan pelindungan lingkungan, serta;
iv. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.
Manfaat
i. Mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini;

ii. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah;
iii. Melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung;
iv. Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan;
v. Mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/kawasan;
vi. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/
kawasan yang berkelanjutan;
vii. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pascapelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua
hasil pembangunan.

C. Dasar Hukum
77B

Penyusunan Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

UURI No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;


UURI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
UURI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
UURI No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup;
UURI No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 5 tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya;
7.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung.
8.
Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
9.
Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan
Lingkungan.
10. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
11. Peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah setempat.
12. Peraturan daerah tentang bangunan gedung.
D. Muatan Rencana
78B

1)

Rencana tapak pemanfaatan ruang lingkungan perkotaan, meliputi:


a.
b.

Rencana perpetakan lahan lingkungan perkotaan (kavling);


Rencana tata letak bangunan dan pemanfaatan bangunan;

c.

Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan perkotaan hingga pedestrian dan jalan setapak, perparkiran, halte
dan penyeberangan;
d.
Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan perkotaan;
e.
Rencana ruang hijau dan penghijauan.

2)

Arahan pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan, yang meliputi:


a.
b.
c.
d.

Ketentuan letak dan penampang bangunan gedung dan bangunan bukan gedung;
Ketentuan letak dan penampang jaringan pergerakan;
Ketentuan letak dan penampang jaringan utilitas lingkungan perkotaan;
Ketentuan sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketinggian bangunan, elevasi,
bentuk dasar bangunan, selubung bangunan, pertandaan, bahan bangunan, dan ketentuan bangunan lainnya.

3)

Pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan, meliputi :


Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program, misalnya melalui mekanisme perijinan
mendirikan bangunan;
b.
Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif, dis-insentif, hak pengalihan intensitas bangunan, hak
bangunan di atas tanah/di bawah tanah;
c.
Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penata pelaksanaan/manajemen pelaksanaan bangunan;
d.
Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program (baik yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
maupun keterlibatan masyarakat dalam pengawasan), serta pengenaan sanksi (berupa teguran, pencabutan ijin, perdata
maupun pidana).
a.

E. Proses Perencanaan
79B

Proses Perencanan RTBL :


Dalam penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, ditempuh langkah-langkah penentuan arah pengembangan, identifikasi
potensi dan masalah pembangunan, perumusan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, dan penetapan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan.
A.
B.
C.
D.
E.

Penentuan kawasan perencanaan perkotaan


Identifikasi permasalahan pelaksanaan pembangunan kawasan
Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan
Perumusan Rencana Tata Bangunan dan Lingkugan
Penetapan rencana tata bangunan dan lingkungan

Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyusunan rencana teknik


ruang kawasan perkotaan. Masyarakat berkewajiban berperan serta dalam
memelihara kualitas ruang dan berkewajiban menaati rencana teknik ruang yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, produk Rencana Teknik Ruang Kawasan
Perkotaan merupakan hasil kesepakatan seluruh pelaku pembangunan
(stakeholders), termasuk masyarakat.

F. Produk Rencana Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL


80B

2.2.2 Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL


Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika
dokumen RTBL sebagaimana digambarkan dalam Gambar disamping ini.
Dalam hal ini, penyusunan dokumen RTBL terdiri atas 3 (tiga ) tahapan utama,
yaitu:
1.
2.

Tahap Analisis Kawasan Perencanaan

Tahap Perumusan dan Pengembangan Perancangan


3.

Tahap Pengembangan Dukungan Pelaksanaan

2.2.3 Tahap Analisis Kawasan Perencanaan (Program Bangunan dan Lingkungan)


Komponen Analisis

sosial-kependudukan
prospek pertumbuhan ekonomi
daya dukung fisik & lingkungan
aspek legal konsolidasi lahan
daya dukung prasarana dan
fasilitas lingkungan
kajian aspek historis kawasan

Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan
untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau,
fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan
prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru.
Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai
pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep
dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan.

2.2.4 Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan


Merupakan proses untuk mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasi konteks lingkungan dan nilai lokal dari
kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya.

Tahapan analisis ini memiliki manfaat sebagai berikut:


a.

Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang
tengah berlangsung.

b.

Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan,
serta dapat mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan konteks kawasan perencanaan.

Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada
kawasan perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi kegiatan pembangunan kawasan/lingkungan
yang memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

2.2.5 Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran Masyarakat


Pembangunan berbasis peran masyarakat (community-based development) adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada
pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan
berkontribusi untuk merumuskan program-program bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Proses penyusunan Dokumen RTBL harus melibatkan peran aktif masyarakat dalam setiap tahap kegiatan. Tahapan analisis ini memiliki
manfaat sebagai berikut:
a. Memupuk pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban, dan peranannya di dalam proses pembangunan, sehingga
tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya.
b. Meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara keseluruhan, serta terbangunnya suatu ikatan di masyarakat.
c. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien dan efektif jika sesuai dengan kondisi yang ada, baik
kebutuhan, keinginan, maupun sumber daya di masyarakat.
d. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membentuk dan membangun kepercayaan diri, kemampuan
bermasyarakat dan bekerja sama.
Sedangkan prinsip utama yang digunakan Pembangunan berbasis peran masyarakat (community-based development) antara lain
adalah:
a. Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama Kesepakatan yang dicapai adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak
yang terlibat atau pun pihak yang terkena dampak perencanaan.
b. Sesuai dengan aspirasi publik Perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan dan kondisi yang ada di masyarakat.
c. Kejelasan tanggung jawab
i.

Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik.

ii. Terbuka kemungkinan untuk mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang menangani gugatan kepada
pemilik, pengelola, dan/atau pengguna atas penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungannya.
d. Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pembangunan. Setiap anggota masyarakat atau pemangku
kepentingan (stakeholders), terutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan pembangunan, memiliki akses dan
kesempatan yang sama untuk berkiprah.

2.2.6 Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan


Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan, yang merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan,
memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain
secara lebih detail dari tiap elemen desain. Perumusan Konsep Dasar Perancangan Bangunan dan Lingkungan ini memiliki manfaat
sebagai berikut:
a. Mengarahkan penyusunan visi dan karakter perancangan.
b. Mengendalikan suatu intervensi desain
lingkungan sehingga berdampak baik,
terarah dan terukur terhadap suatu kawasan
yang direncanakan.
Komponen Dasar Perancangan
c. Mengintegrasikan
desain
elemen-elemen
kota yang berpengaruh pada suatu
perencanaan kawasan.

Visi Pembangunan,
d. Mengarahkan indikasi program dan desain
penataan yang tepat pada tiap sub
Konsep Perancangan
bagian kawasan yang direncanakan.
Struktur Tata Bangunan dan
2.2.7 Tahap Perumusan dan
Pengembangan Perancangan
Lingkungan

(Rencana Umum Dan

Konsep Komponen
Perancangan Kawasan

Blok-blok Pengembangan
Kawasan dan Program

KOMPONEN RANCANGAN
struktur peruntukan lahan
intensitas pemanfaatan lahan
tata bangunan
sistem sirkulasi & jalur
STRUKTUR PERUNTUKAN
LAHAN
penghubung
sistem ruang terbuka & tata hijau
tata kualitas lingkungan
sistem prasarana & utilitas
lingkungan

Panduan Rancangan)

Rencana Umum dan Panduan Rancangan


merupakan ketentuan-ketentuan tata
bangunan dan lingkungan pada suatu
lingkungan/ kawasan yang memuat
rencana peruntukan lahan makro dan
mikro, rencana perpetakan, rencana
tapak, rencana sistem pergerakan,
rencana aksesibilitas lingkungan, rencana
prasarana dan sarana lingkungan,
rencana wujud visual bangunan, dan
ruang terbuka hijau.
Panduan Rancangan bersifat melengkapi
dan menjelaskan secara lebih rinci
rencana umum yang telah ditetapkan
sebelumnya, meliputi ketentuan dasar
implementasi rancangan dan prinsipprinsip
pengembangan
rancangan
kawasan.

2.2.8 Rencana Umum


Rencana Umum merupakan ketentuanbangunan dan lingkungan yang bersifat
lingkungan/ kawasan perencanaan yang
produktif, dan berkelanjutan. Rencana

ketentuan
rancangan
tata
umum
dalam
mewujudkan
layak
huni,
berjati
diri,
Umum ini bermanfaat untuk:

a. Memberi arahan lugas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar dari perancangan tata bangunan dan lingkungan.
b. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan (3dimensional) sebagai model penerapan seluruh arahan materi pokok
rencana tata bangunan dan lingkungan.
c. Memudahkan pengembangan desain sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
d. Memudahkan pengelolaan, pengendalian pelaksanaan dan pengoperasian kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter
lingkungan yang telah ditetapkan.
e. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak baik, terarah dan terukur pada suatu kawasan yang direncanakan.
f.

Mencapai integrasi elemen-elemen desain yang berpengaruh pada suatu perancangan kawasan.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
LAHAN
KOMPONEN
PENATAAN
KDB
KLB
KDH
KTB
TDR

TATA BANGUNAN
KOMPONEN PENATAAN
pengaturan blok lingkungan
pengaturan kaveling
pengaturan bangunan
pengaturan ketinggian &
elevasi lantai bangunan

INTENSITAS
KOMPONEN PENATAAN
KDB
PEMANFAATAN
KLB
LAHAN
KDH
KTB
TDR

SISTEM SIRKULASI
DAN JALUR PENGHUBUNG

KOMPONEN PENATAAN
jaringan jalan & pergerakan
sirkulasi kendaraan umum
sirkulasi kendaraan pribadi
sirkulasi kendaraan umum informal setempat
pergerakan transit
parkir
jalur servis lingkungan
sirkulasi pejalan kaki & sepeda
jalur penghubung terpadu

SISTEM
RUANG
KOMPONEN PENATAAN
TERBUKA
ruang
terbuka
umum
DAN TATA
HIJAU
ruang terbuka pribadi
ruang terbuka pribadi untuk umum
pepohonan & tata hijau
bentang alam
jalur hijau

KOMPONEN PENATAAN

konsep identitas lingkungan


konsep orientasi lingkungan
wajah jalan

TATA KUALITAS LINGKUNGAN

PANDUAN RANCANGAN
SIMULASI RANCANGAN TIGA DIMENSI
ATURAN DASAR
Aturan wajib
Aturan anjuran utama
Aturan anjuran

2.2.9 Panduan Rancangan


Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk
penjabaran materi utama melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen
prasarana kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.
Manfaat
a. Memberi arahan ringkas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar serta ketentuan detail dari perancangan tiap bangunan,
kaveling, subblok dan blok pengembangan dalam dimensi yang terukur.
b. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan (3dimensional) sebagai model penerapan seluruh rencana tata bangunan
dan lingkungan dalam tiap kaveling, subblok dan blok.
c. Memudahkan pengembangan desain pada tiap kaveling/subblok sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah
ditetapkan.
d. Memudahkan pengelolaan dan pengendalian kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
e. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak positif, terarah dan terukur pada suatu kawasan yang direncanakan.
f.
3.

Mencapai integrasi elemen-elemen desain yang berpengaruh kawasan yang direncanakan.


Ketentuan Dasar Implementasi Rancangan
Panduan Rancangan memuat ketentuan dasar implementasi rancangan terhadap kawasan perencanaan, berupa ketentuan tata
bangunan dan lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu penerapan dan pengembangan rencana umum,
baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling, maupun blok.
Panduan Rancangan bersifat mengaktualisasikan tujuan penataan lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan (design guidelines).

4.

Prinsip-prinsip Pengembangan Rancangan


a.

Panduan Rancangan tiap Blok Pengembangan


i.

Panduan rancangan dari masingmasing materi Rencana Umum


Prinsip-prinsip pengembangan
mempertimbangkan aspek:

Panduan

Rancangan

dari

masingmasing

materi

Rencana

Umum

dengan

(1) Deskriptif, adalah:


(a) Terukur dan rinci Bertujuan untuk memudahkan implementasi secara nyata pada pengembangan desain.
(b) Spesifik Panduan detail perancangan tiap blok pengembangan yang spesifik dan tepat sesuai dengan
permasalahan dan potensi tiap blok yang telah dianalisis sebelumnya.
(c)
Menyeluruh, yang mencakup seluruh komponen rancangan kawasan yang meliputi:

(i)
Peruntukan Lahan;
(ii)
Intensitas Pemanfaatan Lahan;
(iii) Tata Bangunan;
(iv) Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung;
(v)
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau;
(vi) Tata Kualitas Lingkungan, meliputi: Tata Identitas Lingkungan dan Tata Orientasi Lingkungan;
(vii) Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan;
(viii) Pelestarian Bangunan dan Lingkungan.
(2) Substantif, adalah:
(a) Berkelanjutan (sustainable), Penetapan panduan detail yang dapat mendorong perwujudan kawasan yang
berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
(b) Membentuk/memperkuat karakter dan identitas suatu tempat
Penetapan elemen-elemen rancang kawasan yang memfasilitasi interaksi ruang sosial sebagai identitas satuan
ruang/bangunan berskala mikro secara terukur.
(c)
Mengaitkan dengan struktur ruang makro Penetapan panduan detail materi Rencana Umum secara integral
dengan lingkungan sekitarnya pada skala yang lebih luas.
(d) Kemudahan pengendalian dan pengelolaan
Penetapan panduan detail yang memudahkan pengelolaan
dan pengendalian pelaksanaan Rencana Umum serta mengarahkan pihak-pihak yang berkepentingan.
(3)

ii.

Normatif, adalah: Mengacu pada peraturan ketatakotaan: penetapan panduan detail yang selalu merujuk
pada aturan tata ruang dan bangunan gedung yang berlaku.

Aturan-aturan Dasar Pentingnya panduan dalam RTBL dipertegas dengan pemberlakuan aturan dasar yang meliputi
aturan wajib, aturan anjuran utama dan aturan anjuran, beserta pendelegasian kewenangan untuk memutuskan
keterlibatan desain dalam konsep penataan kawasan, serta mengontrol implementasi atas aturan dasar tersebut.
(1) Aturan Wajib Merupakan aturan yang disusun menurut peraturan tata kota dan bangunan gedung setempat atau
pun aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai dengan Visi Pembangunan yang ditetapkan.
Aturan ini bersifat mengikat dan wajib untuk ditaati/diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan Aturan Wajib ini dapat
dilakukan sebagian pada jenjang tertinggi, yaitu Gubernur/Walikota/Bupati sebagai kepala daerah setempat,
sedangkan sebagian lainnya dapat dilakukan pada jenjang Kepala Dinas teknis setempat. Aturan ini meliputi:
(a) Seluruh aturan yang wajib diikuti, dengan kewenangan pemberlakuan pada jenjang tertinggi seperti
Gubernur/Walikota/ Bupati adalah:
(i) Peruntukan Lahan;
(ii) Luas Lahan dan Batas Lahan;
(iii) Koefisien Dasar Bangunan (KDB);

(iv) Koefisien Lantai Bangunan (KLB);


(v) Ketinggian Maksimum Bangunan;
(vi) Transfer KLB > 10%;
(vii) Standar Perencanaan Kota.
(b) Seluruh aturan yang wajib diikuti, dengan kewenangan pemberlakuan dapat pada jenjang Kepala Dinas Tata teknis
setempat adalah:
(i)

Garis Sempadan Bangunan (GSB);

(ii) Jarak Bebas;


(iii) Transfer KLB < 10% di dalam satu blok.
(c) Seluruh tambahan aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai dengan Visi Pembangunan
yang ditetapkan. Aturan tambahan ini dimaksudkan agar pencapaian Visi Pembangunan sesuai dengan arahan
yang ditetapkan. Untuk itu ragam aturan pada aturan tambahan dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan
spesifik setempat, misalnya:
(i)

Ketinggian Podium Maksimum;

(ii) Arahan Tata Bangunan;


(iii) dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip penetapan Aturan Wajib adalah:
(a) Berorientasi pada aturan ketatakotaan yang berlaku;
(b) Mendukung pencapaian Visi Pembangunan yang ditetapkan.
(2) Aturan Anjuran Utama Merupakan aturan yang disusun menurut kaidah umum pengaturan teknis bangunan dan
lingkungan dengan sasaran terciptanya desain kawasan dengan arahan tampilan bangunan dan lingkungan yang
berkualitas. Aturan ini bersifat mengikat dan dianjurkan untuk ditaati/ diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan Aturan
Anjuran Utama ini dapat dilakukan pada jenjang Kepala Dinas teknis setempat. Aturan ini meliputi:
(a) Komposisi peruntukan lahan;
(b) Penggabungan dan pemecahan blok menjadi subblok dan kaveling;
(c) Arahan bentuk, dimensi, gubahan, dan perletakan dari suatu bangunan serta komposisi bangunan;
(d) Sirkulasi kendaraan;
(e) Sirkulasi pejalan kaki;
(f) Ruang terbuka dan tata hijau;

(g) Perletakan dan rencana papan informasi pertandaan (signage), pagar dan pembatas;
(h) Utilitas bangunan dan lingkungan.
Prinsip-prinsip penetapan Aturan Anjuran Utama adalah:
(a) Berorientasi pada pengaturan teknis bangunan dan lingkungan demi tercapainya integrasi keseluruhan bagian
kawasan perencanaan;
(b) Berorientasi pada aspek
kemampuan daya dukung (supply side) dari lokasi setempat, bukan pada aspek
tuntutan kebutuhan (demand side);
(c) Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas pelaksanaan program,
kemungkinan fleksibilitas perancangan, serta peluang manfaat yang akan dicapai (opportunity).
(3) Aturan Anjuran Merupakan aturan yang disusun menurut kesepakatan desain yang disesuaikan dengan visi
kawasan dan para pemangku kepentingan terkait sehingga bersifat mengikat serta dianjurkan untuk ditaati atau
diikuti. Aturan ini meliputi:
(a) Kualitas lingkungan, meliputi organisasi fungsi, kaitan fungsi, sirkulasi pejalan kaki mikro, dan sirkulasi moda
transportasi.
(b) Kualitas visual, meliputi estetika, gubahan bentuk, kinerja arsitektural, tata informasi (signage), bahan/
material dan warna bangunan.
(c) Kualitas Lingkungan, meliputi pencahayaan, sirkulasi udara, tata hijau dan ruang terbuka, kepentingan umum,
dan aspek sosial-budaya.
Prinsip-prinsip penetapan Aturan Anjuran adalah:
(a) Berorientasi pada hasil kesepakatan bersama seluruh pemilik dan pemegang hak atas tanah;
(b) Melibatkan pertimbangan peran masyarakat dan mengakomodasikan aspirasi berbagai pihak termasuk
masyarakat pengguna dan pemangku kepentingan, yang dijaring dari mekanisme berbagai partisipasi
masyarakat untuk mendapatkan keputusan terbaik, seperti melalui sayembara, dengar pendapat publik (public
hearing), kesepakatan desain secara publik (public design charette), review desain secara publik (public design
review), dan pendapat tim ahli bangunan gedung;
(c) Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas pelaksanaan program,
kemungkinan fleksibilitas perancangan, serta peluang manfaat yang akan dicapai (opportunity).
b.

Simulasi Rancangan Tiga Dimensional Gambaran mengenai simulasi penerapan seluruh konsep RTBL, perancangan
bangunan dan lingkungan pada tiap kaveling/blok pengembangan, dan gambaran keseluruhan simulasi rancangan pada
kawasan perencanaan; termuat di dalamnya seperti batasan/ambang volume dan sosok bangunan yang diizinkan dalam suatu

amplop bangunan (building envelope).


Gambaran tersebut merupakan salah satu simulasi yang mungkin diterapkan. Rancangan bangunan yang sesungguhnya
berupa variasi dari simulasi tersebut, tergantung pada fleksibilitas dan kretivitas perancang pada waktu proses perencanaan
teknis bangunan gedung.

2.2.10

1.

2.
3.
4.
5.

Penjelasan mengenai detail


Produk Rencana Tata
Bangunan Dan Lingkungan
mencakup (Panduan
Perancangan)
Tujuan pembangunan lingkungan dan
massa bangunan
Tujuan pembangunan lingkungan dan
massa bangunan dirumuskan sesuai
dengan permasalahan dan arahan
kebijakan
berdasarkan
urgensi/
keterdesakan penanganan lingkungan
tersebut.
Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang
Lingkungan Perkotaan
Ketentuan Letak dan Penampang (Pra
Rencana Teknik) Bangunan Gedung
Ketentuan Letak dan Penampang (Pra
Rencana Teknik) Jaringan Jalan
Ketentuan Letak dan Penampang (Pra
Rencana Teknik) Jaringan Utilitas

6.

Pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan, yang meliputi:


a.

Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program, misalnya melalui mekanisme perijinan
mendirikan bangunan;
b.
Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif, dis-insentif, hak pengalihan intensitas bangunan,
hak bangunan di atas tanah / di bawah tanah;
c.
Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penatalaksanaan / manajemen pelaksanaan bangunan;

d.

Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program (baik yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
maupun keterlibatan masyarakat dalam pengawasan), serta pengenaan sanksi (berupa teguran, pencabutan ijin, perdata
maupun pidana).

2.2.11 Penjelasan Pengenai Rencana Teknik Ruang


Untuk mengoperasionalisasikan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, perlu adanya suatu upaya penetapan rencana teknik ruang
dalam bentuk Surat Keputusan Walikota/Bupati dalam hal Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sebagai penjabaran Rencana Detail
tata Ruang Kawasan Perkotaan.

