Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

(STUDI PADA PROSES PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN


DAERAH KOTA PALEMBANG TENTANG PEMBINAAN,
PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA)
A. Azmi Shofix S.R.
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya
Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Indralaya (Ogan Ilir) Telp. (0711) 580572
E-mail : azmishofix@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganilisis proses perumusan
kebijakan, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh, mengetahui aktor yang
terlibat dan peranan aktor dalam perumusan kebijakan tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan data kualitatif. Data diperoleh dari
wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses perumusan
rancangan peraturan daerah ini tidak ideal dan dapat dikategorikan kedalam model
kelembagaan. Elemen atau faktor yang mempengaruhi terdiri dari dukungan
elemen luar sudah cukup baik namun pelibatan elemen luar kurang representatif,
elemen dalam yaitu keterbatasan sarana dan teknologi menyebabkan instansi
teknis tidak dapat menyajikan data-data pendukung, keterkaitan yaitu koordinasi
dan komunikasi yang terjalin melibatkan tiga pihak (eksekutif, legislatif, dan
stakeholders). Aktor utama adalah Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota
Palembang dan DPRD Kota Palembang. Jika dilihat dari aktor-aktor yang terlibat,
proses perumusan kebijakan ini juga dapat dikategorikan kedalam model elit.
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan PSDA Kota Palembang dan
DPRD Kota Palembang dalam merumuskan rancangan peraturan daerah
sebaiknya lebih memperhatikan isu yang berkembang di masyarakat, membuka
akses keterbukaan publik secara luas, mempersiapkan data-data pendukung secara
akurat, dan menerapkan segala tahapan perumusan rancangan peraturan daerah.
Kata kunci : Kebijakan Publik, Formulasi Kebijakan, dan Kebijakan
Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
ABSTRACT
The purposes of this research are able to analyzed the policy formulation
process, know the factors that affected, know the actors and the role of the actors
that involved in the policy formulation. This research used descriptive method
with qualitative data. The data was taken by using interview, observation, and
documentation study.
Based on this research result can be concluded that the regional regulation
planning formulation was not ideal, and can be categorized into institutional
model. Elements or the factors that was influenced consist of external element
effect had been enough well but this interaction is not representative, the internal
element was like the limitation of instruments and technology that caused the

technical institution cannot present any additional data, the linkages was like
coordination and communication that is related in three aspects (executive,
legislative, and stakeholders). The main actors were the Regional Assembly of
Palembang and The Department of Highway Public Works and Water Resources
Management of Palembang. Based on the actors that involved can be conluded
that the regional regulation planning formulation can be categorized into elite
model.
The Regional Assembly of Palembang and The Department of Highway
Public Works and Water Resources Management of Palembang who formulated
regional regulation planning should observe the issue that is developed in the
society, open the public access widely, prepare supporting data accurately, and
implement all stages of the policy formulation.
Keywords : Public Policy, Policy Formulation, and Policy Building Up,
Controlling and Swamp Benefit.

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan atau pembahasan suatu peraturan daerah secara bersama
oleh eksekutif dan legislatif menegaskan salah satu fungsi dari DPRD yaitu fungsi
legislasi atau pembentukan peraturan di tingkat daerah. Untuk melaksanakan
fungsi legislasi tersebut, DPRD provinsi/kota/kabupaten membentuk suatu aturan
atau tata tertib yang didalamnya mengatur pembahasan dan pengesahan rancangan
peraturan daerah. Untuk di Kota Palembang, pembahasan dan pengesahan
rancangan peraturan daerah didasarkan pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Palembang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang.
Penelitian ini difokuskan pada proses perumusan kebijakan yang mengatur
permasalahan rawa di Kota Palembang yaitu Rancangan Peraturan Daerah Kota
Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa. Kebijakan
untuk mengatur permasalahan rawa di Kota Palembang memang sangat
diperlukan, mengingat berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota
Palembang Tahun 1999-2009 sekitar 30% dari luas Kota Palembang yang
berjumlah 400,61 Km adalah berupa rawa yang terdiri atas rawa reklamasi dan
rawa perlindungan. Permasalahan rawa di Kota Palembang sebelumnya diatur
melalui Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2002 tentang
Pembinaan dan Retribusi Pengendalian Pemanfaatan Rawa dan kemudian direvisi

