Anda di halaman 1dari 107

Budaya sebagai Medan Pertarungan Kuasa

Oleh Nur Aryani


Cultural studies adalah salah satu paradigma yang cukup banyak memberikan
perhatian terhadap kebudayaan. Jika selama ini studi mengenai kebudayaan terkesan
menjurus pada karakter dikotomis, hitam-putih mengenai prosesi pembentukan dan
kesimpulan-kesimpulan terhadap apa itu yang disebut kebudayaan, maka cultural
studies lebih luas dan mendetail. Dengan perhatian itulah pembacaan atas ragamnya
realitas budaya juga berhasil menempatkan sub-sub kebudayaan sebagai satu
kenyataan spesifik dari paradigma modern lainnya. Salah satu contohnya adalah
pembacaan atas sub-kebudayaan yang bernama komunikasi. Komunikasi bagi
cultural studies bukanlah semata refleksi budaya manusia tanpa efek. Bahkan
kebudayaan bisa pula dimengerti sebagai totalitas tindakan komunikasi dan sistemsistem makna.
Hal yang penting dibahas dalam hubungan antara produksi makna dan kebudayaan
adalah signifikansinya dalam perebutan makna. Sebagaimana kita ketahui, dalam
kebudayaan suatu masyarakat dipastikan adanya perebutan makna antarsesama pelaku
budaya. Perebutan makna di sini juga lekat dengan konflik yang sifatnya hierarkis
(penguasa vs yang dikuasai) atau juga yang sifatnya diametral. Dalam konteks
pemaknaan kebudayaan seperti ini, adanya komunikasi dianggap sangat penting,
bahkan determinan. Sebab, medium perang yang digunakan adalah bahasa, yang
berarti adalah komunikasi itu sendiri. Dalam konteks bahasa inilah maka tidak
mengherankan jika kemudian posisi seseorang akan ditentukan oleh kemelekhurufan budaya (cultural literacy), yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan
kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks
budaya.
Salah satu tokoh yang memberikan perhatian terhadap soal ini adalah seorang
sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu. Menurutnya, bahwa tindakan (practice) atau apa
yag secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari (dan sekaligus
respons terhadap) aturan-aturan dan konvensi-konvensi budaya. Ia mengandaikan
korelasi secara dialektis hubungan kebudayaan (peta) dengan tindakan tentang
perjalanan. Kebudayaan adalah peta sebuah tempat, sekaligus perjalanan menuju
tempat itu. Peta adalah aturan dan konvensi, sedangkan perjalanan adalah tindakan
aktual. Apa yang disebut dengan kemelek-hurufan budaya adalah perasaan untuk
menegosiasikan aturan-aturan budaya itu, yang bertujuan memilih jalan kita dalam
kebudayaan. Tindakan adalah performance dan kemelek-hurufan adalah budaya.
Marilah sejenak kita mengambil contoh dari sebuah film Jepang, Tampopo, yang
mengisahkan adegan sekelompok pebisnis muda Jepang makan bersama dalam
sebuah restoran bergengsi di Prancis. Perilaku kelompok dalam budaya bisnis Jepang
dikenal bersifat sangat hierarkis. Dalam acara makan bersama macam ini kebiasaan
yang umum berlaku adalah seseorang yang dianggap superior dalam kelompok akan
terlebih dulu memesan makanan, kemudian orang lain tinggal mengikutinya saja.
Kebiasaan itu jadi berubah ketika mereka harus tampil di sebuah restoran Prancis,
yang tentu saja menuntut kemelek-hurufan dalam makanan dan anggur Prancis.
Seseorang yang dianggap pemimpin dalam kelompok ini ternyata buta huruf dalam
wilayah ini: ia tak mengenal dan tak bisa membayangkan makanan yang terdaftar di
menu. Ia juga tak tahu bagaimana menyesuaikan jenis anggur dengan jenis makanan
yang dipilih. Akhirnya ia memesan makanan dan anggur sekenanya.

Semua anggota kelompok ini, kecuali satu orang saja, sama-sama buta hurufnya dan
memilih hidangan dengan mengikuti hidangan pemimpinnya. Pesanan terakhir dari
seseorang pebisnis muda, sangat berbeda dengan pesanan lainnya. Pesanannya
menunjukkan bahwa ia sangat melek-huruf dalam makanan dan anggur Prancis. Ia
tampak tenang menghadapi menu, membaca, dan menganalisisnya, dan menunjukkan
betapa ia sangat tahu akan semua yang dilakukannya. Ia berbicara sebentar dengan
pelayan, mengajukan pertanyaan bermutu, dan akhirnya menjatuhkan pilihan yang
sangat berselera. Semua koleganya sangat terkesan dan ini membuka peluang yang
lebih baik buat si pebisnis muda itu meningkatkan posisinya dalam dunia bisnis.
Lantas bagaimana kemelek-hurufan budaya diterjemahkan ke dalam tindakan
seseorang? untuk menjelaskannya, Bourdieu mempunyai tiga konsep: medan
budaya(cultural field), habitus dan modal budaya (cultural capital). Bourdieu
mendefinisikan medan budaya sebagai institusi, nilai, kategori, perjanjian, dan
penamaan yang menyusun sebuah hierarki obyektif, yang kemudian memproduksi
dan memberi wewenang pada berbagai bentuk wacana dan aktivitas; dan konflik
antarkelompok atau antarindividu yang muncul ketika mereka bertarung untuk
menentukan apa yang dianggap sebagai modal dan bagaimana ia harus
didistribusikan. Yang disebut modal oleh Bourdieu meliputi benda-benda material
(yang bisa mempunyai nilai simbolis), prestise, status, otoritas, juga selera dan pola
konsumsi.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam sebuah medan (field), ditentukan oleh
posisinya dalam medan itu, yang pada gilirannya akan menentukan besarnya
kepemilikan modal. Kekuasan itu digunakan untuk menentukan hal-hal macam mana
yang bisa disebut modal (keaslian modal).
Modal selalu tergantung dan terikat pada medan tertentu, ia bersifat partikular. Dalam
medan gaya hidup remaja Indonesia sekarang misalnya, pengenalan akan film dan
musik Amerika, kemampuan berbahasa gaul, atau berdandan dengan gaya tertentu,
bisa disebut sebagai modal. Bagaimanapun, kemampuan-kemampuan ini, bukanlah
modal, misalnya saja, dalam medan pelayanan diplomatik.
Pemahaman seseorang akan modal berlangsung secara tak sadar, karena menurut
Bourdieu dengan cara begitulah ia akan berfungsi efektif. Seperangkat pengetahuan,
aturan, hukum, dan kategori makna yang ditanamkan secara tak sadar ini oleh
Bourdieu disebut habitus. Habitus bersifat abstrak dan hanya muncul berkaitan
dengan putusan tindakan: ketika seseorang dihadapkan pada masalah, pilihan dan
konteks. Dengan begitu habitus bisa juga dimengerti sebagai feel of the game.***
*Penulis adalah Alumnus Teknik Informatika ITB, tinggal di Bandung

Paul Feyerabend

Paul Feyerabend (1924-1994) mempelajari sejarah dan sosiologi sebelum


memutuskan untuk mendalami fisika. Tesis doktornya diperoleh dalam filsafat di
bawah bimbingan Karl Popper. Karya terbesar Feyerabend adalah Against Method
yang ditulis pada tahun 1975.

Pada awalnya, sebagai murid Popper, Feyerabend mendukung filosofi dan prinsip
falsifikasi Popper namun kemudian dia berbalik menjadi salah seorang penentang
Popper. Feyerabend berpendapat bahwa prinsip falsifikasi Popper tidak dapat
dijalankan sebagai satu-satunya metode ilmiah untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Menurut Popper, setiap teori harus melalui proses falsifikasi untuk menemukan teori
yang benar. Bila suatu teori dapat ditemukan titik lemahnya maka teori tersebut gugur.

Sedangkan menurut Feyerabend tidaklah demikian. Feyerabend berpendapat bahwa


untuk menemukan teori yang benar, suatu teori tidaklah harus dicari kesalahannya
(falsifikasi) melainkan mengembangkan teori-teori baru.

Fokus Feyerabend kemudian berpindah ke pluralisme teoritis, yang mengatakan


bahwa untuk memperbesar kemungkinan mem-falsifikasi teori yang berlaku, kita
harus mengkonstruksi teori-teori baru sebanyak mungkin dan mempertahankannya.
Pluralisme ini penting, karena kalau tidak, akan terjadi keseragaman yang akan
membatasi pemikiran kritis.

Jika teori baru ini dapat dipertahankan dan lebih baik daripada teori lama maka yang
baru akan menggantikan yang lama (yang dinamakan perubahan paradigma oleh
Thomas Kuhn). Feyerabend menuturkan hal ini dalam artikel On a Recent Critique
of Complimentary.

Menurut Feyerabend, dalam bukunya Against Method, tidak ada satu metode rasional
yang dapat diklaim sebagai metode ilmiah yang sempurna. Metode ilmiah yang
selama ini diagung-agungkan oleh para ilmuwan hanyalah ilusi semata.

Prinsip dasar mengenai tidak adanya metodologi yang berguna dan tanpa kecuali yang
mengatur kemajuan sains disebut olehnya sebagai epistemologi anarkis. Penerapan
satu metodologi apa pun, misal metodologi empiris atau Rasionalisme Kritis Popper
akan memperlambat atau menghalangi pertumbuhan ilmu pengetahuan.

Dia mengatakan anything goes yang berarti hipotesa apa pun boleh dipergunakan,
bahkan yang tidak dapat diterima secara rasional atau berbeda dengan teori yang

berlaku atau hasil eksperimen. Sehingga ilmu pengetahuan bisa maju tidak hanya
dengan proses induktif sebagaimana halnya sains normal, melainkan juga secara
kontrainduktif.

Dalam pengembangan prinsip ini Feyerabend mengakui adanya penerapan prinsip


liberalisme John Stuart Mills dalam konteks tertentu (sains) dalam metode sains.
Feyerabend menganut liberalisme ini karena menurut dia, tidak ada satu hipotesa apa
pun, bahkan yang tidak masuk akal, yang tidak berguna untuk kemajuan sains.

Dengan pegangan ini, Feyerabend mengatakan bahwa sains dan mitos tidak dapat
dibedakan dengan satu batas prinsip tertentu. Mitos adalah sains dengan tradisi
tertentu dan sebaliknya sains hanyalah sesuatu tradisi mitos. Asumsi bahwa ada
batasan antara sains dan mitos akan menimbulkan batasan-batasan yang menghalangi
pemikiran kreatif dan kritis.

Sains itu lebih dekat dengan mitos daripada filsafat sains mau akui. Mitos adalah
salah satu bentuk pemikiran yang dibuat manusia, dan belum tentu yang terbaik.
[Mitos] bersifat superior hanya pada yang sudah memihak pada suatu ideologi
tertentu, atau yang menerimanya tanpa mempelajari keuntungannya dan batasannya.
(Against Method, hal. 295).

Kriteria yang biasa digunakan untuk menguji kebenaran hipotesa, seperti logika dan
hasil eksperimen, bukan sesuatu yang harus dipenuhi. Logika dapat dibantah kalau
ada kecurigaan bahwa teori yang berlaku berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu
(misalnya, Newton dahulu berasumsi waktu tidak berhubungan dengan ruang, yang
kemudian dibantah oleh Einstein). Hasil eksperimen tidak perlu dipenuhi kalau
dicurigai adanya kesalahan teori pengamatan.

Dalam Against Method, Feyerabend menulis,

Selalu ada keadaan di mana itu tidak hanya dianjurkan untuk tidak menghiraukan
aturan, tetapi untuk mengadopsi lawannya.
Contohnya, selalu ada keadaan di mana itu dianjurkan untuk memperkenalkan,
mengemukakan dan mempertahankan hipotesa ad hoc (untuk suatu tujuan), atau
hipotesa yang mengkontradiksi hasil eksperimen yang sudah diterima secara umum,
atau hipotesa di mana isinya lebih kecil daripada isi alternatif yang berlaku dan
memadai secara empiris, atau hipotesa yang konsisten pada dirinya, dan selanjutnya..

Menurut Feyerabend, sebuah hipotesa atau teori baru tidak harus memenuhi seluruh
elemen dari teori lama karena hal tersebut hanya akan menyebabkan teori lama
dipertahankan daripada mencari teori yang benar. Mempertahankan teori lama akan
mempersempit pemikiran sehingga tidak bisa membuka lahan teori baru dan
mengarahkan ilmu pengetahuan pada subyektivitas, sentimen atau prejudis. Seperti
halnya teori kuantum pada awalnya ditentang bahkan oleh Einstein (God does not
play dice), karena implikasi teori ini menyebabkan ketidakpastian yang sangat
mengganggu pikiran.

Teori baru akan selalu muncul dengan sangat sulit, dan akan ditentang dengan faktafakta yang memberatkan yang berasal dari teori lama. Padahal teori baru ini
merupakan revolusi ilmiah yang sangat penting dan sangat diperlukan untuk
kemajuan ilmu pengetahuan.

Feyerabend mengatakan bahwa dikekang oleh teori sains modern yang sedang berlaku
sama saja seperti dikekang oleh ajaran dogmatik jaman pertengahan Eropa. Dalam hal
ini, ilmuwan sains modern mempunyai peran yang sama seperti kardinal Gereja jaman
dahulu yang menentukan apa yang benar dan apa yang salah.

Prinsip falsifikasi (Popper), menurut Feyerabend, mungkin merupakan metode ilmiah


yang pantas digunakan, namun banyak teori baru yang tidak diketahui cara
memfalsifikasikannya. Teori-teori yang tidak dapat dilalui proses falsifikasi masih
bisa dianggap kebenaran. Hal ini berbeda dengan Popper yang menganggap bahwa
semua teori baru harus melewati proses falsifikasi dan bila gagal melaluinya maka
teori tersebut tidak ilmiah dan tidak dapat dibenarkan (tidak dapat di-verifikasi).
ALKITAB DAN ILMU PENGETAHUAN
Ir. Stanley I. Sethiadi
"Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan burung-burung diudara dan atas segala binatang
yang merayap dibumi". (Kejadian 1:28b).
FILSUF FEYERABEND DAN TEORI KREASI
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan
kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
(Kejadian 1:1-3).

"Scientific American" adalah sebuah majalah ilmiah, yang diterbitkan di-Amerika


Serikat dan sudah berusia lebih dari satu abad. Majalah ini sangat populer bukan saja
di-Amerika, tetapi juga diseluruh dunia. Pada umumnya, majalah itu adalah
pendukung teori evolusi. Tetapi dalam penerbitannya bulan Mei 1993 halaman 16-17
diberitakan pendapat seo rang filsuf yang sangat terkenal ialah Dr Paul Karl
Feyerabend (1924-1994).
Feyerabend lahir di-Austria pada tahun 1924. Mula-mula ia belajar fisika, kemudian
ia lanjutkan dibidang filsafat. Pada tahun 1951 ia mendapat gelar Doctor dalam
filsafat. Pada tahun 1975 ia menulis sebuah buku yang berjudul : "Against Method."
Buku ini banyak dibaca oleh para ilmuwan sedunia, dan telah diterjemahkan dalam 16
bahasa. Feyerabend juga menulis buku yang berjudul : "Science in a free society"
(1978), dan "Farewell to Reason" (1987).
Feyerabend menganjurkan agar kita mempunyai pikiran yang terbuka terhadap
metode-metode dan cara hidup baru, biarpun berlainan atau bahkan bertentangan
dengan metode-metode dan cara hidup yang telah mapan. Menurut "Scientific
American" :
FEYERABEND JUGA MENDUKUNG AGAR TEORI KREASI DIAJARKAN
DISEKOLAH-SEKOLAH UMUM, DISAMPING TEORI EVOLUSI.
Teori kreasi dikemukakan para ilmuwan kreasionis sejak tahun 1950 dan lebih tegas
lagi sejak 1970. Menurut teori kreasi alam semesta ini terma suk umat manusia
diciptakan Pencipta menurut penciptaan khusus, dan bukan berevolusi seperti
dikatakan para evolusionis. Mula-mula teori ini diejek oleh para evolusionis sebagai :
"Agama yang berselubung ilmiah". Para kreasionis menunjukan bahwa : "Kalau teori
evolusi adalah ilmu pengetahuan alam, maka teori kreasi adalah juga ilmu
pengetahuan alam. Sebaliknya bila kreasionisme adalah agama, maka evolusionisme
adalah juga agama. Keduanya tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, dalam arti kata
percobaan-percobaan dan pengamatan-pengamatan yang dapat diulangi dan diselidiki
secara seksama. Keduanya hanya berdasarkan spekulasi-spekulasi metafisis dari
benda-benda dan hukum alam yang berlaku masakini".
Para kreasionis sedunia berjuang agar teori kreasi diajarkan disekolah- sekolah,
disamping teori evolusi. Usaha ini mendapat tentangan keras dari para evolusionis.
Banyak evolusionis mempertahankan mati-matian agar evolusionisme tetap menjadi
satu-satunya "agama" resmi disekolah- sekolah dari TK sampai Universitas.
Secara umum, lepas dari pro atau kontra teori yang satu atau teori yang lain, patutkah
murid-murid disekolah hanya disodorkan satu cara pandang saja, kalau memang ada
lebih dari satu cara pandang ? Apalagi diajar seolah-olah cara pandang itu mutlak
benar ? Dalam abad ke-20 ini, praktis semua ilmuwan yang berbobot mengerti bahwa
tidak ada kebenaran yang mutlak dalam ilmu pengetahuan alam. Patutkah diadakan
pengecualian pada sebuah teori tertentu ? Pada teori evolusi umpamanya.
Dalam dunia ilmu pengetahuan alam, untuk menerangkan sebuah kumpul an gejalagejala alam memang dapat ada dua atau lebih teori. Umpama mengenai cahaya, ada

teori yang mengatakan bahwa cahaya adalah partikel-partikel yang bergerak dengan
kecepatan tinggi, dan ada teori lain yang mengatakan bahwa cahaya adalah
gelombang-gelombang. Sampai sekarang para ilmuwan masih belum dapat tentukan
teori mana yang "lebih benar". Keduanya diajarkan kepada para siswa sekolah
menengah dan para mahasiswa IPA.
Mengenai teori asal usul alam semesta, ada tiga buah teori ialah:
1. Teori kreasi, ialah bahwa alam semesta ini diciptakan sang Pencipta.
2. Teori evolusi, ialah bahwa alam semesta ini berevolusi dari zat atau materi dasar.
3. Teori bahwa alam semesta ini selamanya ada. Teori ini kini sudah hampir tidak ada
pendukungnya lagi. Tetapi dahulu pernah didukung Aristoteles, Ibn Rushd, dan dalam
abad ke-20 oleh Vorontzov Velyaminov dan Fred Hoyle.
Dengan segala kejujuran kejujuran ilmiah (scientific integrity), saya dukung pendapat
Feyerabend agar kedua (atau lebih tepat lagi ketiga) teori-teori diatas diajarkan
kepada semua murid sekolah dari TK sampai universitas. Setelah diberi kesempatan
penerangan yang fair, biarlah sang murid pilih sendiri teori mana yang ia percaya.
Zaman dahulu, lawan para evolusionis adalah para rokhaniwan. Cara-cara dan
metode-metode yang dipakai kedua belah pihak berlainan. Di-Amerika Serikat
perdebatan sampai berulangkali dibawa kepengadilan negeri, bah kan sampai tingkat
Mahkamah Agung. Karena kedua belah pihak tidak dapat kemukakan bukti-bukti
ilmiah yang dapat diulangi dan diselidiki dengan seksama, maka kedua belah pihak
menggunakan senjata-senjata non-ilmiah seperti kutukan-kutukan, ejekan-ejekan,
cemoohan-cemoohan dan penghinaan-penghinaan. Ini jelas bukan cara-cara yang baik
untuk mendapat kebenaran.
Dahulu ilmuwan yang tidak setuju dengan teori evolusi pada umumnya hanya protes
sekedarnya, a.l. akhli biologi dan geologi yang sangat terkenal Louis Aggasiz (18071873). Tetapi sejak 1970 lawan para ilmu wan evolusionis adalah para ilmuwan
kreasionis. Kini ilmuwan lawan ilmuwan. Para ilmuwan evolusionis tetap
menggunakan senjata ejekan- ejekan. Belajar dari sejarah, para ilmuwan kreasionis
berusaha untuk menghindarkan diri terlibat secara emosional, dan berusaha memberi
argumen-argumen rasionil tanpa ejekan-ejekan. Contoh yang sangat baik diberikan
oleh para ilmuwan di- "Institute for Creation Research" (ICR) di-Amerika Serikat.
Yang jelas ada ialah alam semesta ini. Yang jelas ada ialah batu-batuan, lapisanlapisan tanah, fosil-fosil, lautan, sungai-sungai, gunung-gunung, planet-planet,
bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan umat manusia termasuk
Anda dan saya. Yang jelas ada ialah hukum- hukum fisika, kimia, biologi dan kimiabiologi yang berlaku masakini. Semua ini jelas ada dan tidak dibantah baik oleh kaum
kreasionis maupun kaum evolusionis.
Yang dimasalahkan ialah dari mana datangnya semua itu ? Bagaimana kita dapat ada
disini ? How do we get here ? Apakah kita ada disini karena diciptakan Allah, atau
berevolusi dari zat mati secara kebetulan ? Anda dan saya keturunan Adam dan Hawa
historis yang diciptakan Allah menurut peta dan teladanNYA, atau keturunan binatang
yang berevolusi secara kebetulan tanpa ada yang recanakan ?

