Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara di dunia tentunya menginginkan bangsanya menjadi maju.
Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul
dalam persaingan global. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya
manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban
yang lebih baik dan sebaliknya sumber daya manusia yang buruk akan
menghasilkan peradaban yang buruk. Begitu pentingnya peranan pendidikan,
sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab
pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa.
Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang
dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau
mengembangkan perilaku yang diinginkan (Wahyuningsih, 2004). Menurut UUD
1945 mengenai tujuan Pendidikan Nasional dalam Pasal 31 Ayat 3 menyebutkan,
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Fungsi tersebut dapat tercapai dengan adanya pengembangan kemampuan siswa
dengan melibatkan orang tua, guru, dan pemerintah (Depkes, 2002).
Perubahan dibidang pendidikan terus diupayakan, baik perubahan
kurikulum pendidikan maupun peranan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
1
Pemerintah membuat Sistem Pendidikan Nasional untuk mengembangkan tujuan

pendidikan tersebut, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun


2003 Pasal 3 tentang Pendidikan Nasional menyebutkan, Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Sisdiknas, 2003). Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat
bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan kualitas
suatu bangsa.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengusahakan
peningkatan

kualitas

pendidikan.

Kualitas

pendidikan

merupakan

dasar

pembangunan watak, mental, dan spiritual manusia, sehingga dapat dijadikan


tolok ukur kualitas suatu negara. Usaha untuk mencapai pendidikan yang
berkualitas

membutuhkan

perencanaan

program

pendidikan

yang

baik.

Perencanaan pendidikan yang baik perlu memperhatikan kondisi-kondisi yang


mempengaruhi strategi-strategi yang tepat, langkah-langkah perencanaan dan
memiliki kriteria penilaian.
Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Kunci peningkatan kualitas pendidikan terletak pada
peningkatan

kualitas

gurunya.

Upaya

yang

pemerintah

lakukan

untuk

meningkatkan kualitas guru adalah melaksanakan kegiatan sertifikasi guru, diklat,


seminar pendidikan, serta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Selain
itu, pemerintah melakukan peningkatan kualitas pendidikan dengan meningkatkan
alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN), penyempurnaan kurikulum, menyediakan Buku Sekolah


Elektronik (BSE), menyediakan dana BOS dan beasiswa, serta pemerataan
pendidikan melalui program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal (SM-3T).
Meskipun pemerintah telah melakukan upaya dalam peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia, pada kenyataannya kualitas tersebut belum memenuhi
kualitas yang baik jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan data dari Education For All Global Monitoring Report 2012
yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya. Pendidikan di Indonesia berada
di peringkat ke-64 dari 120 negara. Data Education Development Index (EDI)
Tahun 2011 menyatakan Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara
(Harahap, 2013). Posisi ini menandakan kualitas pendidikan di Indonesia masih
berada dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di
dunia.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari prestasi
belajar yang dicapai siswa. Prestasi tersebut menunjukkan sejauh mana tingkat
penguasan siswa terhadap mata pelajaran yang telah ditempuh. Prestasi belajar
siswa salah satunya dapat dilihat dari nilai ujian nasional. Nilai rata-rata ujian
nasional tingkat SMA/MA tahun 2012/2013 menurun dibandingkan tahun
2011/2012 yaitu dari 7,7 menjadi 6,35. Tingkat kelulusan juga menurun dari 99,50
persen menjadi 99,48 persen (Kompas, 2013). Rhismawati (2013) menyatakan
bahwa untuk wilayah Provinsi Bali terdapat 13 siswa yang tidak lulus dalam Ujian
Nasional (UN). Adapun jumlah ketidaklulusan siswa pada masing-masing
kabupaten adalah Kabupaten Buleleng enam siswa, Kabupaten Jembrana dua
siswa, Kabupaten Badung dua siswa, Kota Denpasar satu siswa, Kabupaten

