MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
kegiatan patok duga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam dunia
bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan mentah-mentah.
Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk
membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh
kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan
pengalaman yang sama-sama dibutuhkan.
Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan fisik dan
mental pelakunya. Secara fisik, karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara
mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah
dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.
Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merger atau akusisi, sehingga
memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah mengemukakan konsep
benchmarking dalam bentuk sederhana. Konsep yang diajukan dengan bahasa Jawa itu,
adalah 3N, yaitu:
Niteni (memperhatikan dengan seksama)
Niru (mencontoh/memanfaatkan)
Nambahi (mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan)
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan
sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai
dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan
acuan/pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan pengelolaan dan
meningkatkan standar mutu. Dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu
institusi perlu menetapkan standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan
benchmarking sebagai inspirasi atau cita-cita.
Ada dua jenis benchmarking yaitu benchmarking internal dan benchmarking eksternal.
Benchmarking internal upaya pembandingan standar antar bagian/jurusan/fakultas/atau unit
institusi. Benchmarking eksternal adalah upaya pembandingan standar internal institusi
terhadap standar eksternal institusi lain. Selain itu, diperlukan masukan dari hasil
monitoring, evaluasi diri, temuan audit mutu akademik internal, permintaan tindakan koreksi
(PTK), dan program peningkatan mutu sebagai cermin kemampuan diri.
Monitoring dilaksanakan untuk mengamati
menginformasikan tentang pelaksanaan standar,
pelaksanaannya. Monitoring bermanfaat untuk
ketidakpatuhan pelaksanaan terhadap rencana
kelalaian.
Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah proses. Evaluasi diri
harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya (reliability). Di atas dua prinsip di
atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity)
dan kejujuran (honesty). Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi
(perusahan/PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta peningkatannya pada
masa berikutnya.
Selain benchmarking dan masukan internal, diperlukan juga masukan dari stakeholders agar
ada relevansi produk dengan stakeholders. Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak
ditentukan oleh faktor kepuasan stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan
seseorang/pengguna setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan
dengan harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat stakeholders
mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan pelanggan
pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan benchmarking pun juga harus
dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan tercapai Continuous Quality
Improvement (CQI).
FAKTOR-FAKTOR YANG
BENCHMARKING
1. Komitmen terhadap TQM
2. Fokus pada pelanggan
3. Product to market time
4. Waktu siklus pemanufakturan
5. Laba
MENDORONG
PERUSAHAAN
MELAKUKAN
implementasinya.
PROSES BENCHMARKING
Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu:
1. Menentukan apa yang akan di-benchmark
Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan perbaikan;
suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan proses baru; suatu proses
yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Perlu dibentuk suatu Tim
Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki proses dan permasalahannya. Tim ini akan
mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup
dan urutannya, dan masukan (input) serta keluarannya (output).
2. Menentukan apa yang akan diukur
Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang paling kritis
dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu. Tim yang bertugas mereview elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang
ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran adalah misalnya durasi
waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap
titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan,
dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang
ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini maka
tuntutan atau kebutuhan (requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan
dalam tahap ini. Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang
berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan) tentang
tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan tuntutan tersebut
kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim kemudian menentukan ukuran-ukuran atau
standar yang paling kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan
hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking
ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking.
Ukuran kinerja yang biasa di implementasikan
N
KRITERIA KINERJA
UNIT PENGUKURAN
o
1 Pangsa pasar
Unit Rupiah
2 Profitabilitas
Margin contribution, Return on total capital or equity
3 Pertumbuhan pesaing
Pangsa pasar setiap segmen
4 Bahan baku (material)
Proporsinya terhadap biaya total, Harga/ volume,
Biaya Pengangkutan
5 Biaya tenaga kerja
Jumlah karyawan pada setiap fungsi, Pangsa gaji
langsung/ tidak langsung
tiap/ variabel, Jam kerja produktif setiap karyawan,
Profil karyawan
6 Biaya modal
Tingkat turn over : Total asset, Fixed asset, inventory
7
8
9
Karakteristik produk
Kinerja
Pelayanan
10
Citra (image)
Kebijakan depresiasi
output Per utility
Waktu rata-rata tiap pelayanan, pemrosesan pesanan
rutin, perencanaan produksi
Customer awareness, Intensitas dan biaya
pemasaran, Reaksi pelanggan terhadap kampanye
pemasaran,
Tim kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark
dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap)
di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi kualitatif misalnya tentang
sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa terjadi
kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang
sangat penting adalah menghindari sikap penolakan; jika memang ada perbedaan yang
nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian disadari bahwa harus ada
hal-hal yang diperbaiki.