Sesungguhnya, ilmu pengetahuan alam yang murni sebaiknya membatasi diri dengan
mempelajari alam semesta masakini. Maximaal masa lalu yang ada saksi-saksi berupa
tulisan-tulisan manusia. Dengan ilmu penge tahuan alam murni saya maksudkan ilmu
positif, ialah ilmu yang dapat diuji dengan pengamatan-pengamatan dan percobaanpercobaan yang dapat diulangi dan diselidiki dengan seksama.
Menduga-duga masalalu dan masa akan datang alam semesta ini dalam jangka
panjang, sesungguhnya sudah keluar dari bidang ilmu pengetahuan alam. Ilmu
pengetahuan alam memang dapat ditunggangi oleh filsafat atau agama tertentu
sehingga menjadi spekulasi-spekulasi metafisis yang diarahkan agar mendukung
filsafat atau agama tertentu itu. Meta berarti setelah. Jadi metafisika berarti setelah
fisika. Sesungguhnya spekulasi- spekulasi metafisis sudah keluar dari bidang fisika
dan memasuki bidang metafisika, filsafat atau agama. Kita harus belajar membedakan
ilmu positif dengan spekulasi-spekulasi metafisis.
Ketika saya bicara dengan beberapa orang Kristen termasuk beberapa pendeta
mengenai soal diatas, ada yang jawab dengan ketus : "Itu tidak penting !". Ada yang
senyum-senyum secara "simpatik", tetapi tanpa mengambil sikap yang tegas
mendukung atau menentang pendapat saya. Kebanyakan lebih suka pilih jalan "aman"
dengan berkompromi. Mereka terima suatu theistic evolution yang samar-samar
dan/atau disamar- samarkan. Hanya sedikit yang berikan tanggapan positip.
Disadari atau tidak, sesungguhnya hal tersebut diatas sangat penting, sangat
fundamentil. Mengapa ? Kalau seseorang merasa dirinya ketu runan binatang, maka
iapun tidak akan merasa bersalah kalau ia berlaku dan bertindak sebagai binatang.
Beberapa bulan yang lalu saya sempat bicara dengan seorang sarjana teknik dari
Jepang. Sebagai sarjana teknik ia memang pandai. Tetapi dari sudut moral dan etika,
ia penganut free sex. Setelah saya tanya lebih lanjut ia mengaku tidak percaya pada
Allah. Saya tanya kepadanya: "Kalau Anda tidak percaya bahwa Allah itu ada,
menurut Anda dari mana asal usul manusia termasuk Anda dan saya ?". Ia jawab
sambil tertawa terbahak-bahak : "Maybe from the monkeys". (Mungkin dari monyetmonyet). Karena ia merasa dirinya keturunan monyet ia tidak ada perasaan bersalah
kalau ia bersikap dan bertindak seperti monyet.
Sebenarnya menurut para evolusionis manusia dan monyet adalah keturunan primat.
Jadi monyet, menurut para evolusionis, adalah "kepo nakan" manusia. Monyetpun ada
yang monogami. Tetapi memang ada yang poligami dan "penganut" free sex.
Simpanse dianggap para evolu sionis adalah "keponakan" yang paling dekat dengan
manusia. Simpanse memang termasuk monyet "penganut" free sex.
Tetapi kalau manusia percaya bahwa ia adalah keturunan Adam dan Hawa historis,
yang diciptakan Allah menurut peta dan teladan Allah, maka mudah-mudahan ia akan
rindu untuk mendapat kembali peta dan teladan Allah ini yang sempat dirusak oleh
dosa. Kepercayaannya ini, tentu ada dampak yang sangat besar akan perilakunya.
Para kreasionis di-Amerika Serikat, Australia, Eropah, Rusia dll sadar benar akan hal
tersebut diatas. Mereka sedang memperjuangkan agar teori kreasi diajarkan
bersamaan dengan teori evolusi. Bagaimana kalau kita di-Indonesia juga turut
memperjuangkannya ?

Pada tahun 1950 ilmuwan kreasionis masih sangat langka. Pada tahun 1970 sudah ada
ratusan. Kini 1993, jumlahnya sudah ribuan tersebar diseluruh dunia. Dengan adanya
komentar dari seorang filsuf kenamaan seperti Dr Feyerabend diatas, para evolusionis
kini sungguh tidak dapat pandang enteng para kreasionis.
Kita tidak dapat merubah dunia dalam waktu sekejap. Tetapi kita selalu dapat
sumbangkan iman dan ilmu pengetahuan alam yang benar kepada siapapun yang
berhubungan dengan kita. Sedikit-sedikit, lama-lama kan jadi bukit. Himbauan ini
saya tujukan kepada semua orang, terutama guru-guru yang beragama Kristen dari
denominasi manapun juga, dari TK sampai universitas. Apalagi kepada guru-guru
agama disekolah-sekolah Kristen, teristimewa pada guru-guru sekolah Minggu. Lebih
teristimewa lagi pada para pendeta dan calon pendeta.
Kini Anda dapat yakin dan percaya dengan teguh bahwa banyak ilmuwan kaliber
internasional yang percaya kisah Kejadian 1-11 secara harafiah, a.l. Dr A.E. Wilder
Smith dari Swiss, Dr Charles Phallagy dari Australia, Prof Enoch dari India, Dr Henry
M. Morris dan anaknya Dr John Morris dari Amerika Serikat, Dr Kouznetsov dari
Russia dan ribuan ilmuwan lain. Dimasa yang lalu Kepler dan Newton, bapak-bapak
ilmu pengetahuan alam modern, juga percaya Kejadian 1-11 secara harafiah. Filsuf Dr
Feye rabend, setelah mempelajari pokok persoalan secara objektip mendukung
diajarkannya teori kreasi disekolah-sekolah umum diseluruh dunia.
Sesungguhnya urusan menyelidiki alam semesta masakini, adalah urusan ilmu
pengetahuan alam positif, urusan para ilmuwan. Urusan menyelidiki asal mula dan
tujuan akhir dari alam semesta ini adalah urusan meta fisika, filsafat atau agama,
urusan para rokhaniwan. Tetapi kini memang timbul kekacauan soal ini. Atau
mungkin para rokhaniwan memang harus kerjasama dengan para ilmuwan untuk
menjernihkan persoalan ini. Mari kita bantu tanamkan iman dan ilmu yang benar
dalam setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita. Halleluyah !

Kalau Anda punya pertanyaan atau tanggapan mengenai artikel-artikel diruang


"Alkitab dan ilmu pengetahuan" ini atau ada pertanyaan di luar artikel-artikel diruang
ini yang ada hubungannya dengan Alkitab dan ilmu pengetahuan, silahkan kirim
email ke-saya.
Alamat email saya adalah sethiadi@cbn.net.id
Saya akan berusaha menjawab sebaik mungkin, bahkan mungkin pertanyaan Anda
dapat menjadi bahan untuk artikel berikutnya.
Perang Ilmu, Nostalgia Kosmis...
Nirwan Ahmad Arsuka
DALAM edisi populer karya monumentalnya Philosophy of Symbolic Forms, Ernst
Cassirer dengan menarik menulis begini: "Ilmu pengetahuan adalah langkah

terakhir dalam perkembangan mental manusia dan boleh dianggap sebagai


pencapaian tertinggi dan paling karakteristik dalam kebudayaan manusia...
Dalam dunia modern tak ada kekuatan lain yang bisa disejajarkan dengan
pemikiran ilmiah.
Ilmu diyakini sebagai puncak dan penyempurnaan semua aktivitas manusiawi,
bab terakhir dalam sejarah umat manusia dan pokok terpenting dalam filsafat
manusia."
Meski prestasi ilmu (science) begitu mencolok, banyak pihak masih salah
paham padanya. Beberapa bahkan bisa langsung naik pitam mendengar pendapat
Cassirer. Sejarah pengetahuan ilmiah tak dibentuk melulu oleh catatan
pencapaian-pencapaian revolusioner. Sejarah itu juga disesaki gelombang
kecaman dan permusuhan yang menderu dari berbagai penjuru. Dari sayap kanan,
kelompok religius, atas nama penyelamatan manusia, menghantamkan alasan
teologis kepadanya. Dari sayap kiri, khususnya mereka yang mengambil
inspirasi dari Marx, atas nama pembebasan dunia menghujamkan alasan
ideologis. Kelak, kedua sayap yang sering baku musuh itu, bergabung
menghantamkan alasan-alasan epistemologis yang membuat mereka yakin bahwa
pengetahuan ilmiah sudah mati-jika belum secara klinis setidaknya secara
filosofis.
Dengan menggabungkan penalaran matematis dan pembuktian empiris, Galileo
Galilei dapat dianggap sebagai pelopor pembangunan pengetahuan ilmiah modern
di Barat. Akan tetapi, Galileo tak cuma dikenang sebagai fisikawan yang
mewariskan hukum gerak dan perontok astronomi mata telanjang yang dimapankan
ribuan tahun dalam kosmologi Aristoteles dan Ptolomeus. Galileo juga
dikenang sebagai korban Inkuisisi. Selain menopang kosmologi Kopernikan yang
menggeser manusia dari pusat semesta, ia memegang pandangan teori atomistik
materi yang tak sesuai dengan doktrin transubstansiasi dan karena itu
menentang sakramen Ekaristi.
Bahkan, jauh sebelum Galileo, cengkeraman sayap kanan untuk mengontrol ilmu
sudah sangat kuat. Terdapat periode paling hitam dalam sejarah manusia
karena kerasnya tekanan Gereja Abad Tengah atas kebebasan berpikir. Ilmu tak
jarang dikecam sebagai kegiatan laknat dan sumber kejahatan di dunia karena
mengobarkan pencarian tak bertuhan yang merusak moralitas yang diwahyukan
langit. Salah satu kajian menarik tentang topik ini, ditulis oleh Andrew
Dickson White: sebuah buku yang terbit pada 1896 berjudul A History of the
Warfare of Science with Theology.
Di dunia muslim, perang yang sama juga bisa ditemui. Peradaban yang awalnya
penuh energi pencarian ilmu itu, kelak tampak mengingkari genealoginya
sendiri dan melancarkan perang rasionalitas dengan akibat yang begitu buruk.
Jika antara abad ke-9 sampai ke-13, dunia muslim menjadi kawasan dengan
tingkat pengetahuan relatif paling tinggi di Bumi, maka sejak beberapa abad
terakhir, dari seluruh peradaban di planet ini, pengetahuan ilmiah menempati
posisi paling lemah di dunia Islam. Akan tetapi, sebagian besar kaum
religius radikal tak punya rasa sesal atas fakta itu. Banyak di antaranya
yang malah bersyukur: menurut mereka, menjauhkan diri dari sains membantu
mereka menjaga Islam dari pengaruh destruktif dan sekular. Kaum muslim yang

agak lebih moderat berpendapat bahwa makhluk dunia kafir bernama sains itu
tidak perlu ditaksirkan dengan fatwa mengerikan. Cukup "ditobatkan" saja di
mana beberapa asumsi dasarnya harus disunat. Dua-tiga dekade yang silam,
wacana intelektual Indonesia diramaikan oleh literatur-literatur Islamisasi
Sains. Nama-nama seperti Seyyed Hossein Nasr, Maurice Bucaille, Ziauddin
Sardar dan Naquib Al-Atas jadi cukup menonjol. Setelah sekian dasawarsa,
hasil Islamisasi Ilmu ini terbentang mulai dari pencocok-cocokan bahwa
segala penemuan ilmiah mutakhir sudah diantisipasi Al Quran sejak 14 abad
yang silam, sampai ke upaya penentuan susunan kimiawi jin dan ekstraksi
energi dari iblis agar persoalan energi di dunia muslim dapat diatasi.
Lawan tangguh Islamisasi Sains ini adalah Abdus Salam, satu-satunya muslim
pemenang Nobel Fisika; dan Pervez Hoodbhoy, doktor fisika Nuklir dari MIT.
Di bukunya, Islam and Science, Religious Orthodoxy and the Battle for
Rationality, Hoodbhoy menyebut upaya pengislaman pengetahuan ilmiah tak saja
telah melanggar rasio dan logika, tetapi juga melanggar penafsiran
tercerahkan atas ajaran Islam.
Sains Marxis?
Di belahan Bumi lain, sejak dekade 1930-an, ilham Marx menggerakkan banyak
ilmuwan membangun sains dunia fisik yang epistemologinya berdasarkan
materialisme dialektis. Ditopang karya Engels dalam Dialectic of Nature dan
tesis Lenin dalam Materialism and Empirico-Criticism, dengan heroik mereka
mencoba membangun Sains Marxis yang jelas berbeda dan diharapkan lebih
unggul dari Sains Borjuis masyarakat kapitalis. Dicarilah tesis, antitesis
dan sintesis dan kemudian dilakukan filterisasi kesesuaian ideologis pada
seluruh bidang sains fisik: mekanika kuantum, relativitas, genetika.
Teladan paling menonjol dari Sains Marxis adalah Trofim Denisovich Lysenko
(1898-1976). Ia seorang pembiak tanaman yang berasal dari Ukraina, seorang
tokoh yang dilambungkan oleh koran Pravda sebagai ilmuwan cemerlang yang
dekat dengan akarnya: kelas petani. Mantan muzhik (rakyat) yang menjabat
Direktur Institut Genetika Akademi Ilmu Pengetahuan Soviet dan Presiden
Akademi Lenin untuk Ilmu-ilmu Pertanian inilah yang menunjukkan apa itu
Biologi Marxis. Lysenko antara lain bilang bahwa tetumbuhan dari spesies
yang sama menunjukkan "solidaritas sosialis" dan tak akan saling bersaing
demi kelestarian jenis masing-masing. Dia bahkan menegaskan bahwa
pohon-pohon dari spesies yang sama yang ditanam berdekatan secara kolektif
baku tolong untuk bertahan hidup.
Akibat ajaran Lysenko yang gemilang dalam bahasa dialektika dan perjuangan
kelas itu, kehutanan dan pertanian Soviet menderita kerugian besar. Ilmu
biologinya mundur 20 tahun. Kemunduran itu buah ajaran Lysenko yang
ditetapkan sebagai doktrin ilmiah resmi di bawah Rezim Stalin. Stalin-lah
yang memberi Lysenko dan pedukung-pendukungnya akses kepada alat-alat teror
negara, dan setelah itu mulailah pemecatan bahkan pengadilan yang berujung
dengan vonis hukuman mati terhadap seluruh ilmuwan yang tak mendukung
Lysenkoisme.

