Anda di halaman 1dari 12

BENCHMARKING

Tugas Terstruktur Mata Kuliah Total Quality Management

Khairil Anwar - 105020207111007


Reza Julian Noor - 105020204111008

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

PATOK DUGA (BENCHMARKING)


PENDAHULUAN
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking berkembang di
bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an banyak pengusaha Jepang mengunjungi beberapa
perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka
adalah berusaha mendapatkan dua masukan, yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik
baik. Masukan itu dikemas dalam bentuk perjanjian kerja. Dari tahun 1952 hingga tahun 1984
tidak kurang dari 42.000 perjanjian kerja telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian itu
berkisar tentang alih teknologi terbaik dan segala sesuatu (know-how) yang dimiliki negara
barat. Jepang menggunakan proses mengambil dan memanfaatkan untuk kemajuan
industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah menyamai industri-industri
barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan teknologi barat untuk melakukan
benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri, merupakan bukti reputasi mereka di dalam
kancah perdagangan.
Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan menjadi trend dalam
manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada tahun 1990-an. Bahkan
pada tahun 1990 separuh dari perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500
menggunakan teknik benchmarking.
Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan
produk barang dan jasa, dan proses - proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat
yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut.
Benchmarking sebagai tolak ukur dalam suatu perusahaan. Benchmarking adalah suatu proses
yang biasa digunakan dalam manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu
unit/bagian/organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau
kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun
eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam
(insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk
meraih sasaran yang diinginkan.
Hal yang sangat penting dan bernilai manfaat tinggi dalam benchmarking adalah bahwa
dengan aktivitas ini memungkinkan korporasi untuk melihat jauh ke depan melampaui
paradigma berpikir terkait dengan kinerja proses bisnis. Dengan melakukan benchmark
terhadap perusahaan lain, korporasi dapat secara nyata meningkatkan kesesuaian solusi masa
depan terhadap permasalahan saat ini. Dengan proses benchmark, korporasi dapat melakukan
loncatan kuantum dalam kinerja dengan terjadinya penurunan waktu siklus belajar dan
penetapan tujuan manajemen yang baru berdasar pada pengalaman dan praktek baik yang ada
pada perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam bidangnya.
Benchmarking adalah alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi antar partner
untuk berbagi informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi praktek
inovatif dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan dapat ditemukan dan diterapkan
praktek terbaik yang mempercepat laju perbaikan dengan memberikan model nyata dan
merealisasikan perbaikan tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong proses yang
bersifat positif, proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan operasi organisasi.

Dengan benchmarking, korporasi melakukan pengukuran produk, layanan, dan praktek


bisnisnya dengan membandingkan terhadap pesaing utama maupun korporasi yang diakui
sebagai pemimpin dalam bisnisnya. Untuk dapat meningkatkan kinerjanya, korporasi perlu
secara terus menerus mencari ide baru melalui metode, praktek, proses dengan mengadopsi
fitur-fitur terbaik korporasi lain untuk menjadi best of the best.
DEFINISI PATOK DUGA (BENCHMARKING)
1. Gregory H. Watso
Benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata
praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul.
2. David Kearns (CEO dari Xerox)
Benchmarking adalah suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata
cara kita terhadap pesaing kita yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai
yang terbaik.
3. IBM
Benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus untuk menganalisis tata cara terbaik
di dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi
dunia.
4. Teddy Pawitra
Benchmarking sebagai suatu proses belajar yang berlangsung secara sisitematis dan terusmenerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan
yang terbaik atau pesaing yang paling unggul.
5. Goetsch dan Davis
Benchmarking sebagai proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal
organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar
industri.
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan (Pawitra, 1994, p.12), yaitu:
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu
perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya
secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan lainnya.
Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar ke arah proses,
fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud
perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari
perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
3. Praktik benchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll
4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di-benchmarking-kan, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan
apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.
DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA BENCHMARKING
Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus menerus,
dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan secara diam-diam,

kegiatan patok duga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam dunia
bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan mentah-mentah.
Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk
membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh
kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan
pengalaman yang sama-sama dibutuhkan.
Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan fisik dan
mental pelakunya. Secara fisik, karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara
mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah
dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.
Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merger atau akusisi, sehingga
memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah mengemukakan konsep
benchmarking dalam bentuk sederhana. Konsep yang diajukan dengan bahasa Jawa itu,
adalah 3N, yaitu:
Niteni (memperhatikan dengan seksama)
Niru (mencontoh/memanfaatkan)
Nambahi (mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan)
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan
sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai
dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan
acuan/pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan pengelolaan dan
meningkatkan standar mutu. Dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu
institusi perlu menetapkan standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan
benchmarking sebagai inspirasi atau cita-cita.
Ada dua jenis benchmarking yaitu benchmarking internal dan benchmarking eksternal.
Benchmarking internal upaya pembandingan standar antar bagian/jurusan/fakultas/atau unit
institusi. Benchmarking eksternal adalah upaya pembandingan standar internal institusi
terhadap standar eksternal institusi lain. Selain itu, diperlukan masukan dari hasil
monitoring, evaluasi diri, temuan audit mutu akademik internal, permintaan tindakan koreksi
(PTK), dan program peningkatan mutu sebagai cermin kemampuan diri.
Monitoring dilaksanakan untuk mengamati
menginformasikan tentang pelaksanaan standar,
pelaksanaannya. Monitoring bermanfaat untuk
ketidakpatuhan pelaksanaan terhadap rencana
kelalaian.

