Anda di halaman 1dari 18

A.

LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi
pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan
dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks
penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang
pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Kurikulum secara berkelanjutan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada
kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara
maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan Indonesia
adalah lemahnya proses pembelajaran.
Proses pendidikan tidak hanya menyajikan yang biasa ditayangkan dalam
jadwal pelajaran, tetapi tugas terpenting proses pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan siswa melalui proses berpikir aktif dan kreatif untuk bisa menghadapi
berbagai permasalahan dengan percaya diri dan mandiri. Pengembangan kemampuan
tersebut antara lain dapat dilakukan melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia yang
substansial diyakini mampu mendorong kemampuan berpikir aktif dan kreatif.
Perubahan yang cepat dan pesat sering kali terjadi di berbagai bidang seperti
pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Hal ini
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat
dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Di sisi lain kita tidak mungkin
untuk mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang tersedia karena
sangat banyak dan tidak semuanya berguna dan diperlukan (Dikti dalam Hidayat,
2010). Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang hanya dihadapi oleh orang-

orang terdidik dan mempunyai kemampuan mendapatkan, memilih, dan mengolah


informasi atau pengetahuan dengan efektif dan efesien.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan
melakukan perbaikan proses pembelajaran. Perbaikan proses pembelajaran tentu saja
harus sesuai dengan harapan kurikulum, dalam hal ini adalah kurikulum 2006 atau
yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam sistem Pendidikan Nasional Indonesia, khususnya kurikulum 2006
telah terjadi perubahan besar. Perubahan itu antara lain: pembelajaran berpusat pada
siswa (student centered), menekankan pada penilaian proses bukan hasil, guru
bertindak sebagai fasilitator, materi dikembangkan berdasarkan karakteristik siswa
dan sekolah serta mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini
cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada
penghafalan konsep bukan pada penghafalan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian
materi, biasanya guru selalu menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya
duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan dan sedikit peluang bagi
siswa untuk bertanya. Dengan demikian suasana pembelajaran menjadi tidak
kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Ada banyak permasalah yang terjadi pada pembelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar, salah satunya adalah

rendahnya kemampuan siswa dalam

mengapresiasi cerita pendek sehingga prestasi belajarnya pun kurang memuaskan.


Banyak siswa tidak menyukai pembelajaran apresiasi cerita pendek.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat

pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas
perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar
yang optimal
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pembelajaran Bahasa Indonesia, seperti pembelajaran pada umumnya
memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan
perkembangan intelektual anak. Oleh karenanya, pembelajaran Bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan,
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia
(KTSP, Depdiknas;2006).
Untuk mencapai prestasi belajar dalam apresiasi cerita pendek yang
memuaskan tidaklah mudah, karena fakta menujukan para siswa mengalami
kesulitan dalam mengapresiasi cerita pendek. Hal ini menyebabkan siswa
mempunyai kemampuan yang rendah dalam bidang studi Bahasa Indonesia. Faktor
penyebabnya antara lain siswa tidak memiliki keberanian untuk bertanya karena
mereka tidak mengerti apa yang harus ditanyakan, siswa belum mampu menjelaskan
ide-ide dengan baik sehingga siswa jarang member tanggapan, beberapa siswa

