Semua anggota kelompok ini, kecuali satu orang saja, sama-sama buta hurufnya dan
memilih hidangan dengan mengikuti hidangan pemimpinnya. Pesanan terakhir dari
seseorang pebisnis muda, sangat berbeda dengan pesanan lainnya. Pesanannya
menunjukkan bahwa ia sangat melek-huruf dalam makanan dan anggur Prancis. Ia
tampak tenang menghadapi menu, membaca, dan menganalisisnya, dan menunjukkan
betapa ia sangat tahu akan semua yang dilakukannya. Ia berbicara sebentar dengan
pelayan, mengajukan pertanyaan bermutu, dan akhirnya menjatuhkan pilihan yang
sangat berselera. Semua koleganya sangat terkesan dan ini membuka peluang yang
lebih baik buat si pebisnis muda itu meningkatkan posisinya dalam dunia bisnis.
Lantas bagaimana kemelek-hurufan budaya diterjemahkan ke dalam tindakan
seseorang? untuk menjelaskannya, Bourdieu mempunyai tiga konsep: medan
budaya(cultural field), habitus dan modal budaya (cultural capital). Bourdieu
mendefinisikan medan budaya sebagai institusi, nilai, kategori, perjanjian, dan
penamaan yang menyusun sebuah hierarki obyektif, yang kemudian memproduksi
dan memberi wewenang pada berbagai bentuk wacana dan aktivitas; dan konflik
antarkelompok atau antarindividu yang muncul ketika mereka bertarung untuk
menentukan apa yang dianggap sebagai modal dan bagaimana ia harus
didistribusikan. Yang disebut modal oleh Bourdieu meliputi benda-benda material
(yang bisa mempunyai nilai simbolis), prestise, status, otoritas, juga selera dan pola
konsumsi.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam sebuah medan (field), ditentukan oleh
posisinya dalam medan itu, yang pada gilirannya akan menentukan besarnya
kepemilikan modal. Kekuasan itu digunakan untuk menentukan hal-hal macam mana
yang bisa disebut modal (keaslian modal).
Modal selalu tergantung dan terikat pada medan tertentu, ia bersifat partikular. Dalam
medan gaya hidup remaja Indonesia sekarang misalnya, pengenalan akan film dan
musik Amerika, kemampuan berbahasa gaul, atau berdandan dengan gaya tertentu,
bisa disebut sebagai modal. Bagaimanapun, kemampuan-kemampuan ini, bukanlah
modal, misalnya saja, dalam medan pelayanan diplomatik.
Pemahaman seseorang akan modal berlangsung secara tak sadar, karena menurut
Bourdieu dengan cara begitulah ia akan berfungsi efektif. Seperangkat pengetahuan,
aturan, hukum, dan kategori makna yang ditanamkan secara tak sadar ini oleh
Bourdieu disebut habitus. Habitus bersifat abstrak dan hanya muncul berkaitan
dengan putusan tindakan: ketika seseorang dihadapkan pada masalah, pilihan dan
konteks. Dengan begitu habitus bisa juga dimengerti sebagai feel of the game.***
*Penulis adalah Alumnus Teknik Informatika ITB, tinggal di Bandung
Paul Feyerabend
Pada awalnya, sebagai murid Popper, Feyerabend mendukung filosofi dan prinsip
falsifikasi Popper namun kemudian dia berbalik menjadi salah seorang penentang
Popper. Feyerabend berpendapat bahwa prinsip falsifikasi Popper tidak dapat
dijalankan sebagai satu-satunya metode ilmiah untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Menurut Popper, setiap teori harus melalui proses falsifikasi untuk menemukan teori
yang benar. Bila suatu teori dapat ditemukan titik lemahnya maka teori tersebut gugur.
Jika teori baru ini dapat dipertahankan dan lebih baik daripada teori lama maka yang
baru akan menggantikan yang lama (yang dinamakan perubahan paradigma oleh
Thomas Kuhn). Feyerabend menuturkan hal ini dalam artikel On a Recent Critique
of Complimentary.
Menurut Feyerabend, dalam bukunya Against Method, tidak ada satu metode rasional
yang dapat diklaim sebagai metode ilmiah yang sempurna. Metode ilmiah yang
selama ini diagung-agungkan oleh para ilmuwan hanyalah ilusi semata.
Prinsip dasar mengenai tidak adanya metodologi yang berguna dan tanpa kecuali yang
mengatur kemajuan sains disebut olehnya sebagai epistemologi anarkis. Penerapan
satu metodologi apa pun, misal metodologi empiris atau Rasionalisme Kritis Popper
akan memperlambat atau menghalangi pertumbuhan ilmu pengetahuan.
Dia mengatakan anything goes yang berarti hipotesa apa pun boleh dipergunakan,
bahkan yang tidak dapat diterima secara rasional atau berbeda dengan teori yang
berlaku atau hasil eksperimen. Sehingga ilmu pengetahuan bisa maju tidak hanya
dengan proses induktif sebagaimana halnya sains normal, melainkan juga secara
kontrainduktif.
Dengan pegangan ini, Feyerabend mengatakan bahwa sains dan mitos tidak dapat
dibedakan dengan satu batas prinsip tertentu. Mitos adalah sains dengan tradisi
tertentu dan sebaliknya sains hanyalah sesuatu tradisi mitos. Asumsi bahwa ada
batasan antara sains dan mitos akan menimbulkan batasan-batasan yang menghalangi
pemikiran kreatif dan kritis.
Sains itu lebih dekat dengan mitos daripada filsafat sains mau akui. Mitos adalah
salah satu bentuk pemikiran yang dibuat manusia, dan belum tentu yang terbaik.
[Mitos] bersifat superior hanya pada yang sudah memihak pada suatu ideologi
tertentu, atau yang menerimanya tanpa mempelajari keuntungannya dan batasannya.
(Against Method, hal. 295).
Kriteria yang biasa digunakan untuk menguji kebenaran hipotesa, seperti logika dan
hasil eksperimen, bukan sesuatu yang harus dipenuhi. Logika dapat dibantah kalau
ada kecurigaan bahwa teori yang berlaku berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu
(misalnya, Newton dahulu berasumsi waktu tidak berhubungan dengan ruang, yang
kemudian dibantah oleh Einstein). Hasil eksperimen tidak perlu dipenuhi kalau
dicurigai adanya kesalahan teori pengamatan.
Selalu ada keadaan di mana itu tidak hanya dianjurkan untuk tidak menghiraukan
aturan, tetapi untuk mengadopsi lawannya.
Contohnya, selalu ada keadaan di mana itu dianjurkan untuk memperkenalkan,
mengemukakan dan mempertahankan hipotesa ad hoc (untuk suatu tujuan), atau
hipotesa yang mengkontradiksi hasil eksperimen yang sudah diterima secara umum,
atau hipotesa di mana isinya lebih kecil daripada isi alternatif yang berlaku dan
memadai secara empiris, atau hipotesa yang konsisten pada dirinya, dan selanjutnya..
Menurut Feyerabend, sebuah hipotesa atau teori baru tidak harus memenuhi seluruh
elemen dari teori lama karena hal tersebut hanya akan menyebabkan teori lama
dipertahankan daripada mencari teori yang benar. Mempertahankan teori lama akan
mempersempit pemikiran sehingga tidak bisa membuka lahan teori baru dan
mengarahkan ilmu pengetahuan pada subyektivitas, sentimen atau prejudis. Seperti
halnya teori kuantum pada awalnya ditentang bahkan oleh Einstein (God does not
play dice), karena implikasi teori ini menyebabkan ketidakpastian yang sangat
mengganggu pikiran.
Teori baru akan selalu muncul dengan sangat sulit, dan akan ditentang dengan faktafakta yang memberatkan yang berasal dari teori lama. Padahal teori baru ini
merupakan revolusi ilmiah yang sangat penting dan sangat diperlukan untuk
kemajuan ilmu pengetahuan.
Feyerabend mengatakan bahwa dikekang oleh teori sains modern yang sedang berlaku
sama saja seperti dikekang oleh ajaran dogmatik jaman pertengahan Eropa. Dalam hal
ini, ilmuwan sains modern mempunyai peran yang sama seperti kardinal Gereja jaman
dahulu yang menentukan apa yang benar dan apa yang salah.
teori yang mengatakan bahwa cahaya adalah partikel-partikel yang bergerak dengan
kecepatan tinggi, dan ada teori lain yang mengatakan bahwa cahaya adalah
gelombang-gelombang. Sampai sekarang para ilmuwan masih belum dapat tentukan
teori mana yang "lebih benar". Keduanya diajarkan kepada para siswa sekolah
menengah dan para mahasiswa IPA.
Mengenai teori asal usul alam semesta, ada tiga buah teori ialah:
1. Teori kreasi, ialah bahwa alam semesta ini diciptakan sang Pencipta.
2. Teori evolusi, ialah bahwa alam semesta ini berevolusi dari zat atau materi dasar.
3. Teori bahwa alam semesta ini selamanya ada. Teori ini kini sudah hampir tidak ada
pendukungnya lagi. Tetapi dahulu pernah didukung Aristoteles, Ibn Rushd, dan dalam
abad ke-20 oleh Vorontzov Velyaminov dan Fred Hoyle.
Dengan segala kejujuran kejujuran ilmiah (scientific integrity), saya dukung pendapat
Feyerabend agar kedua (atau lebih tepat lagi ketiga) teori-teori diatas diajarkan
kepada semua murid sekolah dari TK sampai universitas. Setelah diberi kesempatan
penerangan yang fair, biarlah sang murid pilih sendiri teori mana yang ia percaya.
Zaman dahulu, lawan para evolusionis adalah para rokhaniwan. Cara-cara dan
metode-metode yang dipakai kedua belah pihak berlainan. Di-Amerika Serikat
perdebatan sampai berulangkali dibawa kepengadilan negeri, bah kan sampai tingkat
Mahkamah Agung. Karena kedua belah pihak tidak dapat kemukakan bukti-bukti
ilmiah yang dapat diulangi dan diselidiki dengan seksama, maka kedua belah pihak
menggunakan senjata-senjata non-ilmiah seperti kutukan-kutukan, ejekan-ejekan,
cemoohan-cemoohan dan penghinaan-penghinaan. Ini jelas bukan cara-cara yang baik
untuk mendapat kebenaran.
Dahulu ilmuwan yang tidak setuju dengan teori evolusi pada umumnya hanya protes
sekedarnya, a.l. akhli biologi dan geologi yang sangat terkenal Louis Aggasiz (18071873). Tetapi sejak 1970 lawan para ilmu wan evolusionis adalah para ilmuwan
kreasionis. Kini ilmuwan lawan ilmuwan. Para ilmuwan evolusionis tetap
menggunakan senjata ejekan- ejekan. Belajar dari sejarah, para ilmuwan kreasionis
berusaha untuk menghindarkan diri terlibat secara emosional, dan berusaha memberi
argumen-argumen rasionil tanpa ejekan-ejekan. Contoh yang sangat baik diberikan
oleh para ilmuwan di- "Institute for Creation Research" (ICR) di-Amerika Serikat.
Yang jelas ada ialah alam semesta ini. Yang jelas ada ialah batu-batuan, lapisanlapisan tanah, fosil-fosil, lautan, sungai-sungai, gunung-gunung, planet-planet,
bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan umat manusia termasuk
Anda dan saya. Yang jelas ada ialah hukum- hukum fisika, kimia, biologi dan kimiabiologi yang berlaku masakini. Semua ini jelas ada dan tidak dibantah baik oleh kaum
kreasionis maupun kaum evolusionis.
Yang dimasalahkan ialah dari mana datangnya semua itu ? Bagaimana kita dapat ada
disini ? How do we get here ? Apakah kita ada disini karena diciptakan Allah, atau
berevolusi dari zat mati secara kebetulan ? Anda dan saya keturunan Adam dan Hawa
historis yang diciptakan Allah menurut peta dan teladanNYA, atau keturunan binatang
yang berevolusi secara kebetulan tanpa ada yang recanakan ?
Sesungguhnya, ilmu pengetahuan alam yang murni sebaiknya membatasi diri dengan
mempelajari alam semesta masakini. Maximaal masa lalu yang ada saksi-saksi berupa
tulisan-tulisan manusia. Dengan ilmu penge tahuan alam murni saya maksudkan ilmu
positif, ialah ilmu yang dapat diuji dengan pengamatan-pengamatan dan percobaanpercobaan yang dapat diulangi dan diselidiki dengan seksama.
Menduga-duga masalalu dan masa akan datang alam semesta ini dalam jangka
panjang, sesungguhnya sudah keluar dari bidang ilmu pengetahuan alam. Ilmu
pengetahuan alam memang dapat ditunggangi oleh filsafat atau agama tertentu
sehingga menjadi spekulasi-spekulasi metafisis yang diarahkan agar mendukung
filsafat atau agama tertentu itu. Meta berarti setelah. Jadi metafisika berarti setelah
fisika. Sesungguhnya spekulasi- spekulasi metafisis sudah keluar dari bidang fisika
dan memasuki bidang metafisika, filsafat atau agama. Kita harus belajar membedakan
ilmu positif dengan spekulasi-spekulasi metafisis.
Ketika saya bicara dengan beberapa orang Kristen termasuk beberapa pendeta
mengenai soal diatas, ada yang jawab dengan ketus : "Itu tidak penting !". Ada yang
senyum-senyum secara "simpatik", tetapi tanpa mengambil sikap yang tegas
mendukung atau menentang pendapat saya. Kebanyakan lebih suka pilih jalan "aman"
dengan berkompromi. Mereka terima suatu theistic evolution yang samar-samar
dan/atau disamar- samarkan. Hanya sedikit yang berikan tanggapan positip.
Disadari atau tidak, sesungguhnya hal tersebut diatas sangat penting, sangat
fundamentil. Mengapa ? Kalau seseorang merasa dirinya ketu runan binatang, maka
iapun tidak akan merasa bersalah kalau ia berlaku dan bertindak sebagai binatang.
Beberapa bulan yang lalu saya sempat bicara dengan seorang sarjana teknik dari
Jepang. Sebagai sarjana teknik ia memang pandai. Tetapi dari sudut moral dan etika,
ia penganut free sex. Setelah saya tanya lebih lanjut ia mengaku tidak percaya pada
Allah. Saya tanya kepadanya: "Kalau Anda tidak percaya bahwa Allah itu ada,
menurut Anda dari mana asal usul manusia termasuk Anda dan saya ?". Ia jawab
sambil tertawa terbahak-bahak : "Maybe from the monkeys". (Mungkin dari monyetmonyet). Karena ia merasa dirinya keturunan monyet ia tidak ada perasaan bersalah
kalau ia bersikap dan bertindak seperti monyet.
Sebenarnya menurut para evolusionis manusia dan monyet adalah keturunan primat.
Jadi monyet, menurut para evolusionis, adalah "kepo nakan" manusia. Monyetpun ada
yang monogami. Tetapi memang ada yang poligami dan "penganut" free sex.
Simpanse dianggap para evolu sionis adalah "keponakan" yang paling dekat dengan
manusia. Simpanse memang termasuk monyet "penganut" free sex.
Tetapi kalau manusia percaya bahwa ia adalah keturunan Adam dan Hawa historis,
yang diciptakan Allah menurut peta dan teladan Allah, maka mudah-mudahan ia akan
rindu untuk mendapat kembali peta dan teladan Allah ini yang sempat dirusak oleh
dosa. Kepercayaannya ini, tentu ada dampak yang sangat besar akan perilakunya.
Para kreasionis di-Amerika Serikat, Australia, Eropah, Rusia dll sadar benar akan hal
tersebut diatas. Mereka sedang memperjuangkan agar teori kreasi diajarkan
bersamaan dengan teori evolusi. Bagaimana kalau kita di-Indonesia juga turut
memperjuangkannya ?
Pada tahun 1950 ilmuwan kreasionis masih sangat langka. Pada tahun 1970 sudah ada
ratusan. Kini 1993, jumlahnya sudah ribuan tersebar diseluruh dunia. Dengan adanya
komentar dari seorang filsuf kenamaan seperti Dr Feyerabend diatas, para evolusionis
kini sungguh tidak dapat pandang enteng para kreasionis.
Kita tidak dapat merubah dunia dalam waktu sekejap. Tetapi kita selalu dapat
sumbangkan iman dan ilmu pengetahuan alam yang benar kepada siapapun yang
berhubungan dengan kita. Sedikit-sedikit, lama-lama kan jadi bukit. Himbauan ini
saya tujukan kepada semua orang, terutama guru-guru yang beragama Kristen dari
denominasi manapun juga, dari TK sampai universitas. Apalagi kepada guru-guru
agama disekolah-sekolah Kristen, teristimewa pada guru-guru sekolah Minggu. Lebih
teristimewa lagi pada para pendeta dan calon pendeta.
Kini Anda dapat yakin dan percaya dengan teguh bahwa banyak ilmuwan kaliber
internasional yang percaya kisah Kejadian 1-11 secara harafiah, a.l. Dr A.E. Wilder
Smith dari Swiss, Dr Charles Phallagy dari Australia, Prof Enoch dari India, Dr Henry
M. Morris dan anaknya Dr John Morris dari Amerika Serikat, Dr Kouznetsov dari
Russia dan ribuan ilmuwan lain. Dimasa yang lalu Kepler dan Newton, bapak-bapak
ilmu pengetahuan alam modern, juga percaya Kejadian 1-11 secara harafiah. Filsuf Dr
Feye rabend, setelah mempelajari pokok persoalan secara objektip mendukung
diajarkannya teori kreasi disekolah-sekolah umum diseluruh dunia.