Bangli satu siswa, dan Kabupaten Tabanan satu siswa. Hal ini membuktikan
bahwa prestasi belajar siswa untuk wilayah Provinsi Bali masih dikategorikan
rendah khususnya Kabupaten Buleleng. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Juniawan (2013) menjelaskan bahwa prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA
SMA negeri di Kota Singaraja pada tahun pelajaran 2012/2013 masih tergolong
rendah dan perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dibuktikan dengan presentase nilai
prestasi belajar fisika siswa yaitu 2,14% berada pada kategori tinggi, 22,32%
berada pada kategori cukup, 37,34% berada pada kategori rendah, dan 38,20%
berada pada kategori sangat rendah. Presentase nilai prestasi siswa yang paling
besar adalah pada kategori sangat rendah dan tidak ada siswa yang berada pada
kategori sangat tinggi.
Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan terlebih dahulu melihat
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Slameto (2003) menjelaskan prestasi
belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar
meliputi, jasmani (kesehatan dan cacat tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan), serta kelelahan jasmani dan
rohani. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu meliputi, keluarga,
sekolah dan masyarakat. Apabila kedua faktor ini dapat diatasi, maka prestasi
belajar dari siswa akan dapat ditingkatkan.
Salah satu faktor internal yang sangat penting dalam peningkatan prestasi
belajar adalah kecerdasan. Kecerdasan peserta didik sudah ada sejak lahir, akan
tetapi perlu dikembangkan. Kecerdasan ini terdiri dari kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan ini saling
berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga perlu dikembangkan melalui proses

pembelajaran dan pengalaman-pengalaman. Pengembangan kecerdasan ini akan


menimbulkan suatu keseimbangan kecerdasan yang dapat mempengaruhi
lingkungan peserta didik, misalnya interaksi peserta didik terhadap orang tua,
guru dan teman.
Menurut Mulyani (2006), intelegensi atau kecerdasan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kemauan belajar. Pada situasi yang sama, siswa
yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi akan lebih berhasil dari pada siswa
yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyani (2006) yaitu terdapat hubungan
signifikan dan positif atau searah antara tingkat kecerdasan siswa dengan prestasi
belajar matematika. Semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa, maka semakin
tinggi prestasi belajar matematika siswa. Pada kenyataannya, proses pembelajaran
di sekolah sering menemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang
setara dengan kemampuan inteligensinya. Tidak sedikit orang dengan kecerdasan
intelektual tinggi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah dan banyak
orang dengan kecerdasan intelektual sedang dapat mengungguli prestasi belajar
dibandingkan dengan orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi (Daud,
2010). Oleh karenanya, taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor
yang menentukan keberhasilan seseorang. Lebih lanjut juga dinyatakan bahwa
keterampilan sosial dan emosional bahkan lebih penting bagi keberhasilan hidup
ketimbang kemampuan intelektual. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Goleman (2004) yaitu kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi

frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta
kemampuan bekerja sama.
Swari (2013) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas VIII. Festus
(2012) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan positif
yang signifikan dengan prestasi akademik siswa dalam matematika. Selain itu,
Ernawati (2014) juga menemukan adanya pengaruh langsung kecerdasan
emosional secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas VIII. Hal ini
menunjukkan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Mayer dan Salovery dalam Han dan Scott (2012) menjelaskan kecerdasan
emosional sebagai salah satu kecerdasan penting dalam suatu kompetensi untuk
mempromosikan dan mengatur pertumbuhan intelektual dan hubungan sosial. Han
dan Scott (2012) menyatakan bahwa emosi dapat mempengaruhi hasil belajar
kognitif siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Kecerdasan emosional penting
dalam mengatur pertumbuhan intelektual siswa dan hubungan sosial siswa. Pooya
et al (2013) menjelaskan kecerdasan emosional tidak hanya berkontribusi dalam
berpikir, tetapi membantu seseorang untuk mengetahui perasaan dan emosinya.
Goleman (2004) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional memiliki lima
kecakapan terdiri emosi dan sosial. Kecakapan emosi meliputi, mengenali emosi
diri, mengelola emosi, dan memotivasi diri sendiri, sedangkan kecakapan sosial
meliputi, mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan.
Menurut Fernandez (dalam Dazeva, 2012), kurang berkembangnya
kecerdasan emosional dapat menyebabkan siswa tidak mampu mengembangkan
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial dalam mengontrol diri. Tidak heran bila saat ini banyak anak