mungkin mampu mengerjakan soal-soal apresiasi cerita pendek tetapi tidak mengerti
apa yang terkandung dalam soal tersebut, siswa tidak mampu membuat kesimpulan
dari apa yang mereka pelajari.
Penulis berpendapat bahwa kesulitan belajar di atas disebabkan oleh
rendahnya aspek kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang tidak dimiliki siswa dan
kurang mendapat sentuhan oleh guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek.
Pola pembelajaran di kelas, seharusnya siswa melakukan kegiatan secara
aktif dan kreatif. Misalnya pada saat diskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia,
siswa hendaknya saling bertanya jawab dengan mengemukakan penjelasan tentang
ide secara lisan dan tulisan.
Keaktifan siswa dapat diupayakan oleh guru melalui pemilihan strategi,
metode, teknik, dan model pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tuntutan yang perlu
dijabarkan dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), yaitu guru harus memilih melaksanakan kegiatan pembelajarannya dengan
model-model pembelajaran yang lebih modern, sehingga mutu pendidikan semakin
meningkat.
Pendapat itu sejalan dengan pendapat Mulyasa (2004: 117) yang
menyatakan guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan
penggunaan media pembelajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta
didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran.
Berdasar pada permasalahan yang penulis temukan dan pendapat para ahli
di atas, penulis bermaksud melaksanakan penelitian ilmiah dengan melaksanakan
pembelajaran. Penelitian ini akan penulis laksanakan untuk meminimalisasi
permasalahan-permasalahan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran
apresiasi cerita pendek.

Dalam pelaksanaan pembelajaran penulis memilih model Diskusi Kelompok


Silang. Irawan (1997: 7) menjelaskan:
Model diskusi kelompok silang (MDKS) pada hakikatnya adalah diskusi secara
umum. Diskusi adalah suatu kegiatan yang dihadiri dua orang atau lebih untuk
berbagi ide dan pengalaman serta memperluas pengetahuan. Misalnya, beberapa
anggota kelompok cenderung diam dan hanya menjadi pendengar. Disisi lain, satu
dua anggota lainnya cenderung mendominasi seluruh pembahasan. Dalam MDKS
tidaklah demikian anggota kelompok berganti terusmenerus sehingga mereka
dipaksa untuk berpartisipasi aktif berdiskusi.
Dasar pemikiran penulis memilih model diskusi kelompok silang karena
model tersebut memiliki keunggulan/kelebihan. Sebagaimana dikemukakan Irawan
(1997: 196) beberapa kelebihan MDKS adalah:
1. Model ini memacu peserta didik untuk berfikir dinamis dan kreatif.
2. Model ini menghindarkan dominasi satu-dua anggota kelompok terhadap
anggota yang lain.
3. Model ini memungkinkan terjadinya proses bagi ide (sharing ideas) dan
pengalaman secara lebih merata dikalangan peserta didik.
Melalui uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji sebuah
penelitian yang berjudul Dampak Penggunan Model Diskusi Kelompok Silang
dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keatif Siswa sekolah Dasar.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan dan batasan masalah
pada penelitian ini secara umum adalah Bagaimanakah penggunaan diskusi
kelompok silang pada pembelajaran apresiasi cerita pendek kemapuan berpikir kritis
dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia?.
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:

1. Apakan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan Diskusi kelompok silang


efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil pembelajaran
siswa?
2. Seberap besar peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil pembelajaran
antara siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran Diskusi
Kelompok Silang dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
3. Seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil pembelajaran
antara siswa dengan level sekolah baik, sedang dan buruk yang belajar
menggunakan pemebelajaran Diskusi Kelompok Silang?

C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui efektifitas pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan model
Diskusi Kelompok Silang dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
hasil belajar siswa berdasarkan level sekolah baik, sedang, dan kurang.
2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa yang menggunakan model Diskusi Kelompok Silang dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvesional.
3. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritisdan hasil belajar
siswa dengan level sekolah baik, sedang, dan kurang yang belajar
menggunakan model Diskusi Kelompok Silang.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritik, dapat memperkaya khasanah kajian ilmiah di bidang ilmu
pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan diskusi kelompok

silang dalam hubungannya dengan efektifitas proses mengajar apresiasi cerita


pendek di sekolah dasar.
2. Secara praktis, penelitian ini merupakan inovasi dalam pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya apresiasi cerita pendek karena model ini secara arif
mengajak guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dengan membiasakan
siswa mengkomunikasikan idenya serta aktif dalam diskusi.
3. Bagi siswa, memperoleh pengalaman belajar yang dapat membantu siswa
meningkatkan hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan
model diskusi kelompok silang.
4. Sumbangan pemikiran dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran secara
khususnya dan mutu pendidikan secara umumnya serta meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek.