6. Merumuskan tujuan dan rencana tindakan
Tim menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-target ini harus dapat dicapai dan
realistis dalam pengertian waktu, sumber daya, dan kemampuan yang ada saat ini; juga
sebaiknya terukur, spesifik, dan didukung oleh manajemen dan orang-orang yang bekerja
dalam proses tersebut. Kemudian tim dapat diperluas dengan melibatkan multidisiplin
yang akan memecahkan persoalan dan mengembangkan suatu rencana untuk memantapkan
tindakan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang
harus bertanggung jawab. Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana penjaminan
mutu (executive) untuk kemudian memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalanpersoalan yang timbul. Kesenjangan standar mungkin saja tidak dapat dihilangkan karena
target organisasi terus saja berkembang dan memperbaiki diri. Yang lebih penting dari
semata-mata mengejar kesenjangan adalah menjadikan benchmarking sebagai suatu
kebiasaan, yang akan mendorong untuk terus memperbaiki diri. Jika perlu bahkan dapat
dibuat atau dibentuk suatu departemen atau divisi tersendiri yang bertanggung jawab
melaksanakan benchmarking secara terus menerus (berkelanjutan).
Bertindak
Merencanakan
Merinci/
Merencanakan
mengadaptasi/
studi yang bersangkutan
memodifikasi (menyempurnakan)
Menganalisis
data
Pengecekann
Mengumpulkan data
Laksanakan
Analisis Persaingan
Melihat pada hasil
Memeriksa apa yang telah terjadi dan
dikerjakan
Perbandingan di dalam industri
Penelitian tanpa membagi hasil
Selalu kompetitif
Rahasia
Tersendiri
Mandiri
Dipergunakan untuk memeriksa
persaingan
Tujuan berupa pengetahuan tentang
industri
Fokus pada kebutuhan perusahaan
METODE BENCHMARKING
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan
banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp,
dalam bukunya The Search for Industry Best Practices that Lead to Superior Performance,
Productivity Press .1989.
Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bisa
diringkas menjadi 6 bagian utama yakni:
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek.
Bisa berupa proses, fungsi, output dan sebagainya.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di
perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover
karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana
industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan.
Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan
informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal.
5. Kunjungi best practice perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha.
Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan
membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara
pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk
TAHAP-TAHAP DALAM PROSES TRANSFER ATAU BENCHMARKING
1. Inisiasi
Meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai perlunya untuk
mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja yang efektif dalam sebuah
organisasi.
2. Implementasi
Aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber, hubungan sosial terjalin, dan upayaupaya untuk melakukan transfer sudah lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark.
3. Ramp-up
Dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang diperoleh, dengan cara
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak terduga, sehingga kinerja meningkat
secara bertahap
4. Integrasi
Dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan penggunaan
pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses institusionalisasi pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh
BILAMANA BENCHMARKING DIGUNAKAN & TIDAK DIGUNAKAN
Digunakan ketika:
Proses yang ditargetkan adalah kritis bagi keberhasilan organisasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja korporasi tidak terlalu kompetitif.
Peluang pertumbuhan yang signifikan terjadi dalam bisnis, namun korporasi tidak mampu
mengambil keuntungan tersebut.
Organisasi memahami proses saat ini dan ukuran kinerjanya
Pemilik proses memiliki komitmen untuk perubahan meski secara radikal.
Stakeholders akan menjadi bagian dalam team benchmarking.
Tidak digunakan ketika:
Organisasi tidak memahami proses yang ditargetkan
Manajemen tidak mengetahui bagaimana kinerja organisasi dibandingkan dengan
pesaingnya
Manajemen tidak memahami apa yang dibutuhkan pelanggan dari proses ini
Manajemen belum melakukan pemetaan proses dan tidak memiliki ukuran kinerjanya.
Ada risistensi yang kuat untuk terjadinya perubahan organisasi
Hanya diinginkan oleh beberapa orang yang akan melakukan studi.
PENUTUP
Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan Fisik dan Mental. Secara
Fisik karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk
melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara Mental adalah bahwa pihak
manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata
mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.
Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka
yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa:
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa
suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugastugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya.
Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar kearah proses,
fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud
perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari
perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll
4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan
apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.