Sesungguhnya urusan menyelidiki alam semesta masakini, adalah urusan ilmu
pengetahuan alam positif, urusan para ilmuwan. Urusan menyelidiki asal mula dan
tujuan akhir dari alam semesta ini adalah urusan meta fisika, filsafat atau agama,
urusan para rokhaniwan. Tetapi kini memang timbul kekacauan soal ini. Atau
mungkin para rokhaniwan memang harus kerjasama dengan para ilmuwan untuk
menjernihkan persoalan ini. Mari kita bantu tanamkan iman dan ilmu yang benar
dalam setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita. Halleluyah !
agak lebih moderat berpendapat bahwa makhluk dunia kafir bernama sains itu
tidak perlu ditaksirkan dengan fatwa mengerikan. Cukup "ditobatkan" saja di
mana beberapa asumsi dasarnya harus disunat. Dua-tiga dekade yang silam,
wacana intelektual Indonesia diramaikan oleh literatur-literatur Islamisasi
Sains. Nama-nama seperti Seyyed Hossein Nasr, Maurice Bucaille, Ziauddin
Sardar dan Naquib Al-Atas jadi cukup menonjol. Setelah sekian dasawarsa,
hasil Islamisasi Ilmu ini terbentang mulai dari pencocok-cocokan bahwa
segala penemuan ilmiah mutakhir sudah diantisipasi Al Quran sejak 14 abad
yang silam, sampai ke upaya penentuan susunan kimiawi jin dan ekstraksi
energi dari iblis agar persoalan energi di dunia muslim dapat diatasi.
Lawan tangguh Islamisasi Sains ini adalah Abdus Salam, satu-satunya muslim
pemenang Nobel Fisika; dan Pervez Hoodbhoy, doktor fisika Nuklir dari MIT.
Di bukunya, Islam and Science, Religious Orthodoxy and the Battle for
Rationality, Hoodbhoy menyebut upaya pengislaman pengetahuan ilmiah tak saja
telah melanggar rasio dan logika, tetapi juga melanggar penafsiran
tercerahkan atas ajaran Islam.
Sains Marxis?
Di belahan Bumi lain, sejak dekade 1930-an, ilham Marx menggerakkan banyak
ilmuwan membangun sains dunia fisik yang epistemologinya berdasarkan
materialisme dialektis. Ditopang karya Engels dalam Dialectic of Nature dan
tesis Lenin dalam Materialism and Empirico-Criticism, dengan heroik mereka
mencoba membangun Sains Marxis yang jelas berbeda dan diharapkan lebih
unggul dari Sains Borjuis masyarakat kapitalis. Dicarilah tesis, antitesis
dan sintesis dan kemudian dilakukan filterisasi kesesuaian ideologis pada
seluruh bidang sains fisik: mekanika kuantum, relativitas, genetika.
Teladan paling menonjol dari Sains Marxis adalah Trofim Denisovich Lysenko
(1898-1976). Ia seorang pembiak tanaman yang berasal dari Ukraina, seorang
tokoh yang dilambungkan oleh koran Pravda sebagai ilmuwan cemerlang yang
dekat dengan akarnya: kelas petani. Mantan muzhik (rakyat) yang menjabat
Direktur Institut Genetika Akademi Ilmu Pengetahuan Soviet dan Presiden
Akademi Lenin untuk Ilmu-ilmu Pertanian inilah yang menunjukkan apa itu
Biologi Marxis. Lysenko antara lain bilang bahwa tetumbuhan dari spesies
yang sama menunjukkan "solidaritas sosialis" dan tak akan saling bersaing
demi kelestarian jenis masing-masing. Dia bahkan menegaskan bahwa
pohon-pohon dari spesies yang sama yang ditanam berdekatan secara kolektif
baku tolong untuk bertahan hidup.
Akibat ajaran Lysenko yang gemilang dalam bahasa dialektika dan perjuangan
kelas itu, kehutanan dan pertanian Soviet menderita kerugian besar. Ilmu
biologinya mundur 20 tahun. Kemunduran itu buah ajaran Lysenko yang
ditetapkan sebagai doktrin ilmiah resmi di bawah Rezim Stalin. Stalin-lah
yang memberi Lysenko dan pedukung-pendukungnya akses kepada alat-alat teror
negara, dan setelah itu mulailah pemecatan bahkan pengadilan yang berujung
dengan vonis hukuman mati terhadap seluruh ilmuwan yang tak mendukung
Lysenkoisme.
Kegagalan Lysenko tak menyurutkan kaum Kiri memerangi sains. Sejak dekade
1960-an, kaum Kiri Baru melancarkan gelombang kritik baru, kali ini terutama
dengan berbekal sejata filsafat bahasa. Para ilmuwan, khususnya fisikawan,
bukannya diam menghadapi serangan gencar yang berakibat luas itu.
Parodi Sokal
Serangan Sayap Kiri ditangkis, misalnya, oleh Alan Sokal, profesor fisika
Universitas New York. Pada 1994, Alan Sokal menulis sebuah naskah yang ia
sebut sebagai "eksperimen seorang fisikawan dengan Cultural Studies". Naskah
itu berjudul Transgressing the Boundaries: Toward a Transformative
Hermeneutics of Quantum Gravity. Sokal kemudian meyerahkan naskah itu ke
Jurnal Social Text, yang editornya antara lain adalah Fredric Jameson. Pada
musim semi 1996, naskah itu terbit dalam edisi khusus Science Wars.
Media Lingua Franca edisi Mei-Juni 1996 memuat pengakuan Sokal bahwa
naskahnya yang diterbitkan Social Text adalah olok-olok untuk memperdayai
lingkaran akademisi Kiri yang umum disebut Kaum Postmodernis. Naskah itu
sendiri memang sarat dengan konsep-konsep konyol yang tak punya nilai secara
ilmiah, tetapi terkesan provokatif dari segi retorika. Ada sekian alasan
mengapa "omong-kosong Sokal" bisa dimuat oleh jurnal berwibawa seperti
Social Text. Selain provokatif dan menyanjung prakonsepsi ideologis para
editor Social Text, artikel Sokal itu tidak harus mematuhi standar,
pembuktian dan logika apa pun. Social Text yang "posmo" tak punya segugus
kaidah epistemologis yang secara tegas ditegakkan. Satu-satunya jenis kerja
keras yang dilakukan oleh Sokal adalah menulis dan menulis ulang artikel itu
untuk mencapai tingkat ketakjelasan yang diharapkan. Upaya ini cukup sulit,
kecuali bagi mereka yang terbiasa menata kalimat-kalimat ajaib yang sejernih
lumpur.
Eksperimen Sokal bersambut. Kecerdikannya meramu sejumlah kutipan dan
penyalahgunaan konsep-konsep ilmiah oleh para pemikir nonsaintis, khususnya
kaum postmodernis, memantik polemik yang melintasi benua. Halaman depan
media internasional seperti New York Times, International Herald Tribune,
London Observer dan Le Monde, secara bergantian menuliskan Sokal Affair.
Sejumlah debat seru berlangsung di kampus-kampus besar di Amerika Utara dan
Selatan. Reaksi hangat tentu saja muncul di Perancis. Yang dibidik Sokal
memang umumnya adalah intelektual Perancis yang sekian dekade terakhir
mengharu-biru wacana ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan di Eropa dan Amerika.
Bruno Latour di Le Monde bahkan menuduh Alan Sokal memimpin sebuah jihad
suci Amerika melawan Perancis. Di situ Perancis adalah "Columbia yang lain",
sebuah negeri yang disesaki oleh pembuat, bandar dan pengecer narkoba
keras-Derridium, Lacanium, dan lain-lain-yang dicandu habis oleh siswa-siswa
doktoral Amerika.
Mereka yang selama ini merasakan sebentuk kepungan anti-intelektualisme yang
disodorkan oleh pandangan yang secara absolut merelatifkan segala hal dan
menegakkan subyektivitas sebagai penentu kebenaran; mereka itu seakan
menemukan pembebasan lewat akal bulus Sokal. Di mata mereka, Sokal dengan
cerdik telah memblejeti para pemikir besar zaman ini. Lacan, Derrida,
sekaligus panggilan hidup ilmu, dan itulah yang membedakannya dari seni.
Kendati harus menghormati kenyataan, seni mestinya membedakan diri-melebihi
dan melampaui-kenyataan, kehidupan. Jika ilmu diukur prestasinya dari
kekuatannya merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum dan korespondensinya
atas kenyataan, seni dinilai dari pergulatannya dengan hal-hal yang
partikular dan penciptaannya atas sesuatu yang belum ada dalam kenyataan.
Setidaknya begitulah pendapat saya, dan tampaknya begitu pula pendapat
Fernando Pessoa. Penyair terbesar Portugis dalam 500 tahun terakhir itu
pernah berkata bahwa kalaupun puisi (baca: seni) tidak melebihi kehidupan,
maka setidaknya ia berbeda dari kehidupan. Jika para penyair hanya
menyajikan ke pembaca apa yang mereka sanggup rasakan dalam kehidupan
sehari-hari, maka penyair hanya memberi terlalu sedikit. Pemberian seperti
itu tak layak disebut pemberian.
Meski kenyataan itu dan hukum-hukumnya bersifat kekal, namun pengetahuan
manusia yang disusun untuk memahami dan merumuskan kenyataan itu, sama
sekali bersifat subyektif. Untuk membuat pengetahuan subyektif itu
berkorespondensi sedekat mungkin dengan kenyataan obyektif, pengetahuan
manusia harus terus-menerus dibenturkan dengan kenyataan. Imajinasi manusia,
pikiran-pikirannya, adalah sejenis makhluk luar biasa. Ia akan selalu
mencari jalan untuk mengkonsolidasi dirinya, menjadikan dirinya tampak
koheren dan konsisten, setidaknya menurut kriteria subyektifnya sendiri.
Upaya konsolidasi diri itu bisa dilakukan imajinasi dengan mengabaikan
kenyataan atau setidaknya memiuh kenyataan yang dipersepsi. Pikiran dan
imajinasi manusia tak jarang mengkhianati manusia dengan mengkhianati
kenyataan.
Predikamen Ilmu
Dalam kenyataan manusiawi, berlaku diktum Kant-bahwa pengetahuan, atau
akal-tidak menurunkan hukum-hukumnya dari, melainkan memaksakannya pada alam
(yakni alam manusiawi). Di dunia fisis, diktum Kant bukan saja tak berlaku,
tetapi malah sering menjadi bahan olok-olok. Lysenkoisme adalah contoh yang
gamblang. Contoh lain adalah tetapan kosmologis Albert Einstein yang ia
paksakan pada teori Relativitasnya. Einstein berpikir bahwa dengan tetapan
itu ia akan "menghasilkan" alam semesta yang tidak memuai. Tetapan tersebut
adalah penyesalan terbesar Einstein dalam hidupnya.
Penyesalan Einstein dan kekeliruan para penghujat sains yang tak mengakuinya
sebagai ekspresi kecerdasan umat manusia yang universal, adalah contoh yang
baik untuk menunjukkan watak istimewa pengetahuan ilmiah. Kedahsyatan
terbesar sains sungguh tidak terletak pada kemampuannya menyibak rahasia
semesta, mengontrol dan mengubah dunia. Kekuatan terbesar sains, yang
membedakannya dengan segenap sistem pengetahuan yang lebih dulu muncul dalam
peradaban, adalah kesanggupannya meregulasi dan memetabolisir diri,
berevolusi dan merevolusi diri. Seperti sebuah organisme, sains
mengembangkan dan membersihkan dirinya secara periodik, menolak masukan yang
tak berdasar dan mencari masukan bermutu yang akan membuatnya tumbuh,
merombak dan membongkar seluruh dirinya.
Metabolisme seperti ini bisa terjadi karena kode genetik sains memuliakan
dua hal. Pertama adalah metode ilmiah yang meski tak berpretensi tahu apa
yang benar dan karena itu cuma bisa mengusulkannya, tetapi secara jelas
paham apa yang salah dan mampu membuktikannya. Yang kedua adalah instansi
lain yang tak kalah penting dari metode ilmiah, yakni imajinasi yang selalu
berusaha mengatasi dirinya sendiri. Tetapi memang, genetika seperti ini
tidak akan survive andaikan saja Homo sapiens tidak hidup di tengah
kenyataan, atau ceruk (niche) kenyataan, yang sejauh ini bisa kompatibel
dengan imajinasi dan refleksi-kritis.
Genetika seperti itulah yang memungkinkan sains menjadi puncak penyempurnaan
aktivitas manusiawi yang sangat berhasil untuk menyingkap sebagian rahasia
semesta; sedemikian berhasilnya hingga ia justru mengancam status ilmu itu
sendiri. Perkembangan-perkembangan mutakhir dalam Fisika dan seluruh
cabang-cabangnya, misalnya, telah menghadirkan sejumlah spekulasi teoritis
yang sepintas lalu terasa lebih ajaib ketimbang fiksi ilmiah. Teori-teori
itu menjangkau tlatah kenyataan imajiner yang belum mungkin ada di Bumi.
Jika rahasia kosmos yang mengimbau dari luar ibarat musik, seperti yang
dibayangkan, kalau tak salah, oleh Einstein, maka sains merupakan tarian
yang adalah penghayatan atas musik tersebut. Jika tarian yang baik adalah
tarian yang bisa ditubuhkan, maka pengetahuan yang valid adalah yang bisa
diuji. Di masa sains masih primitif dan aksesnya pada realitas masih
terbatas pada jangkauan inderawi, musik kosmos masih terdengar harmonis dan
tertib. Tetapi begitu kemampuan ilmu meningkat, para saintis memergoki
betapa musik kosmos itu meledak-ledak liar, khaotik dan menjadi mustahil
ditarikan dengan tubuh yang dimiliki sekarang, setinggi apa pun kekuatan
tubuh itu dilatih. Inilah predikamen yang terjadi misalnya pada para ilmuwan
penyusun Teori Superstring-teori yang sejauh ini menjadi kandidat terkuat
Theory of Everything (ToE). Mereka hanya bisa menari secara imajiner, dan
dengan amat terpaksa harus puas dengan koherensi struktur matematis elegan
tingkat tinggi yang korespondensinya dengan realitas alam belum bisa diuji
dengan tingkat peradaban planet bumi saat ini.
Re-Kreasi Kosmos
Superstring adalah teori mutakhir yang mencoba menuntaskan impian fisika:
menggabungkan semua gaya fundamental alam dan mentaksanomikan setiap jenis
materi di alam semesta. Masalahnya adalah, satu-satunya perkiraan atas teori
ini berlaku pada skala energi yang sangat besar, yang tampaknya hanya ada
pada saat penciptaan alam semesta. Sementara itu, Superstring, seperti
dihamparkan oleh Edward Witten, profesor Institute for Advanced Study,
Princeton, pemikir yang paling banyak dikutip dalam kepustakaan fisika
mutakhir, dibangun di atas prinsip-prinsip teoritis yang telah berhasil
secara mengagumkan di masa lalu. Teori ini pun konsisten dengan setiap
fenomena kosmis yang sudah diketahui. Akan tetapi, kendati Superstring
menawarkan harapan yang masuk akal akan penyatuan seluruh pengetahuan ilmiah
yang ada sekarang, Superstring tetap belum bisa disebut sains, belum bisa
disebut ilmiah, sebelum membuktikan prediksinya. Para ilmuwan tentu saja
tahu soal ini, dan pemahaman itu beserta kegamangan akan status teori mereka
Tulisan ini, bermaksud untuk menyadarkan kita akan kondisi bangsa ini yang masih
terjajah dan memberikan usulan langkah untuk menuju kemerdekaan hakiki seperti
yang kita harapkan bersama.
Terjajah Tapi Tak Terasa
Sudah menjadi rahasia umum, minimal bagi para intelektual negeri ini bahwa
sesungguhnya kemerdekaan kita masih terjajah. Kemerdekaan ini hanyalah sebatas
kemerdekaan fisik saja, namun hampir semua bidang kehidupan dalam bangsa ini
masih sangat kental dengan kondisi penjajahan.
Dekolonisasi bukanlah akhir dari penjajahan yang sesungguhnya, tetapi hanya
berganti wajah saja. Sejak itulah Amerika mewarisi semangat dan bentuk
imperialisme Eropa yang baru. Imperialisme tidak akan berakhir karena imperialisme
adalah metode baku dari Kapitalisme untuk memperluas dan memperkokoh
kekuasaanya. Sampai detik ini Amerika melakukan imprialisme dalam dua bentuk
sekaligus, baik klasik maupun modern.
Penjajahan modern atau neo-imperialisme, merupakan bentuk baru dari penjajahan
klasik yang jelas-jelas ditentang oleh semua bangsa, termasuk bangsa Indonesia.
Michael Barratt-Brown dalam karyanya After Imperialism (1963) seperti yang dikutip
Edward Said dalam Culture and Imperialism (1992) menyatakan bahwa imprialisme
tak diragukan lagi masih merupakan suatu kekuatan paling besar dalam kaitan-kaitan
ekonomi, politik, dan militer yang dengannya negeri-negeri yang secara ekonomi
kurang berkembang tunduk pada mereka yang secara ekonomi lebih berkembang.
Faktanya sangat jelas saat ini, dimana negara miskin dan berkembang dalam jajahan
ekonomi negara maju.
Dari segi pengertian neo-imperialisme ini, dengan mudah kita mengatakan, bahwa
Indonesia memang belum merdeka. Sebagaimana penjajahan klasik, neo-imperialis
yang menguasai dan menghegemoni negara lain, juga melakukan berbagai usaha
untuk mempertahankan kekuasaannya atas negara lain.
Edward Said dalam Culture and Imperialism (1992), menunjukkan bahwa kebudayaan
dan politik bekerja sama, secara sengaja atau tidak, melahirkan suatu sistem dominasi
yang bukan hanya secara fisik tetapi juga secara non-fisik. Kondisi tersebut sangat
jelas dapat kita saksikan sampai sekarang bahwa penjajahan dalam non-fisik (modern)
justru jauh lebih menakutkan, karena bangsa kita tak merasa dijajah, justru kita ingin
dijajah?.
Mengapa bisa begitu? inilah pertanyaan yang harus dicermati lebih serius, agar kita
benar-benar yakin bahwa bangsa kita dan negara miskin atau berkembang lainnya
pada hakikatnya masih terjajah. Ada tiga sebab mengapa kita tidak merasakan bentuk
penjajahan modern ini, sehingga kita merasa merdeka padahal sesungguhnya terjajah.