E. LANDASAN TEORITIS
1. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
a. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam
berkomunikasi baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995).
Setelah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun
2006 yang lalu, dinyatakan bahwa standar kompetensi merupakan salah satu program
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa siswa, serta sikap
positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, dikemukakan pula dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:260) bahwa standar

kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon
situasi lokal, regional, nasional dan global.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga guru mempunyai
keleluasaan untuk menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik.
Kurikulum

Tingkat

Satuan

Pendidikan

pun

(Depdiknas,2006:260)

menyatakan bahwa standar kompetensi untuk mata pelajaran bahasa Indonesia ini
diharapkan:
1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai kemampuan, kebutuhan
dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan
hasil intelektual bangsa sendiri;
2) Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa
dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya;
4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program
di sekolah;
5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia, dan
6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan
kekhasan daerah.
b. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:261 ) menyatakan bahwa mata
pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis.
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara.
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.

5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,


memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya
intelektual manusia Indonesia.
c. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Dinyatakan
dalam
(Depdiknas,2006:260 )

Kurikulum

Tingkat

Satuan

Pendidikan

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mencakup kemampuan
berbahasa dan kemampuan bersastra, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut (1)
mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.
Penulis simpulkan ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia di SD
terdiri atas 2 aspek yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Dari
aspek tersebut dijabarkan lagi kedalam subaspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
d. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Standar kompetensi yang terkait dengan pembelajaran yang penulis
laksanakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:242 )
memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan
secara lisan. Kompetensi dasarnya adalah mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema,
latar, amanat).
Dari kompetensi dasar tersebut penulis jabarkan menjadi indikator sebagai
berikut.
1)

Menyebutkan tokoh dan watak cerita pendek.

2)

Menyebutkan latar cerita pendek.

3)

Memberikan tanggapan terhadap cerita pendek

4)

Menceritakan kembali secara tertulis cerita dengan kalimat yang runtut dan
mudah dipahami.

2. Kemampuan Berfikir Kritis


Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa untuk berpikir
kompleks menggunakan proses-proses berpikir mendasar berupa penalaran yang
logis sehingga dapat memahami, menganalisis, dan mengevaluasi serta dapat
menginterpretasikan suatu argument sesuai dengan penelarannya, sehingga dapat
menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah kemampuan
mengidentifikasi konsep, menggenaralisasikan suatu situasi yang berkaitan dengan
suatu konsep, keterampilan dan pemecahan suatu masalah. Kemampuan tersebut
diukur dengan tes kemampuan berpikir kritis, dimana tes yan dimaksud berbentuk
soal uaraian.
3. Hakikat Mengapresiasi Cerita Pendek
Apresiasi
dikemukakan

adalah

Aminudin

menghargai
(2000:34)

atau

istilah

mengindahkan.
apresiasi

berasal

Sebagaimana
dari

bahasa

Latin,aprecatio, yang berarti mengindahkan atau menghargai.


Mengapresiasi dapat dilakukan apabila kita telah menggauli karya sastra dan
menikmatinya. Sayuti (2000:3) berpendapat:
Apresiasi sastra merupakan upaya memahami karya sastra, yaitu upaya bagaimana
cara dapat mengerti sebuah karya sastra yang kita baca, baik fiksi maupun puisi,
mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang aktual, dan mengerti seluk
beluk strukturnya.
Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Purwo (1991:58) yang menyatakan
apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitive terhadap karya
sastra dan pendapat Gove dalam Aminudin (2000:34) mengemukakan apresiasi
mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan batin (2)