yang pandai secara intelektual, tetapi gagal secara emosional. Hal ini juga
didukung oleh data dari sebuah survei besar-besaran terhadap orangtua dan guru
yang menunjukkan bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami
masalah emosi daripada generasi terdahulu. Secara merata, anak-anak sekarang
tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur,
lebih gugup dan cenderung cemas (Goleman, 2001).
Emosi dari anak sangat penting dikendalikan. Menurut Hossain (2013),
emosional dan masalah siswa dalam menyesuaikan diri merupakan masalah
perilaku. Masalah perilaku siswa ini merupakan masalah yang harus diatasi oleh
pendidik yang dalam hal ini adalah guru, orang tua, pembuat kebijakan, dan
administrator sekolah. Rhutter (dalam Hossain, 2013) menyatakan masalah
perilaku siswa tidak hanya menghambat pendidikan, kepribadian siswa dan
sosialnya, tetapi juga menyebabkan gangguan seumur hidup yang dialami siswa
yang berfungsi dalam kehidupan sosial maupun personal. Para ahli psikologi
(dalam Hossain, 2013) menjelaskan peningkatan masalah perilaku siswa
disebabkan oleh tekanan akademik, kesulitan dalam penyesuaian diri dengan
orang tua, guru dan teman sebaya baik yang sama maupun lawan jenis.
Orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi
masalah perilaku anak-anak. Orang tua seharusnya selalu memperhatikan
perkembangan anak dan membantunya untuk mencapai prestasi, sedangkan guru
harus menciptakan budaya ramah dengan anak didik mereka. Hal ini harus
dilakukan oleh guru karena siswa menggunakan waktu mereka kurang lebih 5
sampai 7 jam sehari dengan guru dalam 10 bulan (Ayas et al., 2013). Selain itu,
dalam mencapai pengetahuan dan tujuan, siswa memiliki strategi yang berbeda.
Ada beberapa siswa yang dengan mudah mencapainya dan ada yang harus

mencapai dengan berbagai strategi belajar. Menurut Hsu (dalam Ayas et al., 2013)
menyatakan bahwa individualitas guru dan teknik guru dalam berkomunikasi
dengan siswa menjadi variabel penting dalam pencapaian prestasi siswa. Semakin
sering guru berkomunikasi dengan siswanya, semakin besar peluang guru untuk
meningkatkan prestasi siswa.
Prestasi siswa dalam ranah kognitif dapat dilihat melalui nilai prestasi
belajar siswa. Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar. Menurut Syah (2003), prestasi belajar adalah hasil
belajar dari suatu aktivitas belajar yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan
penilaian terhadap hasil kegiatan belajar dalam bidang akademik yang diwujudkan
berupa angka-angka dalam raport. Festus (2012) menjelaskan bahwa prestasi
akademik siswa dalam semua mata pelajaran sangat ditentukan oleh kecerdasan
seseorang. Selain itu, kecerdasan emosional dalam interaksi sosial melalui empati,
keterampilan berinteraksi dengan teman mereka, dan koordinasi hubungan
interaksi pembelajaran adalah sebagai syarat mencapai keberhasilan dalam belajar.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diduga bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan interaksi sosial. Oleh karena itu, perlu
diadakan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data yang menunjukkan
derajat keterhubungan antara kecerdasan emosional dan interaksi sosial dengan
prestasi belajar dengan judul penelitian Pengaruh Kecerdasan Emosional dan
Interaksi Sosial terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri se-Kota Singaraja pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar fisika