pelaksanaan standar. Hasil monitoring


yang mencakup waktu, substansi, dan tahap
meluruskan sesegera mungkin bila terjadi
atau standar serta mengingatkan bila ada

Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah proses. Evaluasi diri
harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya (reliability). Di atas dua prinsip di
atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity)
dan kejujuran (honesty). Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi
(perusahan/PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta peningkatannya pada
masa berikutnya.

Selain benchmarking dan masukan internal, diperlukan juga masukan dari stakeholders agar
ada relevansi produk dengan stakeholders. Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak
ditentukan oleh faktor kepuasan stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan
seseorang/pengguna setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan
dengan harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat stakeholders
mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan pelanggan
pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan benchmarking pun juga harus
dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan tercapai Continuous Quality
Improvement (CQI).
FAKTOR-FAKTOR YANG
BENCHMARKING
1. Komitmen terhadap TQM
2. Fokus pada pelanggan
3. Product to market time
4. Waktu siklus pemanufakturan
5. Laba

MENDORONG

PERUSAHAAN

MELAKUKAN

implementasinya.
PROSES BENCHMARKING
Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu:
1. Menentukan apa yang akan di-benchmark
Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan perbaikan;
suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan proses baru; suatu proses
yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Perlu dibentuk suatu Tim
Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki proses dan permasalahannya. Tim ini akan
mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup
dan urutannya, dan masukan (input) serta keluarannya (output).
2. Menentukan apa yang akan diukur
Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang paling kritis
dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu. Tim yang bertugas mereview elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang
ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran adalah misalnya durasi
waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap
titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan,
dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang
ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini maka
tuntutan atau kebutuhan (requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan
dalam tahap ini. Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang
berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan) tentang
tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan tuntutan tersebut
kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim kemudian menentukan ukuran-ukuran atau
standar yang paling kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan

hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking
ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking.
Ukuran kinerja yang biasa di implementasikan
N
KRITERIA KINERJA
UNIT PENGUKURAN
o
1 Pangsa pasar
Unit Rupiah
2 Profitabilitas
Margin contribution, Return on total capital or equity
3 Pertumbuhan pesaing
Pangsa pasar setiap segmen
4 Bahan baku (material)
Proporsinya terhadap biaya total, Harga/ volume,
Biaya Pengangkutan
5 Biaya tenaga kerja
Jumlah karyawan pada setiap fungsi, Pangsa gaji
langsung/ tidak langsung
tiap/ variabel, Jam kerja produktif setiap karyawan,
Profil karyawan
6 Biaya modal
Tingkat turn over : Total asset, Fixed asset, inventory
7
8
9

Karakteristik produk
Kinerja
Pelayanan

10

Citra (image)

Kebijakan depresiasi
output Per utility
Waktu rata-rata tiap pelayanan, pemrosesan pesanan
rutin, perencanaan produksi
Customer awareness, Intensitas dan biaya
pemasaran, Reaksi pelanggan terhadap kampanye
pemasaran,

3. Menentukan kepada siapa akan dilakukan benchmarking


Kemudian menentukan organisasi yang akan menjadi tujuan benchmarking ini.
Pertimbangan yang perlu adalah tentunya memilih organisasi lain tersebut yang memang
dipandang mempunyai reputasi baik bahkan terbaik dalam kategori ini.
4. Pengumpulan data/kunjungan
Tim mengumpulkan data tentang ukuran dan standar yang telah dipilih terhadap organisasi
yang akan di-benchmark. Pencarian informasi ini dapat dimulai dengan yang telah
dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi, survei pasar, survei pelanggan, jurnal, majalah
dan lain-lain. Tim dapat juga merancang dan mengirimkan kuesioner kepada lembaga yang
akan di-benchmark, baik itu merupakan satu-satunya cara mendapatkan data dan informasi
atau sebagai pendahuluan sebelum nantinya dilakukan kunjungan langsung. Pada saat
kunjungan langsung (site visit), tim benchmarking mengamati proses yang menggunakan
ukuran dan standar yang berkaitan dengan data internal yang telah diidentifikasi dan
dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan lebih baik jika ada beberapa obyek atau proses yang
dikunjungi sehingga informasi yang didapat akan lebih lengkap. Asumsi yang perlu
diketahui adalah bahwa organisasi atau lembaga yang dikunjungi mempunyai keinginan
yang sama untuk mendapatkan informasi yang sejenis dari lembaga yang mengunjunginya
yaitu adanya keinginan timbal balik untuk saling mem-benchmark. Para pelaku
benchmarking telah dapat menyimpulkan bahwa kunjungan langsung kepada organisasi
dengan praktik terbaik dapat menghasilkan pandangan dan pemahaman yang jauh lebih
dalam dibandingkan dengan cara-cara pengumpulan data yang manapun. Kunjungan ini
memungkinkan kita untuk secara langsung berhubungan dengan pemilik proses yaitu
orang-orang yang benar-benar menjalankan atau mengelola proses tersebut.
5. Analisis data