dengan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang


Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa yang didalamnya
ditetapkan bahwa rawa di Kota Palembang adalah seluas 5.835,19 Ha dan terbagi
atas rawa konservasi, rawa budidaya dan rawa reklamasi. Data luas rawa
konservasi, rawa budidaya, dan rawa reklamasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Data Luas Rawa Konservasi, Rawa Budidaya, dan Rawa Reklamasi
No.
Jenis Rawa
Luas Rawa
1. Rawa Konservasi
2.106,13 Ha
2. Rawa Budidaya
2.811,21 Ha
3. Rawa Reklamasi
917,85 Ha
Jumlah
5.835,19 Ha
Sumber : Diolah oleh Penulis dari Peraturan Daerah Kota Palembang
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan
Pemanfaatan Rawa
Pada proses pembahasan Raperda Kota Palembang tentang Pembinaan,
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa di DPRD Kota Palembang terdapat
fenomena-fenomena permasalahan yang muncul dalam pembahasan raperda
tersebut. Permasalahan pertama yaitu proses pembahasan raperda yang sangat
panjang terlihat dari dilakukanya dua tahap pembahasan raperda oleh Pansus XVI
dengan melibatkan mitra kerja terkait. Penyelesaian pembahasan raperda ini yaitu
antara bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012. Sebenarnya waktu
pembahasan raperda tersebut efektif hanya berkisar kurang lebih selama 2 bulan,
akan tetapi ada jeda waktu antara pembahasan tahap pertama dan pembahasan
tahap kedua yang mengakibatkan proses penyelesaian pembahasan raperda
menjadi cukup panjang, yang disebabkan oleh sempat tertundanya persetujuan
bersama antara eksekutif dan legislatif terkait dengan hasil pembahasan raperda.
Jadwal pembahasan raperda tahap pertama dan tahap kedua dan pihak-pihak yang
terlibat dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Jadwal dan Aktor-Aktor yang terlibat dalam Pembahasan Raperda Kota
Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
No.
Kegiatan
Waktu
Aktor-Aktor yang Terlibat
1. Pembahasan Masa Persidangan III, DPRD Kota Palembang, Dinas
Raperda
Tahun Kerja 2011 :
PU Bina Marga dan PSDA, Dinas
Tahap
a. 19 Desember sampai Tata Kota, BLH, Bagian Hukum

Pertama

2.

dengan 30 Desember
2011
b. 3 Januari sampai
dengan 7 Januari 2012
Pembahasan Masa Persidangan II,
Raperda
Tahun Kerja 2012 :
Tahap
a. 26 Mei sampai
Kedua
dengan 1 Juni 2012
b. 8 Juni sampai dengan
13 Juni 2012

dan Ortala, dan Camat se-Kota


Palembang

DPRD Kota Palembang, Dinas


PU Bina Marga dan PSDA,
Asisten
Perekonomian
dan
Pembangunan (Asisten II), Staf
Ahli
Bidang
Perekonomian,
Pembangunan dan Investasi,
BAPPEDA, Dinas Tata Kota,
BLH, Bagian Hukum dan Ortala,
Staf Ahli DPRD Kota Palembang,
Camat Kertapati, Camat Plaju,
Camat Gandus, Camat Kalidoni,
Camat Seberang ulu I, Camat
Seberang Ulu II, Camat AlangAlang Lebar, dan DPD REI
SUMSEL
Sumber : Diolah oleh Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda
Pansus XVI DPRD Kota Palembang, Tahun 2012
Proses pembahasan raperda yang sangat panjang dan sempat tertundanya

persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif berdampak pada semakin


lamanya terjadi kekosongan hukum terkait dengan permasalahan rawa. Semakin
lama proses pembahasan raperda tersebut, maka sangat dimungkinkan terjadi
kasus-kasus penimbunan rawa secara illegal. Berdasarkan hasil pantauan secara
langsung di lapangan, pada tahun 2012 masih terdapat beberapa aktivitas
penimbunan rawa yang terjadi di beberapa kawasan, seperti kawasan Jakabaring,
Jalan Soekarno Hatta, Jalan Lunjuk Jaya, Kalidoni, dan Demang Lebar Daun.
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
dalam proses perumusan kebijakan secara keseluruhan, tidak hanya dalam proses
pembahasan raperda di tingkat legislatif, tetapi mulai dari tahap perumusan draft
awal raperda di Dinas PU Bina Marga dan PSDA dan untuk melihat faktor-faktor
yang berpengaruh dalam proses pembahasan raperda akan terlebih dahulu
dideskripsikan bagaimana proses perumusan raperda tersebut. Penelitian ini tidak
hanya mengkaji proses perumusan raperda dan faktor-faktor yang berpengaruh,
akan tetapi juga akan dilihat siapa sajakah dan bagaimanakah peranan aktor-aktor
yang terlibat dalam setiap tahapan perumusan raperda.
1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan

yang

akan

dibahas

dalam

penelitian

ini

adalah

bagaimanakah proses atau tahapan perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota


Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa, faktorfaktor apa sajakah yang mempengaruhinya, dan siapa aktor yang terlibat dan
bagaimanakah peran aktor-aktor yang terlibat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan

dari

peneltian

ini

terkait

dengan

beberapa

hal

yaitu

mendeskripsikan dan menganilisis proses perumusan Rancangan Peraturan


Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan
Rawa, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan mengetahui aktoraktor yang terlibat dan peran aktor-aktor tersebut.

2. LANDASAN TEORI
2.1. Administrasi Negara dan Kebijakan Publik
Istilah

administrasi

publik

dapat

diartikan

sebagai

administrasi

pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintah untuk kepentingan


masyarakat

(Wilson

1978,

dalam

Thoha

2010:67).

Keban

(2008:11)

mengemukakan bahwa terdapat enam dimensi strategis dalam administrasi publik,


yaitu dimensi kebijakan, dimensi struktur organisasi, dimensi manajemen, dimensi
etika, dimensi lingkungan, dan dimensi akuntabilitas kerja. Dimensi kebijakan
menyangkut proses pembuatan keputusan untuk penentuan tujuan dan cara
alternatif atau terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Pasolong (2010:38)
mengemukakan bahwa secara konseptual kebijakan publik dapat dilihat dari
Kamus Administrasi Publik Chandler dan Plano (1988:107), yang mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumbersumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah.
2.2. Formulasi Kebijakan Publik
Pada dasarnya ada empat belas macam model perumusan kebijakan, dan
keempat belas model tersebut dikelompokkan kedalam dua model yaitu model
elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang

dipengaruhi kontinentalis yang terdiri dari model kelembagaan (institutional),


model proses (process), model kelompok (group), model elit (elite), model
rasional (rational), model inkremental (incremental) dan model pengamatan
terpadu (mixed scanning). Sementara model pluralis yaitu model yang
dipengaruhi oleh anglo-saxonis yaitu model teori permainan (game theory), model
pilihan publik (pilihan publik), model sistem (system), model demokratis
(democratic), model deliberatif (deliberative), model strategis (strategic), dan
model tong sampah (garbage can).
Untuk lebih memahami mengenai proses perumusan kebijakan, Nugroho
(2011:551) mengemukakan Model Proses Ideal Perumusan Kebijakan yang
diambil dari Pedoman Umum Kebijakan Publik yang dikembangkan untuk Kantor
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Tahun 2006 yang secara umum
dapat digambarkan secara sederhana dalam urutan proses sebagai berikut :
1. Munculnya isu kebijakan. Isu kebijakan dapat berupa masalah dan atau
kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai
lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah.
2. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus
kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan
atau langsung merumuskan draf nol kebijakan.
3. Setelah terbentuk, rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum
publik, dalam jenjang sebagai berikut :
1) Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang
berkenaaan dengan masalah terkait.
2) Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang
merumuskan kebijakan tersebut.
3) Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang
terkena impact langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.
4) Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara
luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga
swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait.
Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal
kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf 1.

4. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang


melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan
yang akan diatur.
5. Tim perumus merumuskan Draf 2, yang merupakan Draf Final dari kebijakan.
6. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan
undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang undangan
telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Berkaitan dengan proses perumusan kebijakan, Abidin (2012:123)
mengungkapkan bahwa proses perumusan kebijakan publik dapat didekati melalui
model yang dinamakan dengan Kerangka Proses dan Lingkungan Kebijaksanaan
(KPLK). Kerangka proses tersebut menggambarkan proses kebijakan dalam tiga
dimensi, antara lain dimensi luar, dimensi dalam dan tujuan. Diantara dimensi luar
dan dimensi dalam terdapat jaringan keterkaitan (linkages).
Elemen luar adalah bagian luar dari suatu organisasi yang mempunyai
pengaruh yang menentukan terhadap rumusan kebijakan. Dimensi dalam adalah
bagian dalam dari dalam suatu organisasi, elemen-elemen yang berada di dalam
sistem ini terdiri atas struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sarana
organisasi, termasuk peralatan dan teknologi yang dikuasainya. Keterkaitan atau
linkages, yaitu pertama keterkaitan yang ditujukan untuk memperoleh dukungan
keabsahan atau legitimasi (enabling linkages), kedua adalah keterkaitan sumber
daya yang diperlukan dalam perumusan kebijakan. Terkait dengan sumber daya
yang

diperlukan

dalam

proses

kebijakan,

Riant

Nugroho

(2011:506)

mengemukakan terdapat keterbatasan sumber daya dalam proses kebijakan publik,


adapun keterbatasan tersebut antara lain keterbatasan sumber daya waktu,
kemampuan sumber daya manusia, keterbatasan kelembagaan, keterbatasan dana
atau anggaran, dan keterbatasan yang bersifat teknis yaitu kemampuan menyusun
kebijakan itu sendiri.
Dalam membicarakan perumusan kebijakan publik, adalah penting untuk
melihat siapakah aktor-aktor yang terlibat di dalam proses perumusan kebijakan
tersebut. Winarno (2012:126) membagi aktor-aktor atau pemeran serta dalam
proses pembentukan kebijakan dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni para
pemeran serta resmi dan pemeran serta tidak resmi.

3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan fenomena permasalahan yang diteliti. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui
wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung kepada informan, observasi
yaitu penelitian secara langsung ke unit analisis yang telah ditentukan yaitu
DPRD Kota Palembang dan Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang,
dokumentasi yaitu dengan jalan melihat dan mempelajari dokumen, peraturan,
laporan yang terkait dengan penelitian, dan studi pustaka yaitu pengambilan data
berupa referensi yang didapat dari buku-buku, dan peraturan perundang-undangan
untuk dikumpulkan sebagai landasan teori.
3.3. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, menurut Miles
dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008:338) dalam penelitian kualitatif langkahlangkah analisis data terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan dan verifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Proses Perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang
tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
4.1.1. Tahapan Isu Kebijakan
Isu

utama

yang

mendasari

pembentukan

raperda

ini

adalah

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 tentang Pajak dan Retribusi Daerah


dan dicabutnya Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa. Isu lain yang
mendasari pembentukan raperda ini menyangkut masalah drainase, kolam retensi,
dan penegasan bahwa harus ada penerbitan Izin Reklamasi Rawa (IRR) sebelum
diterbitkannya IMB, akan tetapi isu tersebut tidak dilandasi dengan data-data
pendukung yang akurat. Jika dilihat dari isu yang mendasari pembentukan raperda
ini juga belum terlihat adanya tuntutan atau isu yang muncul dari masyarakat.

Ketanggapan Dinas PU Bina Marga dan PSDA dalam menangkap isu


kebijakan tentang permasalahan rawa jika dilihat dari aspek waktu dapat
dikatakan cukup baik yaitu 1 minggu dengan menggelar rapat sebanyak 2 kali.
4.1.2. Tahapan Penyiapan Kebijakan dan Pra Kebijakan
Pada tahapan penyiapan kebijakan, Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota
Palembang membentuk tim perumus kebijakan untuk merumuskan raperda ini.
Komposisi tim perumus raperda dapat dilihat pada tabel 3.

