JUDUL PROPOSAL
ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, MOTIVASI MENGAJAR DAN
KOMPETENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU
DARI SEGI GENDER
B. IDENTITAS PENELITI
NAMA
NIM
: 1113021064
JURUSAN
: Pendidikan Fisika
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan
yang diuraiakn diatas harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang Standar Pendidikan Nasioal, diantaranya terdapat 8 (delapan)
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi:
1. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
1
2. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
3. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan
prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
Kabupaten/Kota, Provinsi atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur
dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Jadi Standar Nasional Pendidikan memberikan kriteria minimum atau
standar yang harus dipenuhi oleh pemerintah, sekolah ataupun tenaga
kependidikan dalam proses belajar mengajar demi terwujudnya pendidikan yang
diharapkan oleh bangsa dan negara.
2
Lebih mengkhusus lagi untuk Provinsi Bali dari 33 provinsi yang terdapat
di Indonesia nilai uji kompetensi awal (UKA) Provinsi Bali menempati peringkat
10 besar namun untuk nilai rata-rata uji kompetensi guru (UKG) Bali tidak
menempati peringkat 10 besar hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang
dimiliki oleh guru-guru di Bali tidak stabil atau cenderung menurun. Hal ini juga
didukung oleh temuan ketika melaksanakan kegiatan PPL- Awal di SMA N 1
Ubud dan ketika melaksanakan kegiatan PPL-Real di SMA N 1 Sawan, ketika
melaksanakan kegiatan PPL-Awal di SMA N 1 Ubud masih terdapat beberapa
guru yang belum maksimal atau kurang semangat dalam mengajar. Berdasarkan
pengamatan guru model yang dilakukan, terlihat bahwa guru menjelaskan materi
tanpa mengikuti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun
sebgai persiapan pembelajaran di kelas, serta proses belajar mengajar atau
interaksi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru ke siswa saja.
Sejalan dengan hasil temuan PPL-Awal, ketika melaksanakan kegiatan
PPL-Real di SMA N 1 Sawan masih terdapat beberapa guru yang mengajar tanpa
menggunakan RPP, jarang memberikan tugas, tes atau evaluasi ketika proses
pembelajaran serta ulangan dan hanya berfokus pada buku teks saja, selain itu
metode belajar yang digunakan hanya metode ceramah tanpa menerapan standar
yang telah dicanagkan pemerintah dalam kurikulum 2013 seperti pendekatan
scientifik, menggunakan model-model pembelajaran inovatif yang mendukung
proses pembelajaran serta memposisikan diri sebagai fasilitator. Ditinjau dari visi
dan misi SMA N 1 Sawan sangat jelas terpapar bahwa visi sekolah adalah
Beradab dalam Prilaku Berkolaborasi dalam Meraih Prestasi. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap warga sekolah baik itu guru siswa maupun pegawai
4
harus memiliki prilaku yang sopan, santun, ramah, bijaksana dan lain sebagainya
sebagai pribadi yang beradab dan berkolaborasi dengan segala sesuatu yang
mendukung proses pembelajaran baik itu teknologi, budaya dan lingkungan demi
meraih prestasi yang diharapkan.
Faktanya ini tidak seluruh warga SMA N 1 Sawan mencermati atau
menghayati apa yang telah menjadi harapa sekolah yang terpapar dalam visi dan
misi SMA N 1 Sawan, hal ini terlihat dari masih adanya prilaku yang kurang
mendidik dalam proses pembelajaran seperti hukuman untuk siswa masih dalam
bentuk tindakan fisik seperti push up, jongkok bangun, naik turun tangga hingga
ditendang oleh guru bidang studi tertentu, yang seharusnya hukuman untuk siswa
agar bersifat mendidik adalah dengan memberikan tugas atau pembelajaran
karakter agar sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah ataupun pemerintah.