Dalam hal terjadi perubahan fungsi lingkungan sebagai akibat dari dinamika perkembangan perkotaan yang cukup tinggi, maka
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang bersangkutan ditetapkan dengan persetujuan DPRD dalam bentuk Peraturan Daerah. Hal
ini selanjutnya menjadi masukan bagi peninjauan kembali dan penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota/Kabupaten.
Tabel Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang Lingkungan Perkotaan
Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang Lingkungan Perkotaan
Materi Yang Diatur
Tata letak bangunan gedung dan bukan gedung, tata letak bukan bangunan; serta
tata letak jaringan pergerakan serta utilitas yang terutama akan dibangun,
sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan,
koefisien daerah hijau, koefisien tapak basement, sempadan jalan, daerah milik
jalan, daerah manfaat jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik utilitas, daerah
manfaat utilitas, daerah pengawasan utilitas
Kedalaman materi
Pengelompokan
Materi

Geometris tapak pemanfaatan ruang yang


a. Perpetakan Bangunan, yang terdiri dari:
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi I (diatas 2500
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi II (1000 2500
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi III (600 1000
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi IV (250 600

m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi V (100 250
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VI (50 100
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VII (dibawah
50 m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VIII (rumah
susun/flat);
Sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan,
koefisien daerah hijau, koefisien tapak basement.
a.
Penggunaan dan Massa Bangunan;
Bangunan rumah, rumah toko, rumah kantor, rumah susun,
apartemen, prasarana dan sarana perumahan lainnya;
Bangunan pasar, toko, toserba, toko swalayan,
supermarket, hipermarket, mal, prasarana dan sarana
perdagangan lainnya;
Bangunan pabrik, gudang, pelataran penimbunan,
prasarana dan sarana industri lainnya;

Bangunan perguruan tinggi, SLTA, SLTP, SD, dan TK,

bangunan pendidikan lainnya;


Bangunan RS Umum kelas A,B,C,D; RS Khusus, puskesmas,

puskesmas pembantu, bangunan kesehatan lainnya;


Bangunan mesjid, gereja, kelenteng, pura, vihara,

bangunan peribadatan lainnya;


Taman bermain, taman rekreasi, taman lingkungan, taman

kota, dan pertamanan lainnya;


Bangunan stadion, gelanggang, dan bangunan olahraga

lainnya;
Bangunan panti asuhan, panti werda, dan bangunan sosial

lainnya;
Bangunan kantor pemerintah, niaga, dan bangunan

perkantoran lainnya;
Bangunan terminal penumpang, bangunan terminal

barang, stasiun kereta api, pelabuhan sungai, pelabuhan


danau, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan laut, bandar

udara, dan bangunan transportasi lainnya;


Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan;
Tempat pembuangan sampah akhir.
Jaringan pergerakan dan jaringan utilitas menurut
penggunaannya, terdiri dari:
Sempadan jalan, daerah manfaat jalan, daerah milik jalan,
daerah pengawasan jalan;
Daerah milik utilitas, daerah manfaat utilitas, daerah
pengawasan utilitas
Geometris tapak pemanfaatan ruang yang dirinci untuk tiap
bangunan dan jaringan pergerakan serta utilitas

Ketentuan Letak dan Penampang (Pra Rencana Teknik) Bangunan Gedung


Materi yang diatur

Kedalaman materi
Pengelompokan materi

Penampang dan koordinat/letak bangunan gedung meliputi:


Penampang tiga dimensi bangunan gedung;
Ketinggian bangunan gedung;
Elevasi/Peil bangunan gedung;
Orientasi bangunan gedung;
Bentuk dasar bangunan gedung;
Selubung bangunan gedung
Arsitektur bangunan dan lingkungan;
Pertandaan.
Geometris pra-detail engineering design bangunan gedung pada setiap petak
peruntukan.
Jenis-jenis bangunan gedung menurut peruntukannya atau pemanfaatan
ruangnya.

Ketentuan Letak dan Penampang (Pra Rencana Teknik) Bangunan Bukan Gedung
Materi yang diatur

Penampang dan letak koordinat bangunan bukan gedung, yang meliputi:

Penampang tiga dimensi bangunan bukan gedung;

Letak koordinat bangunan bukan gedung;

Ketinggian bangunan bukan gedung;

Elevasi bangunan bukan gedung;

Kedalaman materi

Geometris pra detail engineering design bangunan bukan gedung pada setiap
petak peruntukannya.

Pengelompokan materi

Jenis-jenis bangunan gedung menurut peruntukannya atau pemanfaatan


ruangnya.

Ketentuan Letak dan Penampang (Pra Rencana Teknik) Jaringan Jalan


Materi yang diatur

Kedalaman materi
Pengelompokan materi

Penampang dan letak koordinat jaringan jalan untuk setiap ruas jalan, yang
meliputi :
Penampang tiga dimensi jalan;
Letak koordinat;
Elevasi;
Bentuk dasar jaringan;
Daerah Milik Jalan;
Daerah Manfaat Jalan;
Daerah Pengawasan Jalan.
Geometri pra detail engineering design jaringan jalan.

Halte dan Marka Jalan


Daerah Manfaat Jalan, Daerah Milik Jalan, Daerah Pengawasan Jalan
Jembatan (penyeberangan, simpang susun)

Materi yang diatur

Penampang dan letak koordinat jaringan utilitas yang


meliputi :
Penampang tiga dimensi jaringan utilitas;
Letak koordinat;
Elevasi;
Bentuk dasar jaringan;
Daerah Milik Utilitas;
Daerah Manfaat Utilitas;
Daerah Pengawasan Utilitas.

Kedalaman materi

Geometris pra-detail engineering design jaringan utilitas.

PENGELOMPOKAN MATERI

Jaringan telepon; yang terdiri dari seluruh jaringan


kabel telepon, telepon umum, tiang kabel, rumah
pembagi;
Jaringan listrik; yang terdiri dari seluruh jaringan kabel
listrik, gardu induk, bangunan pembangkit, gardu
hubung, gardu distribusi;
Jaringan gas; yang terdiri dari seluruh jaringan pipa
gas dan meter kontrol
Jaringan air bersih; yang terdiri dari jaringan pipa air
bersih,
meter
kontrol,
menara
penampungan,
sambungan ke masing-masing bangunan, hidran
umum, hidran kebakaran, kran umum dan bangunan
pengambil air baku;
Jaringan air hujan; yang terdiri dari seluruh jaringan
saluran air hujan, baik penampungan, pintu-pintu air
dan bak kontrol;
Jaringan air limbah; yang terdiri dari seluruh jaringan
air limbah, bak pengolahan, pelepasan (outlet) dan
bak kontrol;
Pengelolaan persampahan; yang terdiri dari tempat
pengumpul sementara, tempat pembungan akhir dan
bangunan pengelolaan sampah.

2.2.12 Tahap Pengembangan Dukungan Pelaksanaan (Rencana Investasi)

2.2.13 Rencana Investasi


Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam
proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini merupakan rujukan bagi para
pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan atau pun menghitung tolok ukur
keberhasilan investasi, sehingga tercapai kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan.
Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi masing-masing pemangku kepentingan dalam pengendalian pelaksanaan sesuai
dengan kapasitas dan perannya dalam suatu sistem wilayah yang disepakati bersama, sehingga dapat tercapai kerja sama untuk
mengurangi berbagai konflik kepentingan dalam investasi/ pembiayaan. Rencana investasi juga mengatur upaya percepatan
penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan prasarana/sarana dari suatu lingkungan/kawasan.
1.

Aspek-aspek Perencanaan
a. Program bersifat jangka menengah, minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, serta mengindikasikan investasi untuk berbagai
macam kegiatan, yang meliputi: tolok ukur/kuantitas pekerjaan, besaran rencana pembiayaan, perkiraan waktu pelaksanaan dan
kesepakatan sumber pendanaannya.

b. Meliputi investasi pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah daerah/pusat (dari berbagai sektor), dunia usaha/swasta, dan
masyarakat.
c. Menjelaskan pola-pola penggalangan pendanaan, kegiatan yang perlu dilakukan khususnya oleh Pemda setempat, sekaligus
saran/alternatif waktu pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
d. Menjelaskan tata cara penyiapan dan penyepakatan investasi dan pembiayaan, termasuk menjelaskan langkah, pelaku, dan
perhitungan teknisnya.
e. Menuntun para pemangku kepentingan dalam memperoleh justifikasi kelayakan ekonomi dan usulan perencanaan lingkungan
dengan memisahkan jenis paket berjenis cost recovery, noncost recovery, dan pelayanan publik.
2.

Strategi perencanaan investasi dengan skenario sebagai berikut:


a. Langkah I : Penetapan paket kegiatan pada tiap jangka waktu pentahapan dan penyiapan rincian sumber pembiayaan.
b. Langkah II : Perencanaan pembiayaan meliputi perhitungan prospek ekonomi, besaran investasi yang dibutuhkan, keuntungan
setiap paket dan perhitungan investasi publik.
c. Langkah III : Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk masing-masing pelaku pembangunan.
d. Langkah IV : Penyiapan detail investasi tahunan sebagai pengendalian selama pelaksanaan.
Pola Kerja Sama Operasional Investasi diatur sebagai berikut:
1

Kesepakatan bentuk Kerja Sama Operasional (KSO) yang menyangkut pola investasi antara lain dapat berbentuk: Build Operate
and Transfer (BOT), Build Own Operate and Transfer (BOOT), dan Build Own and Operate (BOO).

Pada prinsipnya pola Kerja Sama Operasional ini dapat dilakukan oleh 3 (tiga) pihak, yaitu pemerintah, swasta dan/atau
masyarakat (penghuni kawasan).

3. Pemilihan alternatif pola KSO dengan mempertimbangkan beberapa aspek kesepakatan kontrak dengan pemangku kepentingan,
sebagai berikut:
a. Jangka waktu kontrak harus cukup untuk pengembalian hutang dan memberikan keuntungan yang disesuaikan dengan risiko
kepada para investor.
b. Permintaan akan layanan dijamin oleh otoritas pemerintah (badan yang mengontrak).
c. Jaminan kerja sama berkaitan dengan minimalisasi risiko pembangunan, risiko pengembangan lingkungan, risiko kredit
pembiayaan, risiko operasional, risiko politik, dan risiko keadaan pasar, serta pertimbangan dukungan pemerintah.
d. Fasilitas akan ditransfer (diserahkan) kepada pemerintahdan sebagai milik pemerintahpada akhir periode kontrak. Kontrak
harus menyebutkan secara jelas bagaimana proses pengalihan pemilikan dilakukan dan keharusan pihak swasta untuk
menyiapkan fasilitas yang akan diserahterimakan. Sektor pemerintah harus menyiapkan unit kelembagaan untuk menangani
pemindahtanganan ini.
e. Di saat pengakhiran kontrak, sering kali terdapat penyediaan layanan untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilaksanakan untuk
memastikan terjadinya transisi yang mulus dalam manajemen.

2.2.14 Ketentuan Pengendalian Rencana


Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung
(individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili (misalnya Dewan Kelurahan, Badan
Keswadayaan Masyarakat/BKM dan Forum Rembug Desa).
Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran masingmasing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau
masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu sistem yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi
para pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan.
Ketentuan Pengendalian Rencana ditujukan untuk:
a. Mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL
dan pelaksanaan penataan suatu kawasan.
b. Mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan
dan lingkungan.
Aspek-aspek Pengendalian Rencana adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan administratif untuk mengendalikan pelaksanaan seluruh rencana dan program serta kelembagaan yang diperlukan
pemerintah daerah agar materi RTBL terlaksana secara efektif
b. Arahan yang bersifat mengantisipasi terjadinya perubahan pada tahap pelaksanaan, tetapi masih dapat memenuhi persyaratan
daya dukung dan daya tampung lahan, kapasitas prasarana lingkungan binaan, masih sejalan dengan rencana dan program
penataan kota, serta masih dapat menampung aspirasi masyarakat.
Sedangkan strategi pengendaliannya diatur sebagai berikut:
a. Strategi pengendalian rencana diatur dengan Rencana Kelembagaan, yang mencantumkan organisasi pelaksana, SDM yang terlibat,
dan aturan tata laksana kelembagaannya.
b. Untuk pengelolaan pelaksanaan RTBL dapat disiapkan suatu organisasi pelaksana tersendiri, dengan menggambarkan pola
koordinasi, alur dan pola pertanggungjawaban, serta proses lainnya.
Arahan Pengendalian Rencana
1

Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan, termasuk kesepakatan wewenang dan
kelembagaan.

Penetapan paket kegiatan pelaksanaan dan pengendalian jangka menengah.

Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk setiap pemangku kepentingan.

Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan dan tanggung jawab para pemangku

kepentingan.
5

Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek (fisik, sosial dan ekonomi), perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian di
lapangan.

2.2.15 Pedoman Pengendalian Pelaksanaan


Pedoman pengendalian pelaksanaan dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan
lingkungan/kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas meningkat
berkelanjutan. Pedoman pengendalian pelaksanaan diharapkan dapat:
a. Menjamin pelaksanaan kegiatan berdasarkan dokumen RTBL;
b. Menjamin pemanfaatan investasi dan optimalisasi nilai investasi;
c. Menghindari fenomena lahan tidur atau bangunan terbengkalai sebagai akibat investasi yang ditanamkan tidak berjalan
semestinya;
d. Menarik investasi lanjutan dalam pengelolaan lingkungan setelah masa pascakonstruksi.
Aspek-aspek Pengendalian terdiri dari:
a. Penetapan alat-alat dan prosedur pengendalian pelaksanaan, seperti dalam mekanisme perizinan IMB, review tim ahli bangunan
gedung (TABG), dan penerapan insentif/disinsentif;
b. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan materi teknis dokumen RTBL;
c. Evaluasi pelaksanaan peran para pemangku kepentingan sesuai kesepakatan dalam penataan bangunan dan lingkungan, baik
pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, maupun Pemerintah;
d. Pengawasan teknis atas pelaksanaan sistem perizinan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di lokasi penataan;
e. Penerapan mekanisme sanksi dalam penyelenggaraan pembangunan sesuai peraturan perundang-undangan.
Kriteria dan Pertimbangan Pengendalian:
a. Memperhatikan kepentingan publik;
b. Mempertimbangkan keragaman pemangku kepentingan yang dapat memiliki kepentingan berbeda;
c. Mempertimbangkan pendayagunaan SDM dan sumber daya alam (ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan) lokal, seperti
masyarakat setempat beserta kegiatan sosial-budayanya.

Sistematika Pedoman Pengelolaan antara lain sebagai berikut:


PERATURAN UMUM: Peraturan Operasional
Penggunaan, Pemanfaatan dan Penjaminan

Penjaminan atas hak tanah dan hak pakai Hak dan kewajiban berbagai
pelaku Penggunaan yang diizinkan dan yang terlarang Pemeliharaan
kondisi properti Pengelolaan dan penataan lansekap, ruang terbuka, dan
fasilitas umum/fasilitas sosial Pembangunan tanpa izin (pembangunan liar)
Pemeliharaan ruang terbuka dan fasilitas umum lingkungan Pembiayaan
pemeliharaan dan perbaikan Penegakan hukum (law enforcement)
pengelolaan

PERATURAN KHUSUS PENGGUNAAN DAN


PEMANFAATAN: Peraturan Penggunaan dan
Pemanfaatan Kaveling dan Ruang Publik

Koordinasi persetujuan dan persyaratan penggunaan Manajemen


gangguan Manajemen aksesibilitas umum Kebersihan dan pembuangan
sampah/limbah Pengelolaan utilitas dan fasilitas

PERATURAN KHUSUS PENGELOLAAN


PERAWATAN: Peraturan Pengelolaan
Perawatan Kaveling dan Ruang Publik

DAN
dan

Pengelolaan, penggunaan dan perawatan kaveling dan ruang publik


Koordinasi kegiatan yang diwadahi Pengelolaan kaki lima Pengelolaan
sirkulasi pejalan kaki, transportasi, dan sistem parkir Manajemen gangguan
(polusi udara, air, suara, dan hama) Manajemen teguran/sanksi/denda dan
bonus/ insentif/disinsentif/imbalan

PELAYANAN
Pelayanan

Koordinasi layanan kegiatan yang diwadahi Pengelolaan dan layanan kaki


lima Manajemen gangguan (polusi udara, air, suara, dan hama)
Pengelolaan layanan kebersihan dan pembuangan Koordinasi layanan
keamanan dan keselamatan Manajemen pelaksanaanperaturan layanan
fasilitas
umum

Manajemen
teguran/sanksi/denda
dan
bonus/insentif/disinsentif/imbalan

PERATURAN
KHUSUS
PEMBAHARUAN/
PERBAIKAN: Peraturan Pembaharuan Aset

Koordinasi pembaharuan/perbaikan Manajemen risiko dan nilai aset


terhadap kebutuhan Manajemen pembaharuan Perubahan/penambahan
dan renovasi/perbaikan Manajemen insentif/disinsentif/imbalan dalam
pembaharuan/perbaikan aset

PERATURAN
LINGKUNGAN:
Lingkungan

KHUSUS
Peraturan

2.2.16 Apresiasi Terhadap Pemahamanan Dasar-Dasar Perencanaan Kota


A.

81B

Pengertian dan Dasar Perencanaan Kota

Perubahan Paradigma dalam Penataan Ruang di Indonesia Pasca UU 26 Tahun 2007 dan Hal Pokok yang diatur di
dalamnya
82B

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang baru diberlakukan membawa perubahan yang cukup signifikan dalam proses penataan
ruang. Beberapa hal mendasar yang berubah antara lain : matra laut dan ruang bawah tanah yang diatur dalam penataan ruang,
hirarki dan kedalaman rencana tata ruang, jangka waktu perencanaan hingga 20 tahun untuk semua jenjang rencana, pengaturan
pengendalian yang cukup jelas melalui zoning regulation, insentif dan disisentif, pemberian sanksi hukum, dan sebagainya.
Berikut hal-hal menonjol yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 :
1.
Penataan Ruang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang Nusantara yang Aman, Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan.
2.
Perwujudan Tujuan Penataan Ruang dilakukan dengan Strategi Umum seperti Penyiapan Kerangka Strategis
Pengembangan Penataan Ruang Nasional dan Strategi Khusus berupa Penyiapan Peraturan Zonasi, Pemberian Insentif dan
Disinsentif, Pengenaan Sanksi, dan lain-lain.
3.
Produk perencanaan tata ruang tidak hanya bersifat Administratif akan tetapi juga mengatur perencanaan tata ruang
yang bersifat Fungsional dan di klasifikasikan ke dalam Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang.
4.
Penataan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dilakukan secara Berjenjang dan Komplementer
sehingga saling melengkapi satu dengan yang lain, bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam
penyelenggaraannya.
5.
Undang-undang Penataan Ruang telah mengakomodasi perkembangan lingkungan strategis seperti pengaturan Ruang
Terbuka Hijau (Rth) di Perkotaan dan Daerah Aliran Sungai (DAS), Standar Pelayanan Minimal (SPM), integrasi penataan ruang
Darat, Laut, dan Udara, Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan Perdesaan, dan Aspek
Pelestarial Lingkungan Hidup.
6.
Untuk menjamin pelaksanaan UU Penataan Ruang yang tertib dan konsisten telah diatur Ketentuan Peralihan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Kelembagaan Penataan Ruang.
Dengan telah diakomodasikannya berbagai isu strategis penataan ruang di dalam UU Penataan Ruang, diharapkan nantinya
penyelenggaraan penataan ruang dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna.

Strategi Umum dan Strategi Impelementasi Penyelenggaraan Penataan Ruang


Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :
a.
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya
manusia; dan
c.
Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaaatan ruang.
Strategi Umum
a)
Menyelenggarakan penataan ruang wilayah nasional secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif dan efisien
dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup
b)
Memperjelas pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan penataan ruang
c)
Memberikan perhatian besar kepada aspek lingkungan/ekosistem
d)
Memberikan penekanan kepada aspek pengendalian pemanfaatan ruang
83B

Strategi Implementasi
a)
Penerapan prinsip-prinsip komplementaritas dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang RTRW Kabupaten/Kota dan
RTRW Provinsi.
b)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dapat dijadikan acuan pembangunan, sehingga RTRW harus memuat arah
pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.
c)
Pemanfaatan ruang harus mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas ruang.
d)
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
dan pengenaan sanksi.
e)
Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang.

84B

Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pembagian Kewenangan yang lebih Jelas antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, sebagaimana terlihat pada skema berikut :

85B

Hirarki dan Jenis Rencana Tata Ruang

Sehubungan dengan tingkat kepentingan dan


lingkup strategi permasalahannya, maka rencana
tata ruang disusun secara bertahap dan dalam
jenjang
cakupan
yang
berurutan.
Secara
sistematis jenjang cakupan rencana ini dimulai
dari lingkup yang lebih luas dan substansinya menyeluruh hingga ke jenjang cakupannya semakin terinci (detailed). Semakin kecil
cakupan wilayahnya, maka rencana tersebut semakin terinci dan semakin tertuju kepada segi fisik yang lebih nyata.

