Simpan Penting
Simpan Penting
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hasil
program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal
masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan
mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian
serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua
penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan
terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi
serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat
terlihat dengan jelas.1,2
Penyakit periodontal dijumpai lebih banyak pada masyarakat yang kurang
berpendidikan
dibandingkan
pada
masyarakat
yang
berpendidikan.
Faktor
saja disebabkan oleh kurangnya pembersihan gigi secara teratur. Keadaan ini
dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi, dimana keadaan sosial ekonomi dan
ketidaktahuan dari orang tua mungkin dapat menyebabkan anak-anak kurang menyadari
pentingnya kebersihan mulut. 5
Pada keadaan kronis gingivitis memperlihatkan tanda-tanda seperti permukaan yang
halus dapat mengkilap dan berbentuk nodular. Tingkat keparahan gingivitis dibagi
menjadi gingivitis ringan (terjadi oedema ringan dan sedikit kemerahan), gingivitis
sedang (terjadi kemerahan dan pembesaran gingiva) dan gingivitis berat (terjadi
kemerahan dan pembesaran gingiva yang berat).6
Dari hasil penelitian Hadnyanawati yang dilakukan pada siswa sekolah dasar kelas
V di Kabupaten Jember memperlihatkan bahwa kebersihan gigi dan mulut siswa di
semua lokasi paling banyak menunjukkan kategori sedang, sedangkan jumlah siswa
yang menderita gingivitis hampir sama di seluruh lokasi. Untuk kebersihan gigi dan
mulut dengan kategori baik, siswa perkotaan lebih banyak dari siswa pedesaan. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi kebesihan mulut di Indonesia
termasuk kategori sedang, sementara kondisi kebersihan mulut di daerah perkotaan lebih
baik dari pedesaan.6
Keadaan ini berhubungan dengan tingkat kebersihan gigi dan mulutnya, semakin
buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka semakin mudah terserang gingivitis.
Karena itu penting sekali untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta melakukan
kontrol plak secara teratur dan teliti. Jika seseorang dapat mempertahankan kebersihan
gigi dan mulut, maka ini dapat membatasi risiko penyakit periodontal yang lebih parah.6
3
Penelitian mengenai gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar ini dilakukan di
Kompleks Maccini. Di dalam Sekolah Dasar Kompleks Maccini ini terdapat 5 sekolah
yaitu: SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Informasi dari pihak sekolah
mengatakan bahwa salah satu puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan tersebut
memprogramkan pemeriksaan kesehatan di sekolah tersebut rutin setiap 3 bulan sekali.
Peran aktif dari pihak tenaga kesehatan dalam peningkatan kualitas kesehatan anak
sangatlah baik. Ini yang menjadi alasan mengapa memilih sekolah di kecamatan tersebut
sebagai tempat penelitian untuk melihat gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar di
wilayah tersebut.
Pada penelitian ini diambil sampel yaitu siswa kelas IV dan V yaitu pada usia antara
8-15 tahun. Usia tersebut telah memasuki periode gigi bercampur. Adanya sikap
kooperatif dari anak anak tersebut dapat membantu kelancaran dalam pemeriksaan yang
dilakukan. Anak-anak pada usia tersebut juga adalah paling efektif dalam menerima
pengetahuan dan perawatan kesehatan gigi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu
Gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan V di Kompleks
Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I
Untuk mengetahui gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan
V, Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini
I/I.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi dunia
ilmu pengetahuan kedokteran gigi dan bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam
menyusun program-program kesehatan gigi serta menjadi salah satu aspek
pengembangan penelitian-penelitian lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAMBARAN NORMAL GINGIVA
Gingiva pada anak-anak berwarna pink pucat seperti pada gambar 1, tetapi tidak
pucat seperti pada gingiva dewasa karena pada dewasa lapisan keratinnya lebih tipis.
Gambar 1. Gambaran gingiva normal pada anak usia 5 tahun yang menunjukkan
adanya stipping dan interproksimal gingiva yang datar
Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed
5
Kedalaman sulkus gingiva pada gigi sulung lebih dangkal daripada gigi permanen.
Gigi sulung memiliki kedalaman gingiva 2,1 mm ( 0,2 mm). Sulkus gingival melekat
dengan lebar anteroposterior yang bervariasi, daerah insisivus lebih lebar kemudian
terjadi penyempitan di daerah cusp dan meluas lagi di daerah posterior molar. Secara
anatomis gingiva terdiri dari marginal gingiva, sulkus gingiva, attached gingiva, dan
interdental gingival seperti pada gambar 2.7,15
diagnostik yang penting. Ukuran normal atau ukuran ideal kedalaman sulkus gingiva
sekitar 0 mm.7
2.1.3 Attached gingiva.
Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached
gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang alveolar.
Aspek fasial dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar dibatasi oleh
mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan parameter klinik penting
lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara mucogingiva junction dan proyeksi dari
permukaan dasar luar dari sulkus dengan menggunakan probe periodontal.8
Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam
rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm dan pada
insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm. Tetapi lebih sempit pada daerah posterior
dan tersempit pada daerah premolar sebesar 1,9 mm untuk rahang atas dan 1,8 untuk
rahang bawah.8
Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar
attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari attached
gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual
alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa membran dasar mulut.8
2.1.4 Interdental Gingiva.
Interdental gingiva menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah
interproksimal dibawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk pyramidal
8
atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari titik kontak antara
gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.8
Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk
cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva dibentuk
oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva
berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus tanpa papilla interdental.8
2.2 GINGIVITIS
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar
gigi. Secara mikroskopis, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat inflamasi dan
edema, kerusakan serat kolagen gingiva terjadi ulserasi, proliferasi epitelium dari
permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Beberapa studi sebelumnya menyebutkan
bahwa gingivitis marginal merupakan penyakit periodontal yang paling sering
ditemukan pada anak-anak.13
Gambar 3. Gingivitis Marginalis Kronis karena kebersihan mulut yang buruk dan
susunan gigi yang tidak beraturan.
Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed
9
Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi respon gingiva terhadap iritasi lokal.
A. Faktor lokal16
1. Restorasi yang keliru
Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling menguntungkan
bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan
berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan memoles bagian tepi.
Restorasi dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan
mahkota atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan
gigi yang efektif.
2. Kavitas karies
Kavitas yang keliru, terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang
terbentuknya daerah timbunan plak.
3. Tumpukan sisa makanan
Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di antara
gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk baji makanan,
khususnya bila ada plunger cusp.
4. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain tidak baik.
Geligi tiruan adalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan
melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau tidak terpoles dengan baik
cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne
seringkali terbenam di dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan
inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila gigi-geligi
tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.
5. Pesawat ortodonsi
Pesawat ortodonsi yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah
diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena sebagian
besar pasien ortodonsi masih muda, inflamasi yang parah disertai dengan
11
daerah-daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket, yang paling sering terlihat di
sebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada permukaan mesial gigi premolar
atas juga dapat berfungsi sebagai groove perkembangan.
B. Faktor sistemik16
Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan misalnya; faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.
1. Faktor genetik
Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi dan
ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda-tanda
kerusakan periodontal sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan
periodontitis yang progresif pada usia yang lebih mudah.
Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langkah, yang
meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal seperti Sindrom Down,
kerentanan di sini berhubungan dengan terganggunya fungsi neutrofil atau
perubahan metabolisme jaringan ikat. Sindroma Chediak-Higashi, merupakan
kondisi autosomal resesif yang langkah, ditandai dengan neutrofil yang terganggu.
2. Faktor nutrisional
Secara teoritis defisiensi dari nutrien dapat mempengaruhi keadaan gingiva
dan daya tahannya terhadap plak, tetapi karena kesalingtergantungan antara
berbagai elemen diet yang berkembang, sangatlah sulit untuk mendifinisikan akibat
defisiensi spesifik pada seorang manusia.
Pada defisiensi nutrisional yang parah, yang umumnya disertai dengan
kebersihan mulut yang sangat buruk, terlihat adanya kerusakan jaringan periodontal
yang berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi yang cukup dini.
3. Faktor hormonal
Hormon seks. Perubahan hormon seksual berlangsung semasa puberitas dan
13
gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri
atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim dilepaskan oleh bakteri gram negatif
yang menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel
sulkus. Selanjutnya enzim dan toksin menembus jaringan pendukung dibawahnya.
14
Peradangan pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah pada jaringan,
edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.9
diberikan skor dari 0 sampai 3 sebagai kriteria identifikasi untuk mengukur tingkat
keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe
periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingiva.11
Skor dan Kriteria dari Gingiva Indek.11
1
2
probing.
: peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,
cenderung ada perdarahan spontan
erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering
terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Gingivitis erupsi
lebih berkaitan dengan akumulasi plak daripada dengan perubahan jaringan.
McDonald dan Avery mengatakan bahwa gingivitis dapat berkembang karena pada
tahap awal erupsi gigi, margin gusi tidak mendapat perlindungan dari mahkota
sehingga terjadi penekanan makanan di daerah tersebut yang menyebabkan proses
peradangan. Selain itu sisa makanan, materia alba, dan bakteri plak sering terdapat
di sekitar dan di bawah jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang
erupsi hal ini mengakibatkan peradangan.
3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada pinggiran
margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi edema
sampai dengan abses.
4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai dengan perubahan
warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi, ulserasi, dan bentuk poket
dalam yang menyebabkan terjadinya pus, meningkat pada anak-anak yang memiliki
overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge
to edge, dan protrusif.
5. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems merupakan salah
satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gusi di
sekitar gigi (antara margin gusi dan mucogingiva junction) yang ditandai oleh
mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah, susunan jaringan
ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis.
6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat gigi, alat
ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk.
20
7. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya gingivitis yang
bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.
2.7.2 Faktor Risiko Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.
Gingivitis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama gingivitis pada anak
adalah plak. Faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan gingivitis pada anak-anak
sekolah dasar yaitu :
1. Sosial ekonomi
Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan
keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah berpengaruh terhadap kesehatan
umum dan gigi anak, sebab dengan status ekonomi rendah masalah utamanya
adalah
pemenuhan
kebutuhan
minimal
sehingga
mempengaruhi
kondisi
kesehatannya.
2. Oral Hygiene (kebersihan mulut).
semakin
parah,
menghambat
progresifitas
penyakit,
menghindarkan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pemilihan sampel menggunakan
teknik Stratified Random Sampling dimana ditujukan pada semua siswa siswi kelas IV
dan V SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Pola gingivitis dinilai
dengan Gingiva Indeks (GI).
3.2 RANCANGAN PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study (Transversal) karena
23
dalam penelitian ini observasi hanya dilakukan pada waktu tertentu saja. Setiap sampel
atau subjek hanya dilakukan observasi satu kali dan pengukuran variabel subyek
dilakukan pada saat melakukan pemeriksaan tersebut.
3.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II,
III, IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar, JL. Urip Sumoharjo No.230 dan JL.
Maccini Sawah 1.
24
Wawancara terpimpin
Mouth Mirror, Betadine, Air Mineral, dan Gelas
Probe Periodontal, masker, handcoen.
Nierbekken (tempat alat)
Alat tulis
Identifikasi Variabel :
a) Variabel dependen : b) Variabel independen : Gingivitis
c) Variabel kendali
: usia, gigi yang diperiksa
3.10 DATA PENELITIAN
a) Jenis data
6
6
Permukaan gigi yang diperiksa adalah jaringan yang mengelilingi gigi yaitu
permukaan mesial, distal, bukal/labial, lingual/palatal.
27
probing.
: peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,
cenderung ada perdarahan spontan
Kriteria gingivitis:
1
2
28
4.12
ALUR PENELITIAN
Pengambilan Sampel
Gingivitis
Pemeriksaan Klinis
Tidak Gingivitis
Wawancara
Pengolaan Data
Analisis
Hasil
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 GAMBARAN UMUM
Anak Sekolah Dasar (SD) menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu SDN Maccini
I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Terletak di wilayah Kecamatan Makassar dan di
wilayah kerja Puskesmas Maccini. Setiap 3 bulan sekali Puskesmas mengadakan
pemeriksaan gigi pada anak sekolah dasar di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk
29
mengetahui seberapa besar peningkatan kasus kesehatan gigi dan mulut anak sekolah
dasar.
Nama-nama sekolah dasar yang menjadi tempat penelitian dan jumlah sampel
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 1. Daftar Nama Nama Sekolah Dasar
No
1
2
3
4
5
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini III
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini I/I
Total
Kelas IV
Kelas V
42
41
23
28
26
160
46
35
35
32
26
174
Jumlah Siswa
SD
88
76
58
60
52
334
30
Data primer diperoleh dari pemeriksaan klinis dan wawancara langsung dengan
siswa yang didampingi oleh guru kelas. Pengambilan data penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2011.
4.2 GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV dan V yang keseluruhannya berjumlah
334 siswa dari 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Dari
data ini dapat dilihat gambaran keparahan gingivitis pada anak yang dinilai berdasarkan
gingiva indeks. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 2. Deskripsi Hasil Pengukuran Gingivitis Berdasarkan Gingiva Indeks
Nama Sekolah
Kela
s
Gingiva Indeks
Norma
l
Ringa
n
IV
9,5
29
10
21,7
33
IV
4,9
36
17,1
24
IV
21
17,1
28
IV
25
16
10
31,3
18
IV
23,1
18
26,9
18
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini IV
SD Inpres
Maccini I/I
%
69,
1
71,
7
87,
8
68,
6
91,
3
80
57,
1
56,
2
69,
2
69,
Total
Sedan
g
Bera
t
21,
4
42
6,5
46
7,3
41
14,
3
35
8,7
23
2,9
17,
9
12,
5
35
28
32
7,7
26
3,9
26
5
4
31
Total
58
17,4
241
2
72,
2
35
10,
4
334
10
11
2,3
13
6
3
5
35
37
20
22
2,6
47,3
54,4
38,5
51,2
51,3
23
23
22
12
17,6
8,8
5,8
11,6
16,3
31,1
33,8
42,3
27,9
25,6
0,7
34
12,3
134
48,5
90
20
10
32,6
32
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini III
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini
I/I
Total
Total
12
13
15
3
1
7
1
4,0
1,5
13,4
2,3
4,7
1
-
1,5
-
74
68
52
43
2,6
39
13
4,7
0,7
0,4
276
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat distribusi gingivitis berdasarkan umur pada
anak kelas IV dan V di 5 sekolah. Siswa yang mengalami gingivitis yang berusia 8 tahun
sebanyak 2 orang (0,7%), 9 tahun sebanyak 34 orang (12,3%), siswa yang berumur 10
tahun sebanyak 134 orang (48,5%), siswa yang berumur 11 tahun sebanyak 90 orang
(32,6%), siswa yang berumur 12 tahun sebanyak 13 orang (4,7%), siswa yang berusia 13
tahun sebanyak 2 orang (0,7%) dan siswa yang berusia 15 tahun sebanyak 1 orang
(0,4%).
4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.
Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang jenis kelamin responden. Data
penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 4. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anak Kelas IV dan V
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
Total
74
68
33
50
55,1
48,7
51,5
26
24
19
142
26
19
20
134
50
44,9
51,3
48,5
52
43
39
276
Dari hasil penelitian pada 276 orang anak yang mengalami gingivitis, anak lakilaki lebih banyak yang mengalami gingivitis yaitu sebanyak 142 orang (51,5%) dan 134
orang (48,5%) anak perempuan mengalami gingivitis.
4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi.
Pada penelitian ini, dilakukan wawancara terpimpin dengan menanyakan kepada
setiap siswa mengenai frekuensi mereka menyikat gigi dalam sehari di rumah dan
didapatkan hasil yang lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :
TABEL 5. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi
Nama Sekolah
Kelas
1x
IV
4,3
IV
9,8
2,9
IV
2,9
IV
6,2
IV
7,7
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini
Total
2,4
42
46
41
2,9
35
23
35
28
32
26
34
I/I
V
Total
8
5
73,
26,
19
7
1
9
12 3,6 166 49,7 154 46,1 2
0,6
26
334
Hasil wawancara terpimpin yang dilakukan pada anak sekolah dasar kelas IV dan
V dari ke 5 sekolah, frekuensi menyikat gigi 1x sebanyak 3,6%; 2x sebanyak 49,7%; 3x
sebanyak 154 orang siswa (46,1%) dan yang tidak menyikat gigi sebanyak 2 orang siswa
(0,6%).
SDN Maccini I
Frekuen
si
2
Persentasi
(%)
2,3
22
25,3
12
48
13,8
55,2
3,4
35
SDN Maccini II
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini
I/I
Total
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum
tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, &
Malam
Total
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum
tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, &
Malam
Total
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum
tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, &
Malam
Total
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum
tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, &
Malam
Total
87
5
1 skt gg
6,7
31
41,3
8
30
10,7
40
1,3
75
1
1 skt gg
1,7
24
41,4
10
21
17,2
36,2
3,5
58
2
3,3
15
25
11
31
18,3
51,7
1,7
60
2
3,9
28
53,8
5
17
9,6
32,7
52
Frekuen
si
22
Persentasi (%)
25
56
63,6
1
9
88
7
1,1
10,3
64
84,2
5
76
6
6,6
10,4
39
67,3
2
11
58
5
3,4
18,9
33
55
22
60
6
36,7
44
84,6
2
52
3,9
9,2
8,3
11,5
Pada penelitian ini, persentasi pekerjaan orang tua siswa di kelas IV dan V yaitu
lebih banyak yang berprofesi dibidang wiraswasta, penjual, buruh dll, yaitu 56 orang
(63,3) di SDN Maccini I, 64 orang (84,2%) di SDN maccini II, 39 orang (67,3%) di
37
SDN Maccini III, 33 orang (55%) di SDN Maccini IV dan 44 orang (84,6%) di SN
Maccini I/I.