Berdasarkan temuan ketika melaksanakan kegiatan PPL-Awal maupun
kegiatan PPL-Real tersebut mengindikasikan bahwa masih kurangnya semangat
beberapa guru khususnya di Bali dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar,
hal tersebut juga menunjukan bahwa terdapat kesesuaian mangenai rendahnya
nilai uji kompetensi guru (UKG) yang diperoleh guru-guru di Indonesia dan Bali
khususnya. Secara umum topik mengenai semangat guru dalam mengajar ini
sudah menjadi perhatian kusus di kacamata internasional, hasil penelitian Kaniaru
et al (2014) menemukan sebagian besar guru merasa tidak termotivasi oleh
sekolah dan pemerintah, hal ini terihat dari 91% guru mengakui tidak puas dengan
gaji pokok yang diberikan, 65% guru tidak menerima imbalan tambahan selain
gaji pokok, dan hanya 56% guru yang mengaku bahwa manajemen sekolah telah
mengakui prestasi kerja mereka.
5
faktor motivasi, sehingga dibutuhkan sistem manajemen yang etis dan profesional
untuk masing-masing sekolah, karena sistem manajemen yang etis dan profesional
akan mampu menggambarkan kebutuhan motivasi guru berdasrkan semua
permasalahan kesejahteraan yang dihadapi oleh guru.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa emosional dan motivasi guru dalam
mengajar sangat berperan penting untuk meningkatkan kinerja guru, motivasi guru
dalam mengajar akan tumbuh jika terdapat dorongan baik dari dalam dirinya
sendiri ataupun dari luar, agar mampu berusaha lebih baik dalam menyelesaikan
tugasnya. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Gatzini (2014) yang
mengungkapkan bahwa motivasi guru diakibatkan oleh adanya pengawasan kerja,
tugas, tanggugjawab dan bagaimana upaya guru tersebut untuk diakui dan
dihormati.
Paparan diatas menjelaskan bahwa muara dari tindakan atau langkah yang
dilakukan pemerintah dan faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru adalah
untuk membentuk dan membangun guru yang profesional sehingga diharapkan
mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan
Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, unggul dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan
berkepribadian (Aca 2013). Sejalan dengan itu Purba (2013) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa guru profesional adalah guru yang mempunyai kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi
sosial. Melalui penelitiannya ternyata profesionalitas mengajar guru dipengaruhi
oleh kepuasan kerja dan kecerdasan emosional. Aca (2013) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara kompetensi
7
profesional guru terhadap kinerja guru SMP N 2 Amlapura, artinya semakin bagus
kompetensi profesional yang dimiliki guru tersebut maka akan semakin bagus pula
kinerjanya, selain itu Tanang dan Anbu (2014) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa untuk menjadi seorang yang profesional, guru harus belajar dan mengasah
keterampilannya dalam mencapai hasil yang baik bagi siswanya dan guru yang
profesional akan memiliki sifat keteladanan dan sikap yang baik ketika didalam
kelas maupun diluar kelas pada siswa-siswanya.
Berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi serta kompetensi guru
tentu saja akan terdapat perbedaan antara guru yang satu dengan guru yang
lainnya dalam artian tidak semua guru memiliki tingkat emosi, motivasi serta
kompetensi yang sama. Ditinjau dari segi gender guru dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu guru laki-laki dan guru perempuan. Secara fisik sudah terlihat guru lakilaki dan guru perempuan memiliki perbedaan yang sangat jelas baik itu cara
berpakaian, struktur tubuh, dan rambut, sedangkan secara psikologis sangat sulit
dibedakan antara guru laki-laki dan guru perempuan karena psikologis seseorang
lebih dititik beratkan pada situasi dan masalah yang dihadapi orang tersebut.