10

pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan


pengarang.
Ketika mengapresiasi, apresiator melibatkan aspek kognitif, afektif dan
evaluatif, sebagaimana dikemukakan (Aminudin, 2000:34) berkesimpulan sebagai
suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek
emotif, (3) aspek evaluatif.
Karya

sastra

mengangkat berbagai masalah kehidupan. Karena itu,

mengapresiasi karya sastra pada hakikatnya adalah memahami tentang kehidupan


yang terkandung dalam karya sastra, sebagaimana dikemukakan Rusyana (1987:7)
apresiasi adalah pengalaman yang semakin mendalam terhadap pemahaman hidup
ysng terkandung dalam sastra, serta hasrat dan jawaban kita terhadapnya.
Dalam mengapresiasi karya sastra seorang apresiator harus mengenal dan
mengetahui pendekatan dalam apresiasi karena untuk mengapresiasi karya sastra
pembaca harus mengaitkannya dengan pendekatan-pendakatan dalam mengapresiasi.
Pendekatan merupakan landasan yang digunakan oleh seseorang sewaktu
mengapresiasi karya sastra. Pendekatan dalam apresiasi karya sastra bermacammacam.
Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengapresiasi karya sastra
menurut Aminudin (2000:40) ditentukan oleh :
(1) Tujuan dan apa yang akan di apresiasi lewat teks sastra yang di bacanya, (2)
Kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, (3) dan penentuan
pendekatan tersebut tentu sangat ditentukan oleh apresiasi itu sendiri.
Membaca dan mengapresiasi karya sastra banyak sekali manfaatnya bagi
pembaca. Manfaat yang diperoleh antara lain beroleh pemahaman dan pengatahuan
tentang karya sastra. Dalam hal ini khususnya beroleh pengalaman dan pengetahuan
dari cerita pendek yang dibaca. Sebagaimana dikemukakan Aminudin (2000:60) :

11

Lewat karya sastra seseorang dapat menambah pengetahuannya tentang kosakata


dalam suatu bahasa, tentang pola kehidupan suatu masyarakat. Mereka yang menjadi
guru dapat memanfaatkan perolehan hasil bacanya dalam mengajar di sekolahnya,
seorang itu memiliki bahan cerita putra atau suami, cerita seorang penceramah dapat
memberikan selingan cerita kepada pendengarnya secara mudah.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa membaca karya
sastra itu sangat bermanfaat bagi pembaca karena karya sastra yang dibaca
memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan
serta memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang
berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia
itu sendiri.
4. Metode Diskusi Kelompok Silang
Menurut Irawan (1997:195)
Model diskusi kelompok silang (MDKS) pada hakikatnya adalah diskusi secara
umum. Diskusi adalah suatu kegiatan yang dihadiri dua orang atau lebih untuk
berbagi ide dan pengalaman serta memperluas pengalaman. Misalnya, beberapa
anggota kelompok diskusi cenderung diam dan hanya menjadi pendengar. Disisi lain,
satu dua anggota lainnya cenderung mendominasi seluruh pembahasan. Dalam
MDKS tidaklah demikian anggota kelompok berganti secara terus menerus sehingga
mereka dipaksa untuk berpartisipasi aktif berdiskusi.
Melalui Diskusi Kelompok Silang diharapkan siswa tidak hanya Duduk,
Dengar, Catat dan Hapalkan (DDCH) tetapi sisiwa diharapkan aktif, kreatif baik
secara fisik, mental, intelektual maupun emosionalnya. Dikemukakan Irawan
(1997:196) model ini dapat menjadi ajang produktif untuk memperluas wawasan
pengetahuan peserta didik dengan cara berbagi ide dan pengalaman dengan temantemannya yang lain.
Langkah-langkah pokok dalam model Diskusi Kelompok Silang menurut
Irawan (1997:198)

12

Pengajar
Menetapkan topik
Menjelaskan aturan main
Menentukan ketua untuk setiap kelompok

Peserta didik
Mendiskusikan topik
Ketua kelompok mencatat hasil diskusi

Pengajar
Memerintahkan peserta didik untuk berpindah kelomp

ngkah ini diulang berkali-kali sebanyak jumlah kelompok

Peserta didik
Pindah kelompok
Berdiskusi lagi
Ketua kelompok mencatat

Pengajar
Menghentikan diskusi
Meminta para ketua kelompok melaporkan hasil disku

Peserta didik
Ketua kelompok melaporkan hasil diskusi
Peserta lain member komentar

Prosedur melakukan Model Diskusi Kelompok Silang dikemukakan Irawan


(1997: 200) ada tiga langkah dasar yaitu:
13

1.