Tiga sebab itu antara lain;
1. Penjajahan Pemikiran dan Pengetahuan
Jika penjajahan klasik bersifat fisik, sehingga suasana penjajahan itu sangat terasa,
maka penjajahan modern jauh lebih cerdik. Mereka berupaya bagaimana si terjajah
tidak merasa bila dijajah. Kalau kita cermat tentu akan kita dapati sisa-sisa
Saat inilah kita hidup di zaman Kapitalisme global. Semua yang ada di dunia ini tak
akan lepas dari Kapitalisme. Corporate greet (kerakusan perusahaan besar) dan
globalisasi telah dijadikan ikon cara-cara baru Kapitalisme Internasional dalam
menindas umat manusia. Dengan halus mereka mengatasnamakan gerakan
modernitas, pemerataan kemajuan, alih teknologi dan perdamaian dunia, sekonyongkonyong kita mengikuti, padahal itulah perangkap untuk masuk penjara jajahannya.
Masih ingat kita dengan resep IMF yang membuat bangsa kita tambah terpuruk,
standar ganda PBB, kerakusan Freeport dan masih banyak kasus yang lebih parah
lagi.
3. Tipu daya Media Massa
Siapa sang penguasa media dunia? Tiada lain adalah negara adidaya dan maju.
Mereka telah memposisikan media sebagai senjata yang sangat canggih di abad ini.
Untuk melupakan, menipu dan menghipnotis kita tentang penjajahan yang mereka
lakukan. Sebagaimana yang diungkapkan Stuart Hall, media massa merupakan
sarana paling penting dari Kapitalisme abad 20 untuk memelihara hegemoni
ideologis. Media massa juga menyediakan kerangka berfikir bagi berkembangnya
budaya lewat usaha kelompok dominan yang terus-menerus berusaha
mempertahankan, melembagakan, melestarikan kepenguasaan demi menggerogoti,
melemahkan dan meniadakan potensi tanding dari pihak yang dikuasai (Bunging,
2001).
Kritikus pers Moris Wolfe menilai bahwa merubah pikiran orang itu lebih mudah dan
murah dari pada merubah realitas sendiri (Slouka,1999). Sehingga persoalanpersoalan yang dilansir media massa membentuk peta pemikiran (politik) dalam
masyarakat atau yang disebut Austine Ranney sebagai cognitive maps
(Panuju,1999).
Sekalilagi pengontrolan pikiran kita oleh sang adidaya merupakan suatu hal yang
sangat erat dengan media massa yang dikendalikannya (Chomsky, 2001). AS
menggunakan media massa untuk mengontrol pikiran dengan penggunaan kata-kata
dan pemberian makna-makna tertentu. Kata-kata yang digunakan tersebut disebut
newspeak. Secara jelas Noam Chomsky menyebut sistem kendali pikiran tersebut
adalah The American Ideological System. Ini karena sang pengendali media dunia
adalah Amerika.
Kondisi tak terpedayaan masyarakat tersebut tampak dalam pernyataan John Polan
bukan masyarakat kurang berani mengemukakan pemikiran-pemikiran diluar rentang
batas yang di izinkan; soalnya cuma mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
memikirkan gagasan semacam itu. Kondisi pemikiran rakyat Amerika dan dunia saat
ini telah terbentuk melalui cara-cara tertentu yang membuat mereka mampu
menerima keadaan tersebut.
Noam Chomsky (2001) juga mengungkap dua fakta yang saling berkaitan di negeri
demokrasi yang berkenaan dengan kebebasan berpendapat. Di satu sisi tidak ada
batasan-batasan untuk berpendapat, tetapi sisi lain adanya upaya pengembangan
metode-metode yang efektif untuk membatasi kebebasan berfikir. Ini terjadi karena
dalam sistem Demokrasi-Kapitalis yang sesungguhnya berkuasa adalah kaum elit
yang berjumlah sedikit yaitu pemilik modal. Untuk memenangkan suaranya
dibutuhkan suatu metode agar pendapat khalayak tidak berbeda dengan pendapat elit
tersebut. Dan akhirnya diketemukan pemikiran bagaimana mengelolah persetujuan
(manufacture of consent) istilahnya Walter Lippman. Atau istilah yang lebih disukai
Edward Bernays, salah seorang bapak pendiri industri Public Relation Amerika yaitu
rekayasa persetujuan (engineering of consent). Sedangkan Dr. Everett Ladd
menambahkan kata demokratis rekayasa persetujuan demokratis (engineering
democratic of consent).
Dengan mengendalikan media massa dunia, mereka telah monopoli informasi, yang
mengakibatkan munculnya Amerikanisasi atau westernisasi dalam bentuk
peneguhan dan penegakkan ideologi serta budaya mereka. (Kuswandi,1996). Proses
global monoculture atau homogenisasi kebudayaan global pun berjalan dengan mulus
dengan kekuatan media yang begitu dashyat. Sebagaimana yang di ungkapkan mantan
pejabat AS Joseph Nye bahwa Kehalusan kekuatan media dan kebudayaan populer
Amerika akan menjejali seluruh penduduk dunia dengan pengaruh liberalisme dan
egalitariannya melalui dominasi film, TV dan komunikasi elektronik. Kekuatan
halus tersebut adalah topeng zaman informasi baru untuk imprialisme yang lama
namun definisi imprialisme tidaklah seperti yang lama yaitu membutuhkan wilayah
(tanah) jajahan tetapi pengaruhnya(Feber, 2003).
Dengan demikian, tiga hal inilah yang sekarang telah menghilangkan kepekaan rasa
kita akan keterjajahan oleh peradaban Barat dalam semua segi kehidupan yang
sesungguhnya bertentangan dengan peradaban kita. Bahkan cita-cita kita telah terjajah
dan solusi yang kita lakukan tidak lain adalah sesuai dengan rumusan/intruksi Barat
sang penjajah. Sehingga ketika kita akan keluar dari mulut buaya, maka mereka buka
mulut singa?.
Menyadari begitu rumit dan lamanya penjajahan ini, sehingga di negara-negara
terjajah telah terbentuk struktur agen menjadikan kita sulit untuk melepaskan diri.
Mereka para public figure, intelektual dan berbagai sistem kehidupan yang telah
mengokohkan penjajah. Namun upaya memerdekaan kembali bangsa ini harus tetap
dilakukan sebagaimana gerakan anti-Kapitalis dunia terus menyebar. Bukankah
kemerdekaan kita dari penjajahan klasik juga memanfaatkan kemenangan sekutu
(AS)?. Maka sekarang juga kita harus memanfaatkan masa-masa transisi kejatuhan
Kapitalis yang tinggal tunggu waktu.
Dalam teori neoliberal memang mengaburkan kenyataan eksploitasi dan penindasan
secara sistematis.Untuk itu pembongkaran akan penjajahan harus dilakukan secara
sistematis pula, baik dari ideologinya sampai apapun yang telah dihasilkannya.
Dengan demikian upaya yang harus segera kita lakukan adalah membebaskan diri dari
ideologi, paradigma berfikir sekaligus ilmu pengetahuan Barat yang memperbudak
kita. Memutus hubungan dengan lembaga internasional dan mewaspadai media massa
Barat serta perpanjangannya telah menjadikan kita terhipnotis dalam imaji-imaji yang
dibentuknya.
----------------------------------Rokhmad Sigit Wiyono
Alumnus Fak. Teknologi Pertanian UNEJ.
dan mengkaji kembali perjalanan praktik dan wacana jender yang telah dikembangkan
di Barat.
Ketika feminisme muncul dan mulai memarak di Barat berkat perubahan- perubahan
pola sosial terutama semenjak terjadinya revolusi industri, yang terjadi adalah sebuah
pertentangan antarkelas (class struggle) antara kaum perempuan sebagai sebuah
kelompok sosial melawan kelompok sosial yang mengopresinya, yaitu kaum lelaki,
dengan tujuan untuk mencapai kesejajaran atau mungkin terkadang menggantikan
posisi sang opresor. Dapat dilihat, hal ini masih berlandaskan konsensus akan oposisi
biner antara lelaki dan perempuan seperti yang disebut di atas.
Pada perkembangan selanjutnya, dialektika wacana jender dan feminisme di Barat
sendiri lebih terurai merambah aspek-aspek yang lebih majemuk dengan
perkembangan teori-teori baru yang diharapkan mampu untuk memberi persepsi yang
lebih terbuka mengenai masalah jender, seksualitas dan juga identitas-bila tak bisa
dibilang lebih radikal. Hal ini juga disebabkan oleh berkembangnya wacana
postmodernisme dan poststrukturalisme, yang antara lain menggiring feminisme ke
taraf lebih lanjut, seperti apa yang disebut sebagai postfeminisme.
Postfeminisme ini tidak bisa dicatat sebagai hanya bergelut pada masalah keperempuan-an atau mewakili kaum wanita saja, namun juga pada akhirnya ia menjadi
bagian yang sangat berinterrelasi terhadap postmodernisme dan postrukturalisme itu
sendiri. Ia menjadi kesatuan kerangka wacana yang sangat dialektis dalam
mempermasalahkan jender secara luas, dengan pembedahan mulai dari perspektif
semiotika, linguistik, cultural studies, postkolonialisme, dan sebagainya, dengan para
teoris seperti Julia Kristeva, Luce Irigaray, Helene Cixous, Gayatri Spivak, dan lainlain.
Interaksi yang terjadi antara teori dan praktik seni rupa kemudian menghasilkan
maraknya perkembangan seni rupa barat, baik yang dilakukan oleh perempuan mulai
dari Carolee Scheemann dan Hannah Wilke di tahun 1960-an, Mary Kelly, Ana
Mendieta, Marina Abramovic, dan Cindy Sherman sesudahnya yang banyak
mempermasalahkan isu hubungan antara jender, identitas, dan representasi. Di
samping itu, pada perkembangan lebih lanjut, hal ini membawa pada ekspresi
kebebasan selfhood dan seksualitas seperti yang dilakukan Tracey Emin dan Sarah
Lucas di tahun 1990-an, atau juga manifesto kaum gay/lesbian pada seni rupa.
Sebelum bergerak ke arah pembahasan perkembangan teori jender tersebut, kembali
ke masalah yang saya utarakan di bagian awal tulisan ini, bila harus melihat kembali
bagaimana perempuan atau ke-perempuan-an diketengahkan dalam seni rupa
Indonesia. Pertama-tama yang harus diutarakan adalah dilihat dari perjalanan sejarah
seni rupa Indonesia, terutama pada periode sebelum dekade 90-an, penerapan
ke-perempuan-an masih bergelut pada masalah representasi, yaitu perempuan
sebagai obyek. Obyektivikasi perempuan ini bisa berarti dalam hal Tubuh, yang
sedikit banyak berakar pada Mooie Indie dan modernisme yang berlanjut setelahnya,
dan juga obyektivikasi isu perempuan itu sendiri, yang bisa juga berkenaan dengan
masalah pengukuhan posisi perupa perempuan dalam seni rupa itu sendiri.
Mengenai hal yang disebut terakhir, yang sulit adalah melepaskan kecurigaan dari
pengetengahan sosok perempuan itu sendiri sebagai ikon propaganda moral tertentu
yang sering kali akhirnya pun menjadi sasaran obyektivikasi dan komodifikasi. Hal
ini bisa dilihat dari banyak karya seni rupa tentang perempuan yang diciptakan oleh
para perupa perempuan itu sendiri, di mana pengetengahan perempuan dilakukan
sebatas sebagai isu secara ideologis, yang akhirnya acapkali terjebak dalam tataran
representasi dan politik identitas. Hal ini bukanlah menjadi suatu hal yang tidak layak,
namun penilaian terhadap karya- karya seni seperti ini haruslah diimbangi dengan
kesadaran akan konteks dan kecurigaan terhadap orientalisme baru yang
menggemari pemojokan wanita dunia ketiga.
Masalah apresiasi dan penerimaan terhadap ke-perempuan-an dalam seni rupa ini, di
sisi lain juga merupakan sesuatu yang tak kalah penting dan masih patut
dipertanyakan dasar-dasarnya. Dari sini, kecurigaan selanjutnya adalah: kajian jender
atau feminisme di sini masih bergelut dalam taraf pergerakan antarkelompok sosial,
yang basisnya bisa merupakan adaptasi dari nilai-nilai feminisme barat yang tak
disertai pengembangan dialektika yang seimbang. Hal ini juga tentunya erat
hubungannya dengan kecurigaan yang lebih luas akan praktik seni rupa (kontemporer)
yang kebanyakan masih disikapi sebagai medium politis untuk menyampaikan pesanpesan yang mewakili kepentingan sosial atau ideologi tertentu, baik oleh perupanya
sendiri, kritikus seni rupa, audiens dan pihak terkait lainnya.
Maka dari itu, apresiasi seni rupa pun harus menjadi waspada terhadap jebakanjebakan wacana dan ideologi seperti itu, dan mencoba melakukan eksplorasi dari
pijakan atau sudut pandang lain yang lebih menawarkan kemungkinan- kemungkinan
baru, yang lepas dari masalah politik identitas dan representasi. Di sinilah letaknya
signifikansi pengembangan proses risalah seni rupa yang lebih terbuka terhadap
berbagai kerangka teori jender dan identitas, yang sekiranya dapat menjadi titik tolak
pembacaan akan masalah ini yang lebih menawarkan persepsi serta refleksi baru. Satu
kerangka teori yang akan saya uraikan di bawah ini adalah mengenai kajian
subjectivity, yang banyak dipakai untuk menganalisa secara dekonstruktif konsepsikonsepsi esensial yang pada wacana jender, identitas, dan juga seksualitas.
II. "Subjectivity": jender sebagai teks
Dialektika yang terjadi dalam seni rupa, dalam hal ini yang berkembang di Barat, baik
secara praktik maupun pada tataran wacana selalu berhubungan dan didukung dengan
perkembangan kajian dan teori jender yang juga berinteraksi dengan perubahan sosial
budaya di sekitarnya.
Ketika membicarakan perihal ke-perempuan-an pada khususnya, atau jender pada
umumnya, saat sekarang ini kala nilai-nilai dan segala hal yang dianggap esensial
secara pesat terus bergeser dan terurai, oposisi biner dalam definisi jender tak luput
menjadi suatu hal yang terus dipertanyakan, dan bahkan ditentang dalam berbagai
kajian, terutama yang berlandaskan poststrukturalisme.
Poststrukturalisme yang dikenal dengan salah satu argumen besarnya bahwa semua
hal yang ada di dunia ini adalah tanda (signs), membawa kita pada sebuah gagasan
bahwa jender, yang mencakup konsep femininitas dan maskulinitas, hanyalah
serangkaian konstruksi sosial. Pertentangan yang terjadi kemudian bukanlah sekadar
berkisar antara perempuan dan dominasi lelaki, namun pada setiap subyek terhadap
konstruksi sosial.
Dalam tataran ini, salah satu kajian yang paling menonjol adalah mengenai
subjectivity, yang sedikit banyak berlandaskan gabungan antara semiotika atau ilmu
tentang tanda dan teori psikoanalisa Jacques Lacan tentang tahapan pembentukan
identitas manusia (fase cermin-simbolik-nyata). Citra tubuh dan bahasa menjadi
elemen besar dalam teori Lacan, yang menawarkan gagasan bagaimana identitas
sebuah subyek terbentuk dalam dunia yang dikontrol phallus (phallosentrisme).
Dalam hal ini, phallus pada budaya Barat bukanlah sekadar menjadi penanda dari alat
kelamin lelaki (penis), dalam skala besar ia merupakan lambang kekuasaan dan
aktivitas yang mensubordinasi the other-nya yang dianggap tak lengkap (lacking),
dan secara pasif berfungsi sebagai penerima.
Subjectivity menekankan penolakan terhadap konsep Cartesian akan cogito (human
mind) sebagai sebuah pusat kendali sentral di mana kemudian makna terhasilkan.
Singkatnya, subjectivity mencoba untuk melihat bagaimana manusia terbentuk
sebagai subyek, sebuah sudut pandang untuk mengetahui bagaimana identitas
terbentuk dengan mengakui peran wacana, pengetahuan, sejarah dan konstruksikonstruksi lain di dalamnya, yang tak terkontrol oleh si subyek itu sendiri. Dalam
perspektif ini, subyek terkungkung dengan konstruksi-konstruksi yang telah ada
namun sekaligus juga selalu terbuka dengan transformasi dengan semakin ia
meleburkan diri dengan dunia luar, dan proses transformasi dalam diri subyek yang
tak berkesudahan inilah yang akhirnya membuat perbedaan masing-masing subyek.
Seperti halnya makna yang selalu bergeser dari tandanya, begitu juga manusia sebagai
subyek.
Kajian subjectivity sering kali dipersandingkan dengan analisa perbedaan, yang
berkaitan dengan metode dekonstruksi teks ala Derrida, dan pada akhirnya sering kali
juga dipakai untuk mengangkat kajian gay/lesbian (Queer Theory). Jender dan
seksualitas, dalam hal ini adalah teks, selayaknya poststrukturalisme yang
menyatakan bahwa dunia dibangun oleh teks yang terus mengalami arus persilangan
dan pergeseran antara tanda dan makna. Jender bukan lagi sebuah being, melainkan
becoming.
III. Perempuan sebagai tanda: "Ecriture Feminine" dan para "Subaltern"
Berangkat dari kerangka subjectivity tersebut, beberapa teoris feminis Barat mencoba
mengembangkan berbagai argumen yang mencoba mendekonstruksi wacana tekstual
yang selama ini dianggap telah dibangun dengan menempatkan phallus sebagai pusat
(phallogocentrism), terutama dalam bahasa mereka yang memiliki struktur femininmaskulin.
Helne Cixous mengetengahkan penentangannya terhadap phallogocentrism dengan
apa yang disebutnya sebagai ecriture feminine, yaitu mencari bentuk penulisan dari
tubuh yang feminin (alias marjinal), untuk melepaskan sistem linguistik dan
penandaan dari oposisi biner yang selama ini menjeratnya, dan menawarkan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam mengartikulasikan perbedaan. Tujuan utama
Cixous adalah untuk menegaskan sebuah upaya penulisan ulang wacana dan sejarah
yang selama ini didominasi oleh phallosentrisme.
Dari wilayah lain, argumen Cixous ini sedikit banyak paralel dengan yang
diketengahkan oleh Gayatri Spivak dengan yang disebutnya sebagai hegemonic
historiography, yang secara luas mengkritik dominasi teks Barat dalam membangun
konstruksi wacana sejarah dunia. Hegemoni teks Barat ini pun secara otomatis
berpengaruh dalam membangun image dan representasi kaum marjinal, terutama
perempuan Dunia Ketiga yang sering kali menjadi obyek orientalisasi. Berlandaskan
ini, ia mengajukan tuntutan akan posisi kaum subaltern (mereka yang termarjinalkan
secara tekstual oleh sejarah, seperti kaum perempuan, minoritas, kulit berwarna, dan
Dunia Ketiga) untuk dimasukkan ke dalam teks.
