Anda di halaman 1dari 9

TEORI ARSITEKTUR 1

ARSITEKTUR ORGANIS DAN GEOMETRIS


GEDUNG REKTORAT UNS DAN BALAI KOTA
SURAKARTA

DISUSUN OLEH
ASTRI PRIHASTUTI
I0212022

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Arsitektur, pandangan pribadi mengenai bidang keprofesian ini


adalah arsitektur merupakan perkembangan karya seni yang terjadi sejak
jaman dahulu sampai sekarang dengan diiringi perkembangan teknik,
teknologi, dan industri di dalamnya. Semua karya karya arsitektur itu
indah, tradisional hingga modern, sederhana hingga mewah, tergantung
pada

pandangan

seseorang

atau

ke-sbuyektifan

seseorang

untuk

menamakan kata indah atau tidak indah pada sebuah karya


arsitektur.
Desain itu tidak pernah salah, kekurangan disana sini itu wajar
sehingga pendapat orang lain perlu untuk menyempurnakan sebuah
desain arsitektur,

inilah yang saya tangkap dari apa yang dikatakan

dosen saya. Jadi, pendapat setiap orang itu berbeda mengenai hal
apapun, setiap orang berhak untuk menentukan arah pemikirannya
sendiri, termasuk pada arsitektur mengenai teori arsitektur geometri dan
organis.
Dari beberapa bacaan artikel yang saya baca dari internet, banyak
orang mendefinisikan mengenai apakah itu aritektur geometri, aristektur
organis. Buku Ruang dalam Arsitektur karya Cornelis van de Ven juga
tidak menyebutkan secara spesifik apakah itu arsitektur organis dan
geometris, secara tersirat pengertian itu ditunjukkan dengan analisa
bangunan (pemahaman mengenai buku ini saya belum begitu paham).
Jadi, pada makalah ini saya akan mencoba menganalisa atau hanya
berpendapat

mengenai

arsitektur

geometri

dan

arsitektur

organis

menurut artikel diinternet yang sudah saya baca.


Geometri menjadi salah satu ilmu matematika yang diterapkan
dalam dunia asitektur juga merupakan salah satu cabang ilmu yang
berkaitan dengan bentuk, komposisi, dan proporsi. Salah satu sub judul
dari essay Dr. Joachil Langhein berbunyi Proportion as a guirding pattern
for establishing beauty Disebutkan pula bahwa proporsi memiliki kaitan
erat

dengan

geometri,

walaupun

prosedur

non-geometri

juga

memungkinkan adanya proporsi. Geometri proporsi menyangkut simetri


yang mengontrol aksis pencerminan, rotasi, stretching, dll. ( arsitektur.net
2007 vol. 1 no. 1)

Geometri, proporsi, simetri, dari pendapat Novelisa Sondang D pada


arsitektur.net 2007 vol. 1 no. 1

yang ada di atas, ada kaitan dari ketiga kata itu .

Geomteri muncul karena adanya proporsi dan simetri pada bangunan.


Dikatakan juga oleh Novelisa Sondang D bahwa dari geometri yang
mengandung unsur simetri menjadikan suatu keindahan pada bangunan.
Merujuk pada pendapat Romo Mangun. Keindahan adalah sesuatu
yang subyektif. Kebudayaan manusia inilah yang memberikan tolok ukur
keindahan pada kelompoknya masing-masing (orang Dayak dan orang
Bugis mungkin memiliki pemahaman indah yang ber- beda), memberikan
sebuah pemahaman keindahan yang diajarkan turun temurun sehingga
membentuk pola pikir indah yang tertentu. Keindahan arsitektur
bangunan tradisional adalah salah satu yang berasal dari kebudayaan
tersebut. (Mangun-wijaya, 1995). (arsitektur.net 2007 vol. 1 no. 1)
Dari

