Untuk pendanaan ia diminta berhubungan dengan Setiawan Djodi dan Jimly Asshidiqie SH yang
saat itu menjadi staff Habibie. Sore itu mereka bertemu dan kucuran dana diberikan pengusaha
Setiawan Djodi.
Jika ditarik sebelumnya, bisik bisik atau rumour menunjukan kedekatan kelompok Islam
fundamentalis dengan elite militer seperti Let. Jend Prabowo Subianto. Tak ada yang bisa
membuktikan bahwa Prabowo mempergunakan kelompok ini untuk strategi politiknya. Termasuk
tudingan bahwa kelompok ini terlibat dalam kerusuhan Mei. Yang jelas Kivlan Zen adalah
Panglima Divisi Kostrad pada masa Prabowo Subianto menjadi Panglima Kostrad.
Ada yang bilang setelah Prabowo jatuh. Kelompok ini didekati oleh Wiranto dan Jendral jendral
penguasa baru.
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat,
Jakarta oleh sejumlah Habib, Ulama, Mubaligh, Aktivis Muslim beberapa petinggi miiter termasuk
Kapolda Jakarta Nugroho Djayoesman serta disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah
Jabotabek. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara Indonesia,
tepat 4 bulan setelah jatuhnya rezim orde baru yang sama sekali tak mentolerir kegiatan seperti itu.
Kembali ke kisah. Kivlan Zen bisa menghadirkan massa berjumlah sekitar 30.000 orang ini
membuat moral prajurit ABRI yang menjaga SI MPR kembali terangkat. Karena konflik langsung
dengan mahasiswa dan masyarakat bagaimanapun meruntuhkan sebagian moral prajurit. Massa
pendukung ini direncanakan yang akan berhadapan langsung dengan mahasiswa/rakyat. Jika ada
perselisihan maka aparat datang seolah olah melerai.
Pada 4 November 1998. Diadakan rapat dengan pimpinan ormas Islam dan pondok pesantren.
Termasuk FPI. Mereka akan mengerahkan tambahan massa sebesar 30.000 orang lagi untuk datang
ke Jakarta. Massa sebagian besar datang dari Banten. Disamping beberapa wilayah Jabotabek, Jawa
dan Lampung.
Kenapa Banten ? Sejarah mencatat memang gerakan Islam radikal tumbuh di Banten. Dalam
catatan Majalah De Gids ( tahun 1933 ) , Prof Snouck Hurgronye menulis tentang fanatisme agama
di Banten. disana banyak perkumpulan tarekat mistik, dipimpin haji berpakaian putih dan
bersorban . Memang ibadah di sana, dilakukan lebih ketat daripada daerah lain, dan sejak
pemberontakan Cilegon tahun 1888, gerakan terhadap Belanda mempunyai sifat perang sabil.
Pemberontakan yang dipimpin Haji Wasid memang mengerikan. Tak hanya orang Belanda yang di
Cilegon, tapi juga banyak penduduk pribumi terbunuh karena dianggap setia kepada Belanda dan
tidak memilih cara hidup Islami.
Kelak seluruh gabungan massa pendukung ini melakukan apel di parkir timur Senayan dipimpin
Panglima Divisi Kiblat ( Komite Islam Bersatu Penyelamat Konstitusi ), Daud Poliraja.
Pada pertemuan di rumah dinas Jend Wiranto tanggal 9 November 1998. Hadir selain tuan rumah
juga Kapolda Mayjen ( Pol ) Nugroho Djayoesman, Pangdam Jaya Jaja Suparman, dan Kivlan Zen.
Disana disepakati Pam Swakarsa akan berada di depan berhadapan dengan massa, jika terjepit maka
pasukan Kodam Jaya akan mengamankan. Namun dalam praktek justru Pam Swakarsa di gebukin
oleh pasukan Marinir, karena mereka tidak diberitahu.
Selama SI MPR kerap terjadi bentrokan antara Kiblat kelak oleh Nugroho Djayoesman dirubah
namanya menjadi Pam Swakarsa dengan massa mahasiswa atau masyarakat penentang Sidang
Istimewa. Banyak korban, dari pihak Pam Swakarsa yang terbunuh, karena dikeroyok massa.
