Anda di halaman 1dari 55

A.

JUDUL PROPOSAL
ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, MOTIVASI MENGAJAR DAN
KOMPETENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU
DARI SEGI GENDER
B. IDENTITAS PENELITI
NAMA

: Anak Agung Gede Basudewa

NIM

: 1113021064

JURUSAN

: Pendidikan Fisika

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan
yang diuraiakn diatas harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang Standar Pendidikan Nasioal, diantaranya terdapat 8 (delapan)
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi:
1. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
1

2. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
3. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan
prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
Kabupaten/Kota, Provinsi atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur
dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Jadi Standar Nasional Pendidikan memberikan kriteria minimum atau
standar yang harus dipenuhi oleh pemerintah, sekolah ataupun tenaga
kependidikan dalam proses belajar mengajar demi terwujudnya pendidikan yang
diharapkan oleh bangsa dan negara.
2

Mengacu pada standar kompetensi yaitu standar pendidik dan tenaga


kependidikan, seorang pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Salah satu upaya
nyata dari pemerintah untuk meningkatkan standar pendidik dan tenaga
kependidikan adalah dengan meningkatkan profesionalisme guru sesuai dengan
yang tertera pada Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam misi untuk meningkatkan
profesionalisme guru telah lama berlangsung dan hingga kini masih berlangsung
seperti sertifikasi, PLPG, penataran, diklat, seminar, dan studi banding.
Bertolak dari sekian program yang telah dicanangkan oleh pemerintah,
faktanya tingkat kompetensi yang dimiliki oleh sebagian besar guru-guru di
Indonesia masih tergolong rendah atau kurag dari standar yang ditetapkan oleh
pemerintah. Hal ini terlihat dari tes terhadap kompetensi guru atau lebih dikenal
dengan uji kompetensi guru (UKG) yang rutin dilakukan oleh pemerintah guna
mengetahui kompetensi yang dimiliki oleh guru tersebut. Hasil uji kompetensi
guru ini telah menjadi sorotan di beberapa surat kabar yang meliput dan merekam
jalannya UKG ini antara lain laporan dari tribunnews.com mengenai hasil ratarata
nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dicapai oleh guru-guru tahun 2013 di
seluruh Indonesia hanya sebesar 4,25 (Pardede, 2013). Nilai ini menunjukkan
bahwa tingkat kompetensi guru di Indonesia masih tergolong rendah, di Provinsi
Papua dari 32.000 jumlah guru yang ada, hanya 7 persen yang lolos sertifikasi
guru (Levi, 2012), sedangkan nilai UKG di Provinsi Riau masih jauh dari harapan,
bahkan ada yang mendapatkan nilai nol (Efivanias, 2012).
3

Lebih mengkhusus lagi untuk Provinsi Bali dari 33 provinsi yang terdapat
di Indonesia nilai uji kompetensi awal (UKA) Provinsi Bali menempati peringkat
10 besar namun untuk nilai rata-rata uji kompetensi guru (UKG) Bali tidak
menempati peringkat 10 besar hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang
dimiliki oleh guru-guru di Bali tidak stabil atau cenderung menurun. Hal ini juga
didukung oleh temuan ketika melaksanakan kegiatan PPL- Awal di SMA N 1
Ubud dan ketika melaksanakan kegiatan PPL-Real di SMA N 1 Sawan, ketika
melaksanakan kegiatan PPL-Awal di SMA N 1 Ubud masih terdapat beberapa
guru yang belum maksimal atau kurang semangat dalam mengajar. Berdasarkan
pengamatan guru model yang dilakukan, terlihat bahwa guru menjelaskan materi
tanpa mengikuti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun
sebgai persiapan pembelajaran di kelas, serta proses belajar mengajar atau
interaksi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru ke siswa saja.
Sejalan dengan hasil temuan PPL-Awal, ketika melaksanakan kegiatan
PPL-Real di SMA N 1 Sawan masih terdapat beberapa guru yang mengajar tanpa
menggunakan RPP, jarang memberikan tugas, tes atau evaluasi ketika proses
pembelajaran serta ulangan dan hanya berfokus pada buku teks saja, selain itu
metode belajar yang digunakan hanya metode ceramah tanpa menerapan standar
yang telah dicanagkan pemerintah dalam kurikulum 2013 seperti pendekatan
scientifik, menggunakan model-model pembelajaran inovatif yang mendukung
proses pembelajaran serta memposisikan diri sebagai fasilitator. Ditinjau dari visi
dan misi SMA N 1 Sawan sangat jelas terpapar bahwa visi sekolah adalah
Beradab dalam Prilaku Berkolaborasi dalam Meraih Prestasi. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap warga sekolah baik itu guru siswa maupun pegawai
4

harus memiliki prilaku yang sopan, santun, ramah, bijaksana dan lain sebagainya
sebagai pribadi yang beradab dan berkolaborasi dengan segala sesuatu yang
mendukung proses pembelajaran baik itu teknologi, budaya dan lingkungan demi
meraih prestasi yang diharapkan.
Faktanya ini tidak seluruh warga SMA N 1 Sawan mencermati atau
menghayati apa yang telah menjadi harapa sekolah yang terpapar dalam visi dan
misi SMA N 1 Sawan, hal ini terlihat dari masih adanya prilaku yang kurang
mendidik dalam proses pembelajaran seperti hukuman untuk siswa masih dalam
bentuk tindakan fisik seperti push up, jongkok bangun, naik turun tangga hingga
ditendang oleh guru bidang studi tertentu, yang seharusnya hukuman untuk siswa
agar bersifat mendidik adalah dengan memberikan tugas atau pembelajaran
karakter agar sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah ataupun pemerintah.
Berdasarkan temuan ketika melaksanakan kegiatan PPL-Awal maupun
kegiatan PPL-Real tersebut mengindikasikan bahwa masih kurangnya semangat
beberapa guru khususnya di Bali dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar,
hal tersebut juga menunjukan bahwa terdapat kesesuaian mangenai rendahnya
nilai uji kompetensi guru (UKG) yang diperoleh guru-guru di Indonesia dan Bali
khususnya. Secara umum topik mengenai semangat guru dalam mengajar ini
sudah menjadi perhatian kusus di kacamata internasional, hasil penelitian Kaniaru
et al (2014) menemukan sebagian besar guru merasa tidak termotivasi oleh
sekolah dan pemerintah, hal ini terihat dari 91% guru mengakui tidak puas dengan
gaji pokok yang diberikan, 65% guru tidak menerima imbalan tambahan selain
gaji pokok, dan hanya 56% guru yang mengaku bahwa manajemen sekolah telah
mengakui prestasi kerja mereka.
5

Sehingga dari aparan diatas dan temuan ketiak melakukan kegiatan


PPLAwal dan PPL-Real menunjukkan bahwa semangat dan kinerja guru tergolong
masih rendah, rendahnya kinerja guru ini akan berdampak pada guru itu sendiri,
siswa maupun sekolah, karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam
kinerja guru slaha satunya adalah emosional dan motivasi. Pernyataan ini
didukung oleh hasil penelitian Babatunde et al (2014) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan
emosional dan motivasi kerja terhadap produktivitas guru, selain itu kecerdasan
emosional dan motivasi kerja memiliki pengaruh komposit dan kontribusi relatif
terhadap produktivitas guru, artinya kecerdasan emosional dan motivasi kerja
dapat menggambarkan produktivitas guru, sedangkan Kant (2014), dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan emosional memegang peranan
penting dalam motivasi mengajar, karena profesi seorang guru harus didasarkan
atas emosional. Ketika seorang pendidik memiliki emosi yang kuat atau stabil
maka mereka akan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam kelas
dengan sangat baik.
Demi menghadapi tantangan global dan persaingan internasional sudah
sepatutnya kesejahteraan guru diperhitungkan sebagi salah satu bentuk
penghargaan atau motivasi guna meningkatkan kinerja guru dalam mengajar,
karena motivasi ini akan sangat berperan dalam kinerja guru. Eros (2014)
menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi
kerja guru terhadap kinerja guru. Besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja
guru adalah sebesar 61,1%, sedangkan Nzulwa (2014) dalam penelitiannya
menemukan bahwa prilaku profesional dan prestasi kerja sangat dipengaruhi oleh
6

faktor motivasi, sehingga dibutuhkan sistem manajemen yang etis dan profesional
untuk masing-masing sekolah, karena sistem manajemen yang etis dan profesional
akan mampu menggambarkan kebutuhan motivasi guru berdasrkan semua
permasalahan kesejahteraan yang dihadapi oleh guru.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa emosional dan motivasi guru dalam
mengajar sangat berperan penting untuk meningkatkan kinerja guru, motivasi guru
dalam mengajar akan tumbuh jika terdapat dorongan baik dari dalam dirinya
sendiri ataupun dari luar, agar mampu berusaha lebih baik dalam menyelesaikan
tugasnya. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Gatzini (2014) yang
mengungkapkan bahwa motivasi guru diakibatkan oleh adanya pengawasan kerja,
tugas, tanggugjawab dan bagaimana upaya guru tersebut untuk diakui dan
dihormati.
Paparan diatas menjelaskan bahwa muara dari tindakan atau langkah yang
dilakukan pemerintah dan faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru adalah
untuk membentuk dan membangun guru yang profesional sehingga diharapkan
mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan
Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, unggul dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan
berkepribadian (Aca 2013). Sejalan dengan itu Purba (2013) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa guru profesional adalah guru yang mempunyai kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi
sosial. Melalui penelitiannya ternyata profesionalitas mengajar guru dipengaruhi
oleh kepuasan kerja dan kecerdasan emosional. Aca (2013) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara kompetensi
7