Persiapan
Menentukan topik.
Menentukan kelompok.
Membuat matrik rotasi kelompok.
Menentukan waktu diskusi.
Pelaksaan
Pada tahap pelaksanaan, pengajar memberitahu topik apa yang dibahas.
Kemudian, pengajar mulai membentuk menurut skenario yang tergambar dalam
matriks rotasi kelompok. Setiap kelompok diberi nama misalnya kelompok A, B, C,
D, dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 16.
Setelah kelompok kelompok terbentuk (termasuk ketua kelompok), pengajar
menjelaskan aturan main berdiskusi. Pada 15 menit pertama semua anggota
kelompok berada di kelompok asal. Nomor 1-4 di kelompok A, Nomor 5-8 di
kelompok B, Nomor 9-12 di kelompok C dan 13-16 di kelompok D.
Setelah 15 menit usai, pengajar memberi tanda agar diskusi dihentikan dan
anggota kelompok berpindah ke kelompok lain. Anggota 1 tetap di A (karena dia
ketua). Anggota nomor 2 ke B, 3 ke C, 4 ke 1), dan seterusnya. Pada 10 menit
kedua (setelah 15menit pertama). Anggota kelompok A adalah 1, 8, 11 dan 14.
anggota kelompok B adalah 2, 5, 12 dan 15. Demikian seterusnya.
Agar peserta didik tidak bingung, pengajar cukup memberi tahu agar setiap
peserta didik memikirkan dirinya sendiri kapan di A, kapan di B dan seterusnya.
Sebagai contoh, pengajar memberi ahu peserta nomor 14 bahwa pada 15 menit
pertama ia di kelompok D, setelah itu ia pindah ke A, setelah itu ke B, dan
akhirnya ke C, sehingga peserta nomor 14 mencatat dalam pikirannya (atau
bukunya) seperti ini D, A, B, C.
3.
Review/Balikan
Setelah semua peserta pernah masuk ke semua kelompok, berarti diskusi ini
telah selesai. Perlu dicatat, pada putaran terakhir, pengajar memberitahu semua
kelompok harus merumuskan hasil diskusi mereka. Rumusan inilah yang
dilaporkan oleh masing-masing kelompok.
a.
b.
c.
d.
2.

Berdasar pada pendapat ahli diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa


model Diskusi Kelompok Silang memupuk keberanian siswa untuk mengajukan
pendapat, sehingga pengalaman dan pengetahuannya semakin bertambah luas.
Diskusi kelompok silang merupakan model diskusi biasa, hanya anggotanya berubah
(berpindah tempat). Hal ini, membuat siswa semakin berkembang pengalaman dan
pengetahuannya.
F. DESAIN/ METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode eksperimen quasi
dengan pendekatan kulitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok

14

sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Kelompok eksperimen


melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Diskusi Kelompok Silang
dan kelompok control melakukan pembelajaran dengan cara konvesional. Kedua
kelompok diberi pretes dan postes dengan menggunakan instrument yang sama.
Menurut Sudjana, DKK (2004) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah
suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel
yang lain yang terkontrol secara ketat.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain Pretest-Postest Control
Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random
kemudian diberika pretes untuk mengetahui keadaaan awal adakah perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok control. Hasil pretes yang baik jika nilai
kelompok eksperimen dan kelompok control tidak berbeda secara signifikan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan (a) soal tes,

(b) lembar observasi selama

pembelajaran, dan (c) angket skala sikap.


