Metodologi Penelitian RTBL
Metodologi Penelitian RTBL
PERUSAHAAN
PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU
USULAN TEKNIS|1
1.
2.
3.
4.
5.
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
Penyusunan
Kota Cimahi
RTBL
Cireundeu Tata
Lingkungan
Penyusunan
Kota Cimahi
RTBL
Alun-Alun Tata
Lingkungan
Penyusunan Peraturan
Kawasan
Perkotaan
(BANPROV 2012)
Zonasi
Tata
Plered
Lingkungan
Kota Cimahi
Kota Cimahi
Kabupaten
Purwakarta
Penyusunan
RDTR
dan
Tata
Peraturan
Zonasi
Kawasan
Lingkungan
Strategis KTM
Bangka Selatan
Kabupaten
Sukabumi
Kontrak
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
Jl. RD.Demang
Hardjakusumah
Gedung C LT.2
Cimahi
02/SP/RTBLAlun/PPK/DPU/201
3
PSDKP
Sukabumi
Kabupaten
23 Desember 23 Desember
2013
2013
113.575.000
23 Desember 23 Desember
2013
2013
427.700.000
06 Desember 06 Desember
2013
2013
159.956.500
15 Desember 15 Desember
2013
2013
96.186.000
24 Desember 24 Desember
2013
2013
25 Oktober 2013
Jl.
Kolonel
Dinas Cipta Karya dan
02.14/SPPP/DCKT
Singawinata
Tata Ruang
Kab.
R/VII/2013 08 Juli
No. 116 Telp.
Purwakarta
2013
201078
Komp.
Perkantoran
Terpadu
Pemerintah
Kab,
Bangka
Selatan
Gunung Namak
Toboali
123.475.000
02 / SPK / RDTR /
DPU / APBD /
2013
17 Oktober 2013
Komp.
027/954.1/PSDKPPerkantoran
Cimaja, Jl Raya 2013
Cisolok Km. 11 10 Oktober 2013
Pelabuhan Ratu
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
6.
Penyusunan
Rencana Detail
Tata
Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Lingkungan
(RDTRK) Kecamatan Naringul
7.
Kabupaten
Cianjur
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
Tata
Lingkungan
Kec, Sukra
Kontrak
Bappeda
Kab,Indramayu
027/180.d/fisikBappeda/2012
Jl. Letjen S.
Parman No. 15 004.SP/ISK/VII/20
Indramayu
12
460.437.000
12 desember 12 desember
2012
2012
209.385.000
21 Desember 21 Desember
2012
2012
167.500.000
03 November 03 November
2012
2012
103.276.000
12 November 12 November
2012
2012
10 Juli 2012
8.
9.
10.
11.
12.
Penyusunan/Review
Perkotaan Banyumas
Tata
RDTR Lingkungan
Tata
Lingkungan
Tata
Lingkungan
Tata
RDTR
Kawasan
PErkotaan Lingkungan
Purawakarta Kab, Purwakarta
Kec, Banyumas
Kab, Solok
Kabupaten
Bandung Barat
379.670.000
11 November 11 November
2012
2012
Kab, Purwakarta
Jl.
K.K 02.1/SPPP/DCKTR/
Dinas Cipta Karya
VII/2012
Singawinata
dan Tata Ruang
No. 116
13 juli 2012
414.720.000
10 Desember 10 Desember
2012
2012
Kab,
Utara
Buton Dinas
Umum
Ruang
Pekerjaan Jl.
Wakaka
dan
Tata Komplek
Perkantoran
Bumi SaraEa
503/03/KTRK/RDT
RDAU/PUBUTUR/VII
/2012
276.815.000 8
Oktober 8
Oktober
2012
2012
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
Penyusunan
Dokumen
Final Tata
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Lingkungan
dan
Pulau-pulau
kecil
Kabupaten Sumbawa
14.
Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Tata
Kota
Lama
Koridor
Jalan
Lingkungan
Sudirman
dan
Sekitarnya
Bukittinggi
15.
Penyusunan
Perdesaan
(Agropolitan)
Zonasi
RDTR
Kawasan
Pangalengan Tata
dan
Peraturan Lingkungan
Kabupaten
Sumbawa
Kota Bukittinggi
Kab. Bandung
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
Kulisusu
13.
Kontrak
23 Juli 2012
Jl.
Tukad 455c/SPPJK/BPSPL
Kementrian Kelautan
Batanghari No. .02/IV/2011
dan Perikanan
98 A Denpasar 6 April 2011
Jalan
Ombilin 24/SPK/PEMBNO.
169 DPU/VII-2011
Belakang Balok
22 Juli 2011
Bukitinggi
75.100.000
02 September 02 September
2011
2011
423.921.300
18 Desember
18 Des 2011
2011
227.256.000
6 Dec 2011
6 Dec 2011
83.473.000
14 Juli 2010
14 Juli 2010
399.850.000
9 Dec 2010
9 Dec 2010
159.500.000
23 Okt 2009
23 Okt 2009
650/95/SP.KONTR
Dinas
Perumaha, Jl.
Raya AK/RDTR.PANGAL
Penataan Ruang dan Soreang
Km. ENGAN/TR/VIII/20
11
Kebersihan
17 Soreang
9 Agustus 2011
Kab.
Barat
Bandung
Jl.
Raya 600/36/KRK/RPD/
Dinas Cipta Karya dan
Batujajar
Km. DCKTR/IV/2010
Tata
Ruang
Kab.
3.5
Kab.
Bandung Barat
Bandung Barat 15 April 2010
16.
17.
Kab. Sumbawa
Kementrian Kelautan
Tukad 919b/SPPJK/BPSPL
dan
Perikanan Jl.
Batanghari No. .02/VII/2010
Denpasar
98 A Denpasar 13 Juli 2010
18.
Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Tata
Kecamatan
Lubuk
Linggau Lingkungan
Utara I
Kota
Lubuklinggau
Bappeda
Lubuklinggau
Kota
19.
20.
2
Penyusunan
Lembang
Revisi
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
RDTRK Tata
Lingkungan
Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Tata
Kadungora
Lingkungan
Kab.
Barat
Bandung
Kab. Sukabumi
Kontrak
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
Jl.
Pesanggrahan
Komplek Ke-PuAn
No.
03
Palabuhanratu
TR.01-06/PPKRDTR.KB/DPU/X/2
009
224.273.000
13 Desember
13 Des 2009
2009
315.698.000
31 Des 2009
31 Des 2009
02 Oktober 2009
Kab. Garut
215.990.000
20 April 2008
20 April 2008
22.
Penyusunan
Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan Tata
(RTBL) Kawasan Cihampelas Lingkungan
Kota Bandung
Kota Bandung
Distarkim
Jawa Barat
345.457.000
2 Sept 2008
2 Sept 2008
23.
Penyusunan
Rencana
Tata
Detail
Tata
Ruang
(RDTR) Tata
Kecamatan
Sumberjaya Lingkungan
Kabupaten Majalengka
Kab. Majalengka
195.789.000
24 Okt. 2008
24 Okt. 2008
Kab Musirawas
Jl.
Pembangunan
/SPPBJ/PUCK/
Dinas PU Cipta Karya Komplek
2008
dan Tata Ruang
Pemkab
Musi
31 Juli 2008
Rawas
Lubuklinggau
286.000.000
27 Des 2008
27 Des 2008
164.986.800
22 Okt. 2008
22 Okt. 2008
21.
24.
25.
Penyusunan
Rencana Detail
Tata
Tata Ruang (RDTR) Kota Muara
Lingkungan
Beliti Kabupaten Musirawas
Penyusunan
Rencana Detail Tata
Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lingkungan
Nyalindung
Kabupaten
Sukabumi
Provinsi
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
Kontrak
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
SUkabumi
458Jl.
Iskandar PA/1.06.01/SPK/IX/
Muda Meureudu 2008
Aceh
26 Sept 2008
241.430.000
24 Des 2008
24 Des 2008
194.249.000
13 Nop 2007
13 Nop 2007
Kab. Sukabumi
050/06/Pj.PK/RDT
Dinas Tata Ruang Kab. Jl. Siliwangi No.
R/PRKSLK/XI/
Sukabumi
59Sukabumi
2007
185.377.500
19 Des. 2007
19 Des. 2007
Kab. Karawang
Dinas
Cipta
Kab. Karawang
146.025.000
12 Nop. 2004
12 Nop. 2004
128.804.000
02 Juli 2013
02 Juli 2013
Bappeda
Sukabumi
Komplek
027/04.KPA.
Perkantoran
SDA/2008
Jajaway
Pelabuhan Ratu
17 Juli 2008
Sukabumi
269.285.000
14 Nop 2008
14 Nop 2008
350.240.000
18 Dec 2010
18 Dec 2010
26.
Penyusunan
Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Tata
Perkotaan Meuredu Kabupaten Lingkungan
Pidie Jaya Banda Aceh
Kabupaten Pidie
Bappeda
Jaya
Banda
Pidie Jaya
Aceh
27.
Penyusunan
RDTR
Kawasan
Tata
PKW
Kadipaten
(Lanjutan)
Lingkungan
Kabupaten Majalengka
Dinas
Kab. Majalengka dan
Wilayah
28.
29.
Penyusunan
RDTR
Karawang BWK 2 dan 3
Kota Tata
Lingkungan
30.
Perencanaan
Detail
Cibanteng
(2.5
HA)
Kabupaten Sukabumi
Situ
Di ARSITEKTUR
31.
Penyusunan
Kajian
Sumber Sipil /
Daya Air Kabupaten Sukabumi
Keairan
32.
Kabupaten
Sukabumi
Sipil Kabupaten
Sukabumi
Penyusunan
Disparbudpora
Telematika
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten
Sukabumi
Kabupaten
Kabupaten
Jl.
Jend.
Dinas
Pariwisataan,
SudirmanKebudayaa,
Jajaway
Kepemudaan
dan
Palabuhanratu
Olahraga
Sukabumi
055/SP/Konsult/Db
ase/Disparbudpor
a/2010
18 Agustus 2010
Bidang
Pekerjaan
Lokasi
Kontrak
Nama
Alamat/
Telepon
No./ Tgl
Nilai
Kontrak
BA Serah
Terima
10
Jl.
Noenoeng
520/537/SPP/
Dinas Pertanian Kota Tisnasaputra
Kons-GIS/2008
Tasikmalaya
No.
5
28 Juli 2008
Tasikmalaya
280.000.000
26 Nop. 2008
356.500.000
6
Desember 6
Desember
2012
2012
130.000.000
11 September 11 September
2012
2012
317.317.000
28 Des 2011
379.775.000
6
Nopember 6
Nopember
2012
2012
475.300.000
1 Des 2011
33.
34.
Jl.
Dins Perikanan dan Wastukencana
Kelautan Prov, Jabar
No.
17
Bandung
1393/DPK/.07/PL.
420/VII/2012
Jl.
Dinas Perikanan dan Wastukencana
Kelautan
No.
17
Bandung
1116/DPK.07/PL.4
20/VI/2012
Penyusunan
Blue
Print
Pengembangan
Investasi Ekonomi
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten
Sukabumi
BPPT
Sukabumi
Kab. Cianjur
35.
36.
37.
38.
Kota Tasikmalaya
Kabupaten
Jl.
Raya
Cibolang Km 7
Sukabumi
Jl.
Raya
Bandung No.
65
Karang
Tengah Cianjur
10 Juli 2012
12 Juni 2012
027/2076/SPKBPPT/2011
26 Nop. 2008
28 Dec 2011
28 Sept 2011
050/27.46./SetBapp/VII/2012
9 Juli 2012
PBJ.05/ZRKPP/Bap
p/VII/2011
5 Juli 2011
1 Des 2011
2
3
Pengguna Jasa
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kota Cimahi
Nilai Kontrak
Rp 123.475.000
No. Kontrak
02/SP/RTBL-Crd/PPK/DPU/2013
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
10
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitektur
Ahli Arsitektur
c.
Ahli Lingkungan
Ahli Lingkungan
d.
b.
2
3
Pengguna Jasa
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kota Cimahi
Nilai Kontrak
Rp 113.575.000
No. Kontrak
02/SP/RTBL-Alun/PPK/DPU/2013
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
10
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Posisi
a.
Keahlian
Ahli Arsitektur
Ahli Arsitektur
c.
Ahli Lingkungan
Ahli Lingkungan
d.
b.
2
3
Pengguna Jasa
Tarkimsih Kab.Sukabumi
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kab.Sukabumi
Nilai Kontrak
Rp 408.155.000
No. Kontrak
06/PPK-RDTR/TR/TARKIMSIH/2013
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
Ahli Geografi
Ahli Geografi
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Hukum
Ahli Hukum
4. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRK) Kecamatan Naringul
2
3
Pengguna Jasa
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRK) Kecamatan Naringul
1.
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kab.Cianjur
Nilai Kontrak
Rp 460.437.000
No. Kontrak
600/103-SP/PPK-TR/Distarkim
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Geografi
Ahli Geografi
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Sipil
Ahli Sipil
b.
2
3
Pengguna Jasa
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Indramayu
Nilai Kontrak
Rp 209.385.000
No. Kontrak
027/180.d/fisik-Bappeda/2012.004.SP/ISK/VII/2012
Waktu Pelaksanaan
:
:
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Geografi
Ahli Geografi
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Sipil
Ahli Sipil
b.
2
3
Pengguna Jasa
Penyusunan RDTRK
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Nilai Kontrak
Rp 379.670.000
No. Kontrak
03/SPMK/RDTRK-Cihampelas/DCKTR/2012
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Geografi
Ahli Geografi
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Sipil
Ahli Sipil
b.
2
3
Pengguna Jasa
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kabupaten Purwakarta
Nilai Kontrak
Rp 414.720.000
No. Kontrak
02.1/SPPP/DCKTR/VII/2012
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
10
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Geografi
Ahli Geografi
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Sipil
Ahli Sipil
b.
Pengguna Jasa
:
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
2
3
Penyusunan RDTRK
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Nilai Kontrak
Rp 276.815.000
No. Kontrak
503/03/KTRK/RDTR-DAU/PUBUTUR/VII/2012
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
10
Orang Bulan
Orang Bulan
a.
Orang Bulan
Indonesia
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Lingkungan
Ahli Lingkungan
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
b.
9. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Kota Lama Koridor Jalan Sudirman dan Sekitarnya Bukittinggi
Pengguna Jasa
1.
Penyusunan RDTR
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kota Bukitinggi
Nilai Kontrak
Rp 423.921.300
No. Kontrak
24/SPK/PEMB-DPU/VII-2011
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
10
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
c.
Ahli Lingkungan
Ahli Lingkungan
d.
Ahli Ekonomi
Ahli Ekonomi
e.
Ahli Sipil
Ahli Sipil
b.
10. Penyusunan RDTR Kawasan Perdesaan Pangalengan (Agropolitan) dan Peraturan Zonasi
2
3
Pengguna Jasa
Membuat laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir pekerjaan sesuai dengan jadwal
waktu pengerjaan
Lokasi Proyek
Kabupaten Bandung
Nilai Kontrak
Rp 227.256.000
No. Kontrak
650/95/SP.KONTRAK/RDTR.PANGALENGAN/TR/VIII/2011
Waktu Pelaksanaan
Alamat
Negara Asal
9
Orang Bulan
Orang Bulan
Indonesia
a.
Orang Bulan
Orang Bulan
b.
Orang Bulan
Orang Bulan
Keahlian
Ahli Arsitek
Ahli Arsitek
Ahli Lingkungan
Ahli Lingkungan
d.