Handayani dan Sugiarti (2006) menyatakan bahwa aspek psikologis yang
mencakup intelegensi dan emosi dalam proses perkembangannya untuk laki-laki
dan perempuan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut terjadi karena
bebrapa faktor yang mempengaruhinya seperti budaya dan pola pengasuhan
keluarga yang disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1 Perbedaan Emosional dan Intelektual antara Laki-laki dan Perempuan
No
Laki-laki
Perempuan
Tidak terlalu agresif dan tidak
1
Sangat agresif dan independent
independen
2 Tidak emosional
Lebih emosional
8
3
4
5
Lebih objektif
Lebih subjektif
Sangat menyukai pengetahuan eksakta Kurang menyukai eksakta
Lebih logis
Kurang logis
Sumber: (Ekawati & Wulandari, 2011)
yang dialami guru perempuan akan berdampak pada proses pembelajaran yang
berlangsung, sedangkan suasana emosi guru laki-laki tidak berdampak pada proses
pembelajaran yang berlangsung. Penelitian ini menunjukkan bahwa guru laki-laki
memiliki tingkat penguasaan emosional yang lebih baik dari pada guru
perempuan, berbeda dengan penelitian tersebut, Anbuthasan dan Balakrishnan
(2013) dalam penelitianya menemukan bahwa guru perempuan secara signifikan
memiliki kompetensi mengajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru
lakilaki,
karena
guru
perempuan
lebih
sadar
akan
kewajibannya,
baik itu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional serta gender
di kalangan pendidikan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini berguna bagi guru sebagai refrensi dan gambaran terhadap
kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta tingkat kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru agar guru terinspirasi untuk mengembangkan kinerja dan
menjadi lebih baik lagi dalam mengajar demi terciptanya tujuan pendidikan
yang diharapkan baik di sekolah maupun pemerintah.
2. Penelitian ini berguna bagi sekolah sebagai acuan dan masukan untuk
melakukan refleksi dan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang telah
diambil dalam memberikan layanan pendidikan pada guru.
3. Penelitian ini berguna bagi pemerintah sebagai masukan-masukan untuk
melakukan refleksi dan koreksi dalam upayanya untuk meningkatkan standar
pendidikan di Indonesia.
emosional
(emotional
intelligence)
didefinisikan
sebagai
14
(laki-laki
dan
perempuan)
pada
setiap
tahapan
pembelajaran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gender
Gender secara umum sering diartikan sebagai hal yang membedakan
lakilaki dan perempuan secara permanen, namun tidak semua mengetahui bahwa
sifat gender ini dapat dipertukarkan satu sama lain dan berkembang dari waktu ke
waktu. Jika dikaji lebih mendalam sifat yang secara permanen dan tidak dapat
dipertukarkan satu sama lain adalah seks, dimana seks adalah perbedaan jenis
kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada
masingmasing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin
merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan
16
18
sosial;
berinteraksi
keterampilanketerampilan
ini
dengan
untuk
lancar;
mempengaruhi,
menggunakan
memimpin,
bermusyawarah,
menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerjasama.
2.3 Motivasi Mengajar (Teaching Motivation)
Studi motivasi difokuskan pada proses yang memberi energi, arah, dan
mempertahankan
perilaku
(Santrock,
2007). Santrock
dalam
bukunya
menjabarkan beberapa perspektif mengenai motivasi, diantaranya sebagai berikut.
Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi. Dalam perspektif behavioral ini
19
dikenal istilah insentif yang diartikan sebagai peristiwa atau stimuli positif atau
negatif yang dapat memotivasi seseorang. Insentif yang dapat dipakai oleh
pemerintah, sekolah atau instansi terkait untuk meningkatkan motivasi seorang
guru antara lain memberi penghargaan atau pengakuan seperti sertifikat prestasi,
memberi kehormatan atau mengumumkan prestasi mereka, serta pemberian izin
untuk hal-hal yang sifatnya pribadi.
Perspektif humanistis menekankan kepada kapasitas seseorang untuk
mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib dan kualitas mereka
seperti peka terhadap orang lain. Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan
dari Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu
sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
Perspektif kognitif menjelaskan bahwa pemikiran seseorang dapat
memandu motivasi mereka. Pada perspektif ini juga ditekankan arti penting dari
penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan
(Schunk et al dalam Santrock, 2007). Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai
dengan gagasan R.W. White (1959 dalam Santrock 2007) yang mengusulkan
konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk
menghadapi lingkungan mereka secara efektif untuk menguasai dunia mereka dan
memproses informasi secara efisien.