Kegagalan Lysenko tak menyurutkan kaum Kiri memerangi sains. Sejak dekade
1960-an, kaum Kiri Baru melancarkan gelombang kritik baru, kali ini terutama
dengan berbekal sejata filsafat bahasa. Para ilmuwan, khususnya fisikawan,
bukannya diam menghadapi serangan gencar yang berakibat luas itu.
Parodi Sokal
Serangan Sayap Kiri ditangkis, misalnya, oleh Alan Sokal, profesor fisika
Universitas New York. Pada 1994, Alan Sokal menulis sebuah naskah yang ia
sebut sebagai "eksperimen seorang fisikawan dengan Cultural Studies". Naskah
itu berjudul Transgressing the Boundaries: Toward a Transformative
Hermeneutics of Quantum Gravity. Sokal kemudian meyerahkan naskah itu ke
Jurnal Social Text, yang editornya antara lain adalah Fredric Jameson. Pada
musim semi 1996, naskah itu terbit dalam edisi khusus Science Wars.
Media Lingua Franca edisi Mei-Juni 1996 memuat pengakuan Sokal bahwa
naskahnya yang diterbitkan Social Text adalah olok-olok untuk memperdayai
lingkaran akademisi Kiri yang umum disebut Kaum Postmodernis. Naskah itu
sendiri memang sarat dengan konsep-konsep konyol yang tak punya nilai secara
ilmiah, tetapi terkesan provokatif dari segi retorika. Ada sekian alasan
mengapa "omong-kosong Sokal" bisa dimuat oleh jurnal berwibawa seperti
Social Text. Selain provokatif dan menyanjung prakonsepsi ideologis para
editor Social Text, artikel Sokal itu tidak harus mematuhi standar,
pembuktian dan logika apa pun. Social Text yang "posmo" tak punya segugus
kaidah epistemologis yang secara tegas ditegakkan. Satu-satunya jenis kerja
keras yang dilakukan oleh Sokal adalah menulis dan menulis ulang artikel itu
untuk mencapai tingkat ketakjelasan yang diharapkan. Upaya ini cukup sulit,
kecuali bagi mereka yang terbiasa menata kalimat-kalimat ajaib yang sejernih
lumpur.
Eksperimen Sokal bersambut. Kecerdikannya meramu sejumlah kutipan dan
penyalahgunaan konsep-konsep ilmiah oleh para pemikir nonsaintis, khususnya
kaum postmodernis, memantik polemik yang melintasi benua. Halaman depan
media internasional seperti New York Times, International Herald Tribune,
London Observer dan Le Monde, secara bergantian menuliskan Sokal Affair.
Sejumlah debat seru berlangsung di kampus-kampus besar di Amerika Utara dan
Selatan. Reaksi hangat tentu saja muncul di Perancis. Yang dibidik Sokal
memang umumnya adalah intelektual Perancis yang sekian dekade terakhir
mengharu-biru wacana ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan di Eropa dan Amerika.
Bruno Latour di Le Monde bahkan menuduh Alan Sokal memimpin sebuah jihad
suci Amerika melawan Perancis. Di situ Perancis adalah "Columbia yang lain",
sebuah negeri yang disesaki oleh pembuat, bandar dan pengecer narkoba
keras-Derridium, Lacanium, dan lain-lain-yang dicandu habis oleh siswa-siswa
doktoral Amerika.
Mereka yang selama ini merasakan sebentuk kepungan anti-intelektualisme yang
disodorkan oleh pandangan yang secara absolut merelatifkan segala hal dan
menegakkan subyektivitas sebagai penentu kebenaran; mereka itu seakan
menemukan pembebasan lewat akal bulus Sokal. Di mata mereka, Sokal dengan
cerdik telah memblejeti para pemikir besar zaman ini. Lacan, Derrida,

Kristeva, Paul Virilio, Gilles Deluze, Felix Guattari, Baudrillard dan


sejumlah nama penting lain, tampil sebagai barisan idiot yang karena begitu
bersemangat memberi efek dalam argumen-argumennya, telah dengan penuh
percaya diri mengutil dan mengkhianati secara tak kreatif ide-ide khazanah
pengetahuan ilmiah.
Saya pernah menganggap berlebihan tendensi Sokal mengkandangkan seluruh
rumpun pemikiran postmodernisme sebagai Fashionable Nonsense dan para
pemikirnya adalah intelektual penipu yang berlindung di balik kekaburan
bahasa. Sampai batas tertentu, postmodernisme telah memberi sumbangan
penting berupa demistifikasi dan penyingkapan topeng-topeng filsafat dan
rasio, dan karenanya telah menunjukkan pula ilusi-ilusi dan keterbatasannya.
Seluruh spesies pemikiran postmodernisme adalah kritik terhadap semua
pengetahuan yang melupakan watak fiktifnya, sekaligus penegasan akan watak
fantastik kenyataan. Tetapi justru itulah soalnya: justru karena pengetahuan
itu fiktif dan kenyataan itu fantastik, rasio tak boleh mundur dan harus
dipaksa untuk terus membuntuti kenyataan. Sokal benar bahwa ada semacam
kemalasan intelektual di komunitas akademi tertentu, yang terlalu gampang
takluk pada imajinasi dan kecurigaannya sendiri, dan tak secara metodologis
membenturkannya pada kenyataan.
Mereka yang dibidik Sokal tampaknya terbius sangat kuat oleh gelora
emansipasi, dan mungkin karena itu merasa berhak untuk langsung melompat ke
kesimpulan yang mengabaikan korespondensi, verifikasi dan falsifikasi. "Para
Pemalas" itu bukan cuma pemikir posmo yang doyan menjelajahi bidang-bidang
"avant-garde" seperti Mekanika Kuantum atau teori Chaos dan Kompleksitas dan
memulung ide dari sana untuk mempercantik argumen-argumen mereka tentang
watak acak dan fragmentaris kenyataan. Mereka juga adalah para feminis dan
kritikus kebudayaan yang oleh politik identitas menempelkan noda exism
rasisme, kolonialisme dan kapitalisme tak cuma pada praktik-praktik riset
ilmiah tetapi juga pada kesimpulan-kesimpulannya. Dan juga para sosiolog,
sejarawan dan filsuf yang memandang bukan saja formulasi hukum-hukum alam
tetapi bahkan kenyataan alam itu sendiri adalah konstruksi sosial dan
linguistik.
"Dua Realitas"
Ihwal tentang kenyataan adalah ihwal terpenting filsafat pengetahuan. Di
simpang alaf ini, tampaknya segenap kenyataan di alam ini masih dapat dibagi
dua. Pertama, kenyataan alam yang sudah ada jauh sebelum hadirnya manusia,
dan (sepertinya) tetap akan ada sekalipun kehidupan dan kecerdasan tak lagi
menghuni Tatasurya. Kedua, kenyataan manusiawi yakni kenyataan yang
terbentuk sejak munculnya manusia dan terus hadir bersama manusia. Karena
terbaginya kenyataan seperti itu maka segenap pengetahuan di Bumi juga bisa
dibagi dalam dua sistem besar: pengetahuan yang bertumpu pada alam semesta
dan pengetahuan yang bertumpu pada manusia.
Para saintis, seperti Alan Sokal, secara intuitif percaya bahwa ada sesuatu
yang disebut sebagai kenyataan obyektif-eksternal yang kehadirannya tak
tergantung pada manusia. Realitas obyektif inilah yang menjadi dasar

sekaligus panggilan hidup ilmu, dan itulah yang membedakannya dari seni.
Kendati harus menghormati kenyataan, seni mestinya membedakan diri-melebihi
dan melampaui-kenyataan, kehidupan. Jika ilmu diukur prestasinya dari
kekuatannya merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum dan korespondensinya
atas kenyataan, seni dinilai dari pergulatannya dengan hal-hal yang
partikular dan penciptaannya atas sesuatu yang belum ada dalam kenyataan.
Setidaknya begitulah pendapat saya, dan tampaknya begitu pula pendapat
Fernando Pessoa. Penyair terbesar Portugis dalam 500 tahun terakhir itu
pernah berkata bahwa kalaupun puisi (baca: seni) tidak melebihi kehidupan,
maka setidaknya ia berbeda dari kehidupan. Jika para penyair hanya
menyajikan ke pembaca apa yang mereka sanggup rasakan dalam kehidupan
sehari-hari, maka penyair hanya memberi terlalu sedikit. Pemberian seperti
itu tak layak disebut pemberian.
Meski kenyataan itu dan hukum-hukumnya bersifat kekal, namun pengetahuan
manusia yang disusun untuk memahami dan merumuskan kenyataan itu, sama
sekali bersifat subyektif. Untuk membuat pengetahuan subyektif itu
berkorespondensi sedekat mungkin dengan kenyataan obyektif, pengetahuan
manusia harus terus-menerus dibenturkan dengan kenyataan. Imajinasi manusia,
pikiran-pikirannya, adalah sejenis makhluk luar biasa. Ia akan selalu
mencari jalan untuk mengkonsolidasi dirinya, menjadikan dirinya tampak
koheren dan konsisten, setidaknya menurut kriteria subyektifnya sendiri.
Upaya konsolidasi diri itu bisa dilakukan imajinasi dengan mengabaikan
kenyataan atau setidaknya memiuh kenyataan yang dipersepsi. Pikiran dan
imajinasi manusia tak jarang mengkhianati manusia dengan mengkhianati
kenyataan.
Predikamen Ilmu
Dalam kenyataan manusiawi, berlaku diktum Kant-bahwa pengetahuan, atau
akal-tidak menurunkan hukum-hukumnya dari, melainkan memaksakannya pada alam
(yakni alam manusiawi). Di dunia fisis, diktum Kant bukan saja tak berlaku,
tetapi malah sering menjadi bahan olok-olok. Lysenkoisme adalah contoh yang
gamblang. Contoh lain adalah tetapan kosmologis Albert Einstein yang ia
paksakan pada teori Relativitasnya. Einstein berpikir bahwa dengan tetapan
itu ia akan "menghasilkan" alam semesta yang tidak memuai. Tetapan tersebut
adalah penyesalan terbesar Einstein dalam hidupnya.
Penyesalan Einstein dan kekeliruan para penghujat sains yang tak mengakuinya
sebagai ekspresi kecerdasan umat manusia yang universal, adalah contoh yang
baik untuk menunjukkan watak istimewa pengetahuan ilmiah. Kedahsyatan
terbesar sains sungguh tidak terletak pada kemampuannya menyibak rahasia
semesta, mengontrol dan mengubah dunia. Kekuatan terbesar sains, yang
membedakannya dengan segenap sistem pengetahuan yang lebih dulu muncul dalam
peradaban, adalah kesanggupannya meregulasi dan memetabolisir diri,
berevolusi dan merevolusi diri. Seperti sebuah organisme, sains
mengembangkan dan membersihkan dirinya secara periodik, menolak masukan yang
tak berdasar dan mencari masukan bermutu yang akan membuatnya tumbuh,
merombak dan membongkar seluruh dirinya.

Metabolisme seperti ini bisa terjadi karena kode genetik sains memuliakan
dua hal. Pertama adalah metode ilmiah yang meski tak berpretensi tahu apa
yang benar dan karena itu cuma bisa mengusulkannya, tetapi secara jelas
paham apa yang salah dan mampu membuktikannya. Yang kedua adalah instansi
lain yang tak kalah penting dari metode ilmiah, yakni imajinasi yang selalu
berusaha mengatasi dirinya sendiri. Tetapi memang, genetika seperti ini
tidak akan survive andaikan saja Homo sapiens tidak hidup di tengah
kenyataan, atau ceruk (niche) kenyataan, yang sejauh ini bisa kompatibel
dengan imajinasi dan refleksi-kritis.
Genetika seperti itulah yang memungkinkan sains menjadi puncak penyempurnaan
aktivitas manusiawi yang sangat berhasil untuk menyingkap sebagian rahasia
semesta; sedemikian berhasilnya hingga ia justru mengancam status ilmu itu
sendiri. Perkembangan-perkembangan mutakhir dalam Fisika dan seluruh
cabang-cabangnya, misalnya, telah menghadirkan sejumlah spekulasi teoritis
yang sepintas lalu terasa lebih ajaib ketimbang fiksi ilmiah. Teori-teori
itu menjangkau tlatah kenyataan imajiner yang belum mungkin ada di Bumi.
Jika rahasia kosmos yang mengimbau dari luar ibarat musik, seperti yang
dibayangkan, kalau tak salah, oleh Einstein, maka sains merupakan tarian
yang adalah penghayatan atas musik tersebut. Jika tarian yang baik adalah
tarian yang bisa ditubuhkan, maka pengetahuan yang valid adalah yang bisa
diuji. Di masa sains masih primitif dan aksesnya pada realitas masih
terbatas pada jangkauan inderawi, musik kosmos masih terdengar harmonis dan
tertib. Tetapi begitu kemampuan ilmu meningkat, para saintis memergoki
betapa musik kosmos itu meledak-ledak liar, khaotik dan menjadi mustahil
ditarikan dengan tubuh yang dimiliki sekarang, setinggi apa pun kekuatan
tubuh itu dilatih. Inilah predikamen yang terjadi misalnya pada para ilmuwan
penyusun Teori Superstring-teori yang sejauh ini menjadi kandidat terkuat
Theory of Everything (ToE). Mereka hanya bisa menari secara imajiner, dan
dengan amat terpaksa harus puas dengan koherensi struktur matematis elegan
tingkat tinggi yang korespondensinya dengan realitas alam belum bisa diuji
dengan tingkat peradaban planet bumi saat ini.
Re-Kreasi Kosmos
Superstring adalah teori mutakhir yang mencoba menuntaskan impian fisika:
menggabungkan semua gaya fundamental alam dan mentaksanomikan setiap jenis
materi di alam semesta. Masalahnya adalah, satu-satunya perkiraan atas teori
ini berlaku pada skala energi yang sangat besar, yang tampaknya hanya ada
pada saat penciptaan alam semesta. Sementara itu, Superstring, seperti
dihamparkan oleh Edward Witten, profesor Institute for Advanced Study,
Princeton, pemikir yang paling banyak dikutip dalam kepustakaan fisika
mutakhir, dibangun di atas prinsip-prinsip teoritis yang telah berhasil
secara mengagumkan di masa lalu. Teori ini pun konsisten dengan setiap
fenomena kosmis yang sudah diketahui. Akan tetapi, kendati Superstring
menawarkan harapan yang masuk akal akan penyatuan seluruh pengetahuan ilmiah
yang ada sekarang, Superstring tetap belum bisa disebut sains, belum bisa
disebut ilmiah, sebelum membuktikan prediksinya. Para ilmuwan tentu saja
tahu soal ini, dan pemahaman itu beserta kegamangan akan status teori mereka

bukanlah sesuatu yang enteng ditanggungkan.


Oleh karena itu, dapat dibilang bahwa untuk menjadi ilmiah, sains mutakhir
dan segenap keturunannya yang ingin memahami semesta seisinya harus menjadi
sebuah cabang seni: pencipta kenyataan-kenyataan yang belum pernah ditemui
dalam sejarah, untuk menguji teori-teori besar itu. Dan untuk pembuktian
itu, artinya mungkin memang menciptakan alam semesta, agar Superstring, atau
teori apa pun yang ingin merangkum semesta raya, bisa diuji. Alan Guth dan
Andrei Linde, perintis Teori Kosmos Inflasioner yang menjadi sokoguru teori
Big Bang, berpendapat bahwa secara teoretis penciptaan kosmos ini bisa
dilakukan di laboratorium.
Dengan melihat bahwa penciptaan alam semesta adalah kemungkinan logis-untuk
tidak mengatakannya sebagai nasib yang tak terhindarkan-bagi masa depan
pengetahuan ilmiah, terbentang bayangan menakjubkan akan kesinambungan
kosmos dan manusia. Alam semesta yang berkembang dari "ketiadaan" itu,
dengan sangat berliku telah mengembangkan kehidupan yang unsur-unsur
ragawinya dulu disusun di perut bintang-bintang. Kini dari kehidupan itu,
setelah berkembang jutaan tahun, tumbuh kecerdasan yang dalam upayanya
menjenguk jantung materi, hidup dan kosmos, tampak dituntun untuk pada suatu
saat menciptakan semesta raya seisinya.
Timothy Ferris, profesor astronomi Universitas California, Berkeley, pernah
menulis bahwa mungkin sekali impian akan Theory of Everything adalah
sebentuk nostalgia kosmologis, dan ilmu-ilmu yang dikembangkan manusia
adalah medium yang dengannya alam semesta merenungkan masa silamnya. Kini
tampaknya, ilmu-ilmu manusia bukanlah sekadar medium nostalgia semesta: ilmu
adalah jalan bagi semesta raya untuk melahirkan dirinya sendiri. Dengan
demikian, ilmu bukan saja pokok terpenting filsafat manusia, ia juga adalah
pokok terpenting filsafat kosmos, jika filsafat seperti itu memang ada. Yang
pasti, pemahaman baru akan kesinambungan kosmos dan manusia, akan
memancarkan sebentuk rasa terpaut ke Semesta, sebentuk rasa takjub dan
syukur-ah, kata ini jadi terlalu miskin rasanya-yang belum pernah ada di
Bumi.
*) Nirwan Ahmad Arsuka Sarjana Nuklir UGM Yogyakarta
Meriahnya bulan agustus dengan berbagai kegiatan yang serempak di seluruh negeri
ini, tiada lain untuk memperingati kemerdekaan RI dari cengkraman penjajah, yang
kini telah berusia 59 tahun. Namun peringatan ini tidak berubah dari tahun ke tahun,
dari rezim ke rezim, baik orla, orba maupun reformasi. Dalam perjalanan panjang
bangsa yang kaya-raya SDA maupun SDM dan mendiami posisi strategis ini selalu
dalam kungkungan negara-negara maju. Ibarat baru keluar dari mulut buaya masuk ke
mulut singa dan itupun terus berlangsung hingga detik ini.
Bagaimana kondisi yang sama-sama kita benci ini terus menghinggapi bangsa kita?
Mengapa kita kebanyakan tidak merasakannya? Apa penyebabnya? dan bagaimana
sikap seharusnya yang kita lakukan?

Tulisan ini, bermaksud untuk menyadarkan kita akan kondisi bangsa ini yang masih
terjajah dan memberikan usulan langkah untuk menuju kemerdekaan hakiki seperti
yang kita harapkan bersama.
Terjajah Tapi Tak Terasa
Sudah menjadi rahasia umum, minimal bagi para intelektual negeri ini bahwa
sesungguhnya kemerdekaan kita masih terjajah. Kemerdekaan ini hanyalah sebatas
kemerdekaan fisik saja, namun hampir semua bidang kehidupan dalam bangsa ini
masih sangat kental dengan kondisi penjajahan.
Dekolonisasi bukanlah akhir dari penjajahan yang sesungguhnya, tetapi hanya
berganti wajah saja. Sejak itulah Amerika mewarisi semangat dan bentuk
imperialisme Eropa yang baru. Imperialisme tidak akan berakhir karena imperialisme
adalah metode baku dari Kapitalisme untuk memperluas dan memperkokoh
kekuasaanya. Sampai detik ini Amerika melakukan imprialisme dalam dua bentuk
sekaligus, baik klasik maupun modern.
Penjajahan modern atau neo-imperialisme, merupakan bentuk baru dari penjajahan
klasik yang jelas-jelas ditentang oleh semua bangsa, termasuk bangsa Indonesia.
Michael Barratt-Brown dalam karyanya After Imperialism (1963) seperti yang dikutip
Edward Said dalam Culture and Imperialism (1992) menyatakan bahwa imprialisme
tak diragukan lagi masih merupakan suatu kekuatan paling besar dalam kaitan-kaitan
ekonomi, politik, dan militer yang dengannya negeri-negeri yang secara ekonomi
kurang berkembang tunduk pada mereka yang secara ekonomi lebih berkembang.
Faktanya sangat jelas saat ini, dimana negara miskin dan berkembang dalam jajahan
ekonomi negara maju.
Dari segi pengertian neo-imperialisme ini, dengan mudah kita mengatakan, bahwa
Indonesia memang belum merdeka. Sebagaimana penjajahan klasik, neo-imperialis
yang menguasai dan menghegemoni negara lain, juga melakukan berbagai usaha
untuk mempertahankan kekuasaannya atas negara lain.
Edward Said dalam Culture and Imperialism (1992), menunjukkan bahwa kebudayaan
dan politik bekerja sama, secara sengaja atau tidak, melahirkan suatu sistem dominasi
yang bukan hanya secara fisik tetapi juga secara non-fisik. Kondisi tersebut sangat
jelas dapat kita saksikan sampai sekarang bahwa penjajahan dalam non-fisik (modern)
justru jauh lebih menakutkan, karena bangsa kita tak merasa dijajah, justru kita ingin
dijajah?.
Mengapa bisa begitu? inilah pertanyaan yang harus dicermati lebih serius, agar kita
benar-benar yakin bahwa bangsa kita dan negara miskin atau berkembang lainnya
pada hakikatnya masih terjajah. Ada tiga sebab mengapa kita tidak merasakan bentuk
penjajahan modern ini, sehingga kita merasa merdeka padahal sesungguhnya terjajah.
Tiga sebab itu antara lain;
1. Penjajahan Pemikiran dan Pengetahuan
Jika penjajahan klasik bersifat fisik, sehingga suasana penjajahan itu sangat terasa,
maka penjajahan modern jauh lebih cerdik. Mereka berupaya bagaimana si terjajah
tidak merasa bila dijajah. Kalau kita cermat tentu akan kita dapati sisa-sisa

kolonialisme yang paling menghancurkan negara-negara dunia ketiga termasuk


bangsa kita, yaitu perasaan bawah sadar kolektif mereka yang menyakini bahwa Barat
adalah superior, teladan dan pusat peradaban maju.
Sisa-sisa kolonialisme inilah yang menumbuhkan keinginan atau mimpi untuk
mengikuti atau menjadi seperti Barat. Dan ini merupakan gejala umum yang terjadi di
negara-negara berkembang. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat memang tidak
memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi
terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga
sistem pengetahuan Barat.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara
berkembang dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan membela nilai-nilai dan
institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang
dari Barat diterima sebagai nilai universal yang merupakan peradaban terbaik yang
harus diikuti.
Adian Husaini dalam CAP ke-63 di hidayatullah.com mengutip tulisan Prof. Syed
Naquib al-Attas, berjudul The Dewesternization of Knowledge. Tulisan ini
membongkar sebab-musabab bahaya yang ditimbulkan peradaban Barat terhadap
umat manusia.
Al-Attas memandang problem terberat yang dihadapi manusia dewasa ini adalah
hegemoni dan dominasi keilmuan Barat yang mengarah pada kehancuran umat
manusia. Satu fenomena yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.
Sepanjang sejarahnya, manusia telah menghadapi banyak tantangan dan kekacauan.
Kekacauan itu, menurut al-Attas, bersumber dari sistem keilmuan Barat itu sendiri,
yang disebarkan ke seluruh dunia. Knowledge yang disebarkan Barat itu, menurut alAttas, pada hakekatnya telah menjadi problematik, karena kehilangan tujuan yang
benar; dan lebih menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia,
ketimbang membawa perdamaian dan keadilan; knowledge yang seolah-olah benar,
padahal memproduksi kekacauan dan skeptisisme (confusion and scepticism).
Ziauddin Sardar dalam bukunya Thomas Khun dan Perang Ilmu (2002) secara tegas
dan gamblang mengungkap keganjilan dari sejarah dan filsafat ilmu Barat yang
digugat Thomas Khun dengan terbitnya The Structure of Scientific Revolutions
(1962). Khun mempertayakan ulang dogma ilmu dalam posisi yang netral atau bebas
nilai, padahal secara kasat mata ilmu telah di korupsi oleh Kapitalisme untuk
menundukkan Peradaban dunia yang lain. Sehingga paradigma ilmu selain ilmu Barat
disingkirkan, misalnya paradigma ilmu Islam dan China yang sesungguhnya jauh
lebih dulu berkembang.
2. Bukan Lagi Penjajahan oleh Negara
Bergantinya baju sang penjajah, jika penjajahan klasik menggunakan baju negara,
maka penjajahan modern berbaju lembaga-lembaga internasional semisal PBB, WTO,
IMF atau Bank Dunia dan tak ketinggalan perusahaan-perusahaan raksasa
transnasional. Ini sebagai konsekuensi dari pilar utama neoliberal yang menghendaki
aparatus negara seharusnya tidak ikut berperan dalam kegiatan-kegiatan pokok
ekonomi nasional maupun internasional (Harman, 2003).