Ahli Ekonomi
BAB 2
Ahli Ekonomi
PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU
Sasaran
Sasaran dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Isimu adalah :
a. Tersusunnya acuan umum desain, seperti : perancangan lingkungan kota, peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata
bangunan, sistem sirkulasl dan jalur penghubung, ruang terbuka dan tata hijau, dan seterusnya;
b. Tersusunnya panduan pengembangan rancangan dan detail rencana rancangan
c. Tersusunnya program pembiayaan;
d. Tersusunnya panduan pengendalian pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan;
Referensi Hukum Pelaksanaan Kegiatan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) sesuai dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
Konsultan memahami bahwa penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:
(a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
(b) Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
(c) Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(d) Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang;
(e) Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung;
(f) Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup;
(g) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;
(h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(i) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
(j) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung
(k) Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
(l) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di KawasanPerkotaan;
(m)Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
(n) Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(o) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
(p) Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan
Lingkungan;
(q) SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
(r) Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan;
(s) Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada Kabupaten/Walikota tempat
lokasi studi; dan
(t) Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi.
Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan, konsultan pahami sebagai lingkup kegiatan dari rangkaian kegiatan penyusunan RTBL dari proses awal hingga
akhir, yang secara sekuensial menjelaskan tahapan pelaksanaan pekerjaan. Dalam Kerangka Acuan Pekerjaan lingkup kegiatan
disebutkan terdiri dari 7 kegiatan pokok sebagai berikut :
(a) Survey Lokasi dan Pendataan;
(b) Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan;
(c) Penyusunan Konsep Bangunan dan Lingkungan;
(d) Penyusunan Rencana Umum dan Panduan Rancangan ;
(e) Penyusunan Rencana Investasi;
(f) Penyusunan Ketentuan Pengendalian Rencana; dan
(g) Penyusunan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
1.
Tahapan Kegiatan
Tahapan pekerjaan, konsultan pandang sebagai rangkaian sekuensial kegiatan yang dikelompokkan dalam kelompok kegiatan besar
dikaitkan dengan target antara yang ditetapkan. Pelaksana diwajibkan merinci kegiatannya agar dicapai keluaran yang sesuai dengan
KAK. Selain itu, Pelaksana diwajibkan secara aktif melakukan koordinasi dengan Tim Teknis di Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan, DJCK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Instansi Teknis terkait di tingkat kota sehingga dapat dicapai keluaran yang
memadai, dengan dimungkinkan pula untuk melakukan konsultasi dengan instansi pemerintahan di tingkat lokal (kecamatankelurahan).
Dalam KAK dijelaskan 15 tahapan pekerjaan dengan penjelasan sebagai berikut.
a.
b.
Penjelasan sistem koordinasi antara penyedia jasa dengan tim teknis yang terdiri dari unsur Pemerintah dan SKPD terkait.
c.
e.
f.
i.
Rencana Investasi;
(Bupati/Walikota) yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan Draft Akhir dan ditandatangani bersama oleh kepala
daerah (Bupati/Walikota), Tim Teknis Pusat dan Daerah serta Tim Tenaga Ahli Konsultan RTBL.
k.
l.
Rencana Investasi;
Ke-37 kegiatan tersebut secara proses merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama oleh tim konsultan dengan
kelompok kerja dari Pemerintah Kabupaten yang didalamnya mencakup kegiatan penyusunan materi RTBL dan kegiatan diskusi
bersama antara berbagai pemangku kepentingan baik pada level individu dalam masyarakat, kelompok masyarakat, pemerintah
Provinsi hingga pemerintah pusat yaitu Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Secara sekuensial kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya dibagi dalam empat tahapan pekerjaan dengan rincian sebagai berikut :
TAHAP PERSIAPAN
1. Koordinasi internal tim : metodologi dan rencana kerja
2. Rapat koordinasi awal di Gorontalo (kick off meeting)
3. Review Kebijakan dan Program Daerah : positioning wilayah perencanaan dan inventarisir program-program daerah untuk
wilayah perencanaan
4. Penyusunan Design Survey
5. Pembahasan Laporan Pendahuluan
TAHAP ANALISIS DAN PERUMUSAN KONSEP
6. Diskusi Internal dengan Tim Teknis
7. Survey awal : orientasi dan identifikasi potensi masalah
8. Survey bersama dgn instansi di daerah
9. Identifikasi Potensi dan Masalah Wilayah Perencanaan dan Deliniasi Kawasan Perencanaan
10. Survey Rinci pada Kawasan Perencanaan (bangunan, infrastruktur, status lahan, wawancara)
11. Kompilasi dan Analisis Data
12. Perumusan potensi, masalah dan kebutuhan penanganan
13. Penyusunan Konsepsi Program Bangunan dan Lingkungan
14. Perumusan sistematika peraturan walikota tentang RTBL
15. Perumusan daftar kegiatan dan lokasi pembangunan tahun pertama
16. Perumusan Indikatif Rencana Umum dan Panduan Rancangan
Analisis Intensitas Bangunan, dengan menggunakan kriteria terukur dan tdk terukur; dan
Analisis untuk menentukan prioritas program pembangunan dilakukan terhadap masing-masing elemen rancang RTBL
dengan menggunakan metode SWOT.
d. Materi rancangan Bab I pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu: Program Bangunan dan Lingkungan;
e. Materi rancangan Bab II pada Sistematika Dokumen RTBL, yaitu: Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
f.
Draft Sistematika Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi.
Diserahkan selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima hari) kalender sejak Laporan Pendahuluan diserahterimakan dan disetujui oleh
Tim Teknis/Penilai.
3) Laporan Draft Akhir, memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Seluruh materi dalam sistematika dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang
Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:
-
Rencana Investasi;
Rencana Investasi;
Diserahkan selambat-lambatnya 16 (lima belas hari) kalender sejak Laporan Draft Akhir diserahterimakan dan disetujui oleh Tim
Teknis/Penilai.
5) CD Laporan Akhir, Gambar Perspektif / Ilustrasi (3D) dan Eksekutif Summary, diserahkan bersamaan dengan Laporan Akhir
6) Draft Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Terkait dengan sasaran pencapaian dan lingkup kegiatan, setiap laporan-laporan tersebut berisikan progres report pada setiap tahapan
kegiatan. Sebagai penjelasan lebih lanjut, pada gambar berikut dapat dijelaskan keterkaitan lingkup kegiatan dengan sistem pelaporan
sebagai representasi dari progres dan hasil yang telah dicapai pada setiap tahapan.
mata ditujukan melalui pendekatan teknis melalui perancangan rencana tapak dan pengaturan bangunan dan lingkungan, tetapi juga
perlu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya keenam tenaga ahli dan kelima asisten tersebut dapat dijelaskan pada tabel berikut :
No
Pendidikan
Minimal
S2 Perencanaan Wilayah Kota /
Urban Design
S1 Arsitek
S1 Teknik Sipil
S1 Ekonomi
S1 Teknik Lingkungan
D3 Arsitektur
D3 Teknik Sipil
D3 Teknik Lingkungan
Bidang Keahlian
2
3
4
5
Ahli
Ahli
Ahli
Ahli
Tenaga Penunjang :
Surveyor
CAD/CAM Operator
Administrasi / Operator Komputer
Arsitektur
Sipil
Ekonomi Pembangunan
Teknik Lingkungan
Pengalaman Kerja
Minimal
5
5
5
5
5
3
3
3
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
3 Tahun
1 Tahun
1 Tahun
KEGIATAN
BULAN
1
2
3
4
5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Persiapan
Survey Pendahuluan
Penyusunan
Laporan
Pendahuluan
Survey/Pengumpulan/Klar
ifikasi Data Lapangan
Analisis Data
Penyusunan
Laporan
Antara
Penyusunan
Laporan
Draft Akhir
Penyusunan
Laporan
Akhir
Penyusunan Ranperda
Presentasi
Sesuai dengan waktu pelaksanaan dan rencana kerja, Konsultan Perencana diwajibkan untuk menyusun matrik pelaksanaan kegiatan
secara rinci dengan mencantumkan seluruh item pekerjaan, keterlibatan para tenaga ahli dan waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan masing-masing items pekerjaan serta keluaran dari masing-masing kegiatan.
Terhadap
RTBL
dan
Dasar-dasar
Bagian berikut akan membahas landasan teoritis mengenai kawasan perkotaan itu sendiri. Pengertian kota dapat ditinjau dari beberapa
lingkup yaitu :
a. Secara Geografis : Kota adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun (built up area) yang lebih padat
dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Secara geografis kota berlokasi pada suatu lokasi strategis.
b. Secara Fisik: Kota merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh struktur binaan (man made structure).
c. Secara demografis: Kota adalah wilayah dimana terdapat konsentrasi penduduk yang jumlah dan tingkat
kepadatannya lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya.
d. Secara Statistis: Kota merupakan suatu wilayah yang besaran atau ukuran penduduknya sesuai dengan batasan atau
ukuran kriteria kependudukan kota.
e. Secara Sosial : Kota merupakan suatu wilayah di mana terdapat kelompok kelompok sosial masyarakat yang bersifat
beragam (heterogen) - tradisional-modern; formal - informal; maju terbelakang.
f. Secara Ekonomi : Kota adalah suatu wilayah di mana terdapat kegiatan usaha masyarakat yang sangat beragam
(heterogen) dengan dominasi sektor kegiatan non pertanian atau sektor kegiatan primer seperti perdagangan, industri,
pelayanan jasa, perkantoran , perangkutan dll. Pada kehidupan kota terdapoat suatu sirkulasi dan mobilitas finansial
yang tinggi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
g. Secara Administratif : Kota merupakan suatu wilayah kewenangan pemerintahan yang dibatasi oleh suatu garis
batas kewenangan administrasi pemerintahan yang ditetapkan berdasarkan Undang Undang.
Perkembangan dan pertumbuhan kota pada dasarnya merupakan konsekwensi dari berbagai perubahan sosial budaya,
sosial ekonomi dan politik. Salah satu faktor yang sangat kuat.
2.2.1 Apresiasi Terhadap Pemahamanan RTBL
Dalam hirarki perencanaan, mengacu pada peraturan perundangan (Undang-Undang Tata Ruang dan Kepmen 327/2002 tentang
pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau disebut juga sebagai
Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) mempunyai kedalaman rencana pada peta 1 : 1.000.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dikenal pula sebaga Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan merupakan penjabaran dari
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan berupa rencana geometrik pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan yang disusun
untuk perwujudan ruang Kawasan Perkotaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan kota.
Dalam hal Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan belum ada, maka Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan ini akan
diturunkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah kota melalui proses penentuan kawasan perencanaan.
Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan / Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. berisikan rumusan tentang rencana tapak
pemanfaatan ruang kawasan; pra rencana teknik jaringan utilitas yang berisikan arahan letak dan penampang air bersih, air hujan, air
limbah, gas, listrik, telepon dan sampah; pra rencana teknik jaringan jalan berisikan arahan letak dan penampang jaringan jalan; pra
rencana teknik bangunan gedung berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur lingkungan bangunan dan gedung; pra rencana
teknik bukan bangunan gedung.
Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dilakukan bagi lingkungan yang mempunyai sifat
khusus sehingga diperlukan pengaturan khusus dan bersifat final (misalnya kawasan konservasi, kawasan tepi air/waterfront city,
permukiman di atas air, lingkungan bersejarah/urban heritage, dl). Dalam hal pengembangan yang bersifat individual dan tidak
mempunyai hal yang spesifik untuk ditangani secara khusus, maka dapat digunakan Rencana Umum atau Rencana Detail dengan
menggunakan standar teknik yang sudah baku dan umum digunakan.
A. Fungsi Rencana
75B
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berfungsi untuk mewujudkan keselarasan dan keserasian bangunan dengan bangunan,
bangunan dengan prasarana dan lingkungannya, serta menjaga keselamatan bangunan dan lingkungannya.
Maksud
Sebagai dokumen panduan umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan tata bangunan dan
lingkungan dari suatu kawasan tertentu baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Tujuan
Sebagai dokumen pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu
lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi:
i. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
ii. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik;
iii. Perwujudan pelindungan lingkungan, serta;
iv. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.
Manfaat
i. Mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini;
ii. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah;
iii. Melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung;
iv. Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan;
v. Mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/kawasan;
vi. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/
kawasan yang berkelanjutan;
vii. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pascapelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua
hasil pembangunan.
C. Dasar Hukum
77B
1)
c.
Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan perkotaan hingga pedestrian dan jalan setapak, perparkiran, halte
dan penyeberangan;
d.
Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan perkotaan;
e.
Rencana ruang hijau dan penghijauan.
2)
Ketentuan letak dan penampang bangunan gedung dan bangunan bukan gedung;
Ketentuan letak dan penampang jaringan pergerakan;
Ketentuan letak dan penampang jaringan utilitas lingkungan perkotaan;
Ketentuan sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketinggian bangunan, elevasi,
bentuk dasar bangunan, selubung bangunan, pertandaan, bahan bangunan, dan ketentuan bangunan lainnya.
3)
E. Proses Perencanaan
79B
sosial-kependudukan
prospek pertumbuhan ekonomi
daya dukung fisik & lingkungan
aspek legal konsolidasi lahan
daya dukung prasarana dan
fasilitas lingkungan
kajian aspek historis kawasan
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan
untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau,
fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan
prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru.
Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai
pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep
dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan.
Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang
tengah berlangsung.
b.
Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan,
serta dapat mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan konteks kawasan perencanaan.
Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada
kawasan perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi kegiatan pembangunan kawasan/lingkungan
yang memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik.
ii. Terbuka kemungkinan untuk mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang menangani gugatan kepada
pemilik, pengelola, dan/atau pengguna atas penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungannya.
d. Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pembangunan. Setiap anggota masyarakat atau pemangku
kepentingan (stakeholders), terutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan pembangunan, memiliki akses dan
kesempatan yang sama untuk berkiprah.
Visi Pembangunan,
d. Mengarahkan indikasi program dan desain
penataan yang tepat pada tiap sub
Konsep Perancangan
bagian kawasan yang direncanakan.
Struktur Tata Bangunan dan
2.2.7 Tahap Perumusan dan
Pengembangan Perancangan
Lingkungan
Konsep Komponen
Perancangan Kawasan
Blok-blok Pengembangan
Kawasan dan Program
KOMPONEN RANCANGAN
struktur peruntukan lahan
intensitas pemanfaatan lahan
tata bangunan
sistem sirkulasi & jalur
STRUKTUR PERUNTUKAN
LAHAN
penghubung
sistem ruang terbuka & tata hijau
tata kualitas lingkungan
sistem prasarana & utilitas
lingkungan
Panduan Rancangan)
ketentuan
rancangan
tata
umum
dalam
mewujudkan
layak
huni,
berjati
diri,
Umum ini bermanfaat untuk:
a. Memberi arahan lugas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar dari perancangan tata bangunan dan lingkungan.
b. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan (3dimensional) sebagai model penerapan seluruh arahan materi pokok
rencana tata bangunan dan lingkungan.
c. Memudahkan pengembangan desain sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah ditetapkan.
d. Memudahkan pengelolaan, pengendalian pelaksanaan dan pengoperasian kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter
lingkungan yang telah ditetapkan.
e. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak baik, terarah dan terukur pada suatu kawasan yang direncanakan.
f.
Mencapai integrasi elemen-elemen desain yang berpengaruh pada suatu perancangan kawasan.
