LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi
pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan
dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks
penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang
pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Kurikulum secara berkelanjutan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada
kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara
maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan Indonesia
adalah lemahnya proses pembelajaran.
Proses pendidikan tidak hanya menyajikan yang biasa ditayangkan dalam
jadwal pelajaran, tetapi tugas terpenting proses pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan siswa melalui proses berpikir aktif dan kreatif untuk bisa menghadapi
berbagai permasalahan dengan percaya diri dan mandiri. Pengembangan kemampuan
tersebut antara lain dapat dilakukan melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia yang
substansial diyakini mampu mendorong kemampuan berpikir aktif dan kreatif.
Perubahan yang cepat dan pesat sering kali terjadi di berbagai bidang seperti
pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Hal ini
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat
dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Di sisi lain kita tidak mungkin
untuk mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang tersedia karena
sangat banyak dan tidak semuanya berguna dan diperlukan (Dikti dalam Hidayat,
2010). Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang hanya dihadapi oleh orang-
pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas
perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar
yang optimal
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pembelajaran Bahasa Indonesia, seperti pembelajaran pada umumnya
memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan
perkembangan intelektual anak. Oleh karenanya, pembelajaran Bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan,
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia
(KTSP, Depdiknas;2006).
Untuk mencapai prestasi belajar dalam apresiasi cerita pendek yang
memuaskan tidaklah mudah, karena fakta menujukan para siswa mengalami
kesulitan dalam mengapresiasi cerita pendek. Hal ini menyebabkan siswa
mempunyai kemampuan yang rendah dalam bidang studi Bahasa Indonesia. Faktor
penyebabnya antara lain siswa tidak memiliki keberanian untuk bertanya karena
mereka tidak mengerti apa yang harus ditanyakan, siswa belum mampu menjelaskan
ide-ide dengan baik sehingga siswa jarang member tanggapan, beberapa siswa
mungkin mampu mengerjakan soal-soal apresiasi cerita pendek tetapi tidak mengerti
apa yang terkandung dalam soal tersebut, siswa tidak mampu membuat kesimpulan
dari apa yang mereka pelajari.
Penulis berpendapat bahwa kesulitan belajar di atas disebabkan oleh
rendahnya aspek kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang tidak dimiliki siswa dan
kurang mendapat sentuhan oleh guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek.
Pola pembelajaran di kelas, seharusnya siswa melakukan kegiatan secara
aktif dan kreatif. Misalnya pada saat diskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia,
siswa hendaknya saling bertanya jawab dengan mengemukakan penjelasan tentang
ide secara lisan dan tulisan.
Keaktifan siswa dapat diupayakan oleh guru melalui pemilihan strategi,
metode, teknik, dan model pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tuntutan yang perlu
dijabarkan dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), yaitu guru harus memilih melaksanakan kegiatan pembelajarannya dengan
model-model pembelajaran yang lebih modern, sehingga mutu pendidikan semakin
meningkat.
Pendapat itu sejalan dengan pendapat Mulyasa (2004: 117) yang
menyatakan guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan
penggunaan media pembelajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta
didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran.
Berdasar pada permasalahan yang penulis temukan dan pendapat para ahli
di atas, penulis bermaksud melaksanakan penelitian ilmiah dengan melaksanakan
pembelajaran. Penelitian ini akan penulis laksanakan untuk meminimalisasi
permasalahan-permasalahan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran
apresiasi cerita pendek.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan dan batasan masalah
pada penelitian ini secara umum adalah Bagaimanakah penggunaan diskusi
kelompok silang pada pembelajaran apresiasi cerita pendek kemapuan berpikir kritis
dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia?.
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui efektifitas pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan model
Diskusi Kelompok Silang dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
hasil belajar siswa berdasarkan level sekolah baik, sedang, dan kurang.
2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa yang menggunakan model Diskusi Kelompok Silang dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvesional.
3. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritisdan hasil belajar
siswa dengan level sekolah baik, sedang, dan kurang yang belajar
menggunakan model Diskusi Kelompok Silang.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritik, dapat memperkaya khasanah kajian ilmiah di bidang ilmu
pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan diskusi kelompok
E. LANDASAN TEORITIS
1. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
a. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam
berkomunikasi baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995).
Setelah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun
2006 yang lalu, dinyatakan bahwa standar kompetensi merupakan salah satu program
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa siswa, serta sikap
positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, dikemukakan pula dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:260) bahwa standar
kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon
situasi lokal, regional, nasional dan global.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga guru mempunyai
keleluasaan untuk menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik.
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
pun
(Depdiknas,2006:260)
menyatakan bahwa standar kompetensi untuk mata pelajaran bahasa Indonesia ini
diharapkan:
1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai kemampuan, kebutuhan
dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan
hasil intelektual bangsa sendiri;
2) Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa
dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya;
4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program
di sekolah;
5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia, dan
6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan
kekhasan daerah.
b. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:261 ) menyatakan bahwa mata
pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis.