Pada awalnya penyusunan rencana kota di Indonesia telah diatur melalui Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kota. Mengingat peraturan perundang-undangan yang telah ada belum dapat menampung tuntutan perkembangan
pembangunan, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 mengenai Penataan Ruang. Tata ruang yang
dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Mengacu pada UU No 24 Tahun 1992, jenis rencana tata ruang dibedakan menurut hirarki adminstrasi pemerintahan, fungsi wilayah
serta kawasan, dan kedalaman rencana. UU No. 26 Tahun 2007 membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap produk rencana
tata ruang, yaitu bukan hanya berdasar pada wilayah administrasi saja, tetapi dapat didasarkan pada fungsional dari suatu kawasan.
Setiap tingkatan rencana tata ruang tersebut memiliki cakupan wilayah perencanaan yang berbeda dengan maksud yang berbeda
pula.. Dengan berlakunya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka acuan penataan ruang di Indonesia haruslah mengikuti
UU No. 26 Tahun 2007. Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang kota tersebut selalu mengacu kepada kebijakankebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional,
regional hingga kebijakan pembangunan kota itu sendiri.
Substansi rencana tata ruang biasanya dibedakan dari yang sangat makro sampai ke sangat rinci. Pada masa Undang-Undang Penataan
Ruang No. 24 tahun 1992 maupun UU No. 26 Tahun 2007, judul tidak mencerminkan substansi. Pada masa sebelum Undang-Undang No.
24 tahun 1992 maupun UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, judul baik dari RTR tingkat wilayah dan RTR di tingkat kawasan,
judul jenis RTR sangat mencerminkan substansi atau isi.
Tingkat kedalaman pengamatan atau skala rencana sangat dipengaruhi oleh isi dan produk dari setiap jenis RTR. Pada skala mana isi
dan produk tersebut dapat diamati dasar-dasar penyusunannya di lapangan dan kemudian dapat ditampilkan dengan baik agar
manfaatnya dapat tercapai.

Gambar D.1 Jenis dan Hirarki Produk Rencana berdasarkan UU No 26 Tahun 2007

Di dalam penjelasan UU Penataan Ruang No. 24/1992 pasal 19 maupun UU No. 26 Tahun 2007 tingkat ketelitian rencana disesuaikan
dengan perundang-undangan yang mengatur peta wilayah. Namun demikian tingkat dalam penjelasan pasal 19 ini adalah tingkat
ketelitian dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat ketelitian yang dimaksud/diminta adalah tingkat ketelitian minimal.
Pengertian minimal ini untuk skala peta dikandung arti bahwa suatu rencana tata ruang dapat digambarkan dalam peta wilayah
berskala yang lebih besar.
Tingkat Ketelitian Rencana sesuai Perundang-Undangan Peta Wilayah
Pra UU PR No. 24/1992
Jenis/jenjang
SNPPTR
RSTRP
RUTRD

Skala Peta
1 : 1.000.000
1 : 250.000

RUTR Perkotaan

1 : 50.000

RUTRK
RDTRK
RTRK

1 : 10.000
1 : 5.000
1: 1.000

1 : 1.000/50.000

UU PR No. 24/1992
UU PR No. 26/2007
Jenis/jenjang
Skala Peta (minimal)
RTRW Nasional
1 : 1.000.000
RTRW Provinsi
1 : 250.000
RTRW kab/kot
1 : 1.000/ 50.000
RTR-K perkotaan
RTR-K pedesaan, RTR
Rinci

Integrasi Penataan Ruang


Daratan,
Ruang
Lautan,
dan Ruang Udara
86B

Pengertian ruang menegaskan integrasi


antara ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara: Ruang adalah wadah
yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,


Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota
mencakup
ruang
daratan, ruang lautan, dan ruang
udara. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan ruang lautan dan udara diatur tersendiri dengan Undang-Undang. Hal ini akan
membentuk satu sistem peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang
U

Keunikan karakteristik wilayah, termasuk


karakteristik
sosial
masyarakatnya,
menyebabkan upaya penataan ruang
untuk wilayah pesisir akan memerlukan
pendekatan yang berbeda dengan upaya
penataan ruang wilayah daratan. Namun
pada intinya, penataan ruang antara
kedua wilayah, baik laut dan pesisir
maupun daratan, perlu dilakukan secara terpadu dan saling terkait.Selama ini kegiatan penataan ruang daratan dan ruang perairan laut
kurang dipahami sebagai suatu kesatuan ekologis dan kegiatan wilayah. Saat ini telah berkembang paradigma yang memahami akan
perlunya integrasi antar daerah terkait dengan kondisi ekosistem dan ketergantungan antar wilayah, dari hulu hingga hilir.Saat ini di
Indonesia, baru Pulau Batam yang telah mencoba untuk mengintegrasikan matra darat dan alut dalam penataan ruang secara
bersamaan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah-nya.

Dalam memahami integrasi penataan ruang


untuk matra darat dan laut ini, perlu kiranya
dipahami beberapa keterkaitan antar matra
berikut ini:
Struktur
penataan
ruang
yang
menunjang pula struktur kelautan
Infrastruktur ruang daratan harus dapat
menunjang kegiatan kelautan, terutama
terkait dengan pola-pola kehidupan
masyarakat di kawasan pesisir
Proses
penyusunan
tata
ruang
kota
berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan
No. 34 Tahun 2002 ini pada dasarnya hampir
sama dengan proses penyusunan tata ruang
kota yang berdasarkan Kepmen Permukiman
dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/M/2002, hanya saja pendekatan yang digunakan sedikit berbeda. Dalam Kepmen Permukiman dan
Prasarana Wilayah No/ 327/KPTS/M/2002 pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan perencanaan daratan, sedangkan dalam
Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2002 menggunakan pendekatan pesisir dan kelautan.
Lingkup perencanaan wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu administratif dan eko-biologis.

Pendekatan Administratif
Secara administratif batas wilayah pesisir kearah daratan sangat tergantung dengan batasan tingkat pemerintahan yang akan
digunakan, yaitu meliputi desa atau kecamatan. Sedangkan batas ke arah laut, mengacu kepada UU No. 22 Tahun 1999, yaitu untuk
Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari batas Propinsi. Wilayah perencanaan ini dapat merupakan satu kawasan pada satu batas
administratif pemerintahan, maupun wilayah perencanaan yang melintas batas wilayah administratif (antar kabupaten/kota dan
antar propinsi).

Pendekatan eko-biogeogragis
Wilayah perencanaan yang didasarkan atas karakteristik eko-biogeografis dilihat dari kondisi ekologi, biologi beserta ekosistem
wilayah (darat dan laut) bersama semua jenis biota yang hidup didalamnya serta kondisi geografis yang menentukan faktor alam
yang membentuk dan mempengaruhi evolusi dan perubahan wilayah tersebut.
Proses penyusunan yang didasarkan pada Kepmen Kelautan dan Perikanan ini dilakukan dengan 3 pertimbangan, yaitu ekologis, sosial,
dan ekonomi, dimana diarahkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.

87B

Insentif dan Disinsetif dalam Penataan Ruang

Insentif dan insentif merupakan instrumentasi yang efektif sebagai upaya untuk mengatuf pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang kota. Kedudukan insentif dan disinsentif sebagai perangkat penataan ruang akan diatur melalui PP Penatagunaan
tanah (RPP. Pasal 28). Pada pasal tersebut disebutkan bahwa insentif diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang secara sukarela
melakukan penyeduaian penggunaan lahan (Pasal 28 ayat 2), sedangkan disinsentif dikenakan kepada pemegang hak atas tanah
yang belum melaksanakan penyesuaian penggunaan tanahnya (Pasal insentif dan disinsentif 28 ayat 3)

Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan, terdiri atas:


(a) Insentif Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan apabila bangunan gedung terbangun memenuhi
persyaratan peruntukan lantai dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut dipertimbangkan
untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.
(b) Insentif Langsung, yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai maksimum bagi bangunan gedung yang
menyediakan fasilitas umum berupa sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk di antaranya jalur pejalan
kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.
Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik
bangunan/pengembang yang dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu
selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang
ditetapkan. Pengalihan nilai KLB hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang
bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan. Pengalihan ini
terdiri atas:
(a) Hak Pembangunan Bawah Tanah, hak ini memungkinkan pembangunan fungsi-fungsi di bawah tanah yang tidak diperhitungkan
ke dalam KLB yang dimiliki bangunan gedung di atasnya, dengan memenuhi kriteria sesuai Peraturan Menteri PU No.
29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
(b) Hak Pembangunan Layang (Air Right Development), merupakan mekanisme yang mirip dengan Hak Pembangunan Bawah
Tanah, namun berlaku untuk pembangunan di atas prasarana umum (melayang), seperti jalan, yaitu berupa bangunan pedestrian
layang atau bangunan komersial layang, dengan ketentuan sesuai Peraturan Menteri PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Meskipun aplikasi insentif dan disinsentif telah diatur dalam RPP PGT, namun bentuk-bentuk perangkat insentif dan disinsentif masih
perlu dikembangkan lebih lanjut. Beberapa bentuk insentif dan disinsentif yang selama ini digunakan adalah :

insentif dan disinsentif administratif

insentif dan disinsentif fiskal dan perpajakan

insentif dan disinsentif infrastruktur


Insentif dan disinsentif administratif :
Insentif administratif umumnya diberikan dalam bentuk kemudahan perijinan. Sistem perijinan satu atap adalah salah satu contoh
upaya pemberian insentif administratif, dimana investor memperoleh peluang untuk memperoleh kemudahan dalam pengurusan ijin
bagi kegiatan-kegiatan yang ingin dialokasikan di suatu lokasi.
Insentif dan disinsentif fiskal dan perpajakan:
Insentif fiskal diberikan dalam bentuk keringanan biaya (biaya modal, biaya perijinan, retribusi dsb), insentif pajak diberikan dalam
bentuk keringanan pajak bagi kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang suatu kawasan. Contoh insentif fiskal misalnya:

Keringanan/discount rate bunga modal bagi investor di kawasan industri


Discount biaya pengurusan IMB untuk bangunan kantor di kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan jasa perkantoran
Keringan tarif listrik di kawasan industri
Gedung yang memiliki nilai heritage tinggi dan perlu dipertahankan, mendapat insentif keringanan IMB

Penyediaan fasilitas kredit pemeliharaan bangunan untuk bangunan heritage yang digunakan untuk kegiatan komersial
Disinsentif fiskal berupa penetapan biaya IMB yang tinggi untuk rumah tinggal di kawasan yang direncanakan sebagai kawasan
perdagangan dan jasa
Insentif pajak misalnya tax holiday selama 10 tahun bagi investasi di bidang kemaritiman di suatu KAPET
Insentif pajak misalnya diskon pajak bea masuk bagi peralatan industri yang ada di kawasan industri
Disinsentif pajak berupa pengenaan pajak perusahaan bagi jenis kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan rencana guna lahan
Disinsentif pajak berupa pengenaan PBB yang tinggi bagi jenis kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan rencana guna lahan di
suatu kawasan kota

Insentif dan disinsentif infrastruktur:


Insentif infrastruktur diberikan dalam bentuk penyediaan infrastruktur di kawasan yang diarahkan untuk digunakan untuk suatu
kegiatan, misalnya:
KASIBA/LISIBA memberikan insentif berupa penyediaan jaringan jalan (jalan akses hingga jalan lingkungan)
Kawasan industri diberi insentif berupa penyediaan jaringan listrik dan pengolahan limbah
B.

88B

Apresiasi Tentang Aspek Urban Design dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Suatu perencanaan kota menyeluruh yang produknya lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang masih
terbatas pada lingkup dua dimensional, masih akan memerlukan penjabaran lebih lanjut di dalam usaha implementasinya.
Suatu rencana induk kota memang telah merupakan suatu pedoman dasar umum di dalam pembangunan kota. Tetapi dalam kaitannya
dengan implementasi rencana, masih diperlukan penjabaran lebih lanjut sehingga akan tersedia suatu pedoman pelaksanaan rencana
kota. Dalam hubungan ini maka pengembangan dan pengisian selanjutnya dari suatu rencana kota adalah mutlak apabila rencana itu
akan dilaksanakan secara nyata.
Selanjutnya sebagai suatu pedoman dalam pengisian rencana terperinci, akan dikenal pula rencana khusus yaitu yang menyangkut
perencanaan suatu daerah tertentu dengan suatu fungsi kegiatan tertentu. Kontribusi Urban design dalam hal ini adalah terutama pada
pengisian suatu rencana induk kota yang tertuang di dalam suatu rencana terperinci. Didalam proses penyusunan rencana induk
sebagai rencana umum kota, seharusnya aspek urban design sudah diperhitungkan. Hal tersebut dilakukan agar suatu rencana induk
dapat diterjemahkan lebih mudah kedalam bentuk rencana yang lebih rinci, atau dengan kata lain pendetailan rencana umum (dua
dimensi) ke dalam rencana tiga dimensi akan sinkron.
Suatu daerah dengan kegiatan fungsional yang bermotif ekonomis, seperti daerah perdagangan, perindustrian, perkantoran, dll, akan
memberikan bentuk, jenis, ukuran serta kesan lingkungan yang berbeda dengan daerah yang bermotif non ekonomis seperti daerah
perumahan. Adanya berbagai macam kegiatan fungsional dengan motivasi, kepentingan serta kebutuhan lokasi yang berbeda-beda
akan menyebabkan timbulnya pengelompokkan dari struktur-struktur bangunan dan sarana kota yang khas sesuai dengan kebutuhan
fungsi-fungsi tersebut. Secara keseluruhan keadaan ini akan terwujud dalam suatu bentuk tata ruang, baik secara pengertian kawasan
maupun secara tiga dimensional. Kenyataan dasar inilah sebenarnya yang akan merupakan titik tolak Urban Design, seperti yang akan
dibahas lebih lanjut pada bagian ini.

89B

Perkembangan dan Esensi Urban Design

London Wingo (1969), mengemukakan bahwa urban design merupakan bagian dari perencanaan kota yang menyangkut segi estetika
yang akan menentukan keteraturan bentuk kota tersebut. Dalam pengertian yang lebih luas, Urban Design dapat diartikan sebagai
suatu pendekatan terpadu yang berkaitan dengan usaha-usaha pemecahan masalah pembangunan kota dan daerah dari segi design.
Lingkup utamanya adalah dalam skala yang luas dengan penekanan khusus pada kesan-kesan kota yang dikaitkan dengan pola,
struktur serta perkembangan kebutuhan teknologi komunikasi dan pergerakan serta juga dengan aspek perkembangan kehidupan
manusia. Dari pembatasan lingkup pengertian di atas, jelas bahwa urban design merupakan suatu bagian penting dari keseluruhan
proses perencanaan.
Pada urban design pemikiran mengenai suatu kegiatan fungsional kota tidak lagi hanya terbatas kepada lingkup dan dimensional
seperti peruntukkan tata guna lahan, tetapi sekaligus juga memikirkan dan menjabarkan bagaimana secara tiga dimensionil hal
tersebut akan diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Jadi urban design akan merupakan salah satu
pernyataan atau perwujudan fisik dari suatu rencana kota. Urban design dengan sendirinya akan merupakan produk dari suatu
kebutuhan kegiatan fungsional perkotaan.
Lingkup peninjauan urban design akan mencakup aspek perencanaan yang tidak terbatas hanya pada bangunan secara individual atau
bangunan individual beserta lingkungan di sekitarnya saja, tetapi juga merupakan pemikiran yang mencakup lingkup bangunanbangunan sebagai suatu kelompok di atas suatu lahan serta dalam hubungannya dengan lingkungan fisik sekitarnya. Didalam
perencanaan kota, pengetahuan urban design akan memberikan kemampuan :
a.

Mengembangkan perencanaan kota yang menyeluruh dan lengkap kedalam perencanaan terperinci (detail plan).

b.

Meningkatkan kesadaran akan skala dan proporsi ruang yang sering kurang memadai apabila hanya terbatas pada peninjauan
secara dua dimensional saja.

c.

Untuk mengembangkan cara atau alat untuk menjembatani suatu rencana induk kota, yang masih bersifat umum ke
perencanaan segi engineering.

d.

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah kebutuhan ruang secara lebih rasional dan konkrit sesuai dengan kondisi dan
batasan daerah perencanaan.

e.

Memberikan cara pengintegrasian dalam suatu kelompok inter disiplin, karena urban design menyangkut berbagai disiplin
keahlian yang ada kaitannya dengan perencanaan kota dan design.

90B

Hubungan Urban Design dalam Perencanaan Kota

Suatu perencanaan kota menyeluruh yang produknya lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang masih
terbatas pada lingkup dua dimensional, masih akan memerlukan penjabaran lebih lanjut di dalam usaha implementasinya.
Suatu rencana induk kota memang telah merupakan suatu pedoman dasar umum di dalam pembangunan kota. Tetapi dalam kaitannya
dengan implementasi rencana, masih diperlukan penjabaran lebih lanjut sehingga akan tersedia suatu pedoman pelaksanaan rencana

kota. Dalam hubungan ini maka pengembangan dan pengisian selanjutnya dari suatu rencana kota adalah mutlak apabila rencana itu
akan dilaksanakan secara nyata.
Selanjutnya sebagai suatu pedoman dalam pengisian rencana terperinci, akan dikenal pula rencana khusus yaitu yang menyangkut
perencanaan suatu daerah tertentu dengan suatu fungsi kegiatan tertentu. Kontribusi Urban Design dalam hal ini adalah terutama pada
pengisian suatu rencana induk kota yang tertuang di dalam suatu rencana terperinci. Didalam proses penyusunan rencana induk
sebagai rencana umum kota, seharusnya aspek urban design sudah diperhitungkan. Hal tersebut dilakukan agar suatu rencana induk
dapat diterjemahkan lebih mudah kedalam bentuk rencana yang lebih rinci, atau dengan kata lain pendetailan rencana umum (dua
dimensi) ke dalam rencana tiga dimensi akan sinkron.

91B

Elemen Dasar Urban Design

Profesor Kevin Lynch dari Massaachusetts Institute of Technology, telah mengemukakan lima elemen dasar lingkungan. Pada
ahakekatnya kelima elemen ini merupakan alat atau instrumen untuk mengenal suatu bentuk kota (urban form) serta arsitekturnya
sebagai komponen lain bentuk kota tersebut. Adapun kelima elemen tersebut adalah :
a.

Path (jalan) : merupakan jaringan pergerakan dimana manusia akan bergerak dari suatu tempat ke tampat lain. Path ini
akan terdapat di dalam berbagai kota, baik kecil maupun besar. Path akan merupakan kerangka dasar dari suatu kota. Jaringan ini
juga akan menentukan bentuk, pola dan bahkan struktur fisik suatu kota.

b.

District(kawasan), suatu kota merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional. Komponen-komponen kegiatan
fungsional tersebut meliputi : Wisma (perumahan), Karya (daerah tempat kerja), Marga (pergerakan), Suka (rekreasi) dan
Penyempurna (kawasan kegiatan pelayanan soaial dan kebutuhan sprituil). Pada umumnya, kegiatan fungsional tersebut akan
memusat pada kawasan-kawasan tertentu pada suatu kota.
Pemusatan ini didasarkan pada orientasi utama, kepentingan serta peranannya di dalam suatu kota. Adakalanya kawasan
fungsional tertentu ini tidak begitu jelas perbedaannya dengan kawasan fungsional lainnya. Terlebih lagi pada kota-kota di
Indonesia, dimana kawasan perdagangan misalnya, umumnya terbaur dengan tempat tinggal. Hal ini sering menyulitkan untuk
memberikan batasan secara pasti. Selanjutnya pengelompokan kawasan dengan suatu fungsi kegiatan tertentu ini merupakan
suatu district dari suatu kota.

d.

Edges(batasan) : merupakan pengahiran dari suatu distrik atau kawasan tertentu. Memang sangat sulit untuk melihat
suatu batas yang jelas antara suatu kawasan dengan suatu kegiatan fungsional tertentu ke kawasan dengan suatu kegiatan
fungsional lainnya bersifat kontinu dan tidak terasa secara tajam. Batasan jelas dapat dilihat apabila ada perubahan nyata dari
suatu kawasan yang terdiri dari struktur buatan dengan kawasan yang masih alamiah. Perubahan keadaan fisik dari kawasan yang
berbeda ini dinamakan edge.

e.

Landmark (penonjolan); merupakan suatu struktur fisik yang paling menonjol dan menjadi perhatian dari suatu kota
atau lingkungan tertentu. Penonjolan dari suatu landuse lebih diartikan dari segi struktur fisiknya dan bukan dari segi fungsinya.
Suatu landmark dapat merupakan suatu struktur fisik yang dominan dan menonjol di antara struktur-struktur fisik lainnya dan dapat
dilihat dari jarak yang jauh, seperti suatu monumen, menara, bangunan besar, bangunan khas, dll.

Landmark ini merupakan suatu elemen fisik yang sangat penting bagi suatu kota karena akan merupakan suatu orientasi bagi
penduduk kota atau pendatang, atau dapat merupakan salah satu indikator fisik suatu kota tertentu. Suatu landmark yang baik
adalah suatu struktur fisik yang menonjol dari lingkungan sekitarnya tetapi tetap merupakan bagian yang harmonis dari
keseluruhan lingkungan tersebut.
f.

Nodes(titik pemusatan kegiatan); suatu node adalah suatu titik pemusatan kegiatan fungsional dari suatu kota. Node ini
sering pengertiannya dikaitkan dengan landmark. Keduanya merupakan suatu ciri kota yang menonjol yang dapat berperan sebagai
orientasi. Perbedaannya terletak pada kegiatan fungsional yang ada di sekitarnya serta didalamnya. Jadi suatu node dapat pula
sekaligus sebagai landmark, misalnya suatu attraksi Pelabuhan yang mempunyai struktur bangunan yang menonjol. Namun
demikian, suatu landmark sebernarnya tidak selalu merupakan suatu node, tergantung pada sifat dari kegiatan pada area tersebut.