profesional guru terhadap kinerja guru SMP N 2 Amlapura, artinya semakin bagus
kompetensi profesional yang dimiliki guru tersebut maka akan semakin bagus pula
kinerjanya, selain itu Tanang dan Anbu (2014) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa untuk menjadi seorang yang profesional, guru harus belajar dan mengasah
keterampilannya dalam mencapai hasil yang baik bagi siswanya dan guru yang
profesional akan memiliki sifat keteladanan dan sikap yang baik ketika didalam
kelas maupun diluar kelas pada siswa-siswanya.
Berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi serta kompetensi guru
tentu saja akan terdapat perbedaan antara guru yang satu dengan guru yang
lainnya dalam artian tidak semua guru memiliki tingkat emosi, motivasi serta
kompetensi yang sama. Ditinjau dari segi gender guru dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu guru laki-laki dan guru perempuan. Secara fisik sudah terlihat guru lakilaki dan guru perempuan memiliki perbedaan yang sangat jelas baik itu cara
berpakaian, struktur tubuh, dan rambut, sedangkan secara psikologis sangat sulit
dibedakan antara guru laki-laki dan guru perempuan karena psikologis seseorang
lebih dititik beratkan pada situasi dan masalah yang dihadapi orang tersebut.
Handayani dan Sugiarti (2006) menyatakan bahwa aspek psikologis yang
mencakup intelegensi dan emosi dalam proses perkembangannya untuk laki-laki
dan perempuan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut terjadi karena
bebrapa faktor yang mempengaruhinya seperti budaya dan pola pengasuhan
keluarga yang disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1 Perbedaan Emosional dan Intelektual antara Laki-laki dan Perempuan
No
Laki-laki
Perempuan
Tidak terlalu agresif dan tidak
1
Sangat agresif dan independent
independen
2 Tidak emosional
Lebih emosional
8

3
4
5

Lebih objektif
Lebih subjektif
Sangat menyukai pengetahuan eksakta Kurang menyukai eksakta
Lebih logis
Kurang logis
Sumber: (Ekawati & Wulandari, 2011)

Tabel 1.2 Karakteristik Laki-laki dan Perempuan


No
Karakteristik Laki-laki
Karakteristik Perempuan
1
Maskulin
Feminim
2
Rasionnal
Emosional
3
Tegas
Fleksibel/plinplan
4
Persaingan
Kerjasama
5
Sombong
Selalu mengalah
6
Orientasi dominasi
Orientasi menjalin hubungan
7
Perhitungan
Menggunakan insting
8
Agresif
Pasif
9
Obyektif
Mengasuh
10
Fisik
Cerewet
Sumber: (Rostyaningsih, 2010)
Perbedaan karakteristik laki-laki dan perempuan ini pada dasarnya dapat
dipertukarkan satu sama lain, dalam artian ada laki-laki yang bersifat cerewet,
tidak tegas, kurang agresif, feminim, lemah lembut, tidak rasional dan ada
perempuan yang rasional, tegas, sombong, objektif, agresif, kuat dan maskulin.
Perubahan karakteristik antara laki-laki dan perempuan ini terjadi seiring dengan
perubahan zaman, budaya dan berkembang dari waktu ke waktu.
Nabwire (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa gender guru
berdampak pada interaksi serta hubungan antara guru dengan siswa. Terkait
dengan hal tersebut, hasil temuan Kant (2014) juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dan motivasi mengajar pada
guru perempuan, sedangkan terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan
emosional dan motivasi mengajar pada guru laki-laki, artinya guru perempuan
cenderung lebih emosional dari pada guru laki-laki dalam artian suasana emosi
9

yang dialami guru perempuan akan berdampak pada proses pembelajaran yang
berlangsung, sedangkan suasana emosi guru laki-laki tidak berdampak pada proses
pembelajaran yang berlangsung. Penelitian ini menunjukkan bahwa guru laki-laki
memiliki tingkat penguasaan emosional yang lebih baik dari pada guru
perempuan, berbeda dengan penelitian tersebut, Anbuthasan dan Balakrishnan
(2013) dalam penelitianya menemukan bahwa guru perempuan secara signifikan
memiliki kompetensi mengajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru
lakilaki,

karena

guru

perempuan

lebih

sadar

akan

kewajibannya,

bertanggungjawab, memiliki komitmen yang tinggi, berdedikasi dan memiliki


aspirasi yang professional dai pada guru laki-laki. Selain itu Nabwire (2014)
dalam penelitiannya menemukan bahwa guru perempuan ditemukan lebih tangguh
dan lebih mandiri dibandingkan dengan guru laki-laki. Hal ini terlihat dari
kemampuan guru prempuan dalam menggunakan waktunya secara optimal dan
penuh persiapan seperti membuat rancangan pembelajaran, tidak seperti guru
lakilaki yang hanya repot ketika menit-menit terakhir dalam persiapan seperti
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Berdasarkan paparan diatas dan hasil penelitian yang ditemukan oleh
beberapa ahli terdapat perbedaan persepsi mengenai guru laki-laki dan guru
perempuan, spserti Kant (2014) yang menemukan bahwa guru laki-laki memiliki
emosi yang stabil dari pada guru perempuan, sedangkan Nabwire (2014)
menemukan guru perempuan lebih tangguh dan lebih mandiri dari pada guru
lakilaki. Keberagaman hasil penelitian yang ditemukan ini mengindikasikan
bahwa gender guru tidak bersifat kekal melainkan fleksibel atau dapat
dipertukarkan, hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Odiembo dan Simatwa
10

(2014) yang menemukan bahwa Gender guru matematika menyumbang pengaruh


yang kecil terhadap prestasi akademik siswa, karean dalam beberapa kasus
ditemkan terkadang guru perempuan lebih baik dari pada guru laki-laki dan
sebaliknya.
Beranjak dari paparan tersebut dipandang perlu untuk melakukan
penelitian yang mampu mengungkap perbedaan atau kontribusi peran gender
dalam konteks pendidikan, sehingga peneliti terdorong untuk melaksanakan
penelitian yang berjudul Analisis Kecerdasan Emosional, Motivasi Mengajar
dan Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Segi Gender

1.2 Fokus Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang diatas penelitian ini berfokus pada
kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta kompetensi guru dalam
pembelajaran fisika yang ditinjau dari segi gender. Kecerdasan emosional,
motivasi mengajar dan kometensi guru dalam pembelajaran fisika ini akan ditinjau
dari aktivitas guru (laki-laki dan perempuan) dalam melakukan pembelajaran yang
meliputi:
Pertama pada tahap perencanaan pembelajaran akan dilakukan analisis
kesesuaian RPP, yang meliputi pengembangan: (a) indikator pembelajaran, (b)
tujuan pembelajaran, (c) materi pembelajaran, (d) langkah-langkah pembelajaran,
(e) media, alat, bahan, dan sumber belajar, (f) LKS, serta (g) evaluasi
pembelajaran, untuk mengetahui sejauh mana motivasi guru (laki-laki dan
perempuan) dalam mengajar dan kompetensi yang dimilikinya baik itu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional, sesuai Peraturan
11

Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang


Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Kedua pada tahap pelaksanaan pembelajaran akan dilakukan survei dan
observasi berdasarkan tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran dan
kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan pembelajaran. Tindak guru (laki-laki
dan perempuan) dalam pelaksanaan pembelajaran ini nantinya akan difokuskan
untuk survei dan observasi terkait dimensi dari kecerdasan emosional dari Daniel
Goleman dan kompetensi guru sesuai dengan Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Terakhir, pada tahap evaluasi pembelajaran akan
dilakukan analisis dan survei terhadap upaya guru dalam mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran, untuk mengetaui sejauh mana guru termotivasi untuk
mengajar yang lebih baik, menunjukkan kompetesi yang dimilikinya serta emosi
guru dalam memperlakukan siswanya.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional guru dalam pembelajaran fisika
ditinjau dari segi gender?
2. Bagaimana tingkat motivasi mengajar guru dalam pembelajaran fisika ditinjau
dari segi gender?
3. Bagaimana tingkat kompetensi guru dalam pembelajaran fisika ditinjau dari
segi gender?
12

1.4 Tujuan Penelitian


Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional dalam pembelajaran
fisika ditinjau dari segi gender.
2. Untuk mendeskripsikan tingkat motivasi mengajar guru dalam pembelajaran
fisika ditinjau dari segi gender.
3. Untuk mendeskripsikan tingkat kompetensi guru dalam pembelajaran fisika
ditinjau dari segi gender.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara umum adalah guna
memberikan gambaran mengenai kemampuan atau tingkat kecerdasan emosional,
motivasi dalam mengajar serta kompetensi yang dimiliki oleh guru-guru (laki-laki
dan perempuan) khususnya pada bidang studi fisaka. Secara khusus manfaat
penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis diantaranya
adalah sebagai berikut.
1.5.1 Manfaat Teoretis
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan penetahuan pada studi
pendidikan serta bermanfaat dalam peningkatan sumber daya manusia
khususnya kualitas guru.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan teori yang
berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi mengajar, kompetensi guru
13

baik itu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional serta gender
di kalangan pendidikan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini berguna bagi guru sebagai refrensi dan gambaran terhadap
kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta tingkat kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru agar guru terinspirasi untuk mengembangkan kinerja dan
menjadi lebih baik lagi dalam mengajar demi terciptanya tujuan pendidikan
yang diharapkan baik di sekolah maupun pemerintah.
2. Penelitian ini berguna bagi sekolah sebagai acuan dan masukan untuk
melakukan refleksi dan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang telah
diambil dalam memberikan layanan pendidikan pada guru.
3. Penelitian ini berguna bagi pemerintah sebagai masukan-masukan untuk
melakukan refleksi dan koreksi dalam upayanya untuk meningkatkan standar
pendidikan di Indonesia.