INTENSITAS
PEMANFAATAN
LAHAN
KOMPONEN
PENATAAN
KDB
KLB
KDH
KTB
TDR
TATA BANGUNAN
KOMPONEN PENATAAN
pengaturan blok lingkungan
pengaturan kaveling
pengaturan bangunan
pengaturan ketinggian &
elevasi lantai bangunan
INTENSITAS
KOMPONEN PENATAAN
KDB
PEMANFAATAN
KLB
LAHAN
KDH
KTB
TDR
SISTEM SIRKULASI
DAN JALUR PENGHUBUNG
KOMPONEN PENATAAN
jaringan jalan & pergerakan
sirkulasi kendaraan umum
sirkulasi kendaraan pribadi
sirkulasi kendaraan umum informal setempat
pergerakan transit
parkir
jalur servis lingkungan
sirkulasi pejalan kaki & sepeda
jalur penghubung terpadu
SISTEM
RUANG
KOMPONEN PENATAAN
TERBUKA
ruang
terbuka
umum
DAN TATA
HIJAU
ruang terbuka pribadi
ruang terbuka pribadi untuk umum
pepohonan & tata hijau
bentang alam
jalur hijau
KOMPONEN PENATAAN
PANDUAN RANCANGAN
SIMULASI RANCANGAN TIGA DIMENSI
ATURAN DASAR
Aturan wajib
Aturan anjuran utama
Aturan anjuran
4.
Panduan
Rancangan
dari
masingmasing
materi
Rencana
Umum
dengan
(i)
Peruntukan Lahan;
(ii)
Intensitas Pemanfaatan Lahan;
(iii) Tata Bangunan;
(iv) Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung;
(v)
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau;
(vi) Tata Kualitas Lingkungan, meliputi: Tata Identitas Lingkungan dan Tata Orientasi Lingkungan;
(vii) Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan;
(viii) Pelestarian Bangunan dan Lingkungan.
(2) Substantif, adalah:
(a) Berkelanjutan (sustainable), Penetapan panduan detail yang dapat mendorong perwujudan kawasan yang
berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
(b) Membentuk/memperkuat karakter dan identitas suatu tempat
Penetapan elemen-elemen rancang kawasan yang memfasilitasi interaksi ruang sosial sebagai identitas satuan
ruang/bangunan berskala mikro secara terukur.
(c)
Mengaitkan dengan struktur ruang makro Penetapan panduan detail materi Rencana Umum secara integral
dengan lingkungan sekitarnya pada skala yang lebih luas.
(d) Kemudahan pengendalian dan pengelolaan
Penetapan panduan detail yang memudahkan pengelolaan
dan pengendalian pelaksanaan Rencana Umum serta mengarahkan pihak-pihak yang berkepentingan.
(3)
ii.
Normatif, adalah: Mengacu pada peraturan ketatakotaan: penetapan panduan detail yang selalu merujuk
pada aturan tata ruang dan bangunan gedung yang berlaku.
Aturan-aturan Dasar Pentingnya panduan dalam RTBL dipertegas dengan pemberlakuan aturan dasar yang meliputi
aturan wajib, aturan anjuran utama dan aturan anjuran, beserta pendelegasian kewenangan untuk memutuskan
keterlibatan desain dalam konsep penataan kawasan, serta mengontrol implementasi atas aturan dasar tersebut.
(1) Aturan Wajib Merupakan aturan yang disusun menurut peraturan tata kota dan bangunan gedung setempat atau
pun aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai dengan Visi Pembangunan yang ditetapkan.
Aturan ini bersifat mengikat dan wajib untuk ditaati/diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan Aturan Wajib ini dapat
dilakukan sebagian pada jenjang tertinggi, yaitu Gubernur/Walikota/Bupati sebagai kepala daerah setempat,
sedangkan sebagian lainnya dapat dilakukan pada jenjang Kepala Dinas teknis setempat. Aturan ini meliputi:
(a) Seluruh aturan yang wajib diikuti, dengan kewenangan pemberlakuan pada jenjang tertinggi seperti
Gubernur/Walikota/ Bupati adalah:
(i) Peruntukan Lahan;
(ii) Luas Lahan dan Batas Lahan;
(iii) Koefisien Dasar Bangunan (KDB);
(g) Perletakan dan rencana papan informasi pertandaan (signage), pagar dan pembatas;
(h) Utilitas bangunan dan lingkungan.
Prinsip-prinsip penetapan Aturan Anjuran Utama adalah:
(a) Berorientasi pada pengaturan teknis bangunan dan lingkungan demi tercapainya integrasi keseluruhan bagian
kawasan perencanaan;
(b) Berorientasi pada aspek
kemampuan daya dukung (supply side) dari lokasi setempat, bukan pada aspek
tuntutan kebutuhan (demand side);
(c) Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas pelaksanaan program,
kemungkinan fleksibilitas perancangan, serta peluang manfaat yang akan dicapai (opportunity).
(3) Aturan Anjuran Merupakan aturan yang disusun menurut kesepakatan desain yang disesuaikan dengan visi
kawasan dan para pemangku kepentingan terkait sehingga bersifat mengikat serta dianjurkan untuk ditaati atau
diikuti. Aturan ini meliputi:
(a) Kualitas lingkungan, meliputi organisasi fungsi, kaitan fungsi, sirkulasi pejalan kaki mikro, dan sirkulasi moda
transportasi.
(b) Kualitas visual, meliputi estetika, gubahan bentuk, kinerja arsitektural, tata informasi (signage), bahan/
material dan warna bangunan.
(c) Kualitas Lingkungan, meliputi pencahayaan, sirkulasi udara, tata hijau dan ruang terbuka, kepentingan umum,
dan aspek sosial-budaya.
Prinsip-prinsip penetapan Aturan Anjuran adalah:
(a) Berorientasi pada hasil kesepakatan bersama seluruh pemilik dan pemegang hak atas tanah;
(b) Melibatkan pertimbangan peran masyarakat dan mengakomodasikan aspirasi berbagai pihak termasuk
masyarakat pengguna dan pemangku kepentingan, yang dijaring dari mekanisme berbagai partisipasi
masyarakat untuk mendapatkan keputusan terbaik, seperti melalui sayembara, dengar pendapat publik (public
hearing), kesepakatan desain secara publik (public design charette), review desain secara publik (public design
review), dan pendapat tim ahli bangunan gedung;
(c) Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas pelaksanaan program,
kemungkinan fleksibilitas perancangan, serta peluang manfaat yang akan dicapai (opportunity).
b.
Simulasi Rancangan Tiga Dimensional Gambaran mengenai simulasi penerapan seluruh konsep RTBL, perancangan
bangunan dan lingkungan pada tiap kaveling/blok pengembangan, dan gambaran keseluruhan simulasi rancangan pada
kawasan perencanaan; termuat di dalamnya seperti batasan/ambang volume dan sosok bangunan yang diizinkan dalam suatu
2.2.10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program, misalnya melalui mekanisme perijinan
mendirikan bangunan;
b.
Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif, dis-insentif, hak pengalihan intensitas bangunan,
hak bangunan di atas tanah / di bawah tanah;
c.
Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penatalaksanaan / manajemen pelaksanaan bangunan;
d.
Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program (baik yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
maupun keterlibatan masyarakat dalam pengawasan), serta pengenaan sanksi (berupa teguran, pencabutan ijin, perdata
maupun pidana).
Dalam hal terjadi perubahan fungsi lingkungan sebagai akibat dari dinamika perkembangan perkotaan yang cukup tinggi, maka
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang bersangkutan ditetapkan dengan persetujuan DPRD dalam bentuk Peraturan Daerah. Hal
ini selanjutnya menjadi masukan bagi peninjauan kembali dan penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota/Kabupaten.
Tabel Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang Lingkungan Perkotaan
Rencana Tapak Pemanfaatan Ruang Lingkungan Perkotaan
Materi Yang Diatur
Tata letak bangunan gedung dan bukan gedung, tata letak bukan bangunan; serta
tata letak jaringan pergerakan serta utilitas yang terutama akan dibangun,
sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan,
koefisien daerah hijau, koefisien tapak basement, sempadan jalan, daerah milik
jalan, daerah manfaat jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik utilitas, daerah
manfaat utilitas, daerah pengawasan utilitas
Kedalaman materi
Pengelompokan
Materi
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi V (100 250
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VI (50 100
m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VII (dibawah
50 m2);
Petak peruntukan dan penggal jalan dengan petak klasifikasi VIII (rumah
susun/flat);
Sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan,
koefisien daerah hijau, koefisien tapak basement.
a.
Penggunaan dan Massa Bangunan;
Bangunan rumah, rumah toko, rumah kantor, rumah susun,
apartemen, prasarana dan sarana perumahan lainnya;
Bangunan pasar, toko, toserba, toko swalayan,
supermarket, hipermarket, mal, prasarana dan sarana
perdagangan lainnya;
Bangunan pabrik, gudang, pelataran penimbunan,
prasarana dan sarana industri lainnya;
lainnya;
Bangunan panti asuhan, panti werda, dan bangunan sosial
lainnya;
Bangunan kantor pemerintah, niaga, dan bangunan
perkantoran lainnya;
Bangunan terminal penumpang, bangunan terminal
Kedalaman materi
Pengelompokan materi
Ketentuan Letak dan Penampang (Pra Rencana Teknik) Bangunan Bukan Gedung
Materi yang diatur
Kedalaman materi
Geometris pra detail engineering design bangunan bukan gedung pada setiap
petak peruntukannya.
Pengelompokan materi
Kedalaman materi
Pengelompokan materi
Penampang dan letak koordinat jaringan jalan untuk setiap ruas jalan, yang
meliputi :
Penampang tiga dimensi jalan;
Letak koordinat;
Elevasi;
Bentuk dasar jaringan;
Daerah Milik Jalan;
Daerah Manfaat Jalan;
Daerah Pengawasan Jalan.
Geometri pra detail engineering design jaringan jalan.
Kedalaman materi
PENGELOMPOKAN MATERI
Aspek-aspek Perencanaan
a. Program bersifat jangka menengah, minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, serta mengindikasikan investasi untuk berbagai
macam kegiatan, yang meliputi: tolok ukur/kuantitas pekerjaan, besaran rencana pembiayaan, perkiraan waktu pelaksanaan dan
kesepakatan sumber pendanaannya.
b. Meliputi investasi pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah daerah/pusat (dari berbagai sektor), dunia usaha/swasta, dan
masyarakat.
c. Menjelaskan pola-pola penggalangan pendanaan, kegiatan yang perlu dilakukan khususnya oleh Pemda setempat, sekaligus
saran/alternatif waktu pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
d. Menjelaskan tata cara penyiapan dan penyepakatan investasi dan pembiayaan, termasuk menjelaskan langkah, pelaku, dan
perhitungan teknisnya.
e. Menuntun para pemangku kepentingan dalam memperoleh justifikasi kelayakan ekonomi dan usulan perencanaan lingkungan
dengan memisahkan jenis paket berjenis cost recovery, noncost recovery, dan pelayanan publik.
2.
Kesepakatan bentuk Kerja Sama Operasional (KSO) yang menyangkut pola investasi antara lain dapat berbentuk: Build Operate
and Transfer (BOT), Build Own Operate and Transfer (BOOT), dan Build Own and Operate (BOO).
Pada prinsipnya pola Kerja Sama Operasional ini dapat dilakukan oleh 3 (tiga) pihak, yaitu pemerintah, swasta dan/atau
masyarakat (penghuni kawasan).
3. Pemilihan alternatif pola KSO dengan mempertimbangkan beberapa aspek kesepakatan kontrak dengan pemangku kepentingan,
sebagai berikut:
a. Jangka waktu kontrak harus cukup untuk pengembalian hutang dan memberikan keuntungan yang disesuaikan dengan risiko
kepada para investor.
b. Permintaan akan layanan dijamin oleh otoritas pemerintah (badan yang mengontrak).
c. Jaminan kerja sama berkaitan dengan minimalisasi risiko pembangunan, risiko pengembangan lingkungan, risiko kredit
pembiayaan, risiko operasional, risiko politik, dan risiko keadaan pasar, serta pertimbangan dukungan pemerintah.
d. Fasilitas akan ditransfer (diserahkan) kepada pemerintahdan sebagai milik pemerintahpada akhir periode kontrak. Kontrak
harus menyebutkan secara jelas bagaimana proses pengalihan pemilikan dilakukan dan keharusan pihak swasta untuk
menyiapkan fasilitas yang akan diserahterimakan. Sektor pemerintah harus menyiapkan unit kelembagaan untuk menangani
pemindahtanganan ini.
e. Di saat pengakhiran kontrak, sering kali terdapat penyediaan layanan untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilaksanakan untuk
memastikan terjadinya transisi yang mulus dalam manajemen.
Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan, termasuk kesepakatan wewenang dan
kelembagaan.
Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk setiap pemangku kepentingan.
Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan dan tanggung jawab para pemangku
kepentingan.
5
Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek (fisik, sosial dan ekonomi), perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian di
lapangan.
Penjaminan atas hak tanah dan hak pakai Hak dan kewajiban berbagai
pelaku Penggunaan yang diizinkan dan yang terlarang Pemeliharaan
kondisi properti Pengelolaan dan penataan lansekap, ruang terbuka, dan
fasilitas umum/fasilitas sosial Pembangunan tanpa izin (pembangunan liar)
Pemeliharaan ruang terbuka dan fasilitas umum lingkungan Pembiayaan
pemeliharaan dan perbaikan Penegakan hukum (law enforcement)
pengelolaan
DAN
dan
PELAYANAN
Pelayanan
Manajemen
teguran/sanksi/denda
dan
bonus/insentif/disinsentif/imbalan
PERATURAN
KHUSUS
PEMBAHARUAN/
PERBAIKAN: Peraturan Pembaharuan Aset
PERATURAN
LINGKUNGAN:
Lingkungan
KHUSUS
Peraturan
81B
Perubahan Paradigma dalam Penataan Ruang di Indonesia Pasca UU 26 Tahun 2007 dan Hal Pokok yang diatur di
dalamnya
82B
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang baru diberlakukan membawa perubahan yang cukup signifikan dalam proses penataan
ruang. Beberapa hal mendasar yang berubah antara lain : matra laut dan ruang bawah tanah yang diatur dalam penataan ruang,
hirarki dan kedalaman rencana tata ruang, jangka waktu perencanaan hingga 20 tahun untuk semua jenjang rencana, pengaturan
pengendalian yang cukup jelas melalui zoning regulation, insentif dan disisentif, pemberian sanksi hukum, dan sebagainya.
Berikut hal-hal menonjol yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 :
1.
Penataan Ruang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang Nusantara yang Aman, Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan.
2.
Perwujudan Tujuan Penataan Ruang dilakukan dengan Strategi Umum seperti Penyiapan Kerangka Strategis
Pengembangan Penataan Ruang Nasional dan Strategi Khusus berupa Penyiapan Peraturan Zonasi, Pemberian Insentif dan
Disinsentif, Pengenaan Sanksi, dan lain-lain.
3.
Produk perencanaan tata ruang tidak hanya bersifat Administratif akan tetapi juga mengatur perencanaan tata ruang
yang bersifat Fungsional dan di klasifikasikan ke dalam Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang.
4.
Penataan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dilakukan secara Berjenjang dan Komplementer
sehingga saling melengkapi satu dengan yang lain, bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam
penyelenggaraannya.
5.