Setelah SI MPR berakhir. Presiden baru yang terpilih KH Abdurahman Wahid meminta laskar ini
membubarkan diri dan pulang ke rumahnya masing masing. Beberapa yang tinggal dan terutama
dari daerah Banten dan sekitar Jabotabek terutama etnik Betawi banyak melebur ke dalam laskar
laskar seperti FPI, atau laskar komunitas seperti FBR.
Bahkan, menurut Muhammad Habieb Rizieq, pendiri dan sekaligus Ketua FPI, berdirinya FPI
merupakan upaya untuk menegakkan amar maruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran). Rizieq dalam wawancaranya mengatakan bahwa banyak kawan aktivis
Islam yang menentang judi, prostitusi, dan minuman keras, tapi mereka tidak bisa melakukan apaapa. Untuk itu ia akan mewujudkan mimp mimpi negara Islam, dengan konsekuensi apapun. Jelas
ia menyimpan kekaguman dengan Taliban, dan secara tidak langsung mengambil ide ide Taliban
tentang penyelanggaraan syariat Islam. Pada awal pembentukan FPI, ia berbicara tentang
penggalangan potensi kekuatan umat untuk menggusur masyarakat sekuler.
Agak susah membantah kedekatan FPI dengan petinggi militer dan Polisi. Lihat saja ketika laskar
bersenjata pentungan dan golok menyerbu kantor Komnas HAM saat itu, karena menolak
pemeriksaan Komnas HAM terhadap Jend Wiranto tentang keterlibatannya dalam bumi hangus
Timor Timur.
Mantan Kapolda Jakarta Nugroho Djayoesman dalam memoarnya Meniti Gelombang reformasi
mengatakan kedekatannya dengan FPI dalam rangka tugas pembinaan. Ia bukan Jendral Taliban
sebagaimana dituduhkan orang. Menurutnya Betapapun sepak terjang meresahkan masyarakat,
organisasi seperti FPI semestinya dirangkul dan diajak bicara mengenai persoalan sosialkemasyarakatan yang terjadi
Bahwa ternyata urusan FPI tidak melulu masalah syariat. Ia bisa juga bergeser ke kasus politik. FPI
tidak hanya mengurusi pemgrebekan caf dan diskotik. Mereka juga menyerbu kelompok lain
seperti Ahmadiyah, menyerbu kantor penerbitan majalah, menggasak pameran photo, kegiatan
pluralisme, sampai menuntut orang orang yang dianggap tidak Islami.
Mereka tak pernah takut dengan siapapun. Kantor polres Jakarta barat pernah dikepung massa FPI
tanpa bisa apa apa. Gubernur Sutiyoso tahun 2000 pernah dikurung di balai kota oleh laskar FPI
yang menuntut penutupan tempat hiburan malam selama bulan puasa. Bekas Presiden Gus Dur
dimaki Kiai Anjing saat diusir ketika hadir dalam dialog di Purwakarta tahun 2006.
Sekarang apakah kita harus diam dengan segala kesewenang wenangan. Tentu saja kita setuju
bahwa nilai nilai Islam mesti menjadi inspirasi nafas kehidupan bermasyarakat. Namun harus
dipahami bahwa nilai nilai demokrasi dan penghormatan terhadap pluralitas tidak bisa digerus
begitu saja, apalagi dengan kekerasan. Ini merupakan mimpi sebagian besar warga di negeri ini
yang cinta damai dan menolak aksi aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama.
FPI pada akhirnya menolak kemajemukan negeri ini. Gereja gereja dan sekolah Kristen yang
dipaksa tutup, kekerasan terhadap kegiatan lintas etnis dan dialog agama serta menindas warga
minoritas.
Tentu para founding fathers bangsa ini tak akan menciderai janji mereka. Saat pemuka Islam
mengalah dalam pembukaan konstitusi, agar terhindar perpecahan. Sesuatu yang tentunya mereka
sadari bahwa negeri ini berdiri di atas kemajemukan.
Kita tak bisa terus berdiam diri, membiarkan kesewenang wenangan ini menjadi tiran. 10 tahun
terus FPI menjadi stempel menakutkan. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tapi saya percaya,
bahwa kita tak akan pernah berhenti menyuarakan penolakan ini. Tentu dengan cara yang
bermartabat.