2.2.17 Apresiasi Terhadap Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RTBL


Sebagaimana telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwasanya penyusunan RTBL tidak hanya berdasarkan pada aspek teknis saja,
tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi kemasyarakatan. Hal tersebut karena RTBL merupakan dokumen
perencanaan yang bersifat teknis dan sangat dekat dan nyata dengan kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat di kawasan
perencanaan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat secara aktif, bukan sebagai
objek semata, menjadi penting dalam penyusunan RTBL. Bagian berikut akan memaparkan apresiasi terhadap perencanaan partisipatif
tersebut.
Secara harfiah, partisipasi dapat diartikan sebagai aksi ikut serta atau ambil bagian (take a part) atau ikut sertanya satu kesatuan untuk
ambil bagian dalam aktifitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang lebih besar lagi. Berdasarkan pemahaman umum ini,
pihak-pihak yang berpartisipasi akan melakukan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang melibatkan kepentingan-kepentingan
masing-masing pihak.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Bank Dunia (World Bank Theory of Participation, 1997), partisipasi merupakan suatu proses
dimana pihak-pihak terlibat akan saling mempengaruhi dan bertukar kontrol atas inisiatif pembangunan dan keputusan serta
sumberdaya yang berpengaruh terhadapnya. Selanjutnya pihak-pihak yang terlibat dalam proses partisipasi tersebut disebut sebagai
stakeholder. Karenanya, pemahaman mengenai partisipasi akan selalu berkaitan dengan pemahaman mengenai stakeholder,
kepentingannya, serta pelibatannya.
Perencanaan partisipatif di Indonesia didefinisikan sebagai upaya perencanaan yang dilakukan bersama antara unsur pemerintah dan
masyarakat. Dalam hal ini, peran masyarakat ditekankan pada penentuan tingkat kebutuhan, skala prioritas, dan alokasi sumber daya
masyarakat. Definisi tersebut selanjutnya dilengkapi dengan pemahaman dari UNDP, dimana perencanaan partisipatif atau
participation planning merupakan upaya perencanaan yang melibatkan/ mengikutsertakan seluruh stakeholder yang ada. Dalam
definisi tersebut, stakeholder selaku pemeran serta dapat terdiri dari kelompok pemerintah, swasta, dan masyarakat umum. Dengan
pemahaman tersebut, perencanaan secara partisipatif sudah tentu melibatkan berbagai komunitas secara menyeluruh.
Selain itu partisipasi dapat didefinisikan pula sebagai suatu kontribusi sukarela dan keterlibatan demokratis oleh penduduk dalam usaha
pembangunan, menikmati hasilhasilnya, dan kebersamaan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan penentuan tujuan,
penyusunan kebijakan dan perencanaan serta penetapan program pembangunan ekonomi dan sosial (Midgley dkk. 1997). Partisipasi

dapat pula diartikan sebagai proses yang wajar dimana masyarakat terutama yang kurang beruntung mempengaruhi atau
mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka (Deepa Narayan 1995) dan sebagai suatu bentuk
keterlibatan penduduk dalam proses pengambilan keputusan, dalam pelaksanaan program dan membagi manfaat dari program, dan
terlibat dalam evaluasi program (Cohen and Uphoff 1977).
Dalam partisipasi ini terdapat beberapa tipologi. Setidaknya ada 7 tipologi yang dikenal, yaitu pasif, memberikan informasi, konsultasi,
insentif materi, fungsional, interaktif, dan mobilisasi masal.
Pasif

Partisipasi pasif merupakan suatu bentuk keterlibatan masyarakat yang dilakukan jika disuruh, atau
diceritakan apa yang sedang terjadi. Informasi yg disebarluaskan dari bentuk ini semata-mata adalah
milik profesional.

Memberikan Informasi

Merupakan bentuk partisipasi yang dilakukan dengan menjawab pertanyaan, dimana keterlibatan
tersebut tidak mempengaruhi hasil atau terlibat dalam cek keakurasian informasi

Konsultasi

Suatu bentuk dimana masyarakat dikonsultasikan. Pihak profesional adalah pihak yang berperan
dalam mendefinisikan persoalan dan solusi. Dalam bentuk ini jika terdapat masukan berarti dari
masyarakat tinggal dimodifikasi saja.

Insentif Materi

Suatu bentuk partisipasi dimana dilakukan dengan menyediakan kompensasi. Pada bentuk ini
peserta tidak ada kepentingan setelah kompensasi berakhir

Fungsional

Merupakan partisipasi yang dilakukan dengan membentuk kelompok untuk mencapat tujuan proyek.
Kelompok ini umumnya tergantung pada inisiator luar dimana terdapat kemungkinan bersifat self
dependent.

Interaktif

Pada tipologi ini partisipasi adalah hak, dan bukan sebagai cara mencapai tujuan proyek. Dalam
tipologi ini peserta terlibat dalam analisis bersama, rencana tindak dan penguatan institusi lokal

Mobilisasi Masal

Merupakan bentuk partisipasi yang dilakukan dengan mengambil inisiatif independent terhadap
pengaruh eksternal

Dari kesemua tipologi yang telah dikemukakan tersebut, pada intinya dalam partisipasi terdapat suatu pembelajaran tidak hanya pada
masyarakat saja tetapi terhadap semua stakeholders yang terkait. Pembelajaran yang diperoleh di sini sangat beragam sesuai dengan
kapasitas masing-masing, mulai dari sekedar ingin tahu sampai dengan partisipasi secara aktif.
Proses pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman sampai saat ini masih cenderung bersifat top_down, dimana peran
pemerintah masih sangat dominan. Pada perencanaan level makro seperti RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten/Kota, mekanisme top_down

ini dirasakan masih memungkinkan, mengingat substansi dari rencana tersebut lebih pada strategi serta arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang. Namun untuk rencana pada level mikro seperti Rencana Detail, termasuk RTBL, perlu dilakukan proses bottom_up
mengingat interaksi dan aspirasi dari masyarakat akan lebih diperlukan.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam rencana penataan ruang (spatial plan) maupun rencana pembangunan (development plan)
sampai saat ini masih sangat pasif, tidak lebih dari sekedar dimintai konsultasi yang diwakili oleh DPRD. Padahal esensinya, masyarakat
dalam pengertian ini adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum, bukan DPRD.
Keterlibatan pasif masyarakat dalam proses perencanaan yang dalam hal ini berupa public input yang belum efektif serta tidak
menciptakan komunikasi dua arah yang lebih interaktif. Dilihat dari proses perencanaan, bentuk keterlibatan masyarakat tidak
dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana berlangsung tidak efektif karena
dilakukan bukan pada tahap awal tetapi pada saat keputusan untuk merencanakan ditetapkan.
Demokratisasi dalam rencana pembangunan dan pengembangan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat untuk menentukan sendiri
tingkat keterlibatannya diperlukan agar perencana dapat lebih luwes untuk menyiapkan pendekatan perencanaan dan teknik
metodologi yang paling tepat untuk digunakan untuk masing masing kasus, serta teknik peranserta yang akan dipilih.
Oleh karenanya, siapa yang harus terlibat secara lebih aktif dalam tahap selanjutnya, serta siapa yang harus ikut dalam kerja sama
dalam penelitian dan pengembangan, bantuan tenaga ahli, dan bantuan dana, ditentukan bersama-sama dengan masyarakat sejak
awal proses. Penunjukkan kalangan tertentu dari masyarakat yang lebih siap oleh masyarakat itu sendiri menjadi dasar pembangunan
kepercayaan masyrakat.
Berkaitan dengan upaya pengembangan permukiman prioritas, partisipasi ini hendaknya menjadi bagian dalam keseluruhan proses,
mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian dimana di dalamnya terdapat kegiatan pemantauan. Selain itu
juga hendaknya mencakup keseluruhan aspek kehidupan dan penghidupan, mulai dari ekonomi, sosial budaya, kelembagaan,
operasionalisasi kawasan, sampai pada bagaimana memanagemen kawasan permukiman tersebut.
a) Manfaat Pendekatan Partisipatif
Pendekatan partisipatif digunakan untuk memperoleh urutan prioritas pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai
stakeholders untuk melengkapi peta potensi yang sudah dihasilkan. Selain melalui penyebaran kuesioner dan wawancara,
pendekatan participatory ini juga dilakukan dengan melaui pembahasan-pembahasan/ seminar-seminar untuk mengkaji lebih
lanjut hasil analisis yang dibuat. Manfaat penggunaan pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai
kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk semua pihak. Keuntungan lainnya yang akan
diperoleh adalah jaminan kelancaran implementasi hasil kajian ini di kemudian hari.
b) Stakeholder dalam Perencanaan Partisipatif
Stakeholder apabila diterjemahkan secara umum dapat diartikan sebagai pemegang keputusan. Menurut World Bank
Participation Sourcebook, stakeholder adalah mereka yang terpengaruh oleh suatu hasil implementasi kebijakan baik secara
negatif maupun positif, serta mereka yang dapat mempengaruhi hasil implementasi kebijakan tersebut.
Arnold Meltsner (1976) menjelaskan bahwa dalam suatu proses analisa kebijakan, permasalahan yang berkaitan dengan
program / kebijakan tersebut harus dianalisa dalam konteks: aktor-aktor yang terlibat (stakeholders), kepercayaan / pengertian
dan motivasi para aktor tersebut, sumber daya yang dimiliki mereka, serta beberapa variabel lainnya yang berkaitan dengan

tingkat kepentingan para aktor serta kemampuan masing-masing untuk mempengaruhi suatu program / kebijakan. Dari
penjelasan Meltsner ini terlihat bahwa stakeholder dapat didefinisikan sebagai aktor-aktor yang terlibat, memiliki motivasi
tertentu, serta memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu program / kebijakan.
Aktor-aktor penting atau stakeholder secara umum, sesuai dengan teori Good Governance, terdiri dari 3 kelompok utama, yaitu:
Pemerintah (Government), sebagai representatif negara yang memiliki kemampuan-kemampuan legislatif, yudikasi, dan
pelayanan publik, fungsinya menjaga supremasi hukum dan keamanan nasional, menghasilkan program program
kebijakan publik, mengumpulkan dana untuk membiayai pelayanan publik dan infrastruktur, budgeting dan
implementasinya, serta menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
Masyarakat (Civil Society), termasuk didalamnya organisasi-organisasi non-pemerintah (LSM), organisasi professional, grupgrup individu dan semua warga negara, yang fungsinya dalam Good Governance antara lain memobilisasi kelompok
kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan berbagai aktivitas ekonomi dan politik lainnya.
Bentuk peranserta masyarakat yang diindikasikan dalam Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 adalah :
- Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan
- Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah bangunan
- Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang
- Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang
- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana
- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan
- Bantuan tenaga ahli
- Bantuan dana
Swasta (Private Sector), dapat terdiri dari perusahaan-perusahaan dengan berbagai skala, dari yang paling kecil (tradisional)
hingga perusahaan besar / multinasional, termasuk pula BUMN, dan individu yang berusaha.
Ketiga kelompok stakeholder di atas merupakan aktor-aktor yang memiliki kepentingan maupun kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kebijakan, baik dalam penataan ruang maupun pengelolaan lahan perkotaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan partisipatif dalam proses penyusunan RTBL ini dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan kota maupun pengembangan
permukiman dan infrastruktur perkotaan, baik di tingkat kawasan, kota/ kabupaten, maupun propinsi. Hal ini dimaksudkan agar
hasil penyusunan dapat dirasakan dan dimiliki oleh seluruh pemangku kepentingan terkait di daerah khususnya di dalam kawasan
permukiman prioritas.

2.2.18 Apresiasi Terhadap Pelaksanaan MOU Dalam Penyusunan RTBL


Dalam pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini terdapat beberapa kegiatan yang utama yaitu :
1. Kegiatan pendampingan Kepada Pihak PEMDA,

2. Kegiatan Penyusunan Peraturan Walikota dan Dokumen RTBL,


3. Kegiatan Pelaporan.
Terkait dengan pelaksanaan MOU yang merupakan perjanjian kerjasama antara Direktur Jenderal Ciptakarya dengan Bupati/ Walikota.
Kami pahami sebagai, proses Kegiatan pendampingan Kepada Pihak PEMDA dimana kegiatan dilakukan di awal proses penyusunan
RTBL, sehingga diharapkan dipahami bahwa Penyusunan Dokumen RTBL ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab PEMDA Kota sebagai
Pemilik Rencana. Adapun dalam kegiatan penyusunan RTBL ini Direktur Jenderal Ciptakarya Pusat memberikan bantuan teknis,
bantuan dana pembangunan stimulan.

2.3Apresiasi dan Inovasi


Dalam proses pelaksanaan pekerjaan, terdapat berbagai kegiatan yang memerlukan penanganan berbeda, sesuai dengan karakteristik
kegiatan dan sasaran antara (milestone) yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Sesuai dengan Tanggapan dan Apresiasi terhadap KAK, maka pekerjaan ini pada intinya akan me
Pendekatan umum yang akan digunakan dalam penanganan pekerjaan ini dikelompokkan kedalam karakteristik kebutuhan penanganan
kegiatan, yaitu:

Pendekatan terhadap kebijakan, peraturan, standar, dan manual serta landasan teori tentang penataan bangunan

Pendekatan terhadap kegiatan pengumpulan data dan informasi

Pendekatan terhadap kegiatan identifikasi dan kajian materi dan permasalahan

Pendekatan terhadap kegiatan perumusan konsep dan penyusunan rencana teknik ruang

Pendekatan yang digunakan untuk masing-masing karakteristik pekerjaan tersebut akan dijelaskan pada bagian sub-bab berikut ini

2.3.1 Pendekatan Eksploratif dalam Pengumpulan Data


Pendekatan eksploratif bercirikan pencarian yang berlangsung secara menerus. Pendekatan ini akan digunakan baik dalam proses
pengumpulan data dan informasi maupun dalam proses analisa dan evaluasi guna perumusan konsep penanganan.
2.3.1.1 Eksplorasi dalam Proses Pengumpulan Data dan Informasi
92B

Dalam proses pengumpulan data dan informasi, pendekatan eksploratif digunakan mulai dari kegiatan inventarisasi dan pengumpulan
data awal, hingga eksplorasi data dan informasi di lokasi studi yang dilakukan. Sifat pendekatan eksploratif yang menerus akan

memungkinkan terjadinya pembaharuan data dan informasi berdasarkan hasil temuan terakhir. Pendekatan eksploratif juga
memungkinkan proses pengumpulan data yang memanfaatkan sumber informasi secara luas, tidak terbatas pada ahli yang sudah
berpengalaman dalam bidangnya ataupun stakeholder yang terkait dan terkena imbas secara langsung dari kegiatan terkait, namun
juga dari berbagai literatur baik dalam bentuk buku maupun tulisan singkat yang memuat teori atau model penanganan kawasan
perkotaan, penanganan lahan perkotaan, dan studi kasus penerapan kebijakan pengembangan kawasan perkotaan yang telah
dilakukan.
Dalam pendekatan eksploratif ini sangat memungkinkan diperoleh informasi-informasi tambahan yang tidak diduga sebelumnya atau
yang tidak pernah dikemukakan dalam teori-teori yang ada. Informasi yang didapat dengan pendekatan ini bisa bersifat situasional dan
berdasarkan pengalaman sumber.
2.3.1.2 Eksplorasi dalam Proses Analisa dan Evaluasi
93B

Eksplorasi dalam proses analisa dan evaluasi dilakukan guna mengelaborasi pokok permasalahan serta konsep-konsep penanganan dan
pengembangan kawasan perkotaan yang ada berikut dukungan regulasi dan kebijakan. Eksplorasi perlu mengaitkan konsep-konsep
teoritis dengan kondisi dan karakteristik permasalahan melalui pendalaman pemahaman terhadap lokasi pekerjaan.
Proses eksplorasi ini akan mengkerucut pada suatu bentuk pendekatan yang konfirmatif dalam menilai keseusaian suatu pola
penanganan lahan industri serta kebutuhan rumusan kebijakan yang dapat mengintervensi permasalahan agar pola penanganan
terpilih dapat diimplementasikan dan mencapai hasil yang optimal.

2.3.2 Pendekatan Studi Dokumenter dalam Identifikasi danKajian Materi Pekerjaan


Pekerjaan ini memiliki kecenderungan sifat studi yang memerlukan dukungan kegiatan kajian, baik terhadap literatur berupa tulisan,
jurnal, dan hasil studi terkait, hingga berbagai jenis regulasi dan kebijakan yang terkait dengan upaya pengembangan kawasan
khususnya dalam konsep kawasan perkotaan. Untuk itu, diperlukan model pendekatan studi dokumenter yang akan menginventarisasi
dan mengeksplorasi berbagai dokumen terkait dengan materi pekerjaan. Studi dokumenter memiliki ciri pendekatan yang
mengandalkan dokumen/ data-data sekunder seperti:

peraturan perundangan-undangan dan dokumen kebijakan yang terkait


laporan perencanaan pengembangan kawasan perkotaan pada wilayah lain (best practice)
Teori maupun konsep-konsep pengembangan kawasan perkotaan, termasuk dalam aspek pendukungnya seperti kelembagaan,
pengelolaan kawasan, serta aspek pembiayaan.

2.3.3 Pendekatan Preskriptif dalam Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan


Pendekatan preskriptif (prescriptive approach) merupakan jenis pendekatan yang bersifat kualitatif dan dapat memberikan deskripsi
analitis untuk menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat dalam mendukung suatu strategi penanganan ataupun kebijakan.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menilai suatu rencana alternatif kebijakan untuk kemudian mengeluarkan
rekomendasi yang tepat berkaitan dengan kemungkinan implementasi kebijakan dan program-programnya di masa yang akan datang.

Dengan penggunaan pendekatan preskriptif ini, diharapkan studi tidak hanya terfokus pada analisa kondisi eksisting, namun juga dapat
memperhatikan potensi implikasi pemanfaatan suatu konsepsi penanganan atau kebijakan.

2.3.4 Pendekan Perencanaan


2.3.4.1 Pendekatan Incremental-Strategis
Rencana teknis penataan kawasan perkotan merupakan bagian dari penataan ruang kota, yang merupakan penjabaran dari tujuan
pembangunan kota dalam aspek keruangan. Rencana rinci penataan kawasan tersebut memuat serangkaian kegiatan yang bertujuan
untuk mencapai maksud dan tujuan pembangunan ruang kota, yaitu membentuk wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang kota
yang efektif dan efesien. Suatu produk Rencana Teknis penataan kawasan perkotaan yang baik harus operasional, oleh karenanya
maksud dan tujuan perencanaan yang ditetapkan harus realistis, demikian pula dengan langkah-langkah kegiatan yang ditetapkan
untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan perencanaan yang realistis adalah:

Mengenali secara nyata masalah-masalah pembangunan kota;

Mengenali secara nyata potensi yang dimiliki kota;

Mengenali secara nyata kendala yang dihadapi kota dalam proses pembangunan;

Memahami tujuan pembangunan secara jelas dan nyata;

Mengenali aktor-aktor yang berperan dalam pembangunan kota;

Mengenali aturan main yang berlaku dalam proses pembangunan kota.


Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RTBL ini adalah Pendekatan Incremental yang lebih bersifat strategis, dimana sebagian
besar kondisi-kondisi awal (pra-kondisi) dari suatu persoalan pembangunan tidak diperhatikan atau diluar kontrol. Adapun karakteristik
pendekatan ini antara lain :

Berorientasi pada persoalan-persoalan nyata;

Bersifat jangka pendek dan menengah;

Terkonsentrasi pada beberapa hal, tetapi bersifat strategi;

Mempertimbangkan eksternalitas;

Langkah-langkah penyelesaian tidak bersifat final.


Metoda SWOT merupakan contoh penjabaran dari pendekatan yang bersifat incremental-strategis.
2.3.4.2 Pendekatan Strategis-Proaktif
95B

Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan incremental-strategis. Adapun yang dimaksud rencana
strategis proaktif adalah :

Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan tujuan pembangunan, tetapi cenderung menekankan pada
proses pengenalan dan penyelesaian masalah, yang kemudian dijabarkan pada program-program pembangunan dan alokasi
pembiayaan pembangunan;

Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun eksternal, dengan menyadari bahwa pengaruh faktorfaktor eksternal sangat kuat dalam membentuk pola tata ruang kawasan yang terjadi;

Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa yang akan datang tidak bisa lagi hanya didasarkan pada
perhitungan-perhitungan proyeksi tertentu, akan tetapi sangat dimaklumi bahwa terdapat kemungkinan-kemungkinan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru, faktor-faktor ketidakpastian, serta kejutan-kejutan lain yang terjadi diluar perkiraan semula;
Rencana yang lebih bersifat jangka pendek dan menengah, dengan memberikan satu acuan arah-arah pembangunan kawasan;
Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action).