1.6 Definisi Konseptual dan Oprasional


1.6.1 Definisi Konseptual
1. Kecerdasan

emosional

(emotional

intelligence)

didefinisikan

sebagai

kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,


kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2003).
Kecerdasan emosional dibagi menjadi 5 dasar kecakapan emosi dan social

14

diantaranya 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3) motivasi, 4) empati, dan 5)


keterampilan sosial.
2. Motivasi mengajar (teaching motivation) didefinisikan sebagai suatu dorongan
yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga
seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktivitas
tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. (Uno, 2008). Terdapat lima
tingkat kebutuhan pada seseorang (dimensi motivasi) antara lain 1) fisiologis,
2) rasa aman, 3) cinta kasih atau sosial, 4) penghargaan, dan 5) aktualisasi diri
3. Kompetensi guru (teaching competency) didefinisikan sebagai perpaduan
antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang
secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup
penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran
mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalitas (Mulyasa dalam Musfah,
2011). Kompetensi guru ini dapat dibagi menjadi empat kompetensi sesuai
dengan UU No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen diantaranya meliputi 1)
kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan
4) kompetensi profesional.
1.6.2 Definisi Operasional
1. Kecerdasan emosional (emotional intelligence) didefinisikan sebagai tindak
guru

(laki-laki

dan

perempuan)

pada

setiap

tahapan

pembelajaran

(perencanaan, pelaksanaan, dan evalusai) yang menunjukkan kemampuan guru


dalam mengontrol, mengatur dan mengelola perasaan serta emosinya dalam
menjalin hubungan guru-siswa pada kegiata belajar mengajar, yang terekam
dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi.
15

2. Motivasi mengajar (teaching motivation) didefinisikan sebagai tindak guru


(laki-laki dan perempuan) pada setiap tahapan pembelajaran (perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi) serta aktivitas guru diluar tahapan pembelajaran
(hubungan dengan siswa, rekan kerja, dan atasan) yang menunjukkan sikap
termotivasi untuk mengajar dan bekerja demi memenuhi segala kebutuhan yang
diinginkannya meliputi 1) fisiologis, 2) rasa aman, 3) cinta kasih, 4) penghargaan dan
5) aktualisasi diri, yang terekam dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi.
3. Kompetensi guru (teaching competency) didefinisikan sebagai tindak guru
(laki-laki dan perempuan) pada setiap tahapan pembelajaran (perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi) yang menunjukkan kemampuan guru (pedagogik,
sosial, kepribadian, dan profesional) pada kegiatan belajar mengajar, yang
terekam dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gender
Gender secara umum sering diartikan sebagai hal yang membedakan
lakilaki dan perempuan secara permanen, namun tidak semua mengetahui bahwa
sifat gender ini dapat dipertukarkan satu sama lain dan berkembang dari waktu ke
waktu. Jika dikaji lebih mendalam sifat yang secara permanen dan tidak dapat
dipertukarkan satu sama lain adalah seks, dimana seks adalah perbedaan jenis
kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada
masingmasing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin
merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan
16

universal (Rostyaningsih, 2010), sedangkan gender merujuk pada peran dan


tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga kita,
masyarakat kita dan budaya kita (UNESCO, 2003). Handayani dan Sugiarti (2006)
menjelaskan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang
membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan
perempuan. Gender adalah dimensi sosiokultural dan psikologis dari laki-laki dan
perempuan (Santrock, 2007). Istilah gender ditinjau dari dimensi sosiokultural
merupakan perbedaan anatara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari cara
berkomunikasi dan berinteraksi. Sedangkan dari dimensi psikologi gender
merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari
kemampuan berpikir, persepsi dan memori. Maka dari itu konsep gender
menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan
satu sama lain dan perbedaan gender ini disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya adalah perbedaan otak pria dan wanita.
2.1.3 Perbedaan Otak Pria dan Wanita
Secara fisik, otak pria lebih besar daripada otak wanita (Muhammad dalam
Dewi, 2011). Otak pria berukuran 10% lebih besar otak wanita. Peneltian pada
46 orang dewasa berusia 22-49 tahun menunjukkan bahwa rata-rata volume otak
pria adalah 1273.6 cc sedangkan rata-rata otak wanita besarnya 1131.1 cc. Oleh
karena itu, pria kurang mampu memindahkan fungsi dari satu area otak ke area
lain, tetapi mudah memindahkan informasi ke sisi lain otak. Pria mudah
menagkap pokok masalah dan lebih focus pada solusi. Para peneliti di Harvard
menemukan bahwa bagian-bagian tertentu di dalam otak memiliki ukuran yang
berbeda antara pria dan wanita, yang membantu menyeimbangkan perbedaan
17

ukuran otak secara keseluruhan. Perbedaan ukuran pada bagian-bagian tertentu


dalam otak secara keseluruhan. Perbedaan ukuran pada bagian-bagian tertentu
dalam otak inilah yang pada akhirnya membuat pria dan wanita memiliki
spesifikasi kemampuan yang berbeda (Muhammad dalam Dewi, 2011).
2.2 Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)
Kecerdasan emosional atau emotional intelligent merujuk kepada
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Salovey dan
Mayer (dalam Goleman 2003) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Jadi
kecerdasan emosional guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap dan
sifat guru yang terekam saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar, atau dengan
kata lain dapat dikatakan sebagai kemampuan guru saat mengatasi berbagai
macam permasalahan yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung yang
sesuai dengan dimensi dari kecerdasan emosional itu sendiri.
Kecerdasan emosional dapat dibagi menjadi 5 dasar kecakapan emosi dan
sosial menurut Goleman (2003) diantaranya sebagai berikut.
1) Kesadaran diri meliputi apa yang kita rasakan suatu saat, dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur yang
realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

18

2) Pengaturan diri meliputi kemampuan menangani emosi kita sedemikian


sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati
dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu saran; mampu
pulih kembali dari tekanan emosi.
3) Motivasi meliputi kemampuan untuk menggunakan hasrat kita yang paling
dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustrasi.
4) Empati meliputi kemampuan untuk merasakan yang dirasakan oleh orang lain,
mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya
dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
5) Keterampilan sosial meliputi kemampuan menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan

sosial;

berinteraksi

keterampilanketerampilan

ini

dengan
untuk

lancar;

mempengaruhi,

menggunakan
memimpin,

bermusyawarah,
menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerjasama.
2.3 Motivasi Mengajar (Teaching Motivation)
Studi motivasi difokuskan pada proses yang memberi energi, arah, dan
mempertahankan

perilaku

(Santrock,

2007). Santrock

dalam

bukunya
menjabarkan beberapa perspektif mengenai motivasi, diantaranya sebagai berikut.
Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi. Dalam perspektif behavioral ini
19

dikenal istilah insentif yang diartikan sebagai peristiwa atau stimuli positif atau
negatif yang dapat memotivasi seseorang. Insentif yang dapat dipakai oleh
pemerintah, sekolah atau instansi terkait untuk meningkatkan motivasi seorang
guru antara lain memberi penghargaan atau pengakuan seperti sertifikat prestasi,
memberi kehormatan atau mengumumkan prestasi mereka, serta pemberian izin
untuk hal-hal yang sifatnya pribadi.
Perspektif humanistis menekankan kepada kapasitas seseorang untuk
mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib dan kualitas mereka
seperti peka terhadap orang lain. Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan
dari Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu
sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
Perspektif kognitif menjelaskan bahwa pemikiran seseorang dapat
memandu motivasi mereka. Pada perspektif ini juga ditekankan arti penting dari
penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan
(Schunk et al dalam Santrock, 2007). Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai
dengan gagasan R.W. White (1959 dalam Santrock 2007) yang mengusulkan
konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk
menghadapi lingkungan mereka secara efektif untuk menguasai dunia mereka dan
memproses informasi secara efisien.
Perspektif sosial menggambarkan tentang kebutuhan afiliasi atau
keterhubungan yang dijelaskan sebagai motif untuk berhubungan dengan orang
lain secara aman hal ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan
hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi seseorang dapat
tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman,
20

kawan dekat, keterkaitan mereka dengan orang tua dan menjalin hubungan yang
positif dengan guru (Santrock, 2007).
Berdasarkan perspektif tentang motivasi tersebut maka dapat dibedakan
motivasi ke dalam dua jenis yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan atau mencapai
tujuan. Motivasi ekstrinsik sering dipenggaruhi oleh insentif eksternal seperti
imbalan dan hukuman. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk
melakukan sesuatu demi sesuatu atau tujuan itu sendiri (Santrock, 2007).
Sehingga dapat dijelaskan bahwa motivasi yang ingin dikaji dalam
penelitian ini merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari
dalam maupun dari luar guru, sehingga guru berkeinginan untuk dapat melayani
dan membimbing siswa menjadi lebih baik. Maslow dalam (Uno, 2008)
mengemukakan lima tingkat kebutuhan pada seseorang diantaranya adalah
sebagai berikut.
1) Kebutuhan Fisiologis: meliputi kebutuhan yang harus dipuaskan untu dapat
tetap hidup, termasuk makanan, perumahan, pakaian dan sebagainya.
2) Kebutuhan akan Rasa Aman: meliputi kebutuhan akan keselamatana seperti
polis asuransi, mendaftarkan diri masuk perserikatan pekerja dan sebagainya.
3) Kebuthan akan Cinta Kasih atau Kebutuhan Sosial: meliputi hubungan antar
manusia seperti hubungan antar pribadi yang mendalam, menjadi bagian dalam
berbagai kelompok sosial dan lain sebagainya
4) Kebutuhan akan Penghargaan: meliputi percaya diri dan harga diri maupun
kebutuhan akan pengakuan orang lain seperti memiliki pekerjaan yang dapat

21

diakui bermanfaat, menyediakan sesuatu yang dapat dicapai serta pengakuan


umum dan kehormatan di dunia luar.
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri: meliputi keinginan pemenuhan diri yang terjadi
ketika kebutuhan lain sudah dipuaskan. Aktualisai diri adalah motivasi untuk
mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia.
2.4 Kompetensi Guru (Teaching Competencey)
Mengacu pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pengertian dari
kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Kompetensi guru dapat diartikan sebagai gambaran tentang
apa yang seyogiyanya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan
pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berprilaku maupun hasil yang dapat
ditunjukkan (Wahyudi, 2012). Mulyasa (dalam Musfah, 2011) menjelaskan bahwa
kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,
teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar
profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta
didik, pembelajaran mendidik, pengembangan pribadi dan
profesionalitas.
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan
bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Berikut
ini akan dijabarkan penjelasan dan indikator dari masing-masing kompeensi.