Perspektif sosial menggambarkan tentang kebutuhan afiliasi atau
keterhubungan yang dijelaskan sebagai motif untuk berhubungan dengan orang
lain secara aman hal ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan
hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi seseorang dapat
tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman,
20
kawan dekat, keterkaitan mereka dengan orang tua dan menjalin hubungan yang
positif dengan guru (Santrock, 2007).
Berdasarkan perspektif tentang motivasi tersebut maka dapat dibedakan
motivasi ke dalam dua jenis yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan atau mencapai
tujuan. Motivasi ekstrinsik sering dipenggaruhi oleh insentif eksternal seperti
imbalan dan hukuman. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk
melakukan sesuatu demi sesuatu atau tujuan itu sendiri (Santrock, 2007).
Sehingga dapat dijelaskan bahwa motivasi yang ingin dikaji dalam
penelitian ini merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari
dalam maupun dari luar guru, sehingga guru berkeinginan untuk dapat melayani
dan membimbing siswa menjadi lebih baik. Maslow dalam (Uno, 2008)
mengemukakan lima tingkat kebutuhan pada seseorang diantaranya adalah
sebagai berikut.
1) Kebutuhan Fisiologis: meliputi kebutuhan yang harus dipuaskan untu dapat
tetap hidup, termasuk makanan, perumahan, pakaian dan sebagainya.
2) Kebutuhan akan Rasa Aman: meliputi kebutuhan akan keselamatana seperti
polis asuransi, mendaftarkan diri masuk perserikatan pekerja dan sebagainya.
3) Kebuthan akan Cinta Kasih atau Kebutuhan Sosial: meliputi hubungan antar
manusia seperti hubungan antar pribadi yang mendalam, menjadi bagian dalam
berbagai kelompok sosial dan lain sebagainya
4) Kebutuhan akan Penghargaan: meliputi percaya diri dan harga diri maupun
kebutuhan akan pengakuan orang lain seperti memiliki pekerjaan yang dapat
21
22
Menguasai teori
belajar dan
prinsipprinsip
pembelajaran yang
mendidik.
2.1
2.2
23
Mengembangkan
kurikulum yang
terkait dengan mata
pelajaran yang
diampu.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
4
Menyelenggarakan
pembelajaran yang
4.1
mendidik.
4.2
Mengembangkan
komponenkomponen rancangan pembelajaran.
Menyusun rancangan pembelajaran yang
lengkap, baik untuk kegiatan di dalam
kelas, laboratorium, maupun lapangan.
Melaksanakan
pembelajaran
yang
mendidik di kelas, di laboratorium, dan di
lapangan dengan memperhatikan standar
keamanan yang dipersyaratkan.
4.3
4.4
4.5
4.6
Memanfaatkan
teknologi informasi
dan komunikasi
untuk kepentingan
pembelajaran.
5.1
24
Memfasilitasi
pengembangan
potensi peserta didik
untuk
mengaktualisasikan
berbagai
potensi yang
dimiliki.
Berkomunikasi
secara
efektif,
empatik, dan santun
dengan
peserta
didik.
6.1
Menyelenggarakan
penilaian
dan
evaluasi proses dan
hasil belajar.
8.1
6.2
7.1
7.2
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
Menyediakan
berbagai
kegiatan
pembelajaran untuk mendorong peserta
didik mencapai prestasi secara optimal.
Menyediakan
berbagai
kegiatan
pembelajaran untuk mengaktualisasikan
potensi
peserta
didik,
termasuk
kreativitasnya.
Memahami
berbagai
strategi
berkomunikasi yang efektif, empatik, dan
santun, secara lisan, tulisan, dan/atau
bentuk lain.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan peserta didik dengan bahasa
yang
khas
dalam
interaksi
kegiatan/permainan yang mendidik yang
terbangun secara siklikal dari (a)
penyiapan kondisi psikologis peserta didik
untuk ambil bagian dalam permainan
melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan
kepada peserta didik untuk ambil bagian,
(c) respons peserta didik terhadap ajakan
guru, dan (d) reaksi
guru terhadap respons peserta didik, dan
seterusnya.