pendapat

Mangun-wijaya

muncul

kata

kebudayaan

dan

bangunan tradisional, setelah tadi kita membahas mengenai geometri


simetri keindahan. Romo mangun menafsirkan keindahan diberikan pada
nilai kebudayaan yaitu bangunan tradisional.
Kemudian muncul pendapat lain mengenai kebebasan berekspresi
dalam konteks geometri yaitu :
Setiap orang yang melalui proses merancang akan menghasilkan
produk berbeda-beda, walaupun diberikan pemicu yang sama. Keragaman
yang muncul pada masing-masing produk merupakan salah satu contoh
kecil pada kebebasan berekspresi. Kebebasan inilah yang kemudian
merujuk pada sebuah pemahaman bahwa geometri tidak mengikat
kebebasan berekspresi dalam arsitektur. Tidak perlu mempertanyakan
adanya paham gaya atau style karena keberadaan gaya atau style
bukanlah sesuatu yang muncul dengan tujuan untuk menjadi sebuah gaya
atau style. Tidak ada produk baroque yang sama persis satu dengan yang
lain, begitu pula dengan produk art deco maupun produk klasik. Gaya
atau style muncul karena kemiripan penerapan budaya pada aristektur
sehingga memunculkan klasifikasi tertentu. (arsitektur.net 2007 vol. 1 no. 1)
Pada akhirnya, maka kita akan kembali pada hakekat berarsitektur.
Romo

Mangun

dalam

bukunya

Wastu

Citra

menulis

demikian:

Berarsitektur ialah berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan
bidang,

dengan

bahan

dan

suasana,

seudah

sewajarnyalah

kita

berarsitektur secara budayawan, dengan nurani dan tanggung jawab


penggunaan bahasa arsitektural yang baik. Arsitektur yang indah adalah
arsitektur yang mempedulikan nilai gunanya, dengan nilai keindahan
sebagai tingkat spiritual di dalamnya. Bukanlah sebagai produk yang
hanya dipandangi sebagai patung, namun sebagai sesuatu yang dapat
diselami makna maupun ke-tiga dimensi-annya (atau bahkan hingga
dimensi

ke-

empat).

Geometri

tidak

pernah

mengikat

kita

untuk

mengekspresikan keindahan, justru memberikan kebebasan berbahasa


dengan ruang, garis, bidang. (arsitektur.net 2007 vol. 1 no. 1)
Setelah

tadi

membahas

geometri

simteri

keindahan

kebudayaan tradisional, kemudian muncul geometri yang bebas untuk


mengekspresikan

keindahan.

Ini

berarti

geometri

itu sendiri

tidak

didefinisikan secara konkrit, apakah itu arsitektur geometri menurut saya


bangunan yang merujuk pada keindahan karena setiap bangunan
memiliki unsur unsur yang ada untuk mencerminkan keindahan
misalnya simetri dan kebudayaan.
Dari sinilah saya mengambil contoh bangunan untuk analisa
arsitektur geometri dan organis yaitu rektorat Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan balai kota Surakarta, yang keduanya memiliki fungsi yang
sama yaitu sebagai kantor. Kedua bangunan ini berada didaerah Surakarta
yang memiliki unsur Jawa yang kental. Seperti yang kita ketahui bahwa
kebudayaan Jawa yang terkenal adalah rumah joglo serta ornamen atau
ukiran. Pada kedua bangunan mengadopsi kedua hal tersebut. Atap joglo
yang tinggi, ornamen berupa ukiran digunakan pada kedua banguan ini.
Sehingga unsur unsur jawa dapat kita rasakan setelah melihat bentuk
dan fasad rektorat UNS serta balai kota Surakarta. Unsur unsur
kebudayaan diterapkan pada kedua bangunan sesuai pada keyword atau
kata kunci yang tadi disebutkan yaitu kebudayaan. Dari kebudayaan itulah
muncul keindahan.

Gambar Rektorat UNS


Sumber : penkepor.fkip.uns.ac.id

Gambar balai kota Surakarta


Sumber www.flickr.com
Simetri ditunjukkan oleh kedua bangunan, kebudayaan yang saya
ambil merujuk pada bangunan tradisional yaitu rumah joglo, yang
diadopsi pada kedua bangunan sebagai atap. Keindahan yang ada pada
bangunan tersirat dari bentuk yang simetris serta proporsi atap dengan

tinggi bangunan, yang membuat kesan megah juga didapat pada kedua
bangunan. Bentuk atap, ornamen atau ukiran menunjukkan hasil dari
kebudayaan yang diadopsi dari bangunan tradisional Jawa. Perpaduan
berbagai unsur yang ada membuat kesan indah itu muncul dari
bangunan. Dari situlah geometri ditampilkan pada bangunan.
Kemudian

menegenai

aristektur

organis.