2.3.4.3 Pencampuran Kedua Pendekatan dalam Pelaksanaan Pekerjaan


96B

Kedua jenis pendekatan ini dapat digunakan dalam pekerjaan ini. Perbedaan penggunaannya hanya terdapat pada kesesuaian sifat
pendekatan dengan karakteristik kegiatan yang sedang dilakuakan. Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:

Dalam perumusan konsepsi dan penyusunan rencana kawasan, maka pendekatan incremental-strategis perlu
dikedepankan untuk dapat menghasilkan suatu konsepsi pengembangan yang sifatnya cenderung utopis, namun hal ini memang
disesuaikan dengan kebutuhan perumusan visi-misi dan tujuan pengembangan kawasan yang memiliki kecenderungan untuk
mencapai suatu kondisi yang paling ideal, setidaknya sebagai sebuah target jangka panjang yang perlu diwujudkan

Dalam penyusunan rencana pembangunan, program pentahapan, dan aspek pendukung lainnya, perlu dikedepankan
pendekatan strategis-proaktif untuk dapat menghasilkan suatu produk dokumen rencana yang realistis dan dapat
diimplementasikan sesuai tahapan pelaksanaannya.

2.3.5 Pendekatan Teknis Perencanaan


Pendekatan perencanaan yang dipakai dalam pekerjaan ini adalah pendekatan dari segi pemanfaatan daya dukung lahan yang
didasarkan pada hubungan antara fungsi-fungsi yang akan dikembangkan. Tujuan yang ingin dicapai dari pendekatan ini adalah
mendapatkan hasil rancangan yang dapat mencerminkan pola interaksi antara zona-zona fungsi yang beragam dan jelas dirasakan oleh
pemakainya.

2.3.6 Aspek-Aspek yang menjadi Dasar dalam Perancangan


Dibawah ini merupakan aspek-aspek yang dijadikan dasar dalam perencanaan RTBL Kawasan Perencanaanadalah :
a. Dari segi fungsi; Kawasan Kawasan Perencanaanharus dapat memenuhi tuntutan fungsi kawasan sebagai :

Tempat berkumpulnya kelompok manusia (penghuni) dalam rentang waktu yang cukup lama;

Tempat untuk pengembangan perilaku sosial kemasyarakatan/kehidupan manusia yang melakukan interaksi sosial, budaya
maupun ekonomi secara optimal;

Dapat memberi nilai positif terhadap lingkungan sekitarnya dan umumnya terhadap Kawasan Perencanaan;
b. Dari bentuk rancangan tapak, Kawasan Perencanaanharus dapat :

Mencerminkan fasilitas umum yang efisien dan terencana;

Sesuai dengan fungsi kegiatan yang dilakukan;

Mencerminkan kesederhanaan, efisien tanpa mengurangi citra estetis.

Dari segi ekonomi, pembangunan Kawasan Perencanaanharus dapat dilakukan secara bertahap, ekonomis, serta hasil akhirnya dapat
dinikmati masyarakat pengguna dengan harga terjangkau
Dari segi waktu, perencanaan Kawasan Perencanaanharus memungkinkan fleksibilitas, baik perluasan, perubahan fungsi maupun
variasi penggunaan sesuai dengan kondisi waktu.
Dari segi teknologi, aplikasi perencanaan Kawasan Perencanaandalam pembangunannya harus memungkinkan penggunaan teknologi
maju dalam rancang bangun, tetapi juga harus dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana atau yang sudah ada.

2.3.7 Kriteria Perencanaan Bangunan


Pada dasarnya kriteria perencanaan bangunan yang diterapkan dalam perencanaan Kawasan Perencanaanini meliputi dua sistem, yaitu
:
a. Sistem lingkungan
Merupakan kriteria perencanaan yang berkaitan dengan segi fisik material dalam bentuk wujud tata letak ataupun fisik bangunan. Pada
sistem ini mencakuip :

konteks fisik ; klimatologis, geologis, topografis, landuse, bentuk bangunan, pola sirkulasi dan peraturan-peraturan
pemerintah maupun daerah yang terkait

konteks kebudayaan ; tradisi, cara hidup, hubungan sosial, politik, ekonomi, religi, ilmu pengetahuan, keindahan (estetis)
dan teknologi.
b. Sistem manusia
Merupakan kriteria perencanaan yang berhubungan dengan segi non fisik, yang merupakan pendekatan dari segi tingkah laku
(behavior approach) manusia sebagai pemakai dari wujud fisik bangunan.Pada sistem ini tercakup :

Beberapa aktifitas organis: lapar, haus, belanja, interaksi sosial

Tata ruang : fungsional, teritorial

Perletakan dan lokasi : statis dan dinamis

Sosial : privacy dan public

Sensor : penglihatan, perasaan, pendengaran, panas, dingin, keindahan dan keseimbangan


Kedua sistem tersebut berkaitan erat satu dengan yang lainnya dan harus dapat diintegrasikan dalam desain bentuk bangunan yang
direncanakan di dalam Kawasan Perencanaan.

2.3.8 Konsep Perancangan


Konsep dasar perancangan didasarkan pada perilaku/aktifitas kehidupan sehari-hari yang merupakan konsep utama dalam pendekatan
perancangan Kawasan Perencanaan. Pendekatan terhadap konsep penunjang (konsep ramah lingkungan) menjadi alat bantu dalam
mendesain secara konkrit.

Sasaran utama yang akan dicapai dengan konsep-konsep ini adalah menciptakan suasana lingkungan perkotaan yang nyaman, rapi,
aman, terjangkau oleh konsumen pengguna dan tetap peduli terhadap lingkungan.
Sasaran lainnya adalah menciptakan suasana Kawasan Perencanaanini dalam dimensi yang lebih modern, desain bentuk tipikal
bangunan rumah tinggal yang efisien dan efektif serta lingkungan perumahan yang dirancang secara terpadu akan menjadi dinamika
Kawasan Kawasan Perencanaan ini tanpa meninggalkan sifat kekhasannya, yaitu kesederhanaan.

2.4

Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Pendekatan dan metodologi yang akan digunakan pada dasarnya mencakup tiga tahapan pengerjaan yang meliputi Tahap Persiapan,
Tahap Identifikasi dan Analisis, Tahap Perumusan Rencana, dan Tahap Finalisasi. Keempat tahapan tersebut dijabarkan dalam kegiatankegiatan dan membentuk suatu sistematika pemikiran yang sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut.

2.4.1 Pengumpulan Data


Dari hasil telaah awal, Konsultan mengidentifikasi kebutuhan data perencanaan ini seperti dalam tabel berikut. Kebutuhan
data tersebut tidak terpaku pada jenis data yang tertera pada tabel tersebut setelah melakukan survai dan kajian awal
wilayah perencanaan maka desain kebutuhan data tersebut akan diperbaiki dan dilengkapi sesuai kebutuhan dan
karakteristik spesifik wilayah perencanaan.
Identifikasi Kebutuhan Data dalam Penyusunan RTBL Kawasan Perencanaan

No.

Klasifikasi
Data

Fisik Dsar,
Sumber daya
alam dan
Lingkungan

Kependudukan
(trend
perkembangan
dan proyeksi

Data yang
dibutuhkan
Topografi
Geologi
Jenis tanah
Kemiringan lahan
Hidrogeologi
Hidrologi
Jumlah penduduk
Sebaran penduduk
Komposisi penduduk
Mata pencaharian

Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner

Skala data
Sekund
er

Kab

Kec

No.

Klasifikasi
Data
penduduk)

Sosial budaya

Data yang
dibutuhkan

Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner

Sekund
er

Kab

Kondisi sosbud
Pola Partisipasi

Struktur dan
pola
pemanfaatan
ruang

Guna lahan / land


use
Kecenderungan
perkembangan guna
lahan

Kegiatan
perekonomian
kabupaten

Jenis
aktivitas
perekonomian
Lokasi
kegiatan
ekonomi
Sektor unggulan
Sektor prioritas
PDRB
Kecenderungan pola

Kec

Pendapatan
Pertumbuhan
penduduk
Kepadatan
Pola pergerakan

Kecenderungan
perkembangan kota
Kebijaksanaan
terkait
Fungsi dan peran
kota
Sektor
unggulan
wilayah sekitar
Sistem regional

Kemampuan
tumbuh dan
berkembang
dalam skala
regional

Skala data

No.

Klasifikasi
Data

Data yang
dibutuhkan

Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner

aktivitas
Kondisi
kegiatan
Pelabuhan
Skala
pelayanan
ekonomi yang ada
7

Transportasi

Fasilitas Umum
dan sosial

Utilitas

Data Jaringan jalan


Titik konflik
Jumlah dan sebaran
Terminal
Data
angkutan
umum
Data
Kereta
Api/
Stasiun
Volume kendaraan
Permasalahan
transportasi

Skala data
Sekund
er

Kab

Kec

Fasilitas
peribadatan
Fasilitas pendidikan
Fasilitas kesehatan
Fasilitas
perekonomian
Fasilitas
OR
dan
taman
Sarana
pos
dan
telekomunikasi

Data Air bersih


Data Air Limbah

No.

Klasifikasi
Data

Data yang
dibutuhkan
Data Persampahan
Data Drainase
Data jaringan listrik
Data
jaringan
telepon

Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner

Skala data
Sekund
er

Kab

10

Pertanahan

Status tanah
Kepemilikan tanah
Data ijin lokasi

11

Kelembaagan

Stakeholder terkait
Pola kelembagaan
Permasalahan

12

Hukum dan
peraturan
Pembangunan

Peraturan terkait

13

Mekanisme
administrasi
management
pembangunan

Sistem perijinan

14

Pembiayaan
pembangunan

Pola pembiayaan
Sumber pembiayaan

15

Kebijaksanaan
terkait

Rencana tata ruang


kota yang telah ada
Kebijaksanaan
regional terkait

Pembiayaan
pembangunan

16

Data

dan

Kec

No.

Klasifikasi
Data
kepustakaan

Data yang
dibutuhkan

Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner

anggaran
pembangunan
Standar kebutuhan
ruang
Pola kemitraan dan
kerjasama
pembangunan
Pola
manajemen
pertanahan
Paket-paket insentif
dan disinsentif

Skala data
Sekund
er

Kab

Kec

a. Pengumpulan data sekunder (survey instansional)


Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah terdokumentasikan dalam buku, laporan dan statistik yang
umumnya terdapat di instansi terkait. Di samping pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula wawancara atau diskusi dengan
pihak instansi mengenai permasalahan-permasalahan di tiap bidang/aspek yang menjadi kewenangannya serta menyerap informasi
mengenai kebijakan-kebijakan dan program yang sedang dan akan dilakukan terkait penataan bangunan dan lingkungan.
b. Observasi Lapangan
Survai ini dilakukan untuk mendapatkan data terbaru/terkini langsung dari lapangan atau obyek kajian. Pengumpulan data primer ini
sendiri akan dilakukan melalui 2 metode, yaitu metode observasi langsung ke lapangan, dan metode penyebaran kuesioner atau
wawancara. Penetuan penggunaan kedua metode ini dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Namun demikian ketiganya
diharapkan dapat saling menunjang pengumpulan informasi dan fakta yang diinginkan. Survai primer yang akan dilakukan terdiri dari 4
tipe survey, yaitu :
1. Survai land use dan bangunan
Survai yang dilakukan adalah pengecekan di lapangan mengenai guna lahan eksisting serta bangunan penting yang ada di wilayah
perencanaan. Data-data yang diperoleh dari survai ini digunakan untuk menganalisis struktur ruang eksisting dan kemudian
menetapkan struktur tata ruang dan penggunaan lahan pada tahun yang direncanakan.
2. Survai infrastruktur

Survai ini dilakukan untuk memperoleh data infrastruktur dengan cara pengamatan lapangan guna menangkap/ menginterpretasikan
data-data sekunder lebih baik. Disamping itu survai ini dilakukan untuk memperoleh masukan dari para stakeholders terkait mengenai
permasalahan dan kondisi infrastruktur kota yang bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh melalui wawancara maupun
penyebaran kuesioner.
3. Survai Transportasi
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai transportasi kota dengan bentuk survai yang dilakukan adalah:
Pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi dan permasalahan jaringan dan sistem transportasi sehingga dapat
menangkap/ menginterpretasikan data-data sekunder lebih baik
Traffic counting, untuk memperoleh data volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada jalan-jalan utama dan persimpangan
penting.

4. Survai Pelaku ekonomi


Data dan informasi yang ingin didapat dari kegiatan survai ini adalah data pelaku, lokasi, kecenderungan dan potensi pasar, rencana,
permasalahan dan keinginan para pelaku tersebut. Pengumpulan data pelaku ekonomi dilakukan dengan cara :

Pengamatan lapangan untuk mengamati pola penyebaran dan jenis intensitas kegiatan ekonomi tersebut
Wawancara/kuesioner terhadap pelaku aktivitas

Pengumpulan data mengenai sosial kependudukan dilakukan dengan survai primer dan sekunder, dengan materi yang dikumpulkan
adalah data penduduk dan distribusinya, struktur penduduk, serta sosial kemasyarakatan. Untuk pengumpulan data yang bersumber
langsung dari masyarakat akan digunakan wawancara semi-terstruktur. Data yang akan dikumpulkan meliputi jenis data:

Data fakta, yaitu data faktual berupa data demografis dan data status lainnya yang melekat pada masyarakat, baik secara
individual maupun kolektif;

Data sikap, yaitu data mengenai sikap preferensi masyarakat terhadap kondisi dan aspek pelayanan perkotaan, suasana
lingkungan, kebijaksanaan yang berlaku dan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan, dengan berbagai nilai,
seperti suka atau tidak suka, serta puas atau tidak puas;

Data pendapat, yaitu data mengenai pendapat masyarakat terhadap persoalan yang ada pada sistem lingkungan perkotaan.
Pernyataan dari masyarakat mengungkapkan ide serta gagasan masyarakat.

Data perilaku, yaitu data mengenai perilaku dan tindakan yang dilakukan masyarakat secara individu terhadap suatu hal.

Dalam teknik wawancara akan menggunakan cara :

Teknik wawancara langsung pada tempat alamat responden

Teknik wawancara pada tempat kegiatan masyarakat seperti kampus, jalan, tempat-tempat umum

Teknik seminar dengan mengundang responden yang kompeten

Masing-masing teknik di atas akan dipergunakan sesuai dengan karakteristik responden, efektivitas dan relevansinya dengan variabel
pertanyaan.
Seperti telah dipaparkan pada Tabel data-data yang dibutuhkan dapat dikelompokan menjadi :
Data biofisik adalah lebih bersifat pada keadaan sumberdaya alamnya yang antara lain:
Letak dan luas wilayah dan kawasan
Topografi dan kemiringan lereng
Geologi, tanah dan geomorfologi
Data iklim, yang meliputi data curah hujan, kelembaban, temperatur udara dan jumlah bulan basah/kering (time series : minimal
10 tahun terakhir).
Data hidrologi.
Keadaan penutupan lahan (hutan, perkebunan, belukar, alang-alang, dll).

Keadaan lahan kritis dan penyebarannya


Penggunaan Lahan
Kondisi liputan lahan
Data lainnya yang diperlukan (banjir, kekeringan, intensifikasi pertanian, perkebunan, industri dan sebagainya).

Teknik Pengumpulan Data Bio-Fisik:


Pengumpulan data bio-fisik dilaksanakan dengan mewawancarai/ mencatat informasi yang tersedia pada instansi/dinas yang
berkompetan atau langsung di stasiun-stasiun yang bersangkutan atau dengan menganalisa/interpretasi peta atau citra/foto
udara yang tersedia.
Data iklim dapat diperoleh dari instansi/stasiun iklim yang ada di wilayah DAS yang bersangkutan atau stasiun terdekat.
Data iklim yang dikumpulkan sedapat mungkin selama jangka waktu sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir. Data hidrologi dan
prasarana pengairan diperoleh dari Instansi/Dinas Kimpraswil setempat atau instansi lain.
Data Sosial ekonomi yang diperlukan antara lain:

Kependudukan (jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan)

Ekonomi dan Pelabuhan

Luas dan Pemilikan lahan

Kelembagaan/organisasi masyarakat

Sarana/prasarana penyuluhan dibidang pertanian/kehutanan

Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian lainnya

Teknik pengumpulan data sosial ekonomi:


Data dan informasi keadaan sosial-ekonomi penduduk dapat berupa data primer maupun data sekunder (statistik).
Data primer diperoleh dengan cara sampling terhadap pengusaha industri, buruh dan pelaku industri lainnya yang terkait dengan
Kawasan Perencanaan.
Data sosial ekonomi diperoleh dari instansi/dinas yang terkait..

2.4.2 Tabulasi dan Kompilasi Data


Setelah data-data diperoleh, kemudian dilakukan akurasi atau kesahihan data melalui metode pengujian-pengujian statistika dan
tahun pembuatan data untuk mengetahui apakah data-data tersebut sesuai dengan kondisi kawasan sebenarnya.
Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan data dan survai kemudian dikompilasikan. Pada
dasarnya kegiatan kompilasi data ini dilakukan dengan cara mentabulasi dan mengsistematisasi data-data tersebut dengan
menggunakan cara komputerisasi.
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga akan mempermudah pelaksanaan kegiatan
selanjutnya yaitu analisis. Penyusunan data itu sendiri akan dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah data dan informasi
mengenai kondisi regional (kondisi makro) dan bagian kedua adalah data dan informasi mengenai kondisi lokal kawasan Kawasan
Perencanaansendiri (kondisi mikro).
Metoda pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

Mengelompokan data dan informasi menurut kategori aspek kajian seperti : data fisik dan penggunaan lahan, data
transportasi, data kependudukan dll
Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana dan tidak duplikasi
Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain studi awal sehingga tercipta form-form isian berupa tabeltabel, konsep isian, peta tematik dll
Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-tabel isian dan peta isian tematik
Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian, pembagian, prosentase dsb baik bagi data primer maupun
sekunder

Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian deskriptif penjelasannya ke dalam suatu
laporan yang sistematis per-aspek kajian dan menuangkan informasi kedalam analisis konsep-konsep pengembangan kawasan mikro
dan makro. Termasuk dalam laporan tersebut adalah uraian kebijaksanaan dan program setiap aspek.

2.4.3 Analisis
Kelanjutan dari proses kompilasi dan tabulasi adalah proses analisis. Ada empat hal utama yang perlu dinilai dalam analisis ini yaitu :
a. Analisis keadaan dasar yaitu menilai kondisi eksisting pada saat sekarang;
b. Analisis kecenderungan perkembangan yaitu menilai kecenderungan sejak
masa lalu sampai sekarang dan kemungkinan-kemungkinannya di masa
depan, terutama pengaruh tumbuhnya fungsi baru khususnya pada
pelayanan kabupaten;
c. Analisis sistem serta kebutuhan ruang yaitu menilai hubungan
ketergantungan antar sub sistem atau antar fungsi, dan pengaruhnya
apabila sub sistem atau fungsi baru itu berkembang, serta perhitungan
ruang dalam kawasan sebagai akibat perkembangan di masa depan;
d. Analisis kemampuan pengelolaan pembangunan daerah yaitu menilai
kondisi keuangan Daerah, organisasi pelaksana dan pengawasan
pembangunan, personalia, baik pada saat sekarang maupun yang
diperlukan di masa depan.
Kegiatan analisis ini, secara substansi terbagi menjadi dua yaitu : analisis internal dan analisis eksternal.
Analisis Eksternal menyangkut analisis terhadap kedudukan kawasan dalam konstelasi makro dikaitkan dengan kebijakan pembangunan
Kawasan Perencanaan, baik kebijakan spasial (RTRW) maupun kebijakan sektoral serta analisis terhadap kedudukan kawasan dalam
konteks keruangan makro, yaitu menyangkut aksesibilitas eksternal kawasan dan dukungan infrastruktur terhadap kawasan Kawasan
Perencanaan. Analisis internal tapak terkait dengan kondisi eksisting dari kawasan perencanaan. Analisis internal selalu menjadi aspek
yang penting dalam proses perancangan sebuah tapak. Pertimbangan ini mencakup analisis mikro dan makro iklim, berbagai ekosistem
dan keterkaitannya, hidrologi permukaan, vegetasi dan kondisi bawah tanah permukaan. Semua pertimbangan ini menuntut analisis
dan penelitian yang ekstensif dan mendetail untuk menghasilkan data-data yang akurat. Bagian ini membahas berbagai pertimbangan
yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut di atas.
a. Analisis Topografi
Pada permukaan tapak, topografi merupakan salahsatu faktor yang penting yang harus direncanakan. Lapisan geologi yang
mendasari dan proses erosi alamiah yang berjalan lambat mengakibatkan perbedaan kelandaian permukaan, lembah-lembah,
pegunungan dan perbukitannya. Ciri-ciri topografis ini sangat berpengaruh di dalam menentukan suatu rencana tapak, karena akan
menentukan karakteristik kawasan lahan yang ada.
b. Analisis Klimatologi
Faktor klimatologi (matahari, angin, suhu dan pemandangan) merupakan pertimbangan mendasar dalam menentukan pola atau
tata letak bangunan. Melihat letak geografis Kawasan Perencanaan, faktor klimatologi terutama suhu udara yang relatif sejuk

memberi masukan penting dalam menentukan karakter bangunan. Bukaan (exposure) bangunan terhadap suhu udara yang panas
dan sinar matahari harus diantisipasi oleh desain bangunan, tata letak massa bangunan serta pola vegetasi untuk meredam panas
dan memaksimalkan aliran udara ke dalam bangunan ataupun tapak.
c. Analisis Hidrologis
Analisis hidrologis di kawasan perencanaan sangat penting dan erat kaitannya dalam menentukan karakter dan pola drainase yang
direncanakan. Analisis hidrologis yang tepat diperlukan untuk merencanakan sistem drainase yang baik dan tepat guna
menghindari biaya konstruksi yang mahal.
d. Analisis Aksesibilitas
Aksesibilitas di dalam kawasan memberi pengaruh besar terhadap pembagian blok (cluster) dan tata letak bangunan. Sedangkan
penentuan alur aksesibilitas ini dijabarkan dalam wujud pola jalan. Di dalam tapak telah terdapat rencana jalan umum yang akan
menghubungkan kawasan ke dan dari luar tapak. Dari rencana jalan ini tampaknya akan menjadi titik tolak penentuan entry point
ke dalam kawasan. Bentuk tapak yang ada dan kondisi alamiah tapaknya memberikan satu alternatif dalam penentuan entrance
ke dalam tapak.
e. Analisis Pola Vegetasi
Pola vegetasi yang ada akan mempengaruhi karakter tapak yang akan direncanakan. Jenis pohon/tanaman akan mencerminkan
pula jenis tanah permukaan yang ada. Pola vegetasi ini selanjutnya akan berperan pula dalam perencanaan ruang terbuka dan tata
hijau kawasan.
f.