Tim kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark
dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap)
di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi kualitatif misalnya tentang
sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa terjadi
kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang
sangat penting adalah menghindari sikap penolakan; jika memang ada perbedaan yang
nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian disadari bahwa harus ada
hal-hal yang diperbaiki.
6. Merumuskan tujuan dan rencana tindakan
Tim menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-target ini harus dapat dicapai dan
realistis dalam pengertian waktu, sumber daya, dan kemampuan yang ada saat ini; juga
sebaiknya terukur, spesifik, dan didukung oleh manajemen dan orang-orang yang bekerja
dalam proses tersebut. Kemudian tim dapat diperluas dengan melibatkan multidisiplin
yang akan memecahkan persoalan dan mengembangkan suatu rencana untuk memantapkan
tindakan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang
harus bertanggung jawab. Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana penjaminan
mutu (executive) untuk kemudian memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalanpersoalan yang timbul. Kesenjangan standar mungkin saja tidak dapat dihilangkan karena
target organisasi terus saja berkembang dan memperbaiki diri. Yang lebih penting dari
semata-mata mengejar kesenjangan adalah menjadikan benchmarking sebagai suatu
kebiasaan, yang akan mendorong untuk terus memperbaiki diri. Jika perlu bahkan dapat
dibuat atau dibentuk suatu departemen atau divisi tersendiri yang bertanggung jawab
melaksanakan benchmarking secara terus menerus (berkelanjutan).
Bertindak

Merencanakan

Merinci/
Merencanakan
mengadaptasi/
studi yang bersangkutan
memodifikasi (menyempurnakan)

Menganalisis
data

Pengecekann

Mengumpulkan data

Laksanakan

TUJUAN PELAKSANAAN BENCHMARKING


Menemukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan pesaing yang paling unggul, kemudian
mengadaptasikan dan memperbaikinya secara lebih baik untuk diterapkan, yang akhirnya
akan mengungguli pesaing yang di benchmarking.

Benchmarking digunakan untuk menentukan proses yang akan diperbaki secara


berkesinambungan (incremental) dan perubahan yang dibutuhkan.
MANFAAT BENCHMARKING
Beberapa manfaat benchmark adalah:
1. memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis
2. memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan
3. menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik
4. mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah membandingkan
5. menjadi lebih berdaya saing
6. memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan pembelajaran.
Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan menjadi
(Ross, 1994 pp.239-240):
1. Perubahan Budaya
Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang realisitis berperan
meyakinkan setiap orang dalam organisasi akan kredibilitas target.
2. Perbaikan Kinerja
Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk
memilih proses yang akan diperbaiki. Perbaikan kinerja ini meliputi:
a. Proses atau prosedur yang baru untuk standar atau target yang tetap/lama
Situasi ini dapat terjadi apabila target atau standar yang telah ditetapkan ternyata sulit
untuk dicapai atau proses/ metodenya gagal terus mencapai standar tersebut.
b. Standar baru yang lebih baik:
Keadaan ini dapat terjadi dalam upaya meningkatkan mutu dengan memperbaiki atau
meningkatkan standar yang telah tercapai.
c. Proses atau prosedur baru dan standar baru
Hal ini dapat terjadi saat belum pernah dibuat standar atau prosedur sebelumnya, jadi
merupakan suatu kegiatan atau tolok ukur yang baru.
3. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia
Memberikan dasar bagi pelatihan. Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka
kerjakan dengan apa yang dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Keterlibatan
karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan
kemampuan dan keterampilan.
JENIS-JENIS BENCHMARKING
1. Benchmarking Internal Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasisuatu
bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi.
2. Benchmarking Kompetitif Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan
dengan berbagai pesaing.
3. Benchmarking Fungsional Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan
fungsi atau proses dari perusahaan-perusahaan yang berada diberbagai industri.
4. Benchmarking Generik Melakukan perbandingan dengan proses bisnisfundamental
yang cenderung sama di setiap industri.