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Tabel 3
Komposisi Tim Perumus Kebijakan
Nama
Jabatan
Ir. Kira Tarigan, S.T.

Kepala Dinas PU Bina Marga dan PSDA

Ir. H. Hasmi Lakoni

Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan


PSDA

Ir. H. Winarman

Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya


Air

H. Akhmad Bastari, S.T., M.T.

Kepala Bidang Pengendalian Banjir dan


Drainase

Marlina Silvia, S.T., M.Si., Kepala Seksi Bintek Pengendalian Banjir


M.Sc.
dan Drainase
Ir. H. Akhmad Anwar

Kepala Seksi Pemanfaatan Sungai dan


Rawa

7.

Eny Amtatulusi, S.STP.

Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

8.

M. Taufik Costarico, S.T.

Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

6.

Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012


Idealnya, komposisi tim perumus kebijakan seharusnya terdiri dari tim
internal pemerintah, terdiri atas pejabat yang berkenaan dengan isu kebijakan dan
ahli kebijakan publik (Nugroho, 2011:553). Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa
komposisi tim perumus draft raperda dari Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota
Palembang hanya berasal dari internal SKPD, tidak melibatkan pakar kebijakan
publik dan pakar yang faham akan permasalahan rawa di Kota Palembang serta
tidak melibatkan kalangan akademisi. Jika melihat komposisi atau susunan tim
perumus draft raperda dari Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang
tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 21 ayat (1), (2), dan (3)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Produk Hukum Daerah.
Setelah dibentuk tim perumus kebijakan, tahapan selanjutnya adalah tahap
pra kebijakan. Pada tahapan ini, tim perumus kebijakan langsung membentuk draf
nol raperda dalam bentuk pasal-pasal, tidak lagi merumuskan naskah akademik
atau penjelasan mengenai hal-hal yang akan diatur oleh kebijakan dan
konsekuensi-konsekuensinya. Nugroho (2011:553) mengungkapkan bahwa waktu
untuk merumuskan naskah akademik atau draf nol kebijakan idealnya adalah 2
minggu kerja (10 hari). Pada tahapan penyiapan kebijakan dan pra kebijakan jika
dilihat dari segi waktu yang dibutuhkan sudah dapat dikatakan ideal, yaitu 2
minggu (10 hari kerja) dengan menggelar rapat sebanyak 5 kali.
4.1.3. Tahapan Proses Publik
Pada proses perumusan raperda rawa, setelah draf nol terbentuk Dinas PU
Bina Marga dan PSDA tidak melaksanakan proses public, yaitu idak melibatkan
pihak-pihak terkait, dan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan raperda. Salah
satu tahapan dari proses publik adalah forum pemerintah yang bertujuan untuk
saling sharing antar SKPD terkait, mengingat permasalahan rawa merupakan
permasalahan yang cukup kompleks dan bekaitan dengan SKPD lain maka
seharusnya perlu diadakan forum pemerintah, bahkan seharusnya melibatkan
Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Kota Palembang. SKPD-SKPD yang
terkait dengan permasalahan rawa di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
SKPD-SKPD yang Terkait dengan Permasalahan Rawa di Kota Palembang
Satuan Kerja
Keterkaitan dengan Permasalahan Rawa
No.
Perangkat Daerah
di Kota Palembang
1.

Dinas Tata Kota

Pemberian Izin Reklamasi Rawa harus


memperhatikan
Rencana
Tata
Ruang
Kawasan (RTRK) Kota Palembang yang
merupakan kewenangan Dinas Tata Kota.

2.

BAPPEDA

Kawasan-kawasan rawa, jumlah, luas dan


titik rawa diatur dalam Rencana Tata Ruang
dan Tata Wilayah (RTRW) Kota Palembang
yang merupakan kewenangan BAPPEDA.

3.

BLH

Dalam hal reklamasi rawa dengan luas


tertentu maka diperlukan kajian mengenai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) dari Badan Lingkungan hidup


(BLH)
Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012
Jika dilihat dari tabel 4 maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
keterkaitan SKPD-SKPD tersebut cukup vital, eskipun tim perumus kebijakan
tetap berpedoman pada hasil kajian-kajian dari SKPD tersebut, namun kehadiran
atau keterlibatan secara langsung tetap dibutuhkan.
Proses publik seharusnya dijadikan acuan untuk materi penyusunan pasalpasal kebijakan, akan tetapi karena proses publik tidak terlaksana, maka dapat
disimpulkan bahwa draf nol sekaligus menjadi draf 1 raperda.
4.1.4. Tahapan Rumusan Kebijakan
Focus Group Discussion untuk membahas draf 1 yang dihasilkan hanya
melibatkan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Palembang, berkaitan dengan
bahasa hukum dari raperda yang telah dibuat atau draf 1 yang telah dibuat. Hasil
diskusi tersebut pada akhirnya mejadi draf 2 atau draf final yang kemudian akan
memasuki tahapan selanjutnya yaitu proses legislasi di DPRD Kota Palembang.
Nugroho (2011:555) mengungkapkan bahwa diskusi FGD dilaksanakan
paling banyak 2 kali dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja (10 hari). Pada
tahapan ini, FGD yang dilakukan sebanyak 1 kali.
4.1.5. Tahapan Proses Legislasi
4.1.5.1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Oleh Eksekutif kepada
DPRD Kota Palembang
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembinaan dan Pengendalian dan
Pemanfaatan Rawa diajukan oleh Pemerintah Kota Palembang pada 5 Desember
2011
Pengajuan Raperda sudah pada penghujung tahun 2011, dan bertepatan
dengan akan berakhirnya Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011 dan akan
dibukanya Masa Persidangan I Tahun Kerja 2012.
4.1.5.2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi
Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi
dilakukan pada tanggal 6 Desember 2011. Pengajuan raperda ini tidak disertai
dengan naskah akademik, dan tidak disertai dengan keterangan yang memuat
pokok fikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut.