Memahami prinsip-prinsip penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran yang
diampu.
Menentukan aspek-aspek proses dan hasil
belajar yang penting untuk dinilai dan
dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran yang diampu.
Menentukan prosedur penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
Mengembangkan instrumen penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
Mengadministrasikan penilaian proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan
dengan mengunakan berbagai instrumen.
Menganalisis hasil penilaian proses dan
hasil belajar untuk berbagai tujuan.
25
Memanfaatkan
hasil penilaian dan
evaluasi untuk
kepentingan
pembelajaran.
8.7
Melakukan
evaluasi
hasil belajar.
9.1
9.2
9.3
9.4
10
Melakukan
tindakan reflektif
untuk peningkatan
kualitas
pembelajaran.
proses dan
26
Menampilkan
diri
sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat
1.1
1.2
Bersikap
sesuai
dengan
norma agama yang dianut,
hukum dan sosial yang
berlaku dalam masyarakat,
dan kebudayaan nasional
Indonesia yang beragam.
2.1
2.2
2.3
Menampilkan
diri
sebagai
pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa.
3.1
3.2
Menunjukkan
etos
kerja, 4.1
tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa 4.2
percaya diri.
4.3
Menjunjung tinggi kode
profesi guru.
etik
5.2
5.3
5.4
27
2.3
3.1
Beradaptasi
dengan
lingkungan tempat bekerja
dalam rangka meningkatkan
efektivitas sebagai pendidik.
Melaksanakan
berbagai
program dalam lingkungan
kerja untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas
pendidikan di daerah yang
bersangkutan.
3.2
Berkomunikasi
dengan
komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.
4.1
4.2
Berkomunikasi dengan
teman sejawat, profesi
ilmiah, dan komunitas
ilmiah lainnya
melalui
berbagai
media dalam rangka
meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Mengkomunikasikan
hasilhasil
inovasi
pembelajaran
kepada
komunitas profesi sendiri
secara lisan dan tulisan
maupun bentuk lain.
(Sumber: Depdiknas, 2007)
29
1.8
1.9
1.10
Menguasai prinsip-prinsip
dan teori-teori pengelolaan
dan
keselamatan
kerja/belajar di laboratorium
fisika sekolah.
1.11
1.12
Merancang
eksperimen
fisika
untuk
keperluan
pembelajaran
atau
penelitian.
Melaksanakan eksperimen
fisika dengan cara yang
benar.
Memahami sejarah
perkembangan
IPA
pada umumnya
khususnya fisika dan
pikiran-pikiran
yang mendasari
perkembangan
tersebut.
Memahami standar
kompetensi mata pelajaran
yang diampu.
Memahami kompetensi dasar
mata pelajaran yang diampu.
Memahami
tujuan
pembelajaran yang diampu.
1.13
1.14
2.1
2.2
2.3
3
Mengembangkan
materi
3.1
Memilih
materi
pembelajaran
yang diampu sesuai dengan
tingkat
perkembangan
peserta didik.
31
Mengembangkan
keprofesionalan
secara
berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi untuk
mengembangkan diri.
5.1
5.2
Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi
dalam berkomunikasi.
Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi
untuk pengembangan diri.
(Sumber: Depdiknas, 2007)
tersebut dan kemampuannya dalam berinteraksi. Selain itu guru perempuan pada
penelitian ini ditemukan lebih tangguh dan lebih mandiri dibandingkan dengan
guru laki-laki. Hal ini terlihat dari kemampuan guru prempuan dalam
menggunakan waktunya secara optimal dan penuh persiapan seperti membuat
rancangan pembelajaran, tidak seperti guru laki-laki yang hanya repot ketika
menit-menit terakhir dalam persiapan
Kedua,
Anbuthasan
dan
Balakrishnan
(2013)
dalam
penelitianya
34
55,9%. 3) Terdapat pengaruh secara simultan antara motivasi kerja guru dan
kedisiplinan kerja guru dengan kinerja guru. Besarnya pengaruh kedua variabel
tersebut terhadap kinerja guru adalah 66,9 %.