Saat inilah kita hidup di zaman Kapitalisme global. Semua yang ada di dunia ini tak
akan lepas dari Kapitalisme. Corporate greet (kerakusan perusahaan besar) dan
globalisasi telah dijadikan ikon cara-cara baru Kapitalisme Internasional dalam
menindas umat manusia. Dengan halus mereka mengatasnamakan gerakan
modernitas, pemerataan kemajuan, alih teknologi dan perdamaian dunia, sekonyongkonyong kita mengikuti, padahal itulah perangkap untuk masuk penjara jajahannya.
Masih ingat kita dengan resep IMF yang membuat bangsa kita tambah terpuruk,
standar ganda PBB, kerakusan Freeport dan masih banyak kasus yang lebih parah
lagi.
3. Tipu daya Media Massa
Siapa sang penguasa media dunia? Tiada lain adalah negara adidaya dan maju.
Mereka telah memposisikan media sebagai senjata yang sangat canggih di abad ini.
Untuk melupakan, menipu dan menghipnotis kita tentang penjajahan yang mereka
lakukan. Sebagaimana yang diungkapkan Stuart Hall, media massa merupakan
sarana paling penting dari Kapitalisme abad 20 untuk memelihara hegemoni
ideologis. Media massa juga menyediakan kerangka berfikir bagi berkembangnya
budaya lewat usaha kelompok dominan yang terus-menerus berusaha
mempertahankan, melembagakan, melestarikan kepenguasaan demi menggerogoti,
melemahkan dan meniadakan potensi tanding dari pihak yang dikuasai (Bunging,
2001).
Kritikus pers Moris Wolfe menilai bahwa merubah pikiran orang itu lebih mudah dan
murah dari pada merubah realitas sendiri (Slouka,1999). Sehingga persoalanpersoalan yang dilansir media massa membentuk peta pemikiran (politik) dalam
masyarakat atau yang disebut Austine Ranney sebagai cognitive maps
(Panuju,1999).
Sekalilagi pengontrolan pikiran kita oleh sang adidaya merupakan suatu hal yang
sangat erat dengan media massa yang dikendalikannya (Chomsky, 2001). AS
menggunakan media massa untuk mengontrol pikiran dengan penggunaan kata-kata
dan pemberian makna-makna tertentu. Kata-kata yang digunakan tersebut disebut
newspeak. Secara jelas Noam Chomsky menyebut sistem kendali pikiran tersebut
adalah The American Ideological System. Ini karena sang pengendali media dunia
adalah Amerika.
Kondisi tak terpedayaan masyarakat tersebut tampak dalam pernyataan John Polan
bukan masyarakat kurang berani mengemukakan pemikiran-pemikiran diluar rentang
batas yang di izinkan; soalnya cuma mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
memikirkan gagasan semacam itu. Kondisi pemikiran rakyat Amerika dan dunia saat
ini telah terbentuk melalui cara-cara tertentu yang membuat mereka mampu
menerima keadaan tersebut.
Noam Chomsky (2001) juga mengungkap dua fakta yang saling berkaitan di negeri
demokrasi yang berkenaan dengan kebebasan berpendapat. Di satu sisi tidak ada
batasan-batasan untuk berpendapat, tetapi sisi lain adanya upaya pengembangan
metode-metode yang efektif untuk membatasi kebebasan berfikir. Ini terjadi karena
dalam sistem Demokrasi-Kapitalis yang sesungguhnya berkuasa adalah kaum elit
yang berjumlah sedikit yaitu pemilik modal. Untuk memenangkan suaranya

dibutuhkan suatu metode agar pendapat khalayak tidak berbeda dengan pendapat elit
tersebut. Dan akhirnya diketemukan pemikiran bagaimana mengelolah persetujuan
(manufacture of consent) istilahnya Walter Lippman. Atau istilah yang lebih disukai
Edward Bernays, salah seorang bapak pendiri industri Public Relation Amerika yaitu
rekayasa persetujuan (engineering of consent). Sedangkan Dr. Everett Ladd
menambahkan kata demokratis rekayasa persetujuan demokratis (engineering
democratic of consent).
Dengan mengendalikan media massa dunia, mereka telah monopoli informasi, yang
mengakibatkan munculnya Amerikanisasi atau westernisasi dalam bentuk
peneguhan dan penegakkan ideologi serta budaya mereka. (Kuswandi,1996). Proses
global monoculture atau homogenisasi kebudayaan global pun berjalan dengan mulus
dengan kekuatan media yang begitu dashyat. Sebagaimana yang di ungkapkan mantan
pejabat AS Joseph Nye bahwa Kehalusan kekuatan media dan kebudayaan populer
Amerika akan menjejali seluruh penduduk dunia dengan pengaruh liberalisme dan
egalitariannya melalui dominasi film, TV dan komunikasi elektronik. Kekuatan
halus tersebut adalah topeng zaman informasi baru untuk imprialisme yang lama
namun definisi imprialisme tidaklah seperti yang lama yaitu membutuhkan wilayah
(tanah) jajahan tetapi pengaruhnya(Feber, 2003).
Dengan demikian, tiga hal inilah yang sekarang telah menghilangkan kepekaan rasa
kita akan keterjajahan oleh peradaban Barat dalam semua segi kehidupan yang
sesungguhnya bertentangan dengan peradaban kita. Bahkan cita-cita kita telah terjajah
dan solusi yang kita lakukan tidak lain adalah sesuai dengan rumusan/intruksi Barat
sang penjajah. Sehingga ketika kita akan keluar dari mulut buaya, maka mereka buka
mulut singa?.
Menyadari begitu rumit dan lamanya penjajahan ini, sehingga di negara-negara
terjajah telah terbentuk struktur agen menjadikan kita sulit untuk melepaskan diri.
Mereka para public figure, intelektual dan berbagai sistem kehidupan yang telah
mengokohkan penjajah. Namun upaya memerdekaan kembali bangsa ini harus tetap
dilakukan sebagaimana gerakan anti-Kapitalis dunia terus menyebar. Bukankah
kemerdekaan kita dari penjajahan klasik juga memanfaatkan kemenangan sekutu
(AS)?. Maka sekarang juga kita harus memanfaatkan masa-masa transisi kejatuhan
Kapitalis yang tinggal tunggu waktu.
Dalam teori neoliberal memang mengaburkan kenyataan eksploitasi dan penindasan
secara sistematis.Untuk itu pembongkaran akan penjajahan harus dilakukan secara
sistematis pula, baik dari ideologinya sampai apapun yang telah dihasilkannya.
Dengan demikian upaya yang harus segera kita lakukan adalah membebaskan diri dari
ideologi, paradigma berfikir sekaligus ilmu pengetahuan Barat yang memperbudak
kita. Memutus hubungan dengan lembaga internasional dan mewaspadai media massa
Barat serta perpanjangannya telah menjadikan kita terhipnotis dalam imaji-imaji yang
dibentuknya.
----------------------------------Rokhmad Sigit Wiyono
Alumnus Fak. Teknologi Pertanian UNEJ.

Dekonstruksi Jender dalam Teks dan Praktik Seni Rupa


"Perempuan sebagai Tanda"
Oleh: Farah Wardani
TULISAN ini merupakan pengembangan dari makalah yang saya presentasikan
dalam diskusi "Ciri Perempuan", yang menjadi bagian dari penyelenggaraan pameran
fotografi "Mata Perempuan" di Galeri Oktagon, Jakarta, Juni lalu. Ketika pertama
diminta untuk merisalahkan identifikasi ciri perempuan dalam seni rupa Indonesia,
harus saya akui bahwa saya sedikit merasa kesulitan. Karena bagi saya istilah "ciri
perempuan" itu pun sudah begitu problematis.
OLEH karena itu, saya lebih memilih untuk memakai istilah ke-perempuan-an untuk
menandai suatu konsepsi yang lebih luas akan aspek- aspek yang melekat pada
definisi perempuan itu sendiri. Tulisan ini adalah sebuah upaya kasar untuk, pertama,
menelusuri perkembangan proses definisi ke-perempuan-an tersebut. Penelusuran ini
jelas tak bisa tidak membawa ke permasalahan dalam perkembangan praktik dan teori
feminisme serta wacana jender secara luas, dan juga bagaimana hal ini berpengaruh
dan terrefleksi dari praktik seni rupa. Setelah itu, apa yang saya coba lakukan juga
adalah melihat kembali bagaimana identifikasi ke-perempuan-an itu dapat lebih jauh
tereksplorasi dalam teori jender, serta penerapannya dalam membaca karya-karya seni
rupa yang berhubungan dengan tema ini.
I. Ke-perempuan-an: jender, oposisi biner dan feminisme
Apakah sebenarnya ke-perempuan- an itu, apakah ia ada? Dan bagaimana
seharusnya mengidentifikasinya? Bagi yang memilih untuk berpegang pada
kehakikian konsep perempuan sebagai suatu hal yang mutlak, mungkin hal ini
bukanlah suatu hal yang patut dipertanyakan kembali. Perempuan adalah suatu hal
yang kodrati, dan juga selalu dipasangkan dengan oposisi binernya yang disebut
sebagai lelaki dengan segala atribut keberadaannya yang secara esensialis dianggap
inheren. Maka, apa yang disebut sebagai ke-perempuan-an tersebut secara umum
bisa didefinisikan dengan mudah, dan selalu dipasangkan secara dikotomis dengan
apa yang dianggap sebagai ke-lelaki-an: lembut/ kasar, lemah/kuat, pasif/aktif,
kecil/besar, pasrah/agresif, dan sebagainya. Inti dari semua itu adalah Tubuh, sebagai
garis batas yang paling absolut.
Dikotomi dan absolutisme fungsi Tubuh inilah yang pada akhirnya membawa hierarki
dalam kehidupan sosial di berbagai kebudayaan yang mendominasi warisan nilai-nilai
di dunia sekarang ini, salah satunya dengan apa yang kita kenal sebagai patriarki pada
khususnya. Feminisme dan ideologi jender yang diterapkan di Indonesia tak pelak
juga terbangun dari adaptasi model yang berasal dari Barat, terutama dalam hal
resistensi terhadap sistem patriarki yang telah berakar di struktur sosial Eropa sejak
dulu. Namun, sejauh mana dialog akan hal ini berkembang dan diaplikasikan secara
kontekstual masih harus dipertanyakan, dan itu pun tak dapat dilakukan tanpa melihat

dan mengkaji kembali perjalanan praktik dan wacana jender yang telah dikembangkan
di Barat.
Ketika feminisme muncul dan mulai memarak di Barat berkat perubahan- perubahan
pola sosial terutama semenjak terjadinya revolusi industri, yang terjadi adalah sebuah
pertentangan antarkelas (class struggle) antara kaum perempuan sebagai sebuah
kelompok sosial melawan kelompok sosial yang mengopresinya, yaitu kaum lelaki,
dengan tujuan untuk mencapai kesejajaran atau mungkin terkadang menggantikan
posisi sang opresor. Dapat dilihat, hal ini masih berlandaskan konsensus akan oposisi
biner antara lelaki dan perempuan seperti yang disebut di atas.
Pada perkembangan selanjutnya, dialektika wacana jender dan feminisme di Barat
sendiri lebih terurai merambah aspek-aspek yang lebih majemuk dengan
perkembangan teori-teori baru yang diharapkan mampu untuk memberi persepsi yang
lebih terbuka mengenai masalah jender, seksualitas dan juga identitas-bila tak bisa
dibilang lebih radikal. Hal ini juga disebabkan oleh berkembangnya wacana
postmodernisme dan poststrukturalisme, yang antara lain menggiring feminisme ke
taraf lebih lanjut, seperti apa yang disebut sebagai postfeminisme.
Postfeminisme ini tidak bisa dicatat sebagai hanya bergelut pada masalah keperempuan-an atau mewakili kaum wanita saja, namun juga pada akhirnya ia menjadi
bagian yang sangat berinterrelasi terhadap postmodernisme dan postrukturalisme itu
sendiri. Ia menjadi kesatuan kerangka wacana yang sangat dialektis dalam
mempermasalahkan jender secara luas, dengan pembedahan mulai dari perspektif
semiotika, linguistik, cultural studies, postkolonialisme, dan sebagainya, dengan para
teoris seperti Julia Kristeva, Luce Irigaray, Helene Cixous, Gayatri Spivak, dan lainlain.
Interaksi yang terjadi antara teori dan praktik seni rupa kemudian menghasilkan
maraknya perkembangan seni rupa barat, baik yang dilakukan oleh perempuan mulai
dari Carolee Scheemann dan Hannah Wilke di tahun 1960-an, Mary Kelly, Ana
Mendieta, Marina Abramovic, dan Cindy Sherman sesudahnya yang banyak
mempermasalahkan isu hubungan antara jender, identitas, dan representasi. Di
samping itu, pada perkembangan lebih lanjut, hal ini membawa pada ekspresi
kebebasan selfhood dan seksualitas seperti yang dilakukan Tracey Emin dan Sarah
Lucas di tahun 1990-an, atau juga manifesto kaum gay/lesbian pada seni rupa.
Sebelum bergerak ke arah pembahasan perkembangan teori jender tersebut, kembali
ke masalah yang saya utarakan di bagian awal tulisan ini, bila harus melihat kembali
bagaimana perempuan atau ke-perempuan-an diketengahkan dalam seni rupa
Indonesia. Pertama-tama yang harus diutarakan adalah dilihat dari perjalanan sejarah
seni rupa Indonesia, terutama pada periode sebelum dekade 90-an, penerapan
ke-perempuan-an masih bergelut pada masalah representasi, yaitu perempuan
sebagai obyek. Obyektivikasi perempuan ini bisa berarti dalam hal Tubuh, yang
sedikit banyak berakar pada Mooie Indie dan modernisme yang berlanjut setelahnya,
dan juga obyektivikasi isu perempuan itu sendiri, yang bisa juga berkenaan dengan
masalah pengukuhan posisi perupa perempuan dalam seni rupa itu sendiri.
Mengenai hal yang disebut terakhir, yang sulit adalah melepaskan kecurigaan dari
pengetengahan sosok perempuan itu sendiri sebagai ikon propaganda moral tertentu

yang sering kali akhirnya pun menjadi sasaran obyektivikasi dan komodifikasi. Hal
ini bisa dilihat dari banyak karya seni rupa tentang perempuan yang diciptakan oleh
para perupa perempuan itu sendiri, di mana pengetengahan perempuan dilakukan
sebatas sebagai isu secara ideologis, yang akhirnya acapkali terjebak dalam tataran
representasi dan politik identitas. Hal ini bukanlah menjadi suatu hal yang tidak layak,
namun penilaian terhadap karya- karya seni seperti ini haruslah diimbangi dengan
kesadaran akan konteks dan kecurigaan terhadap orientalisme baru yang
menggemari pemojokan wanita dunia ketiga.
Masalah apresiasi dan penerimaan terhadap ke-perempuan-an dalam seni rupa ini, di
sisi lain juga merupakan sesuatu yang tak kalah penting dan masih patut
dipertanyakan dasar-dasarnya. Dari sini, kecurigaan selanjutnya adalah: kajian jender
atau feminisme di sini masih bergelut dalam taraf pergerakan antarkelompok sosial,
yang basisnya bisa merupakan adaptasi dari nilai-nilai feminisme barat yang tak
disertai pengembangan dialektika yang seimbang. Hal ini juga tentunya erat
hubungannya dengan kecurigaan yang lebih luas akan praktik seni rupa (kontemporer)
yang kebanyakan masih disikapi sebagai medium politis untuk menyampaikan pesanpesan yang mewakili kepentingan sosial atau ideologi tertentu, baik oleh perupanya
sendiri, kritikus seni rupa, audiens dan pihak terkait lainnya.
Maka dari itu, apresiasi seni rupa pun harus menjadi waspada terhadap jebakanjebakan wacana dan ideologi seperti itu, dan mencoba melakukan eksplorasi dari
pijakan atau sudut pandang lain yang lebih menawarkan kemungkinan- kemungkinan
baru, yang lepas dari masalah politik identitas dan representasi. Di sinilah letaknya
signifikansi pengembangan proses risalah seni rupa yang lebih terbuka terhadap
berbagai kerangka teori jender dan identitas, yang sekiranya dapat menjadi titik tolak
pembacaan akan masalah ini yang lebih menawarkan persepsi serta refleksi baru. Satu
kerangka teori yang akan saya uraikan di bawah ini adalah mengenai kajian
subjectivity, yang banyak dipakai untuk menganalisa secara dekonstruktif konsepsikonsepsi esensial yang pada wacana jender, identitas, dan juga seksualitas.
II. "Subjectivity": jender sebagai teks
Dialektika yang terjadi dalam seni rupa, dalam hal ini yang berkembang di Barat, baik
secara praktik maupun pada tataran wacana selalu berhubungan dan didukung dengan
perkembangan kajian dan teori jender yang juga berinteraksi dengan perubahan sosial
budaya di sekitarnya.
Ketika membicarakan perihal ke-perempuan-an pada khususnya, atau jender pada
umumnya, saat sekarang ini kala nilai-nilai dan segala hal yang dianggap esensial
secara pesat terus bergeser dan terurai, oposisi biner dalam definisi jender tak luput
menjadi suatu hal yang terus dipertanyakan, dan bahkan ditentang dalam berbagai
kajian, terutama yang berlandaskan poststrukturalisme.
Poststrukturalisme yang dikenal dengan salah satu argumen besarnya bahwa semua
hal yang ada di dunia ini adalah tanda (signs), membawa kita pada sebuah gagasan
bahwa jender, yang mencakup konsep femininitas dan maskulinitas, hanyalah
serangkaian konstruksi sosial. Pertentangan yang terjadi kemudian bukanlah sekadar
berkisar antara perempuan dan dominasi lelaki, namun pada setiap subyek terhadap
konstruksi sosial.