4.1.5.3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi


Tidak adanya naskah akademik dan tidak adanya penjelasan memuat
pokok-pokok fikiran dan materi muatan yang diatur, berakibat pada kurang
jelasnya landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari
dibentuknya raperda tersebut. Pengkajian raperda hanya dilakukan selama 2 hari,
yang membuat pembahasan dan pengkajian menjadi tidak maksimal.
4.1.5.4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD
kepada Badan Musyawarah
Raperda

tersebut

diagendakan

oleh

Badan

Musyawarah

untuk

disampaikan pada Paripurna ke-25 Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011
tanggal 13 Desember 2011. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut
dibentuk Panitia Khusus XVI yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan
raperda. Adapun susunan anggota Pansus XVI pada tabel 5.
Tabel 5
Susunan Anggota Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang
No.
Nama
Jabatan
1. Antoni Yuzar S.H., M.H.
Ketua
2. H. R.M. Salahuddin, S.E.
Wakil Ketua
3. H. Fathur Rachman
Sekretaris
4. Mardiana, S.H., M.M.
Anggota
5. H. Darmawan, S.H.
Anggota
6. Drs. H.M. Badin Jahya
Anggota
7. Musliman, S.Ag.
Anggota
8. Nazili, S.H.
Anggota
9. Dra. Hj. Yeni Mardiana, M.Si.
Anggota
10. Rhamadona, S.E.
Anggota
11. Marwan Zulkarnaen, S.H.
Anggota
Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh
Pansus XVI, Tahun 2012
4.1.5.5. Pembicaraan Tingkat I
a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh
Eksekutif (Walikota Palembang)
Pada Sidang Paripurna ke-25 Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011
tanggal 13 Desember 2011 disampaikan 4 buah raperda yang salah satunya adalah
Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan dan
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa.

b.

Paripurna Pemandangan

Umum Fraksi-Fraksi terhadap

Usulan

Rancangan Peraturan Daerah


Tahapan agenda sidang paripurna ini tidak dilaksanakan, seharusnya pada
sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap
penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam
bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap
substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut.
c.

Paripurna

Tanggapan

dan/atau

Jawaban

Eksekutif

terhadap

Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi


Permasalahan tidak dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi
terhadap usulan raperda juga terjadi pada sidang paripurna jawaban walikota atas
pemandangan umum fraksi-fraksi yang juga tidak dilaksanakan.
d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang
Pembinaan dan Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa oleh Panitia Khusus
XVI bersama Mitra Terkait
Pembahasan raperda ini dilakukan melalui 2 tahap pembahasan.
Pembahasan tahap pertama dilakukan pada tanggal 19 Desember 2011 sampai
dengan 30 Desember 2011, dan tanggal 3-7 Januari 2012. Adapun mitra-mitra
kerja Panitia Khusus XVI dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Mitra Kerja Terkait dalam Proses Pembahasan Raperda Tahap Pertama
No. Mitra Kerja Terkait
1.
Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang
2.
Bappeda Kota Palembang
3.
Dinas Tata Kota Palembang
4.
BLH Kota Palembang
5.
Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Daerah Kota Palembang
6.
Camat Se-Kota Palembang
Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh
Pansus XVI, Tahun 2012
Pembahasan tahap kedua dilaksanakan beberapa kali, yaitu pada tanggal
29 Mei 2012 sampai dengan 4 Juni 2012, 8 Juni sampai dengan 13 Juni 2012 dan
dilanjutkan kembali pada 25 Juni sampai dengan 3 Juli 2012. Adapun pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pembahasan tahap kedua dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7
Stakeholders dalam Proses Pembahasan Raperda Tahap Kedua
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Stakeholders yang Terlibat


Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Asisten II)
Staf Ahli Bidang Perekonomian, Pembangunan, dan Investasi
PU Bina Marga dan PSDA
BAPPEDA Kota Palembang
Bagian Hukum dan Ortala Setda Kota Palembang
Staf Ahli DPRD Kota Palembang
Dinas Tata Kota Palembang
Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang
REI SUMSEL
Camat Kertapati
Camat Plaju
Camat Gandus
Camat Kalidoni
Camat Seberang Ulu I
Camat Seberang Ulu II
Camat Alang-Alang Lebar

Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh


Pansus XVI, Tahun 2012
Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus
XVI belum mendapatkan data-data mengenai titik-titik rawa, luas dan wilayahwilayah rawa.