Pertentangan-pertentangan terhadap dikotomi tekstual seperti feminin-maskulin dan
pusat dan marjinal ini mengetengahkan area baru dalam analisa perbedaan, yaitu
tentang hibriditas dan yang-ada-di antara atau the in-between. Dalam kerangka
jender sebagai teks, Cixous sendiri merumuskan sebuah metafor tentang
biseksualitas yang dimiliki setiap manusia, di mana setiap subyek memiliki setiap
elemen dalam oposisi biner yang selama ini menjadi garis batas perbedaan, seperti
feminin/maskulin, aktif/pasif, positif/negatif, dan lain-lain:
"What I propose here leads directly to a reconsideration of bisexuality. To reassert the
value of bisexuality. Hence to snatch it from the fate classically reserved for it in
which it is conceptualized as neuter because, as such, it would aim at warding off
castration. Bisexuality that melts together and effaces () Writing is the passageway
to open up the other in me, the feminine, the masculine."
Maka, setiap subyek memiliki kemampuan untuk beralih antartanda (polymorphous),
atau berada di antara lapisan makna antara satu dan yang lain, juga antara oposisi
biner. Menulis adalah salah satu cara mengeluarkan potensi biseksualitas tersebut.
Saya mempersepsikan bahwa menulis (writing/ecriture) yang diistilahkan oleh Cixous
adalah menciptakan teks atau bermain dengan tanda, sehingga dalam hal ini praktik
seni rupa pun termasuk di dalamnya.
IV. Membaca kembali eksplorasi "Subjectivity" pada karya seni
Bagi saya, kajian dekonstruksi jender dan subjectivity di atas menarik sebagai sebuah
referensi untuk diterapkan sebagai salah satu acuan kritik praktik seni rupa, terutama
yang menyangkut masalah identitas, seksualitas, dan jender. Apalagi dengan semakin
memaraknya dunia seni rupa kontemporer sekarang ini, bersama dengan semakin
berimbangnya posisi dan jumlah antara perupa wanita dan perupa pria, dan
beragamnya proses pengolahan tema dalam karya-karya seni, di mana eksplorasi
selfhood dan permainan tanda-tanda visual menjadi lebih intens.
Berikut ini saya mencoba mengetengahkan beberapa karya perupa yang saya nilai
cukup mewakili untuk menawarkan penggalian tanda-tanda akan seksualitas, jender,
identitas suatu subyek beserta konstruksi-konstruksi yang mengelilinginya. Secara
spesifik dan sengaja saya mengikutsertakan satu perupa pria, Nindityo Adipurnomo,
karena menarik bila melihat bagaimana ia memainkan tanda-tanda feminin sebagai
bagian dari proses kreatifnya yang berhubungan dengan pembentukan diri sebagai
subyek.
Menuliskan Tubuh Perempuan: Kontemplasi Tubuh Tita Rubi
Terlepas dari makna simboliknya yang mutlak melambangkan etnis Jawa (dengan
konotasi feminin), konde di tangan Nindityo secara formalis menjadi sebuah obyek
yang sarat tanda seksual, dan terbuka untuk metamorfosa, beralih bentuk menjadi
lingga, atau yoni, atau keduanya sekaligus. Seluruh karyanya dalam serial konde ini
menghadirkan sebuah sosok yang dihantui keresahan akan pembentukan dirinya
sebagai subyek, dalam hal ini sebagai seorang Pria Jawa (Modern).
Citra Jawa yang banyak terepresentasikan adalah sebuah konstruksi nilai hierarkis dan
patriarki dengan asosiasi maskulinitas yang menyerupai phallosentrisme Barat dan
Islam. Namun, melihat karya Nindityo kita terbawa untuk mempertimbangkan lagi
posisi phallus dalam pembentukan sesosok subyek Jawa, di mana phallus yang
tergambar dalam karya-karyanya adalah emasculated phallus, lahir bukan dari
masculine activity, melainkan dari feminine passivity, merindukan persatuannya
dengan yoni demi meraih kekuatannya kembali.
Sang subyek Jawa pun terisolir dalam singgasananya di tengah masyarakat yang
terekspresi secara seksual, terombang-ambing antara paradoks bayang-bayang lingga
dan yoni yang tak lagi bersatu seperti dahulu. Singkatnya, karya-karya Nindityo
menawarkan rangsangan untuk menelusuri kembali pewacanaan jender dalam budaya
Jawa, akan bagaimana pemaknaan konsepsi lingga-yoni yang sebenarnya itu
berkembang sehubungan dengan masalah posisi dan nilai hierarkis yang kemudian
tercipta.
Akhir kata, bila kembali pada pertanyaan di bagian awal tulisan ini, apakah
sebenarnya ke-perempuan-an itu? dan apakah dia ada, yang mungkin bisa
dirumuskan dalam kerangka kajian di atas adalah: ke-perempuan-an (atau juga kelelaki-an) memang ada dalam arti ia hadir sebagai sesuatu yang tercipta dari sistemsistem penandaan dan konstruksi sosial yang ada di masyarakat, membentuk
representasi dari apa yang disebut sebagai perempuan, lelaki ataupun pemaknaan
definitif lainnya. Sistem-sistem ini, bagaimanapun, terus berada dalam proses
dialektika yang membuatnya rentan terhadap perubahan.
Di atas itu, yang bisa ditawarkan dari sini adalah eksplorasi lebih dalam mengenai keperempuan-an tersebut, yang bisa membawa kita kepada berbagai kemungkinan,
misalkan sebuah pembuktian terhadap kehakikian perempuan yang inheren, ataukah
juga pembebasan perempuan sebagai entitas-entitas yang berdiri sendiri, lepas dari
tubuh ke-perempuan-an itu sendiri. Proses identifikasi yang dilakukan pun haruslah
melihat ke dalam konteks yang ada dan juga pada perkembangan pengolahan tandatanda baik visual maupun verbal yang berjalan.
Seni rupa sebagai sebuah medan pertemuan proses kreatif merupakan satu sarana
yang memberi saluran refleksi tak terbatas dalam melakukan analisa pengolahan
tanda-tanda tersebut secara produktif. Karya-karya seni yang tercipta adalah baik
produk maupun bagian dari proses gejolak dan fenomena yang ada dalam konstruksi
sosial, dan sebaliknya pula ia juga dapat memperkaya jalan pembentukan konstruksikonstruksi itu dengan sendirinya.
Farah Wardani Lulusan Goldsmith College, London. Aktif sebagai Kritikus dan
Kurator Seni Rupa. Pemimpin Redaksi Jurnal Seni Rupa Karbon. Pengajar Sejarah di
Jurusan Desain Universitas Paramadina, Jakarta
2.
3.
MU 102
Pendidikan Pancasila (2 SKS)
2.
3.
4.
5.
MU 104
Pengantar Teknologi Informasi (3 SKS)
Larry Long & Nancy Long, Computer, 5th ed. Prentice Hall, 1988
2.
Laudon, Essentials of Management of Information Systems, Organization and
Technology, 2nd ed., Prentice Hall, 1997
3.
Steven Alter, Information Sistem, A Management Perspective, 2 nd ed., The
Benyamin/ Cummings Publishing Company, Inc.
4.
Turban, Information Technology for Management, Improving Quality and
Productivity, John Wiley 7 Sons Inc, 1996
MU 201
Bahasa Indonesia (2 SKS)
2.
3.
4.
5.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, Balai Pustaka, Jakarta, 1995
6.
7.
, Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing, Balai Pustaka, Jakarta,
1995
8.
9.
Soegono, Dendy, Berbahasa Indonesian dengan Benar, Jakarta, Puspa swara,
1994
MA 105
Statistik I (3 SKS)
FA 105
Pengantar Filsafat (2 SKS)
3.
4.
Titus, Smith, Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, Penj, Prof. Dr. H.M.Rasjidi,
Jakarta, Bulan Bintang, 1984
5.
Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat, Penj, Soejono Soemargono, Yogyakarta,
Tiara Wacana, 1996
6.
7.
8.
9.
10. Fuad Hassan, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta, Pustaka Jaya, 2001
PS 101
Psikologi Umum I (3 SKS)
Memahami pengertian psikologi, ruang lingkup kajian dan kaitanya dengan ilmu lain,
memahami sejarah psikologi dan memahami beberapa aliran yang berkembang dalam
psikologi, fungsi-fungsi psikis, perkembangan kepribadian dan beberapa aliran
psikologi.
Pokok Bahasan: Defenisi manusia, defenisi psikologi; skema umum sejarah psikologi;
psikologi bagian dari filsafat, sebagai ilmu empirik dan sebagai ilmu mandiri ;
psikologi perifer; psikologi kognitif; psikoanalisis; psikologi di Indonesia; psikologi
sebagai ilmu; metode-metode ilmiah dalam psikologi; ciri-ciri psikologi; prosesproses sensori dan persepsi ; prinsip-prinsip belajar klasikal, operan dan kognitif, serta
struktur, proses dan pengukuran ingatan.
Pustaka :
1.
2.
Rita L. Atkinson, Richard C.Atkinson, Edward E.Smith, Darlyl J.Bem,
Pengantar Psikologi Jilid 1 dan II, Interaksara, Batam 2000
3.
M.Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar Edisi I, BPFE, Yogyakarta,
1990
4.
Cliffrod T.Morgan, Richard A.King, Nancy M Robinson, Introduction of
Psikology, Sixty Edition, Mc Graw-Hill Co., Singapore, 1981
5.
6.
David O Sears, Jonanthan L Feedman, L anne Peplau, Psikologi Sosial, Jilid I
dan II, Erlangga, Jakarta, 1992
SO 101
Pengantar Sosiologi (3 SKS)
Membahas konsep-konsep dasar dalam teori-teori sosiologi, baik yang klasik maupun
kontemporer. Mengungkapkan kenyataan sosial yang terjadi dalam masyarakat dan
mengkaji faktor-faktor sosial yang terjadi dalam hubungan antar manusia, antar
kelompok, serta antar manusia dan antar kelompok.
Pokok Bahasan: Batasan dan ruag lingkup sosiologi, hubungan sosiologi dengan
ilmu-lmu lainnya, proses-proses sosial, proses-proses sosial asosiatif dan desosiatif;
kelompok-kelompok social; integrasi kelompok; konsep masyarakat ; lembaga
kemasyarakatan; kedudukan dan peranan; kelas sosial dan pelapisan masyarakat;
perubahan-perubahan sosial; disintegrasi dan reintegrasi sebagai dampak perubahan
social; kenakaan remaja, kecanduan obat dan minuman keras; serta kriminalitas,
protistusi dan bunuh diri; kekuasaan dan wewenang.
Pustaka :
1.
2.
Soemardjan, S & Soemardi,s ( 1964), Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: YBP
FE UI
KM 501
Metodologi Penelitian I (3 SKS)
1.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1995
2.
3.
Robert M.Liebert dan L Langenbach Liebert, Science and Behavior, Prentice
Hall, International Edition, 1995
4.
5.
6.
7.
MU 106
Bahasa Inggris I (2 SKS)
Memahami beberapa struktur dan fungsi dalam bahasa Inggris I, membahas tentang
auxiliary verbs,writing, daily activites, past activites, passive, modal verb, futre form,
weather forecast, likes and dislike.
Pustaka :
1.
New Headway, Intermediate by liz and John Soars( Oxford University Press,
1996)
2.
3.
4.
Tom Arthur, A Rapid Cource in English for Student of Economics, Oxford:
Oxford University Press.
5.
RAG Kamil, TOEFL English for Technical School and Vocational
Grammar,Bandung, Tarsito
6.
Rana Sayekti, Buku Materi Pokok Bahasa Inggris, Jakarta, Depdikbud, 1984
PS 215
Psikologi Umum II (3 SKS)
Memahami beberapa teori dan proses dasar terjadinya persepsi, motivasi, dan emosi
pada individu dan memahami proses berfikir, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Pustaka :
1.
Richard R.Bootzin, Elizabeth F.Loftus, Randolph Blake, Psycology Today An
Introduction, Fifthy Edition, Randoom Haouse Inc, New York, 1983
2.
3.
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Pedoman Ilmu
Jaya, Jakarta, 2001
4.
PS 203
Psikologi Sosial I (3 SKS)
Memahami Psikologi Sosial, ruang lingkup kajian dan kaitanya dengan ilmu lain,
memahami konsep-konsep dasar psikologi sosial yang dapat digunakan untuk
masalah psikologis dalam lingkungan sosial. Memahami proses interaksi antar
individu dalam berbagai tatanan sosial.
Pustaka :
1.
David O Sears, Jonanthan L Feedman, L Anne Peplau, Psikologi Sosial, Jilid I
dan II, Erlangga, Jakarta, (1992)
2.
Clifford T.Morgan, Richard A.King, Nancy M Robinson, Introduction of
Psychology, Sixth Edition, Mc Graw-Hill Co., Singapore, (1981)
Gerungan Dipl, Psikologi Sosial, Bandung : Refika aditama,(2000)
AP 301
Pengantar Antropologi (3 SKS)
2.
3.
MU 103
Ilmu Alamiah Dasar (2 SKS)
Mengkaji hakikat manusia, perkembangan tubuh dan alam pikirannya, IPA dan
perkembangan daya abstraksi manusia, hal-hal yang terkait dengan metode ilmiah dan
implementasinya, peranan matematika dalam ilmu alamiah, kajian tentang alam
semesta dan tata surya, biosfer dan makhluk hidup, ekosistem, ilmu alamiah dan
teknologi masa depan.
Pustaka :
1.
2.
3.
4.
Koenjaraningrat (ed), 1970, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jambatan,
Jakarta
MA 106
Statistik II (3 SKS)
Memahami teknis analisis varians, regresi serta hubungan antara kedua teknik
tersebut serta memahami penggunaan analisis varians dan regresi menganalisis data
penelitian psikologi.
Pokok Bahasan: Analisis Varians satu arah dan dua rah, analisis kovarians, rank
difference correlation, corretion ration, korelasi biserial dan point biserial, korelasi
tethacoric,koefisien phi, korelasi parsial, prediksi, persamaan regrasi, akurasi dalam
prediksi ganda.
Pustaka :
1.
Guilford,J.P. & Fruchter, B ( 1978), Fundamental Statistics in Psychology and
Education, Auckland: Mc Graw Hill Book Company.
PS 210
Psikologi Industri dan Organisasi (PIO I) (3 SKS)
Memahami sejarah dan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi, kaidah-kaidah
dan proses psikologi yang melandasi tingkah laku manusia dalam konteks industri dan
organisasi.
Pokok Bahasan: Pengertian dan wawasan psikologi industri dan kondisi kerja dan
kerekayasaan manusia , kepemimpinan dalam perusahaan, organisasi dan kelompok
kerja, penimbangan kerja, motivasi dan kepusana kerja, stress dan keselamatan kerja,
dan psikologi konsumen.
Pustaka:
1.
2.
FA 112
Filsafat Manusia (3 SKS)
2.
Verhaar,John W,M, Identitas Manusia menurut Psikologi dan Psikiatri Abad ke20 ( Yogyakarta:Kanisius, 1989)
3.
PS 201
Antropobiologi (2 SKS)
Memahami prinsip-prinsip evolusi dan adaptasi lingkungan, memahami prinsipprinsip penurunan sifat dan beberapa kelainan bawaan. Mempelajari tentang
pengertian serta ruang lingkup biologi dan genetika. Prinsip-prinsip evolusi dan
adaptasi, serta mempelajari dasar-dasar genetika dan penyimpangannya.
Pustaka:
1.
Robert, B.E ( 1979) The Studi of Human Evolution, New York: MMc Graw
Hill
2.
Bernstein R & Berstein S ( 1986), Biology : The Study of Life, New York :
Harcout Brace Javanovich, Inc.
3.
Gates RR ( 1957) Human genetics ( 4th) ,New York: The Mac Mmillian
Company
4.
Andrwes O & stringer C.( 1989) Human Evolution, England: W.S.Cowell Ltd.
5.
John L & Fletcher W.W., Environment and Man, (1979) London: Blachie &
Son Ltd
6.
Keeton W.T ( 1980) Biological Science,(3RD) ,New York, WW, Norton
Company.
PS 303
Kesehatan Mental (2 SKS)
Memahami proses keseimbangan dan penyesuaian diri dan individu dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Mengenal beberapa upaya menghadapi masalah, hambatan,
dan gangguan pengembangan pribadi, serta mengenal beberapa prinsip psikologi yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mental.
Pustaka :
1.
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Paramadina,
1997
2.
3.
4.
5.
Atwater, E, (1983), Psychology og Adjustment, New York: Prentice Hall, Inc,
Englewood Cliffs.
6.
Kaplan, P.S.(1984), Psyhcology of Adjustment, California: Wadsworth
Publishing Company Belmont.
7.
Johoda, D,( 1991), Current Concept of Positive Mental Health, New York:
Basic Book Inc, Pub
8.
Schultz, D, (1991) Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Yang
Sehat (Terjemahan Yustinus),Yogyakarta: Kanisius.
PS 314
Psikologi Perkembangan I (3 SKS)
Gunarsa, S., Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta: BPK Mulia.
2.
Haditono, R., Monks Kneers, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta; Gajah
Mada, Universitas Press.
3.
Balter PB, Reese HW dan D. Neeselroode, Introduction to Research
MethodsLife Span Developmental Psychology, New Jersey, Erbaum.
4.
Liebert RM, Witch Nelson & Kail, RV (1986) Development Psychology. New
Jersey, Prentice Hall.
5.
Papaha, DE, Olds, SW (1992) Human Development (5th) Mc. Graw Hill, New
York.
MU 107
Ilmu Budaya Dasar (2 SKS)
Membahas aspek-aspek dalam lingkungan budaya dan sistem nilai (tradisi), baik yang
berlingkup budaya lokal dan nasional yang ada di dalam masyarakat. Dengan
memahami aspek heterogenitas kultural tersebut, mahasiswa dihrapkan dapat
memahami secara kritis, terbuka dan rasional dalam melihat dinamika kebudayaan
yang ada di tengah masyarakat .