PERBEDAAN BENCHMARKING DENGAN ANALISIS PERSAINGAN


Analisis Persaingan meliputi perbandingan antara produk-produk pesaing dengan produk
yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan Benchmarking lebih jauh daripada itu, yaitu
membandingkan bagaimana suatu produk direkayasa, diproduksi, didistribusikan dan
didukung.
Perbedaan Benchmarking dengan Analisis Persaingan:
Benchmarking
Melihat pada proses
Memeriksa bagaimana sesuatu
Dapat membandingkan dengan industri
lainnya
Penelitian membagi hasil untuk manfaat
bersama
Dapat tidak kompetitif
Membagi informasi
Kemitraan
Kerjasama/ Interdependen
Dipergunakan untuk mencapai tujuan
perbaikan
Tujuan berupa pengetahuan
prosesFokus pada kebutuhan pelanggan

Analisis Persaingan
Melihat pada hasil
Memeriksa apa yang telah terjadi dan
dikerjakan
Perbandingan di dalam industri
Penelitian tanpa membagi hasil
Selalu kompetitif
Rahasia
Tersendiri
Mandiri
Dipergunakan untuk memeriksa
persaingan
Tujuan berupa pengetahuan tentang
industri
Fokus pada kebutuhan perusahaan

Sumber: Forum PDAM Indonesia

METODE BENCHMARKING
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan
banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp,
dalam bukunya The Search for Industry Best Practices that Lead to Superior Performance,
Productivity Press .1989.
Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bisa
diringkas menjadi 6 bagian utama yakni:
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek.
Bisa berupa proses, fungsi, output dan sebagainya.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di
perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover
karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana
industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan.
Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan
informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal.

5. Kunjungi best practice perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha.
Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan
membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara
pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk
TAHAP-TAHAP DALAM PROSES TRANSFER ATAU BENCHMARKING
1. Inisiasi
Meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai perlunya untuk
mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja yang efektif dalam sebuah
organisasi.
2. Implementasi
Aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber, hubungan sosial terjalin, dan upayaupaya untuk melakukan transfer sudah lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark.
3. Ramp-up
Dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang diperoleh, dengan cara
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak terduga, sehingga kinerja meningkat
secara bertahap
4. Integrasi
Dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan penggunaan
pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses institusionalisasi pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh
BILAMANA BENCHMARKING DIGUNAKAN & TIDAK DIGUNAKAN
Digunakan ketika:
Proses yang ditargetkan adalah kritis bagi keberhasilan organisasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja korporasi tidak terlalu kompetitif.
Peluang pertumbuhan yang signifikan terjadi dalam bisnis, namun korporasi tidak mampu
mengambil keuntungan tersebut.
Organisasi memahami proses saat ini dan ukuran kinerjanya
Pemilik proses memiliki komitmen untuk perubahan meski secara radikal.
Stakeholders akan menjadi bagian dalam team benchmarking.
Tidak digunakan ketika:
Organisasi tidak memahami proses yang ditargetkan
Manajemen tidak mengetahui bagaimana kinerja organisasi dibandingkan dengan
pesaingnya
Manajemen tidak memahami apa yang dibutuhkan pelanggan dari proses ini
Manajemen belum melakukan pemetaan proses dan tidak memiliki ukuran kinerjanya.
Ada risistensi yang kuat untuk terjadinya perubahan organisasi
Hanya diinginkan oleh beberapa orang yang akan melakukan studi.

KENDALA DALAM MELAKUKAN BENCHMARKING


Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu (time
consuming), maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah kurangnya
motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai
cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya
ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis.
Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan
bertindak lebih baik. Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural,
budaya yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
1. Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri, sehingga
kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang masing-masing unit.
2. Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan disbanding
budaya membagi keahlian.
3. Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu organisasi.
4. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan knowledge
sharing atau keterampilan
Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
Kurangnya kepercayaan
Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ideide yang menunjang produktivitas
Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark
Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark, atau sindrom
bukan hasil karya unit kami
Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan
KRITIK TERHADAP BENCHMARKING
Banyak kritik terhadap proses benchmarking ini, trutama tentang inovasi. Dengan
benchmarking, perusahaan akan diarahkan pada minimnya inovasi yang diciptakan olehh
bagian internal perusahaan itu sendiri. Karena pada dasarnya benchmarking memang tidak
sesuai dengan filosofi bisnis. Selain itu, Benchmarking juga dianggap sebagai cara meniru ide
perusahaan lain.

PENUTUP
Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan Fisik dan Mental. Secara
Fisik karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk
melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara Mental adalah bahwa pihak
manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata
mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.
Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka
yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa:
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa
suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugastugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya.
Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar kearah proses,
fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud
perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari
perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll
4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan
apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.

Anda mungkin juga menyukai