Kedelapan, Kaniaru et al (2014) dalam penelitianya menemukan bahwa
91% guru mengakui tidak puas dengan gaji pokok yang diberikan sedangkan 9%
mengatakan puas dengan gajinya, gaji dan kenaikan gaji ini ditentukan pada
tingkat Nasional sedangkan pada tingkat masing-masing sekolah menentukan
seberapa pengakuan mereka terhadap kinerja guru-gurunya, yakni dengan cara
pengembangan kerja, promosi, proyek dan pelatihan, akan tetapi dari manajemen
yang dilakukan sekolah 78% guru menegaskan bahwa kenaikan gaji mereka
setelah promosi tidak signifikan dan 65% guru tidak menerima imbalan tambahan
selain gaji pokok mereka, selain itu hanya 22% guru yang telah mendapatkan
pelatihan yang disponsori, dan hanya 56% guru yang mengaku bahwa manajemen
sekolah telah mengakui prestasi kerja mereka.
Kesembilan, Odiembo dan Simatwa (2014) menemukan bahwa Gender
guru matematika menyumbang pengaruh yang kecil terhadap prestasi akademik
siswa, karean dalam beberapa kasus ditemkan terkadang guru perempuan lebih
baik dari pada guru laki-laki dan sebaliknya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan karakteristik permasalahan yang diteliti penelitian ini
tergolong dalam penelitian kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik,
kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen
seperti test atau kuisioner.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentag apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya (Moleong, 2006). Filosofi
penelitian kualitatif dalam suatu penelitian merupakan kegiatan yang berusaha
mengamati, menganalisis, mendeskripsikan, dan mengidentifikasi suatu kejadian
secara alamiah (Moleong, 2006). Kejadian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru dalam
pembelajaran fisika yang ditinjau daari segi gender. Karakteristik penelitian
kualitatif menurut Moleong (2006) adalah sebagai berikut.
1. Peneliti terlibat langsung dalam kancah penelitian untuk melakukan observasi,
wawancara mendalam, diskusi, pengukuran langsung, serta mempelajari
dokumen-dokumen yang ada yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
2. Peneliti menjadi instrumen utama agar dapat mengumpulkan data seobjektif
mungkin. Manusia sebagai instrumen dapat berhubungan dengan responden
atau objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan di lapangan.
39
3. Data bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah dalam bentuk kata-kata
atau gambar. Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran yang diperoleh melalui naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dan dokumen-dokumen.
4. Analisis data bersifat induktif. Melalui teknik ini, penulis dapat menguraikan
latar secara penuh dan membuat hubungan peneliti-responden menjadi
eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel.
5. Lebih mementingkan proses daripada hasil karena hubungan bagian-bagian
yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
Definisi di atas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian
kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses
dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada
proses dari pada hasil akhir. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini
memerlukan waktu dan kondisi yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini
akan berdampak pada desain penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya
yang juga berubah-ubah atau bersifat fleksibel.
Observasi Awal
Penyusunan Instrumen
Pelaporan Hasil
Pengambilan Data
Analisis Data
1) Observasi Awal
Tahap observasi awal ke sekolah dimaksudkan untuk mengurus perizinan
dan melaksanakan penjajagan di SMA N 1 Sawan. Hal ini dilakukan untuk lebih
mengenal situasi sosial dan keadaan lingkungan di SMA N 1 Sawan, selain itu
dilakukan pula penggalian informasi pada siswa dan kepala sekolah terkait sikap
dan sifat guru saat melakukan proses pembelajaran dan diluar jam pelajaran.
Tahap observasi ini juga dijadikan sebagai langkah awal pneliti memberikan kesan
terhadap subjek penelitian untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan seperti
hari efektif mengajar dan kelas yang diampu.