Metode rancangan penelitian menggunakan rancangan sebagai berikut :
Subyek
R

Pra-test
O1

O1

Perlakuan
X

Pasca-test
O2
O2

Keterangan :
R

: pemilihan sampel secara random (acak)

O1

: perlakuan pembelajaran Diskusi Kelompok Silang

: pengukuran (pre tes pada kelompok eksperimen dan kontrol)

O2

: pengukuran (post tes pada kelompok eksperimen dan kontrol)


Pada desain ini , setiap kelompok masing-masing diberi tes awal (O1) dan

setelah diberi perlakuan diukur dengan tes akhir (O2). Hal ini dilakukan untuk

15

mengetahui kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa sebelum dan sesuadah
pembelajaran.
Langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah :
1. Secara acak dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia menurut
kategori sekolah berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sampel yang
terpilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok control.
2. Memeberikan pelatihan kepada guru tentang model pembelajaran Diskusi
Kelompok Silang dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan
oleh yang bersangkutan, peneliti bertugas menjadi observer dan partner guru
dan pembelajaran dilasanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
3. Setiap kelompok diberi pretest kemudian menentukan nilai rata-rata dan
standar deviasi tiap-tiap kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat
penguasaan kedua kelompok terhadap konsep pemahaman apresiasi cerita
pendek serta kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
4. Member perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, kelompok eksperimen
perlakuan yang diberikan yaitu pembelajaran dengan pembelajaran Diskusi
Kelompok

Silang,

sedangakan

kelompok

control

diberikan

dengan

pembelajaran konvesional.
5. Kemudian kepada setiap kelompok diberikan postes atau tes akhir

untuk

mengetahui kemapuan berpikir kritis dan kreatif.


6. Menggunakan uji anova dua jalur, untuk mengetahui perbedaan peningkatan
kemampuan berfikir kritis dan keatif siswa antara yang menggunakan
pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan model diskusi kelompok silang
dengan yang menggunakan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan
pendekatan konvensional ditinjau dari level sekolah.

16

G. POPULASI DAN SAMPEL


Penelitian ini dilakukan di empat sekolah yang mewakili tiga level sekolah
yaitu level sekolah baik, level sekolah sedang, dan level sekolah rendah yang berada
di daerah Panjalu kabupaten Ciamis. Sekolah dasar yang dipilih pada level sekolah
baik adalah SD Negeri 1 Sandingtaman dengan subjek penelitian kelas VA dan VB.
Level sekolah sedang adalah SD Negeri 3 Sandingtaman pada kelas VA dan VB.
Untuk level sekolah rendah digunakan SD Negeri 2 Sandingtaman dan SD Negeri 4
Sandingtaman masing-masing pada kelas V.

DAFTAR PUSTAKA
Aminudin.(2000). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
17

Arikunto, Suharsimi, dkk.(2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.


Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan kelas (Action Research). Jakarta:
Depdikbud
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tngkat Satuan Pendidikan SD. Jakarta : Depdiknas
Jabrohim (2002) Strategi Pengajaran Sastra; Sebuah Tawara Alternatif dalam
Bahasa dan Sastra Indonesia Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya
Abad XXI-ed. Yogyakarta: Gama media.
Irawan, Prasetyo (1997). Model Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: PT Repto
Internasional.
Jamaludin. (2003). Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Yogyakarta: Adicita karya
Mulyasa (2001) Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK.
Bandung: Rosda
Rusyana, Yus. (1987). Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang
Sayuti, Suminta A. (2000). Berkenelan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
Syah, Muhibin.(2002). Psikologis Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Soejono. Ag (1983) Metodik Khusus Bahasa Indonesia.Bandung: Bina Karya.
Sukidin, dkk (2002) Manajemen Tindakan Kelas. Jakarta. Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarno. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

18

Anda mungkin juga menyukai