Pustaka :
1.
2.
3.
Koentjoraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta,
1999
KM 401
Metodologi Penelitian II (3 SKS)
3.
4.
5.
6.
PS 312
Psikologi Faal I (2 SKS)
Memahami fungsi pancra indra dan proses pengindraan, fungsi kelenjar endoktrin dan
pengaruhnya pada tingkah laku. mamahami anatomi dan fungsi susunan syaraf pusat,
sistem syarat otonom dan sistem limbik.
Pustaka :
1.
Carlson.N.R.(1986) Psycology of Behavior ( 3rd) Toronto: Allyn and Bacon
Inc.
2.
Carson. N.R( 1992) Foundation of Physiological Physicology, (2nd) Toronto:
Allyn and Bacon Inc.
3.
Ganong, W.F.( 1979) Review of Medical Physiology, ( 9th) California: Lange
Medical Publication
4.
Guyton,A.C. (1976) Texbook of Medical Physiology, (5th) Philadelhia:
W.B.Sainder Company
5.
Pinel, J.P.J ( 1993) Biopsycology, (2nd) Toronto: Allyn and Bacon Inc.
6.
Thompson, R.F.( 1975) Introduction To Physiological Psycology, NewYork:
Harper & Row Publishers.
PS 313
Psikologi Sosial II (3 SKS)
Memahami orientasi teori dalam psikologi sosial, memahami berbagai teori psikologi
sosial dan mengenal penerapan beberapa teori dan metode psikologi sosial untuk
memecahkan masalah sosial dan pengembangan masyarakat.
Pustaka :
1.
Kay, Deaux & Wrightsamn, (1993) Social Psycology in The 90s: California:
Brooks/ Cole publishing Company.
2.
3.
Shaw, ME & Constanzo, P.R. (1970) Theories of Social Psycology, New York:
Mc Graw Hill Book Company.
MU 206
Bahasa Inggris II (2 SKS)
3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English For Student of Economics, Oxford:
Oxford University Press
4.
Ratna Sayekti, Buku Materi Pokok Bahasa Inggris, Jakarta, Depdikbud, 1984
PS 304
Kriminologi (3 SKS)
Mampu memahami perilaku orang kriminal dari aspek fisik, perbedaan pemahaman
kriminalitas bagi setiap negara, aturan-aturan dan hukuman terhadap jenis kegiatan
tersebut dan perbedaan perbuatan kriminal anak dengan kriminal dewasa.
Pustaka :
1.
PS 312
Psikologi Industri dan Organisasi ( PIO II ) (2 SKS)
Memahami sejarah dan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi, kaidah-kaidah
dan proses psikologi yang melandasi tingkah laku manusia dalam konteks industri dan
organisasi. Juga agar mahasiswa mampu mengenali masalah-masalah dalam
penerapan teori dan prinsip-prinsip Psikologi Kerekayasaan.
Pustaka:
1.
2.
3.
Osborne,D,J,( 1992) Ergonomics at Work, New York: John Willey & Sons.
PS 405
Psikodiagnostika I : Administrasi dan Skoring ( Bateri Tes) Individual dan Klasikal (3
SKS)
PS 502
Psikologi Kepribadian I (3 SKS)
5.
6.
7.
PS 413
Psikologi Faal II (2 SKS)
Agar mahasiswa memahami struktur dan fungsi panca indra serta proses
pengindraan, mampu menjelaskan gabungan neuro-endoktrin; mampu menguraikan
peran dan hormon-hormon terhadap perilaku manusia.
Pustaka :
1.
Donovan, B.T(1998), Hormones and Human Behavior, Cambrige: Cambridge
University Press
2.
Inc
3.
Ganong,W.F.( 1979) Review of Medical Physiology (9th) California: Lange
Medical Publication.
4.
Guyton,A.C.(1976), Texbook of Medical Physiology ( 5th) Philadelphia:
W.B.Sudaers Company
PS 411
Psikologi Perkembangan II (3 SKS)
Memahami perkembangan pubertas dan adolesan serta karakteristik tiap tahap dan
memahami tahap perkembangan fisik dan aspek-aspek psikis tahap pubertas dan
adolesen.
Pustaka :
1.
Papalia, DE, Olds, SW, Feldman, Rd,( 2001), Human Development, 8th, Boston
: Mc Graw Hill
2.
Shaffer, DR, (1996), Developmental Psychology Childhood Adollescence, 4th,
Singapore: Brooks, Cole Publishing, Co.
3.
PS 415
Psikologi Pendidikan I (3 SKS)
4.
5.
PS 402
Psikologi Kognitif (3 SKS)
PS 401
Psikologi Komunikasi & Organisasi (3 SKS)
6.
Wofford, J.C, Gerloff, E,A & Cumming, R.C (1997), Organizational
Communication, New York: Mc Graw Hill Book Co.
MU 105
Kewirausahaan (2 SKS)
Menggali kepribadian dari entrepreneur dan bagaimana ide bisnis inovasi dibuat.
Mendiskusikan perencanaan bisnis, self self assesement, penciptaan ide dan
perencanaan pasar yang diperlukan untuk memulai bisnis baru, membeli perusahan
yang telah ada atau untuk mebeli franchise.
Pustaka :
1.
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewirausahaan, Kerangka Dasar Memasuki
Dunia Bisnis, BBFE UGM
2.
Introduction to Entrepreurship, Small Enterprises Research and Development
Foundation.
3.
4.
5.
Menjahit Keberuntungan, Seri Kekayaan Yang Tersebunyi, Kasus Kisah
Keberhasilan Sosok Wirausaha Indonesia
FA 509
epistimologi dan logika. Mempelajari fungsi berfikir logis dan mengenal macammacam logika.
Pustaka :
1.
Bertens, K, Etika
2.
PS 510
Psikologi Belajar (2 SKS)
Membahas tentang kaidah-kaidah dasar psikologi belajar, ruang lingkup serta manfaat
dari psikologi belajar serta teori-teori belajar yang berhubungan dengan psikologi.
Pustaka :
1.
2.
3.
4.
PS 516
Psikologi Eksperimen (2 SKS)
2.
Mc Guigan, F.J.( 1993) Exsperimental Psychology : Methods of Research
(5th) , Prentice Hall
PS 506
Memahami pengertian dan latar belakang teoritis beberapa teori intelegensi dan
mengadministrasikan beberapa tes ntelegensi dan menginterprestasikan hasilnya.
Mempelajari prinsip administrasi dan penskoran beberapa tes WB/ WAIS, WISC/
WPPSI, Stanford, dll.
Pustaka :
1.
2.
Sattlers, J.M (1988) Assesment of Children, (ed-3) New York : Jerome M,
Sattler Publisher d Binet, IST dan Lain-lain.
PS 512
Psikologi Industri dan Organisasi ( PIO III ) (2 SKS)
PS 512
Psikologi Kepribadian II (3 SKS)
Memahami pokok-pokok teori Erikson, Murry dan Skinner, asumsi dasar serta
pengujian secara empiris masing-masing teori.
Pustaka :
1.
2.
3.
Calvin S.Hall & Gardner Lindzey, Theories of Personality, John Wiley & Sons,
Neew York, 1978
4.
5.
6.
PS 515
Psikologi Perkembangan Remaja (2 SKS)
Memahami perkembangan yang terjadi pada masa anak dan remaja dan masalahmasalah yang dapat terjadi. Mempelajari pendekatan dalam studi perkembangan,
definisi dan karakteristik remaja, perkembangan seksualitas, pergaulan antar jenis,
perkembangan sosial, komunikasi dengan orang tua, perkembangan falsafah hidup,
pemantapan identitas diri.
Pustaka :
1.
Adams, G.R. & Gullotta,T ( 1981), Adolescent Life Experience, Caliiornia:
Brooks/ Cole Publi.Co
2.
Rice, P.F, The Adolesence : Development, Relationship, Culture, (ed-3) Boston:
Allyn & Bacon
3.
Papaha,D & Old,S.W.( 1992) Human Development,( Ed-5) New York: Mc
Graw Hill
PS 507
Psikodiagnostik III : Tes Bakat (2 SKS)
2.
Sattlers,J.M (1988) Assesment of Children, ( ed-3) New York : Jerome M,
Sattler Publisher
PS 508
Psikodiagnostik IV : Tes Grafis (2 SKS)
PS 514
Psikologi Abnormal dan Psikopatologi (3 SKS)
Davidson & Neale ( 1991) Abnormal Psychology, NY: Willwy & Sons.
PS 515
Psikologi Pendidikan II (3 SKS)
Alisuf
PS 609
Psikodiagnostik V : Tes Inventori (2 SKS)
PS 610
Psikodiagnostik VI : Tes Rorschach dan Benrorschach (2 SKS)
Memahami pengertian dan latar belakang teori tes rorchach dan tes lain yang setara
dan mengadministrasikan dan menginterprestasikan hasilnya.
Pustaka :
1.
Goerge C. Thronton III, ( 1992) Assesment Center In Human Resource
Management, Colorado State University : Addison Wesley publshing Company.
2.
Brian ONeile (1990) The Manager as an assessor ,A Managers Guide to
assesing and Selecting People.
PS 613
Kode Etik Psikologi (2 SKS)
Memahami pengertian dan fungsi kode etik dalam profesi psikologi serta memahami
penerapan kode etik dalam bidang terapan psikologi. Mempelajari etika psikologi,
etika keilmuan psikologi dan etika penelitian psikologi.
Pustaka :
1.
PS 600
Psikologi Islam Timur (2 SKS)
2.
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, Yogyakarta :
Kalam, 1989
3.
Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta : Sipress,
1994
PS 711
Psikodiagnostik VII : Observasi dan Wawancara (2 SKS)
PS 606
Mengenal psikologi lintas budaya sebagai satu cabang ilmu pengetahuan yang
relatif baru : mendapat gambaran tentang ruang lingkup psikologi lintas budaya dan
obyek psikologi lintas budaya ; mengenal berbagai metode psikologi lintas budaya;
serta mendapat gambaran tentang perspektif psikologi lintas budaya di Indonesia.
Pustaka :
1.
John. W.Baeery, Psikologi Llintas Budaya, Riset dan Aplikasi, Jakarta:
Gramedia, 1999
2.
Triandis,H.C & Lambert, W.W. (1980) Handbook of Cross Cultural Psychology
(Vol 1 Perspective, Vol 2 Methodology). Allyn and Bacon, Inc.
PS 617
Psikologi Agama (2 SKS)
Mata kuliah ini mempelajari bagaimana agama berpetran dalam hidup manusia atau
kelompok dimana pribadi itu menjadi anggotanya serta secara kritis mempelajari apa
yang terjadi pada orang atau kelompok karena hidup keagamaan mereka. Tujuan mata
kuliah ini agar mahasiswa bias memahami pengalaman dan perilaku keagamaan
secara ilmiah dari sudut pandang psikologi.
Pustaka :
1.
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan Agama : Sejak William James hingga
Gordon W. Alport ( Yogyakarta : Kanisius,1993)
2.
Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama : Pengantar Psikologi
Agama ( Jakarta: Leppenas, 1982)
3.
William James, The Varietes of Reeligious Experience : A Study in Human
Nature ( New York : Modern Library, 1902)
4.
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis ( Jakarta : Paramdina, 1996)
5.
6.
7.
PS 608
Psikologi Jender (2 SKS)
Memahami perbedaan aspek kejiwaan antara pria dan wanita yang juga diperkaya dari
tinjauan dari beberapa disiplin sosiologi, antropologi dan psikologi. Selain memahami
perbedaan proses sosialisasi dan pengaruh kebudayaan yang dialami oleh laki-laki dan
perempuan yang kemudian berpengaruh pada interaksi pada saat dewasa antara pria
dan wanita.
Pustaka :
1.
Nasaruddin Umar, Argumentasi Kesetaraan Jender Dalam al Quran, Jakarta :
Paramadina,(2000)
2.
Stevenson,M.R( 1994) Gender Roles Through The Life Span, Ball State
University of Muciana, Indiana
3.
Lips, Hilary M. ( 1988), Sex and Gender an
Introduction,California,USA,Mayfield Pub.Co.
PS 607
Psikologi Keluarga (2 SKS)
`PS 712
Psikodiagnostik VIII :Thematic Apperception Test and Children Appercepton Test
(2 SKS)
Memahami pengertian dan latar belakang teoritis Thematic Apperception Test dan
Children Apperception Test, mempelajari administrasi, landasan teori TAT dan CAT :
Pengertian makna stimulus tiap kartu, apikasi bidang psikologi klinis, administrasi
dan interprestasi,praktek dan laporan TAT dan CAT
Pustaka :
1.
Marmat, G.G.(1984) Handbook of Psychology Assesment , Melboure: Van
Nostrand
2.
Lezak,D.M.(1983) Neuropsychological Assessment (ed-2) NY, Oxford
University Press
3.
PS 700
Psikologi Klinis (2 SKS)
Memahami pengertian dan konsep dasar psikologi klinis serta memahami pendekatan
dan prinsip-prinsip penanganan terhadap kasus disfungsi psikologi.
Pustaka :
1.
Phares, E.J.(1992), Clinical Psychology: Concept, Methodes Professional,
Pacific Grove: Brooks.
2.
Bernstein, D.A& Nietzel MT (1980) Intruduction to Clinical Psychology,NY:
Mc Graw Hill
3.
PS 701
Psikologi Transpersonal (3 SKS)
2.
Grof, Stanislav ; The Adventure of Self-discovery (1988) State University of
New York Press NY
3.
Wilber, Ken ; The Eye of Spirit (1997) Shambhalla Pub Boston Mass
PS 702
Psikologi Konseling (2 SKS)
Memahami perbedaan dan persamaan antara bimbingan, konseling dan terapi. Juga
mengetahui dasar-dasar hubungan, langkah-langkah,masalah-masalah dan proses
perkembangan konseling. Selain itu juga mengenal bidang-bidang aplikasi khusus.
Pustaka :
1.
Bremer, L.M. Abrego, P.J. Shostrom, E.L. (1993) Therapeutic Counseling and
Psychotherapy. Englewood Cliffs, Prentice Hall.
2.
Gloading, S.L. (1992) counseling : A Comprehension Profession, Merrill New
York.
3.
Baruth, L.G. & Robinson, E.H. (1987) An Introduction to the Counseling
Profession, Englewood Cliffs, Prentice Hall.
Skripsi (6 SKS)
Membuat karya tulis sebagai suatu syarat penyelesaian studi S1 di jurusan Psikologi
dibawah bimbingan staf pengajar yang ditunjuk oleh jurusan.
nilai. Konsep inilah yang beroperasi dan mengonkretkan beberapa penjelasan abstrak
dan general dari sebuah budaya. Pada masa kolonialisasi Asia, Afrika, dan Amerika
Latin, Barat membangun persetujuan kolonialnya melalui literatur, sehingga sebuah
penjajahan sering tidak dianggap sebagai sesuatu yang salah. Konteks pascakolonial,
penjajahan berwujud dalam sistem ideologi yang dikenal dengan kapitalisme dan
globalisme, yang pengertiannya tetap saja Barat. Inilah yang secara gencar dilawan
orang-orang seperti Edward W Said, Homi K Bhama, Leela Ghandi, Gayatri C
Spivak, atau Pramoedya Ananta Toer ketika menolak dominasi pengetahuan Barat
atau penjajah dengan membangun resistensi melalui sastra.
Orientasi cultural studies diharapkan mampu menjegal pendekatan ilmu sosial klasik;
semacam proyek untuk mencetak new historical bloc terhadap ilmu-ilmu sosialhumaniora lama (Fredic Jameson, Identity In Question, 1995).
Kini, perguruan tinggi telanjur dijadikan benteng kokoh dalam membangun
kebijaksanaan pikir (wishful thinking). Pendekatan yang serba universitas dalam
merancang sebuah penyelesaian masalah tak kurang menimbulkan banyak
penyimpangan yang berujung pada tendensi politis dibanding akademik. Sikap
kampus yang tinggi hati dalam menyabotase banyak masalah-masalah sosialkemanusiaan selama ini telah menyebabkan kampus hanya menjadi menara gading
yang tidak "ramah" dan dingin dengan realitas dan konteks masalah. Kampus dengan
lekatan politisnya, telah dimodernisasi menjadi semacam laboratorium untuk
"menyuruh telan"-memakai bahasa Goenawan Mohamad-terhadap penalaran ilmiah
potret fenomena sosial-budaya.
New historical bloc dapat terjadi bila pihak kampus mampu mengorientasikan
pendekatan menyelesaikan masalah dari ketergantungan yang besar pada teori, ke
arah perencanaan lapangan untuk membangun disiplin baru. Logika Parsonian dan
Weberian dalam menjelaskan masalah sosial telah banyak memberi kelemahan,
karena kini telah muncul dan bermetamorfosis struktur-struktur sosial dan budaya
baru. Hal itu tentu mempengaruhi pola hubungan antarstruktur beserta targettargetnya. Ini belum lagi pengaruh post-modernisme dan post-strukturalisme yang
menempatkan bahwa segalanya bermula dari "teks". Bagi kedua pembacaan
pengetahuan itu, tekslah yang menjadi struktur sosial dan budaya baru, sehingga jelas
setiap struktur memiliki deviasi dan derivasi dengan struktur sosial lainnya, meski
berada dalam konsep sinonima yang satu.
***
SALAH satu ciri cultural studies adalah menempatkan teori kritis sebagai basis
analisa. Pengertian teori kritis di sini mencakup metode metadisiplin (beberapa ilmu
alat yang dipertemukan, seperti semiotika, filologi, hermenetika, dan sebagainya) dan
post-disciplinary (mengabaikan ilmu alat ketika analisa dirasakan telah mencapai
upaya membangun teori baru). Sebagaimana galibnya sebuah tujuan penelitian ilmu,
ia tidak diharapkan hanya mengisi ulang (re-installed) alasan-alasan yang telah ada,
tetapi bagaimana memunculkan dan mematikan alasan-lasan lama bila dianggap tidak
berbasis pada teks yang dituju. Hal ini mungkin agak sulit dengan iklim
berpengetahuan mahasiswa kita kini, yang cenderung senang melafazkan banyak teori
yang telah ada tanpa pernah tahu benar-benar kegunaannya. Kelompok cendekiawan
kita dewasa ini masih ragu untuk melibatkan diri dalam sebuah riset aksi
partisipatoris. Sayang, penelitian selama ini baru lahir jika telah benar-benar amat
terpaksa, seperti memenuhi tuntutan penyelesaian tesis/disertasi atau untuk
kepentingan kredit kepangkatan pegawai negeri.