Dalam tataran ini, salah satu kajian yang paling menonjol adalah mengenai
subjectivity, yang sedikit banyak berlandaskan gabungan antara semiotika atau ilmu
tentang tanda dan teori psikoanalisa Jacques Lacan tentang tahapan pembentukan
identitas manusia (fase cermin-simbolik-nyata). Citra tubuh dan bahasa menjadi
elemen besar dalam teori Lacan, yang menawarkan gagasan bagaimana identitas
sebuah subyek terbentuk dalam dunia yang dikontrol phallus (phallosentrisme).
Dalam hal ini, phallus pada budaya Barat bukanlah sekadar menjadi penanda dari alat
kelamin lelaki (penis), dalam skala besar ia merupakan lambang kekuasaan dan
aktivitas yang mensubordinasi the other-nya yang dianggap tak lengkap (lacking),
dan secara pasif berfungsi sebagai penerima.
Subjectivity menekankan penolakan terhadap konsep Cartesian akan cogito (human
mind) sebagai sebuah pusat kendali sentral di mana kemudian makna terhasilkan.
Singkatnya, subjectivity mencoba untuk melihat bagaimana manusia terbentuk
sebagai subyek, sebuah sudut pandang untuk mengetahui bagaimana identitas
terbentuk dengan mengakui peran wacana, pengetahuan, sejarah dan konstruksikonstruksi lain di dalamnya, yang tak terkontrol oleh si subyek itu sendiri. Dalam
perspektif ini, subyek terkungkung dengan konstruksi-konstruksi yang telah ada
namun sekaligus juga selalu terbuka dengan transformasi dengan semakin ia
meleburkan diri dengan dunia luar, dan proses transformasi dalam diri subyek yang
tak berkesudahan inilah yang akhirnya membuat perbedaan masing-masing subyek.
Seperti halnya makna yang selalu bergeser dari tandanya, begitu juga manusia sebagai
subyek.
Kajian subjectivity sering kali dipersandingkan dengan analisa perbedaan, yang
berkaitan dengan metode dekonstruksi teks ala Derrida, dan pada akhirnya sering kali
juga dipakai untuk mengangkat kajian gay/lesbian (Queer Theory). Jender dan
seksualitas, dalam hal ini adalah teks, selayaknya poststrukturalisme yang
menyatakan bahwa dunia dibangun oleh teks yang terus mengalami arus persilangan
dan pergeseran antara tanda dan makna. Jender bukan lagi sebuah being, melainkan
becoming.
III. Perempuan sebagai tanda: "Ecriture Feminine" dan para "Subaltern"
Berangkat dari kerangka subjectivity tersebut, beberapa teoris feminis Barat mencoba
mengembangkan berbagai argumen yang mencoba mendekonstruksi wacana tekstual
yang selama ini dianggap telah dibangun dengan menempatkan phallus sebagai pusat
(phallogocentrism), terutama dalam bahasa mereka yang memiliki struktur femininmaskulin.
Helne Cixous mengetengahkan penentangannya terhadap phallogocentrism dengan
apa yang disebutnya sebagai ecriture feminine, yaitu mencari bentuk penulisan dari
tubuh yang feminin (alias marjinal), untuk melepaskan sistem linguistik dan
penandaan dari oposisi biner yang selama ini menjeratnya, dan menawarkan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam mengartikulasikan perbedaan. Tujuan utama
Cixous adalah untuk menegaskan sebuah upaya penulisan ulang wacana dan sejarah
yang selama ini didominasi oleh phallosentrisme.

Dari wilayah lain, argumen Cixous ini sedikit banyak paralel dengan yang
diketengahkan oleh Gayatri Spivak dengan yang disebutnya sebagai hegemonic
historiography, yang secara luas mengkritik dominasi teks Barat dalam membangun
konstruksi wacana sejarah dunia. Hegemoni teks Barat ini pun secara otomatis
berpengaruh dalam membangun image dan representasi kaum marjinal, terutama
perempuan Dunia Ketiga yang sering kali menjadi obyek orientalisasi. Berlandaskan
ini, ia mengajukan tuntutan akan posisi kaum subaltern (mereka yang termarjinalkan
secara tekstual oleh sejarah, seperti kaum perempuan, minoritas, kulit berwarna, dan
Dunia Ketiga) untuk dimasukkan ke dalam teks.
Pertentangan-pertentangan terhadap dikotomi tekstual seperti feminin-maskulin dan
pusat dan marjinal ini mengetengahkan area baru dalam analisa perbedaan, yaitu
tentang hibriditas dan yang-ada-di antara atau the in-between. Dalam kerangka
jender sebagai teks, Cixous sendiri merumuskan sebuah metafor tentang
biseksualitas yang dimiliki setiap manusia, di mana setiap subyek memiliki setiap
elemen dalam oposisi biner yang selama ini menjadi garis batas perbedaan, seperti
feminin/maskulin, aktif/pasif, positif/negatif, dan lain-lain:
"What I propose here leads directly to a reconsideration of bisexuality. To reassert the
value of bisexuality. Hence to snatch it from the fate classically reserved for it in
which it is conceptualized as neuter because, as such, it would aim at warding off
castration. Bisexuality that melts together and effaces () Writing is the passageway
to open up the other in me, the feminine, the masculine."
Maka, setiap subyek memiliki kemampuan untuk beralih antartanda (polymorphous),
atau berada di antara lapisan makna antara satu dan yang lain, juga antara oposisi
biner. Menulis adalah salah satu cara mengeluarkan potensi biseksualitas tersebut.
Saya mempersepsikan bahwa menulis (writing/ecriture) yang diistilahkan oleh Cixous
adalah menciptakan teks atau bermain dengan tanda, sehingga dalam hal ini praktik
seni rupa pun termasuk di dalamnya.
IV. Membaca kembali eksplorasi "Subjectivity" pada karya seni
Bagi saya, kajian dekonstruksi jender dan subjectivity di atas menarik sebagai sebuah
referensi untuk diterapkan sebagai salah satu acuan kritik praktik seni rupa, terutama
yang menyangkut masalah identitas, seksualitas, dan jender. Apalagi dengan semakin
memaraknya dunia seni rupa kontemporer sekarang ini, bersama dengan semakin
berimbangnya posisi dan jumlah antara perupa wanita dan perupa pria, dan
beragamnya proses pengolahan tema dalam karya-karya seni, di mana eksplorasi
selfhood dan permainan tanda-tanda visual menjadi lebih intens.
Berikut ini saya mencoba mengetengahkan beberapa karya perupa yang saya nilai
cukup mewakili untuk menawarkan penggalian tanda-tanda akan seksualitas, jender,
identitas suatu subyek beserta konstruksi-konstruksi yang mengelilinginya. Secara
spesifik dan sengaja saya mengikutsertakan satu perupa pria, Nindityo Adipurnomo,
karena menarik bila melihat bagaimana ia memainkan tanda-tanda feminin sebagai
bagian dari proses kreatifnya yang berhubungan dengan pembentukan diri sebagai
subyek.
Menuliskan Tubuh Perempuan: Kontemplasi Tubuh Tita Rubi

Karya-karya Tita, seperti yang sempat dihadirkannya pada pameran tunggalnya


beberapa waktu lalu, Se(Tubuh) kebanyakan menampilkan tubuh-tubuh yang tak
lengkap dengan latar yang menyiratkan konteks ruang dan posisi tertentu, menandai
kapasitas wanita yang dibuat disfungsional oleh ruang tempat ia berada.
Beberapa karyanya mengetengahkan bagian tubuh yang ditiadakan, bukan dalam arti
dipotong atau dihilangkan, tetapi lebih seperti tertutup, terhalangi atau
tersembunyikan, mengisyaratkan antara potensi yang terbungkam atau juga tabir
pertahanan. Tubuh itu melengkapi subyek-subyek lain di sekelilingnya, seperti halnya
wanita yang menjadi pasangan bagi lelaki, istri, ibu, maupun bagian dari masyarakat,
namun ruang mengonstruksi dinding-dinding dan sekat yang membuat tubuhnya tak
lengkap. Tubuh itu pun terus mencari posisinya yang utuh di dalam ruang yang
menjadi penjara sekaligus tempatnya berlindung.
Masturbasi Sublim IGAK Murniasih
Dituangkan secara teknis dalam adaptasi gaya Pengosekan Bali, karya-karya Murni
menjadi antitesis yang menantang stereotip lukisan-lukisan Bali, terutama seperti
yang dikenal secara umum dari karya-karya Rudolf Bonnet dan lainnya. Bagianbagian tubuh telanjang yang terdeformasi, bercampur aduk dengan obyek-obyek
fantasi dan absurd, vagina, payudara, mulut, lidah, nuansa kesakitan dan kenikmatan,
yang semuanya dihadirkan secara aktif dan agresif.
Pada Murni, melukis seolah menjadi sarana masturbasi. Dalam sebuah lingkungan di
mana seks menjadi obsesi sekaligus komoditas, tubuh wanita dialtarkan sedemikian
rupa hingga menempatkan perempuan dalam sebuah penjara narsisme yang pasif.
Melihat karya-karya Murni seperti diingatkan akan sisi lain dari seksualitas wanita,
suatu hasrat yang narsistik untuk merebut kembali tubuh sendiri yang telah terlalu
banyak terperkosa, diserahkan untuk dinikmati yang lain. Dalam persetubuhan dengan
setiap organnya sendiri, tubuh itu menemukan dirinya kembali.
Menemukan Ruang Yang-ada-di antara: Jukstaposisi Feminin-Maskulin Sekar
Jatiningrum
Dalam dunia yang diciptakan Sekar Jati di karya-karyanya, tanda-tanda feminin
dicampurkan berbenturan dengan imaji-imaji yang grotesque, kasar, keras dan gelapsingkatnya, sebuah jukstaposisi antara femininitas dan maskulinitas. Kita bisa melihat
kedua unsur itu tampil dengan penuh tegangan di karya-karya Sekar, mengganggu
dengan keburukrupaan yang begitu indah, kekerasan yang begitu halus, membuat kita
mempertanyakan kembali segala tanda-tanda dikotomis yang ada di persepsi kita.
Karya-karya Sekar menawarkan sebuah ajakan untuk menjelajahi the other in
ourselves, diri lain yang tak tersentuh oleh tanda-tanda yang membangun jati diri
eksternal-mungkin sebuah alter- ego, ruang androgin, ataukah our potential
bisexuality?
Identitas Lingga-Yoni Nindityo Adipurnomo: The Javanese Subject

Terlepas dari makna simboliknya yang mutlak melambangkan etnis Jawa (dengan
konotasi feminin), konde di tangan Nindityo secara formalis menjadi sebuah obyek
yang sarat tanda seksual, dan terbuka untuk metamorfosa, beralih bentuk menjadi
lingga, atau yoni, atau keduanya sekaligus. Seluruh karyanya dalam serial konde ini
menghadirkan sebuah sosok yang dihantui keresahan akan pembentukan dirinya
sebagai subyek, dalam hal ini sebagai seorang Pria Jawa (Modern).
Citra Jawa yang banyak terepresentasikan adalah sebuah konstruksi nilai hierarkis dan
patriarki dengan asosiasi maskulinitas yang menyerupai phallosentrisme Barat dan
Islam. Namun, melihat karya Nindityo kita terbawa untuk mempertimbangkan lagi
posisi phallus dalam pembentukan sesosok subyek Jawa, di mana phallus yang
tergambar dalam karya-karyanya adalah emasculated phallus, lahir bukan dari
masculine activity, melainkan dari feminine passivity, merindukan persatuannya
dengan yoni demi meraih kekuatannya kembali.
Sang subyek Jawa pun terisolir dalam singgasananya di tengah masyarakat yang
terekspresi secara seksual, terombang-ambing antara paradoks bayang-bayang lingga
dan yoni yang tak lagi bersatu seperti dahulu. Singkatnya, karya-karya Nindityo
menawarkan rangsangan untuk menelusuri kembali pewacanaan jender dalam budaya
Jawa, akan bagaimana pemaknaan konsepsi lingga-yoni yang sebenarnya itu
berkembang sehubungan dengan masalah posisi dan nilai hierarkis yang kemudian
tercipta.
Akhir kata, bila kembali pada pertanyaan di bagian awal tulisan ini, apakah
sebenarnya ke-perempuan-an itu? dan apakah dia ada, yang mungkin bisa
dirumuskan dalam kerangka kajian di atas adalah: ke-perempuan-an (atau juga kelelaki-an) memang ada dalam arti ia hadir sebagai sesuatu yang tercipta dari sistemsistem penandaan dan konstruksi sosial yang ada di masyarakat, membentuk
representasi dari apa yang disebut sebagai perempuan, lelaki ataupun pemaknaan
definitif lainnya. Sistem-sistem ini, bagaimanapun, terus berada dalam proses
dialektika yang membuatnya rentan terhadap perubahan.
Di atas itu, yang bisa ditawarkan dari sini adalah eksplorasi lebih dalam mengenai keperempuan-an tersebut, yang bisa membawa kita kepada berbagai kemungkinan,
misalkan sebuah pembuktian terhadap kehakikian perempuan yang inheren, ataukah
juga pembebasan perempuan sebagai entitas-entitas yang berdiri sendiri, lepas dari
tubuh ke-perempuan-an itu sendiri. Proses identifikasi yang dilakukan pun haruslah
melihat ke dalam konteks yang ada dan juga pada perkembangan pengolahan tandatanda baik visual maupun verbal yang berjalan.
Seni rupa sebagai sebuah medan pertemuan proses kreatif merupakan satu sarana
yang memberi saluran refleksi tak terbatas dalam melakukan analisa pengolahan
tanda-tanda tersebut secara produktif. Karya-karya seni yang tercipta adalah baik
produk maupun bagian dari proses gejolak dan fenomena yang ada dalam konstruksi
sosial, dan sebaliknya pula ia juga dapat memperkaya jalan pembentukan konstruksikonstruksi itu dengan sendirinya.
Farah Wardani Lulusan Goldsmith College, London. Aktif sebagai Kritikus dan
Kurator Seni Rupa. Pemimpin Redaksi Jurnal Seni Rupa Karbon. Pengajar Sejarah di
Jurusan Desain Universitas Paramadina, Jakarta

Memberikan Pemahaman tentang manusia dan agama, agama Islam, sumber-sumber


ajaran Islam, kerangka dasar agama Islam, akidah, kitab suci, syariah, ibadah dan
muamalah, serta akhlak. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa menyadari
pentingnya agama dalam kehidupan manusia.
Pustaka :
1.

Murtadha Muthahhari, Manusia dan Agama ( Bandung:Mizan, 1995)

2.

Houtson Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta:Rajawali)

3.

H.M.Rasyidi,4 Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi ( Jakarta: BB)

MU 102
Pendidikan Pancasila (2 SKS)

Memberikan pemahaman tentang pancasila, fungsi dan kedudukannya, konsep negara


pancasila, hakikat bangsa dan kebangsaan, kepribadian nasional serta paham negara
kesatuan, nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa dan sistem ketatanegaraan berdasarkan
UUD 1945
Pustaka :
1.

Undang-Undang Dasar 1945

2.

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945

3.

IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

4.

Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid 1-3

5.

Kunto Wibisono, Pancasila dalam Tinjauan Filsafat.

MU 104
Pengantar Teknologi Informasi (3 SKS)

Bertujuan untuk memperluas wawasan mahasiswa tentang dunia informatika guna


mempersiapkan diri menuju era globalisasi, sehingga dapat menjadi pengguna

teknologi. Memperkenalkan dan melatih pemakaian beberapa sofware end users


seperti MS Word, MS Exel, MS Access, MS Powerpoint dan Internet.
Pustaka :
1.

Larry Long & Nancy Long, Computer, 5th ed. Prentice Hall, 1988

2.
Laudon, Essentials of Management of Information Systems, Organization and
Technology, 2nd ed., Prentice Hall, 1997

3.
Steven Alter, Information Sistem, A Management Perspective, 2 nd ed., The
Benyamin/ Cummings Publishing Company, Inc.
4.
Turban, Information Technology for Management, Improving Quality and
Productivity, John Wiley 7 Sons Inc, 1996

MU 201
Bahasa Indonesia (2 SKS)

Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenal konsep, struktur dan ragam


perkembangan Bahasa Indonesia secara tekstual dan kontekstual, interaksi dan
pengaruh dari bahasa daerah dan asing, kontribusinya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, struktur penyajiannya dalam konteksa ilmu komunikasi, penelitian,
penulisan, karya ilmiah, atau manfaatnya sebagai Bahasa ilmu pengetahuan.
Pustaka :
1.

JS.Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia,Bandung, Pustaka Prima, 1982

2.

JS.Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku, Bandung, Pustaka Prima, 1980

3.

Gorys Keraf, Komposisi, Ende, Nusa Indah, 1977

4.

Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, Ende, Nusa Indah, 1984

5.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, Balai Pustaka, Jakarta, 1995
6.

, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Balai Pustaka, Jakarta, 1989

7.
, Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing, Balai Pustaka, Jakarta,
1995

8.

Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Jakarta, 1984

9.
Soegono, Dendy, Berbahasa Indonesian dengan Benar, Jakarta, Puspa swara,
1994

MA 105
Statistik I (3 SKS)

Memahami peranan statistik deskriptif dan inferensial dalam psikologi dan


memahami penggunaan beberapa teknik korelasi, t-test dan chi kuadrat untuk
menganalisis data penelitian psikologi.
Pokok Bahasan : Ruang lingkup statistik, pengertian jenis-jenis statistik, data statistik,
perubah dan skala pengukuran, macam-macam distribusi dan grafik, macam-macam
ukuran pemusatan dan penafsirannya; macam-macam korelasi dan penafsiranya,
probabilitas, distribusi binomial, dan distribusi normal; pengertian sample dan
populasi; pengujian hipotesis
Pustaka :
1.
Gilford, J.P. & Fruchter,B ( 1978) fundamental Statistics Iin Psychology and
Education, Auckland: Mc Graw Hill Boook Co.

FA 105
Pengantar Filsafat (2 SKS)

Memberikan dasar-dasar pengertian mengenal dunia falsafah khususnya ilmu falsafah


berikut cakupanya, agar mahasiswa mendapat landasan yang kokoh untuk memahami
falsafah lebih lanjut, baik sebagai bidang studi maupun dalam mengembangkan
kemampuan berfikir filosofis reflektif. Mata kuliah ini membahas orientasi yang
mencakup pengertian falsafah, objek, tujuan, pendekatan, dan ciri-ciri falsafah.
Pustaka :
1.
C.A. Van Peursen, Orientasi di Dalam Filsafat, Penj, Dick Hartoko, Gramedia,
Jakarta, 1980
2.