4.3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi.
Pada wawancara dalam penelitian ini juga ditanyakan apakah anak tersebut sudah
pernah ke dokter gigi, jika iya maka ditanyakan lagi berapa kali mereka ke dokter gigi
dalam 1 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 8. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi Dalam Setahun
Nama Sekolah
Kelas
IV
SDN Maccini I
V
IV
SDN Maccini II
V
IV
SDN Maccini III
V
IV
SDN Maccini IV
V
SD Inpres Maccini
I/I
Total
IV
V
%
33,
14
3
7,2
4
9,5 21
50
3
45,
41,
21
4
8,7
2
4,3 19
7
3
34,
12,
46,
14
5
3
7,3 19
1
2
4
51,
45,
18
1
2,9
16
4
7
21,
65,
5
2
8,7
1
4,4 15
7
2
37,
57,
13
1
2,9
1
2,9 20
1
1
14,
10,
71,
4
3
1
3,6 20
3
7
4
37,
12
2
6,2
2
6,2 16
50
6
42,
57,
11
15
3
7
30,
11,
53,
8
3
1
3,9 14
8
5
8
35,
52,
120
24 7,2 15 4,5 175
9
4
Total
42
46
41
35
23
35
28
32
26
26
334
38
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa siswa dari ke 5 sekolah tersebut 175
(52,4%) belum pernah ke dokter gigi; 1x ke dokter gigi sebanyak120 orang (35,9%); 2x
sebanyak 24 orang (7,2%) dan 3x ke dokter gigi sebanyak 15 orang (4,5%).
Kelas
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
Total
%
21,4
28,3
17,1
11,4
17,4
28,6
39,3
18,7
30,7
26,9
23,7
42
46
41
35
23
35
28
32
26
26
334
Dari hasil wawancara terpimpin pada 334 orang siswa kelas IV dan V, 255
(76,3%) orang anak menyikat gigi atas keinginan dan kesadarannya sendiri dan 79
39
(23,7%) orang anak menyikat gigi karena diingatkan atau disuruh oleh orang tua
mereka.
BAB V
PEMBAHASAN
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar
gigi. Gejala-gejala terjadinya suatu peradangan adalah rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri), tumor (pembengkakan), dan fusiolesa (kehilangan fungsi). Kondisi klinis
yang dapat dilihat pada gingivitis adalah adanya perubahan warna mulai dari merah
terang menjadi merah kebiruan. Ukuran gingiva menjadi lebih besar dari ukuran normal,
gingiva menjadi lebih mudah berdarah misalnya pada saat menyikat gigi. Kedalaman
sulkus lebih dari 2 mm karena pembesaran tepi gingiva akibat pembengkakan pada
jaringan gingiva.
Penelitian ini dilakukan di 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, SDN Maccini II, SDN
Maccini III, SDN Maccini IV dan SD Inpres Maccini I/I dengan jumlah siswa secara
keseluruhan yaitu 334 orang siswa. Dari 334 orang siswa tersebut, 58 orang tidak
mengalami gingivitis dan 276 orang mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan
yang sudah ditentukan.
40
41 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 76 orang siswa, 10 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 66
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 41 orang siswa, 2 orang siswa (4,9%) gingivanya dalam keadaan
normal, 36 orang siswa (87,8%) mengalami gingivitis ringan, 3 orang siswa (7,3%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6 orang siswa
(17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 24 orang siswa (68,6%) mengalami
gingivitis ringan, 5 orang siswa (14,3%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada
siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 6 orang
siswa (8,8%), umur 10 tahun 37 orang siswa (54,4%), umur 11 tahun 23 orang siswa
(33,8%), umur 12 tahun sebanyak 2 orang siswa (1,5%) dan umur 15 tahun sebanyak 1
orang siswa (1,5%)
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 68 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 37 orang (54,4%) adalah siswa laki-laki dan 31 orang
(45,6%) adalah siswa perempuan.
5.1.3 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini III.
SDN Maccini III, kelas IV dan V terdiri atas 58 orang siswa. Kelas IV terdiri atas
42
23 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 58 orang siswa, 6 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 29
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 23 orang siswa, tidak ada seorang pun siswa yang gingivanya dalam
keadaan normal, 21 orang siswa (91,3%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa
(8,7%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan
kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6
orang siswa (17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 28 orang siswa (80%)
mengalami gingivitis ringan, 1 orang siswa (2,9%) mengalami gingivitis sedang dan
tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 3 orang
siswa (5,8%), umur 10 tahun 20 orang siswa (38,5%), umur 11 tahun 22 orang siswa
(42,3%), dan umur 12 tahun sebanyak 7 orang siswa (13,4%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 52 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 26 orang (50%) adalah siswa laki-laki dan 26 orang (50%)
adalah siswa perempuan.
28 orang siswa dan kelas V terdiri atas 32 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 60 orang siswa, 17 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 43
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 28 orang siswa, 7 orang siswa (25%) gingivanya dalam keadaan
normal, 16 orang siswa (57,1%) mengalami gingivitis ringan, 5 orang siswa (17,9%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 32 orang siswa, 10 orang
siswa (31,3%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (56,2%) mengalami
gingivitis ringan, 4 orang siswa (12,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada
siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang
siswa (2,3%), umur 9 tahun 5 orang siswa (11,6%), umur 10 tahun 22 orang siswa
(51,2%), umur 11 tahun 12 orang siswa (27,9%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang
siswa (2,3%) dan umur 13 tahun sebanyak 2 orang siswa (4,7%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 43 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 24 orang (55,1%) adalah siswa laki-laki dan 19 orang
(44,9%) adalah siswa perempuan.