e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD Kota Palembang


mengenai Pembahasan Raperda
Pada rapat konsultasi Panitia Khusus XVI kepada Pimpinan DPRD Kota
Palembang tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka pada rapat
yang dilakukan pada tanggal 9 Januari 2012 tersebut diputuskan raperda tersebut
ditunda persetujuan bersama dan diperpanjang pembahasannya oleh Pansus XVI.
Rapat Konsultasi Pansus XVI kepada Pimpinan DPRD Kota Palembang
tahap kedua dilaksanakan pada 5 Juli 2012. Dalam rapat tersebut, Panitia Khusus
XVI menyampaikan hasil pembahasan, dan secara umum mendapatkan
persetujuan.
4.1.5.6. Pembicaraan Tingkat II
a. Paripurna ke-26 Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011

Dalam rapat Paripurna ke-26 ini disepakati bahwa perlu dilakukan


perpanjangan waktu pembahasan raperda.
b. Paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Kerja 2012
Laporan Panitia Khusus XVI yang membahas raperda Kota Palembang
kepada rapat paripurna dewan dan persetujuan bersama dilaksanakan pada
paripurna ke-10 tangal 9 Juli 2012. Dalam rapat paripurna tersebut, disepakati
hasil pembahasan raperda yang dibahas oleh XVI, dan kemudian dilakukan
persetujuan bersama.
4.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan
Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian danPemanfaatan
Rawa
4.2.1. Elemen Luar
Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD Kota Palembang, Bagian
Hukum dan Ortala, Dinas Tata Kota, BLH, dan BAPPEDA, DPD REI SUMSEL,
dan WALHI Sumatera Selatan. Dukungan elemen luar dilihat melalui kehadiran
pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan. Data kehadiran elemen luar
dalam rapat proses pembahasan raperda di DPRD Kota Palembang dapat dilihat
pada tabel 8.

No.

Tabel 8
Kehadiran Elemen Luar dalam Proses Pembahasan Raperda
Banyaknya
Jumlah
Jumlah
Elemen Luar
Jadwal Rapat Kehadiran Tidak Hadir

1.

DPRD Kota
(PANSUS XVI)

2.

Staf Ahli
Palembang

3.

Palembang

14

14

BAPPEDA

4.

Dinas Tata Kota

5.

Badan Lingkungan Hidup

6.

Bagian Hukum dan Ortala

7.

Camat se-Kota Palembang

8.

Camat

DPRD

Kertapati,

Kota

Plaju,

Gandus, Kalidoni, Seberang


Ulu I, Seberang Ulu II,
Alang-Alang Lebar
9.

Asisten Perekonomian dan


Pembangunan (Asisten II)

10

Staf
Ahli
Bidang
Perekonomian, Pembangunan
dan Investasi

REI SUMSEL

11.

Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012


4.2.2. Elemen Dalam
Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam
adalah Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang. Untuk permasalahan
rawa di Kota Palembang ditangani oleh Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air,
lebih khususnya lagi Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa. Data pegawai Seksi
Pemanfaatan Sungai dan Rawa dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9
Pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa
No.

Nama Pegawai

Jabatan

Tingkat
Pendidikan

1.

Ir. H. Akhmad Anwar

Kepala Seksi Pemanfaatan


Sungai dan Rawa

Strata 1

2.

Emy Amtatalusi, S.STP.

Staf Seksi Pemanfaatan Sungai D-IV setingkat


dan Rawa
Strata 1

3.

M. Taufik Costarico, S.T. Staf Seksi Pemanfaatan Sungai


dan Rawa

Strata 1

Sumber : Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang, Tahun 2012
Jika diliat dari tabel 9, kualitas pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan
Rawa sudah cukup baik. Sedangkan dari segi kuantitas dirasa masih kurang, dan
tidak sebanding dengan fungsi yang harus dijalankan. Peralatan juga sangat
diperlukan untuk mendukung perumusan kebijakan. Peralatan atau teknologi yang
digunakan oleh Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10
Peralatan yang Digunakan Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

No. Peralatan atau Teknologi

Fungsi

1.

Global Positioning System


(GPS)

Melihat koordinat, titik-titik dan luas rawa


yang akan diberi izin reklamasi dengan sistem
satelit navigasi.

2.

Waterpass

Menentukan elevasi rawa eksisting yang akan


direklamasi berdasarkan ketinggian badan
jalan. Ketinggian penimbunan rawa tidak boleh
melewati ketinggian badan jalan.

3.

Peta Kota Palembang

Melihat peta kawasan yang akan diberi izin


penimbunan rawa secara manual.

4.

ArcGis 10.1. for Desktop Memetakan titik rawa yang akan diberi izin
(Software peta)
penimbunan rawa kedalam peta kawasan
elektronik.
Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012
Jika dilihat dari fungsi peralatan atau teknologi yang digunakan,

ketidakmampuan Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang dalam


menyajikan data-data terkini yang berkaitan dengan kawasan-kawasan rawa, luas
rawa disebabkan karena tidak adanya peralatan yang memadai.
4.2.3. Keterkaitan atau Linkages
Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda
melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait),
legislatif (Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang), dan stakeholders.
Koordinasi dan komunikasi hanya dilakukan oleh Dinas PU Bina Marga dan
dengan