Henry W. Johnstone, What is Philoshopy ?, A Macmillan, London, 1965

3.

C.E.M. Joad, Guide to Philosophy , New York, Dover Publication, 1957

4.
Titus, Smith, Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, Penj, Prof. Dr. H.M.Rasjidi,
Jakarta, Bulan Bintang, 1984
5.
Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat, Penj, Soejono Soemargono, Yogyakarta,
Tiara Wacana, 1996
6.

K.Bartens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius, 1999

7.

K. Bartens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 1998

8.

Harun Hadiwijono, Seri Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta, Kanisius, 1980

9.

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta, Tintamas, 1986

10. Fuad Hassan, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta, Pustaka Jaya, 2001

PS 101
Psikologi Umum I (3 SKS)

Memahami pengertian psikologi, ruang lingkup kajian dan kaitanya dengan ilmu lain,
memahami sejarah psikologi dan memahami beberapa aliran yang berkembang dalam
psikologi, fungsi-fungsi psikis, perkembangan kepribadian dan beberapa aliran
psikologi.
Pokok Bahasan: Defenisi manusia, defenisi psikologi; skema umum sejarah psikologi;
psikologi bagian dari filsafat, sebagai ilmu empirik dan sebagai ilmu mandiri ;
psikologi perifer; psikologi kognitif; psikoanalisis; psikologi di Indonesia; psikologi
sebagai ilmu; metode-metode ilmiah dalam psikologi; ciri-ciri psikologi; prosesproses sensori dan persepsi ; prinsip-prinsip belajar klasikal, operan dan kognitif, serta
struktur, proses dan pengukuran ingatan.
Pustaka :
1.

Linda L.Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, Jilid I

2.
Rita L. Atkinson, Richard C.Atkinson, Edward E.Smith, Darlyl J.Bem,
Pengantar Psikologi Jilid 1 dan II, Interaksara, Batam 2000
3.
M.Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar Edisi I, BPFE, Yogyakarta,
1990

4.
Cliffrod T.Morgan, Richard A.King, Nancy M Robinson, Introduction of
Psikology, Sixty Edition, Mc Graw-Hill Co., Singapore, 1981
5.

H.Abu Ahmadi, Psikolgi Umum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998

6.
David O Sears, Jonanthan L Feedman, L anne Peplau, Psikologi Sosial, Jilid I
dan II, Erlangga, Jakarta, 1992

SO 101
Pengantar Sosiologi (3 SKS)

Membahas konsep-konsep dasar dalam teori-teori sosiologi, baik yang klasik maupun
kontemporer. Mengungkapkan kenyataan sosial yang terjadi dalam masyarakat dan
mengkaji faktor-faktor sosial yang terjadi dalam hubungan antar manusia, antar
kelompok, serta antar manusia dan antar kelompok.
Pokok Bahasan: Batasan dan ruag lingkup sosiologi, hubungan sosiologi dengan
ilmu-lmu lainnya, proses-proses sosial, proses-proses sosial asosiatif dan desosiatif;
kelompok-kelompok social; integrasi kelompok; konsep masyarakat ; lembaga
kemasyarakatan; kedudukan dan peranan; kelas sosial dan pelapisan masyarakat;
perubahan-perubahan sosial; disintegrasi dan reintegrasi sebagai dampak perubahan
social; kenakaan remaja, kecanduan obat dan minuman keras; serta kriminalitas,
protistusi dan bunuh diri; kekuasaan dan wewenang.
Pustaka :
1.

Soekanto, S., Pengantar Sosiologi ( Edisi Baru), Jakarta: Rajawali Pers

2.
Soemardjan, S & Soemardi,s ( 1964), Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: YBP
FE UI

KM 501
Metodologi Penelitian I (3 SKS)

Memahami langkah-langkah dasar penelitian ilmiah dan memahami proses penelitian


ilmiah dari mengidentifikasi permasalahan sampai dengan menganalisis hasil
penelitian.
Pustaka :

1.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1995
2.

Fred N. Kerlinger, Foundation of Behavioral Research, New York, 1973

3.
Robert M.Liebert dan L Langenbach Liebert, Science and Behavior, Prentice
Hall, International Edition, 1995
4.

Moh.Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, 1999

5.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, 1998

6.

Robert K.Yin, Case Study Research, Sage Publiction, 1994

7.

Sudjana, Metode Statistika, 1995

MU 106
Bahasa Inggris I (2 SKS)

Memahami beberapa struktur dan fungsi dalam bahasa Inggris I, membahas tentang
auxiliary verbs,writing, daily activites, past activites, passive, modal verb, futre form,
weather forecast, likes and dislike.
Pustaka :
1.
New Headway, Intermediate by liz and John Soars( Oxford University Press,
1996)
2.

Reading Comperhension, Jakarta, Rosda Jayaputra, 1987

3.

LG. Alexander, Developing Skills, London, Longman Group, 1975

4.
Tom Arthur, A Rapid Cource in English for Student of Economics, Oxford:
Oxford University Press.
5.
RAG Kamil, TOEFL English for Technical School and Vocational
Grammar,Bandung, Tarsito
6.

Rana Sayekti, Buku Materi Pokok Bahasa Inggris, Jakarta, Depdikbud, 1984

PS 215
Psikologi Umum II (3 SKS)

Memahami beberapa teori dan proses dasar terjadinya persepsi, motivasi, dan emosi
pada individu dan memahami proses berfikir, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Pustaka :
1.
Richard R.Bootzin, Elizabeth F.Loftus, Randolph Blake, Psycology Today An
Introduction, Fifthy Edition, Randoom Haouse Inc, New York, 1983
2.

Bernard Poduska, 4 Teori Kepribadian, Restu Agung, Jakarta, 1997

3.
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Pedoman Ilmu
Jaya, Jakarta, 2001
4.

Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Quran, Paramadina, Jakarta, 2000

PS 203
Psikologi Sosial I (3 SKS)

Memahami Psikologi Sosial, ruang lingkup kajian dan kaitanya dengan ilmu lain,
memahami konsep-konsep dasar psikologi sosial yang dapat digunakan untuk
masalah psikologis dalam lingkungan sosial. Memahami proses interaksi antar
individu dalam berbagai tatanan sosial.
Pustaka :
1.
David O Sears, Jonanthan L Feedman, L Anne Peplau, Psikologi Sosial, Jilid I
dan II, Erlangga, Jakarta, (1992)
2.
Clifford T.Morgan, Richard A.King, Nancy M Robinson, Introduction of
Psychology, Sixth Edition, Mc Graw-Hill Co., Singapore, (1981)
Gerungan Dipl, Psikologi Sosial, Bandung : Refika aditama,(2000)
AP 301
Pengantar Antropologi (3 SKS)

Memberikan pengetehuan, pemahaman dan pengertian mengenai masyarakat dan


kebudayan, konsep-konsep dasar dan teori-teori antropologi dalam dinamika
kehidupan sosial dan proses pembangunan bangsa.
Pustaka :
1.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I dan II, PT.Rineka Cipta, Jakarta

2.

William A.Havland, Antropologi, Erlangga, Jakarta

3.

Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi, PT.Rineka Cipta, Jakarta

MU 103
Ilmu Alamiah Dasar (2 SKS)

Mengkaji hakikat manusia, perkembangan tubuh dan alam pikirannya, IPA dan
perkembangan daya abstraksi manusia, hal-hal yang terkait dengan metode ilmiah dan
implementasinya, peranan matematika dalam ilmu alamiah, kajian tentang alam
semesta dan tata surya, biosfer dan makhluk hidup, ekosistem, ilmu alamiah dan
teknologi masa depan.
Pustaka :
1.

Muljono, dkk, 1986, Ilmu Sosial Dasar, Universitas Trisakti

2.

Nurdin, I, 1985, Sains dan Teknologi, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta

3.

Gurz, H, 1981, Aneka Budaya dan Komunikasi di Indonesia, Gramedia, Jakarta

4.
Koenjaraningrat (ed), 1970, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jambatan,
Jakarta

MA 106
Statistik II (3 SKS)

Memahami teknis analisis varians, regresi serta hubungan antara kedua teknik
tersebut serta memahami penggunaan analisis varians dan regresi menganalisis data
penelitian psikologi.

Pokok Bahasan: Analisis Varians satu arah dan dua rah, analisis kovarians, rank
difference correlation, corretion ration, korelasi biserial dan point biserial, korelasi
tethacoric,koefisien phi, korelasi parsial, prediksi, persamaan regrasi, akurasi dalam
prediksi ganda.
Pustaka :
1.
Guilford,J.P. & Fruchter, B ( 1978), Fundamental Statistics in Psychology and
Education, Auckland: Mc Graw Hill Book Company.

PS 210
Psikologi Industri dan Organisasi (PIO I) (3 SKS)

Memahami sejarah dan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi, kaidah-kaidah
dan proses psikologi yang melandasi tingkah laku manusia dalam konteks industri dan
organisasi.
Pokok Bahasan: Pengertian dan wawasan psikologi industri dan kondisi kerja dan
kerekayasaan manusia , kepemimpinan dalam perusahaan, organisasi dan kelompok
kerja, penimbangan kerja, motivasi dan kepusana kerja, stress dan keselamatan kerja,
dan psikologi konsumen.
Pustaka:
1.

Munandar,A.S.2001, Psikologi Industri dan Organisasi, UI Press,Jakarta

2.

Miner ,J.B.(1992) Industrial Organization Psycology, Singapore: McGraw Hill.

FA 112
Filsafat Manusia (3 SKS)

Dapat memahami detail-detail masalah-masalah utama dalam filsafat manusia dan


skema filsafat manusia itu dalam teori psikologi.
Pustaka:
1.
Leahy,Louis, Siapakah Manusia? Sintesis Filosofis tentang Manusia,
( Yogyakarta: Kanisius,2001)

2.
Verhaar,John W,M, Identitas Manusia menurut Psikologi dan Psikiatri Abad ke20 ( Yogyakarta:Kanisius, 1989)
3.

Mulyadi Kartanaegara, Mozaik Khazanah Islam, Jakarta, Paramadina, 2000

PS 201
Antropobiologi (2 SKS)

Memahami prinsip-prinsip evolusi dan adaptasi lingkungan, memahami prinsipprinsip penurunan sifat dan beberapa kelainan bawaan. Mempelajari tentang
pengertian serta ruang lingkup biologi dan genetika. Prinsip-prinsip evolusi dan
adaptasi, serta mempelajari dasar-dasar genetika dan penyimpangannya.
Pustaka:
1.
Robert, B.E ( 1979) The Studi of Human Evolution, New York: MMc Graw
Hill
2.
Bernstein R & Berstein S ( 1986), Biology : The Study of Life, New York :
Harcout Brace Javanovich, Inc.
3.
Gates RR ( 1957) Human genetics ( 4th) ,New York: The Mac Mmillian
Company
4.

Andrwes O & stringer C.( 1989) Human Evolution, England: W.S.Cowell Ltd.

5.
John L & Fletcher W.W., Environment and Man, (1979) London: Blachie &
Son Ltd
6.
Keeton W.T ( 1980) Biological Science,(3RD) ,New York, WW, Norton
Company.

PS 303
Kesehatan Mental (2 SKS)

Memahami proses keseimbangan dan penyesuaian diri dan individu dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Mengenal beberapa upaya menghadapi masalah, hambatan,
dan gangguan pengembangan pribadi, serta mengenal beberapa prinsip psikologi yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mental.

Pustaka :
1.
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Paramadina,
1997
2.

Ibrahim M.Al-Jamal, Penyakit-penyakit Hati, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995

3.

Daniel Goloman, Kecerdasan Emosi, Jakarta : Gramedia, 1997

4.

Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, Jakarta: Paramadina, 1997

5.
Atwater, E, (1983), Psychology og Adjustment, New York: Prentice Hall, Inc,
Englewood Cliffs.
6.
Kaplan, P.S.(1984), Psyhcology of Adjustment, California: Wadsworth
Publishing Company Belmont.
7.
Johoda, D,( 1991), Current Concept of Positive Mental Health, New York:
Basic Book Inc, Pub
8.
Schultz, D, (1991) Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Yang
Sehat (Terjemahan Yustinus),Yogyakarta: Kanisius.

PS 314
Psikologi Perkembangan I (3 SKS)

Mampu menjelaskan batasan dan ruang lingkup psikologi perkembangan, mampu


memberikan berbagai pendekatan mengenai perkembangan manusia, mampu
menguraikan sejarah psikologi perkembangan, mampu menerangkan prinsip-prinsip
penelitian serta menjelaskan berbagai teori dalam psikologi perkembangan.
Pustaka :
1.

Gunarsa, S., Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta: BPK Mulia.

2.
Haditono, R., Monks Kneers, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta; Gajah
Mada, Universitas Press.
3.
Balter PB, Reese HW dan D. Neeselroode, Introduction to Research
MethodsLife Span Developmental Psychology, New Jersey, Erbaum.
4.
Liebert RM, Witch Nelson & Kail, RV (1986) Development Psychology. New
Jersey, Prentice Hall.

5.
Papaha, DE, Olds, SW (1992) Human Development (5th) Mc. Graw Hill, New
York.

MU 107
Ilmu Budaya Dasar (2 SKS)

Membahas aspek-aspek dalam lingkungan budaya dan sistem nilai (tradisi), baik yang
berlingkup budaya lokal dan nasional yang ada di dalam masyarakat. Dengan
memahami aspek heterogenitas kultural tersebut, mahasiswa dihrapkan dapat
memahami secara kritis, terbuka dan rasional dalam melihat dinamika kebudayaan
yang ada di tengah masyarakat .
Pustaka :
1.

Supartno Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996

2.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I dan II, PT.Rineka Cipta, Jakarta

3.
Koentjoraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta,
1999

KM 401
Metodologi Penelitian II (3 SKS)

Memahami beberapa prinsip pengukuran terhadap gejala-gejla psikologis, beberapa


teknik pengumpulan dan analisis data dan memahmi beberapa rancangan
eksperimental dan non ekspereimental yang utama.
Pustaka:
1.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT.Raja Grafindo
Persada,Jakarta,1995
2.

Fred.N.Kerlinger, Foundation of Behavioral Research, New York, 1973

3.

Moh.Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, 1999

4.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, 1998

5.

Robert K.Yin, Case Study Research, Sage Publiction, 1994

6.

Sudjana, Metode Statistika, 1995

PS 312
Psikologi Faal I (2 SKS)

Memahami fungsi pancra indra dan proses pengindraan, fungsi kelenjar endoktrin dan
pengaruhnya pada tingkah laku. mamahami anatomi dan fungsi susunan syaraf pusat,
sistem syarat otonom dan sistem limbik.
Pustaka :
1.
Carlson.N.R.(1986) Psycology of Behavior ( 3rd) Toronto: Allyn and Bacon
Inc.
2.
Carson. N.R( 1992) Foundation of Physiological Physicology, (2nd) Toronto:
Allyn and Bacon Inc.
3.
Ganong, W.F.( 1979) Review of Medical Physiology, ( 9th) California: Lange
Medical Publication
4.
Guyton,A.C. (1976) Texbook of Medical Physiology, (5th) Philadelhia:
W.B.Sainder Company
5.

Pinel, J.P.J ( 1993) Biopsycology, (2nd) Toronto: Allyn and Bacon Inc.

6.
Thompson, R.F.( 1975) Introduction To Physiological Psycology, NewYork:
Harper & Row Publishers.

PS 313
Psikologi Sosial II (3 SKS)

Memahami orientasi teori dalam psikologi sosial, memahami berbagai teori psikologi
sosial dan mengenal penerapan beberapa teori dan metode psikologi sosial untuk
memecahkan masalah sosial dan pengembangan masyarakat.
Pustaka :
1.
Kay, Deaux & Wrightsamn, (1993) Social Psycology in The 90s: California:
Brooks/ Cole publishing Company.

2.

Sarwono,S.W.(1991) Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: Rajawali

3.
Shaw, ME & Constanzo, P.R. (1970) Theories of Social Psycology, New York:
Mc Graw Hill Book Company.

MU 206
Bahasa Inggris II (2 SKS)

Memperbaiki kekurangan-kekurangan mahasiswa dalam penguasaan berbahasa


Inggris (Listening, Reading, Speaking, Writing ) yang diperlukan untuk memahami
teks-teks bacaan akademis sesuai dengan bidang ilmu.
Pustaka:
1.
New Headway, Intermediate by Liz and John Soars, Oxford University Press,
(1996)
2.

LG.Alexander, Developing Skills, London, Longman Group, (1975)

3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English For Student of Economics, Oxford:
Oxford University Press
4.

Ratna Sayekti, Buku Materi Pokok Bahasa Inggris, Jakarta, Depdikbud, 1984

PS 304
Kriminologi (3 SKS)

Mampu memahami perilaku orang kriminal dari aspek fisik, perbedaan pemahaman
kriminalitas bagi setiap negara, aturan-aturan dan hukuman terhadap jenis kegiatan
tersebut dan perbedaan perbuatan kriminal anak dengan kriminal dewasa.
Pustaka :
1.

Diktat, DR. Muh Mustafa.

PS 312
Psikologi Industri dan Organisasi ( PIO II ) (2 SKS)

Memahami sejarah dan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi, kaidah-kaidah
dan proses psikologi yang melandasi tingkah laku manusia dalam konteks industri dan
organisasi. Juga agar mahasiswa mampu mengenali masalah-masalah dalam
penerapan teori dan prinsip-prinsip Psikologi Kerekayasaan.

Pustaka:
1.

Munandar, A.S. (2001), Psikologi Industri dan Organisasi, UI Press,Jakarta

2.

Grandjcan, Fitting The Task to The Person

3.

Osborne,D,J,( 1992) Ergonomics at Work, New York: John Willey & Sons.

PS 405
Psikodiagnostika I : Administrasi dan Skoring ( Bateri Tes) Individual dan Klasikal (3
SKS)

Memahami prinsip-prinsip dasar dan proses pemeriksaan psikologi bateri lengkap


secara individual maupun secara klasikal serta melakukan pemeriksaan psikologi
secara individual dan kalsikal. Melakukan praktek pemeriksaan psikologi dengan
bateri lengkap seperti pengambilan data riwayat hidup, tes intellegensi dan tes grafis
serta praktek skoring tes.
Pustaka :
1.
Anastasi, A.( 1988) Psychological Testing, New York: Macmillan publishing
Company

PS 502
Psikologi Kepribadian I (3 SKS)

Memahami pengertian, perkembangan, dinamika dan faktor-faktor yang


mempengaruhi kepribadian. Mengenal sejarah studi kepribadian dan memahami teori
kepribadian yang digolongkan Freudian dan Neo-Freudian.
Pustaka:
1.
Larry A.Hjelle & Daniel J.Zegler, Personality: Theories, Basic, Assumptions,
Research and Applicatiuons, Mc Graw-Hill Book Company, New York, 1976
2.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1983
3.
Calvin S.Hall & Gardner Lindzey, Theories of Personality, John Wiley & Sons,
Neew York, 1978
4.

Bernard Poduska, Empat Teori Kepribadian, Tulus Jaya, 1990

5.

Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya ( Terjemahan) Akademika

6.