22

2.4.1 Kompetensi Pedagogik


UU No.19 Tahun 2005 menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Depdiknas dengan Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru menjabarkan kompetensi pedagogik ke dalam
beberapa aspek dan indikator sebagai berikut.
Tabel 2.3 Jabaran Aspek dan Indikator Kompetensi Pedagogik Guru SMA/MA
N Aspek Kompetensi
Indikator
o
Pedagogik
1
Menguasai
1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang
berkaitan dengan aspek fisik, intelektual,
karakteristik peserta
sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar
didik dari aspek
belakang sosial-budaya.
fisik, moral,
1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam
spiritual, sosial,
mata pelajaran yang diampu.
kultural, emosional,
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta
dan intelektual.
didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta
didik dalam mata pelajaran yang diampu.
2

Menguasai teori
belajar dan
prinsipprinsip
pembelajaran yang
mendidik.

2.1

2.2

Memahami berbagai teori belajar dan


prinsip-prinsip
pembelajaran
yang
mendidik terkait dengan mata pelajaran
yang diampu. Menerapkan berbagai
pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara kreatif
dalam mata pelajaran yang diampu.

23

Mengembangkan
kurikulum yang
terkait dengan mata
pelajaran yang
diampu.

3.1
3.2
3.3

3.4

3.5

3.6
4

Menyelenggarakan
pembelajaran yang

4.1

Memahami prinsip-prinsip perancangan


pembelajaran yang mendidik.

mendidik.

4.2

Mengembangkan
komponenkomponen rancangan pembelajaran.
Menyusun rancangan pembelajaran yang
lengkap, baik untuk kegiatan di dalam
kelas, laboratorium, maupun lapangan.
Melaksanakan
pembelajaran
yang
mendidik di kelas, di laboratorium, dan di
lapangan dengan memperhatikan standar
keamanan yang dipersyaratkan.

4.3

4.4

4.5

4.6

Memahami prinsip-prinsip pengembangan


kurikulum.
Menentukan tujuan pembelajaran yang
diampu.
Menentukan pengalaman belajar yang
sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diampu.
Memilih materi pembelajaran yang diampu
yang terkait dengan pengalaman belajar
dan tujuan pembelajaran.
Menata materi pembelajaran secara benar
sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan
karakteristik peserta didik.
Mengembangkan indikator dan instrumen
penilaian.

Memanfaatkan
teknologi informasi
dan komunikasi
untuk kepentingan
pembelajaran.

5.1

Menggunakan media pembelajaran dan


sumber
belajar yang relevan
dengan karakteristik peserta
didik dan
mata pelajaran yang
diampu untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara utuh.
Mengambil keputusan transaksional dalam
pembelajaran yang diampu sesuai dengan
situasi yang berkembang.
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran yang
diampu.

24

Memfasilitasi
pengembangan
potensi peserta didik
untuk
mengaktualisasikan
berbagai
potensi yang
dimiliki.
Berkomunikasi
secara
efektif,
empatik, dan santun
dengan
peserta
didik.

6.1

Menyelenggarakan
penilaian
dan
evaluasi proses dan
hasil belajar.

8.1

6.2

7.1

7.2

8.2

8.3
8.4
8.5

8.6

Menyediakan
berbagai
kegiatan
pembelajaran untuk mendorong peserta
didik mencapai prestasi secara optimal.
Menyediakan
berbagai
kegiatan
pembelajaran untuk mengaktualisasikan
potensi
peserta
didik,
termasuk
kreativitasnya.
Memahami
berbagai
strategi
berkomunikasi yang efektif, empatik, dan
santun, secara lisan, tulisan, dan/atau
bentuk lain.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan peserta didik dengan bahasa
yang
khas
dalam
interaksi
kegiatan/permainan yang mendidik yang
terbangun secara siklikal dari (a)
penyiapan kondisi psikologis peserta didik
untuk ambil bagian dalam permainan
melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan
kepada peserta didik untuk ambil bagian,
(c) respons peserta didik terhadap ajakan
guru, dan (d) reaksi
guru terhadap respons peserta didik, dan
seterusnya.
Memahami prinsip-prinsip penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran yang
diampu.
Menentukan aspek-aspek proses dan hasil
belajar yang penting untuk dinilai dan
dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran yang diampu.
Menentukan prosedur penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
Mengembangkan instrumen penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
Mengadministrasikan penilaian proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan
dengan mengunakan berbagai instrumen.
Menganalisis hasil penilaian proses dan
hasil belajar untuk berbagai tujuan.
25

Memanfaatkan
hasil penilaian dan
evaluasi untuk
kepentingan
pembelajaran.

8.7

Melakukan
evaluasi
hasil belajar.

9.1

Menggunakan informasi hasil penilaian


dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan
belajar.
Menggunakan informasi hasil penilaian
dan evaluasi untuk merancang program
remedial dan pengayaan.
Mengkomunikasikan hasil penilaian dan
evaluasi kepada pemangku kepentingan.
Memanfaatkan informasi hasil penilaian
dan
evaluasi
pembelajaran
untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.

9.2

9.3
9.4

10

Melakukan
tindakan reflektif
untuk peningkatan
kualitas
pembelajaran.

proses dan

10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran


yang telah dilaksanakan.
10.2 Memanfaatkan hasil refleksi
untuk
perbaikan dan pengembangan pembelajaran
dalam mata pelajaran yang diampu.
10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam
mata pelajaran yang diampu.
(Sumber: Depdiknas, 2007)

2.4.2 Kompetensi Kepribadian


Kompetensi kepribadian dijelaskan sebagai kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia. Depdiknas dengan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru menjabarkan kompetensi kepribadian ke dalam beberapa
aspek dan indicator sebagai berikut.
Tabel 2.4 Jabaran Aspek dan Indikator Kompetensi Kepribadian Guru SMA/MA
No Aspek
Kompetensi Indikator
Kepribadian

26

Bertindak sesuai dengan norma


agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.

Menampilkan
diri
sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat

1.1

Menghargai peserta didik


tanpa
membedakan
keyakinan yang dianut, suku,
adatistiadat, daerah asal, dan
gender.

1.2

Bersikap
sesuai
dengan
norma agama yang dianut,
hukum dan sosial yang
berlaku dalam masyarakat,
dan kebudayaan nasional
Indonesia yang beragam.

2.1

Berperilaku jujur, tegas, dan


manusiawi.
Berperilaku yang
mencerminkan ketakwaan dan
akhlak mulia.
Berperilaku
yang
dapat
diteladan oleh peserta didik
dan anggota masyarakat di
sekitarnya.

2.2

2.3

Menampilkan
diri
sebagai
pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa.

3.1

3.2

Menunjukkan
etos
kerja, 4.1
tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa 4.2
percaya diri.
4.3
Menjunjung tinggi kode
profesi guru.

etik

5.2
5.3
5.4

Menampilkan diri sebagai


pribadi yang mantap dan
stabil.
Menampilkan diri sebagai
pribadi yang dewasa, arif, dan
berwibawa.
Menunjukkan etos kerja dan
tanggung jawab yang tinggi.
Bangga menjadi guru dan
percaya pada diri sendiri.
Bekerja
mandiri
secara profesional.
Memahami kode etik profesi
guru.
Menerapkan kode etik profesi
guru.
Berperilaku sesuai dengan
kode etik profesi guru.
(Sumber: Depdiknas, 2007)

27

2.4.3 Kompetensi Sosial


Kompetensi sosial dijelaskan sebagai kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Depdiknas dengan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru menjabarkan kompetensi sosial ke dalam beberapa aspek
dan indikator sebagai berikut.
Tabel 2.5 Jabaran Aspek dan Indikator Kompetensi Sosial Guru SMA/MA
No Aspek Kompetensi Sosial
Indikator
1
Bersikap
inklusif,
bertindak 1.1
Bersikap inklusif dan objektif
objektif, serta tidak diskriminatif
terhadap peserta didik, teman
karena
pertimbangan
jenis
sejawat
dan
kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
lingkungan sekitar
latar belakang keluarga, dan status
dalam melaksanakan
sosial ekonomi.
pembelajaran.
1.2
Tidak bersikap diskriminatif
terhadap peserta didik, teman
sejawat, orang tua peserta
didik dan lingkungan sekolah
karena perbedaan
agama,
suku, jenis kelamin, latar
belakang keluarga, dan status
sosial-ekonomi.
2
Berkomunikasi secara efektif,
2.1
Berkomunikasi
dengan
empatik, dan santun dengan
teman
sejawat
dan
sesama
pendidik,
tenaga
komunitas ilmiah lainnya
kependidikan, orang tua, dan
secara santun, empatik dan
masyarakat.
efektif.
2.2
Berkomunikasi
dengan
orang tua peserta didik dan
masyarakat secara santun,
empatik, dan efektif tentang
program pembelajaran dan
kemajuan peserta didik.
28

Beradaptasi di tempat bertugas di


seluruh
wilayah
Republik
Indonesia
yang
memiliki
keragaman sosial budaya.