2) Penyusunan Instrumen Penelitian
Penyusunan
instrumen
penelitian
dimaksudkan
untuk
merancang
3) Pengambilan Data
Proses pengambilan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang
diinginkan berdasarkan observasi dan instrumen yang telah disiapkan. Peneliti
memperhatikan, mengamati dan mengkritisi bagaimana tindakan guru fisika
didalam kelas pada saat melaksanakan proses pembelajaran dan diluar ketika
berinteraksi dengan warga sekolah, pada tahap ini dilakukan observasi,
dokumentasi dan wawancara untuk memperoleh informasi yang dimaksud
(kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru) yang terrekam
berdasarkan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan guru
fisika dalam proses pembelajaran. Proses pengumpulan data ini juga tidak terlepas
dari alat-alat yang akan digunakan oleh peneliti yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Alat penelitian yang penting yang biasanya digunakan adalah catatan
lapangan. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu
mengadakan pengamatan, wawancara, dan menyaksikan suatu kejadian tertentu.
Disamping itu, peneliti juga menggunakan alat bantu lain, yaitu kamera, perekam
suara, dan handycam.
4) Analisis Hasil Data Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif, sehingga
dianalisis secara kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2013), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data yang diteliti dapat
dikatakan jenuh. Data-data yang dimaksud diatas meliputi kecerdasan emosional,
motivasi mengajar dan kompetensi guru serta dimensi-dimensinya yang telah
diteliti berdasarka proses pengambilan data.
42
satu
sekolah
yang
terletak
dibagian
timur
kabupaten
singaraja
yang
mencantumkan pelajaran fisika disalah satu mata pelajaran yang ada di sekolah.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, dengan dasar
pertimbangan: (1) SMA Negeri 1 Sawan memiliki tenaga pendidik laki-laki dan
perempuan khususnya pada matapelajaran fisika, (2) SMA Negeri 1 Sawan
terkenal sebagai sekolah yang berbuadaya, ramah, sopan dan santun, sehingga
peneliti ingin mengungkap kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan
kometensi guru dalam pembelajaran fisika yang ditinjau dari segi gender, dan (3)
lokasi SMA Negeri 1 Sawan merupakan tempat peneliti melaksanakan kegiatan
PPL-Real sehingga situasi sosial, fisik dan lingkungan sekolah telah diketahui
yang nantinya akan mempermudah peneliti dalam proses pengumpulan informasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada awal Januari 2015, yaitu pada semester ganjil
tahun ajaran 2015/2016.
3.3.2 Pelaku Penelitian
Pelaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan objek
penelitian. Subjek yang diteliti adalah beberapa guru fisika (laki-laki dan
perempuan) yang mengajar di SMA Negeri 1 Sawan. Sedangkan objek yang
diteliti adalah kecerdasan emosional guru baik didalam kelas maupun diluar kelas,
motivasi guru untuk mengajar serta kompetensi yang dimiliki oeh guru tersebut.
3.3.3 Aktivitas Penelitian
Aktivitas penelitian yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data
mengenai tingkat kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta kompetensi guru
yang dimiliki oleh guru laki-laki dan perempuan. Pada tahap ini peneliti
44
dengan
guru
berupa
alasan-alasan
yang
melatarbelakangi
kualitatif ini diperoleh melalui wawancara (data kata-kata dari narasumber dan
transkrip wawancara), dokumentasi (isi dokumen), dan observasi (transkrip
video/tape recorder) yang telah dituangkan dalam kata-kata.
3.4.2 Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari guru, siswa dan kepala sekolah. Guru
yang dijadikan sebagai sumber data penelitian adalah guru (laki-laki dan
perempuan) yang mengajar fisika di SMA Negeri 1 Sawan, sedangkan siswa dan
kepala sekolah akan dijadikan sebagai triangulasi data dari informasi yang
diperoleh dari guru yang bersangkutan. Jumlah sumber data penelitian kualitatif
ditentukan secara purposive sampling (Sugiyono, 2013). Sumber data yang lain
adalah foto, video, recording dan dokumen terkait.
penelitian ini, karena untuk memperoleh informasi atau data terkait fokus
penelitian yaitu kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru
peneliti secara langsung terjun kelapangan untuk melakukan observasi, wawancara
dan dokumentasi terhadap sumber data. Peneliti sebagai instrumen kunci nantinya
akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dan alatalat bantu untuk
memaksimalkan kinerja peneliti
46
setting
lingkungan serta kegiatan secara rinci sehingga pemahaman peneliti akan situasi
akan lebih komprehensif (Suharsaputra, 2012).