Undang-undang Penataan Ruang telah mengakomodasi perkembangan lingkungan strategis seperti pengaturan Ruang
Terbuka Hijau (Rth) di Perkotaan dan Daerah Aliran Sungai (DAS), Standar Pelayanan Minimal (SPM), integrasi penataan ruang
Darat, Laut, dan Udara, Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan Perdesaan, dan Aspek
Pelestarial Lingkungan Hidup.
6.
Untuk menjamin pelaksanaan UU Penataan Ruang yang tertib dan konsisten telah diatur Ketentuan Peralihan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Kelembagaan Penataan Ruang.
Dengan telah diakomodasikannya berbagai isu strategis penataan ruang di dalam UU Penataan Ruang, diharapkan nantinya
penyelenggaraan penataan ruang dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna.
Strategi Implementasi
a)
Penerapan prinsip-prinsip komplementaritas dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang RTRW Kabupaten/Kota dan
RTRW Provinsi.
b)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dapat dijadikan acuan pembangunan, sehingga RTRW harus memuat arah
pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.
c)
Pemanfaatan ruang harus mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas ruang.
d)
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
dan pengenaan sanksi.
e)
Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang.
84B
Pembagian Kewenangan yang lebih Jelas antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, sebagaimana terlihat pada skema berikut :
85B
Pada awalnya penyusunan rencana kota di Indonesia telah diatur melalui Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kota. Mengingat peraturan perundang-undangan yang telah ada belum dapat menampung tuntutan perkembangan
pembangunan, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 mengenai Penataan Ruang. Tata ruang yang
dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Mengacu pada UU No 24 Tahun 1992, jenis rencana tata ruang dibedakan menurut hirarki adminstrasi pemerintahan, fungsi wilayah
serta kawasan, dan kedalaman rencana. UU No. 26 Tahun 2007 membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap produk rencana
tata ruang, yaitu bukan hanya berdasar pada wilayah administrasi saja, tetapi dapat didasarkan pada fungsional dari suatu kawasan.
Setiap tingkatan rencana tata ruang tersebut memiliki cakupan wilayah perencanaan yang berbeda dengan maksud yang berbeda
pula.. Dengan berlakunya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka acuan penataan ruang di Indonesia haruslah mengikuti
UU No. 26 Tahun 2007. Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang kota tersebut selalu mengacu kepada kebijakankebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional,
regional hingga kebijakan pembangunan kota itu sendiri.
Substansi rencana tata ruang biasanya dibedakan dari yang sangat makro sampai ke sangat rinci. Pada masa Undang-Undang Penataan
Ruang No. 24 tahun 1992 maupun UU No. 26 Tahun 2007, judul tidak mencerminkan substansi. Pada masa sebelum Undang-Undang No.
24 tahun 1992 maupun UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, judul baik dari RTR tingkat wilayah dan RTR di tingkat kawasan,
judul jenis RTR sangat mencerminkan substansi atau isi.
Tingkat kedalaman pengamatan atau skala rencana sangat dipengaruhi oleh isi dan produk dari setiap jenis RTR. Pada skala mana isi
dan produk tersebut dapat diamati dasar-dasar penyusunannya di lapangan dan kemudian dapat ditampilkan dengan baik agar
manfaatnya dapat tercapai.
Gambar D.1 Jenis dan Hirarki Produk Rencana berdasarkan UU No 26 Tahun 2007
Di dalam penjelasan UU Penataan Ruang No. 24/1992 pasal 19 maupun UU No. 26 Tahun 2007 tingkat ketelitian rencana disesuaikan
dengan perundang-undangan yang mengatur peta wilayah. Namun demikian tingkat dalam penjelasan pasal 19 ini adalah tingkat
ketelitian dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat ketelitian yang dimaksud/diminta adalah tingkat ketelitian minimal.
Pengertian minimal ini untuk skala peta dikandung arti bahwa suatu rencana tata ruang dapat digambarkan dalam peta wilayah
berskala yang lebih besar.
Tingkat Ketelitian Rencana sesuai Perundang-Undangan Peta Wilayah
Pra UU PR No. 24/1992
Jenis/jenjang
SNPPTR
RSTRP
RUTRD
Skala Peta
1 : 1.000.000
1 : 250.000
RUTR Perkotaan
1 : 50.000
RUTRK
RDTRK
RTRK
1 : 10.000
1 : 5.000
1: 1.000
1 : 1.000/50.000
UU PR No. 24/1992
UU PR No. 26/2007
Jenis/jenjang
Skala Peta (minimal)
RTRW Nasional
1 : 1.000.000
RTRW Provinsi
1 : 250.000
RTRW kab/kot
1 : 1.000/ 50.000
RTR-K perkotaan
RTR-K pedesaan, RTR
Rinci
Pendekatan Administratif
Secara administratif batas wilayah pesisir kearah daratan sangat tergantung dengan batasan tingkat pemerintahan yang akan
digunakan, yaitu meliputi desa atau kecamatan. Sedangkan batas ke arah laut, mengacu kepada UU No. 22 Tahun 1999, yaitu untuk
Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari batas Propinsi. Wilayah perencanaan ini dapat merupakan satu kawasan pada satu batas
administratif pemerintahan, maupun wilayah perencanaan yang melintas batas wilayah administratif (antar kabupaten/kota dan
antar propinsi).
Pendekatan eko-biogeogragis
Wilayah perencanaan yang didasarkan atas karakteristik eko-biogeografis dilihat dari kondisi ekologi, biologi beserta ekosistem
wilayah (darat dan laut) bersama semua jenis biota yang hidup didalamnya serta kondisi geografis yang menentukan faktor alam
yang membentuk dan mempengaruhi evolusi dan perubahan wilayah tersebut.
Proses penyusunan yang didasarkan pada Kepmen Kelautan dan Perikanan ini dilakukan dengan 3 pertimbangan, yaitu ekologis, sosial,
dan ekonomi, dimana diarahkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
87B
Insentif dan insentif merupakan instrumentasi yang efektif sebagai upaya untuk mengatuf pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang kota. Kedudukan insentif dan disinsentif sebagai perangkat penataan ruang akan diatur melalui PP Penatagunaan
tanah (RPP. Pasal 28). Pada pasal tersebut disebutkan bahwa insentif diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang secara sukarela
melakukan penyeduaian penggunaan lahan (Pasal 28 ayat 2), sedangkan disinsentif dikenakan kepada pemegang hak atas tanah
yang belum melaksanakan penyesuaian penggunaan tanahnya (Pasal insentif dan disinsentif 28 ayat 3)
Penyediaan fasilitas kredit pemeliharaan bangunan untuk bangunan heritage yang digunakan untuk kegiatan komersial
Disinsentif fiskal berupa penetapan biaya IMB yang tinggi untuk rumah tinggal di kawasan yang direncanakan sebagai kawasan
perdagangan dan jasa
Insentif pajak misalnya tax holiday selama 10 tahun bagi investasi di bidang kemaritiman di suatu KAPET
Insentif pajak misalnya diskon pajak bea masuk bagi peralatan industri yang ada di kawasan industri
Disinsentif pajak berupa pengenaan pajak perusahaan bagi jenis kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan rencana guna lahan
Disinsentif pajak berupa pengenaan PBB yang tinggi bagi jenis kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan rencana guna lahan di
suatu kawasan kota
88B
Apresiasi Tentang Aspek Urban Design dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Suatu perencanaan kota menyeluruh yang produknya lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang masih
terbatas pada lingkup dua dimensional, masih akan memerlukan penjabaran lebih lanjut di dalam usaha implementasinya.
Suatu rencana induk kota memang telah merupakan suatu pedoman dasar umum di dalam pembangunan kota. Tetapi dalam kaitannya
dengan implementasi rencana, masih diperlukan penjabaran lebih lanjut sehingga akan tersedia suatu pedoman pelaksanaan rencana
kota. Dalam hubungan ini maka pengembangan dan pengisian selanjutnya dari suatu rencana kota adalah mutlak apabila rencana itu
akan dilaksanakan secara nyata.
Selanjutnya sebagai suatu pedoman dalam pengisian rencana terperinci, akan dikenal pula rencana khusus yaitu yang menyangkut
perencanaan suatu daerah tertentu dengan suatu fungsi kegiatan tertentu. Kontribusi Urban design dalam hal ini adalah terutama pada
pengisian suatu rencana induk kota yang tertuang di dalam suatu rencana terperinci. Didalam proses penyusunan rencana induk
sebagai rencana umum kota, seharusnya aspek urban design sudah diperhitungkan. Hal tersebut dilakukan agar suatu rencana induk
dapat diterjemahkan lebih mudah kedalam bentuk rencana yang lebih rinci, atau dengan kata lain pendetailan rencana umum (dua
dimensi) ke dalam rencana tiga dimensi akan sinkron.
Suatu daerah dengan kegiatan fungsional yang bermotif ekonomis, seperti daerah perdagangan, perindustrian, perkantoran, dll, akan
memberikan bentuk, jenis, ukuran serta kesan lingkungan yang berbeda dengan daerah yang bermotif non ekonomis seperti daerah
perumahan. Adanya berbagai macam kegiatan fungsional dengan motivasi, kepentingan serta kebutuhan lokasi yang berbeda-beda
akan menyebabkan timbulnya pengelompokkan dari struktur-struktur bangunan dan sarana kota yang khas sesuai dengan kebutuhan
fungsi-fungsi tersebut. Secara keseluruhan keadaan ini akan terwujud dalam suatu bentuk tata ruang, baik secara pengertian kawasan
maupun secara tiga dimensional. Kenyataan dasar inilah sebenarnya yang akan merupakan titik tolak Urban Design, seperti yang akan
dibahas lebih lanjut pada bagian ini.
89B
London Wingo (1969), mengemukakan bahwa urban design merupakan bagian dari perencanaan kota yang menyangkut segi estetika
yang akan menentukan keteraturan bentuk kota tersebut. Dalam pengertian yang lebih luas, Urban Design dapat diartikan sebagai
suatu pendekatan terpadu yang berkaitan dengan usaha-usaha pemecahan masalah pembangunan kota dan daerah dari segi design.
Lingkup utamanya adalah dalam skala yang luas dengan penekanan khusus pada kesan-kesan kota yang dikaitkan dengan pola,
struktur serta perkembangan kebutuhan teknologi komunikasi dan pergerakan serta juga dengan aspek perkembangan kehidupan
manusia. Dari pembatasan lingkup pengertian di atas, jelas bahwa urban design merupakan suatu bagian penting dari keseluruhan
proses perencanaan.
Pada urban design pemikiran mengenai suatu kegiatan fungsional kota tidak lagi hanya terbatas kepada lingkup dan dimensional
seperti peruntukkan tata guna lahan, tetapi sekaligus juga memikirkan dan menjabarkan bagaimana secara tiga dimensionil hal
tersebut akan diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Jadi urban design akan merupakan salah satu
pernyataan atau perwujudan fisik dari suatu rencana kota. Urban design dengan sendirinya akan merupakan produk dari suatu
kebutuhan kegiatan fungsional perkotaan.
Lingkup peninjauan urban design akan mencakup aspek perencanaan yang tidak terbatas hanya pada bangunan secara individual atau
bangunan individual beserta lingkungan di sekitarnya saja, tetapi juga merupakan pemikiran yang mencakup lingkup bangunanbangunan sebagai suatu kelompok di atas suatu lahan serta dalam hubungannya dengan lingkungan fisik sekitarnya. Didalam
perencanaan kota, pengetahuan urban design akan memberikan kemampuan :
a.
Mengembangkan perencanaan kota yang menyeluruh dan lengkap kedalam perencanaan terperinci (detail plan).
b.
Meningkatkan kesadaran akan skala dan proporsi ruang yang sering kurang memadai apabila hanya terbatas pada peninjauan
secara dua dimensional saja.
c.
Untuk mengembangkan cara atau alat untuk menjembatani suatu rencana induk kota, yang masih bersifat umum ke
perencanaan segi engineering.
d.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah kebutuhan ruang secara lebih rasional dan konkrit sesuai dengan kondisi dan
batasan daerah perencanaan.
e.
Memberikan cara pengintegrasian dalam suatu kelompok inter disiplin, karena urban design menyangkut berbagai disiplin
keahlian yang ada kaitannya dengan perencanaan kota dan design.
90B
Suatu perencanaan kota menyeluruh yang produknya lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang masih
terbatas pada lingkup dua dimensional, masih akan memerlukan penjabaran lebih lanjut di dalam usaha implementasinya.
Suatu rencana induk kota memang telah merupakan suatu pedoman dasar umum di dalam pembangunan kota. Tetapi dalam kaitannya
dengan implementasi rencana, masih diperlukan penjabaran lebih lanjut sehingga akan tersedia suatu pedoman pelaksanaan rencana
kota. Dalam hubungan ini maka pengembangan dan pengisian selanjutnya dari suatu rencana kota adalah mutlak apabila rencana itu
akan dilaksanakan secara nyata.
Selanjutnya sebagai suatu pedoman dalam pengisian rencana terperinci, akan dikenal pula rencana khusus yaitu yang menyangkut
perencanaan suatu daerah tertentu dengan suatu fungsi kegiatan tertentu. Kontribusi Urban Design dalam hal ini adalah terutama pada
pengisian suatu rencana induk kota yang tertuang di dalam suatu rencana terperinci. Didalam proses penyusunan rencana induk
sebagai rencana umum kota, seharusnya aspek urban design sudah diperhitungkan. Hal tersebut dilakukan agar suatu rencana induk
dapat diterjemahkan lebih mudah kedalam bentuk rencana yang lebih rinci, atau dengan kata lain pendetailan rencana umum (dua
dimensi) ke dalam rencana tiga dimensi akan sinkron.
91B
Profesor Kevin Lynch dari Massaachusetts Institute of Technology, telah mengemukakan lima elemen dasar lingkungan. Pada
ahakekatnya kelima elemen ini merupakan alat atau instrumen untuk mengenal suatu bentuk kota (urban form) serta arsitekturnya
sebagai komponen lain bentuk kota tersebut. Adapun kelima elemen tersebut adalah :
a.
Path (jalan) : merupakan jaringan pergerakan dimana manusia akan bergerak dari suatu tempat ke tampat lain. Path ini
akan terdapat di dalam berbagai kota, baik kecil maupun besar. Path akan merupakan kerangka dasar dari suatu kota. Jaringan ini
juga akan menentukan bentuk, pola dan bahkan struktur fisik suatu kota.
b.
District(kawasan), suatu kota merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional. Komponen-komponen kegiatan
fungsional tersebut meliputi : Wisma (perumahan), Karya (daerah tempat kerja), Marga (pergerakan), Suka (rekreasi) dan
Penyempurna (kawasan kegiatan pelayanan soaial dan kebutuhan sprituil). Pada umumnya, kegiatan fungsional tersebut akan
memusat pada kawasan-kawasan tertentu pada suatu kota.
Pemusatan ini didasarkan pada orientasi utama, kepentingan serta peranannya di dalam suatu kota. Adakalanya kawasan
fungsional tertentu ini tidak begitu jelas perbedaannya dengan kawasan fungsional lainnya. Terlebih lagi pada kota-kota di
Indonesia, dimana kawasan perdagangan misalnya, umumnya terbaur dengan tempat tinggal. Hal ini sering menyulitkan untuk
memberikan batasan secara pasti. Selanjutnya pengelompokan kawasan dengan suatu fungsi kegiatan tertentu ini merupakan
suatu district dari suatu kota.
d.