2.3

Mengikutsertakan orang tua


peserta
didik
dan
masyarakat dalam program
pembelajaran dan dalam
mengatasi kesulitan belajar
peserta didik.

3.1

Beradaptasi
dengan
lingkungan tempat bekerja
dalam rangka meningkatkan
efektivitas sebagai pendidik.
Melaksanakan
berbagai
program dalam lingkungan
kerja untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas
pendidikan di daerah yang
bersangkutan.

3.2

Berkomunikasi
dengan
komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.

4.1

4.2

Berkomunikasi dengan
teman sejawat, profesi
ilmiah, dan komunitas
ilmiah lainnya
melalui
berbagai
media dalam rangka
meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Mengkomunikasikan
hasilhasil
inovasi
pembelajaran
kepada
komunitas profesi sendiri
secara lisan dan tulisan
maupun bentuk lain.
(Sumber: Depdiknas, 2007)

2.4.4 Kompetensi Profesional


Kompetensi profesional dijelaskan sebagai kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar

29

Nasional Pendidikan. Depdiknas dengan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional


Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru menjabarkan kompetensi profesional ke dalam beberapa
aspek dan indicator sebagai berikut.
Tabel 2.6 Jabaran Aspek dan Indikator Kompetensi Profesional Guru SMA/MA
No Aspek Kompetensi Sosial
Indikator
1
Menguasai
materi,
struktur, 1.1
Memahami konsep-konsep,
konsep, dan pola pikir keilmuan
hukum-hukum,
dan
yang mendukung mata pelajaran
teoriteori
fisika
yang diampu.
serta penerapannya
secara fleksibel.
1.2
Memahami proses berpikir
fisika dalam mempelajari
proses dan gejala alam.
1.3
Menggunakan bahasa
simbolik
dalam
mendeskripsikan proses dan
gejala alam.
1.4
Memahami struktur
(termasuk
hubungan
fungsional antar konsep) ilmu
Fisika dan ilmu-ilmu lain
yang terkait.
1.5
Bernalar
secara
kualitatif maupun
kuantitatif tentang proses dan
hukum fisika.
1.6
Menerapkan konsep, hukum,
dan
teori fisika untuk
menjelaskan fenomena
biologi, dan kimia.
1.7
Menjelaskan
penerapan

1.8

hukum-hukum fisika dalam


teknologi terutama yang
dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Memahami lingkup dan
kedalaman fisika sekolah.
30

1.9

Kreatif dan inovatif dalam


penerapan
dan
pengembangan bidang ilmu
fisika dan ilmu-ilmu yang
terkait.

1.10

Menguasai prinsip-prinsip
dan teori-teori pengelolaan
dan
keselamatan
kerja/belajar di laboratorium
fisika sekolah.

1.11

Menggunakan alat-alat ukur,


alat peraga, alat hitung, dan
piranti lunak komputer
untuk
meningkatkan
pembelajaran fisika di kelas,
laboratorium, dan lapangan.

1.12

Merancang
eksperimen
fisika
untuk
keperluan
pembelajaran
atau
penelitian.
Melaksanakan eksperimen
fisika dengan cara yang
benar.
Memahami sejarah
perkembangan
IPA
pada umumnya
khususnya fisika dan
pikiran-pikiran
yang mendasari
perkembangan
tersebut.
Memahami standar
kompetensi mata pelajaran
yang diampu.
Memahami kompetensi dasar
mata pelajaran yang diampu.
Memahami
tujuan
pembelajaran yang diampu.

1.13

1.14

Menguasai standar kompetensi


dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang diampu.

2.1

2.2
2.3
3

Mengembangkan

materi

pembelajaran yang diampu secara


kreatif.

3.1

Memilih
materi
pembelajaran
yang diampu sesuai dengan
tingkat
perkembangan
peserta didik.
31

Mengembangkan
keprofesionalan
secara
berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.

3.2

Mengolah materi pelajaran


yang diampu secara kreatif
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan peserta didik.

4.1

Melakukan refleksi terhadap


kinerja sendiri secara terus
menerus.

4.2

Memanfaatkan hasil refleksi


dalam rangka peningkatan
keprofesionalan.
Melakukan
penelitian
tindakan
kelas
untuk
peningkatan
keprofesionalan.
Mengikuti kemajuan zaman
dengan belajar dari berbagai
sumber.

4.3

4.4

Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi untuk
mengembangkan diri.

5.1

5.2

Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi
dalam berkomunikasi.
Memanfaatkan
teknologi
informasi dan komunikasi
untuk pengembangan diri.
(Sumber: Depdiknas, 2007)

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan


Peneitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terhadap
beberapa hasil penelitian yang relevan terhadap variabel yang hendak diteliti
diantaranya kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru yang
ditinjau berdasarkan gender dalam pembelajaran fisika. Pertama, Nabwire (2014)
dalam penelitiannya menemukan bahwa gender guru berpengaruh terhadap
prestasi akademik siswa karena persepsi siswa bukan melihat berdasarkan
kemampuan guru dalam mengajar, melainkan melihat gender dari pada guru
32

tersebut dan kemampuannya dalam berinteraksi. Selain itu guru perempuan pada
penelitian ini ditemukan lebih tangguh dan lebih mandiri dibandingkan dengan
guru laki-laki. Hal ini terlihat dari kemampuan guru prempuan dalam
menggunakan waktunya secara optimal dan penuh persiapan seperti membuat
rancangan pembelajaran, tidak seperti guru laki-laki yang hanya repot ketika
menit-menit terakhir dalam persiapan
Kedua,

Anbuthasan

dan

Balakrishnan

(2013)

dalam

penelitianya

menemukan bahwa guru perempuan secara signifikan memiliki kompetensi


mengajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki-laki, karena guru
perempuan lebih sadar akan kewajibannya, bertanggungjawab, memiliki
komitmen yang tinggi, berdedikasi dan memiliki aspirasi yang professional dai
pada guru laki-laki.
Ketiga, Gatzini (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
motivasi guru diakibatkan oleh adanya pengawasan kerja, tugas, tanggugjawab
dan bagaimana upaya guru tersebut untuk diakui dan dihormati, sehingga dapat
disimpulkan bahwa lingkungan kelas yang kondusif dapat membuat siswa
berupaya untuk mencapai dan meraih kesuksesan, selain itu guru juga akan
memperoleh manfaat dari lingkungan pengajaran yang menarik karena kelas
merupakan tempat yang tidak hanya digunakan untuk mengajar tetapi juga untuk
penciptaan makna.
Keempat, Nzulwa (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa prilaku
profesional dan prestasi kerja sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi, sehingga
dibutuhkan tinjauan mengenai sesuatu yang dapat memotivasi guru di sekolah dan
menyelaraskannya dengan keperluan atau apa yang dibutuhkan guru. Seperti
33

pengembangan pekerjaan, kesempatan promosi, kenaikan gaji, bonus, pelatihan


penilaian dan saluran komunikasi perlu dibenahi serta pelayanan kesejahteraan
perlu diperhatikan. Jadi singkatnya pemerintah harus menempatkan sistem
manajemen yang etis dan profesional karena sistem manajemen yang etis akan
mampu menggambarkan kebutuhan motivasi guru berdasrkan semua
permasalahan kesejahteraan yang dihadapi oleh guru.
Kelima, Kant (2014) menemukan bahwa kecerdasan emosional sangat
berperan penting dalam motivasi mengajar, karena mengajar merupakan profesi
yang didasari oleh emosi, jadi ketika guru merasa senang secara emosional atau
menyukai kewajibannya, maka mereka akan bekerja dengan sangat baik. Jika
emosional guru tersebut kuat atau stabil mereka akan dapat mengatasi
permasalahan yang terjadi di kelas dengan sangat baik. Keenam, Babatunde et al
(2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional dan motivasi kerja terhadap produktivitas
guru, selain itu kecerdasan emosional dan motivasi kerja memiliki pengaruh
komposit dan kontribusi relatif terhadap produktivitas guru, artinya kecerdasan
emosional dan motivasi kerja dapat menggambarkan produktivitas guru.
Ketujuh, berdasarkan penelitiannya Eros (2014) menemukan bahwa 1)
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi kerja guru terhadap
kinerja guru. Besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja guru adalah 61,1%. 2)
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kedisiplinan kerja guru
terhadap kinerja guru. Besarnya pengaruh kedisiplinan dan kinerja guru adalah

34

55,9%. 3) Terdapat pengaruh secara simultan antara motivasi kerja guru dan
kedisiplinan kerja guru dengan kinerja guru. Besarnya pengaruh kedua variabel
tersebut terhadap kinerja guru adalah 66,9 %.
Kedelapan, Kaniaru et al (2014) dalam penelitianya menemukan bahwa
91% guru mengakui tidak puas dengan gaji pokok yang diberikan sedangkan 9%
mengatakan puas dengan gajinya, gaji dan kenaikan gaji ini ditentukan pada
tingkat Nasional sedangkan pada tingkat masing-masing sekolah menentukan
seberapa pengakuan mereka terhadap kinerja guru-gurunya, yakni dengan cara
pengembangan kerja, promosi, proyek dan pelatihan, akan tetapi dari manajemen
yang dilakukan sekolah 78% guru menegaskan bahwa kenaikan gaji mereka
setelah promosi tidak signifikan dan 65% guru tidak menerima imbalan tambahan
selain gaji pokok mereka, selain itu hanya 22% guru yang telah mendapatkan
pelatihan yang disponsori, dan hanya 56% guru yang mengaku bahwa manajemen
sekolah telah mengakui prestasi kerja mereka.
Kesembilan, Odiembo dan Simatwa (2014) menemukan bahwa Gender
guru matematika menyumbang pengaruh yang kecil terhadap prestasi akademik
siswa, karean dalam beberapa kasus ditemkan terkadang guru perempuan lebih
baik dari pada guru laki-laki dan sebaliknya.