5.1.5 Gambaran Gingivitis di SD Inpres Maccini I/I.
SD Inpres Maccini I/I, kelas IV dan V terdiri atas 52 orang siswa. Kelas IV terdiri
44
atas 26 orang siswa dan kelas V terdiri atas 26 orang siswa. Umur pada anak kelas IV
dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 52 orang siswa, 13 orang siswa tidak mengalami gingivitis
dan 39 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah
ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 26 orang siswa, 6 orang siswa (23,1%) gingivanya dalam keadaan
normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa (7,7%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 26 orang siswa, 7 orang siswa
(26,9%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami
gingivitis ringan, 1 orang siswa (3,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa
yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang
siswa (2,6%), umur 9 tahun 7 orang siswa (16,3%), umur 10 tahun 20 orang siswa
(51,3%), umur 11 tahun 10 orang siswa (25,6%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang
siswa (2,6%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 39 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 19 orang (48,7%) adalah siswa laki-laki dan 20 orang
(51,3%) adalah siswa perempuan.
Tingginya prevalensi gingivitis disebabkan karena berbagai faktor. Faktor primer
dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri dan ada beberapa faktor lain baik lokal
45
maupun sistemik yang merupakan predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan
respon gingiva terhadap plak. Faktor-faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi
sekunder.16
Pembesaran gingiva terjadi pada bagian marginal dan pada tempat yang terdapat
iritan lokal dikarakteristikkan oleh papillae interproximal bulbous yang menonjol lebih
besar daripada pembesaran gingiva dengan faktor lokal. Survei Sutcliffe pada
sekelompok anak berusia 11 dan 17 tahun menunjukkan sebuah prevalensi gingivitis
yang secara inisial tinggi, cenderung untuk mengalami penurunan beriringan dengan
pertambahan usia. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi gingivitis cenderung untuk
mengalami penurunan seiring usia bertambah. Secara inisial, sebesar 89% anak berusia
11 tahun dan 92% anak berusia 12 tahun terkena. Namun demikian, masalah ini harus
ditekankan kembali bahwa dengan pertambahan usia terdapat sebuah peningkatan bukti
penyikatan yang lebih adekuat. Anak perempuan cenderung mengalami gingivitis lebih
awal daripada anak laki-laki.5
Berdasarkan distribusi jenis kelamin, hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan di Jember terhadap siswa SD kelas V yang menunjukkan
bahwa siswa laki-laki (62,7%) lebih banyak yang mengalami gingivitis sedangkan siswa
perempuan (51,6%).5
Berbeda halnya dengan distribusi gingivitis berdasarkan Gingiva Indeks,
penelitian yang dilakukan di Jember tersebut menunjukkan gingivitis yang diderita anakanak SD kelas V tersebut lebih banyak menunjukkan kategori sedang (94,7%).5
Pada penelitian Pourhashemi di Iran menunjukkan bahwa prevalensi dan intensitas
46
gingivitis pada anak sekolah dasar usia 6-10 tahun sebanyak 95,7%. Penelitian lain
menunjukkan hasil yang berbeda dari gingivitis. Hal ini karena hasil tersebut didapatkan
dari komunitas dan usia sampel yang berbeda-beda. Sirafi dan Moghaddas melaporkan
bahwa prevalensi gingivitis adalah sekitar 100% pada anak usia sekolah dasar.
Khordimood melaporkan bahwa 86,5% anak-anak sekolah dasar usia 6-13 mengalami
gingivitis di kota Masyhad. Dalam penelitian lain, Makarem menunjukkan bahwa
prevalensi gingivitis pada anak sekolah usia 12 tahun di Masyhad adalah 76,7%. Mofid
dan Sadr telah mempelajari prevalensi penyakit periodontal pada anak-anak usia 6-9
tahun dan 15 tahun dengan menggunakan indeks CPI. Mereka menyatakan tingginya
prevalensi gingivitis pada anak. Studi epidemiologi juga telah menunjukkan bahwa
prevalensi gingivitis di negara lain tinggi. Moore menyatakan bahwa prevalensi
gingivitis pada 1123 anak-anak usia 7-13 tahun sebanyak 93% di India kuno.
Ghandehari Motlagh dkk, melaporkan bahwa 98,5% anak-anak sekolah dasar di
Andimeshk memiliki gusi sehat. Tidak ada perdarahan yang diamati dalam gusi.
Penelitian lain juga disebut memiliki prevalensi tinggi dari gingivitis pada anak-anak
sekolah yaitu Valentaviciene dkk, menemukan tingkat prevalensi gingivitis di Lithuania
sekitar 40-47,3% dari kasus. Mereka juga menemukan peridontitis sekitar 45,1-54,3%
kasus. Sebuah studi kesehatan gigi anak sekolah dasar di Kota Zaria, Nigeria Utara, pada
pertengahan 1979, menunjukkan bahwa sekitar, 87,5% dari anak-anak gingivitis.
Berkenaan dengan fakta bahwa kebersihan mulut yang buruk adalah faktor penting
untuk prevalensi penyakit gingivitis dan periodontal.20
Prevalensi gingivitis di barat dan selatan kota Teheran berbeda dengan lainnya. Ini
47
mungkin berkaitan dengan faktor sosial ekonomi. Dengan kata lain, kelas ekonomi
rendah dapat meningkatkan radang gusi. Faktor ini disebutkan dalam penelitian
epidemiologi dalam penampilan dan prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal.