Membangun arahan baru dalam disiplin pengetahuan sosial kita yang telanjur
mempercayai sisi universalitas sebuah perspektif ilmu bukanlah pekerjaan gampang.
Namun, di sinilah tantangan cultural studies terpampang. Ilmu pengetahuan masa
depan diharapkan tidak lagi lahir dari referensi teks-teks yang telah ada, yang hanya
mampu mendaur ulang sesuatu dengan gaya penulisan seolah-olah baru. Ilmu sosialkemanusiaan harus terlibat intens dalam penelitian dengan memperhatikan aspek
dramatik geopolitik masyarakat yang diteliti, identifikasi cermat kebudayaannya, dan
memilih teori komunikasional yang tepat saat mendeskripsikannya. Kata-kata Martin
Heidegger penting diingat, "The essence we today call science is research".
Di sinilah arti penting pesan yang ingin saya sampaikan dengan kata-kata ilmu
humaniora baru, yaitu sebagai kritik terhadap perspektif ilmu humaniora lama yang
telah didengang-dengungkan sejak era Cartesian. Perspektif ilmu humaniora lama
bagi saya pribadi terkesan fasis dan antikemanusiaan karena menempatkan teori
sebagai penjelasan utama tentang sifat universal gejala kemanusiaan.
Kearifan cultural studies akan menggiring kita kepada pemahaman bahwa setiap era
(age), lokalitas, dan konteks masyarakat memiliki libido sosial yang tidak seragam.
Pencapaian pemahaman tinggi (verstehen) dapat terjadi jika kita dengan lunak
mencerdasi setiap fenomena sosial melalui sebuah format ingin tahu, meneliti, dan
berbicara sebagai subyek pelaku, bukan malah berprasangka, menuduh, membangun
stigma dan stereotipe.
Cultural studies mungkin menjadi salah satu jalan menuju pengalaman estetik dari
"seni penemuan" (art of discovery) pengetahuan yang kita lakukan. Pekerjaan seni
penemuan harus berinterseksi dengan kelompok-kelompok sosial yang ada seperti
pihak kampus, aktivis lapangan, LSM, penerbitan, lembaga-lembaga penelitian, dan
media massa. Kita tidak tahu dari lubang mana proses ijtihad akan muncul. Namun,
kesadaran berkomunikasi ini akan mampu menjauhkan kita dari kekeringan wacana
ketika berbicara tentang manusia dan sejarahnya.
Teuku Kemal Fasya Mahasiswa S2 Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
Michel Foucault: Usaha Mengenal 'Yang Lain'
Oleh Andri Rosadi
I
Banyak pemikiran muncul dan berkembang dilatari oleh kondisi sosio-kultural tempat
sang pemikir hidup. Pemikir adalah anak zamannya, walaupun pemikirannya nanti
menembus ruang dan waktu. Pemikir dan pemikirannya adalah bagian dari satu
gestalt, bisa berupa sejarah atau peradaban (seperti Barat), bisa juga agama (seperti
Islam). Pemikiran Al-Ghazl bisa dipahami secara jernih dengan melihat gestalt-nya
secara keseluruhan, yakni Islam. Ia adalah bagian dari gestalt, yang berarti
diterangkan oleh gestalt tersebut. Begitu juga Michel Foucault, Ia adalah bagian dari
suatu gestalt, yakni peradaban Barat, karena itu, Ia diterangkan oleh gestalt-nya.
Memahami Foucault, berarti juga harus memahami gestalt-nya, sebagai salah satu
unsur pembentuk.
Peradaban Barat berada dipersimpangan jalan dengan segala deviasi dan distorsi
dalam moralitas maupun hal-hal yang dianggap benar (kebenaran). Modernisme
adalah ciri peradaban Barat dengan rasionalitas sebagai penunjuk jalannya. Dewasa
ini, muncul kritik dan gugatan yang kuat terhadap modernismeyang dibela matimatian oleh mulai dari Habermas hingga Smith dan Gellneryang dilakukan oleh
para pemikir dari aliran filsafat kontinental, dimotori oleh pemikir Perancis seperti
Derrida, Foucault, Barthes dan Lyotard. Peradaban Barat dengan modernismenya,
yang melahirkan dominasi ilmu pengetahuan yang bercorak positivistik, mereka
mereka gugat secara tajam, sambil menawarkan alternatif-altrnatif baru. Gerakan
inilah yang disebut sebagai posmodernisme. Secara relatif, posmodernisme bisa
disebut sabagai gestalt minor(?) dari Foucault. Karena itu, memahami
posmodernisme terlebih dahulu tak bisa dihindari agar Foucault terlihat lebih utuh,
sebagai unsur yang membentuk gestalt (posmodernisme).
II
Berbicara tentang posmodernisme, berarti masuk dalam wilayah yang penuh
ambiguitas, ketidakpastian dan disensus. Konsep ini digunakan untuk mencirikan
kecenderungan kontemporer dalam berbagai bidang: sastra, filsafat, arsitektur dan
kajian-kajian sosial (terutama antropologi). Secara pasti, tidak ada kepastian setan
apakah gerangan posmodernisme ini. Bahkan pada tingkat yang paling jelas-pun,
posmodernisme tetap tidak jelas; dalam arti absurd. Boleh jadi, absurditas telah
menjadi trade mark. Aliran ini muncul dan berkembang ketika manusia (baca: Barat)
mencari kepastian dengan menggugat kepastian lama. Namun kemudian, ia dikhianati
oleh setiap kepastian baru yang dipegangya; ia terjebak dalam absurditas.
Bapak spiritual posmodernismemenurut sebagianadalah Nietzsche (1844-1900 M
), filsuf gila kelahiran Jerman; sang destruktif. Dikalangan pendukung modernisme,
Ia dianggap tokoh yang paling gila, namun, dikalangan pendukung posmodernisme, Ia
adalah inspirator utama. Filsafat Nietzsche penuh dengan nuansa destruksi, bahkan
destruksi itulah inti filsafatnya. Ia menggugat seluruh jaminan nilai dan makna yang
menjanjikan kepastian. Jaminan kepastian yang utama adalah agama Kristen. Karena
itu, Ia memaklumkan, Tuhan sudah mati! Tuhan terus mati! Kita telah
membunuhnya!. Kemudian, Ia mengucapkan selamat tinggal, semoga Tuhan
beristirahat dalam kedamaian abadi. Tak berhenti disini, Ia juga menghantam segala
model Tuhan seperti ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip logika, rasio, sejarah dan
progress. Tuhan sebagai simbol kepastian dibunuh, maka ketidakpastian telah berubah
menajadi kepastian itu sendiri; manusia terjebak dalam kepastian nihilisme.
Kematian Tuhan menjelma menjadi kepastian, yang berlanjut pada runtuhnya seluruh
tatanan nilai dan makna. Tuhan disini menunjuk pada segala bentuk model jaminan
kepastian untuk hidup dan dunia. Suatu ketika nanti, boleh jadi akan muncul jaminan
kepastian baruyang berarti posisinya adalah Tuhan--, ini bisa berupa pendapat,
kebenaran-kebenaran yang diyakini, dan pandangan-pandangan yang dipertahankan.
Namun, bagaimanakah cara membunuhnya, yang berarti membunuh diri sendiri?
Disinilah letak ambiguitas dan inkonsistensi kalangan posmodernisme.
III
Modernisme Barat dibangun atas dasar rasionalitas yang bercirikan positivisme.
Dalam hal ini, yang paling bertanggungjawab adalah cogito-nya Descartes yang
menimbulkan implikasi dikotomis subyek-obyek. Selanjutnya, melahirkan pandangan
yang disebut subyektif-obyektif berdasarkan rasionalitas. Positivisme begitu
mengagungkan obyektifitas; fakta-fakta bisa diamati, diteliti dan dinilai secara
obyektif, dengan kebenaran yang bersifat transkultural, karena itu, bisa disebut
universal. Dengan kata lain, rasionalitas telah memberikan jaminan kepastian dan
totalisasi, karena itu harus di dekonstruksi. Positivisme, dimata pendukung
posmodernisme tak lebih dari bentuk kolonialisme, atau kolonialisme adalah bentuk
positivisme; atau keduanya benar.
Fakta-fakta obyektif tak lebih dari alat dominasi yang dihasilkan dari relasi kuasa.
Generalisasi-generalisasi ilmiah adalah bentuk dari positivisme. Karena itu harus
digugat. Dimata pendukung posmodernisme, dunia yang sebenarnya adalah
subyektifitas yang mencerminkan kesamaan dan persamaan antarbudaya, terlepas dari
konsep pinggir-pusat. Konsep pusat (center) dan pinggir (pheri-pheri) telah
melahirkan Pihak Lain (The Other). Rasionalitas (dalam hal ini maksudnya Barat)
adalah pusat (center), sementara selain Barat dianggap irrasional, tak beradab, karena
itu mereka adalah The Other (pheri-pheri). Inilah yang menjadi dasar legitimasi
kolonialisme. Karena itu, rasionalitas positivistik adalah kolonialisme dan,
sebaliknya.
Banyak kesalahan dalam rasionalitas. Terbukti, sains yang dibangun atas dasar
rasionalitas tak mampu menjawab tantangan zaman. Kemiskinan, peperangan dan
kerusakan lingkungan hidup adalah sedikit contoh kegagalan sains. Karena itu,
rasionalitas modernisme tak lebih dari rasionalisasi, yang menghasilkan Kebenaran
(dengan K besar) dan bersifat transkultural. Sementara posmodernisme hanya
mengakui kebenaran (dengan k kecil) yang bersifat lokal dan subyektif; artinya, ada
pluralitas kebenaran. Disini, posmodernisme adalah sejenis histeria subyektifitas yang
mendestruksi segala bentuk obyektifitas (baca: Kebenaran).
IV
Uraian sederhana diatas telah membawa kita untuk masuk lebih jauh dalam
ambiguitas, disensus dan absurditas posmodernisme. Ada sisi absurditas yang lain:
yaitu makna terminologis. Apakah post disini menyiratkan makna keterputusan
V
Foucault lahir di Poitiers, 15 Oktober 1926. Pendidikan akademisnya dilalui di Ecole
Normale Superiuere (Paris) bidang filsafat dan psikologi. Tugas akademis yang
pernah Ia emban adalah Direktur Departemen Filsafat di University of ClermontFerrand dan University of Vincennes (1960). Ia juga pernah menjadi professor bidang
Sejarah Sistem Pemikiran di College de France. Juga pernah mengajar selama
bertahun-tahun di negara Arab Maghrib (terutama Tunisia). Pada 25 Juni 1984, Ia
meninggal dunia di Paris.
VI
Ada kesamaan antara Foucault dengan J. Lacan berkenaan dengan bahasa. Foucault
mengatakan bahwa yang berbicara bukanlah subyek, tapi struktur linguistik dan
sistem bahasa. Sementara Lacan menegaskan bahwa jalan yang telah dirintis oleh
Freud tak memiliki makna selain bahwa, alam bawah-sadar adalah bahasa. Mereka
tampaknya memahami bahasa secara luas.
Signifikansi bahasa dalam studi Foucault tampak dalam karyanya Madness and
Civilization, yang meneliti tentang simbol-simbol yang diciptakan oleh relasi kuasa
The Others, sehingga banyak lapisan-lapisan yang sebenarnya bagian dari wacana
ilmiah luput dari perhatian ilmuwan, apalagi kita. Kegilaan adalah aspek yang
terlupakan (baca: yang terbungkam; yang terpinggirkan), namun sebenarnya bagian
dari wacana ilmiah. Kegilaan sebenarnya banyak mengandung hikmah dan
kebijaksanaan.
Dari penelitiannya, Foucault berhasil menyimpulkan bahwa kegilaan merupakan
kebutuhan masyarakat akan formasi sosial yang dikehendaki, hingga menjadi
kebutuhan sosial tertentu. Dari sini tercipta mereka Pihak Lain. Kamu gila berarti
kamu bukan golongan kami. Foucault membuktikan bahwa kode-kode pengetahuan
(dalam konteks ini: kedokteran) banyak mempengaruhi struktur bawah-sadar
masyarakat. Dengan genealogi, Foucault ingin men-delegitimasi masa sekarang dari
masa lampau; ada rupture.
VII
Gagasan lain Foucault yang terpenting, berkenaan dengan wacana (discourse).
Dalam discourse, bahasa adalah mediator. Wacana adalah ucapan yang dengannya
pembicara menyampaikan segala sesuatu kepada pendengar. Unsur terkecil dari
wacana adalah kalimat. Wacana yang diperkuat dengan tulisan disebut teks. Wacana
merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan (statement) yang berbeda dengan
ungkapan (utterance) maupun proposisi (proposition). Yang dimaksud Foucault disini
bukanlah sekedar perbincangan sehari-hari, tapi perbincangan yang serius (serious
speech-act). Serius tidaknya suatu perbincangan diukur berdasar intensitas
keterlibatan unsur relasi kuasa dengan pengetahuan yang melahirkan wacana
tersebut. Ungkapan dikalangan mahasiswa bahwa staf KBRI sering berfoya-foya
adalah speech-act, namun belum bisa dianggap serius karena ketidakmampuannya
membentuk makna dan kebenaran. Namun, ketika yang berbicara adalah pejabat di
Departemen Luar Negeri, hal ini menjadi serious speech-act, karena Deplu memiliki
kuasa, selanjutnya bisa membentuk makna dan kebenaran.
VIII
Sebagai penutup, mungkin timbul pertanyaan, apa urgensinya pemikiran-pemikiran
Foucault bagi kita? Banyak yang bisa diambil, diantaranya manfaat analisis
arkeologis-genealogis dengan metode dekontruksi untuk memahami realitas sosialkeagamaan; sejauh mana relasi-relasi kuasa beroperasi dalam kehidupan umat Islam,
sehingga bisa ditemukan mereka yang lain, mereka yang ditolak, namun sebenarnya
adalah bagian dari umat yang membentuk suatu gestalt. Bukan untuk menemukan
kesatuan diskursus umat Islam, tapi untuk menemukan keragaman pemahaman dan
kebenaran. Sehingga terjadi proses decentering yang berarti keterbukaan terhadap
yang lain; yang juga berarti runtuhnya dominasi dalam interpretasi maupun klaimklaim kebenaran. Selanjutnya tercipta iklim yang inklusif. Mudah-mudahan.
Daftar Pustaka:
'Abd Al-Razzq Al-Daway, Mawt Al-Insan fi Al-Khithb Al-Falsaf Al-Mu'shir, Dar
Al-Thal'ah, Beirut, cet. I, 1992.
Ahmad Sahal, Agama dan Tantangan Pascamodernisme, dalam Islamika, no. II
(Oktober-Desember 1993), Bandung.
Al-Zawaw Baghrah, Michel Foucault fi Al-Dirasat Al-'Arabyah, dalam Falsafah wa
al-'Ashr, edisi I, th. 1999, Al-Majelis Al-A'la li Al-Tsaqfah, Kairo.
Ernest Gellner, Menolak Posmodernisme: Antara Fundamentalisme Nasionalis dan
Fundamentalisme Religius, (terjemah Hendro P. dan Nurul Agustina), Mizan,
Bandung, cet. I, th. 1994.
'Ishm Abdu'lLah, Al-Judzr Al-Nitsywyah li m Ba'da Al-Hadatsah, dalam AlFalsafah wa Al-'Ashr, edisi I, th. 1999, Al-Majlis Al-A'l li Al-Tsaqfah, Kairo.
Luthfi Asysyaukanie, Islam Dalam Konteks Pemikiran Pasca-modernisme:
Pendekatan Menuju Kritik Akal Islam, dalam Ulumul Qur'an, no I, vol. V, th. 1994,
LSAF dan ICMI, Jakarta.
Rudy Harisyah Alam, Perspektif Pasca-modernisme Dalam Kajian Agama, dalam
Ulumul Qur'an, no. I, Vol. V, th. 1993. LSAF dan ICMI, Jakarta.
St. Sunardi, Nietzsche, LKiS, Yogyakarta, cet. II, th. 1999.
3.
4.
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 (Bandung: Pustaka,
1983)
5.
6.
MU 101
Pendidikan Agama (2 SKS)
2.
3.
H. M. Rasyidi, 4 Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan
Bintang, )
4.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I dan II, (Jakarta:
UI Press, 1994)
5.
H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, dam Teori dan Praktek
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
6.
Muhamad Amarah, Melacak Akar Perbedaan Mazhab (Bandung: Pustaka
Hidayah, )
7.
8.
Harold Coward, Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama (Yogyakarta:
Kanisius, )
9.
H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar (Jakarta: Golden
Terayon Press)
MU 104
(3 SKS)
Larry Long & Nancy Long, Computers, 5th ed. (Prentice Hall, 1998)
2.
Laudon, Essentials of Management of Information Systems, Organization and
Technology, 2nd ed. (Prentice Hall, 1997)
3. Steven Alter, Information Systems, A Management Perspective, 2nd ed. (The
Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.)
4.
D. Turban, Information Technology for Management, Improving Quality and
Productivity (John Wiley & Sons, Inc. 1996).
FA 101
Pengantar Studi Islam
(3 SKS)
Membahas berbagai aspek ajaran Islam dan sejarahnya seperti aspek-aspek teologi,
tasawuf, hukum, falsafah; perkembangan pranata-pranata Islam dan ilmu & teknologi
dalam sejarah Islam.
Pustaka:
1.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1 & 2 (Jakarta: UI
Press, 1994)
2.
3.
4.
5.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1999)
6.
7.
Bassam Tibi, Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999).
8.
9.
Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek (Bandung:
Rosdakarya, 1999)
10. Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Logos, 1999).
11. Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1984).
12. Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
13. Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1999).
14. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES,
1980)
FA 102
Pengantar Ilmu Al-Quran
(3 SKS)
Tujuan mata kuliah ini agar mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang posisi dan
kedudukan al- Quran dan memahami al-Quran dan bermacam-macam pokok
pembahasannya yang diperlukan sebagai salah satu alat untuk memahami kandungan
al-Quran.
Pustaka:
1.
Subhi al-Salih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut : Dar el-Ilmi l al-Malayin,
1980)
2.
Manna` Khalil Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran (Jakarta: Litera Antar
Nusa, 2000)
3.
4.
5.
Al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun , four volumes (Kairo: Maktabah alWahbah, 1980/1400)
6.
Ahmad von Denffer, Ulum al-Quran (Leicester: The Islamic Foundation, 1994)
7.
Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, four volumes (Kairo: Maktabah Dar alTurats, n. d.)
8.
T.M. Hasbi al-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)
9.
M. Abd. Azhim al-Zarqani, Manahil al-`Irfan fi `Ulum al-Quran (Beirut: Dar
al-Kutub al-`Ilmiyah, 1996)
10. Imam Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhan fi `Ulum al-Quran (Beirut: Dar alFikr, 1980)
11. Abd Hay al-Farmawi, Rasm al-Mushhaf bayn al-Muayyidin wa al-Mu`aridlin
(Cairo: Maktabah al-Azhariyah, 1977)
12. Bakar Syeikh Amin, Al-Ta`bir al-Fanni fi al-Quran (Cairo: Dar al-Syuruq, 1980)
.FA 103
Pengantar Ilmu Hadits 1
(2 SKS)
Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa memahami sejarah pertumbuhan dan
perkembangan sunnah/hadits, dan pokok-pokok dasar yang menjadi pedoman dalam
memperlakukan hadits. Matakuliah ini membahas riwayat perkembangan hadits dan
riwayat pembukuannya dari zaman ke zaman, macam-macam ilmu hadits, kedudukan
hadits/sunnah dalam bidang dasar syariat, fungsinya terhadap al-Quran, dan pokokpokok ilmu Mushthalah ahli hadits.
Pustaka:
1.
T.M. Hasbi al-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)
2.
M. Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: Ulumuhu wa Mustalahuhu (Jeddah: Dar elManarah,14997/1417) terj. Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1998).
3.
Yusuf al-Qaradhawi, Memahami Posisi Hadits Nabi SAW. (Bandung: Mizan,
1993)
4.
5.
M. M. Azami, Studies in Early Hadith Literature (Indianapolis: American Trust
Publications, 1978) terj. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 199 ).
6.
M.M. Azami, On Schachts Origin of Muhammadan Jurisprudence (Riyadh:
King Saud University Press, 1985)
7.
Nuruddin `Itr, Ulum al-Hadits, terj. Manhaj al-Naqd fi `Ulum al-Hadits
(Bandung: Rosda Karya, 1994)
8.
M.M. Abu Syahbah, Difa` `an al-Sunnah, (Cairo: Mujamma` al-Buhuts alIslamiyah, 1985)
9.
Muhamad Abu Zahw, Al-Hadits wa al-Muhadditsun (Beirut: Dar al-Kitab al`Arabi, 1984)
FA 104
Bahasa Arab 1
(3 SKS)
Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Matakuliah ini bertujuan
agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang beberapa kosakata dan tata bahasa
Arab dasar dan dapat menggunakan serta mengaplikasikan pengetahuannya untuk
memahami teks-teks sederhana dalam bahasa Arab.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)
3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol. (Kingdom of
Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin et. al., Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi
Markaziyah al-Daris wa al-Taklif , four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University,
Malaysia, 1998).
6.
Ridlo Masduki, et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum press, 2000)
FA 105
Pengantar Falsafah
(2 SKS)
3.
4.
Titus, Smith, Nolan, Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang,
1984)
5.
6.
7.
8.
9.
10. Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: Pustaka Jaya, 2001)
11. Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius,
2000)
MU 105
Kewirausahaan
(2 SKS)
3.
MU 103
Sejarah Falsafah dan Sains (2 SKS)
Mengkaji hakikat manusia, perkembangan tubuh dan alam pikirannya, IPA dan
perkembangan daya abstraksi manusia, hal-hal yang terkait dengan metode ilmiah dan
implementasinya, peranan matematika dalam ilmu alamiah, kajian tentang alam
semesta dan tata surya, biosfer dan makhluk hidup, ekosistem, ilmu alamiah dan
teknologi masa depan.
Pustaka:
1.
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat (Surabaya:
Risalah Gusti, 1996)
2.
Osman Bakar, Hierarki Ilm: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu
(Bandung: Mizan, 1997).
3.
A.F. Chalmers, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu, Hasta Mitra, Jakarta, 1983.
4.
A.G.M. Van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia,
Jakarta, 1992.
5.
C.A. Qadir, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1988.
6.
C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, Routledge, London,
1988.
7.
C. Verhaak dan Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Gramedia, Jakarta,
1989.
8.
9.
10. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1995.
11. ---------, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta, 1990.
12. K. Ajram, The Miracle of Islamic Science, Cedar Rapids, 1992.
13. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1997.
14. Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO, Sumbangan Islam kepada Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan, Pustaka, Bandung, 1986.
15. Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut Al-Quran, Mizan, Bandung, 1993.
16. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Risalah Gusti,
Surabaya, 1996.
17. M. Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, Mizan, Bandung, 1995.
18. Nasim Butt, Sains dan Masyarakat Islam, Pustaka Hidayah, 1996.
19. Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, Mizan, Bandung, 1989.
20. Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Paramadina, Jakarta, 1997.
21. Osman Bakar, Tauhid dan Sains, Pustaka Hidayah, Bandung, 1995.
22. ------, Hirarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Mizan, Bandung,
1992.
23. Pervez Hoodbhoy, Ikhtiar Menegakkan Rasionalitas: Antara Sains dan Ortodoksi
Islam, Mizan, Bandung, 1996.
24. Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di Dunia Islam, Pustaka, Bandung,
1986.
25. Muljono, dkk, 1986, Ilmu Sosial Dasar, Universitas Trisakti.
26. Nurdin, I, 1985, Sains dan Teknologi, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta.
27. Gurtz, H, 1981, Aneka Budaya dan Komunikasi di Indonesia, Gramedia,
Jakarta..
28. Koentjaraningrat (ed.), 1970, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jambatan,
Jakarta)
FA 106
Pengantar Ilmu Hadits 2
(2 SKS)
7.
8.
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits: Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 1995).
9.
Subhi al-Salih, Ulumul Hadits wa Mushthalahuh, (Beirut: Dar al-Ilmi Li alMalayen,
).
FA 109
Pengantar Hukum Islam (3 SKS)
2.
Norman J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh
University Press)
3.
4.
Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (Islamabad: Islamic Research
Institute, 1984)
5.
Hasbi As-Shiddiqie, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
(Jakarta; Bulan Bintang)
6.
Dr. M. Muslihuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, Studi
Perbandingan Sistem Hukum Islam (Yogyakarta; Tiara Wacana)
7.
Faisar Ananda Arfa, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Studi Kritis Tentang
Hukum Islam di Barat (Jakarta; Pustaka Firdaus)
8.
Umar Sulaiman al-Asyqar, Fiqih Islam, Sejarah Pembentukan dan
Perkembangannya (Jakarta; Akademika Pressindo)
9.
Dr. Jaih Mubarok, Sejarah Perkembangan Hukum Islam (Bandung; Remaja
Rosdakarya)
10. Ahmad Hassan, Pintu Ijtihad Sebelum Ditutup (Bandung; Pustaka)
MU 106
Bahasa Inggris 1
(2 SKS)
2.
3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English for Students of Economics (Oxford:
Oxford University Press)
4.
R. A. G. Kamil, TEFL English for Technical School and Vocational Grammar
(Bandung: Tarsito)
5.
Ratna Sayekti et al., Buku Materi Pokok Bahasa Inggris (Jakarta: Dep.
Pendididikan dan Kebudayaan, 1984)
FA 107
Bahasa Arab 2
(3 SKS)
Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Matakuliah ini bertujuan
agar mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang tata bahasa Arab lanjutan
dan kosakata lebih banyak dan dapat menggunakan serta mengaplikasikan
pengetahuannya untuk memahami teks-teks bahasa Arab dari kitab-kitab klasik
maupun modern.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)
3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Dr. Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol.
(Kingdom of Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin, Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi Markaziyah
al-Daris wa al-Taklif, four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University, 1998).
6.
Ridlo Masduki et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum Press, 2000)
FA 108
Tafsir Al-Ouran (3 SKS)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Fahd al-Rumi, Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuh (Riyadh: Maktabah alTawbah, 1416)
10. Samir Abd Aziz Syalyuh, Al-Dakhil wa al-Israiliyyat fi Tafsir al-Quran alKarim (Cairo: Mathba`ah al-Jablawi, 1983)
AP 101
Antropologi
(3 SKS)
2.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II: Pokok-pokok Etnografi (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998)
FA 201
Sejarah Falsafah Barat I (3 SKS)
Membahas sejarah awal-awal berdirinya falsafah, tokoh-tokoh, serta pandanganpandangan filosofis utama yang muncul dalam sejarah awal falsafah. Mata kuliah ini
akan menekankan Falsafah Yunani sejak masa pra-Socrates hingga masa Stoicisme.
Falsafah abad pertengahan yang dimulai sejak Santo Agustinus dan mencapai
kejayaannya pada era Thomas Aquinas akan dibahas juga dalam mata kuliah ini.
Pustaka :
1.
Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1992)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Fuad Hasan, Apologia: Pidato Pembelaan Socrates yang Diabadikan Plato
(Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
8.
F. Copleston, A History of Philosophy (London: Oates/Washbourne, 1946), 9
jilid.
9.
10. Antony Flew, An Introduction to Western Philosophy: Ideas and Argument from
Plato to Sartre (London: Thames and Hudson, 1971)
MJ 101
Dasar-Dasar Manajemen
(2 SKS)
Tujuan pembelajaran matakuliah ini adalah agar para calon wirausahawan dan
manajer professional memiliki kemampuan dalam berbagai konsep, prinsip-prinsip
pendekatan dan proses manajemen dalam organisasi serta mampu menerapkan fungsifungsi manajemen dalam pengolahan suatu organisasi. Materi perkuliahan meliputi:
pengertian manajemen; perkembangan teori manajemen dan berbagai pendekatan
manajerial; manajemen dan lingkungan usaha; proses manajemen; proses
perencanaan; proses pengorganisasian dan penyusunan personalia organisasi;
pengarahan; proses pengawasan.
Pustaka:
1.
A. James & F. Stoner, Managemen, 3d ed. (Englewood Cliffs, New York:
Prentice Hall International, Inc., 1986).
2.
Harold Koontz, Cyril ODonell and Heinz Weirich, Management, 8th ed.
(Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd., 1985).
3.
T. Handoko, Management, edisi 2 (Yogyakarta: BPFE-LPM2MAMP-YKPN,
1986).
FA 202
Bahasa Arab 3
(2 SKS)
Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Mahasiswa diharapkan
memiliki keterampilan dan keahlian untuk memahami dan menerjemahkan teks-teks
bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)
3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Dr. Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol.
(Kingdom of Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin et. al., Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi
Markaziyah al-Daris wa al-Taklif, four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University,
1998)
6.
Ridlo Masduki et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum Press, 2000)
MU 206
Bahasa Inggris 2
( 2 SKS)
2.
3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English for Students of Economics (Oxford:
Oxford University Press)
4.
R. A. G. Kamil, TEFL English for Technical School and Vocational Grammar
(Bandung: Tarsito)
5.
Ratna Sayekti et al., Buku Materi Pokok Bahasa Inggris (Jakarta: Dep.
Pendididikan dan Kebudayaan, 1984)
MU 201
Bahasa Indonesia ( 2 SKS)
2.
JS. Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku (Bandung: Pustaka Prima, 1980)
3.
4.
5.
Bistok Sirait dan N. Surbakti dkk, Pedoman Karang-Mengarang (Jakarta: Pusat
Bahasa, Diknas, 1985).
6.
Hasan Alwi dkk, Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing (Jakarta:
Depdikbud, 1995)
FA 203
Falsafah Islam 1
(3 SKS)
terhadap falsafah dan perkembangan falsafah Islam pasca Ibn Rushd, serta tren
modern dan kontemporer.
Pustaka:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
W.M. Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1987).
9.
S.H. Nasr, Intelektual Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996)
10. George N. Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim (Bandung: Pustaka, 1983).
FA 204
Dasar-Dasar Logika
(3 SKS)
Matakuliah ini akan melatih mahasiswa untuk dapat berpikir kritis. Berisi perkenalan
mengenai logika tradisional (Aristoteles) dan logika modern (logika induktif).
Diharapkan dengan penguasaan logika mahasiswa dapat mengembangkan pemikiran
falsafah dan agama yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Pustaka:
1.
R.G Soekadijo, Logika Dasar : Tradisional, Simbolik, dan Induktif (Jakarta :
Gramedia, 1997).
2.
3.
4.
5.
Irving M. Copi, An Introduction to Modern Logic (New York: Harper &
Brothers, )
6.
7.
8.
Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan, Pengantar Logika Tradisional (Bandung:
Bina Cipta, )
9.
FA 205
Ilmu Kalam 1
(3 SKS)
7.
D. B. MacDonald, Development of Muslim Theology, Jurisprudence and
Constitutional Theory (Lahore, 1964).
8.
9.
FA 206
Tasawuf 1
(3 SKS)
Memahami secara kritis dan obyektif realitas Tasawwuf yang secara apriori sering
disalahpahami sebagai bersifat asosial (mementingkan kesalehan individual), anti
Syariat, dan berpandangan negatif terhadap kehidupan duniawi.
Pustaka:
1.
Annemarie Schimmel, Mystical Dimension of Islam, terj. Dimensi Mistik
dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986)
2.
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman (Bandung:
Pustaka, 1985)
3.
Margaret Smith, Rabiah: Pergulatan Spiritual Perempuan (Surabaya: Risalah
Gusti, 1997)
4.
5.
Nurcholish Madjid, Disiplin Keilmuan Islam Tradisional: Tasawuf (Letak dan
Peran Mistisisme dalam Penghayatan Keagamaan Islam) Makalah KKA, Seri
23/Tahun II/1988.
6.
7.
Abu Nashr al-Sarraj al-Thusi, al-Luma` (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah,
1960).
8.
9.
(Bandung: Pustaka
FA 207
Falsafah Moral/Etika
(3 SKS)
2.
Paul Edwards (ed.), Problem of Ethics, in The Encyclopaedia of Philosophy.
Macmillan 1967.
3.
4.
5.
Russell, Bertrand, Human Society in Ethics and Politics, New York, 1955.
6.
FA 208
Sejarah Falsafah Barat 2
(3 SKS)
3.
4.
FA 209
Mistisisme
(2 SKS)
Mengkaji segi mistik dari agama-agama, khususnya mengenai konsep Yang Suci
dalam agama-agama yang dirumuskan secara kaya dari tradisi panjang agama-agama
selama berabad-abad. Walaupun setiap agama mempunyai rumusan yang berbedabeda dengan agama lain, tetapi ada hal yang menyamakannya, paling tidak mengenai
adanya sense of the sacred. Juga akan dibahas perkembangan mistisisme yang
semakin universal lewat tradisi baru yang sering disebut new-age.
Pustaka:
1.
Carmody, Denise Lardner, dan Carmody, John Tully, Mysticism: Holiness East
and West (Oxford: Oxford University Press, 1966)
2.
Parrinder, Geoffrey, Mysticism in the Worlds Religions (London: Sheldon
Press, 1976)
3.
Johnston William, The Inner Eye of Love: Mysticism and Religion (London: St
James Place, 1978)
4.
Ruland, Vernon, Imagining the Sacred: Sounding in World Religions (NY:
Orbis Books, 1998).
FA 210
Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam 1 (2 SKS)
Memahami perkembangan umat Islam di Mesir, Turki, Iran, dan Indo-Pakistan dan
Indonesia pada zaman modern; sebab-sebab kejayaan dan kejatuhan umat Islam di
kawasan tsb. serta prospek masa depannya.
Pustaka:
1.
H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1991)
2.
3.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
4.
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indo-Pakistan (Bandung: Mizan,
1993)
5.
6.
W. C. Smith, Islam in Modern History (New Jersey: Princeton Univ. Press,
1977)
7.
8.
9.
10. Ali Rehmana, Para Perintis Jalan Baru Islam (Bandung: Mizan, 1994)
11. Fazlur Rahman, Neo-Modernisme Islam: Metode dan Alternatif (Bandung:
Mizan, )
12. S.H. Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern (Bandung: Pustaka, 1983)
13. M. Syafi`i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina,
1995)
14. Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Jakarta:
Tintamas, 1966)
15. Nikki R. Keddie, Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran
(New Haven and London, 1981).
FA 211
Falsafah Islam 2
(3 SKS)
Menelaah perkembangan falsafah Islam sejak masa al-Kindi, filosof Muslim pertama,
sampai pada pemikiran falsafi filosof modern dan kontemporer seperti Muhammad
Iqbal dan Abd al-Rahman Badawi. Ini akan meliputi pemikiran al-Farabi, Ibn Sina, alGhazali, Ibn Rusyd, Suhrawardi, Mulla Sadra dsb. Topik-topik yang akan dibicarakan
misalnya tentang hubungan agama dan falsafah, akal dan wahyu, konsep akal,
penciptaan, falsafah ilmu pengetahuan (epistemologi), metafisika dll. Juga akan
dikemukakan di sini perkembangan dialektis antara para filosof sendiri, para teolog
dan juga para sufi, serta benturan dan ketegangan namun juga kesinambungan tradisi
falsafi dari masa klasik hingga masa kini.
Pustaka:
1.
Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy, cet. 2 (New York: Columbia
University Press, 1983)
2.
Nasr dan Leaman (ed.), History of Islamic Philosophy (London-New York:
Routledge, 1996).
3.
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul
International & Islamic Publications, 1993).
FA 212
Ilmu Kalam 2
(3 SKS)
Membahas persoalan-persoalan teologis dan interaksinya dengan fenomena sosialpolitik yang berkembang, terutama, pada periode formatif suatu sistem teologis.