2.6 Kerangka Berfikir


Pembelajaran merupakan proses kegiatan yang kompleks, banyak faktor
yang berperan penting demi terlaksananya pembelajaran yang kondusif, efektif
dan sesuai harapan yang diinginkan. Salah satu komponen utama demi terciptanya
pembelajaran yang diharapkan adalah faktor guru. Guru sebagai tenaga pendidik
35

dengan berbagai karakteristiknya merupakan titik sentral dalam proses


pembelajaran karena peran guru sangat penting demi terlaksananya pembelajaran.
Gender merupakan salah satu aspek yang digunakan oleh siswa untuk
membedakan guru, guru sebagai tenaga pendidik secara umum dibedakan menjadi
dua berdasarkan gender yaitu guru laki-laki dan guru perempuan. Gender dapat
diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan
perempuan. Adanya perbedaan gender ini akan mengakibatkan adanya perbedaan
di berbagai aspek kehidupan seseorang, terdapat banyak aspek yang dapat dikaji
untuk mengetaui seberapa mirip atau berbedakah laki-laki dan perempuan.
Misalnya berdasarkan aspek penampilan fisik, keahlian matematika dan sains,
kemampuan verbal, persepsi, tindakan serta emosional dan intelektual. Laki-laki
lebih cenderung unggul dalam mengontrol emosionalnya, kegiatan olahraga,
pemikiran dan sains, sedangkan anak perempuan lebih unggul dalam kecakapan
verbal, perasaan, dan perhitungan dalam tugas-tugas tradisional perempuan seperti
memasak dan menjahit.
Adanya perbedaan gender ini tentu akan menimbulkan adanya pandangan
yang berbeda di masyarakat, akan tetapi seperti yang kita ketahui bersama gender
pada zaman modern ini tidaklah bersifat kaku seperti dahulu, melainkan gender
beserta seluruh karakteristiknya adalah status sosial yang dapat dipertukarkan
antara laki-laki dan perempuan. Ditinjau dari segi pendidikan khususnya pada
proses pembelajaran, peran gender ini tentu memiliki kontribusi yang berperan
untuk terlaksananya proses pembelajaran. Guru laki-laki lebih mampu mengontrol
emosinya ketika pembelajaran berlangsung, tegas, lebih rasional, dan objektif,
sedangkan guru perempuan cenderung lebih menggunakan perasaannya dalam
36

melakukan sesuatu, sehingga kurang baik dalam mengontrol emosinya, lebih


fleksibel/plin plan, cerewet dan subjektif.
Perbedaan mendasar antara guru laki-laki dan perempuan ini tentu dapat
dipertukarkan sesuai konsep gender itu sendiri dan berkembang sesuai dengan
perkembangan otak antara laki-laki dan perempuan. Terjadinya dominasi terhadap
salah satu otak pada seseorang tidak dapat dihindari, terdapat orang yang
cenderung lebih mengasah dan mengunakan kemampuan otak kanan dan ada pula
orang yang lebih cenderung mengasah dan mengunakan otak kirinya. Inilah
sebabnya kenapa seseorang memiliki kecerdasan dan intelektualitas yang
berbedabeda satu sama lain sekalipun terlahir kembar. Seseorang dengan dominasi
otak kiri merupakan orang yang berfikir secara detail dalam artian lebih rinci dan
mendalam untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, sedangkan orang dengan
dominasi otak kanan merupakan seseorang yang berfikir secara kreatif dalam
artian memiliki banyak ide-ide kreatif untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Guru dalam tugasnya sebagai tenaga pendidik dituntut untuk profesional
dalam menyelenggarakan proses pembelajaran baik itu persiapan, pelaksanaan
maupun evaluasi. Profesionalitas guru ini dapat tercermin dari kecerdasan
emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru itu sendiri. Tentu saja
profesionalitas antar guru tidaklah sama karean dipengaruhi oleh perkembangan
otak, situasi sosial, lingkungan dan karakteristik masing masing guru. Berdasarkan
paparan diatas maka dipandang perlu untuk menganalisis kecerdasan emosional,
motivasi mengajar dan kommpetensi guru yang ditinjau dari segi gender dalam
pembelajaran fisika. Secara ringkas paparan diatas disajikan dalam bentuk bagan
dibawah ini.
37

Bagan Keranga Berfikir Analisis Kecerdasan Emosional, Motivasi Mengajar


dan Kompetensi Guru Ditinjau Dari Segi Gender.
38

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan karakteristik permasalahan yang diteliti penelitian ini
tergolong dalam penelitian kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik,
kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen
seperti test atau kuisioner.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentag apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya (Moleong, 2006). Filosofi
penelitian kualitatif dalam suatu penelitian merupakan kegiatan yang berusaha
mengamati, menganalisis, mendeskripsikan, dan mengidentifikasi suatu kejadian
secara alamiah (Moleong, 2006). Kejadian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru dalam
pembelajaran fisika yang ditinjau daari segi gender. Karakteristik penelitian
kualitatif menurut Moleong (2006) adalah sebagai berikut.
1. Peneliti terlibat langsung dalam kancah penelitian untuk melakukan observasi,
wawancara mendalam, diskusi, pengukuran langsung, serta mempelajari
dokumen-dokumen yang ada yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
2. Peneliti menjadi instrumen utama agar dapat mengumpulkan data seobjektif
mungkin. Manusia sebagai instrumen dapat berhubungan dengan responden
atau objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan di lapangan.
39

3. Data bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah dalam bentuk kata-kata
atau gambar. Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran yang diperoleh melalui naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dan dokumen-dokumen.
4. Analisis data bersifat induktif. Melalui teknik ini, penulis dapat menguraikan
latar secara penuh dan membuat hubungan peneliti-responden menjadi
eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel.
5. Lebih mementingkan proses daripada hasil karena hubungan bagian-bagian
yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
Definisi di atas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian
kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses
dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada
proses dari pada hasil akhir. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini
memerlukan waktu dan kondisi yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini
akan berdampak pada desain penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya
yang juga berubah-ubah atau bersifat fleksibel.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni: (1) tahap pra lapangan
yang meliputi observasi awal dan penyusunan instrumen, (2) tahap lapangan yaitu
pengambilan data penelitian, dan (3) tahap pasca lapangan yang meliputi analisis
data dan pelaporan hasil penelitian. Realisasi teknis setiap tahap tersebut
dijelaskan dalam bagan dibawah ini.
40

Observasi Awal

Penyusunan Instrumen

Pelaporan Hasil

Pengambilan Data

Analisis Data

1) Observasi Awal
Tahap observasi awal ke sekolah dimaksudkan untuk mengurus perizinan
dan melaksanakan penjajagan di SMA N 1 Sawan. Hal ini dilakukan untuk lebih
mengenal situasi sosial dan keadaan lingkungan di SMA N 1 Sawan, selain itu
dilakukan pula penggalian informasi pada siswa dan kepala sekolah terkait sikap
dan sifat guru saat melakukan proses pembelajaran dan diluar jam pelajaran.
Tahap observasi ini juga dijadikan sebagai langkah awal pneliti memberikan kesan
terhadap subjek penelitian untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan seperti
hari efektif mengajar dan kelas yang diampu.
2) Penyusunan Instrumen Penelitian
Penyusunan

instrumen

penelitian

dimaksudkan

untuk

merancang

instrumen yang memudahkan atau membantu peneliti untuk menjaring informasi


yang ingin dicari berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan. Informasi yang
hendak dicari adalah kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi
guru. Adapun instrumen yang dimaksud antara lain meliputi penyusunan pedoman
wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta dalam proses pencarian informasi
akan dikembangkan instrumen berskala tingkat untuk kecerdasan emosional,
motivasi mengajar dan kompetensi guru yang disusun berdasarkan dimensidimensi dari masing-masing variabel peelitian.
41

3) Pengambilan Data
Proses pengambilan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang
diinginkan berdasarkan observasi dan instrumen yang telah disiapkan. Peneliti
memperhatikan, mengamati dan mengkritisi bagaimana tindakan guru fisika
didalam kelas pada saat melaksanakan proses pembelajaran dan diluar ketika
berinteraksi dengan warga sekolah, pada tahap ini dilakukan observasi,
dokumentasi dan wawancara untuk memperoleh informasi yang dimaksud
(kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru) yang terrekam
berdasarkan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan guru
fisika dalam proses pembelajaran. Proses pengumpulan data ini juga tidak terlepas
dari alat-alat yang akan digunakan oleh peneliti yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Alat penelitian yang penting yang biasanya digunakan adalah catatan
lapangan. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu
mengadakan pengamatan, wawancara, dan menyaksikan suatu kejadian tertentu.
Disamping itu, peneliti juga menggunakan alat bantu lain, yaitu kamera, perekam
suara, dan handycam.
4) Analisis Hasil Data Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif, sehingga
dianalisis secara kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2013), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data yang diteliti dapat
dikatakan jenuh. Data-data yang dimaksud diatas meliputi kecerdasan emosional,
motivasi mengajar dan kompetensi guru serta dimensi-dimensinya yang telah
diteliti berdasarka proses pengambilan data.
42

5) Pelaporan Hasil Pengamatan


Kegiatan pada tahap pasca lapangan adalah analisis data lanjutan,
pengambilan simpulan akhir, konfirmasi, dan penyusunan laporan. Kegiatan
analisis data lanjutan dilakukan setelah keseluruhan data terkumpul dan setelah
kegiatan pengumpulan data di lapangan berakhir. Kegiatan dilakukan sampai
diperoleh simpulan akhir. Pada kegiatan ini, dilakukan pula konfirmasi tentang
temuan penelitian pada subjek penelitian dan juga pada pakar (dalam hal ini
kepada dosen pembimbing).
Kegiatan akhir pada tahap pasca lapangan adalah penulisan laporan.
Laporan ditulis tahap demi tahap dengan melakukan diskusi terlebih dahulu
dengan teman sejawat, serta beberapa dosen, untuk selanjutnya dikonsultasikan
kepada dosen pembimbing.