Kegiatan yang dimaksud dalam melakukan observasi adalah langkah yang
dilakukan peneiti untuk menjaring informasi, yaitu melihat, mengamati,
mendengar dan mencermati segala tindak guru didalam kelas saat proses
pembelajaran berlangsung dengan berbagai alat bantu yang digunakan peneliti
seperti pedoman observasi, check list dan alat perekam (kamera dan tape rekorder)
yang telah disiapkan sebelumnya, sehingga peneliti dapat menarik suatu simpulan
atau diagnosis sementara mengenai kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan
kompetensi guru berdasarkan apa yang telah peneliti lihat, amati, dengar dan
cermati.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan pada penelitian kualitatif karena banyak hal yang
tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung, seperti perasaan, pikiran
47
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
mengumpulkan
menggambarkan
kompetensi yang dimiliki guru serta tingkat motivasi dan emosional guru tersebut
dalam mengajar untuk selanjutnya dianalisis hubungannya dengan fokus
penelitian.
4. Teknik Tambahan
48
(validitas
eksternal)
adalah
derajat
ketepatan/dapat
diartikan
sebagai
teknik
pengumpulan
data
yang
bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada (Sugiyono, 2013: 330). Triangulasi pada hakikatnya merupakan
pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan
menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat
dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati
dari berbagai sudut pandang (Rahardjo, 2010). Sehingga dapat dijelaskan
triangulasi merupakan usaha atau kegiatan mengecek kebenaran data atau
informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda
dengan mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data (Rahardjo, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Aca, W. 2013. Kontribusi kompetensi profesional, supervisi pendidikan dan iklim
kerja terhadap kinerja guru SMP Negeri 2 Amlapura. Tesis (tidak
diterbitkan). Program Studi Administrasi Pendidikan Pascasarjana Undiksha.
Anbuthasan, A. & Balakrishnan, V. 2013. Teaching competency of teacher in
relation to gender, age and locality. International Journal of Teacher
Educational Research. 2(1): 31-35. Tersedia pada: http//:www.ijter.com.
Diakses pada 26 Mei 2014.
51
Efivanias, H. 2012. Ada guru dapat nilai nol saat UKG. Artikel <online>. Tersedia
pada: www.tribunnews.com. Diakses pada 21 September 2014.
Gatsinzi, P. 2014. Work and school related variables in teacher motivation in
Gasabo District, Rwanda. Journal of Education and Training. 1(2). 262-275
Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.5296/jet.v1i2.4747. Diakses pada 18
September 2014.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Handayani, T. & Sugiarti. 2006. Konsep dan teknik penelitian gender. Malang:
UMM Press.
Kaniaru, S. W., Kiarie, C. W. & Thinguri, R. W. 2014. The total reward concept:
Key to teachers motivation of public primary school in Kenya, a case study
of Mathira East District. The International Journal of Humanities and
Social Studies (IJHSS). 2(6): 13-18. Tersedia pada http://www.theijhss.com.
Diakses pada 20 Oktober 2014.
Kant, R. 2014. A study of emotional intelligence and teaching motivation of
secondary school teachers in relation to their gender and stream. Academia
Journal
of
Educational
Research.
2(3):
039-043.
Tersedia
pada
Rosdakarya.
Musfah, J. 2011. Peningkatan kompetensi guru: Melalui pelatihan dan sumber
belajar teori dan praktik. Jakarta: Kencana.
Nabwire, J. L. 2014. Influence of teachers gender on student performance in biology in
secondary school in Kenya. International Journal of Advanced Research. 2(2):
178-186. Tersedia pada: http://journalijar.com. Diakses pada 7 Maret 2014.
54
55