E.Koswara, Psikologi Eksistensial, Eresco Bandung, 1987

7.

Pervin, Personality Theory and Research, John Willey, 2001

PS 413
Psikologi Faal II (2 SKS)

Agar mahasiswa memahami struktur dan fungsi panca indra serta proses
pengindraan, mampu menjelaskan gabungan neuro-endoktrin; mampu menguraikan
peran dan hormon-hormon terhadap perilaku manusia.

Pustaka :
1.
Donovan, B.T(1998), Hormones and Human Behavior, Cambrige: Cambridge
University Press
2.
Inc

Carlson,N.R.( 1986) Physiology of Behavior ( 3rd) : Toronto: Allyn and Bacon

3.
Ganong,W.F.( 1979) Review of Medical Physiology (9th) California: Lange
Medical Publication.

4.
Guyton,A.C.(1976), Texbook of Medical Physiology ( 5th) Philadelphia:
W.B.Sudaers Company

PS 411
Psikologi Perkembangan II (3 SKS)

Memahami perkembangan pubertas dan adolesan serta karakteristik tiap tahap dan
memahami tahap perkembangan fisik dan aspek-aspek psikis tahap pubertas dan
adolesen.
Pustaka :
1.
Papalia, DE, Olds, SW, Feldman, Rd,( 2001), Human Development, 8th, Boston
: Mc Graw Hill
2.
Shaffer, DR, (1996), Developmental Psychology Childhood Adollescence, 4th,
Singapore: Brooks, Cole Publishing, Co.
3.

Turner, JS, Helms, DD, (1995), Life- Span Development 5th

PS 415
Psikologi Pendidikan I (3 SKS)

Memahami pengertian, ruang lingkup, beberapa teori mengenai psikologi pendidikan.


Mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh pada proses belajar mengajar dan
memahami beberapa metode dan teknik pengukuran dan evaluasi yang digunakan
dalam psikologi pendidikan.
Pustaka :
1.
Gordon Dryden & Dr. Jeannete Vos,The Learning Revolution Jilid I, Bandung :
Mizan, (2000)
2.
Gordon Dryden & Dr.Jeannete Vos, The Learning Revolution Jilid 2, Bandung :
Mizan, (2000)
3.

Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, Yogyakarta: BPFE, (1990)

4.

Watsty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, (1990)

5.

W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Ggarfindo, (1995)

PS 402
Psikologi Kognitif (3 SKS)

Memberikan pemahaman tentang psikologi kognitif, ruang lingkup kajian dan


kaitanya dengan cabang psikologi lain, memahami konsep dasar psikologi kognitif
dan memahami teori-teori dasar kognitif
Pustaka :
1.
Lindsay,P.H.& d.a. Norman ( 1977) Human Information Processing, (2nd) New
York : Academic Press

PS 401
Psikologi Komunikasi & Organisasi (3 SKS)

Memahami peran komunikasi dalam organisasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk


komunikasi, faktor-faktor komunikasi, serta hambatan dan cara mengatasi hambatan
dalam komunikasi.
Pustaka :
1.
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,
(1996)
David O Sears, Jonanthan L Freedman, L Anne Peplu, Psikologi Sosial I, Jakarta :
Erlangga, 1992.
2.
K.E. Andersen, Introduction to Comunication Theory and Practice, Menio Park,
Ca. : Cummings Publishing Company, (1972)
3.
W.Arnold dan J.C. Choroskey, Perception, Distortion and The Extensional
Device of Dating, ETC : A Review of General Semantics, (1969)
4.
D.C. Barlund, Interpersonal Comunication ; Survey & Studies, Boston :
Houghton Mifflin Co.( 1968)
5.

C.H.Cooley, Social Organization, New York : Scribers, (1989)

6.
Wofford, J.C, Gerloff, E,A & Cumming, R.C (1997), Organizational
Communication, New York: Mc Graw Hill Book Co.

MU 105
Kewirausahaan (2 SKS)

Menggali kepribadian dari entrepreneur dan bagaimana ide bisnis inovasi dibuat.
Mendiskusikan perencanaan bisnis, self self assesement, penciptaan ide dan
perencanaan pasar yang diperlukan untuk memulai bisnis baru, membeli perusahan
yang telah ada atau untuk mebeli franchise.
Pustaka :
1.
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewirausahaan, Kerangka Dasar Memasuki
Dunia Bisnis, BBFE UGM
2.
Introduction to Entrepreurship, Small Enterprises Research and Development
Foundation.
3.

Geoffrey G.Meredith et.Al, Kewirausahaan : Teori dan Praktik

4.

Wasty Soemanto, Pendidikan Wiraswasta, Sekuncup Ide Operasional

5.
Menjahit Keberuntungan, Seri Kekayaan Yang Tersebunyi, Kasus Kisah
Keberhasilan Sosok Wirausaha Indonesia

FA 509

Filsafat Ilmu (2 SKS)

Memahami terjadinya ilmu pengetahuan, makna penalaran ilmiah dan memahami


prinsip dan kaidah penalaran yang digunakan dalam penyimpulan yang syah. Materi
yang diberikan adalah pengertian serta hakekat pengetahuan logika, garis aliran-aliran

epistimologi dan logika. Mempelajari fungsi berfikir logis dan mengenal macammacam logika.
Pustaka :
1.

Bertens, K, Etika

2.

Bitlle, Logic, The Science of Correct Thinking

PS 510
Psikologi Belajar (2 SKS)

Membahas tentang kaidah-kaidah dasar psikologi belajar, ruang lingkup serta manfaat
dari psikologi belajar serta teori-teori belajar yang berhubungan dengan psikologi.
Pustaka :
1.

Goleman, Daniel ; Kecerdasan Emosi, Jakarta : Gramedia,( 1997)

2.

DePorter, Bobbi ; Quantum Learning, Jakarta : Gramedia, (1998)

3.

Sabri, Alisuf Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta,( 1989)

4.

Arno, F.W.( 1981) Psychology of Learning, NY : Mc Graw Hill Book, Co.

PS 516
Psikologi Eksperimen (2 SKS)

Memahami prinsip-prinsip dan langkah-langkah metode eksperimental dan


memahami proses dan dinamika tingkah laku dalam situasi eksperimental.
Mempelajari prinsip-prinsip dasar perbedaan psikologi Eksperimental dan non
eksperimental, penggunaan metode eksperimental dalam psikologi dan contohcontohnya.
Pustaka :
1.
Robinson, P.W.( 1981), Fundamental of Experimental Psychology (2nd),
Prentice Hall

2.
Mc Guigan, F.J.( 1993) Exsperimental Psychology : Methods of Research
(5th) , Prentice Hall

PS 506

Psikodiagnostik II : Tes Intelegensi (2 SKS)

Memahami pengertian dan latar belakang teoritis beberapa teori intelegensi dan
mengadministrasikan beberapa tes ntelegensi dan menginterprestasikan hasilnya.
Mempelajari prinsip administrasi dan penskoran beberapa tes WB/ WAIS, WISC/
WPPSI, Stanford, dll.
Pustaka :
1.

Anastasi, A (1988) Psychological Testing, New York: Publishing Company

2.
Sattlers, J.M (1988) Assesment of Children, (ed-3) New York : Jerome M,
Sattler Publisher d Binet, IST dan Lain-lain.

PS 512
Psikologi Industri dan Organisasi ( PIO III ) (2 SKS)

Memahami konsumen dalam kaitan dengan kebutuhan perusahaan dan kebutuhan


pribadi konsumen. Juga tentang peranan budaya dan sub budaya terhadap keputusan
konsumen pengaruh kelas social dan proses pengambilan keputusan.
Pustaka :
1.
Loudon, D.L & Della-Bitta, A.J ( 1993) Consumer Behavior : Concept and
Applications ( 4th) Singapore : Mc Graw Hill.
2.
Engel, J.F. Blackwell,R.D & Miniard, P.W. ( 1995) Consumer Behavior (8th)
Tokyo: The Dryen Press.

PS 512
Psikologi Kepribadian II (3 SKS)

Memahami pokok-pokok teori Erikson, Murry dan Skinner, asumsi dasar serta
pengujian secara empiris masing-masing teori.
Pustaka :
1.

Bernard Poduska, Empat Teori Kepribadian, Tulus Jaya, 1990

2.

Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya, Akademika,

3.
Calvin S.Hall & Gardner Lindzey, Theories of Personality, John Wiley & Sons,
Neew York, 1978
4.

Erich Fromm, Manusia Bagi Dirinya ( Terjemahan) Akademika

5.

E.Koswara, Psikologi Eksistensial, Eresco Bandung, 1987

6.

Pervin, Personality Theory and Research, John Willey, 2001

PS 515
Psikologi Perkembangan Remaja (2 SKS)

Memahami perkembangan yang terjadi pada masa anak dan remaja dan masalahmasalah yang dapat terjadi. Mempelajari pendekatan dalam studi perkembangan,
definisi dan karakteristik remaja, perkembangan seksualitas, pergaulan antar jenis,
perkembangan sosial, komunikasi dengan orang tua, perkembangan falsafah hidup,
pemantapan identitas diri.

Pustaka :
1.
Adams, G.R. & Gullotta,T ( 1981), Adolescent Life Experience, Caliiornia:
Brooks/ Cole Publi.Co
2.
Rice, P.F, The Adolesence : Development, Relationship, Culture, (ed-3) Boston:
Allyn & Bacon
3.
Papaha,D & Old,S.W.( 1992) Human Development,( Ed-5) New York: Mc
Graw Hill

PS 507
Psikodiagnostik III : Tes Bakat (2 SKS)

Memahami pengertian dan latar belakang teoritis beberapa bakat,


mengadministrasikan beberapa tes bakat dan menginterprestasikan hasilnya.
Mempelajari prinsip administrasi dan pengskoran beberapa tes seperti GATB, DAT,
FACT, ACT dan lain-lain.
Pustaka :
1.

Anastasi,A (1988) Psychological Testing, New York: Publishing Company

2.
Sattlers,J.M (1988) Assesment of Children, ( ed-3) New York : Jerome M,
Sattler Publisher

PS 508
Psikodiagnostik IV : Tes Grafis (2 SKS)

Memahami pengertian dan latar belakang tes grafis dan mengadministrasikan


beberapa tes grafis dan menginterprestasikan hasilnya, serta memahami aplikasi tes
grafis di bidang psikolog klinis.
Pustaka :
1.
Anastasi,A( 1990) Psychology Testing ( Ed-6, Part Four), New York:
MacMillan (Terjemahan Oleh : Soetarlinah Soekardji)
2.

Frieda Mangunsong, dkk, Bahan Kuliah Psikodiagnostik Pendidikan (Jilid I)

PS 514
Psikologi Abnormal dan Psikopatologi (3 SKS)

Memahami pengertian, pendekatan dan faktor-faktor terjadinya tingkah laku


abnormal. Memahami proses perkembangan dan pengklasifikasian tingkah laku

abnormal dan memahami dinamika dan upaya psikologis penanggulangan tingkah


laku abnormal.
Pustaka :
1.

Davidson & Neale ( 1991) Abnormal Psychology, NY: Willwy & Sons.

PS 515
Psikologi Pendidikan II (3 SKS)

Memperoleh pengertian tentang ruang lingkup, beberapa teori mengenai psikologi


pendidikan, mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh pada proses belajar mengajar
dan memahami beberapa metode dan teknik pengukuran dan evaluasi yang digunakan
dalam psikologi pendidikan.
Pustaka :
1.

Alisuf

PS 609
Psikodiagnostik V : Tes Inventori (2 SKS)

Memahami latar belakang teoritis dan konstruksi berbagai inventori,


mengadministrasikan dan menginterprestasikan hasilnya seperti tes Kuder
Preference Record, EPPS, 16 PF, MMP, CPI, SSCT dan sebagainya .Jenis inventori
termasuk baik yang dipakai untuk mengukur karakteristik,kepribadian,minat,
sikap,pendapat maupun tata nilai.
Pustaka :
1.
Anastasi,A (1990) Psychology Testing (Ed-6, Part Four), New York: MacMillan
(Terjemahan Oleh : Soetarlinah Soekardji)
2.

Frieda Mangunsong, dkk, Bahan Kuliah Psikodiagnostik Pendidikan (Jilid I)

PS 610
Psikodiagnostik VI : Tes Rorschach dan Benrorschach (2 SKS)

Memahami pengertian dan latar belakang teori tes rorchach dan tes lain yang setara
dan mengadministrasikan dan menginterprestasikan hasilnya.
Pustaka :
1.
Goerge C. Thronton III, ( 1992) Assesment Center In Human Resource
Management, Colorado State University : Addison Wesley publshing Company.
2.
Brian ONeile (1990) The Manager as an assessor ,A Managers Guide to
assesing and Selecting People.

PS 613
Kode Etik Psikologi (2 SKS)

Memahami pengertian dan fungsi kode etik dalam profesi psikologi serta memahami
penerapan kode etik dalam bidang terapan psikologi. Mempelajari etika psikologi,
etika keilmuan psikologi dan etika penelitian psikologi.
Pustaka :
1.

Kode Etik Sarjana Psikologi Universitas Indonesia

PS 600
Psikologi Islam Timur (2 SKS)

Mempelajari psikologi sebagai sebuah wacana dalam khazanah Islam, disamping


mengupas beberapa dasar-dasar psikologi Islam. Dan juga membahas ruang lingkup,
tujuan serta terapi psikologi Islam yang berhubungan erat dengan tradisi luhur sufi.
Juga dibahas mengenai psikologi timur seperti Tao, Hindu, Budha.
Pustaka :
1.

Achmad Mubarak, Jiwa Dalam al Quran, Jakarta : Paramadina , 2000

2.
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, Yogyakarta :
Kalam, 1989
3.
Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta : Sipress,
1994

PS 711
Psikodiagnostik VII : Observasi dan Wawancara (2 SKS)

Melakukan interview untuk memperoleh data pribadi dan melakukan


observasi,interview serta menginterprestasikan hasilnya. Mempelajari prinsip-prinsip,
beberapa teknik serta alat observasi dan membuat laporan dari proses interview.
Pustaka :
1.
Marmat, G.G.(1984) Handbook of Psychology Assesment , Melboure: Van
Nostrand
2.
Lezak,D.M.(1983) Neuropsychological Assessment (ed-2) NY, Oxford
University Press
3.

Annastasi,A,(1988), Psychological Testing ( ed-6) NY : Macmillan

PS 606

Psikologi Lintas Budaya (2 SKS)

Mengenal psikologi lintas budaya sebagai satu cabang ilmu pengetahuan yang
relatif baru : mendapat gambaran tentang ruang lingkup psikologi lintas budaya dan
obyek psikologi lintas budaya ; mengenal berbagai metode psikologi lintas budaya;
serta mendapat gambaran tentang perspektif psikologi lintas budaya di Indonesia.
Pustaka :
1.
John. W.Baeery, Psikologi Llintas Budaya, Riset dan Aplikasi, Jakarta:
Gramedia, 1999
2.
Triandis,H.C & Lambert, W.W. (1980) Handbook of Cross Cultural Psychology
(Vol 1 Perspective, Vol 2 Methodology). Allyn and Bacon, Inc.

PS 617
Psikologi Agama (2 SKS)

Mata kuliah ini mempelajari bagaimana agama berpetran dalam hidup manusia atau
kelompok dimana pribadi itu menjadi anggotanya serta secara kritis mempelajari apa
yang terjadi pada orang atau kelompok karena hidup keagamaan mereka. Tujuan mata
kuliah ini agar mahasiswa bias memahami pengalaman dan perilaku keagamaan
secara ilmiah dari sudut pandang psikologi.

Pustaka :
1.
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan Agama : Sejak William James hingga
Gordon W. Alport ( Yogyakarta : Kanisius,1993)
2.
Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama : Pengantar Psikologi
Agama ( Jakarta: Leppenas, 1982)
3.
William James, The Varietes of Reeligious Experience : A Study in Human
Nature ( New York : Modern Library, 1902)
4.
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis ( Jakarta : Paramdina, 1996)
5.

Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, (Jakarta: Qalam, 2002)

6.

Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, ( Yogyakarta: LKIS,1999)

7.

Neale Donald Walsch, Conversations With God,( Hampton Roads,1997)

PS 608
Psikologi Jender (2 SKS)

Memahami perbedaan aspek kejiwaan antara pria dan wanita yang juga diperkaya dari
tinjauan dari beberapa disiplin sosiologi, antropologi dan psikologi. Selain memahami
perbedaan proses sosialisasi dan pengaruh kebudayaan yang dialami oleh laki-laki dan
perempuan yang kemudian berpengaruh pada interaksi pada saat dewasa antara pria
dan wanita.

Pustaka :
1.
Nasaruddin Umar, Argumentasi Kesetaraan Jender Dalam al Quran, Jakarta :
Paramadina,(2000)
2.
Stevenson,M.R( 1994) Gender Roles Through The Life Span, Ball State
University of Muciana, Indiana
3.
Lips, Hilary M. ( 1988), Sex and Gender an
Introduction,California,USA,Mayfield Pub.Co.

PS 607
Psikologi Keluarga (2 SKS)

Memahami adanya tahapan dalam kehidupan keluarga yanag salaing berpengaruh


terhadap perkembangan anggota-anggota keluarga. Aspek budaya dan gender
diperhatikan sebagai faktor-faktor yang berdampak besar terhadap antisipasi peran
masing-masing anggota keluarga. Masalah-masalah khusus seperti perceraian,
keluarga migrasi, pengaruh penyakit kronis, keluarga pada level tingkat pendapatan
rendah dan lain-lainya dibahas.
Pustaka :
1.
Carter,B & Mc Golderick, M. (1989) The Changing Family Life Cycle, 2 nd,
MA, USA: Allyn & Bacon
2.
Sprenkle,D & Piercy,F. (1986) Family Therapy Sourcebook, USA : The
Guildford Press

`PS 712
Psikodiagnostik VIII :Thematic Apperception Test and Children Appercepton Test
(2 SKS)

Memahami pengertian dan latar belakang teoritis Thematic Apperception Test dan
Children Apperception Test, mempelajari administrasi, landasan teori TAT dan CAT :
Pengertian makna stimulus tiap kartu, apikasi bidang psikologi klinis, administrasi
dan interprestasi,praktek dan laporan TAT dan CAT
Pustaka :

1.
Marmat, G.G.(1984) Handbook of Psychology Assesment , Melboure: Van
Nostrand
2.
Lezak,D.M.(1983) Neuropsychological Assessment (ed-2) NY, Oxford
University Press
3.

Annastasi, A,(1988), Psychological Testing ( ed-6) NY : Macmillan

PS 700
Psikologi Klinis (2 SKS)

Memahami pengertian dan konsep dasar psikologi klinis serta memahami pendekatan
dan prinsip-prinsip penanganan terhadap kasus disfungsi psikologi.
Pustaka :
1.
Phares, E.J.(1992), Clinical Psychology: Concept, Methodes Professional,
Pacific Grove: Brooks.
2.
Bernstein, D.A& Nietzel MT (1980) Intruduction to Clinical Psychology,NY:
Mc Graw Hill
3.

Sumarmo, S(1981), Diktat Pengantar Psiklogi Klinis.

