PENDAHULUAN
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola
hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian
meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan
aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu.
Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks
kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsabangsa atau negara. Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk
perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian
dunia (region) tertentu :
1) Hukum Internasional regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas
daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika /
Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan
konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living
resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga
menjadi hukum Internasional Umum.
2) Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah
yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa
mengenai
HAM
sebagai
cerminan
keadaan,
kebutuhan,
taraf
2) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individuindividu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities)
sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum
bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat
internasional (Phartiana, 2003; 4)
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja
mengartikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan
asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek
hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
(Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum
internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku,
hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek
yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau
peraturan-peraturan hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya,
tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum
internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di
kalangan para sarjana sebelumnya.
B. Pengertian Hukum Nasional
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat
dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubunganhubungan antara mereka satu dengan lainnya. Hukum Nasional di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
penduduk
yang
berdomisili
didalamnya,
maka
hukum
dengan negara lain. Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan
internasional demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari
segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara
yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian
melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah
negara harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan
hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum
internasional
pelaku
tindakan
yang
melanggar
kewajiban-kewajiban
antara lain melalui ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin hukum pacta sunc
servanda di mana perjanjian berlaku sebagai hukum bagi para pihak.
Perjanjian merefleksikan itikad bebas yang dicapai secara sukarela oleh subjek
hukum internasional yang memiliki kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya,
hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara efektif jika tidak ada keinginan
negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang diaturnya. Kemudian
pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum internasional
otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat negara tanpa
melalui proses adopsi menjadi hukum nasional. Menurut paradigma ini,
hukum internasional merupakan fondasi tertinggi yang mengatur hubungan
antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip
hukum alam (costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat
internasional sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas
dari ada atau tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara dapat terikat oleh
prinsip hukum internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah
kebiasaan internasional. Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek
negara atas sesuatu hal yang sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh
masyarakat internasional memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran
terhadapnya.
E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai
Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam
hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1
Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang
ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian
dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan
selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai
Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut
meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara
damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan
tidak sampai terganggu.
yang
meminta,
namun
biasanya
diberlakukan
sebagai
diakui
kepakarannya,
yang
merupakan
sumber
hukum
internasional tambahan.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex
aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan
berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan
antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional
sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak.
Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas. Yang dapat menjadi
pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh
salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan
dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di
hapus
dari
daftar
Mahkamah
Internasional,
karena
Mahkamah
DAFTAR PUSTAKA
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai,
Alumni, Bandung.
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional,
Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Disarikan dari paparan ilmiah Abdul Hakim Garuda Nusantara, dalam Dialog
Interaktif, Arti Pengesahan Dua Kovenan HAM bagi Penegakan
Hukum, di Hotel Acacia, Jakarta, pada 9 Maret 2006, yang
diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional RI.
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (terj), (Bandung:
Nuansa, 2006), hal. 512-513.
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Buku 2 (terj), (Jakarta: Sinar
Grafika, 1992), hal. 98. Lihat juga Boer Mauna, Hukum Internasional,
(Bandung: Alumni, 2000), hal. 12-13. Lebih lanjut mengenai
pandangan Kelsen ini dapat di lihat dalam beberapa tulisan Kelsen,
Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, hal. 353.
Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, hal. 511. Ibid, hal. 97.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke9, Putra Abardin.
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi
dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung.
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar
maju, Bandung.
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber
Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung
Suryokusumo, Sumaryo,.(1995) Hukum Diplomatik Teori dan Kasus,
Bandung: Alumni.
Soekanto, Soerjono,.(1993) Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum,
Bandung: Citra Aditya.