Edges(batasan) : merupakan pengahiran dari suatu distrik atau kawasan tertentu. Memang sangat sulit untuk melihat
suatu batas yang jelas antara suatu kawasan dengan suatu kegiatan fungsional tertentu ke kawasan dengan suatu kegiatan
fungsional lainnya bersifat kontinu dan tidak terasa secara tajam. Batasan jelas dapat dilihat apabila ada perubahan nyata dari
suatu kawasan yang terdiri dari struktur buatan dengan kawasan yang masih alamiah. Perubahan keadaan fisik dari kawasan yang
berbeda ini dinamakan edge.
e.
Landmark (penonjolan); merupakan suatu struktur fisik yang paling menonjol dan menjadi perhatian dari suatu kota
atau lingkungan tertentu. Penonjolan dari suatu landuse lebih diartikan dari segi struktur fisiknya dan bukan dari segi fungsinya.
Suatu landmark dapat merupakan suatu struktur fisik yang dominan dan menonjol di antara struktur-struktur fisik lainnya dan dapat
dilihat dari jarak yang jauh, seperti suatu monumen, menara, bangunan besar, bangunan khas, dll.
Landmark ini merupakan suatu elemen fisik yang sangat penting bagi suatu kota karena akan merupakan suatu orientasi bagi
penduduk kota atau pendatang, atau dapat merupakan salah satu indikator fisik suatu kota tertentu. Suatu landmark yang baik
adalah suatu struktur fisik yang menonjol dari lingkungan sekitarnya tetapi tetap merupakan bagian yang harmonis dari
keseluruhan lingkungan tersebut.
f.
Nodes(titik pemusatan kegiatan); suatu node adalah suatu titik pemusatan kegiatan fungsional dari suatu kota. Node ini
sering pengertiannya dikaitkan dengan landmark. Keduanya merupakan suatu ciri kota yang menonjol yang dapat berperan sebagai
orientasi. Perbedaannya terletak pada kegiatan fungsional yang ada di sekitarnya serta didalamnya. Jadi suatu node dapat pula
sekaligus sebagai landmark, misalnya suatu attraksi Pelabuhan yang mempunyai struktur bangunan yang menonjol. Namun
demikian, suatu landmark sebernarnya tidak selalu merupakan suatu node, tergantung pada sifat dari kegiatan pada area tersebut.
dapat pula diartikan sebagai proses yang wajar dimana masyarakat terutama yang kurang beruntung mempengaruhi atau
mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka (Deepa Narayan 1995) dan sebagai suatu bentuk
keterlibatan penduduk dalam proses pengambilan keputusan, dalam pelaksanaan program dan membagi manfaat dari program, dan
terlibat dalam evaluasi program (Cohen and Uphoff 1977).
Dalam partisipasi ini terdapat beberapa tipologi. Setidaknya ada 7 tipologi yang dikenal, yaitu pasif, memberikan informasi, konsultasi,
insentif materi, fungsional, interaktif, dan mobilisasi masal.
Pasif
Partisipasi pasif merupakan suatu bentuk keterlibatan masyarakat yang dilakukan jika disuruh, atau
diceritakan apa yang sedang terjadi. Informasi yg disebarluaskan dari bentuk ini semata-mata adalah
milik profesional.
Memberikan Informasi
Merupakan bentuk partisipasi yang dilakukan dengan menjawab pertanyaan, dimana keterlibatan
tersebut tidak mempengaruhi hasil atau terlibat dalam cek keakurasian informasi
Konsultasi
Suatu bentuk dimana masyarakat dikonsultasikan. Pihak profesional adalah pihak yang berperan
dalam mendefinisikan persoalan dan solusi. Dalam bentuk ini jika terdapat masukan berarti dari
masyarakat tinggal dimodifikasi saja.
Insentif Materi
Suatu bentuk partisipasi dimana dilakukan dengan menyediakan kompensasi. Pada bentuk ini
peserta tidak ada kepentingan setelah kompensasi berakhir
Fungsional
Merupakan partisipasi yang dilakukan dengan membentuk kelompok untuk mencapat tujuan proyek.
Kelompok ini umumnya tergantung pada inisiator luar dimana terdapat kemungkinan bersifat self
dependent.
Interaktif
Pada tipologi ini partisipasi adalah hak, dan bukan sebagai cara mencapai tujuan proyek. Dalam
tipologi ini peserta terlibat dalam analisis bersama, rencana tindak dan penguatan institusi lokal
Mobilisasi Masal
Merupakan bentuk partisipasi yang dilakukan dengan mengambil inisiatif independent terhadap
pengaruh eksternal
Dari kesemua tipologi yang telah dikemukakan tersebut, pada intinya dalam partisipasi terdapat suatu pembelajaran tidak hanya pada
masyarakat saja tetapi terhadap semua stakeholders yang terkait. Pembelajaran yang diperoleh di sini sangat beragam sesuai dengan
kapasitas masing-masing, mulai dari sekedar ingin tahu sampai dengan partisipasi secara aktif.
Proses pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman sampai saat ini masih cenderung bersifat top_down, dimana peran
pemerintah masih sangat dominan. Pada perencanaan level makro seperti RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten/Kota, mekanisme top_down
ini dirasakan masih memungkinkan, mengingat substansi dari rencana tersebut lebih pada strategi serta arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang. Namun untuk rencana pada level mikro seperti Rencana Detail, termasuk RTBL, perlu dilakukan proses bottom_up
mengingat interaksi dan aspirasi dari masyarakat akan lebih diperlukan.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam rencana penataan ruang (spatial plan) maupun rencana pembangunan (development plan)
sampai saat ini masih sangat pasif, tidak lebih dari sekedar dimintai konsultasi yang diwakili oleh DPRD. Padahal esensinya, masyarakat
dalam pengertian ini adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum, bukan DPRD.
Keterlibatan pasif masyarakat dalam proses perencanaan yang dalam hal ini berupa public input yang belum efektif serta tidak
menciptakan komunikasi dua arah yang lebih interaktif. Dilihat dari proses perencanaan, bentuk keterlibatan masyarakat tidak
dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana berlangsung tidak efektif karena
dilakukan bukan pada tahap awal tetapi pada saat keputusan untuk merencanakan ditetapkan.
Demokratisasi dalam rencana pembangunan dan pengembangan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat untuk menentukan sendiri
tingkat keterlibatannya diperlukan agar perencana dapat lebih luwes untuk menyiapkan pendekatan perencanaan dan teknik
metodologi yang paling tepat untuk digunakan untuk masing masing kasus, serta teknik peranserta yang akan dipilih.
Oleh karenanya, siapa yang harus terlibat secara lebih aktif dalam tahap selanjutnya, serta siapa yang harus ikut dalam kerja sama
dalam penelitian dan pengembangan, bantuan tenaga ahli, dan bantuan dana, ditentukan bersama-sama dengan masyarakat sejak
awal proses. Penunjukkan kalangan tertentu dari masyarakat yang lebih siap oleh masyarakat itu sendiri menjadi dasar pembangunan
kepercayaan masyrakat.
Berkaitan dengan upaya pengembangan permukiman prioritas, partisipasi ini hendaknya menjadi bagian dalam keseluruhan proses,
mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian dimana di dalamnya terdapat kegiatan pemantauan. Selain itu
juga hendaknya mencakup keseluruhan aspek kehidupan dan penghidupan, mulai dari ekonomi, sosial budaya, kelembagaan,
operasionalisasi kawasan, sampai pada bagaimana memanagemen kawasan permukiman tersebut.
a) Manfaat Pendekatan Partisipatif
Pendekatan partisipatif digunakan untuk memperoleh urutan prioritas pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai
stakeholders untuk melengkapi peta potensi yang sudah dihasilkan. Selain melalui penyebaran kuesioner dan wawancara,
pendekatan participatory ini juga dilakukan dengan melaui pembahasan-pembahasan/ seminar-seminar untuk mengkaji lebih
lanjut hasil analisis yang dibuat. Manfaat penggunaan pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai
kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk semua pihak. Keuntungan lainnya yang akan
diperoleh adalah jaminan kelancaran implementasi hasil kajian ini di kemudian hari.
b) Stakeholder dalam Perencanaan Partisipatif
Stakeholder apabila diterjemahkan secara umum dapat diartikan sebagai pemegang keputusan. Menurut World Bank
Participation Sourcebook, stakeholder adalah mereka yang terpengaruh oleh suatu hasil implementasi kebijakan baik secara
negatif maupun positif, serta mereka yang dapat mempengaruhi hasil implementasi kebijakan tersebut.
Arnold Meltsner (1976) menjelaskan bahwa dalam suatu proses analisa kebijakan, permasalahan yang berkaitan dengan
program / kebijakan tersebut harus dianalisa dalam konteks: aktor-aktor yang terlibat (stakeholders), kepercayaan / pengertian
dan motivasi para aktor tersebut, sumber daya yang dimiliki mereka, serta beberapa variabel lainnya yang berkaitan dengan
tingkat kepentingan para aktor serta kemampuan masing-masing untuk mempengaruhi suatu program / kebijakan. Dari
penjelasan Meltsner ini terlihat bahwa stakeholder dapat didefinisikan sebagai aktor-aktor yang terlibat, memiliki motivasi
tertentu, serta memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu program / kebijakan.
Aktor-aktor penting atau stakeholder secara umum, sesuai dengan teori Good Governance, terdiri dari 3 kelompok utama, yaitu:
Pemerintah (Government), sebagai representatif negara yang memiliki kemampuan-kemampuan legislatif, yudikasi, dan
pelayanan publik, fungsinya menjaga supremasi hukum dan keamanan nasional, menghasilkan program program
kebijakan publik, mengumpulkan dana untuk membiayai pelayanan publik dan infrastruktur, budgeting dan
implementasinya, serta menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
Masyarakat (Civil Society), termasuk didalamnya organisasi-organisasi non-pemerintah (LSM), organisasi professional, grupgrup individu dan semua warga negara, yang fungsinya dalam Good Governance antara lain memobilisasi kelompok
kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan berbagai aktivitas ekonomi dan politik lainnya.
Bentuk peranserta masyarakat yang diindikasikan dalam Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 adalah :
- Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan
- Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah bangunan
- Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang
- Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang
- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana
- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan
- Bantuan tenaga ahli
- Bantuan dana
Swasta (Private Sector), dapat terdiri dari perusahaan-perusahaan dengan berbagai skala, dari yang paling kecil (tradisional)
hingga perusahaan besar / multinasional, termasuk pula BUMN, dan individu yang berusaha.
Ketiga kelompok stakeholder di atas merupakan aktor-aktor yang memiliki kepentingan maupun kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kebijakan, baik dalam penataan ruang maupun pengelolaan lahan perkotaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan partisipatif dalam proses penyusunan RTBL ini dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan kota maupun pengembangan
permukiman dan infrastruktur perkotaan, baik di tingkat kawasan, kota/ kabupaten, maupun propinsi. Hal ini dimaksudkan agar
hasil penyusunan dapat dirasakan dan dimiliki oleh seluruh pemangku kepentingan terkait di daerah khususnya di dalam kawasan
permukiman prioritas.
Pendekatan terhadap kebijakan, peraturan, standar, dan manual serta landasan teori tentang penataan bangunan
Pendekatan terhadap kegiatan perumusan konsep dan penyusunan rencana teknik ruang
Pendekatan yang digunakan untuk masing-masing karakteristik pekerjaan tersebut akan dijelaskan pada bagian sub-bab berikut ini
Dalam proses pengumpulan data dan informasi, pendekatan eksploratif digunakan mulai dari kegiatan inventarisasi dan pengumpulan
data awal, hingga eksplorasi data dan informasi di lokasi studi yang dilakukan. Sifat pendekatan eksploratif yang menerus akan
memungkinkan terjadinya pembaharuan data dan informasi berdasarkan hasil temuan terakhir. Pendekatan eksploratif juga
memungkinkan proses pengumpulan data yang memanfaatkan sumber informasi secara luas, tidak terbatas pada ahli yang sudah
berpengalaman dalam bidangnya ataupun stakeholder yang terkait dan terkena imbas secara langsung dari kegiatan terkait, namun
juga dari berbagai literatur baik dalam bentuk buku maupun tulisan singkat yang memuat teori atau model penanganan kawasan
perkotaan, penanganan lahan perkotaan, dan studi kasus penerapan kebijakan pengembangan kawasan perkotaan yang telah
dilakukan.
Dalam pendekatan eksploratif ini sangat memungkinkan diperoleh informasi-informasi tambahan yang tidak diduga sebelumnya atau
yang tidak pernah dikemukakan dalam teori-teori yang ada. Informasi yang didapat dengan pendekatan ini bisa bersifat situasional dan
berdasarkan pengalaman sumber.
2.3.1.2 Eksplorasi dalam Proses Analisa dan Evaluasi
93B
Eksplorasi dalam proses analisa dan evaluasi dilakukan guna mengelaborasi pokok permasalahan serta konsep-konsep penanganan dan
pengembangan kawasan perkotaan yang ada berikut dukungan regulasi dan kebijakan. Eksplorasi perlu mengaitkan konsep-konsep
teoritis dengan kondisi dan karakteristik permasalahan melalui pendalaman pemahaman terhadap lokasi pekerjaan.
Proses eksplorasi ini akan mengkerucut pada suatu bentuk pendekatan yang konfirmatif dalam menilai keseusaian suatu pola
penanganan lahan industri serta kebutuhan rumusan kebijakan yang dapat mengintervensi permasalahan agar pola penanganan
terpilih dapat diimplementasikan dan mencapai hasil yang optimal.
Dengan penggunaan pendekatan preskriptif ini, diharapkan studi tidak hanya terfokus pada analisa kondisi eksisting, namun juga dapat
memperhatikan potensi implikasi pemanfaatan suatu konsepsi penanganan atau kebijakan.
Mengenali secara nyata kendala yang dihadapi kota dalam proses pembangunan;
Mempertimbangkan eksternalitas;
Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan incremental-strategis. Adapun yang dimaksud rencana
strategis proaktif adalah :
Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan tujuan pembangunan, tetapi cenderung menekankan pada
proses pengenalan dan penyelesaian masalah, yang kemudian dijabarkan pada program-program pembangunan dan alokasi
pembiayaan pembangunan;
Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun eksternal, dengan menyadari bahwa pengaruh faktorfaktor eksternal sangat kuat dalam membentuk pola tata ruang kawasan yang terjadi;
Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa yang akan datang tidak bisa lagi hanya didasarkan pada
perhitungan-perhitungan proyeksi tertentu, akan tetapi sangat dimaklumi bahwa terdapat kemungkinan-kemungkinan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru, faktor-faktor ketidakpastian, serta kejutan-kejutan lain yang terjadi diluar perkiraan semula;
Rencana yang lebih bersifat jangka pendek dan menengah, dengan memberikan satu acuan arah-arah pembangunan kawasan;
Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action).
Kedua jenis pendekatan ini dapat digunakan dalam pekerjaan ini. Perbedaan penggunaannya hanya terdapat pada kesesuaian sifat
pendekatan dengan karakteristik kegiatan yang sedang dilakuakan. Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:
Dalam perumusan konsepsi dan penyusunan rencana kawasan, maka pendekatan incremental-strategis perlu
dikedepankan untuk dapat menghasilkan suatu konsepsi pengembangan yang sifatnya cenderung utopis, namun hal ini memang
disesuaikan dengan kebutuhan perumusan visi-misi dan tujuan pengembangan kawasan yang memiliki kecenderungan untuk
mencapai suatu kondisi yang paling ideal, setidaknya sebagai sebuah target jangka panjang yang perlu diwujudkan
Dalam penyusunan rencana pembangunan, program pentahapan, dan aspek pendukung lainnya, perlu dikedepankan
pendekatan strategis-proaktif untuk dapat menghasilkan suatu produk dokumen rencana yang realistis dan dapat
diimplementasikan sesuai tahapan pelaksanaannya.