Kembali

disini

saya

memaparkan apa yang saya tangkap dari buku, artikel, ataupun


penjelasan bapak Titis S Pitana sebagai dosen pembimbing mengenai
aritektur organis. Dijelaskan oleh bapak Titis, bahwa arsitektur organis
ditunjukkan dengan perbedaan antara wedangan dan cafedangan. Beliau
menunjukkan bahwa cafedanga tidak seperti wedangan pada umumnya.
Wedangan merupakan sebuah tempat atau bisa diaktakan warung
kecil

dengan

nuansa

jawa

atau

berbentuk

tenda

untuk

sekedar

berbincang, minum, ataupun nongkrong bersama teman. Sedangkan


cafedangan merupakan adopsi dari wedangan namun dikemas dalam
suasana yang berbeda. Modern merupakan perbedaan yang paling
menonjol.
Cafedangan mengadopsi kedua bentuk yaitu sebuah cafe (modern)
dan wedangan (tradisional : jawa : kuno). Atau bisa dikatakan cafedangan
merupakan transformasi dari bentuk tradisional wedangan menjadi
bentuk modern yaitu cafe.
Dari pendapat bapak Titis, dapat disimpulkan bahwa arsitektur
organis merupakan arsitektur yang tumbuh dan atau berkembang. Seperti
pada contoh wedangan (kuno) menjadi cafedangan (modern). Hal ini juga
didapat pada pendapat Cornelis van de Ven dalam bukunya Ruang dalam
Arsitektur merupakan organisme yang terus tumbuh. Arsitektur dipandang
sebagai kelanjutan dari penciptaan surgawi. Organisme organisme baru
seharusnya berkembang natural dari permukaan bumi (Cornelis, 208).
Seperti Scheller yang menghidupkan kembali Geist der Gotik atau
Semangat Gotik (Cornelis, 211), pada bangunan rektorat UNS dan balai
kota Surakarta juga menghidupkan kembali kebudayaan Jawa. Pada masa
yang sudah modern dan canggih seperti sekarang ini, hal yang mudah

untuk membuat ataupun merenovasi bangunan, namun kedua bangunan


yang dicontohkan tetpa mengaplikasikan bentuk atap joglo.
Arsitektur organis yang bertumbuh atau berkembang ditunjukkan
pada pengaplikasian atap joglo. Semula atap joglo hanya digunakan
sebagai atap pendopo rumah adat tradisional Jawa. Bentuknya juga hanya
satu atap yang meninggi ke atas seperti pada gambar, berbeda dengan
atap pada rektorat UNS dan balai kota Surakarta yang memiliki atap joglo
bertumpuk.

Gambar rumah joglo


Sumber : dokumentasi pribadi

Perbedaan inilah yang menunjukkan adanya pertumbuhan atau


perkembangan yang merupakan ciri atau pengertian arsitektur organis.
Bentuk atap yang semula tinggi biasa kemudian menjadi atap joglo yang
bertumpuk.

Tentu

perkembangan

ini

didasari

dari

perkembangan

teknologi dan industri yang sudah maju seperti saat ini.


Pada rumah asli joglo untuk menopang atap digunakan saka guru
yang merupakan pondasi kayu yang berada di tengah bangunan. Pada
gedung rektorat UNS yang digunakan sebagai kantor, membuat saka guru
yang berada di tengah tengah akan mengurangi space ruang kerja
sehingga digunakan kuda kuda untuk mengganti saka guru. Hal ini juga
merupakan perkembangan atap joglo yang ada pada rumah joglo (dulu)

dengan atap joglo modifikasi yang digunakan pada gedung rektorat


(sekarang).
Perkembangan jaman juga membuat perbedaan antara rumah joglo
yang dulu dengan sekarang. Pada rumah joglo asli terdapat ukiran kayu
yang digunakan sebagai hiasan atau ornamen rumah. Pada gedung
rektorat dan balai kota Surakarta jika dilihat seksama terdapat ukiran
dibagian atas fasad banguan, namun bukan terbuat dari kayu menlainkan
terbuat dari tembaga yang dibuat semirip mungkin dengan ukiran asli
jawa. Ini juga merupakan perkembangan arsitektur yang merupakan
pengertian arsitektur organis.
Jadi, kesimpulan dari makalah ini adalah gedung rektorat UNS dan balai
kota Surakarta merupakan contoh dari arsitektur geometri dan arsitektur
organis, yaitu ditunjukkan pada geometri yang menunjukkan keindahan,
yaitu unsur simetri dan kebudayaan, serta pengaplikasian modifikasi atap
joglo dan ukiran yang digunakan pada kedua bangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Van de Ven, Cornelis. 1991. Ruang dalam Arsitektur. Jakarta. PT Gramedia
Purtaka Utama
arsitektur.net 2007 vol. 1 no. 1
penkepor.fkip.uns.ac.id

www.flickr.com
http://www.fortunecity.com/emachines/e11/86/mandel.html diakses 3 Juni
2007.

Anda mungkin juga menyukai