Bagian

Hukum

dan

Ortala

berkaitan

dengan

perubahan

dan

penyempurnaan bahasa hukum dari draf 2 atau draf final. Pada proses
pembahasan raperda di DPRD Kota Palembang terjadi koordinasi dan komunikasi
yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu
DPRD Kota Palembang dengan mitra-mitra kerja terkait.
Keterlambatan penyelesaian proses pembahasan raperda disebabkan oleh
keterbatasan sumber daya waktu. Manajemen waktu yang tidak cermat tersebut
didasari pada pola pengajuan atau penyampaian raperda yang tidak terorganisir
dan belum adanya Program Legislasi Daerah (Prolegda).
Berkaitan dengan dana atau anggaran dalam proses perumusan raperda ini
secara umum tidak terdapat masalah yang berarti. Tetapi untuk pelibatan kalangan

akademisi dan pakar-pakar tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada anggaran
khusus.
4.3. Aktor dan Peran Aktor

yang Terlibat dalam Proses Perumusan

Peraturan Daerah
4.3.1. Pemetaan Aktor yang Terlibat
Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas PU Bina Marga dan
PSDA Kota Palembang selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD
terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas PU Bina Marga dan PSDA
Kota Palembang membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga
legislatif yaitu DPRD Kota Palembang yang melakukan pembahasan secara
langsung melalui Panitia Khusus XVI. Panitia
Pemeran serta tidak resmi yang dilibatkan dalam proses perumusan
raperda hanya DPD REI Sumatera Selatan. DPD REI Sumatera Selatan dilibatkan
dalam rapat pembahasan raperda tahap kedua di tingkat panitia khusus DPRD
Kota Palembang. Selain DPD REI Sumatera Selatan tidak ada pelibatan
kelompok-kelompok kepentingan, masyarakat, kalangan akademisi, dan pakarpakar kebijakan atau pakar permasalahan rawa, baik pembahasan di tingkat
eksekutif maupun di tingkat legislatif, sehingga dapat dikatakan bahwa pelibatan
actor dalam proses perumusan raperda ini belum representatif.
4.3.2. Peran Aktor
Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang memiliki peranan
membentuk draf awal raperda melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan
raperda di DPRD Kota Palembang menegaskan fungsi legislasi atau fungsi
membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah. Panitia Khusus XVI
DPRD Kota Palembang dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan
melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar
yaitu DPD REI Sumatera Selatan. Pihak-pihak terkait tersebut memiliki peran
dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan Panitia Khusus XVI DPRD Kota
Palembang dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang
dirumuskan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang
Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa dapat dikatakan tidak ideal
karena masih terdapat beberapa kekurangan dan dapat dikategorikan kedalam
model kelembagaan (institutional model). Model kelembagaan mendasarkan pada
fungsi-fungsi pemerintah, di setiap sektor dan tingkat dalam formulasi kebijakan
(Dye, dalam Nugroho 2011:512), dalam hal ini Pemerintah Kota Palembang
melalui instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan PSDA
mempunyai fungsi untuk membuat dan mengusulkan kebijakan yang berkaitan
dengan permasalahan rawa, dan DPRD Kota Palembang selaku lembaga legislatif
di tingkat daerah memiliki fungsi untuk melakukan pembahasan terhadap raperda
yang diusulkan. Salah satu kelemahan dalam model kelembagaan adalah
terabaikannya masalah-masalah lingkungan tempat kebijakan itu diterapkan
(Wibawa, dalam Nugroho 2011:512), hal itu juga terlihat dalam proses perumusan
raperda ini dimana isu atau masalah kebijakan tentang rawa yang dirumuskan
tidak muncul dari masyarakat dan tidak didukung dengan data dan informasi yang
akurat.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis dengan memahami elemen atau
faktor yang mempengaruhi dalam proses perumusan raperda ini diperoleh
kesimpulan sebagai berikut; (1) Pelibatan pihak luar atau masyarakat

masih

kurang representatif, (2) Dukungan dari elemen luar yang dilibatkan sudah cukup
baik, (3) Kualitas pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa jika dilhat dari
kualitas dapat dikatakan cukup baik, sedangkan dari segi kuantitas pegawai dirasa
masih kurang (4) Ketidakmampuan Dinas PU Bina Marga dan PSDA dalam
menyajikan data-data terkini yang berkaitan dengan kawasan rawa, dan jumlah
luas rawa disebabkan karena adanya peralatan yang memadai (5) Koordinasi dan
komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda menimbulkan interaksi
politik-administratif yang melibatkan 3 pihak (6) Keterlambatan penyelesaian
proses pembahasan raperda salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sumber
daya waktu.
Dalam proses perumusan raperda ini, aktor utama atau aktor yang paling
dominan adalah Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang selaku instansi

teknis pengusul raperda dan Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang yang
melakukan pembahasan terhadap raperda. Aktor-aktor terkait yang terlibat
mempunyai peran memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang
dirumuskan. Jika dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan
kebijakan ini, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini juga dapat dikategorikan
kedalam model elit (elite model). Dalam konteks model elit, rakyat atau
masyarakat dianggap sebagai kelompok yang sengaja dimanipulasi sedemikian
rupa agar agar tidak masuk dalam proses formulasi kebijakan (Nugroho,
2011:516). Hal tersebut terjadi pada proses perumusan raperda ini, dimana
pelibatan aktor dalam proses perumusan raperda ini masih kurang representatif
atau dengan kata lain pelibatan aktor dalam perumusan raperda ini lebih fokus
kepada pihak swasta.
5.2. Saran
a. Bagi Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang :
1. Dalam merumuskan isu dan masalah kebijakan seharusnya memperhatikan
kecenderungan isu yang muncul dari masyarakat dan mencari data
pendukung atau informasi yang akurat,
2. Dalam membentuk tim perumus draft raperda seharusnya tidak hanya
berasal dari internal SKPD,
3. Dalam merumuskan suatu draf raperda seharusnya dilakukan proses
publik,
4. Dalam penyampaian raperda ke DPRD Kota Palembang, seharusnya
dilampirkan Naskah Akademik dan keterangan yang memuat pokok-pokok
materi muatan kebijakan yang diatur.
5. Untuk pembahasan raperda di tingkat legislatif, sebaiknya terlebih dahulu
mempersiapkan data-data pendukung. Perlu dilakukan up-dating data yang
berkaitan dengan rawa maupun masalah lain secara berkala,
6. Dalam hal implementasi peraturan daerah ini, Dinas PU Bina Marga dan
PSDA Kota Palembang perlu segera menetapkan titik-titik rawa berikut
luas rawa dan wilayah rawa dengan peraturan walikota yang disertai denga
peta dan disesuaikan dengan RTRW Kota Palembang Tahun 2011-2031,
mensosialiasikan perda kepada semua elemen masyarakat dan memasang