Dummer dkk, mempresentasikan pengaruh kelas sosial pada status penyakit gigi dari
sekelompok anak sekolah 11-12 tahun di South Wales. Mereka melaporkan bahwa plak
dan skor perdarahan gingiva memiliki tren secara keseluruhan meningkat dari kelas
sosial I sampai dengan kelas sosial V. Perempuan, khususnya, menunjukkan semakin
meningkat dan berbeda secara signifikan rata-rata dan skor plak radang gusi.20
Usia juga salah satu faktor sosiodemografi beberapa yang menganggap terkait
dengan status kesehatan mulut. Perilaku kesehatan mulut mempengaruhi kejadian dari
gingivitis. Sayegh dkk, menyelidiki hubungan antara kesehatan mulut, dalam hal karies
gigi dan gingivitis faktor demografi dan sosial, plak gigi, perilaku kebersihan mulut,
pemberian makanan bayi dan praktek diet pada anak-anak usia 4-5 di Yordania. Mereka
menunjukkan bahwa sekitar 66% dari anak-anak mengalami gingivitis. Plak gigi dan
menyusui berkepanjangan merupakan efek berkepanjangan pada tingkat keparahan
karies dan gingivitis. Hubungan terkuat dengan radang gusi adalah plak gigi. Penelitian
Asikainen dan Chen, Saarela dan von Troil-Linden, menunjukkan bahwa penyakit gusi
dapat diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan bahkan antara pasangan.
Berdasarkan
temuan
ini,
American
Academy
of
Periodontology
(AAP)
radang gusi tidak diobati, dapat berkembang menjadi penyakit gusi yang lebih serius
seperti periodontitis. Periodontitis adalah infeksi oleh bakteri mulut kronis yang
mempengaruhi struktur pendukung gigi dan akhirnya ke penghancuran tulang dan gigi.
Suatu mekanisme telah diusulkan dimana beban bakteri patogen, antigen, endotoksin
dan sitokin inflamasi periodontitis memberikan kontribusi terhadap proses aterosklerosis
dan kejadian tromboemboli. Dalam respon terhadap infeksi dan peradangan, individu
rentan mungkin menunjukkan ekspresi besar mediator lokal dan sistemik dan dengan
demikian dapat meningkatkan resiko infark miokard atau stroke. Sebuah studi Geerts
dan Legrand, menemukan bahwa 91% dari pasien dengan penyakit kardiovaskular juga
menderita penyakit periodontal sedang sampai berat dan orang-orang dengan penyakit
gusi memiliki risiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung dibandingkan mereka
yang gusinya sehat. Menurut penelitian ini lebih dari 90% dari anak-anak gingivitis
dengan intensitas ringan hingga sedang. Hal ini dapat menjadi risiko untuk menderita
penyakit jantung. Juga, dalam studi ini lebih dari 30% anak-anak menyikat gigi mereka
satu waktu dan juga 90% dari mereka tidak menggunakan benang gigi setiap hari. Oleh
karena itu perlu untuk menekankan instruksi kebersihan mulut terutama di sekolah dan
mempromosikan pengetahuan siswa tentang pentingnya gigi dan kesehatan mulut. Hal
ini menyimpulkan bahwa survei ini telah menunjukkan kebutuhan yang jelas untuk gigi
pelayanan kesehatan masyarakat antara anak-anak sekolah dasar di Teheran dan harus
diberikan prioritas tinggi untuk layanan pencegahan. Penyediaan pelayanan yang
memadai kesehatan gigi yang akan mencakup pendidikan kesehatan gigi, fasilitas dan
personil untuk diagnosis dini dan pengobatan dini untuk ini dan lainnya anak-anak
49
sekolah tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk suara
kesehatan gigi di Iran. Meskipun faktor-faktor seperti obat-obatan dan menurunkan
kekebalan membuat mereka lebih rentan terhadap radang gusi, penyebab paling umum
adalah kebersihan mulut yang buruk. Menyikat dan pembersihan profesional rutin secara
signifikan dapat mengurangi risiko gingivitis.20
Dalam penelitian Odai dkk, sebagian besar kelompok usia, perempuan
menunjukkan frekuensi yang lebih rendah menderita radang gusi daripada laki-laki
meskipun mereka memiliki periode rentan. Hal ini mungkin karena kebersihan mulut
yang lebih baik pada wanita lebih daripada perbedaan fisiologis. Dalam penelitian ini
perbedaan jenis kelamin dapat terlihat perbedaanya. Hal ini konsisten dengan variasi
gender dalam GI skor yang didokumentasikan dalam studi di mana laki-laki dilaporkan
telah secara signifikan lebih tinggi gingiva skor daripada perempuan Anak laki-laki
memiliki lebih banyak gingivitis dibandingkan anak perempuan.21
5.2 KEBIASAAN MENYIKAT GIGI
Kesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi dengan plak sebagai faktor
bersama terjadinya gingivitis. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terusmenerus. Plak dapat terlihat pada permukaan gigi saat menyikat gigi dihentikan dalam
12-24 jam. Hal ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan disclosing. Jika
menyikat gigi diabaikan selama beberapa hari plak tumbuh menebal dan sekitar 100-300
sel menebal, mencapai tingkat maksimum pada sekitar satu minggu dengan
pemanjangan oklusal dan insisal.17,19
50
Di SDN Maccini II, dari 76 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 5 orang siswa (6,6%), 2x sehari sebanyak 39 orang siswa
(51,3%), 3x sehari sebanyak 31 orang siswa (40,8%) dan ada 1 orang siswa (1,3%) yang
tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi
yaitu 5 orang siswa (6,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu
pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 31 orang siswa
(41,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 8 orang (10,7%), 3x
sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 30 orang siswa (40%), dan 3x sehari
sebanyak 1 orang siswa (1,3%).
Di SDN Maccini III, dari 58 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa
(58,6%), dan 3x sehari sebanyak 23 orang siswa (39,7%). Sedangkan waktu mereka
menyikat gigi yaitu 1 orang siswa (1,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x
sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 24
orang siswa (41,4%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 10 orang
(17,2%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 21 orang siswa (36,2%), dan
3x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,5%).