Tempat berkumpulnya kelompok manusia (penghuni) dalam rentang waktu yang cukup lama;
Tempat untuk pengembangan perilaku sosial kemasyarakatan/kehidupan manusia yang melakukan interaksi sosial, budaya
maupun ekonomi secara optimal;
Dapat memberi nilai positif terhadap lingkungan sekitarnya dan umumnya terhadap Kawasan Perencanaan;
b. Dari bentuk rancangan tapak, Kawasan Perencanaanharus dapat :
Dari segi ekonomi, pembangunan Kawasan Perencanaanharus dapat dilakukan secara bertahap, ekonomis, serta hasil akhirnya dapat
dinikmati masyarakat pengguna dengan harga terjangkau
Dari segi waktu, perencanaan Kawasan Perencanaanharus memungkinkan fleksibilitas, baik perluasan, perubahan fungsi maupun
variasi penggunaan sesuai dengan kondisi waktu.
Dari segi teknologi, aplikasi perencanaan Kawasan Perencanaandalam pembangunannya harus memungkinkan penggunaan teknologi
maju dalam rancang bangun, tetapi juga harus dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana atau yang sudah ada.
konteks fisik ; klimatologis, geologis, topografis, landuse, bentuk bangunan, pola sirkulasi dan peraturan-peraturan
pemerintah maupun daerah yang terkait
konteks kebudayaan ; tradisi, cara hidup, hubungan sosial, politik, ekonomi, religi, ilmu pengetahuan, keindahan (estetis)
dan teknologi.
b. Sistem manusia
Merupakan kriteria perencanaan yang berhubungan dengan segi non fisik, yang merupakan pendekatan dari segi tingkah laku
(behavior approach) manusia sebagai pemakai dari wujud fisik bangunan.Pada sistem ini tercakup :
Sasaran utama yang akan dicapai dengan konsep-konsep ini adalah menciptakan suasana lingkungan perkotaan yang nyaman, rapi,
aman, terjangkau oleh konsumen pengguna dan tetap peduli terhadap lingkungan.
Sasaran lainnya adalah menciptakan suasana Kawasan Perencanaanini dalam dimensi yang lebih modern, desain bentuk tipikal
bangunan rumah tinggal yang efisien dan efektif serta lingkungan perumahan yang dirancang secara terpadu akan menjadi dinamika
Kawasan Kawasan Perencanaan ini tanpa meninggalkan sifat kekhasannya, yaitu kesederhanaan.
2.4
Pendekatan dan metodologi yang akan digunakan pada dasarnya mencakup tiga tahapan pengerjaan yang meliputi Tahap Persiapan,
Tahap Identifikasi dan Analisis, Tahap Perumusan Rencana, dan Tahap Finalisasi. Keempat tahapan tersebut dijabarkan dalam kegiatankegiatan dan membentuk suatu sistematika pemikiran yang sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut.
No.
Klasifikasi
Data
Fisik Dsar,
Sumber daya
alam dan
Lingkungan
Kependudukan
(trend
perkembangan
dan proyeksi
Data yang
dibutuhkan
Topografi
Geologi
Jenis tanah
Kemiringan lahan
Hidrogeologi
Hidrologi
Jumlah penduduk
Sebaran penduduk
Komposisi penduduk
Mata pencaharian
Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner
Skala data
Sekund
er
Kab
Kec
No.
Klasifikasi
Data
penduduk)
Sosial budaya
Data yang
dibutuhkan
Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner
Sekund
er
Kab
Kondisi sosbud
Pola Partisipasi
Struktur dan
pola
pemanfaatan
ruang
Kegiatan
perekonomian
kabupaten
Jenis
aktivitas
perekonomian
Lokasi
kegiatan
ekonomi
Sektor unggulan
Sektor prioritas
PDRB
Kecenderungan pola
Kec
Pendapatan
Pertumbuhan
penduduk
Kepadatan
Pola pergerakan
Kecenderungan
perkembangan kota
Kebijaksanaan
terkait
Fungsi dan peran
kota
Sektor
unggulan
wilayah sekitar
Sistem regional
Kemampuan
tumbuh dan
berkembang
dalam skala
regional
Skala data
No.
Klasifikasi
Data
Data yang
dibutuhkan
Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner
aktivitas
Kondisi
kegiatan
Pelabuhan
Skala
pelayanan
ekonomi yang ada
7
Transportasi
Fasilitas Umum
dan sosial
Utilitas
Skala data
Sekund
er
Kab
Kec
Fasilitas
peribadatan
Fasilitas pendidikan
Fasilitas kesehatan
Fasilitas
perekonomian
Fasilitas
OR
dan
taman
Sarana
pos
dan
telekomunikasi
No.
Klasifikasi
Data
Data yang
dibutuhkan
Data Persampahan
Data Drainase
Data jaringan listrik
Data
jaringan
telepon
Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner
Skala data
Sekund
er
Kab
10
Pertanahan
Status tanah
Kepemilikan tanah
Data ijin lokasi
11
Kelembaagan
Stakeholder terkait
Pola kelembagaan
Permasalahan
12
Hukum dan
peraturan
Pembangunan
Peraturan terkait
13
Mekanisme
administrasi
management
pembangunan
Sistem perijinan
14
Pembiayaan
pembangunan
Pola pembiayaan
Sumber pembiayaan
15
Kebijaksanaan
terkait
Pembiayaan
pembangunan
16
Data
dan
Kec
No.
Klasifikasi
Data
kepustakaan
Data yang
dibutuhkan
Jenis Survai
Primer
Pengamat Wawancar
an
a/
Lapangan
kuesioner
anggaran
pembangunan
Standar kebutuhan
ruang
Pola kemitraan dan
kerjasama
pembangunan
Pola
manajemen
pertanahan
Paket-paket insentif
dan disinsentif
Skala data
Sekund
er
Kab
Kec
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data infrastruktur dengan cara pengamatan lapangan guna menangkap/ menginterpretasikan
data-data sekunder lebih baik. Disamping itu survai ini dilakukan untuk memperoleh masukan dari para stakeholders terkait mengenai
permasalahan dan kondisi infrastruktur kota yang bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh melalui wawancara maupun
penyebaran kuesioner.
3. Survai Transportasi
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai transportasi kota dengan bentuk survai yang dilakukan adalah:
Pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi dan permasalahan jaringan dan sistem transportasi sehingga dapat
menangkap/ menginterpretasikan data-data sekunder lebih baik
Traffic counting, untuk memperoleh data volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada jalan-jalan utama dan persimpangan
penting.
Pengamatan lapangan untuk mengamati pola penyebaran dan jenis intensitas kegiatan ekonomi tersebut
Wawancara/kuesioner terhadap pelaku aktivitas
Pengumpulan data mengenai sosial kependudukan dilakukan dengan survai primer dan sekunder, dengan materi yang dikumpulkan
adalah data penduduk dan distribusinya, struktur penduduk, serta sosial kemasyarakatan. Untuk pengumpulan data yang bersumber
langsung dari masyarakat akan digunakan wawancara semi-terstruktur. Data yang akan dikumpulkan meliputi jenis data:
Data fakta, yaitu data faktual berupa data demografis dan data status lainnya yang melekat pada masyarakat, baik secara
individual maupun kolektif;
Data sikap, yaitu data mengenai sikap preferensi masyarakat terhadap kondisi dan aspek pelayanan perkotaan, suasana
lingkungan, kebijaksanaan yang berlaku dan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan, dengan berbagai nilai,
seperti suka atau tidak suka, serta puas atau tidak puas;
Data pendapat, yaitu data mengenai pendapat masyarakat terhadap persoalan yang ada pada sistem lingkungan perkotaan.
Pernyataan dari masyarakat mengungkapkan ide serta gagasan masyarakat.
Data perilaku, yaitu data mengenai perilaku dan tindakan yang dilakukan masyarakat secara individu terhadap suatu hal.
Teknik wawancara pada tempat kegiatan masyarakat seperti kampus, jalan, tempat-tempat umum
Masing-masing teknik di atas akan dipergunakan sesuai dengan karakteristik responden, efektivitas dan relevansinya dengan variabel
pertanyaan.
Seperti telah dipaparkan pada Tabel data-data yang dibutuhkan dapat dikelompokan menjadi :
Data biofisik adalah lebih bersifat pada keadaan sumberdaya alamnya yang antara lain:
Letak dan luas wilayah dan kawasan
Topografi dan kemiringan lereng
Geologi, tanah dan geomorfologi
Data iklim, yang meliputi data curah hujan, kelembaban, temperatur udara dan jumlah bulan basah/kering (time series : minimal
10 tahun terakhir).
Data hidrologi.
Keadaan penutupan lahan (hutan, perkebunan, belukar, alang-alang, dll).
Kelembagaan/organisasi masyarakat
Mengelompokan data dan informasi menurut kategori aspek kajian seperti : data fisik dan penggunaan lahan, data
transportasi, data kependudukan dll
Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana dan tidak duplikasi
Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain studi awal sehingga tercipta form-form isian berupa tabeltabel, konsep isian, peta tematik dll
Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-tabel isian dan peta isian tematik
Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian, pembagian, prosentase dsb baik bagi data primer maupun
sekunder
Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian deskriptif penjelasannya ke dalam suatu
laporan yang sistematis per-aspek kajian dan menuangkan informasi kedalam analisis konsep-konsep pengembangan kawasan mikro
dan makro. Termasuk dalam laporan tersebut adalah uraian kebijaksanaan dan program setiap aspek.
2.4.3 Analisis
Kelanjutan dari proses kompilasi dan tabulasi adalah proses analisis. Ada empat hal utama yang perlu dinilai dalam analisis ini yaitu :
a. Analisis keadaan dasar yaitu menilai kondisi eksisting pada saat sekarang;
b. Analisis kecenderungan perkembangan yaitu menilai kecenderungan sejak
masa lalu sampai sekarang dan kemungkinan-kemungkinannya di masa
depan, terutama pengaruh tumbuhnya fungsi baru khususnya pada
pelayanan kabupaten;
c. Analisis sistem serta kebutuhan ruang yaitu menilai hubungan
ketergantungan antar sub sistem atau antar fungsi, dan pengaruhnya
apabila sub sistem atau fungsi baru itu berkembang, serta perhitungan
ruang dalam kawasan sebagai akibat perkembangan di masa depan;
d. Analisis kemampuan pengelolaan pembangunan daerah yaitu menilai
kondisi keuangan Daerah, organisasi pelaksana dan pengawasan
pembangunan, personalia, baik pada saat sekarang maupun yang
diperlukan di masa depan.
Kegiatan analisis ini, secara substansi terbagi menjadi dua yaitu : analisis internal dan analisis eksternal.
Analisis Eksternal menyangkut analisis terhadap kedudukan kawasan dalam konstelasi makro dikaitkan dengan kebijakan pembangunan
Kawasan Perencanaan, baik kebijakan spasial (RTRW) maupun kebijakan sektoral serta analisis terhadap kedudukan kawasan dalam
konteks keruangan makro, yaitu menyangkut aksesibilitas eksternal kawasan dan dukungan infrastruktur terhadap kawasan Kawasan
Perencanaan. Analisis internal tapak terkait dengan kondisi eksisting dari kawasan perencanaan. Analisis internal selalu menjadi aspek
yang penting dalam proses perancangan sebuah tapak. Pertimbangan ini mencakup analisis mikro dan makro iklim, berbagai ekosistem
dan keterkaitannya, hidrologi permukaan, vegetasi dan kondisi bawah tanah permukaan. Semua pertimbangan ini menuntut analisis
dan penelitian yang ekstensif dan mendetail untuk menghasilkan data-data yang akurat. Bagian ini membahas berbagai pertimbangan
yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut di atas.
a. Analisis Topografi
Pada permukaan tapak, topografi merupakan salahsatu faktor yang penting yang harus direncanakan. Lapisan geologi yang
mendasari dan proses erosi alamiah yang berjalan lambat mengakibatkan perbedaan kelandaian permukaan, lembah-lembah,
pegunungan dan perbukitannya. Ciri-ciri topografis ini sangat berpengaruh di dalam menentukan suatu rencana tapak, karena akan
menentukan karakteristik kawasan lahan yang ada.
b. Analisis Klimatologi
Faktor klimatologi (matahari, angin, suhu dan pemandangan) merupakan pertimbangan mendasar dalam menentukan pola atau
tata letak bangunan. Melihat letak geografis Kawasan Perencanaan, faktor klimatologi terutama suhu udara yang relatif sejuk
memberi masukan penting dalam menentukan karakter bangunan. Bukaan (exposure) bangunan terhadap suhu udara yang panas
dan sinar matahari harus diantisipasi oleh desain bangunan, tata letak massa bangunan serta pola vegetasi untuk meredam panas
dan memaksimalkan aliran udara ke dalam bangunan ataupun tapak.
c. Analisis Hidrologis
Analisis hidrologis di kawasan perencanaan sangat penting dan erat kaitannya dalam menentukan karakter dan pola drainase yang
direncanakan. Analisis hidrologis yang tepat diperlukan untuk merencanakan sistem drainase yang baik dan tepat guna
menghindari biaya konstruksi yang mahal.
d. Analisis Aksesibilitas
Aksesibilitas di dalam kawasan memberi pengaruh besar terhadap pembagian blok (cluster) dan tata letak bangunan. Sedangkan
penentuan alur aksesibilitas ini dijabarkan dalam wujud pola jalan. Di dalam tapak telah terdapat rencana jalan umum yang akan
menghubungkan kawasan ke dan dari luar tapak. Dari rencana jalan ini tampaknya akan menjadi titik tolak penentuan entry point
ke dalam kawasan. Bentuk tapak yang ada dan kondisi alamiah tapaknya memberikan satu alternatif dalam penentuan entrance
ke dalam tapak.
e. Analisis Pola Vegetasi
Pola vegetasi yang ada akan mempengaruhi karakter tapak yang akan direncanakan. Jenis pohon/tanaman akan mencerminkan
pula jenis tanah permukaan yang ada. Pola vegetasi ini selanjutnya akan berperan pula dalam perencanaan ruang terbuka dan tata
hijau kawasan.
f.
Kekuatan-kekuatan (strengthness) yang dimiliki kota, yang dapat memacu dan mendukung perkembangan kawasan
Kawasan Perencanaan, misalnya kebijaksanaan-kebijaksanaan pengembangan yang dimiliki, aspek lokasi yang strategis, dan ruang
yang masing tersedia;
Kelemahan-kelemahan (weakness) yang ada yang dapat menghambat pengembangan kota, baik hambatan dan kendala
fisik kawasan maupun non fisik, misalnya kemampuan sumber daya manusia, aspek lokasi, keterbatasan sumber daya alam
pendukung, keterbatasan/ketidakteraturan ruang kegiatan, atau pendanaan pembangunan yang terbatas;
Peluang-peluang (opportunity) yang dimiliki untuk melakukan pengembangan kawasan, berupa sektor-sektor dan
kawasan strategis;
Ancaman-ancaman (threatness) yang dihadapi, misalnya kompetisi tidak sehat dalam penanaman investasi,
pembangunan suatu kegiatan baru atau pertumbuhan dinamis di sekitar kawasan yang dapat mematikan kelangsungan kegiatan
strategis yang telah ada.