Matakuliah ini membahas secara kritis dan analitis interaksi antara ilm al-kalam
dengan politik sebagai suatu realitas soiso-historis.
Pustaka:
1.
Hamid Dabashi, Authority in Islam: From ther Rise of Muhammad to the
Establishment of the Umayyads (New Brunswick, New Jersey, 1989)
2.
Wilfred Madelung, Religious School and Sects in Medieval Islam (London,
1985)
3.
A. J. Wensinck, The Fiqh Akbar I in The Muslim Creed: Its Genesis and
Historical Development, ed. A. J. Wensinck (London, 1965), 102-124.
4.
5.
FA 213
Sosiologi Agama
(2 SKS)
2.
3.
Elizabeth Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi
(Jakarta: Rajawali Pers,)
4.
Thomas F. Odea, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (Jakarta:
LP3S)
5.
Bryan S. Turner, Sosiologi Agama: Suatu Telaah Analitis atas Sosiologi Weber
(Jakarta: Rajawali Pers, )
6.
7.
8.
9.
FA 301
Falsafah Agama
(3 SKS)
Pemahaman problem filosofis yang berkaitan dengan agama secara lebih detail. Ini
meliputi deskripsi dari beberapa konsep Tuhan; dasar-dasar kepercayaan pada Tuhan
dan bukti-bukti filosofis tentang adanya Tuhan; juga dasar-dasar pengingkaran pada
Tuhan bagi mereka yang menentangnya. Juga akan didiskusikan masalah wahyu dan
kepercayaan, problem bahasa agama, problem verifikasi, keabadian jiwa dsb.
Pustaka:
1.
2.
3.
Bertrand Russell, Religion and Science (London: Oxford University Press,
1982)
FA 302
Kuliah ini bertujuan memberi gambaran tentang beberapa pemikiran tentang estetika
dan seni, teori-teori seni yang berkembang di Barat dan Timur, serta pengaruhnya
bagi perkembangan seni di Indonesia sejak zaman Hindu dan Islam hingga masakini.
Pemikiran estetik yang akan ditampilkan meliputi tradisi Yunani, India, Islam,
Kristen, Eropa modern dan kontemporer. Tokoh penting yang dibicarakan antara lain:
Plato, Aristoteles, Plotinus, Augustinus, Bharata, Anandawardhana, Dandin,
Abinavagupta, al-Farabi, Ibn Sina, Imam al-Ghazali, Ibn al-Arabi, Jalaluddin Rumi,
Nietzsche, Maritain, Santayana dan Collingwood. Pada akhir kuliah akan disajikan
pemikiran tokoh estetika Asia seperti Wang Fu-chih, Tagore, Iqbal, Kahlil Gibran, A.
K. Comaraswamy, Hagiwara Sakutaro dan Seyyed Hosein Nasr.
Pustaka:
1.
2.
Hans George Gadamer, The Relevan of the Beautiful and Other Essays
(Cambridge, 1976)
3.
4.
5.
Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam (Bandung: Mizan, 1987)
6.
Abdul Hadi W.M., Kembali ke Akar kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra
Profetik dan Sufistik (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000)
FA 303
Psikologi Agama
(2 SKS)
Mata kuliah ini mempelajari bagaimana agama berperan dalam hidup manusia atau
kelompok dimana pribadi itu menjadi anggotanya, serta secara kritis mempelajari apa
yang terjadi pada orang atau kelompok karena hidup keagamaan mereka. Tujuan mata
kuliah ini agar mahasiswa bisa memahami pengalaman dan perilaku keagamaan
secara ilmiah dari sudut pandang psikologi.
Pustaka:
1.
Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama: Sejak William James hingga
Gordon W. Allport (Yogyakarta: Kanisius, 1993)
2.
Nico Syukkur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi
Agama (Jakarta: Leppenas, 1982)
3.
William James, The Varieties of Religious Experience: A Study in Human
Nature (New York: Modern Library, 1902)
4.
Hanna Jumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis (Jakarta: Paramadina, 1996)
FA 304
Usul Fiqh/Falsafah Hukum Islam 1
(2 SKS)
Matakuliah ini membahas usul al-fiqh sebagai metodologi yang dikembangkan oleh
sarjana-sarjana Muslim untuk menyimpulkan hukum. Selain itu juga matakuliah ini
memberikan pemahaman tentang cara-cara istimbat (penyimpulan/pengambilan)
hukum-hukum dengan menggunakan kaidah-kaidahnya.
Pustaka:
1.
2.
3.
A. Dzajuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, )
4.
5.
6.
7.
8.
FA 305
Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam 2 (2 SKS)
Pustaka:
1.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
2.
3.
4.
A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indo-Pakistan (Bandung: Mizan,
1993)
5.
6.
W. C. Smith, Islam in Modern History (New Jersey: Princeton Univ. Press,
1977)
7.
8.
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Jakarta:
Tintamas, 1966)
9.
FA 306
Tasawuf 2
(3 SKS)
Mengkaji tasawuf, baik sebagai ilmu Islam yang penting maupun sebagai gerakan
keruhanian dan kebudayaan. Pada bagian awal dibahas faktor-faktor sosial politik dan
keagamaan yang mendorong munculnya golongan Sufi, tahap-tahap perkembangan
dan perumusan doktrin mereka. Fokus diberikan pada pemikiran tokoh utama seperti
Rabiah al-Adawiyah, Dzu al-Nun al-Misri, Muhasibi, Bayazid Bhistami, Mansur al-
Hallaj, Junayd al-Baghdadi, Syibli, Qushairi, Hujwiri, Tustari, Imam al-Ghazali, Ibn
Arabi, Suhrawardi al-Maqtul, Fariduddin al-Attar, Jalaluddin Rumi, Abdul Karim alJili dll. Doktrin-doktrin utama yang dibahas ialah Wujudiyah, Isyraqiyah, dan
Syuhudiyah. Pada bagian akhir dibicarakan perkembangan tarekat-tarekat Sufi utama
seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Shadiliyah, Mawlawiyah dan Suhrawardiyah.
Sebagai penutup dkaji perkembangan Tasawuf Indonesia beserta tokoh-tokohnya
seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Nuruddin Raniri dll.
Pustaka:
1.
Abul-Wafa al-Taftazani, Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke Zaman
(Bandung: Pustaka, 1982)
2.
Ali Utsman al-Hujwiri, Kasyful Mahjub: Risalah Tasawuf Tertua Persia
(Bandung: Mizan, 1992)
3.
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1985).
4.
5.
Kautsar Azhari Noer, Wahdat al-Wujud Ibn Arabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1995).
6.
Abdul Hadi W. M., Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya
(Bandung: Mizan, 1995).
FA 307
Islam dan Barat
(3 SKS)
Mata kuliah ini mempelajari hubungan antara Islam dengan Barat dalam perspektif
sejarah. Di dalamnya dipelajari asal mula dan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik berkepanjangan antara kedua peradaban ini, persepsi dan
mispersepsi satu sama lain, serta pola hubungan antara keduanya secara umum.
Tujuan mata kuliah ini untuk mendorong terjadinya dialog yang bisa mengembangkan
persepsi yang lebih tepat dan benar, dari dan terhadap masing-masing pihak.
Pustaka:
1.
Norman Daniel, Islam and the West: The Making of an Image (Oxford:
Oneworld, 1997)
2.
Bernard Lewis, Islam and the West (New York and Oxford: Oxford University
Press, 1993)
3.
Albert Hourani, Islam in European Thought (Cambridge: Cambridge University
Press, 1993)
4.
5.
FA 308
Sejarah Kebudayaan Islam (3 SKS)
Kuliah ini dibagi dua bagian ; Bagian pertama akan membicarakan perkembangan
kebudayaan Islam sejak abad 7 s/d abad 13, khususnya pada masa jatuhnya
kekhalifahan Baghdad oleh serbuan tentara Mongol. Juga dibahas corak pemerintahan
dinasti-dinasti Muslim yang muncul dan dominan seperti Umayyah, Abbasiyah,
Samaniyah, Fatimiyah, Seljuq dan Mamluk. Dalam bagian kedua Dikaji
perkembangan Islam di wilayah Timur di bawah dinasti-dinasti yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan Islam dan kebudayaannya seperti Il-khan
Mongol, Timuriyah, Utsmaniyah, Mughal India, Safawi Iran dan dinasti-dinasti di
Asia Tenggara.
Pustaka:
1.
C. E. Bosworth, The Islamic Dynasties (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1967)
2.
Ismail R. Faruqi & Lois L. Faruqi, Atlas Kebudayaan Islam (Bandung: Mizan,
1998).
3.
R. A. Nicholson, A Literary History of the Arab (Cambridge: Cambridge
University Press, 1956).
4.
M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (London: The
Macmillan Press, 1993).
5.
FA 309
Falsafah Sains
(3 SKS)
Membahas lebih mendalam metodologi ilmu yang meliputi Apakah yang disebut
ilmu itu, perdebatan dari para filasuf mutakhir mengenai ini akan dibicarakan sejak
paham induktivisme naif, positivisme logis, Karl Popper (rasionalisme-Kritis),
Thomas Kuhn mengenai paradigma, dan Feyerabend. Juga dibicarakan mengenai
falsafah ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Pustaka:
1.
FA 310
Usul Fiqh/Falsafah Hukum Islam 2
(2 SKS)
2.
3.
A. Dzajuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, )
4.
5.
6.
7.
8.
FA 311
Seminar Islam dan Isu-Isu Kontemporer
(3 SKS)
FA 312
Falsafah Al-Quran
(2 SKS)
2.
Abbas Mahmud al-Aqqad, Hari Akhir Menurut al-Quran (Jakarta:Pustaka
Firdaus)
3.
4.
Mirza Ghulam Ahmad, The Philosophy of The Teachings of Islam (Washington
D.C., 1953)
FA 313
Falsafah India
(2 SKS)
5.
Herbert H. Gowen, A History of Indian Literature: From Vedic Times to the
Present Day (New York: Greenwood Press, 1968)
6.
7.
Robert Watson Frazer, Indian Thought: Past and Present (London: 1955).
8.
9.
A.K. Comaraswamy and I. B. Horner, The Living Thoughts of Gotama the
Buddha (London: 1956).
10. Rene Guenon, Introduction to the Study of the Hindu Doctrines (London: 1955).
FA 314
Epistemologi
(2 SKS)
Tujuan matakuliah ini adalah agar mahasiswa memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memberi tanggapan kritis terhadap beberapa masalah hakikat, struktur, sumber
dan cakupan pengetahuan manusia serta dasar pertanggungjawaban kebenarannya.
Matakuliah ini membahas opini, kepercayaan dan pengetahuan, teori-teori ilmu,
skeptisisme, definisi, pembenaran, demontrasi dan pembuktian.
Pustaka:
1.
Hans-Georg Gadamer, Reason in the Age of Science (Cambridge,
Massachussets: The MIT Press, 1986).
2.
Martin Hollis & Steven Lukes, eds., Rationality and Relativism (Cambridge,
Massachussets: the MIT Press, 1984).
3.
Keith Lehrer, Theory of Knowledge (Boulder and San Francisco: Westview
Press, 1990).
4.
Jean-Francois Lyotard, The Postmodern Conditions: A Report on Knowledge
(Manchester: Manchester University Press, 1989).
5.
Tom Sorell, Philosophy and the Infatuation with Science (London and New
York: 1991).
FA 315
Sejarah Agama-Agama
(2 SKS)
FA 316
Pemikiran Politik Islam
(3 SKS)
Mengkaji konsep-konsep politik yang dikembangkan oleh para fuqaha seperti alJahizh, al-Baghdadi, al-Mawardi, al-Ghazali dll.. Juga akan dibahas pemikiranpemikiran politik para filosof Muslim, seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn
Tufayl dan Ibn Rusyd, yang mengembangkan teori-teori politik mereka berdasarkan
teori para filosof Yunani. Pemikiran-pemikiran politik modern seperti yang
dikemukakan oleh Muhammad Ridha, Tahtawi, Ali Abd al-Raziq, Sayyid Qutb dan
al-Mawdudi juga akan didiskusikan dalam matakuliah ini.
Pustaka:
1.
Ann K. S. Lambton, State and Government in Medieval Islam (London: Oxford
University Press, 1981).
2.
Erwin Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam (Westport, Connecticut:
Greenwood Press, 1985)
3.
Hamed Inayat, Modern Islamic Political Thought (Austin: University of Texas
Press, 1982).
4.
5.
6.
Klaus Ferdinand dan Mehdi Muzaffari, Islam: State and Society (London:
Curzon Press, 1988)
7.
Henry Laoust, Ushul al-Islam fi al-Siayasah wa al-Ijtima` `inda Syeikh Ibn
Taymiyah, Terjemahan Arab oleh M. Abd Azhim Ali (Cairo: Dar al-Da`wah)
FA 401
Falsafah Cina (2 SKS)
Memberi pengertian mendasar tentang perkembangan falsafah Cina sejak muncul dan
terbentuknya aliran-aliran utama seperti Konfucianisme, Taoisme, Chan Buddhisme,
Neo-Konfucianisme dll. Tokoh-tokoh yang dikaji termasuk Kung Fu Tze, Lao Tze,
Meng Tze, Chuang Tze dan pengikut madzhab pemikiran mereka. Tumpuan diberikan
2.
3.
4.
Helmut Wilhelm, Heaven, Earth and Man in the Book of Changes (Seattle:
1977)
FA 403
Kosmologi
(2 SKS)
Membahas falsafah fisika modern (relativitas dan kuantum). Dan falsafah biologi
(terutama perdebatan teori evolusi). Semuanya dikaitkan dengan implikasi-implikasi
filosofisnya . Dan kaitannya dengan falsafah Ketuhanan dengan pembicaraan falsafah
ketuhanan argumen kosmologisnya.
Pustaka:
1.
2.
William Craig, Kalam Cosmological Argument (Oxford : Oxford University
Press, 1976)
MU 501
Metodologi Penelitian (3 SKS)
Membahas sejarah riset, arti dan fungsi riset. Dibahas pula berbagai jenis penelitian
dan berbagai macam metode penelitian berdasarkan fungsinya dan perbedaan dan
perbedaan antara positivisme dan nonpositivisme serta kecenderungan eklektisme.
Kemudian dibahas pula strategi dan langkah-langkah penelitian, teknik pengumpulan,
pengolahan dan presentasi data, dan penyusunan pelaporan penelitian. Pemberian
materi ini pada akhirnya menuju kepada pembentukkan kemampuan mahasiswa untuk
membuat rancangan penelitian.
Pustaka:
1.
2.
Koentjaraningrat (ed.), Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:
Gramedia, 1979)
3.
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta:
LP3ES, 1982)
4.
J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia,
1978)
5.
FA 404
Falsafah Sejarah
(2 SKS)
2.
Jacob Buchhard, Reflection on History (London: George Allen & Unwin, 1958)
3.
Patrick Gardiner, Theories of History (New York: The Free Press, 1970)
4.
Charles Issawi, Ibnu Khaldun: Pilihan dari Muqaddimah Filsafat Islam tentang
Sejarah (Jakarta: Tintamas, 1976)
5.
Ahmad Mahmud Subhi, Fi Falsafat al-Tarikh (Iskandariyah: Muassasah alTsaqafah al-Jamiiyyah)
6.
Arnold J. A. Toynbee, Study of History (Oxford: Oxford University Press,
1956)
FA 405
Falsafah Manusia
(2 SKS)
3.
4.
FA 407
2.
3.
Nashir al-Din Thusi, The Nasirian Ethics, terjemahan dari Persia ke Inggris oleh
G. M. Wickens (George Allen & Unwin Ltd., 1964).
4.
FA 406
Hermeneutika
(2 SKS)
Hermeneutika adalah ilmu tentang tafsir. Dalam kuliah ini akan dibahas terutama
hermeneutika kontemporer, yaitu hermeneutika sebagai kajian falsafah: F.
Schleiermacher, W. Dilthey, Fenomenologi (kaitan bahasa dengan hermeneutika),
Gadamer. Hermeneutika dalam penafsiran teks: Bultman, Betti, Hirsch, Paul Ricouer
dan strukturalisme. Secara aliran akan didalami: Falsafah Hermeneutika (Heidegger,
Bultman, Gadamer). Hermeneutika sebagai kritik (Apel, Habermas, dan
Hermeneutika Materalis). Akhirnya akan
didalami falsafah hermeneutika Paul Ricouer yang sangat dekat dengan penafsiran
tradisional Islam.
Pustaka:
1.
2.
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics as Method, Philosophy and
Critique (Routledge & Kegan Paul, 1980)
FA 408
Sastra Islam (3 SKS)
Tujuan mata kuliah ini ialah memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang
karya-karya penting sastrawan Islam sejak awal perkembangan sejarahnya di Dunia
Arab, Persia, Indo-Pakistan dan Melayu-Nusantara. Karya-karya yang dibahas
terutama ialah yang termasuk ke dalam kategori sastra sufi dan sastra adab. Melalui
pembahasan karya-karya kategori tersebut diharapkan dapat membantu pemahaman
mahasiswa terhadap sejarah perkembangan pemikiran falsafah dan tradisi intelektual
Islam yang tidak sedikit diungkapkan dalam karya sastra. Para penulis yang karyanya
akan dibahas antara lain ialah Ibn al-Muqaffa, Ibn Tufail, Abu al-Ala al-Ma`arri, Ibn
Faridl, Badi`uzzaman al-Hamadzani, Fariduddin Attar, Jalaluddin Rumi, Sa`di, Umar
Khayyam, Hamzah Fansuri, Sunan Bonang, Ghalib, Muhammad Iqbal, Amir Hamzah,
Hamka dan lain-lain
Pustaka:
1.
Osman Haji Khalid, Kesusasteraan Arab: Zaman Abbasiah, Andalusia dan
Zaman Moden (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997)
2.
S.H. Nasr, Islamic Art and Spirituality (Albany: State University of New York
Press, 1987)
3.
Ashtiany et. al, The Cambridge History of Arabic Literature (Cambrigde:
Cambridge University Press, 1990).
MU 492
Seminar (2 SKS)
Prosedur dan Tata cara penyusunan proposal Tugas Akhir, Pembahasan Topik dan
contoh-contoh, Seminar bagi peserta Tugas Akhir
MU 599
Tugas Akhir (6 SKS)