3.3 Situasi Sosial


Penelitian kualitatif mengenal istilah situasi sosial (social situation) yang
meliputi tempat penelitian (place), pelaku (actor), dan aktivitas peneliti (activity)
yang saling berinteraksi secara sinergis. SMA N 1 Sawan sebagai tempat
penelitian untuk meneliti tingkat kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta
kompetensi guru (laki-laki dan perempuan) dalam pembelajaran fisika. Berikut ini
paparan mengenai ketiga komponen situasi sosial tersebut.
3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sawan yang terletak di
Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. SMA Negeri 1 Sawan merupakan salah
43

satu

sekolah

yang

terletak

dibagian

timur

kabupaten

singaraja

yang

mencantumkan pelajaran fisika disalah satu mata pelajaran yang ada di sekolah.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, dengan dasar
pertimbangan: (1) SMA Negeri 1 Sawan memiliki tenaga pendidik laki-laki dan
perempuan khususnya pada matapelajaran fisika, (2) SMA Negeri 1 Sawan
terkenal sebagai sekolah yang berbuadaya, ramah, sopan dan santun, sehingga
peneliti ingin mengungkap kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan
kometensi guru dalam pembelajaran fisika yang ditinjau dari segi gender, dan (3)
lokasi SMA Negeri 1 Sawan merupakan tempat peneliti melaksanakan kegiatan
PPL-Real sehingga situasi sosial, fisik dan lingkungan sekolah telah diketahui
yang nantinya akan mempermudah peneliti dalam proses pengumpulan informasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada awal Januari 2015, yaitu pada semester ganjil
tahun ajaran 2015/2016.
3.3.2 Pelaku Penelitian
Pelaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan objek
penelitian. Subjek yang diteliti adalah beberapa guru fisika (laki-laki dan
perempuan) yang mengajar di SMA Negeri 1 Sawan. Sedangkan objek yang
diteliti adalah kecerdasan emosional guru baik didalam kelas maupun diluar kelas,
motivasi guru untuk mengajar serta kompetensi yang dimiliki oeh guru tersebut.
3.3.3 Aktivitas Penelitian
Aktivitas penelitian yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data
mengenai tingkat kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta kompetensi guru
yang dimiliki oleh guru laki-laki dan perempuan. Pada tahap ini peneliti
44

melakukan observasi awal secara langsung dengan memperhatikan bagaimana


guru fisika yang menjadi subjek penelitian mengajar di kelas, selanjutnya
melakukan wawancara mendalam dengan gueu, kepala sekolah, wakasek dan
siswa serta melakukan studi dokumen untuk mengetahui rencana kegiatan
pembelajaran fisika yang berlangsung.
Data yang diperoleh melalui hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
diidentifikasi untuk memudahkan dalam menganalisis sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk deskripsi,
menganalisis data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan menarik
kesimpulan.

3.4 Data dan Sumber Data Penelitian


3.4.1 Data Penelitian
Data penelitian mengacu pada materi mentah yang dikumpulkan oleh
peneliti dari subjek dan objek yang sedang diteliti, yaitu berupa fakta-fakta yang
dikumpulkan untuk digunakan sebagai materi analisis. Materi yang akan dianalisis
dalam penelitian ini, yaitu: (1) transkripsi dan catatan lapangan dari hasil
pengamatan kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru dalam
pembelajaran fisika yang ditinjau dari segi gender, (2) data transkrip hasil
wawancara

dengan

guru

berupa

alasan-alasan

yang

melatarbelakangi

pembelajaran yang dilakukannya, kendala-kendala, serta upaya dalam mengatasi


kendala tersebut, dan (3) data transkrip hasil wawancara dengan siswa sebagai
bentuk triangulasi kesesuaian data transkrip hasil wawancara dengan guru. Data
45

kualitatif ini diperoleh melalui wawancara (data kata-kata dari narasumber dan
transkrip wawancara), dokumentasi (isi dokumen), dan observasi (transkrip
video/tape recorder) yang telah dituangkan dalam kata-kata.
3.4.2 Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari guru, siswa dan kepala sekolah. Guru
yang dijadikan sebagai sumber data penelitian adalah guru (laki-laki dan
perempuan) yang mengajar fisika di SMA Negeri 1 Sawan, sedangkan siswa dan
kepala sekolah akan dijadikan sebagai triangulasi data dari informasi yang
diperoleh dari guru yang bersangkutan. Jumlah sumber data penelitian kualitatif
ditentukan secara purposive sampling (Sugiyono, 2013). Sumber data yang lain
adalah foto, video, recording dan dokumen terkait.

3.5 Instrumen Penelitian


Penelitian kualitatif mengenal istilah peneliti sebagai instrumen kunci,
artinya

peneliti sendiri yang menjadi instrumen penelitian dalam melakukan

penelitian ini, karena untuk memperoleh informasi atau data terkait fokus
penelitian yaitu kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi guru
peneliti secara langsung terjun kelapangan untuk melakukan observasi, wawancara
dan dokumentasi terhadap sumber data. Peneliti sebagai instrumen kunci nantinya
akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dan alatalat bantu untuk
memaksimalkan kinerja peneliti

46

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada dasarnya merupakan serangkaian proses yang
dilakukan sesuai dengan metode penelitian yang dipergunakan (Suharsaputra,
2012). Terdapat 4 teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif diantaranya
adalah observasi, wawancara, dokumentasi, serta teknik tambahan.
1. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan
untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Observasi merupakan cara
pengumpulan data yang paling andal dalam penelitian kualitatif karena dengan
observasi peneliti dapat secara langsung melihat dan mengamati

setting

lingkungan serta kegiatan secara rinci sehingga pemahaman peneliti akan situasi
akan lebih komprehensif (Suharsaputra, 2012).
Kegiatan yang dimaksud dalam melakukan observasi adalah langkah yang
dilakukan peneiti untuk menjaring informasi, yaitu melihat, mengamati,
mendengar dan mencermati segala tindak guru didalam kelas saat proses
pembelajaran berlangsung dengan berbagai alat bantu yang digunakan peneliti
seperti pedoman observasi, check list dan alat perekam (kamera dan tape rekorder)
yang telah disiapkan sebelumnya, sehingga peneliti dapat menarik suatu simpulan
atau diagnosis sementara mengenai kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan
kompetensi guru berdasarkan apa yang telah peneliti lihat, amati, dengar dan
cermati.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan pada penelitian kualitatif karena banyak hal yang
tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung, seperti perasaan, pikiran
47

motif serta pengalaman masa lalu responden/informan. Metode pengupulan data


melalui wawancara dimaksudkan untuk lebih mendalami suatu kejadian atau
kegiatan subjek penelitian. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap
sumber data penelitian yaitu, guru, siswa, dan kepala sekolah dengan
menggunakan beberapa alat bantu diantaranya; pedoman wawancara, check list,
dan alat perekam (kamera dan tape recorder) yang disusun sebelumnya oleh
peneliti terkait fokus penelitian yakni kecerdasan emosional, moivasi mengajar
dan kompetensi guru. Wawancara terhadap guru ditujukan untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi
guru dalam pembelajaran fisika, sedangkan wawancara tehadap siswa dan kepala
sekolah ditujukan untuk triangulasi kebenaran data yang diperoleh.
3. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan untuk memperkuat informasi atau data yag
diperoleh dari hasil penelitian, dengan kata lain dokuentasi dijadikan suatu bukti
yang memperkuat informasi atau data hasil penelitian. Selain itu, dokumentasi
juga digunakan untuk mengecek kembali bila ada data yang belum tercatat
maupun bila ada data yang meragukan pada saat observasi dilaksanakan. Teknik
dokumentasi

dalam

penelitian

ini

dilakukan

dengan

mengumpulkan

dokumendokumen terkait, seperti RPP, silabus, LKS, modul, jadwal praktikum


dan rubrik evaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran yang

menggambarkan

kompetensi yang dimiliki guru serta tingkat motivasi dan emosional guru tersebut
dalam mengajar untuk selanjutnya dianalisis hubungannya dengan fokus
penelitian.
4. Teknik Tambahan
48

Teknik tambahan merupakan pendekatan yang membantu interpretasi,


elaborasi atau menguatkan data yang dihasilkan dari observasi, wawancara dan
dokumentasi (Suharsaputra, 2012). Teknik tambahan yang dimaksud adalah
instrumen sederhana dengan skala bertingkat yang akan disusun peneliti sesuai
fokus penelitian yakni kecerdasan emosional, motivasi mengajar dan kompetensi
guru berdasarkan dimensi-dimensi dari masing-masing fokus penelitian.
3.7 Teknik Analisis Data
Pada penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik analisis kualitaitif dimana analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai
dilapangan (Sugiyono, 2013).
Analisis data yang dilakukan sebelum memasuki lapangan adalah
pegumpulan data berupa teori-teori yang terkait dengan berbagai hal mengenai
kecerdasan emosional, motivasi mengajar serta kompetensi guru. Analisis data
dilapangan meliputi tiga tahapan yaitu:
1) Data reduction (reduksi data), pada tahapan ini peneliti mencatat dan merinci
data yang diperoleh. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang
memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi
(Sugiyono, 2013).
2) Data display, pada tahap ini peneliti menyajikan data yang diperoleh, penyajian
data dalam penelitian kualitatif dapat disajikan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowcart, dan sejenisnya, sehingga dengan
menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan
49

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan data yang sudah dipahami tersebut


(Sugiyono, 2013).
3) Conclusion drawing/verification, pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan
awal dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara dan dapat berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2013).
Analisis data yang dilakukan setelah selesai dilapangan adalah penyajian data yang
telah dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya serta menganalisis hubunganhubungan di antara data-data yang telah diperoleh.