siswa kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada semester genap tahun
pelajaran 2013/2014?
2. Apakah terdapat pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa
kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada semester genap tahun
pelajaran 2013/2014?
3. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional dan interaksi sosial terhadap
prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada
semester genap tahun pelajaran 2013/2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disampaikan tujuan
yang ingin dicapai melalui penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar fisika
siswa kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada semester genap tahun
pelajaran 2013/2014.
2. Menganalisis pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas
XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada semester genap tahun pelajaran
2013/2014.
3. Menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan interaksi sosial terhadap
prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja pada
semester genap tahun pelajaran 2013/2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum terdapat dua manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu
manfaat teoretis yaitu dan manfaat praktis. manfaat jangka panjang dalam
pengembangan teori pembelajaran, sedangkan manfaat praktis merupakan
manfaat yang memberikan dampak secara langsung terhadap komponen
pembelajaran. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut:

10

1.4.1
Manfaat teoretis
Secara teoretis penelitian ini dapat memberikan acuan teoretis dalam
meningkatkan prestasi belajar fisika siswa melalui proses pembelajaran dengan
mempertahankan kemampuan kecerdasan emosional dan interaksi sosial siswa.
Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau acuan pengembangan
ilmu yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar fisika
siswa.
1.4.2

Manfaat Praktis
Berdasarkan informasi tentang ada tidaknya pengaruh kecerdasan emosional

dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa, ada beberapa manfaat
praktis yang diharapkan dengan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagi Sekolah
Terlaksananya penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan yang
dapat dijadikan informasi untuk merancang proses pembelajaran dengan
memperhatikan kecerdasan emosional dan interaksi sosial siswa, sehingga
pembelajaran lebih bermanfaat serta dapat meningkatkan prestasi belajar fisika.
2 Bagi Guru Fisika
Terlaksananya penelitian ini dapat dijadikan pedoman oleh guru untuk
meningkatkan prestasi belajar fisika siswa dengan memperhatikan kecerdasan
emosional dan interaksi sosial siswa.
3 Bagi Peserta Didik secara Umum
Penelitian ini dapat dijadikan informasi bahwa kecerdasan emosional dan
interaksi sosial perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh peserta didik dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar fisika.
4 Bagi Peneliti Lainnya
Peneliti mendapat pengalaman langsung sebagai calon guru untuk
mengetahui pengaruh kecerdasan emosional, dan interaksi sosial siswa dengan

11

prestasi belajar fisika, sehingga nantinya dapat dijadikan pedoman dalam memilih
model pembelajaran yang sesuai dan dapat meningkatkan prestasi belajar fisika.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA SMA Negeri se-Kota Singaraja
pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kota Singaraja pada semester
genap tahun pelajaran 2013/2014, yang terdiri atas SMA Negeri 1 Singaraja, SMA
Negeri 2 Singaraja, SMA Negeri 3 Singaraja, dan SMA Negeri 4 Singaraja.
Cakupan materi pembelajaran adalah keseimbangan benda tegar. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah prestasi belajar fisika siswa sedangkan variabel bebas
terdiri dari dua yaitu kecerdasan emosional dan interaksi sosial. Penelitian ini
tidak memberikan perlakuan atau proses pembelajaran pada subjek penelitian.
Variabel bebas (kecerdasan emosional dan interaksi sosial) maupun variabel
terikat (prestasi belajar fisika) yang diteliti merupakan ukuran kemampuan dan
sikap alami yang sudah dimiliki oleh setiap siswa itu sendiri.
1.6 Definisi Konseptual
Istilah yang terkait dengan penelitian ini meliputi kecerdasan emosional,
interaksi sosial, dan prestasi belajar yang dipaparkan sebagai berikut.
1. Kecerdasan emosional adalah keterampilan seseorang dalam menangani moral
melalui kesadaran diri dan meningkatkannya dengan mengatur diri sendiri,
sehingga memperoleh sikap empati (Esmaeili, 2013). Kecerdasan ini tidak
hanya berpengaruh baik terhadap pemikiran, tetapi membantu individu untuk
menyadari perasaan dan emosinya sendiri (Pooya et al., 2013). Menurut
Salovey (dalam Goleman, 2004) menjelaskan indikator kecerdasan emosional
berpedoman pada komponen-komponen kecerdasan emosional, yaitu

12

mengenali, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi

orang lain, dan membina hubungan.