Tabel : Matrik Swot
POTENSI
PERMASALAHAN
OS
OW
TS
TW
PELUANG PENGEMBANGAN
O
TANTANGAN PENGEMBANGAN
T
Penduduk merupakan faktor utama perencanaan, sehingga pengetahuan akan kegiatan dan perkembangan penduduk merupakan
bagian pokok dalam penyusunan rencana. Analisis kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan suatu
daerah, sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan dalam memproyeksikan keadaan pada masa
mendatang. Salah satu yang penting dalam analisis penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk
hal tersebut, metoda yang digunakan adalah metoda polinomial regresi.
Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan penggambaran kurva polinomial akan dapat
digambarkan sebagai suatu garis regresi. Cara ini disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini dianggap
penghalusan cara ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi memberikan penyimpangan minimum atas data penduduk masa
lampau (dengan menganggap ciri perkembangan penduduk masa lampau berlaku untuk masa depan).
Teknik ini menggunakan persamaan matematis :
P tx a b
Pt + x
X
a, b
P X
X PX
PX X P
X
Beberapa metoda untuk melakukan analisis tata ruang yang biasa digunakan antara lain seperti diuraikan berikut.
A.
Metoda Aksesibilitas
Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah dalam wilayah perencanaan, ataupun antar
komponen dalam bagian wilayah, sangat menentukan intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk
wilayah, serta struktur tata ruang yang direncanakan.
Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian antar kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah
suatu tempat dapat dicapai dari lokasi lainnya.Pada dasarnya model ini merupakan fungsi dari kualitas prasarana penghubung unit
kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak yang harus ditempuh. Model persamaannya adalah sebagai berikut :
FKT
d
dimana :
= Nilai aksesibilitas
ij
ij
dimana :
A ij = Indeks aksesibilitas
R
E j = Ukuran aktifitas
R
= Parameter
Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas
kawasan yang mungkin untuk dikembangkan, yaitu :
Di = Ai * Hi
R
dimana :
D i = potensi pengembanga di kawasan i
R
Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh potensi seluruh kawasan. Dari potensi keseluruhan ini,
maka potensi relatif masing-masing kawasan terhadap keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui, atau secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
iD
dimana :
D r = potensi pengembangan (relatif)
R
Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada masing-masing kawasan yang potensial adalah dengan
cara mengkalikan hasil proyeksi total penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan :
P i P total x
iD
dimana :
Pi
B.
Metoda Skoring
Metoda ini digunakan untuk menilai tingkat layanan kota sehingga dapat ditentukan potensinya yang dapat menentukan fungsi kota
yang bersangkutan. Dari hasil penilaian ini pula dapat ditentukan tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi pada masa yang akan
datang. Persamaan yang digunakan sangat sederhana, yaitu :
Pi
X 100
dimana :
Bi =Bobot dari kegiatan i
Pi = Jumlah aktifitas di kota i
P
Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis fasilitas dalam melayani kebutuhan
penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui kelengkapan fasilitas umum suatu bagian
wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan menggunakan rumus :
TP
ij
X 100%
is
dimana :
TP = tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j
dij = jumlah fasilitas i di kawasan j
bij = jumlah penduduk di kawasan j
Cis = jumlah fasilitas i persatuan penduduk menurut standar penentuan fasilitas untuk kawasan
Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk fasilitas peribadatan, dimana perbedaan
terletak pada jumlah penduduk pada kawasan yang diamati, yaitu bij diganti oleh jumlah penduduk menurut agama. Kumpulan
kesimpulan tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya pengaruh, sehingga diperoleh rumusan kesimpulan sebagai
masukan pegambilan keputusan dan kebijakan.
2.4.5.4 Metodologi perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan
100B
Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan dilakukan dengan melihat skala pelayanan faslilitas dengan kebutuhan kawasan.
Selisih antara perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana dengan kondisi eksisting merupakan rencana penambahan prasarana dan
sarana perkotaan. Prasarana dan sarana ini diperkirakan dengan mengacu pada akibat yang akan ditimbulakn oleh kawasan tersebut,
seperti: bangkitan lalu lintas, moda yang timbul dan volume lalu lintas.
a. Bangkitan Lalu Lintas
Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya bangkitan pergerakan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas.
Q(t,m,p) = Aoj = (Aij.Xij)
i=1
dengan:
= perjalanan
= waktu
= variabel penentu
m = macam kendaraan
A
= koefisien regresi
Dalam pengukuran bangkitan lalu lintas terdapat beberapa variabel penentu, yaitu: maksud perjalanan, pendapatan penduduk,
pemilikan kendaraan, guna lahan di tempat asal, jarak ke lokasi, lama perjalanan, moda yang digunakan dan guna lahan di tempat
tujuan.
b. Moda Split
Model ini dipergunakan untuk memperoleh persentase pemakaian moda dalam aktivitas pergerakan. Pemilihan moda ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut :
Karakteristik perjalanan (maksud perjalanan)
Karakteristik dari alternatif moda (ongkos, waktu, kenyamanan, kecepatan)
Karakteristik pribadi (akses terhadap kendaraan, usia, pendapatan dan pekerjaan)
Bentuk model ini adalah sebagai berikut:
C = A + Bs(Xs-Xs) + Ct.Yta
dengan
Xs
= Karakteristik moda 1
Xs
= Karakteristik moda 2
Yta
VCR diperlukan untuk menilai tingkat kapasitas ruas jalan yang dinayatakan dengan kendaraan dalam saatuan penumpang per jam.
Kapasitas ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Jika arus lalu lintas
mendekati nilai 1 atau mendekati kapasitas, berarti kemacetan mulai terjadi.
Model yang digunakan untuk menilai tingkat VCR adalah:
1 (1 a) Q / C
TQ = T0
R
1Q/A
dimana:
T Q = waktu tempuh pada saat arus = Q
R
C = kapasitas
x 100%
Jumlah penduduk
pelayanan;
CP =
x 100%
Volume timbulan sampah (m 3 )
P
Pekerjaan ini meliputi pengurusan surat-menyurat dan dokumen administrasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Jenis surat
yang diperlukan pada tahap ini berupa surat tugas Konsultan dan surat pengantar dari pihak Direksi maupun Konsultan, yang ditujukan
untuk instansi terkait dan berwenang di wilayah studi. Pelaksanaan pengurusan administrasi dimaksudkan untuk memudahkan
kelancaran pekerjaan, terutama berkaitan dengan pengumpulan data dan pekerjaan di lapangan.
Sebelum memulai kegiatan pekerjaan di lapangan, Konsultan akan melakukan koordinasi dengan instansi Pemberi Tugas untuk
menyamakan persepsi tentang maksud, tujuan dan sasaran pakerjaan serta sebagai perkenalan dengan staf instansi /Pemda yang
ditunjuk oleh intansi Pemberi Tugas untuk turut terlibat dalam pekerjaan ini.
Persiapan survei meliputi :
A. Survei Pendahuluan
Survei ini dimaksudkan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi kerusakan pantai di lokasi pekerjaan serta menentukan referensi
untuk pengukuran, batas lokasi survei lapangan yang akan dilakukan selanjutnya.
Survei Pendahuluan adalah peninjauan lapangan pada lokasi dan sekitarnya sesuai tinjauan kawasan permukiman prioritas.. Survei
lapangan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi kajian serta untuk memperoleh gambaran umum tentang
permasalahan yang tengah dihadapi serta potensi sumber daya air yang ada, yang terkait dengan kajian yang akan dilakukan. Dalam
survei ini juga dilakukan wawancara dengan instansi terkait, terutama Dinas Pekerjaan Umum Propinsi maupun Kota /Kabupaten yang
dikaji, dan instansi lain serta masyarakat di lokasi yang dikunjungi.
Orientasi lapangan meliputi kegiatan klarifikasi terhadap aspek : kelaikan peta dasar, kondisi fisik dan sosial ekonomi serta gambaran
umum pantai. Hasil kunjungan lapangan ini dijadikan masukan dalam menyusun rencana kerja pelaksanaan survei dan metoda kerja
yang akan dilaksanakan. Atau dengan kata lain, orientasi ini untuk mengetahui situasi lapangan, batas yang diukur sesuai dengan
petunjuk Direksi, serta melaksanakan sinkronisasi rencana kerja dengan kondisi lapangan. Hasil dari survei pendahuluan ini adalah
gambaran kondisi eksisting dan gambaran kemungkinan pola pengamanannya.
Survei ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi rupa bumi di lokasi pekerjaan dan daerah di sekitarnya beserta dengan
obyek-obyek infrastruktur dan bangunan-bangunan penting didalamnya dalam rupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan.
Hasil survei ini akan menjadi tambahan data dari data yang sudah ada hasil dari survei pada pekerjaan sebelumnya.
B.1
Pengukuran Pengikatan
Salah satu kegiatan survei topografi adalah pengukuran pengikatan yaitu pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi
horisontal dan posisi vertikal.
a. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei pengukuran pengikatan adalah:
(1) 1 unit Theodolite T2 (untuk posisi horisontal)
(2) 1 unit waterpass NAK (untuk posisi vertikal)
(3) 1 buah pita baja 50 m
(4) 2 set bak ukur
b. Metoda Pelaksanaan
(1) Titik Referensi Posisi Horisontal/Koordinat (X,Y)
Untuk pekerjaan ini dibuat dua buah BM. Dalam proses pemetaan BM.1 dipakai sebagai referensi horisontal (X,Y). BM ini
harus diikatkan terlebih dahulu terhadap BM yang ada dilapangan yang sudah memiliki nilai koordinat global. BM yang lain
diikatkan terhadap BM.1 ini. Titik-titik referensi ini dilalui atau termasuk dalam jaringan pengukuran poligon, sehingga
merupakan salah satu titik poligon.
(2) Titik Referensi Posisi Vertikal (Z)
Sebagai referensi ketinggian digunakan elevasi yang sudah tersimpan pada BM di lapangan, yang juga digunakan pada
pekerjaan terdahulu, yang mempunyai datum (elevasi 0.00 m) pada Lowest Low Water Level (LLWL) pasang surut.
B.2
Pengawas dan diusahakan dipasang pada daerah yang strategis (aman dan mudah dicari). Pemasangannya sedemikian sehingga cukup
kokoh atau tidak goyah selama periode pelaksanaan berlangsung. Jarak antara dua patok untuk polygon dan waterpass adalah 20-25
m.
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM) dibantu dengan control point (CP) yang dipasang
secara teratur dan mewakili kawasan secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyimpan
data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).
Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis
titik ikat ini diberi nomenklatur atau kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula dibuat
deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun
elevasinya.
B.3
Pengukuran Poligon
a Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei ini adalah:
1 Unit Theodolite T2
1 buah pita baja 50 m
1 set bak ukur
b Metoda Pelaksanaan
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar horisontal/posisi horisontal (X,Y) digunakan
metoda poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang
akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon, titik-titik poligon tersebut berjarak sekitar 50 meter.
(1) Pengukuran Jarak
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian hasil
pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat bergantung kepada:
Cara pengukuran itu sendiri
Keadaan permukaan tanah
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti yang digambarkan pada Gambar E.3
dibawah ini.
B.4
dimana:
= sudut mendatar.
= bacaan skala horisontal ke target kiri.
= bacaan skala horisontal ke target kanan.
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar biasa. Spesifikasi teknis pengukuran poligon adalah
sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 meter.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Selisih sudut antara dua pembacaan < 5 (lima detik).
Ketelitian jarak linier (K1).
R
AB
AC
A
C
Gambar.1 Pengukuran sudut jurusan.
B.5
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan arah/azimuth titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan pada Gambar di bawah ini.
Matahari
Utara
(Geografi)
M
M T
P2
(target)
P1
T = M +
R
atau
T = M + ( T - M )
R
dimana:
T
R
= azimuth ke target.
M
R
( T )
( M )
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon utama terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu
patok yang lain.
B.6
Slag 2
Slag 1
b1
m21
b2
m1
Bidang Referensi
D
1.
2.
3.
4.
5.
T 8 D mm
dimana :
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km.
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka
horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap bench mark
acuan.
Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling
surut (Lowest Low Water Level - LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+0.00).
Azimuth magnetis
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
Sudut zenith atau sudut miring
Tinggi alat ukur
D. Penggambaran
Setelah perhitungan-perhitungan koordinat selesai, sambil menunggu hasil perhitungan elevasi dan titik-titik detail, pengeplotan
koordinat dengan sistem grafis tidak diperbolehkan.
Seperti pekerjaan-pekerjaan pengukuran dan perhitungan, pekerjaan penggambaran ini harus dipimpin oleh seorang koordinator yang
berpengalaman, hal ini dimaksudkan agar dapat terkoordinir dengan baik serta hasil survei yang maksimum dengan waktu yang tepat.
Ketentuan gambar sebagai berikut :
1. Garis silang grid dibuat setiap 10 cm arah x dan arah y.
2. Gambar konsep (draft) harus diperiksa terlebih dahulu kepada Direksi sebelum digambar final pada kertas 80/90 gram.
3. Semua BM baik yang lama maupun yang baru atau yang digunakan sebagai BM referensi harus digambar pada peta lengkap
dengan ketinggiannya.
4. Pada tiap kelipatan 2,5 m, garis kontur dibuat tebal dan dilengkapi dengan elevasinya.
5. Setiap lembar gambar dilengkapi dengan arah orientasi, daftar legenda, nomor urut dan jumlah lembar serta titik referensi yang
digunakan lengkap dengan data x, y dan z nya.
Penyelidikan tanah di lapangan yang meliputi pekerjaan sondir, pengambilan sampel tanah dan bor tangan.
Pekerjaan tes laboratorium dari contoh tanah yang diambil.
1. Pekerjaan Bor Tangan
Pengeboran dilakukan dengan menggunakan alat bor tangan hingga kedalaman maksimum sekitar 8 m dari permukaan tanah
sebanyak 2 (dua) titik per lokasi. Hasil dari pekerjaan boring berupa boring log yang menyajikan gambaran jenis-jenis tanah dan
sampel tanah pada kedalaman 2, 4 dan 6 m, untuk setiap titik bor.
Penyelidikan tanah melalui boring memberikan beberapa hal penting antara lain:
a.
b.
c.
d.
Pengambilan contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) dilakukan dengan menggunakan tabung contoh tanah yang
berdiameter 76 mm dengan panjang 60 cm, serta memiliki area ratio < 10 %. Tabung yang berisi contoh tanah tersebut
kemudian ditutup dengan lilin agar kondisi tanah tetap terjaga dari penguapan. Selanjutnya tabung tersebut diberi tanda berupa
nomor titik, kedalaman dan tanggal pengambilan.
Standar yang digunakan dalam prosedur pengerjaan boring beserta peralatannya meliputi:
ASTM D-420-87; Standard Guide for Investigating and Sampling Soil and Rock.
ASTM D-1452-80; Standard Practice for Soil Investigation and Sampling by Auger Borings.
Pengumpulan data kependudukan, sosial, ekonomi dan lingkungan di lokasi pekerjaan dan sekitarnya.
Identifikasi permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan eksisting dan yang mungkin timbul akibat dibangunnya infrastruktur dan
masalah-masalah lainnya.
Mengidentifikasi gangguan ekosistem yang mungkin terjadi akibat dibangunannya bangunan infrastruktur.
Hasil dari Kegiatan ini adalah Laporan survei sosial, ekonomi dan lingkungan dengan sebuah hipotesa munculnya masalah dan konsep
awal penanganan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan, disesuaikan dengan kebutuhan komponen program / infrastruktur yang
direncanakan.