Analisis Estetika / View


Sumberdaya estetika tapak yang ada dalam kawasan perencanaan memberi andil dalam mengolah bentuk ataupun tata letak
bangunan di dalamnya untuk memaksimalkan daya tarik visual yang akan direncanakan. Sumberdaya yang ada ini diakibatkan
oleh keragaman bentuk permukaan tanah yang memberi karakter keruangan tersendiri.

2.4.4 Metode Analisis SWOT


Dalam pekerjaan ini analisis yang dilakukan menggunakan model SWOT (Strengthness, Weakness, Opportunity, and
Threatness) yaitu suatu analisis yang bertujuan mengetahui potensi dan kendala yang dimiliki suatu kawasan, sehubungan dengan
kegiatan pengembangan kawasan yang akan dilakukan di masa datang. Analisis ini meliputi tinjauan terhadap :

Kekuatan-kekuatan (strengthness) yang dimiliki kota, yang dapat memacu dan mendukung perkembangan kawasan
Kawasan Perencanaan, misalnya kebijaksanaan-kebijaksanaan pengembangan yang dimiliki, aspek lokasi yang strategis, dan ruang
yang masing tersedia;
Kelemahan-kelemahan (weakness) yang ada yang dapat menghambat pengembangan kota, baik hambatan dan kendala
fisik kawasan maupun non fisik, misalnya kemampuan sumber daya manusia, aspek lokasi, keterbatasan sumber daya alam
pendukung, keterbatasan/ketidakteraturan ruang kegiatan, atau pendanaan pembangunan yang terbatas;

Peluang-peluang (opportunity) yang dimiliki untuk melakukan pengembangan kawasan, berupa sektor-sektor dan
kawasan strategis;
Ancaman-ancaman (threatness) yang dihadapi, misalnya kompetisi tidak sehat dalam penanaman investasi,
pembangunan suatu kegiatan baru atau pertumbuhan dinamis di sekitar kawasan yang dapat mematikan kelangsungan kegiatan
strategis yang telah ada.
Tabel : Matrik Swot
POTENSI

PERMASALAHAN

OS

OW

TS

TW

PELUANG PENGEMBANGAN
O
TANTANGAN PENGEMBANGAN
T

2.4.5 Teknik dan Model Analisis Kawasan


Berikut adalah teknik dan model analisis yang dapat digunakan dalam penyusunan Rencana Tata bangunan dan Lingkungan Kawasan
Perencanaan. Teknik dan model dibawah ini pada prinsipnya bersifat tentatif dan akan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat
kegiatan dilaksanakan.
2.4.5.1 Pemodelan Kependudukan
97B

Penduduk merupakan faktor utama perencanaan, sehingga pengetahuan akan kegiatan dan perkembangan penduduk merupakan
bagian pokok dalam penyusunan rencana. Analisis kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan suatu
daerah, sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan dalam memproyeksikan keadaan pada masa
mendatang. Salah satu yang penting dalam analisis penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk
hal tersebut, metoda yang digunakan adalah metoda polinomial regresi.
Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan penggambaran kurva polinomial akan dapat
digambarkan sebagai suatu garis regresi. Cara ini disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini dianggap
penghalusan cara ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi memberikan penyimpangan minimum atas data penduduk masa
lampau (dengan menganggap ciri perkembangan penduduk masa lampau berlaku untuk masa depan).
Teknik ini menggunakan persamaan matematis :

P tx a b
Pt + x
X
a, b

P X

= jumlah penduduk tahun (t + x)


= tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
= tetapan yang diperoleh dari rumus berikut

X PX

PX X P
X

2.4.5.2 Model Analisis Tata Ruang


98B

Analisis terhadap Tata Ruang mempunyai tujuan untuk :

Mengukur aksesibilitas pergerakan dalam kota

Mengukur rasio kebutuhan dan kondisi eksisting, pada berbagai komponen

Mengukur tingkat kepentingan pembagian wilayah berdasarkan skala pelayanan

Beberapa metoda untuk melakukan analisis tata ruang yang biasa digunakan antara lain seperti diuraikan berikut.

A.

Metoda Aksesibilitas

Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah dalam wilayah perencanaan, ataupun antar
komponen dalam bagian wilayah, sangat menentukan intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk
wilayah, serta struktur tata ruang yang direncanakan.
Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian antar kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah
suatu tempat dapat dicapai dari lokasi lainnya.Pada dasarnya model ini merupakan fungsi dari kualitas prasarana penghubung unit
kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak yang harus ditempuh. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

FKT
d

dimana :

= Nilai aksesibilitas

= Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)

= Kondisi jalan (baik, sedang, buruk)

= Jarak antara kedua unit kegiatan

Metoda lainnya, yaitu Indeks Aksesibilitas, yang memiliki persamaan :

ij

ij

dimana :
A ij = Indeks aksesibilitas
R

E j = Ukuran aktifitas
R

d ij = Jarak tempuh (jarak geografi atau waktu tempuh)


R

= Parameter

Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas
kawasan yang mungkin untuk dikembangkan, yaitu :
Di = Ai * Hi
R

dimana :
D i = potensi pengembanga di kawasan i
R

A i = indeks aksesibilitas dari kawasan i


R

H i = luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan i


R

Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh potensi seluruh kawasan. Dari potensi keseluruhan ini,
maka potensi relatif masing-masing kawasan terhadap keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui, atau secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :

iD

dimana :
D r = potensi pengembangan (relatif)
R

D i = potensi pengembangan di kawasan i


R

iD i = jumlah seluruh potensi pengembangan


R

Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada masing-masing kawasan yang potensial adalah dengan
cara mengkalikan hasil proyeksi total penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan :

P i P total x

iD

dimana :
Pi

= jumlah penduduk yang dapat dialokasikan di kawasan I

Ptotal = jumlah penduduk seluruhnya


Di/iDi = potensi relatif kawasan i
Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih dipergunakan adalah Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada
model ini,digunakan standar-standar yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana yang memiliki
implikasi terhadap kebutuhan ruang. Beberapa standar yang digunakan antara lain mengacu pada pedoman standar lingkungan
permukiman kota, pedoman standar pembangunan perumahan sederhana, peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan lain-lain.

B.

Metoda Skoring

Metoda ini digunakan untuk menilai tingkat layanan kota sehingga dapat ditentukan potensinya yang dapat menentukan fungsi kota
yang bersangkutan. Dari hasil penilaian ini pula dapat ditentukan tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi pada masa yang akan
datang. Persamaan yang digunakan sangat sederhana, yaitu :

Pi

X 100

dimana :
Bi =Bobot dari kegiatan i
Pi = Jumlah aktifitas di kota i
P

= Jumlah penduduk di kota i

2.4.5.3 Model Tingkat Kemampuan Pelayanan Fasilitas


99B

Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis fasilitas dalam melayani kebutuhan
penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui kelengkapan fasilitas umum suatu bagian
wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan menggunakan rumus :
TP

ij

X 100%

is

dimana :
TP = tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j
dij = jumlah fasilitas i di kawasan j
bij = jumlah penduduk di kawasan j
Cis = jumlah fasilitas i persatuan penduduk menurut standar penentuan fasilitas untuk kawasan
Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk fasilitas peribadatan, dimana perbedaan
terletak pada jumlah penduduk pada kawasan yang diamati, yaitu bij diganti oleh jumlah penduduk menurut agama. Kumpulan
kesimpulan tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya pengaruh, sehingga diperoleh rumusan kesimpulan sebagai
masukan pegambilan keputusan dan kebijakan.
2.4.5.4 Metodologi perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan
100B

Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan dilakukan dengan melihat skala pelayanan faslilitas dengan kebutuhan kawasan.
Selisih antara perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana dengan kondisi eksisting merupakan rencana penambahan prasarana dan
sarana perkotaan. Prasarana dan sarana ini diperkirakan dengan mengacu pada akibat yang akan ditimbulakn oleh kawasan tersebut,
seperti: bangkitan lalu lintas, moda yang timbul dan volume lalu lintas.
a. Bangkitan Lalu Lintas
Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya bangkitan pergerakan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas.
Q(t,m,p) = Aoj = (Aij.Xij)
i=1
dengan:

= besaran lalu lintas yang dibangkitkan

= perjalanan

= waktu

= variabel penentu

m = macam kendaraan
A

= koefisien regresi

Dalam pengukuran bangkitan lalu lintas terdapat beberapa variabel penentu, yaitu: maksud perjalanan, pendapatan penduduk,
pemilikan kendaraan, guna lahan di tempat asal, jarak ke lokasi, lama perjalanan, moda yang digunakan dan guna lahan di tempat
tujuan.

b. Moda Split
Model ini dipergunakan untuk memperoleh persentase pemakaian moda dalam aktivitas pergerakan. Pemilihan moda ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut :
Karakteristik perjalanan (maksud perjalanan)
Karakteristik dari alternatif moda (ongkos, waktu, kenyamanan, kecepatan)
Karakteristik pribadi (akses terhadap kendaraan, usia, pendapatan dan pekerjaan)
Bentuk model ini adalah sebagai berikut:
C = A + Bs(Xs-Xs) + Ct.Yta
dengan
Xs

= Karakteristik moda 1

Xs

= Karakteristik moda 2

Yta

= Karakteristik penduduk yang melakukan perjalanan dalam kelompok a

A,Bs,Ct = koefesien regresi


c. VCR (Volume Capacity Ratio)

VCR diperlukan untuk menilai tingkat kapasitas ruas jalan yang dinayatakan dengan kendaraan dalam saatuan penumpang per jam.
Kapasitas ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Jika arus lalu lintas
mendekati nilai 1 atau mendekati kapasitas, berarti kemacetan mulai terjadi.
Model yang digunakan untuk menilai tingkat VCR adalah:
1 (1 a) Q / C
TQ = T0
R

1Q/A
dimana:
T Q = waktu tempuh pada saat arus = Q
R

Q = arus lalu lintas

T 0 = waktu tempuh pada saar arus = 0


R

C = kapasitas

a = indeks tingkat pelayanan


d. Sistem Penyediaan Air Bersih
Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan pengembangan sistem
(jumlah SR x jiwa/rumah) + (jumlah HU x jiwa/HU)
CP =

x 100%
Jumlah penduduk

Perhitungan kebutuhan air didasarkan kepada :


Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan;
Jenis kawasan dan luasnya;
Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan berdasarkan minat dan kemampuan penduduk daerah

pelayanan;

Kebutuhan per orang per hari;


Jumlah jiwa/rumah;
Target cakupan yang akan dipenuhi;
Kebutuhan khusus kawasan potensial.

e. Sistem Pengelolaan Air Limbah


Penilaian Cakupan Pelayanan (CP) dilakukan dengan rumusan berikut:
CP =

Jumlah Prasarana (i) Jumlah Pemakai /Prasarana


x 100% Jumlah Penduduk

f. Sistem Sarana Drainase


Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem drainase yang telah ada, kondisi topografi, pengumpulan data hidrologi,
peta, kependudukan, pelayanan-pelayanan yang ada (untuk drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami untuk pemilihan
teknologi (tipe tanah dan topografi), kasilitas-fasilitas lain, data banjir, data pasang surut, genangan dan banjir yang terjadi.
g. Sistem Pengelolaan Persampahan
Penilaian Cakupan Pelayanan
Volume sampah terangkut (m 3 )
P

CP =

x 100%
Volume timbulan sampah (m 3 )
P

2.4.6 Pendekatan Teknis dan Metodologi


2.4.6.1 Pendekatan Teknis
101B

A. Peraturan dan Standar Teknis


Peraturan dan standar teknis yang dipergunakan oleh Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan ini pada dasarnya adalah standarstandar dan kriteria-kriteria teknis yang berlaku umum di Indonesia.
2.4.6.2 Kegiatan Persiapan
102B

Pekerjaan ini meliputi pengurusan surat-menyurat dan dokumen administrasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Jenis surat
yang diperlukan pada tahap ini berupa surat tugas Konsultan dan surat pengantar dari pihak Direksi maupun Konsultan, yang ditujukan
untuk instansi terkait dan berwenang di wilayah studi. Pelaksanaan pengurusan administrasi dimaksudkan untuk memudahkan
kelancaran pekerjaan, terutama berkaitan dengan pengumpulan data dan pekerjaan di lapangan.

2.4.6.3 Koordinasi Dengan Instansi Terkait dan Persiapan Survei


103B

Sebelum memulai kegiatan pekerjaan di lapangan, Konsultan akan melakukan koordinasi dengan instansi Pemberi Tugas untuk
menyamakan persepsi tentang maksud, tujuan dan sasaran pakerjaan serta sebagai perkenalan dengan staf instansi /Pemda yang
ditunjuk oleh intansi Pemberi Tugas untuk turut terlibat dalam pekerjaan ini.
Persiapan survei meliputi :

Pembuatan program kerja (jadwal kerja).

Penjadwalan penugasan personil.

Pembuatan peta kerja.

Pemeriksaan peralatan survei yang akan digunakan.

Penyiapan peralatan survei dan personil.

Penyusunan daftar teknis yang diperlukan.

Pengambilan dan pengkajian laporan terdahulu.


2.4.6.4 Pengumpulan Data Sekunder
104B

Data sekunder yang harus dikumpulkan terdiri atas :


1.
Data Klimatologi
Data-data yang termasuk data klimatologi adalah data curah hujan, temperatur, data angin jam-jaman minimal 10 tahun
temperatur dan sebagainya yang didapat dari BMG pusat atau lokal.
2.
Data dan Peta Hidrologi-Oseanografi (pada permukiman pesisir)
Data-data yang termasuk data hidro-oseanografi adalah data arus dan data pasang surut. Data sekunder ini bisa didapatkan dari
JANHIDROS TNI AL.
3.
Citra Satelit
4.
Geologi, (pada kawasan permukiman rawan bencana)
5.
Informasi kondisi bangunan eksisting. Kondisi struktur, posisi dan tata letak serta status bangunan (dibangun oleh siapa dan
waktu pembangunan dan informasi lainnya).
6.
Informasi kondisi kerusakan infrastruktur. Tingkat kerusakan, penyebab kerusakan (bencana alam, galian dll).
7.
Data harga bahan dan upah yang didapat dari dinas PU setempat.
2.4.6.5 Pengumpulan Data Primer
105B

A. Survei Pendahuluan
Survei ini dimaksudkan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi kerusakan pantai di lokasi pekerjaan serta menentukan referensi
untuk pengukuran, batas lokasi survei lapangan yang akan dilakukan selanjutnya.
Survei Pendahuluan adalah peninjauan lapangan pada lokasi dan sekitarnya sesuai tinjauan kawasan permukiman prioritas.. Survei
lapangan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi kajian serta untuk memperoleh gambaran umum tentang
permasalahan yang tengah dihadapi serta potensi sumber daya air yang ada, yang terkait dengan kajian yang akan dilakukan. Dalam

survei ini juga dilakukan wawancara dengan instansi terkait, terutama Dinas Pekerjaan Umum Propinsi maupun Kota /Kabupaten yang
dikaji, dan instansi lain serta masyarakat di lokasi yang dikunjungi.
Orientasi lapangan meliputi kegiatan klarifikasi terhadap aspek : kelaikan peta dasar, kondisi fisik dan sosial ekonomi serta gambaran
umum pantai. Hasil kunjungan lapangan ini dijadikan masukan dalam menyusun rencana kerja pelaksanaan survei dan metoda kerja
yang akan dilaksanakan. Atau dengan kata lain, orientasi ini untuk mengetahui situasi lapangan, batas yang diukur sesuai dengan
petunjuk Direksi, serta melaksanakan sinkronisasi rencana kerja dengan kondisi lapangan. Hasil dari survei pendahuluan ini adalah
gambaran kondisi eksisting dan gambaran kemungkinan pola pengamanannya.

B. Survei Pemetaan Teristis

Survei ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi rupa bumi di lokasi pekerjaan dan daerah di sekitarnya beserta dengan
obyek-obyek infrastruktur dan bangunan-bangunan penting didalamnya dalam rupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan.
Hasil survei ini akan menjadi tambahan data dari data yang sudah ada hasil dari survei pada pekerjaan sebelumnya.

B.1

Pengukuran Pengikatan
Salah satu kegiatan survei topografi adalah pengukuran pengikatan yaitu pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi
horisontal dan posisi vertikal.
a. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei pengukuran pengikatan adalah:
(1) 1 unit Theodolite T2 (untuk posisi horisontal)
(2) 1 unit waterpass NAK (untuk posisi vertikal)
(3) 1 buah pita baja 50 m
(4) 2 set bak ukur
b. Metoda Pelaksanaan
(1) Titik Referensi Posisi Horisontal/Koordinat (X,Y)
Untuk pekerjaan ini dibuat dua buah BM. Dalam proses pemetaan BM.1 dipakai sebagai referensi horisontal (X,Y). BM ini
harus diikatkan terlebih dahulu terhadap BM yang ada dilapangan yang sudah memiliki nilai koordinat global. BM yang lain
diikatkan terhadap BM.1 ini. Titik-titik referensi ini dilalui atau termasuk dalam jaringan pengukuran poligon, sehingga
merupakan salah satu titik poligon.
(2) Titik Referensi Posisi Vertikal (Z)
Sebagai referensi ketinggian digunakan elevasi yang sudah tersimpan pada BM di lapangan, yang juga digunakan pada
pekerjaan terdahulu, yang mempunyai datum (elevasi 0.00 m) pada Lowest Low Water Level (LLWL) pasang surut.

B.2

Pemasangan Bench Mark dan Patok-Patok Kayu


Pemasangan Bench Mark (BM) harus bersamaan pada waktu pematokan polygon, sehingga BM tersebut langsung terukur pada waktu
pengukuran sudut dan waterpass.
Bench Mark harus dibuat dari bahan campuran beton dengan ukuran 20 x 20 x 100 cm (memakai tulangan), yang di atas tanah 25 cm
sedangkan tertanam 75 cm, bersamaan patok Control Point (CP). Pengamatan matahari dilakukan disetiap BM ke CP. Bahan patok-patok
kayu harus dipilih yang berkualitas baik, ukuran 5 x 7 x 60 cm. Jumlah BM yang terpasang dikonsultasikan dengan Direksi dan

Pengawas dan diusahakan dipasang pada daerah yang strategis (aman dan mudah dicari). Pemasangannya sedemikian sehingga cukup
kokoh atau tidak goyah selama periode pelaksanaan berlangsung. Jarak antara dua patok untuk polygon dan waterpass adalah 20-25
m.
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM) dibantu dengan control point (CP) yang dipasang
secara teratur dan mewakili kawasan secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyimpan
data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).
Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis
titik ikat ini diberi nomenklatur atau kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula dibuat
deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun
elevasinya.
B.3

Pengukuran Poligon
a Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei ini adalah:
1 Unit Theodolite T2
1 buah pita baja 50 m
1 set bak ukur
b Metoda Pelaksanaan
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar horisontal/posisi horisontal (X,Y) digunakan
metoda poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang
akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon, titik-titik poligon tersebut berjarak sekitar 50 meter.
(1) Pengukuran Jarak
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian hasil
pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat bergantung kepada:
Cara pengukuran itu sendiri
Keadaan permukaan tanah
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti yang digambarkan pada Gambar E.3
dibawah ini.

Gambar 1 Pengukuran jarak pada daerah miring.


Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga dilakukan pengukuran jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.

B.4

Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.
Besarnya sudut jurusan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar E.4 dibawah ini.
Berdasarkan Gambar E.4 dibawah, besarnya sudut :

R

dimana:

= sudut mendatar.
= bacaan skala horisontal ke target kiri.
= bacaan skala horisontal ke target kanan.
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar biasa. Spesifikasi teknis pengukuran poligon adalah
sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 meter.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Selisih sudut antara dua pembacaan < 5 (lima detik).
Ketelitian jarak linier (K1).
R

AB

AC

A
C
Gambar.1 Pengukuran sudut jurusan.

B.5

Pengamatan Azimuth Astronomis


Disamping untuk mengetahui arah/azimuth awal, pengamatan matahari dilakukan untuk tujuan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan arah/azimuth titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan pada Gambar di bawah ini.

Matahari

Utara
(Geografi)
M
M T

P2
(target)
P1

Gambar.2 Pengamatan azimuth astronomis.


Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 3 azimuth target ( T ) adalah:
R

T = M +
R

atau
T = M + ( T - M )
R

dimana:
T
R

= azimuth ke target.

M
R

= azimuth pusat matahari.

( T )

= bacaan jurusan mendatar ke target.

( M )

= bacaan jurusan mendatar ke matahari.

= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target.

Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon utama terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu
patok yang lain.

B.6

Pengukuran Sipat Datar


Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan
tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi
pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap
bidang referensi seperti diilustrasikan pada gambar berikut

Slag 2
Slag 1
b1

m21

b2
m1

Bidang Referensi
D

Gambar 3 Pengukuran sipat datar.


Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.

Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.


Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.
Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.

6. Jarak rambu ke alat maksimum 75 m.


7. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
8. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut:

T 8 D mm
dimana :
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km.
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka
horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap bench mark
acuan.
Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling
surut (Lowest Low Water Level - LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+0.00).

C. Pengukuran Situasi Detail


Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik obyek alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan
dan sebagainya. Obyek-obyek yang diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk
masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.
a. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei ini adalah:
(1) 2 unit Theodolite T0
(2) 2 buah pita baja 50 meter
(3) 2 set bak ukur
b. Metoda Pelaksanaan
Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara tachymetri dengan menggunakan alat ukur Theodolite kompas (T0). Dengan cara
ini diperoleh data-data sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)

Azimuth magnetis
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
Sudut zenith atau sudut miring
Tinggi alat ukur

D. Penggambaran
Setelah perhitungan-perhitungan koordinat selesai, sambil menunggu hasil perhitungan elevasi dan titik-titik detail, pengeplotan
koordinat dengan sistem grafis tidak diperbolehkan.

Seperti pekerjaan-pekerjaan pengukuran dan perhitungan, pekerjaan penggambaran ini harus dipimpin oleh seorang koordinator yang
berpengalaman, hal ini dimaksudkan agar dapat terkoordinir dengan baik serta hasil survei yang maksimum dengan waktu yang tepat.
Ketentuan gambar sebagai berikut :
1. Garis silang grid dibuat setiap 10 cm arah x dan arah y.
2. Gambar konsep (draft) harus diperiksa terlebih dahulu kepada Direksi sebelum digambar final pada kertas 80/90 gram.
3. Semua BM baik yang lama maupun yang baru atau yang digunakan sebagai BM referensi harus digambar pada peta lengkap
dengan ketinggiannya.
4. Pada tiap kelipatan 2,5 m, garis kontur dibuat tebal dan dilengkapi dengan elevasinya.
5. Setiap lembar gambar dilengkapi dengan arah orientasi, daftar legenda, nomor urut dan jumlah lembar serta titik referensi yang
digunakan lengkap dengan data x, y dan z nya.

E. Survei Geotek dan Mekanika Tanah


Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan guna mendapatkan data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat mekanis
tanah di lokasi pekerjaan. Data-data tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai kriteria untuk menentukan daya dukung tanah,
sistem pondasi dan untuk memperkirakan besarnya settlement.
Pada pekerjaan penyelidikan tanah ini, lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan terdiri dari:
a.
b.

Penyelidikan tanah di lapangan yang meliputi pekerjaan sondir, pengambilan sampel tanah dan bor tangan.
Pekerjaan tes laboratorium dari contoh tanah yang diambil.
1. Pekerjaan Bor Tangan
Pengeboran dilakukan dengan menggunakan alat bor tangan hingga kedalaman maksimum sekitar 8 m dari permukaan tanah
sebanyak 2 (dua) titik per lokasi. Hasil dari pekerjaan boring berupa boring log yang menyajikan gambaran jenis-jenis tanah dan
sampel tanah pada kedalaman 2, 4 dan 6 m, untuk setiap titik bor.
Penyelidikan tanah melalui boring memberikan beberapa hal penting antara lain:
a.
b.
c.
d.

Letak lapisan tanah keras.


Perkiraan jenis lapisan tanah.
Perkiraan ketebalan tiap jenis lapisan tanah.
Pengambilan contoh tanah untuk di uji laboratorium yang selanjutnya dapat diperoleh parameter-parameter tanah yang
diperlukan sehubungan dengan perencanaan.

Pengambilan contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) dilakukan dengan menggunakan tabung contoh tanah yang
berdiameter 76 mm dengan panjang 60 cm, serta memiliki area ratio < 10 %. Tabung yang berisi contoh tanah tersebut
kemudian ditutup dengan lilin agar kondisi tanah tetap terjaga dari penguapan. Selanjutnya tabung tersebut diberi tanda berupa
nomor titik, kedalaman dan tanggal pengambilan.
Standar yang digunakan dalam prosedur pengerjaan boring beserta peralatannya meliputi:

ASTM D-420-87; Standard Guide for Investigating and Sampling Soil and Rock.
ASTM D-1452-80; Standard Practice for Soil Investigation and Sampling by Auger Borings.

ASTM D-2488-84; Standard Practice for Description and Identification of Soil.


ASTM D-1586-84; Standard Method for Penetration Test and Split Barrel Sampling of Soil.
ASTM D-1587-83; Standard Practice for Thin Walled Tube Sampling of Soil.

2. Uji Penetrasi (Sondir)


Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan alat sondir berkapasitas 2,5 ton dengan kedalaman penyondiran maksimum 30 m
dari permukaan tanah atau telah mencapai lapisan tanah dengan tahanan konus sebesar 200 kg/cm 2 . Uji penetrasi ini dilakukan
sebanyak 5 (lima) titik per lokasi. Prosedur pelaksanaan pekerjaan sondir akan mengikuti standar ASTM D3441-86; Method for
Deep, Quasi-Static Cone and Friction Cone Penetration Test of Soil.
Hasil dari pekerjaan sondir berupa grafik sondir yang menyajikan besarnya tekanan konus qc dan jumlah hambatan pelekat
(JHP), versus kedalaman. Pembacaan sondir dilakukan selang interval 20 cm, dengan titik elevasi 0 (nol) berada di permukaan
tanah setempat pada saat penyelidikan.
Beberapa hal penting yang dapat diperoleh dari penyelidikan tanah melalui sondir, antara lain:
P

a. Perkiraan kedalaman tanah keras sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.


b. Perkiraan ketebalan tiap jenis tanah.
c. Dengan dapat diperkirakannya ketebalan lapisan tanah, maka dapat diperkirakan penurunan yang mungkin terjadi akibat
pembebanan.
3. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan:
a. Untuk contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah terganggu (disturbed sample).
b. Pada lokasi pengeboran tangan (hand boring).

F. Survei Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Survei sosial ekonomi dan lingkungan dimaksudkan guna mengidentifikasi permasalahan lingungan yang ada yang mungkin timbul
sebagai akibat pembangunan infrastruktur. Survei ini meliputi kegiatan-kegiatan:

Pengumpulan data kependudukan, sosial, ekonomi dan lingkungan di lokasi pekerjaan dan sekitarnya.
Identifikasi permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan eksisting dan yang mungkin timbul akibat dibangunnya infrastruktur dan
masalah-masalah lainnya.
Mengidentifikasi gangguan ekosistem yang mungkin terjadi akibat dibangunannya bangunan infrastruktur.

Hasil dari Kegiatan ini adalah Laporan survei sosial, ekonomi dan lingkungan dengan sebuah hipotesa munculnya masalah dan konsep
awal penanganan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan, disesuaikan dengan kebutuhan komponen program / infrastruktur yang
direncanakan.

G. Pengolahan dan Pengumpulan Data


Pengolahan Data Topografi
1. Perhitungan Koordinat Titik Poligon
Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon (digambarkan pada gambar di bawah ini). Koordinat titik B dihitung dari
koordinat A yang telah diketahui:

4
3

2
U

Gambar.4

Pengukuran poligon.

Hitungan koordinat:
XP

= X A + d AP Sin AP

YP

= Y A + d AP Cos AP

dalam hal ini:


XA, YA
R

d AP Sin
R

= koordinat titik yang akan ditentukan.

d AP Cos
R

= selisih absis (X AP ) definitif (telah diberi koreksi).


U
= selisih ordinat (Y AP ) definitif (telah diberi koreksi).
R

dengan,

R

= jarak datar AP definitif.

= azimuth AP definitif.

U
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus sebagai berikut:
12
R

23
R

34
R

1A + 1

AP + A + 1 1(180 0 )

21 + 2 = 12 + 2 180 0

AP + A + 1 + 2 2(180 0 )

=
=

2 + 3 = 23 + 3 180
1
AP + A + 1 + 2 + 3 3(180 0 )

+ 4 = + 4 180 0

+ A + 1 + 2 + 3 + 4 4(180 0 )

2. Syarat Geometri Poligon


A

d4B
d34
d12

d23

dPA

34
Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi poligon tertutup (loop) dan poligon terbuka, apabila dalam hitungan
syarat geometri tidak terpenuhi maka akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke masing-masing sudut
yang akan diuraikan berikut ini.
12
3. Hitungan Koordinat
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan Metoda Bowdith. Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik
poligon dituliskan
sebagai berikut:
A1
(1) Syarat Geometrik Sudut

Akhir

Awal

- + + n.180 = f
R

dimana:

sudut jurusan.

sudut ukuran.

bilangan kelipatan.

salah penutup sudut.

(2) Syarat Geometrik Absis (KX)


m

PA
(X Akhir X Awal ) R

X
i 1

=0

dimana:
di
R

jarak vektor antara dua titik yang berurutan.

di

jumlah jarak.

absis.

elemen vektor pada sumbu absis.

m
= banyak titik ukur.
P
(3) Koreksi Ordinat

KY

di

fY
di

dimana:
di
R

jarak vektor antara dua titik yang berurutan.

d i

jumlah jarak.

ordinat.

elemen vektor pada sumbu ordinat.

banyak titik ukur.

Untuk mengetahui ketelitian jarak linier (SL) ditentukan berdasarkan besarnya kesalahan linier jarak (KL)

SL
KL

fX
fX

fY 2

fY 2
1 : 5.000
D
2

Setelah melalui tahapan hitungan tersebut di atas, maka koordinat titik poligon dapat ditentukan.
4. Pengamatan Azimuth Astronomis
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut:

Cas M

Sin Sin . Sin m


Cos . Cos m

dimana:
M

= azimuth matahari.

= deklinasi matahari dari almanak matahari.

= sudut miring ke matahari.

= lintang miring ke matahari.

Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai
berikut:

Z d Z u r 1 2 d p i atau
m d m u r 12 d p i
dimana:

Zd

= sudut zenit definitif

md

= sudut miring definitif

Zu

= sudut zenit hasil ukuran

mu

= sudut miring hasil ukuran

= koreksi refraksi

= koreksi semi diameter

= koreksi paralax

= salah indeks alat ukur

5. Perhitungan Kerangka Dasar Vertikal


a. Syarat geometris:
Hakhir - Hawal = H FH

T 8 D mm
b. Hitungan beda tinggi:
1-2

Btb Btm

c. Hitungan tinggi titik:


H2

= H1 + 12 + KH

di mana:
H

tinggi titik.

beda tinggi.

Btb

benang tengah belakang.

Btm

benang tengah muka.

FH

salah penutup beda tinggi.

KH

koreksi beda tinggi.

FH

toleransi kesalahan penutup sudut.

8 D mm

Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan kilometer.

6. Hitungan Situasi Detail


Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang
telah diketahui koordinatnya (X,Y,Z)
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z), digunakan rumus sebagai berikut:
= TA + H

TB

Untuk menghitung jarak datar (Dd):

100 Ba Bb Sin 2m TA Bt
2

H
Dd

= DO Cos2 m

Dd

= 100 (Ba Bb) Cos2 m

dimana:
TA

= titik tinggi A yang telah diketahui

TB

= titik tinggi B yang akan ditentukan

= beda tinggi antara titik A dan titik B

Ba

= bacaan benang diafragma atas

Bb

= bacaan benang diafragma bawah

Bt

= bacaan benang diafragma tengah

TA

= tinggi alat

DO

= jarak optis

= sudut miring

Mengingat akan banyak titik-titik rinci yang diukur, serta terbatasnya kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka
diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon

kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan,
data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis.
Hubungan matematik koreksi Boussole (C) adalah:
C

= g - m

dimana:
g

= azimuth geografis

= azimuth magnetis

Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat bergantung pada skala peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang
mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
Perhitungan topografi dilakukan di lapangan dan penggambaran konsep (draft) juga dilakukan di lapangan. Koordinat yang digunakan
adalah koordinat lokal yang ada atau dipasang di lokasi. Setelah pekerjaan lapangan selesai maka koordinat vertikal (sumbu-z) harus
diikatkan pada LLWL yang diperoleh dari analisis pasang surut. Peta yang akan dihasilkan adalah peta situasi dengan interval kontur 0,5
meter. Kedalaman atau ketinggian muka air yang dicatat disesuaikan terhadap Chart Datum (CD). Dalam hal ini, CD adalah ketinggian
muka air terendah (LLWL) diambil sebagai ketinggian nol (0) pada peta topografi.

H. Pengolahan Data Mekanika Tanah


Pengolahan data sampel tanah yang diperoleh dari hasil penyelidikan di lapangan adalah berupa:
1. Analisa hasil survei mekanika tanah di laboratorium untuk mendapatkan data properti teknis tanah dan juga membuat boring
log.
2. Pengujian data sample tanah di laboratorium yang mengikuti standar ASTM yang berupa:
a. Specific Gravity
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai berat butiran tanah.
b. Moisture Content
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering (%).
c. Bulk Density
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari nilai perbandingan antara berat tanah kering per-satuan volume/nilai berat isi
tanah kering (t/m3).
d. Dry Density
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari nilai perbandingan antara berat tanah kering per-satuan volume/nilai berat isi
tanah kering (t/m3).
e. Atterberg Limits
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari nilai perbandingan berat air yang mengisi ruang pori dengan berat tanah kering
pada kondisi batas cair/ plastis. Parameter yang didapat adalah nilai liquid limit (batas cair), plastis limit (batas plastis),
dan plasticity index (indeks plastis). Dari hasil pemeriksaan ini dapat ditetapkan klasifikasi tanah tersebut.
f. Grain Size

Pemeriksaan/pengujian ini bertujuan untuk mencari persentase berat dari tiap-tiap ukuran butiran tanah.
Tabel Sebutan Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran
No.

Ukuran Butiran

Jenis Tanah

< 0,0050

0,0050-0,0074

Slit (lanau)

0,0074-4,7500

Sand (pasir)

> 4,7500

Clay (lempung)

Gravel (kerikil)

g. Triaxial UU
Pemeriksaan/ pengujian triaxial unconfined undrained dimaksudkan untuk mendapatkan parameter kohesi tanah dan
sudut geser dalam tanah. Nilai hasil pemeriksaan ini diperlukan untuk perhitungan daya dukung tanah dan analisis
kestabilan lereng galian/ timbunan.
h. Unconfined Compression
Pemeriksaan/ pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter nilai kuat tekan bebas khususnya untuk tanah
lempung.
i. Consolidation

Pemeriksaan/pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter indeks kompresi dan parameter koefisien konsolidasi.
Indeks kompresi dan koefisien konsolidasi diperlukan untuk perhitungan estimasi penurunan fondasi bangunan.
2.4.6.6 Analisis Data Sekunder
106B

Analisa yang harus dilakukan dari data sekunder yang didapat diantaranya:
1. Analisa data sosial dan ekonomi.
2. Analisa data lingkungan.
3. Analisa data struktur eksisting.
2.4.6.7 Perencanaan Bangunan
107B

Sebelum memunculkan penentuan bangunan terpilih maka harus dilakukan alternatif bangunan sebagai konsep alternatif
penanggulangan masalah. Untuk mendapatkan bangunan terpilih dilakukan metode AHP (Analysys Hyrarchy Process) pada alternatif
tersebut di atas.
Kegiatan perencanaan dimaksudkan guna membuat rencana teknis rinci berdasarkan hasil pengolahan data seperti yang disebut di
atas. Selain itu untuk dapat memilih dan meletakkan suatu jenis konstruksi bangunan infrastruktur yang tepat, maka data-data kondisi
sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan di lokasi pekerjaan harus pula menjadi dasar dalam perencanaan/detail desain.

Kegiatan ini meliputi penyusunan system planning dan detail desain bangunan.

A.

Penyusunan System Planning


System Planning merupakan perumusan rencana pengembangan lokasi survei dengan memperhatikan aspek teknis, non teknis dan
lingkungan Perencanaan system planning meliputi :
1. Analisa dan evaluasi kondisi fisik dan sosial ekonomi termasuk di dalamnya menggambarkan masalah dan penyebab masalah
secara detail.
2. Konsep pengamanan daerah.
3. Dasar pemilihan metode dan jenis infrastruktur
4. Penyusunan beberapa alternatif lay-out dan jenis bangunan serta pertimbangan alternatif terpilih dengan memperhatikan
kondisi yang ada dan yang direncanakan.
5. Menyusun perbandingan dari beberapa alternatif sistem infrastruktur menurut keuntungan dan kerugiannya dilihat dari faktorfaktor seperti disebut dalam point sebelumnya.
Analisa dan evaluasi kondisi fisik dan sosial ekonomi termasuk di dalamnya menggambarkan masalah dan penyebab masalah secara
detail.
Perumusan rencana pengembangan lokasi survei dengan memperhatikan aspek teknis, non teknis dan lingkungan.
Perencanaan System Planning mencakup:

Menyusun konsep pengamanan daerah pantai berdasarkan faktor kondisi fisik yang dimodelkan secara matematik serta sosial,
ekonomi dan lingkungan.
Menyusun perbandingan dari beberapa alternatif sistem infrastruktur menurut keuntungan dan kerugiannya dilihat dari faktorfaktor seperti disebut dalam point sebelumnya.

Penilaian kerusakan pantai dilakukan dengan menilai tingkat kerusakan pada suatu lokasi pantai terpilih terkait dengan masalah
erosi/abrasi, kerusakan lingkungan, dan sedimentasi/pendangkalan yang ada. Kemudian nilai bobot tersebut dikalikan dengan koefisien
pengali berdasar tingkat kepentingan kawasan tersebut. Bobot akhir adalah hasil pengalian antara bobot tingkat kerusakan pantai
dengan koefisien tingkat kepentingan. Agar prosedur pembobotan dan penentuan urutan prioritas menjadi lebih sederhana maka
digunakan cara tabulasi.

B.

Detail Desain Bangunan


Analisa dan perhitungan dalam struktur yang mencakup:
1. Jenis/tipe bangunan yang terpilih, yaitu meliputi ukuran/dimensi bangunan yang diperlukan, pemilihan bahan/material yang
digunakan, kekuatan dan stabilitas bangunan bagian atas dan stabilitas pondasi. Bangunan yang dimaksud dapat berupa:
2. Penyusunan nota desain dan spesifikasi teknis pekerjaan
3. Perhitungan volume kerja dan rencana anggaran biaya (dengan beberapa alternatif).
4. Penyusunan pedoman pemeliharaan bangunan infrastruktur.

Hasil Kegiatan ini adalah laporan-laporan yang meliputi:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Laporan Nota Desain


Laporan Spesifikasi Teknis
Laporan Volume Kerja dan RAB
Gambar Desain
Metode Pelaksaan Pekerjaan
Pedoman Pemeliharaan Bangunan

Semua hasil kegiatan ini harus diasistensi dahulu kepada Direksi Pekerjaan/Ass. Perencanaan.

No

Tabel Jadwal Kegiatan Pekerjaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL ISIMU
DISTRIBUSI BULAN DAN MINGGU
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
KEGIATAN
KE-1
KE-2
KE-3
KE-4
KE-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

A.
A.1
A.1.1
A.1.2
A.1.3
A.2
A.2.1
A.2.2
A.2.3
A.2.4
A.2.5

PERSIAPAN DAN STUDI LITERATUR


PERSIAPAN
Koordinasi & Mobilisasi Tim
Penyepakatan lingkup, metodologi & rencana kerja
Penyusunan perangkat kerja
STUDI LITERATUR
Pemahaman RTBL
Gambaran Umum Kawasan
Review Kebijakan & Program Daerah
Perumusan Visi Awal Konsep Perencanaan
Bentuk dan Peran Partisipasi dalam Tata Bangunan dan
Lingkungan

B.