Di SDN Maccini IV, dari 60 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,3%), 2x sehari sebanyak 26 orang siswa
(43,3%), dan 3x sehari sebanyak 32 orang siswa (53,4%). Sedangkan waktu mereka
menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x
sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 15
52
orang siswa (25%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 11 orang
(18,3%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 31 orang siswa (51,7%), dan
3x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%).
Di SD Inpres Maccini I/I, dari 52 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa
tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,8%), 2x sehari sebanyak 33 orang
siswa (63,5 %), dan 3x sehari sebanyak 17 orang siswa (32,7%). Sedangkan waktu
mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,9%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari
saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur
sebanyak 28 orang siswa (53,8%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari
sebanyak 5 orang (9,6%), dan 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 17 orang
siswa (32,7%).
Gingivitis terkait dengan kebersihan mulut yang buruk. Kondisi gingiva pada
anak-anak sangat berkaitan dengan tingkat kebersihan giginya. Hasil penelitian yang
dilakukan Horowitz pada anak kelas 5 dan kelas 2 SMP ditemukan bahwa gingivitis
tersebut dapat berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan
kontrol plak. Gingivitis berkurang 40% diantara anak perempuan dan 17 % diantara
anak laki-laki setelah dilakukan kontrol plak.5
Kebersihan mulut yang baik dan cara membersihkan gigi yang benar dapat
menghilangkan bakteri plak yang melekat pada gigi. Oklusi gigi yang baik dapat
menguntungkan dalam mengunyah makanan yang bertekstur kasar yang dapat
bermanfaat untuk kebersihan mulut.5
Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat
53
berada di tim. Instruksi dan pengenalan pembersihan yang berbeda harus diberikan
bertahap, sehingga memungkinkan anak-anak atau orang tua untuk menguasai satu hal
pada suatu waktu. Motivasi, pengajaran dan dorongan konstan juga merupakan bagian
penting dari proses. Jika standar kebersihan oral yang optimal dapat dicapai, hal ini
harus dicapai dalam kunjungan rutin ke dokter gigi atau kebersihan. 22
5.3 PEKERJAAN ORANG TUA, KUNJUNGAN KE DOKTER GIGI DAN
KESADARAN UNTUK MENYIKAT GIGI
Berdasarkan distribusi pekerjaan orang tua siswa didapatkan gambaran bahwa
pekerjaan dari orang tua siswa kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut sebagian besar
adalah wiraswasta/penjual/buruh, dll. Di SDN Maccini I, 22 orang siswa (25%) yang
pekerjaan orangtuanya PNS, 56 orang siswa (63,6%) bekerja di wiraswasta, 1 orang
siswa (1,1%) ibu rumah tangga dan 9 orang siswa (10,3%) yang tidak tahu pekerjaan
orangtuanya.
Di SDN Maccini II, 7 orang siswa (9,2%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 64
orang siswa (84,2%) bekerja di wiraswasta dan 5 orang siswa (6,6%) yang tidak tahu
pekerjaan orangtuanya. Di SDN Maccini III, 6 orang siswa (10,4%) yang pekerjaan
orangtuanya PNS, 39 orang siswa (67,3%) bekerja di wiraswasta, 2 orang siswa (3,4%)
ibu rumah tangga dan 11 orang siswa (18,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.
Sedangkan di SDN Maccini IV, 5 orang siswa (8,3%) yang pekerjaan orangtuanya
PNS, 33 orang siswa (55%) bekerja di wiraswasta dan 22 orang siswa (36,7%) yang
tidak tahu pekerjaan orangtuanya. Dan di SD Inpres Maccini I/I, 6 orang siswa (11,5%)
55
yang pekerjaan orangtuanya PNS, 44 orang siswa (84,6%) bekerja di wiraswasta dan 2
orang siswa (3,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.
Status sosial ekonomi kemungkinan berhubungan dengan satu atau lebih faktorfaktor penghalang yang harus diperhatikan yang mempunyai pengaruh secara langsung
pada kesehatan gigi. Faktor penghalang pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah
lama dikenal termasuk faktor ekonomi, geografi, pendidikan, budaya, sosial, dan faktor
psikologi.18
Menurut penelitian yang dilakukan oleh M. H. Hobdel dkk dari Inggris, telah lama
dilakukan penelitian terhadap status sosial ekonomi yang rendah memliliki tingkat
kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang tergolong
tinggi. Beberapa studi telah mencari bukti nyata didalam kondisi kehidupan dengan
menjadikan kemiskinan sebagai objeknya dan berbagai penjelasan yang tidak adekuat
untuk menjelaskan perbedaan kesehatan diantara sosial ekonomi rendah dengan sosial
ekonomi tinggi. Penyakit jantung, stroke dan penyakit gigi adalah beberapa contoh
penyakit terbanyak yang terdapat ditingkatan sosial ekonomi rendah dan sedikit sekali
dijumpai ditingkatan sosial ekonomi tinggi. Itu hanya beberapa hal yang dapat dilihat
dari perbedaan sosial ekonomi rendah dengan sosial ekonomi tinggi.18
Faktor sosioekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga
mempunyai hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan
tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi umumnya mempunyai kebersihan
mulut yang lebih baik dari prevalensi periodontal yang lebih rendah dari mereka dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah. Keadaan ini dapat menjelaskan
56
adanya variasi etnik. Bila kelompok usia yang sama dipopulasi Asia dan Eropa
dibandingkan perubahan gingivitis menjadi periodontitis kelihatannya berlangsung pada
usia lebih muda dan keparahan kerusakan lebih besar pada kelompok populasi Asia
dibandingkan kelompok Eropa. Bila kebersihan mulut maupun status nutrisional lebih
baik pada populasi Eropa dan keadaan ini mungkin lebih mencerminkan dari tingkat
pendidikan dan sosio-ekonomi yang lebih tinggi daripada cerminan dari faktor genetik.