plang nama jenis rawa di setiap rawa yang telah ditetapkan titik-titiknya,
menertibkan mekanisme pemberian izin reklamasi rawa sesuai dengan
yang telah diatur dalam perda, dan menindak tegas bagi pelaku-pelaku
penimbunan rawa yang ilegal dan tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan.
a. Bagi DPRD Kota Palembang :
1. Pengkajian Naskah Akademik suatu raperda di Badan Legislasi seharusnya
berdasarkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis,
2. DPRD Kota Palembang sebaiknya menjalankan setiap tahapan proses
legislasi,
3. Dalam

melakukan

pembahasan

raperda

seharusnya

DPRD

Kota

melibatkan lebih banyak stakeholder dari kalangan masyarakat yang akan


terkena dampak dari kebijakan yang dirumuskan,
4. Pembahasan raperda yang berkaitan dengan tata ruang, tata wilayah, dan
penentuan kawasan seperti rawa seharusnya mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 2011-2031,
5. Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya waktu sebaiknya segera
merumuskan Program Legislasi Daerah (Prolegda) untuk setiap tahunnya,
6. Melakukan pengawasan secara berkala terhadap implementasi peraturan
daerah yang telah dibuat, terutama berkaitan dengan pemberian izin
reklamasi rawa, dan pelaksanaan sosialisasi jenis-jenis rawa.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Salemba Humanika : Jakarta.
Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis, Terjemahan. Englewood Cliffs :
New Jersey.
Gunawan, Achmad. 2007. Evaluasi Proses Pembuatan Kebijakan
Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia : Tesis. Universitas Indonesia :
Jakarta.
Keban, Y.T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Gava Media :
Jogjakarta
Kusuma, Ferdian Perdana. 2012. Proses Perumusan Kebijakan Publik Lokal
(Studi Analisis Proses Pembahasan Raperda Kota Palembang tentang

Pengelolaan dan Retribusi Persampahan/Kebersihan dan Penyediaan


dan/atau Penyedotan Kakus) : Skripsi. Universitas Sriwijaya : Indralaya.
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan
Praktek. PMN : Surabaya.
Novianto, Inosentius, Riant dan Agung. 2009. Meningkatkan Kinerja Fungsi
Legislasi DPRD. Subur Printing : Jakarta.
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Parson, Wayne. 2011. Public Policy : Pengantar Teori Dan Praktis Analisis
Kebijakan. Kencana : Jakarta.
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.
Prasetyo, Budi. 2010. Orientasi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik :
Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 21 Nomor 2:115-130.
(Alamat:http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=68%3Aorientasi-aktor-dalamperumusan-kebijakan
publik&catid=34%3Amkp&itemid=61,
diakses
tanggal 28 September 2012)
Saputra, Willy. 2012. Proses Formulasi Kebijakan Publik (Studi Analisis Proses
Pembahasan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 28 Tahun 2011
tentang Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah) : Skripsi. Universitas
Sriwijaya : Indralaya.
Subarsono, A.G. 2010. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi.
Pustaka Pelajar :Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta : Bandung.
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.
Suwitri, Sri. 2008. Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan Publik Suatu
Kajian Tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir Dan Rob
Pemerintah Kota Semarang : Jurnal STIA Banjarmasin, Volume VI Nomor
3.(Alamat:http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=jejaring+ke
bijakan+dalam+perumusan+kebijakan+publik+sri+suwitri&oq=jejaring+k
ebijakan+publik+sri+suwitri&gs_l=hp.3...159021.178919.2.179221.71.57.
3.10.10.2.636.10268.0j41j14j1j0j1.57.0...0.0...1c.1.DSI3FPnl9Yo&pbx=1
&bav=on.2,o r.r_gc.r_pw.r_qf.&fp=6ad3
13c05fa438f&biw=1360&bih=625, diakses tanggal 28 September 2012)
Thoha, Miftah. 2010. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Kencana : Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke


Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan). Bumi Aksara : Jakarta.
Winarno, Budi. 2011. Kebijakan Publik. CAPS : Yogyakarta.
Peraturan Perundangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Palembang Tahun 1999-2009
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembinaan dan
Retribusi Pengendalian Pemanfaatan Rawa
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan
Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 25 tahun 2011 tentang Pencabutan
Peraturan Daerah Kota Palembang
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembinaan,
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
Referensi lainnya :
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang Nomor 1 Tahun
2010 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Palembang

Anda mungkin juga menyukai