3.8 Pengujian Keabsahan Data


Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif menggunakan istilah
yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Uji keabsahan data pada penelitian
kualitatif meliputi Credibility, Transferability, Dependability dan Comfirmability
(Sugiyono, 2013).
a) Credibility (validitas internal) adalah untuk mengukur kepercayaan terhadap
data hasil penelitian kualitatif. Uji kredibilitas data dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi
dengan teman sejawat, member check, dan analisis kasus negative
b) Transferability

(validitas

eksternal)

adalah

derajat

ketepatan/dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi/sampel yang diamati.


c) Dependability (reliabilitas). Suatu penelitian yang reliable yaitu apabila orang
lain dapat mengulangi/meriplikasi proses penelitian tersebut. Uji dependability
dilakukan dengan mengaudit keselurahan data.
50

d) Comfirmability (obyektifitas). Penelitian dikatakan obyektif jika sudah disetujui


oleh banyak orang.
Metode yang diguakan dalam uji keabsahan data adalah triangulasi data
triangulasi

diartikan

sebagai

teknik

pengumpulan

data

yang

bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada (Sugiyono, 2013: 330). Triangulasi pada hakikatnya merupakan
pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan
menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat
dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati
dari berbagai sudut pandang (Rahardjo, 2010). Sehingga dapat dijelaskan
triangulasi merupakan usaha atau kegiatan mengecek kebenaran data atau
informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda
dengan mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data (Rahardjo, 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Aca, W. 2013. Kontribusi kompetensi profesional, supervisi pendidikan dan iklim
kerja terhadap kinerja guru SMP Negeri 2 Amlapura. Tesis (tidak
diterbitkan). Program Studi Administrasi Pendidikan Pascasarjana Undiksha.
Anbuthasan, A. & Balakrishnan, V. 2013. Teaching competency of teacher in
relation to gender, age and locality. International Journal of Teacher
Educational Research. 2(1): 31-35. Tersedia pada: http//:www.ijter.com.
Diakses pada 26 Mei 2014.

51

Babatunde, M. M., James, O. O., Ifeanyi, N. O. & Olanrewaju, M. K. 2014. Work


motivation and emotional intelligence as correlates of secondary school teacher'
productivity in South Western Nigeria. Multilingual Academic Journal of
Education and Social Science. 2(1): 42-56. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.6007/MAJESS/v2-i1/1017. Diakses pada 29 September 2014.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007
Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:
Depdiknas.
Dewi, P. 2011. Kemampuan pemecahan masalah fisika ditinjau dari segi gender
siswa kelas x semester genap SMA Negeri di Kota Singaraja. Skripsi (tidak
diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha.
Ekawati, A. & Wulandari, S. 2011. Perbedaan jenis kelamin terhadap kemampuan
siswa dalam mata pelajaran matematika (studi kasus sekolah dasar). Jurnal
Socioscienta Kopertis. 3(1):-. Tersedia pada: http://kopertis11.net. Diakses
pada 28 September 2014.
Eros, E. 2014. Pengaruh motivasi dan kedisiplinan kerja guru terhadap kinerja
guru di SMP Negeri Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi. 1(1):1-12. Tersedeia pada
http://pasca.ut.ac.id/journal. Diakses pada 20 Oktober 2014.
52

Efivanias, H. 2012. Ada guru dapat nilai nol saat UKG. Artikel <online>. Tersedia
pada: www.tribunnews.com. Diakses pada 21 September 2014.
Gatsinzi, P. 2014. Work and school related variables in teacher motivation in
Gasabo District, Rwanda. Journal of Education and Training. 1(2). 262-275
Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.5296/jet.v1i2.4747. Diakses pada 18
September 2014.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Handayani, T. & Sugiarti. 2006. Konsep dan teknik penelitian gender. Malang:
UMM Press.
Kaniaru, S. W., Kiarie, C. W. & Thinguri, R. W. 2014. The total reward concept:
Key to teachers motivation of public primary school in Kenya, a case study
of Mathira East District. The International Journal of Humanities and
Social Studies (IJHSS). 2(6): 13-18. Tersedia pada http://www.theijhss.com.
Diakses pada 20 Oktober 2014.
Kant, R. 2014. A study of emotional intelligence and teaching motivation of
secondary school teachers in relation to their gender and stream. Academia
Journal

of

Educational

Research.

2(3):

039-043.

Tersedia

pada

http://academiapublishing.org/ajer/pdf/2014/March/Kant.pdf. Diakses pada


7 Maret 2014.
Kemendikbud. 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud.
Levi, C. 2012. Guru di Papua hanya 7 persen lolos sertifikasi. Artikel <online>.
Tersedia pada: www.tempo.com. Diakses pada 21 September 2014.
Moleong, L. J. 2006. Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja
53

Rosdakarya.
Musfah, J. 2011. Peningkatan kompetensi guru: Melalui pelatihan dan sumber
belajar teori dan praktik. Jakarta: Kencana.
Nabwire, J. L. 2014. Influence of teachers gender on student performance in biology in
secondary school in Kenya. International Journal of Advanced Research. 2(2):
178-186. Tersedia pada: http://journalijar.com. Diakses pada 7 Maret 2014.

Nzulwa, J. 2014. Motivational factors affecting high school teachers professional


conduct and work performance: A case of public high schools in Nairobi
City. International Journal of Humanities and Social Science. 4(3):60-66.
Tersedia pada: http://www.ijhssnet.com. Diakses pada 24 September 2014.
Odiembo, E. J. A., & Simatwa, E. M. W. 2014. The relationship between
secondary school mathematics teacher age, gender and students academic
achievement in mathematics in Kenya: A case study of Muhoroni Sub
County. Educational Research. 5(7): 225-240. Tersedia pada
http://www.interesjournals.org/ER. Diakses pada 25 Oktober 2014.
Pardede, D. 2013. Hasil uji kompetensi guru (UKG) hanya 4.25. Artikel
<online>. Tersedia pada: www.tribunnews.com. Diakses pada 21 September
2014.
Purba, S. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalitas mengajar guru
pendidikan vokasi di Indonesia. Artikel <online>. Tersedia pada:
http://digilib.unimed.ac.id. Diakses pada 30 Mei 2014.
Rahardjo, M. 2010. Triangulasi dalam penelitian kualitatif. Makalah <online>.
Tersedia pada: http://mudjiarahardjo.com. Diakses pada 1 Oktober 2014.

54

Rostyaningsih, D. 2010. Konsep gender. Makalah (Ketika mennyampaikan


seminar di Universitas Diponogoro). Tersedia pada: http://admpublik.fis
ip.undip.ac.id. Diakses pada 28 September 2014.
Santrock, J. W. 2007. Psikologi pendidikan. Jakarta: Kharisma Putra Utama
Schutz, P. A. & Pekrun, R. 2007. Emotion in education. United States of America:
Academic Press.
Sugiyono. 2013. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, U. 2012. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan tindakan.
Bandung: Refika Aditama.
Sukardi. 2003. Metodelogi penelitian pendidikan (Kompetensi dan praktiknya).
Yogyakarta: Bumi Aksara.
Tanang, H. & Abu, B. 2014. Teacher professionalism and professional
development practices in South Sulawesi, Indonesia. Journal of Curriculum
and Teaching. 3(2):25-42. Tersedia pada: http://www.sciedu.ca. Diakses
pada 24 September 2014.
UNESCO. 2003. UNESCOs Gender Mainstreaming Implementation Framework.
Artikel <online>. Tersedia pada: http://www.unesco.org. Diakses pada 28
September 2014.
Uno, H. B. 2008. Teori motivasi & pengukurannya (Analisis di bidang
pendidikan). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wahyudi, I. 2012. Panduan lengkap uji sertifikasi guru. Jakarta: PT. Pustakaraya.

55

Anda mungkin juga menyukai

  • SSB Yang Baik
    SSB Yang Baik
    Dokumen2 halaman
    SSB Yang Baik
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • Turunan Rantai
    Turunan Rantai
    Dokumen17 halaman
    Turunan Rantai
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen14 halaman
    Bab I
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • PPL Awal
    PPL Awal
    Dokumen13 halaman
    PPL Awal
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • Kristalisasi
    Kristalisasi
    Dokumen18 halaman
    Kristalisasi
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • MotiVasi Kerja
    MotiVasi Kerja
    Dokumen12 halaman
    MotiVasi Kerja
    Tonny Mohammad Prihantono
    Belum ada peringkat
  • Angka Penting
    Angka Penting
    Dokumen4 halaman
    Angka Penting
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • MotiVasi Kerja
    MotiVasi Kerja
    Dokumen12 halaman
    MotiVasi Kerja
    Tonny Mohammad Prihantono
    Belum ada peringkat
  • IMPULS DAN MOMENTUM
    IMPULS DAN MOMENTUM
    Dokumen5 halaman
    IMPULS DAN MOMENTUM
    Darma Putra
    Belum ada peringkat
  • Instrument Motivasi
    Instrument Motivasi
    Dokumen4 halaman
    Instrument Motivasi
    Unikkyuniqk Trinell Sinensi
    Belum ada peringkat
  • Isi Laporan
    Isi Laporan
    Dokumen17 halaman
    Isi Laporan
    Darma Putra
    Belum ada peringkat