IDENTFIKASI & ANALISIS


SURVEY, PENDATAAN & IDENTIFIKASI KAWASAN
PERENCANAAN
Identifikasi Potensi & Kelemahan Lokasi
Identifikasi Potensi Partisipasi Masyarakat
Perumusan Potensi & Kelemahan
Penetapan Delineasi Kawasan
PENYUSUNAN KONSEPSI PROGRAM BANGUNAN &
LINGKUNGAN
Kriteria Penyusunan Komponen Dasar Perancangan
Konsepsi Komponen Dasar Perancangan
PERUMUSAN INDIKASI RENCANA UMUM & PANDUAN
RANCANGAN
PERUMUSAN SISTEMATIKA PERATURAN WALIKOTA
TENTANG RTBL
PERUMUSAN INDIKASI RENCANA INVESTASI

B.1
B.1.2
B.1.3
B.1.4
B.1.5
B.2
B.2.1
B.2.2
B.3
B.4
B.5

Gambar 1. Metodologi dan Rencana Kerja Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

No

KEGIATAN

C.
C.1
C.1.1
C.1.2
C.1.3
C.1.4
C.1.5
C.1.6
C.1.7
C.1.8
C.1.9
C.1.1
0
C.2
C.2.1
C.2.3
C.2.3

PERUMUSAN PERANCANGAN
PENYUSUNAN RENCANA UMUM
Perencanaan Lahan Makro
Penciptaan Integrasi Aktifitas Ruang Sosial
Peruntukan Lahan Mikro
Intensitas Pemanfaatan Lahan
Tata Bangunan
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubuna
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Tata Kualitas Lingkungan
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkunga

D.
D.1
D.1.
1

PENGEMBANGAN DUKUNGAN PELAKSANAAN


PENGENDALIAN RENCANA

D.1.2
D.2
D.2.1
D.2.2
D.2.3
D.2.4
D.3

Arahan Pengendalian Rencana


PENGENDALIAN PELAKSANAAN
Perumusan Aspek-aspek pengendalian
Perumusan Arahan Pengelolaan
Pembinaan Pelaksanaan
Perumusan Pengelolaan
SIMULASI RANCANGAN TIGA DIMENSIONAL
Simulasi Tiap Kaveling/Blok, Amplop Bangunan, Ruang &
Elemen Bangunan Lingkungan
PENYUSUNAN DRAFT PERATURAN PERATURAN

D.3.1
D.4

Pelestarian Bangunan dan Lingkungan


PENYUSUNAN PANDUAN RANCANGAN
Aturan Wajib
Aturan Anjuran
Aturan Tambahan

Strategi Pengendalian

BULAN
KE-1
1 2 3 4

DISTRIBUSI BULAN DAN MINGGU


BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
KE-2
KE-3
KE-4
KE-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

No

D.5
D.5.1
D.5.2
D.5.3
E.
E.1
E.1.1
E.1.2
E.1.3
E.1.4
E.1.5
E.1.6
E.1.7
E.1.8
E.1.9
E.1.1
0
E.1.1
1
E.1.1
2

KEGIATAN
WALIKOTA/BUPATI TENTANG RTBL
RENCANA INVESTASI
Skenario Strategi Rencana Investasi
Program Jangka Menengah
Pola Kerjasama Operasional
PENYEMPURNAAN RENCANA
PENYEMPURNAAN RENCANA TATA BANGUNAN &
LINGKUNGAN
Pemahaman RTBL
Metodologi Pelaksanaan
Gambaran Umum Kawasan
Identifikasi & Analisis Kawasan
Delineasi Kawasan
Konsep Bangunan & Lingkungan
Tujuan, Visi, Misi
Rencana Umum
Panduan Rancangan
Ketentuan Pengendalian
Rencana Investasi

E.2

Simulasi Rancangan
PENYEMPURNAAN DRAFT PERATURAN
WALIKOTA/BUPATI TENTANG RTBL

F.
F.1
F.1.1
F.1.2
F.1.3
F.1.4

FINALISASI PRODUK RTBL


PENYEMPURNAAN BUKU FAKTA & ANALISA
Gambaran Umum Kawasan
Identifikasi & Analisa Kawasan
Delineasi Kawasan
Konsep Bangunan & Lingkungan

BULAN
KE-1
1 2 3 4

DISTRIBUSI BULAN DAN MINGGU


BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
KE-2
KE-3
KE-4
KE-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

No
F.2
F.2.1
F.2.2
F.2.3
F.2.4
F.2.5
F.2.6

KEGIATAN
PENYEMPURNAAN DOKUMEN RTBL
Tujuan, Visi, Misi
Rencana Umum
Panduan Rancangan
Ketentuan Pengendalian
Rencana Investasi
Simulasi Rancangan
Penyusunan Produk Pelaporan
Laporan Pendahuluan
Laporan Antara
Draft Laporan Akhir
Laporan Akhir
Rancangan Peraturan Bupati/Walikota atau Gubernur
CD Dokumentasi

BULAN
KE-1
1 2 3 4

DISTRIBUSI BULAN DAN MINGGU


BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
KE-2
KE-3
KE-4
KE-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2.5

Program Kerja

Pada dasarnya kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini
dilakukan dalam 5 (lima) tahapan kegiatan yang dirumuskan dalam 2 kelompok
kegiatan yaitu : kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini merupakan
sebuah kegiatan yang dilakukan dengan mengedapankan pendekatan partisipatif,
melalui perencanaan partisipatif yang disusun oleh pemangku kepentingan serta
difasilitasi oleh tim konsultan pelaksana pekerjaan. Layaknya kegiatan yang banyak
melibatkan berbagai pihak, point kritis dari penyusunan RTBL ini bukan hanya pada
substansi rencana yang dihasilkan, lebih dari itu, proses penyusunan dan proses
penyepakatan pada setiap tahapan kegiatan menjadi hal yang penting.
Sebagaimana telah disebutkan pada bab terdahulu, kegiatan Penyusunan RTBL ini
secara proses ditujukan untuk menghasilkan 2 (dua) keluaran utama yaitu:
Dokumen RTBL dan Draft Rancangan Peraturan Bupati/Walikota dan Gubernur.
Berdasarkan pertimbangan tersebut
rangkaian kegiatan penyusunan RTBL ini
dibagi dalam 3 kelompok kegiatan, yaitu : kelompok kegiatan penyusunan Dokumen
RTBL, dan kelompok kegiatan Diskusi dan Penyepakatan.
Selanjutnya untuk mencapai kedua keluaran utama tersebut, dilakukan melalui 6
(enam) tahap kegiatan, antara lain: Tahap Persiapan dan Studi Literatur, Tahap
Identifikasi dan Analisis, Tahap Perumusan Perancangan, Tahap Pengembangan
Dukungan Pelaksanaan, Tahap Penyempurnaan Rencana dan Tahap Finalisasi Produk
RTBL.
Pada keempat tahapan pekerjaan tersebut, dilakukan beberapa kegiatan yang
terkait satu sama lainnya sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulu. Bagian
ini merupakan penjelasan mengenai bagaimana keterkaitan antar kegiatan dalam
durasi waktu tertentu beserta informasi teknis lainnya yang menyertai.

2.5.1 Tahap Persiapan


Tahap persiapan merupakan tahap awal dari
pelaksanaan kegiatan penyusunan RTBL. Fokus utama
pada tahap ini adalah untuk mempersiapkan
perangkat
pelaksanaan
pekerjaan,
melakukan
koordinasi
awal
sekaligus
preview
kawasan
perencanaan dan penandatanganan MOU antara
Pemerintah Kota dengan DJCK. Target yang ingin
dicapai pada tahap ini antara lain :

Rumusan dan kesepakatan rencana kerja dan


metodologi pelaksanaan pekerjaan;
Terinventarisirnya produk-produk hukum dan
kebijakan kota terkait RTBL.
Tersusunnya rencana pelaksanaan survey
Data dan informasi awal kondisi bangunan dan
lingkungan pada kawasan perencanaan,
Penetapan Kelompok Kerja Kota

Kegiatan pada tahap ini diawali dengan kegiatan


Persiapan dan kegiatan Studi Literatur. Kegiatan
persiapan dilakukan pada minggu pertama yaitu
untuk memantapkan metodologi dan rencana kerja.
Selanjutnya pada minggu kedua, beberapa anggota
tim akan melakukan koordinasi awal dengan
Pemerintah
Kota
untuk
mempersiapkan
penandatangan MOU, sekaligus juga untuk melakukan
Survey Formatif dalam rangka mengidentifikasi pola
hubungan antar pelaku pembangunan di tingkat kota
hingga tingkat masyarakat dan juga melakukan
orientasi lapangan untuk melakukan kajian awal
terkait kondisi kawasan perencanaan.

Pada bulan ini dilakukan pula penyiapan perangkat pelaksana survey lapangan
yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya, yaitu melalui penyiapan peta dasar
dan penyusunan design survey. Keseluruhan hasil yang dilakukan pada kegiatan
persiapan dan kegiatan desk studi ini selanjutnya akan dituangkan dalam Laporan
Pendahulan yang direncanakan akan dibahas pada akhir bulan pertama, sekaligus
mengakhir keseluruhan rangkaian kegiatan pada tahap ini.
Hasil-hasil dari desk studi ini kemudian akan menjadi bahan bagi pelaksanaan
survey pendahuluan (preliminary survey) yang akan dilaksanakan pada minggu ke
tiga. Survey pendahuluan ini dilakukan melalui visualisasi kondisi kawasan dan
mengidentifikasi lokasi dan permasalahan yang mungkin ditemui di lapangan. Hasil
dari survai pendahuluan ini selanjutnyadituangkan kedalam perumusan isu
permasalahan, hipotesa dan sintesa awal serta deliniasi awal kawasan
perencanaan. Pada akhir bulan pertama ini selanjutnya dilakukan penandatanganan
MOU antara Pemerintah Kota dengan DJCK yang dilakukan di Jakarta.
Keseluruhan hasil dari tahap ini selanjutnya dituangkan kedalam laporan
pendahuluan yang kemudian akan dibahas dengan tim teknis pada minggu ke
empat, sekaligus menandai berakhirnya tahap persiapan.
Metoda dan pendekatan yang digunakan pada tahap ini antara lain :

Desk Study;
Book Review;
Stakeholders Approach;
Pengumpulan data;
Partisipasi masyarakat;
Wawancara Semi terstruktur

2.5.2 Tahap Identifikasi dan Analisis


Inti materi dari tahap ini adalah
pelaksanaan survey, kompilasi hasil
survey, analisis dan penyusunan
konsepsi perancangan. Tahap ini
merupakan lanjutan dari diskusi
pembahasan laporan pendahuluan
dengan tim teknis yang telah
diselenggarakan
pada
tahap
sebelumnya.
Target yang ingin dicapai pada tahap
ini antara lain :
Penajaman gambaran
permasalahan;
Tersedianya format data
sesuai dengan kebutuhan
analisis;
Diperolehnya data dan
informasi sesuai dengan
kebutuhan;
Tersepakatinya akurasi dan
kesahihan data;
Terpahaminya gambaran
permasalahan dan kebutuhan
(sintesa dan hipotesa)
Tersepakatinya wilayah
perencanaan (deliniasi
kawasan)
Apabila perangkat pelaksana survai
(design survey) telah siap dan
disetujui substansinya oleh pemberi
kerja, tim akan turun ke lapangan
untuk
melaksanakan
survey
lapangan
yang
diperkirakan
memakan waktu kurang lebih 1
minggu yang dilakukan paralel
dengan kegiatan survey sekunder
instansi selama.

Survey lapangan (observasi lapangan) direncanakan akan dilaksanakan pada


minggu ke 4 (bulan pertama). Pararel dengan pelaksanaan survai, dengan interval 1
minggu, akan dilakukan penstrukturan dan tabulasi data pada minggu ke 5 hingga
ke 6. Maksud pelaksanan secara pararel adalah untuk lebih mengefektifkan waktu
pelaksanaan pekerjaan, dengan kata lain ketika data lapangan telah diperoleh
(walaupun proses keseluruhan survai belum tuntas).
Dengan segera pentabulasian dan penstrukturan data akan dilaksanakan.
Selanjutnya pada minggu ketujuh hingga minggu kesembilan akan dirumuskan
potensi dan kelemahan berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan.
Bersamaan dengan proses perumusan potensi dan permasalahan, dilakukan pula
proses pendeliniasian kawasan perencanaan.
Pada bulan ketiga, ketika proses survey dan identifikasi serta analisis telah selasai
dilakukan, akan dilakukan kegiatan penyusunan konsepsi program bangunan dan
lingkungan yang merupakan materi Bab 1 dari dokumen RTBL. Pada pertengahan
bulan ketiga, ketika proses penyusunan konsepsi program dan bangunan tengah
diselesaikan, akan dilakukan pula perumusan indikatif rencana umum dan panduan
perancangan yang merupakan materi Bab 2 dari dokumen RTBL.
Keseluruhan hasil pada tahap ini akan menjadi materi bagi laporan antara yang
direncanakan akan dibahas pada akhir bulan ketiga yang sekaligus menutup
rangkaian kegiatan pada tahap ini.

2.5.3 Tahap Perumusan Rancangan


Tahapan ini merupakan proses penyempurnaan dari rencana umum dan panduan
rancangan yang draftnya telah disusun pada tahap sebelumnya. Target yang ingin
dicapai pada tahap ini meliputi :

Terbentuknya perencanaan makro dan mikro kawasan;

Tersedianya rencana perpetakan kawasan;

Tersedianya rencana tapak kawasan;

Terbentuknya sistem pergerakan kawasan;

Tersedianya rencana aksesibilitas kawasan;

Tersusunnya rencana RTH;

Terbentuknya wujud visual bangunan kawasan;

Tersedianya rencana pengembangan sarana dan prasarana kawasan;

Terumuskannya dasar-dasar impelementasi rancangan kawasan;

Tersusunnya prinsip-prinsip pengembangan kawasan;

Tersepakatinya hasil pertimbangan peranserta masyarakat;


Pada tahap ini terdapat dua
kegiatan
utama
untuk
kelompok
kegiatan
penyusunan Dokumen RTBL
yaitu kegiatan penyusunan

rencana umum dan kegiatan


penyusunan
panduan
rancangan.
Kegiatan
penyusunan rencana umum
dilakukan
pada
bulan
keempat
dan
kegiatan
penyusunan
panduan
rancangan dilakukan pada
bulan kelima.
Keseluruhan
hasil
pada
tahap ini secara akumulatif
akan menjadi materi bagi
pelaksanan
kolokium
di
bulan kelima.

2.5.4 Tahap Pengembangan Dukungan Pelaksanaan


Intensitas kegiatan pada tahap ini lebih banyak
dilaksanakan di studio. Tahap ini merupakan
kelanjutan
dari
tahap
sebelumnya
dan
menindak lanjuti hasil kolokium yang dilakukan
pada akhir bulan kelima.. Tahap ini diawali
dengan perumusan pengendalian rencana untuk
selanjutnya dilakukan perumusan pengendalian
pelaksanaan, simulasi rancang tiga dimensi,
penyusunan draft peraturan walikota dan
penyusunan rencana investasi.
Keseluruhan hasil pada tahap ini selanjutnya
secara akumulasi akan menjadi materi dari
laporan drraft akhir yang akan dibahas pada
akhir bulan keenam.

2.5.5 Tahap Penyempurnaan Rencana


Tahap ini merupakan proses penyempurnaan materi
RTBL yang telah dituangkan dalam Draft Laporan Akhir
yang telah dibahas pada akhir bulan keenam. Proses
penyempurnaan materi ini sekaligus pula sebagai
proses penyusunan Laporan Akhir. Beberapa kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini antara lain :

Penyempurnaan
Lingkungan;
Penyempurnaan
Penyempurnaan
Penyempurnaan
Penyempurnaan

Rencana Tata Bangunan dan


Draft Peraturan Walikota;
perancangan teknis;
Estimasi Anggaran biaya;
RKS

Keseluruhan rangkaian kegiatan pada tahap


dilakukan selama satu bulan pada bulan ketujuh.

ini

2.5.6 Finalisasi Produk RTBL


Tahap ini merupakan proses akhir dari serangkaian
kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahap-tahap
sebelumnya. Tahap ini diawali dengan pembahasan
laporan akhir yang telah disusun pada tahap
sebelumnya. Fokus kegiatan pada tahap ini adalah
lebih pada penyempurnaan hasil-hasil yang telah
disepakati
pada
pembahasan
laporan
akhir.
Keseluruhan hasil akhir akan dituangkan dalam bentuk
dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Kawasan Perencanaan, Rencananya tahap ini akan
memakan waktu sekitar 1 bulan hingga akhir masa
pekerjaan.
Tahap ini juga merupakan tahap penyempurnaan dan
pelengkapan produk yang dihasilkan yaitu :
penyempurnaan Buku Fakta Analisa, penyempurnaan
Dokumen RTBL, penyerahan produk-produk akhir.

2.6Komposisi Tim Dan Penugasan


Tenaga ahli untuk keperluan pekerjaan Penyusunan RTBL ISIMU, sesuai dengan yang
dipersyaratkan/diminta di dalam kerangka acuan kerja terdiri dari 5 (lima) bidang
keahlian yang dibantu dengan asisten tenaga ahli dan tenaga pendukung.

Team Leader
1 (satu) orang Team Leader harus memiliki latar belakang pendidikan S-2
Perencanaan Wilayah/Kota, lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri
atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus
ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi dan
berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan minimum 5 tahun dalam
bidangnya, mempunyai sertifikat keahlian Konsultansi yang telah
terakreditasi yang telah mengikuti pelatihan tenaga ahli konsultansi bidang
ke-PU-an dari LPJK. Sebagai ketua tim, tugas utamanya adalah memimpin dan
mengkoordinir seluruh kegiatan anggota tim kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan sampai dengan pekerjaan dinyatakan selesai.

Ahli Arsitektur (S1)


2 (dua) orang, harus memiliki latar belakang pendidikan S1 Arsitektur, lulusan
universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang
telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi
luar negeri yang telah diakreditasi dan berpengalaman dalam melaksanakan
pekerjaan minimum 5 tahun dalam bidangnya, mempunyai sertifikat keahlian
Konsultansi yang telah terakreditasi yang telah mengikuti pelatihan tenaga
ahli konsultansi bidang ke-PU-an dari LPJK. Tenaga tersebut tugas utamanya
melakukan kajian aspek arsitektur dalam penyusunan dokumen RTBL Isimu.

Ahli Teknik Sipil (S1)


1 (satu) orang, harus memiliki latar belakang pendidikan S1 Sipil, lulusan
universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang
telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi
luar negeri yang telah diakreditasi dan berpengalaman dalam melaksanakan
pekerjaan minimum 5 tahun dalam bidangnya, mempunyai sertifikat keahlian
Konsultansi yang telah terakreditasi yang telah mengikuti pelatihan tenaga
ahli konsultansi bidang ke-PU-an dari LPJK. Tenaga tersebut tugas utamanya
melakukan kajian aspek teknik sipil dan infrastruktur dalam penyusunan
dokumen RTBL Isimu.

Ahli Ekonomi Pembangunan (S 1)


1 (satu) orang, harus memiliki latar belakang pendidikan S1 Ekonomi, lulusan
universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang
telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau perguruan tinggi
luar negeri yang telah diakreditasi dan berpengalaman dalam melaksanakan
pekerjaan minimum 5 tahun dalam bidangnya, mempunyai sertifikat keahlian
Konsultansi yang telah terakreditasi yang telah mengikuti pelatihan tenaga
ahli konsultansi bidang ke-PU-an dari LPJK. Tenaga tersebut tugas utamanya
melakukan kajian aspek ekonomi pembangunan, dan analisis program
investasi terhadap penyusunan dokumen RTBL Isimu.

Ahli Lingkungan (S1)


1 (satu) orang, harus memiliki latar belakang pendidikan S1 Arsitektur
Lansekap, lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri atau perguruan
tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus ujian Negara atau
perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi dan berpengalaman
dalam melaksanakan pekerjaan minimum 5 tahun dalam bidangnya,
mempunyai sertifikat keahlian Konsultansi yang telah terakreditasi yang telah
mengikuti pelatihan tenaga ahli konsultansi bidang ke-PU-an dari LPJK. Tenaga

tersebut tugas utamanya melakukan kajian aspek lingkungan terhadap


penyusunan dokumen RTBL Isimu.

Asisten Tenaga Ahli terdiri dari :


1. Ass. Ahli Arsitektur
2. Ass. Ahli Sipil
3. Ass. Ahli Lingkungan
Diploma 3 dibidang masing-masing dan berpengalaman dibidangnya
minimal selama 3 (Tiga) tahun.
Tugas dan Tanggung jawab :

Membantu tugas tenaga ahli pada bidang pekerjaan masing-masing


Tenaga Penujang terdiri dari :
1. Surveyor : 3 orang
Lingkup tugas surveyor ini yaitu membantu tenaga ahli dalam rangka
melaksanakan, mencari serta menyusun data-data survey baik itu
data primer maupun sekunder terkait penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu Kabupaten Gorontalo.
2. CAD / Cam Operator (STM/DIII)
3. Administrasi/ Operator Komputer (SMA/SMK/DIII)

2.7Jadwal Penugasan Tenaga Ahli


Dalam pelaksanaan pekerjaan, konsultan telah menyusun jadwal penugasan tenaga
ahli untuk menyelesaikan pekerjaan RTBL ISIMU pada Tahun Anggaran 2015.
Adapun jadwal penugasan ini dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini :
Jadwal Penugasan Tenaga Ahli
N
o
1
2
3
4
5
1
2
3

Personil
Tenaga Ahli
Ari
Djatmiko
(Team
Leader)
Yuyus
Mulya
(Ahli
Arsitektur)
Agus Widodo (Ahli Sipil)
Yuyun
Mulyani
(Ahli
Lingkungan)
Eko Dani Suherlan
(Ahli
Ekonomi
Pembangunan)
Asisten Tenaga Ahli
Andri Budiman
(Ass. Ahli Arsitektur)
Dodi Rodiat (Ass. Ahli Sipil)
Pramudianto Adi Nugroho
(Ass. Ahli Lingkungan)

Dur
asi
5
5
5
4
3
5
5
4

Bula
nI

Bula
n II

Bulan
III

Bulan
IV

Bula
nV

BAB 3 KUALIFIKASI TENAGA AHLI

PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU

Anda mungkin juga menyukai