4
3
2
U
Gambar.4
Pengukuran poligon.
Hitungan koordinat:
XP
= X A + d AP Sin AP
YP
= Y A + d AP Cos AP
d AP Sin
R
d AP Cos
R
dengan,
R
= azimuth AP definitif.
U
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus sebagai berikut:
12
R
23
R
34
R
1A + 1
AP + A + 1 1(180 0 )
21 + 2 = 12 + 2 180 0
AP + A + 1 + 2 2(180 0 )
=
=
2 + 3 = 23 + 3 180
1
AP + A + 1 + 2 + 3 3(180 0 )
+ 4 = + 4 180 0
+ A + 1 + 2 + 3 + 4 4(180 0 )
d4B
d34
d12
d23
dPA
34
Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi poligon tertutup (loop) dan poligon terbuka, apabila dalam hitungan
syarat geometri tidak terpenuhi maka akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke masing-masing sudut
yang akan diuraikan berikut ini.
12
3. Hitungan Koordinat
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan Metoda Bowdith. Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik
poligon dituliskan
sebagai berikut:
A1
(1) Syarat Geometrik Sudut
Akhir
Awal
- + + n.180 = f
R
dimana:
sudut jurusan.
sudut ukuran.
bilangan kelipatan.
PA
(X Akhir X Awal ) R
X
i 1
=0
dimana:
di
R
di
jumlah jarak.
absis.
m
= banyak titik ukur.
P
(3) Koreksi Ordinat
KY
di
fY
di
dimana:
di
R
d i
jumlah jarak.
ordinat.
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier (SL) ditentukan berdasarkan besarnya kesalahan linier jarak (KL)
SL
KL
fX
fX
fY 2
fY 2
1 : 5.000
D
2
Setelah melalui tahapan hitungan tersebut di atas, maka koordinat titik poligon dapat ditentukan.
4. Pengamatan Azimuth Astronomis
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut:
Cas M
dimana:
M
= azimuth matahari.
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai
berikut:
Z d Z u r 1 2 d p i atau
m d m u r 12 d p i
dimana:
Zd
md
Zu
mu
= koreksi refraksi
= koreksi paralax
T 8 D mm
b. Hitungan beda tinggi:
1-2
Btb Btm
= H1 + 12 + KH
di mana:
H
tinggi titik.
beda tinggi.
Btb
Btm
FH
KH
FH
8 D mm
TB
100 Ba Bb Sin 2m TA Bt
2
H
Dd
= DO Cos2 m
Dd
dimana:
TA
TB
Ba
Bb
Bt
TA
= tinggi alat
DO
= jarak optis
= sudut miring
Mengingat akan banyak titik-titik rinci yang diukur, serta terbatasnya kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka
diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon
kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan,
data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis.
Hubungan matematik koreksi Boussole (C) adalah:
C
= g - m
dimana:
g
= azimuth geografis
= azimuth magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat bergantung pada skala peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang
mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
Perhitungan topografi dilakukan di lapangan dan penggambaran konsep (draft) juga dilakukan di lapangan. Koordinat yang digunakan
adalah koordinat lokal yang ada atau dipasang di lokasi. Setelah pekerjaan lapangan selesai maka koordinat vertikal (sumbu-z) harus
diikatkan pada LLWL yang diperoleh dari analisis pasang surut. Peta yang akan dihasilkan adalah peta situasi dengan interval kontur 0,5
meter. Kedalaman atau ketinggian muka air yang dicatat disesuaikan terhadap Chart Datum (CD). Dalam hal ini, CD adalah ketinggian
muka air terendah (LLWL) diambil sebagai ketinggian nol (0) pada peta topografi.
Pemeriksaan/pengujian ini bertujuan untuk mencari persentase berat dari tiap-tiap ukuran butiran tanah.
Tabel Sebutan Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran
No.
Ukuran Butiran
Jenis Tanah
< 0,0050
0,0050-0,0074
Slit (lanau)
0,0074-4,7500
Sand (pasir)
> 4,7500
Clay (lempung)
Gravel (kerikil)
g. Triaxial UU
Pemeriksaan/ pengujian triaxial unconfined undrained dimaksudkan untuk mendapatkan parameter kohesi tanah dan
sudut geser dalam tanah. Nilai hasil pemeriksaan ini diperlukan untuk perhitungan daya dukung tanah dan analisis
kestabilan lereng galian/ timbunan.
h. Unconfined Compression
Pemeriksaan/ pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter nilai kuat tekan bebas khususnya untuk tanah
lempung.
i. Consolidation
Pemeriksaan/pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter indeks kompresi dan parameter koefisien konsolidasi.
Indeks kompresi dan koefisien konsolidasi diperlukan untuk perhitungan estimasi penurunan fondasi bangunan.
2.4.6.6 Analisis Data Sekunder
106B
Analisa yang harus dilakukan dari data sekunder yang didapat diantaranya:
1. Analisa data sosial dan ekonomi.
2. Analisa data lingkungan.
3. Analisa data struktur eksisting.
2.4.6.7 Perencanaan Bangunan
107B
Sebelum memunculkan penentuan bangunan terpilih maka harus dilakukan alternatif bangunan sebagai konsep alternatif
penanggulangan masalah. Untuk mendapatkan bangunan terpilih dilakukan metode AHP (Analysys Hyrarchy Process) pada alternatif
tersebut di atas.
Kegiatan perencanaan dimaksudkan guna membuat rencana teknis rinci berdasarkan hasil pengolahan data seperti yang disebut di
atas. Selain itu untuk dapat memilih dan meletakkan suatu jenis konstruksi bangunan infrastruktur yang tepat, maka data-data kondisi
sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan di lokasi pekerjaan harus pula menjadi dasar dalam perencanaan/detail desain.
Kegiatan ini meliputi penyusunan system planning dan detail desain bangunan.
A.
Menyusun konsep pengamanan daerah pantai berdasarkan faktor kondisi fisik yang dimodelkan secara matematik serta sosial,
ekonomi dan lingkungan.
Menyusun perbandingan dari beberapa alternatif sistem infrastruktur menurut keuntungan dan kerugiannya dilihat dari faktorfaktor seperti disebut dalam point sebelumnya.
Penilaian kerusakan pantai dilakukan dengan menilai tingkat kerusakan pada suatu lokasi pantai terpilih terkait dengan masalah
erosi/abrasi, kerusakan lingkungan, dan sedimentasi/pendangkalan yang ada. Kemudian nilai bobot tersebut dikalikan dengan koefisien
pengali berdasar tingkat kepentingan kawasan tersebut. Bobot akhir adalah hasil pengalian antara bobot tingkat kerusakan pantai
dengan koefisien tingkat kepentingan. Agar prosedur pembobotan dan penentuan urutan prioritas menjadi lebih sederhana maka
digunakan cara tabulasi.
B.
Semua hasil kegiatan ini harus diasistensi dahulu kepada Direksi Pekerjaan/Ass. Perencanaan.
No
Tabel Jadwal Kegiatan Pekerjaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL ISIMU
DISTRIBUSI BULAN DAN MINGGU
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
KEGIATAN
KE-1
KE-2
KE-3
KE-4
KE-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A.
A.1
A.1.1
A.1.2
A.1.3
A.2
A.2.1
A.2.2
A.2.3
A.2.4
A.2.5
B.
B.1
B.1.2
B.1.3
B.1.4
B.1.5
B.2
B.2.1
B.2.2
B.3
B.4
B.5
Gambar 1. Metodologi dan Rencana Kerja Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
No
KEGIATAN
C.
C.1
C.1.1
C.1.2
C.1.3
C.1.4
C.1.5
C.1.6
C.1.7
C.1.8
C.1.9
C.1.1
0
C.2
C.2.1
C.2.3
C.2.3
PERUMUSAN PERANCANGAN
PENYUSUNAN RENCANA UMUM
Perencanaan Lahan Makro
Penciptaan Integrasi Aktifitas Ruang Sosial
Peruntukan Lahan Mikro
Intensitas Pemanfaatan Lahan
Tata Bangunan
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubuna
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Tata Kualitas Lingkungan
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkunga
D.
D.1
D.1.
1
D.1.2
D.2
D.2.1
D.2.2
D.2.3
D.2.4
D.3
D.3.1
D.4
Strategi Pengendalian
BULAN
KE-1
1 2 3 4
No
D.5
D.5.1
D.5.2
D.5.3
E.
E.1
E.1.1
E.1.2
E.1.3
E.1.4
E.1.5
E.1.6
E.1.7
E.1.8
E.1.9
E.1.1
0
E.1.1
1
E.1.1
2
KEGIATAN
WALIKOTA/BUPATI TENTANG RTBL
RENCANA INVESTASI
Skenario Strategi Rencana Investasi
Program Jangka Menengah
Pola Kerjasama Operasional
PENYEMPURNAAN RENCANA
PENYEMPURNAAN RENCANA TATA BANGUNAN &
LINGKUNGAN
Pemahaman RTBL
Metodologi Pelaksanaan
Gambaran Umum Kawasan
Identifikasi & Analisis Kawasan
Delineasi Kawasan
Konsep Bangunan & Lingkungan
Tujuan, Visi, Misi
Rencana Umum
Panduan Rancangan
Ketentuan Pengendalian
Rencana Investasi
E.2
Simulasi Rancangan
PENYEMPURNAAN DRAFT PERATURAN
WALIKOTA/BUPATI TENTANG RTBL
F.
F.1
F.1.1
F.1.2
F.1.3
F.1.4
BULAN
KE-1
1 2 3 4
No
F.2
F.2.1
F.2.2
F.2.3
F.2.4
F.2.5
F.2.6
KEGIATAN
PENYEMPURNAAN DOKUMEN RTBL
Tujuan, Visi, Misi
Rencana Umum
Panduan Rancangan
Ketentuan Pengendalian
Rencana Investasi
Simulasi Rancangan
Penyusunan Produk Pelaporan
Laporan Pendahuluan
Laporan Antara
Draft Laporan Akhir
Laporan Akhir
Rancangan Peraturan Bupati/Walikota atau Gubernur
CD Dokumentasi
BULAN
KE-1
1 2 3 4
2.5
Program Kerja
Pada dasarnya kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini
dilakukan dalam 5 (lima) tahapan kegiatan yang dirumuskan dalam 2 kelompok
kegiatan yaitu : kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini merupakan
sebuah kegiatan yang dilakukan dengan mengedapankan pendekatan partisipatif,
melalui perencanaan partisipatif yang disusun oleh pemangku kepentingan serta
difasilitasi oleh tim konsultan pelaksana pekerjaan. Layaknya kegiatan yang banyak
melibatkan berbagai pihak, point kritis dari penyusunan RTBL ini bukan hanya pada
substansi rencana yang dihasilkan, lebih dari itu, proses penyusunan dan proses
penyepakatan pada setiap tahapan kegiatan menjadi hal yang penting.
Sebagaimana telah disebutkan pada bab terdahulu, kegiatan Penyusunan RTBL ini
secara proses ditujukan untuk menghasilkan 2 (dua) keluaran utama yaitu:
Dokumen RTBL dan Draft Rancangan Peraturan Bupati/Walikota dan Gubernur.
Berdasarkan pertimbangan tersebut
rangkaian kegiatan penyusunan RTBL ini
dibagi dalam 3 kelompok kegiatan, yaitu : kelompok kegiatan penyusunan Dokumen
RTBL, dan kelompok kegiatan Diskusi dan Penyepakatan.
Selanjutnya untuk mencapai kedua keluaran utama tersebut, dilakukan melalui 6
(enam) tahap kegiatan, antara lain: Tahap Persiapan dan Studi Literatur, Tahap
Identifikasi dan Analisis, Tahap Perumusan Perancangan, Tahap Pengembangan
Dukungan Pelaksanaan, Tahap Penyempurnaan Rencana dan Tahap Finalisasi Produk
RTBL.
Pada keempat tahapan pekerjaan tersebut, dilakukan beberapa kegiatan yang
terkait satu sama lainnya sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulu. Bagian
ini merupakan penjelasan mengenai bagaimana keterkaitan antar kegiatan dalam
durasi waktu tertentu beserta informasi teknis lainnya yang menyertai.
Pada bulan ini dilakukan pula penyiapan perangkat pelaksana survey lapangan
yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya, yaitu melalui penyiapan peta dasar
dan penyusunan design survey. Keseluruhan hasil yang dilakukan pada kegiatan
persiapan dan kegiatan desk studi ini selanjutnya akan dituangkan dalam Laporan
Pendahulan yang direncanakan akan dibahas pada akhir bulan pertama, sekaligus
mengakhir keseluruhan rangkaian kegiatan pada tahap ini.
Hasil-hasil dari desk studi ini kemudian akan menjadi bahan bagi pelaksanaan
survey pendahuluan (preliminary survey) yang akan dilaksanakan pada minggu ke
tiga. Survey pendahuluan ini dilakukan melalui visualisasi kondisi kawasan dan
mengidentifikasi lokasi dan permasalahan yang mungkin ditemui di lapangan. Hasil
dari survai pendahuluan ini selanjutnyadituangkan kedalam perumusan isu
permasalahan, hipotesa dan sintesa awal serta deliniasi awal kawasan
perencanaan. Pada akhir bulan pertama ini selanjutnya dilakukan penandatanganan
MOU antara Pemerintah Kota dengan DJCK yang dilakukan di Jakarta.
Keseluruhan hasil dari tahap ini selanjutnya dituangkan kedalam laporan
pendahuluan yang kemudian akan dibahas dengan tim teknis pada minggu ke
empat, sekaligus menandai berakhirnya tahap persiapan.
Metoda dan pendekatan yang digunakan pada tahap ini antara lain :
Desk Study;
Book Review;
Stakeholders Approach;
Pengumpulan data;
Partisipasi masyarakat;
Wawancara Semi terstruktur
Penyempurnaan
Lingkungan;
Penyempurnaan
Penyempurnaan
Penyempurnaan
Penyempurnaan
ini
Team Leader
1 (satu) orang Team Leader harus memiliki latar belakang pendidikan S-2
Perencanaan Wilayah/Kota, lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri
atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi atau yang telah lulus
ujian Negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi dan
berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan minimum 5 tahun dalam
bidangnya, mempunyai sertifikat keahlian Konsultansi yang telah
terakreditasi yang telah mengikuti pelatihan tenaga ahli konsultansi bidang
ke-PU-an dari LPJK. Sebagai ketua tim, tugas utamanya adalah memimpin dan
mengkoordinir seluruh kegiatan anggota tim kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan sampai dengan pekerjaan dinyatakan selesai.
Personil
Tenaga Ahli
Ari
Djatmiko
(Team
Leader)
Yuyus
Mulya
(Ahli
Arsitektur)
Agus Widodo (Ahli Sipil)
Yuyun
Mulyani
(Ahli
Lingkungan)
Eko Dani Suherlan
(Ahli
Ekonomi
Pembangunan)
Asisten Tenaga Ahli
Andri Budiman
(Ass. Ahli Arsitektur)
Dodi Rodiat (Ass. Ahli Sipil)
Pramudianto Adi Nugroho
(Ass. Ahli Lingkungan)
Dur
asi
5
5
5
4
3
5
5
4
Bula
nI
Bula
n II
Bulan
III
Bulan
IV
Bula
nV
PENYUSUNAN
RENCANA TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN (RTBL) ISIMU