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara.
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mencakup kemampuan
berbahasa dan kemampuan bersastra, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut (1)
mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.
Penulis simpulkan ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia di SD
terdiri atas 2 aspek yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Dari
aspek tersebut dijabarkan lagi kedalam subaspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
d. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Standar kompetensi yang terkait dengan pembelajaran yang penulis
laksanakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:242 )
memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan
secara lisan. Kompetensi dasarnya adalah mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema,
latar, amanat).
Dari kompetensi dasar tersebut penulis jabarkan menjadi indikator sebagai
berikut.
1)
2)
3)
4)
Menceritakan kembali secara tertulis cerita dengan kalimat yang runtut dan
mudah dipahami.
adalah
Aminudin
menghargai
(2000:34)
atau
istilah
mengindahkan.
apresiasi
berasal
Sebagaimana
dari
bahasa
10
sastra
11
12
Pengajar
Menetapkan topik
Menjelaskan aturan main
Menentukan ketua untuk setiap kelompok
Peserta didik
Mendiskusikan topik
Ketua kelompok mencatat hasil diskusi
Pengajar
Memerintahkan peserta didik untuk berpindah kelomp
Peserta didik
Pindah kelompok
Berdiskusi lagi
Ketua kelompok mencatat
Pengajar
Menghentikan diskusi
Meminta para ketua kelompok melaporkan hasil disku
Peserta didik
Ketua kelompok melaporkan hasil diskusi
Peserta lain member komentar
1.
Persiapan
Menentukan topik.
Menentukan kelompok.
Membuat matrik rotasi kelompok.
Menentukan waktu diskusi.
Pelaksaan
Pada tahap pelaksanaan, pengajar memberitahu topik apa yang dibahas.
Kemudian, pengajar mulai membentuk menurut skenario yang tergambar dalam
matriks rotasi kelompok. Setiap kelompok diberi nama misalnya kelompok A, B, C,
D, dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 16.
Setelah kelompok kelompok terbentuk (termasuk ketua kelompok), pengajar
menjelaskan aturan main berdiskusi. Pada 15 menit pertama semua anggota
kelompok berada di kelompok asal. Nomor 1-4 di kelompok A, Nomor 5-8 di
kelompok B, Nomor 9-12 di kelompok C dan 13-16 di kelompok D.
Setelah 15 menit usai, pengajar memberi tanda agar diskusi dihentikan dan
anggota kelompok berpindah ke kelompok lain. Anggota 1 tetap di A (karena dia
ketua). Anggota nomor 2 ke B, 3 ke C, 4 ke 1), dan seterusnya. Pada 10 menit
kedua (setelah 15menit pertama). Anggota kelompok A adalah 1, 8, 11 dan 14.
anggota kelompok B adalah 2, 5, 12 dan 15. Demikian seterusnya.
Agar peserta didik tidak bingung, pengajar cukup memberi tahu agar setiap
peserta didik memikirkan dirinya sendiri kapan di A, kapan di B dan seterusnya.
Sebagai contoh, pengajar memberi ahu peserta nomor 14 bahwa pada 15 menit
pertama ia di kelompok D, setelah itu ia pindah ke A, setelah itu ke B, dan
akhirnya ke C, sehingga peserta nomor 14 mencatat dalam pikirannya (atau
bukunya) seperti ini D, A, B, C.
3.
Review/Balikan
Setelah semua peserta pernah masuk ke semua kelompok, berarti diskusi ini
telah selesai. Perlu dicatat, pada putaran terakhir, pengajar memberitahu semua
kelompok harus merumuskan hasil diskusi mereka. Rumusan inilah yang
dilaporkan oleh masing-masing kelompok.
a.
b.
c.
d.
2.
14
Pra-test
O1
O1
Perlakuan
X
Pasca-test
O2
O2
Keterangan :
R
O1
O2
setelah diberi perlakuan diukur dengan tes akhir (O2). Hal ini dilakukan untuk
15
mengetahui kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa sebelum dan sesuadah
pembelajaran.
Langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah :
1. Secara acak dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia menurut
kategori sekolah berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sampel yang
terpilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok control.
2. Memeberikan pelatihan kepada guru tentang model pembelajaran Diskusi
Kelompok Silang dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan
oleh yang bersangkutan, peneliti bertugas menjadi observer dan partner guru
dan pembelajaran dilasanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
3. Setiap kelompok diberi pretest kemudian menentukan nilai rata-rata dan
standar deviasi tiap-tiap kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat
penguasaan kedua kelompok terhadap konsep pemahaman apresiasi cerita
pendek serta kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
4. Member perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, kelompok eksperimen
perlakuan yang diberikan yaitu pembelajaran dengan pembelajaran Diskusi
Kelompok
Silang,
sedangakan
kelompok
control
diberikan
dengan
pembelajaran konvesional.
5. Kemudian kepada setiap kelompok diberikan postes atau tes akhir
untuk
16
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin.(2000). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
17
18