Bila berbagai kelompok dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang sama
dibandingkan, profil penyakit umumnya kelihatan sama. Hasil-hasil penelitian
epidemiologis menunjukkan bahwa seringkali penyakit terbatas hanya berupa inflamasi
atau periodontitis marginalis saja dan umumnya perkembangan dari gingivitis menjadi
periodontitis marginalis dan akhirnya menjadi penyakit yang lebih parah serta
tanggalnya gigi berlangsung secara lambat.16
Berdasarkan pengelompokan siswa yang pernah dan belum pernah ke dokter gigi
dengan frekuensi yang ditentukan didapatkan gambaran bahwa sebagian besar siswa
kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut belum pernah ke dokter gigi. Dari 334 orang siswa
120 orang siswa (35,9%) pernah ke dokter gigi sebanyak 1x dalam 1 tahun, 24 orang
siswa (7,2%) ke dokter gigi sebanyak 2x dalam setahun, 15 orang siswa (4,5%) ke
dokter gigi 3x setahun dan 175 orang siswa (52,4%) belum pernah ke dokter gigi.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga terlihat bahwa dari 334 orang siswa kelas IV
dan V di sekolah tersebut, 255 orang siswa (76,3%) menyikat gigi atas keinginannya
sendiri dan 79 orang siswa (23,7%) menyikat gigi karena disuruh oleh orangtuanya dan
bukan karena keinginan sendiri.
57
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres
Maccini I/I Makassar pada bulan Mei tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara umum gambaran gingivitis dari 334 siswa kelas IV dan V di sekolah tersebut
adalah 58 orang (17,4%) gingivanya dalam keadaan normal, 241 orang (72,2%)
mengalami gingivitis ringan, 35 orang (10,4%) mengalami gingivitis sedang dan
tidak ada yang mengalami gingivitis berat.
58
2. Siswa kelas IV dan V berumur 8-15 tahun, dari 276 orang siswa yang mengalami
gingivitis, 2 orang (0,7%) berumur 8 tahun, 34 orang (12,3%) berumur 9 tahun, 134
orang (48,5%) berumur 10 tahun, 90 orang (32,6%) berumur 11 tahun, 13 orang
(4,7%) berumur 12 tahun, 2 orang (0,7) berumur 13 tahun dan 1 orang (0,4%)
berumur 15 tahun.
3. Prevalensi gingivitis pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada anak
perempuan yaitu dari 276 orang anak, 142 orang (51,5%) anak laki-laki dan 134
orang (48,5%) anak perempuan.
59
6.2 SARAN
1. Untuk puskesmas setempat, meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut pada anak sekolah dasar dan orang tua siswa agar mereka dapat ikut
berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan anak secara umum terutama kesehatan
gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal secara
dini.
2. Untuk sekolah, meningkatkan peranan dari UKGS agar membantu mengurangi
timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut utamanya kesehatan jaringan
periodontal.
3. Untuk pemerintah, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan sebaik-baiknya sarana kesehatan
yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.
4. Untuk mahasiswa, dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah ini untuk melihat
hubungan antara variabel pada anak sekolah dasar kelas IV dan V.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anitasari S. Hubungan frekuensi menyikatan gigi terhadap tingkat kebersihan
gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan Palara Kotamadya
Samarindah Propinsi Kalimantan Timur. Dentika Dental Journal ;2005:10: 22-7.
2. Natamiharja L, Dewi O. Efektivitas penyingkiran plak antara sikat gigi
berserabut posisi lurus dan silang (exceed) pada murid kelas v sekolah dasar.
60
61
content/uploads/2010/06/penatalaksanaan_terkini_gingivitis_kronis_pada_anak.p
df. Accessed 23 November 2010.
11. Carranza AF, Rapley W. J, Haake KS. Gingival inflammation. In: Carranzas
clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co; 2002.
p.263-7
12. Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed. Newman,
Takei, Klokkevold. WB Saunder Co; 2002. p.115-6
13. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta : EGC,
2002; p.108-15
14. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In:
Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 9th ed. Mosby Elsevier.
St. Louis Missouri; 2004. p. 415
15. Hogan LE, Carranza FA. Gingival enlargement. In: Carranzas clinical
periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co;2002. p. 27980.
16. Duperon D, Takei HH. Gingival desease in childhood. In: Newman MG, takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9 th ed. Philadelphia, London,
Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 404-5.
17. Manson J D, Eley BM. Buku ajar periodonti (outline of periodontics). 2 nd Ed.
Ahli bahasa: Anastasia S. Editor ; Kentjana S. Hipokrates; Jakarta. 1993. p 44-7;
66-71; 101-2
18. Sumarti. Hubungan Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dan
kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya penyakit Karies gigi sulung pada
anak pra sekolah usia 4-6 tahun di desa sekaran kecamatan gunung pati semarang
tahun 2007.
19. Nn. Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan derajat kesehatan gigi dan mulut
masyarakat kelurahan barombong kecamatan tamalate Makassar [internet].
Available from : URL:http://chawdnextholmes.blogspot.com/2010/04/bab-ipendahuluan-1.html Accessed 15 januari 2011.
20. Kolawole KA, Oziegbe EO, Bamise CT. Oral hyangiene measures and the
periodontal status of school children. Int J Dent Hyangiene. 2011; 9: 143-147.
21. Pourhashemi SJ, Motlagh MG, Khaniki GRJ. Prevalence and intensity of
63
gingivitis among 6-10 years old elementary school children in teheran, iran.
Journal of medical sciences. 2007; 7: 830-834.
22. Odai CD, Azodo CC, Braimoh OM, Obuekwe ON. Children at a health facility in
uselu, Benin-city. Benin journal of prostgraduate medicine. 2009; 11(1): 34-39.
23. Goldman MH, Gilmore HW, Irby WB, McDonald RE. Current therapy in
dentistry 6th. Mosby company. 1977. p. 546; 549.
64