2. Menurut Walgito (dalam Fernanda et al., 2012) interaksi sosial adalah hubungan
antara individu satu dengan yang lain yang saling mempengaruhi dan terdapat
hubungan saling timbal balik. Interaksi sosial mencakup interaksi siswa
dengan teman sebaya, guru dan orang tua. Menurut Fernanda et al (2012),
gambaran umum kemampuan siswa berinteraksi sosial adalah kontak sosial
dan komunikasi. Kontak sosial meliputi, kontak fisik, solidaritas, keakraban,
dan kerjasama. Komunikasi meliputi, komunikasi verbal, komunikasi non
verbal, dan sikap.
3. Prestasi belajar adalah hasil kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang sudah dicapai siswa selama
periode tertentu (Suryabrata, 2002). Krathwohl (2002) menjelaskan dua
dimensi untuk mengukur prestasi belajar yaitu, dimensi pengetahuan dan
dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan meliputi empat dimensi
diantaranya pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Dimensi proses kognitif meliputi
enam dimensi yaitu, mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6).
1.7 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi komponen penelitian yang
mencangkup alat atau variabel yang diukur dalam penelitian. Adapun definisi
operasional dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang
diperoleh siswa setelah menjawab tes kecerdasan emosional. Tes kecerdasan
emosional menggunakan kuesioner yang mengacu pada indikator kecerdasan

13

emosional yang terdiri atas 5 (lima) dimensi, yaitu 1) mengenali emosi


(mampu mengenali perasaan sendiri dan tidak bereaksi berlebihan terhadap
apa yang dirasakan dan dapat mengontrol perasaan marah, sedih, senang, dan
kecewa); 2) mengelola emosi (mampu menghibur diri sendiri dan mampu
melepaskan kecemasan); 3) memotivasi diri sendiri (berusaha bersungguhsungguh untuk menyusun langkah mencapai sasaran, membangkitkan
semangat untuk menjadi lebih baik, dan berpikir optimis); 4) mengenali
emosi orang lain (mampu memahami perasaan orang lain dan memiliki
kesediaan untuk saling membantu); dan 5) membina hubungan (mampu
meyakinkan dan mempengaruhi orang lain, mampu membuat orang lain
merasa nyaman, dan memiliki banyak teman).
2. Interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh
siswa setelah menjawab tes interaksi sosial. Tes interaksi sosial menggunakan
kuesioner yang mengacu pada indikator interaksi sosial yang terdiri atas
kontak fisik (sering bertatap muka dengan orang lain), solidaritas (saling
berbagi pemecahan masalah dengan siswa lain atau kelompok lain),
keakraban (saling bertukar informasi mengenai permasalahan yang dihadapi
dan memecahkan masalah dengan melakukan diskusi), kerjasama (mampu
bekerja sama dengan orang lain), komunikasi verbal (mampu menggunakan
bahasa yang baik), komunikasi non verbal (mampu menggunakan bahasa
tubuh), dan sikap (menghargai orang lain dalam belajar).
3. Prestasi belajar adalah nilai yang diperoleh siswa setelah menjawab tes prestasi

belajar. Tes ini menggunakan tes pilihan ganda dengan materi keseimbangan
benda tegar yang mengacu pada ranah kognitif C2 (pemahaman), C3
(mengaplikasikan), C4 (menganalisis), dan C5 (mengevaluasi). Adapun

14

indikator dari prestasi belajar adalah menggunakan konsep torsi pada sebuah
benda dalam gerak rotasi benda (C3), memformulasikan analogi hukum II
Newton tentang gerak translasi dan gerak rotasi (C5), menganalisis konsep
momen inersi untuk berbagai bentuk benda tegar (C4), menganalisis hukum
kekekalan momentum sudut pada gerak rotasi (C4), mengidentifikasi syarat
dan jenis-jenis keseimbangan benda tegar (C2), dan menerapkan konsep titik
berat dalam kehidupan (C3).

Anda mungkin juga menyukai