PS 701
Psikologi Transpersonal (3 SKS)

Memahami mengenai pemikiran aliran psikologi sekolah ke-empat sesudah aliran


Psikoanalisa, Psikologi Perilaku dan Psikologi Humanistik. Aliran ini menekankan
pada penelahaan pengalaman-pengalaman manusia yang berkaitan dengan tingkat
kesadaran yang tinggi seperti kebutuhan meta, nilai luhur,pengalaman puncak (peak
experiences), nilai B ,transenden diri, kesadaran kosmos, sinerji dsb.
Pustaka :
1.
Tart, Charles T. Transpersonal Psychologies (1992) Harper and Row.
Psy,Processes NY

2.
Grof, Stanislav ; The Adventure of Self-discovery (1988) State University of
New York Press NY
3.

Wilber, Ken ; The Eye of Spirit (1997) Shambhalla Pub Boston Mass

PS 702
Psikologi Konseling (2 SKS)

Memahami perbedaan dan persamaan antara bimbingan, konseling dan terapi. Juga
mengetahui dasar-dasar hubungan, langkah-langkah,masalah-masalah dan proses
perkembangan konseling. Selain itu juga mengenal bidang-bidang aplikasi khusus.
Pustaka :
1.
Bremer, L.M. Abrego, P.J. Shostrom, E.L. (1993) Therapeutic Counseling and
Psychotherapy. Englewood Cliffs, Prentice Hall.
2.
Gloading, S.L. (1992) counseling : A Comprehension Profession, Merrill New
York.
3.
Baruth, L.G. & Robinson, E.H. (1987) An Introduction to the Counseling
Profession, Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Skripsi (6 SKS)

Membuat karya tulis sebagai suatu syarat penyelesaian studi S1 di jurusan Psikologi
dibawah bimbingan staf pengajar yang ditunjuk oleh jurusan.

"Cultural Studies" dan Masa Depan Ilmu Humaniora Baru


Oleh Teuku Kemal Fasya
PERHATIKAN pola bincang anak muda sekarang! Mereka amat familiar dengan gaya
bahasa anak Jakarta. Lu-gua adalah bahasa yang hidup di kalangan mereka, mulai dari
Aceh hingga Semarang. Pola tutur gaya Betawi ini dikenal amat lentur dan terkesan
tidak ribet, kendati tidak cocok untuk mendiskusikan hal-hal serius.
Perhatikan pula apa yang mereka konsumsi. Benda-benda seperti handphone, celana
jins, makanan cepat saji, kaset barat, dan sepatu alas tebal plus tank top bagi remaja
putri adalah sesuatu yang telah umum mereka gunakan. Kalangan remaja juga lebih
mudah dijumpai di ke factory outlet, mal, atau pantai. Meski punya banyak duit,
mereka lebih senang berkomunikasi sesama teman via SMS. Sekadar bergosip tentang
film yang lagi diputar di Twenty-one atau tentang putusnya dan dekatnya hubungan di
kalangan para artis.
Remaja juga memiliki kemampuan strategi komunikasi-dikenal dengan bahasa gosipyang amat dahsyat pengaruhnya. Salah satu indikasi seperti terlihat dengan larisnya
film Ada Apa dengan Cinta. Film yang dari segi tema biasa-biasa saja, mampu
memecahkan rekor penjualan tiket bioskop untuk film nasional, sekaligus
melambungkan nama-nama bintang pendukungnya. Rekor penjualan kaset/VCD
album Melly Goeslaw yang menjadi theme song juga ikut terdongrak. Di samping
peran iklan yang terus dilakukan produser sebagai strategi pemasaran, perlu diingat
peran gosip yang hidup di kalangan para ABG. Gosip inilah yang menjelma menjadi
chip dan menggerakkan sistem kesadaran kognitif para remaja secara nasional.
Sepotong sketsa itu bukan lagi menjadi obrolan yang hanya dibicarakan sambil lalu.
Pernyataan itu menjadi penelitian serius dalam sebuah kajian baru. Orang sering
mengenangnya dengan nama cultural studies atau disebut juga dengan kajian sosialkemanusiaan.
Embrio kajian ini telah muncul sejak tahun 1960-an di Birmingham, Inggris, dengan
perintis Richard Hoggart, Raymond Williams, Edward Thompson, dan lain-lain.
Tokoh-tokoh itu banyak dipengaruhi analisis Marxisme, terutama dalam melihat
fenomena budaya. Mereka rata-rata memenuhi tesisnya tentang budaya dengan
pertanyaan kelas pekerja dalam masyarakat dan industrialisasi budaya.
***
BIDANG kajian cultural studies juga amat beragam. Mulai dari post-colonial studies,
kajian media, iklan, semiotika, popular culture, hypertext theory, cognitive cultural
studies, dan lain-lain. Dalam post-colonial studies, misalnya, kita diajak melihat
sebuah visi baru terhadap ko-eksistensi Timur dan Barat-dalam kaca mata ideologismelalui sastra. Kesusastraan atau literatur ternyata diyakini memiliki sistem
kognitifnya sendiri.
Raymond Williams menyebutkan dalam Marxism and Literature (1977), sastra kerap
hadir untuk "mendekatkan" seseorang pada sebuah deskripsi tertentu dalam konteks
budaya tertentu pula, yang secara cepat ditransfer menjadi sebuah konsep atau sistem

nilai. Konsep inilah yang beroperasi dan mengonkretkan beberapa penjelasan abstrak
dan general dari sebuah budaya. Pada masa kolonialisasi Asia, Afrika, dan Amerika
Latin, Barat membangun persetujuan kolonialnya melalui literatur, sehingga sebuah
penjajahan sering tidak dianggap sebagai sesuatu yang salah. Konteks pascakolonial,
penjajahan berwujud dalam sistem ideologi yang dikenal dengan kapitalisme dan
globalisme, yang pengertiannya tetap saja Barat. Inilah yang secara gencar dilawan
orang-orang seperti Edward W Said, Homi K Bhama, Leela Ghandi, Gayatri C
Spivak, atau Pramoedya Ananta Toer ketika menolak dominasi pengetahuan Barat
atau penjajah dengan membangun resistensi melalui sastra.
Orientasi cultural studies diharapkan mampu menjegal pendekatan ilmu sosial klasik;
semacam proyek untuk mencetak new historical bloc terhadap ilmu-ilmu sosialhumaniora lama (Fredic Jameson, Identity In Question, 1995).
Kini, perguruan tinggi telanjur dijadikan benteng kokoh dalam membangun
kebijaksanaan pikir (wishful thinking). Pendekatan yang serba universitas dalam
merancang sebuah penyelesaian masalah tak kurang menimbulkan banyak
penyimpangan yang berujung pada tendensi politis dibanding akademik. Sikap
kampus yang tinggi hati dalam menyabotase banyak masalah-masalah sosialkemanusiaan selama ini telah menyebabkan kampus hanya menjadi menara gading
yang tidak "ramah" dan dingin dengan realitas dan konteks masalah. Kampus dengan
lekatan politisnya, telah dimodernisasi menjadi semacam laboratorium untuk
"menyuruh telan"-memakai bahasa Goenawan Mohamad-terhadap penalaran ilmiah
potret fenomena sosial-budaya.
New historical bloc dapat terjadi bila pihak kampus mampu mengorientasikan
pendekatan menyelesaikan masalah dari ketergantungan yang besar pada teori, ke
arah perencanaan lapangan untuk membangun disiplin baru. Logika Parsonian dan
Weberian dalam menjelaskan masalah sosial telah banyak memberi kelemahan,
karena kini telah muncul dan bermetamorfosis struktur-struktur sosial dan budaya
baru. Hal itu tentu mempengaruhi pola hubungan antarstruktur beserta targettargetnya. Ini belum lagi pengaruh post-modernisme dan post-strukturalisme yang
menempatkan bahwa segalanya bermula dari "teks". Bagi kedua pembacaan
pengetahuan itu, tekslah yang menjadi struktur sosial dan budaya baru, sehingga jelas
setiap struktur memiliki deviasi dan derivasi dengan struktur sosial lainnya, meski
berada dalam konsep sinonima yang satu.
***
SALAH satu ciri cultural studies adalah menempatkan teori kritis sebagai basis
analisa. Pengertian teori kritis di sini mencakup metode metadisiplin (beberapa ilmu
alat yang dipertemukan, seperti semiotika, filologi, hermenetika, dan sebagainya) dan
post-disciplinary (mengabaikan ilmu alat ketika analisa dirasakan telah mencapai
upaya membangun teori baru). Sebagaimana galibnya sebuah tujuan penelitian ilmu,
ia tidak diharapkan hanya mengisi ulang (re-installed) alasan-alasan yang telah ada,
tetapi bagaimana memunculkan dan mematikan alasan-lasan lama bila dianggap tidak
berbasis pada teks yang dituju. Hal ini mungkin agak sulit dengan iklim
berpengetahuan mahasiswa kita kini, yang cenderung senang melafazkan banyak teori
yang telah ada tanpa pernah tahu benar-benar kegunaannya. Kelompok cendekiawan
kita dewasa ini masih ragu untuk melibatkan diri dalam sebuah riset aksi

partisipatoris. Sayang, penelitian selama ini baru lahir jika telah benar-benar amat
terpaksa, seperti memenuhi tuntutan penyelesaian tesis/disertasi atau untuk
kepentingan kredit kepangkatan pegawai negeri.
Membangun arahan baru dalam disiplin pengetahuan sosial kita yang telanjur
mempercayai sisi universalitas sebuah perspektif ilmu bukanlah pekerjaan gampang.
Namun, di sinilah tantangan cultural studies terpampang. Ilmu pengetahuan masa
depan diharapkan tidak lagi lahir dari referensi teks-teks yang telah ada, yang hanya
mampu mendaur ulang sesuatu dengan gaya penulisan seolah-olah baru. Ilmu sosialkemanusiaan harus terlibat intens dalam penelitian dengan memperhatikan aspek
dramatik geopolitik masyarakat yang diteliti, identifikasi cermat kebudayaannya, dan
memilih teori komunikasional yang tepat saat mendeskripsikannya. Kata-kata Martin
Heidegger penting diingat, "The essence we today call science is research".
Di sinilah arti penting pesan yang ingin saya sampaikan dengan kata-kata ilmu
humaniora baru, yaitu sebagai kritik terhadap perspektif ilmu humaniora lama yang
telah didengang-dengungkan sejak era Cartesian. Perspektif ilmu humaniora lama
bagi saya pribadi terkesan fasis dan antikemanusiaan karena menempatkan teori
sebagai penjelasan utama tentang sifat universal gejala kemanusiaan.
Kearifan cultural studies akan menggiring kita kepada pemahaman bahwa setiap era
(age), lokalitas, dan konteks masyarakat memiliki libido sosial yang tidak seragam.
Pencapaian pemahaman tinggi (verstehen) dapat terjadi jika kita dengan lunak
mencerdasi setiap fenomena sosial melalui sebuah format ingin tahu, meneliti, dan
berbicara sebagai subyek pelaku, bukan malah berprasangka, menuduh, membangun
stigma dan stereotipe.
Cultural studies mungkin menjadi salah satu jalan menuju pengalaman estetik dari
"seni penemuan" (art of discovery) pengetahuan yang kita lakukan. Pekerjaan seni
penemuan harus berinterseksi dengan kelompok-kelompok sosial yang ada seperti
pihak kampus, aktivis lapangan, LSM, penerbitan, lembaga-lembaga penelitian, dan
media massa. Kita tidak tahu dari lubang mana proses ijtihad akan muncul. Namun,
kesadaran berkomunikasi ini akan mampu menjauhkan kita dari kekeringan wacana
ketika berbicara tentang manusia dan sejarahnya.
Teuku Kemal Fasya Mahasiswa S2 Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
Michel Foucault: Usaha Mengenal 'Yang Lain'
Oleh Andri Rosadi

I
Banyak pemikiran muncul dan berkembang dilatari oleh kondisi sosio-kultural tempat
sang pemikir hidup. Pemikir adalah anak zamannya, walaupun pemikirannya nanti

menembus ruang dan waktu. Pemikir dan pemikirannya adalah bagian dari satu
gestalt, bisa berupa sejarah atau peradaban (seperti Barat), bisa juga agama (seperti
Islam). Pemikiran Al-Ghazl bisa dipahami secara jernih dengan melihat gestalt-nya
secara keseluruhan, yakni Islam. Ia adalah bagian dari gestalt, yang berarti
diterangkan oleh gestalt tersebut. Begitu juga Michel Foucault, Ia adalah bagian dari
suatu gestalt, yakni peradaban Barat, karena itu, Ia diterangkan oleh gestalt-nya.
Memahami Foucault, berarti juga harus memahami gestalt-nya, sebagai salah satu
unsur pembentuk.
Peradaban Barat berada dipersimpangan jalan dengan segala deviasi dan distorsi
dalam moralitas maupun hal-hal yang dianggap benar (kebenaran). Modernisme
adalah ciri peradaban Barat dengan rasionalitas sebagai penunjuk jalannya. Dewasa
ini, muncul kritik dan gugatan yang kuat terhadap modernismeyang dibela matimatian oleh mulai dari Habermas hingga Smith dan Gellneryang dilakukan oleh
para pemikir dari aliran filsafat kontinental, dimotori oleh pemikir Perancis seperti
Derrida, Foucault, Barthes dan Lyotard. Peradaban Barat dengan modernismenya,
yang melahirkan dominasi ilmu pengetahuan yang bercorak positivistik, mereka
mereka gugat secara tajam, sambil menawarkan alternatif-altrnatif baru. Gerakan
inilah yang disebut sebagai posmodernisme. Secara relatif, posmodernisme bisa
disebut sabagai gestalt minor(?) dari Foucault. Karena itu, memahami
posmodernisme terlebih dahulu tak bisa dihindari agar Foucault terlihat lebih utuh,
sebagai unsur yang membentuk gestalt (posmodernisme).

II
Berbicara tentang posmodernisme, berarti masuk dalam wilayah yang penuh
ambiguitas, ketidakpastian dan disensus. Konsep ini digunakan untuk mencirikan
kecenderungan kontemporer dalam berbagai bidang: sastra, filsafat, arsitektur dan
kajian-kajian sosial (terutama antropologi). Secara pasti, tidak ada kepastian setan
apakah gerangan posmodernisme ini. Bahkan pada tingkat yang paling jelas-pun,
posmodernisme tetap tidak jelas; dalam arti absurd. Boleh jadi, absurditas telah
menjadi trade mark. Aliran ini muncul dan berkembang ketika manusia (baca: Barat)
mencari kepastian dengan menggugat kepastian lama. Namun kemudian, ia dikhianati
oleh setiap kepastian baru yang dipegangya; ia terjebak dalam absurditas.
Bapak spiritual posmodernismemenurut sebagianadalah Nietzsche (1844-1900 M
), filsuf gila kelahiran Jerman; sang destruktif. Dikalangan pendukung modernisme,
Ia dianggap tokoh yang paling gila, namun, dikalangan pendukung posmodernisme, Ia
adalah inspirator utama. Filsafat Nietzsche penuh dengan nuansa destruksi, bahkan
destruksi itulah inti filsafatnya. Ia menggugat seluruh jaminan nilai dan makna yang
menjanjikan kepastian. Jaminan kepastian yang utama adalah agama Kristen. Karena
itu, Ia memaklumkan, Tuhan sudah mati! Tuhan terus mati! Kita telah
membunuhnya!. Kemudian, Ia mengucapkan selamat tinggal, semoga Tuhan
beristirahat dalam kedamaian abadi. Tak berhenti disini, Ia juga menghantam segala
model Tuhan seperti ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip logika, rasio, sejarah dan
progress. Tuhan sebagai simbol kepastian dibunuh, maka ketidakpastian telah berubah
menajadi kepastian itu sendiri; manusia terjebak dalam kepastian nihilisme.

Kematian Tuhan menjelma menjadi kepastian, yang berlanjut pada runtuhnya seluruh
tatanan nilai dan makna. Tuhan disini menunjuk pada segala bentuk model jaminan
kepastian untuk hidup dan dunia. Suatu ketika nanti, boleh jadi akan muncul jaminan
kepastian baruyang berarti posisinya adalah Tuhan--, ini bisa berupa pendapat,
kebenaran-kebenaran yang diyakini, dan pandangan-pandangan yang dipertahankan.
Namun, bagaimanakah cara membunuhnya, yang berarti membunuh diri sendiri?
Disinilah letak ambiguitas dan inkonsistensi kalangan posmodernisme.

III
Modernisme Barat dibangun atas dasar rasionalitas yang bercirikan positivisme.
Dalam hal ini, yang paling bertanggungjawab adalah cogito-nya Descartes yang
menimbulkan implikasi dikotomis subyek-obyek. Selanjutnya, melahirkan pandangan
yang disebut subyektif-obyektif berdasarkan rasionalitas. Positivisme begitu
mengagungkan obyektifitas; fakta-fakta bisa diamati, diteliti dan dinilai secara
obyektif, dengan kebenaran yang bersifat transkultural, karena itu, bisa disebut
universal. Dengan kata lain, rasionalitas telah memberikan jaminan kepastian dan
totalisasi, karena itu harus di dekonstruksi. Positivisme, dimata pendukung
posmodernisme tak lebih dari bentuk kolonialisme, atau kolonialisme adalah bentuk
positivisme; atau keduanya benar.
Fakta-fakta obyektif tak lebih dari alat dominasi yang dihasilkan dari relasi kuasa.
Generalisasi-generalisasi ilmiah adalah bentuk dari positivisme. Karena itu harus
digugat. Dimata pendukung posmodernisme, dunia yang sebenarnya adalah
subyektifitas yang mencerminkan kesamaan dan persamaan antarbudaya, terlepas dari
konsep pinggir-pusat. Konsep pusat (center) dan pinggir (pheri-pheri) telah
melahirkan Pihak Lain (The Other). Rasionalitas (dalam hal ini maksudnya Barat)
adalah pusat (center), sementara selain Barat dianggap irrasional, tak beradab, karena
itu mereka adalah The Other (pheri-pheri). Inilah yang menjadi dasar legitimasi
kolonialisme. Karena itu, rasionalitas positivistik adalah kolonialisme dan,
sebaliknya.
Banyak kesalahan dalam rasionalitas. Terbukti, sains yang dibangun atas dasar
rasionalitas tak mampu menjawab tantangan zaman. Kemiskinan, peperangan dan
kerusakan lingkungan hidup adalah sedikit contoh kegagalan sains. Karena itu,
rasionalitas modernisme tak lebih dari rasionalisasi, yang menghasilkan Kebenaran
(dengan K besar) dan bersifat transkultural. Sementara posmodernisme hanya
mengakui kebenaran (dengan k kecil) yang bersifat lokal dan subyektif; artinya, ada
pluralitas kebenaran. Disini, posmodernisme adalah sejenis histeria subyektifitas yang
mendestruksi segala bentuk obyektifitas (baca: Kebenaran).

IV
Uraian sederhana diatas telah membawa kita untuk masuk lebih jauh dalam
ambiguitas, disensus dan absurditas posmodernisme. Ada sisi absurditas yang lain:
yaitu makna terminologis. Apakah post disini menyiratkan makna keterputusan

(rupture; infishl) atau ketersambungan (continuity; istimrr) dengan modernisme;


Pemahaman yang lain menyebutkan makna post sebagai kritik dan reformasi atas
modernisme; bahkan ada yang mengkombinasikan antara rupture dan continuity; yang
terakhir mengatakannya sebagai dialektika antara keduanya. Terlepas dari disensus
makna diatas, yang jelas, hal ini semakin menambah absurditas pemahaman kita
tentang posmodernisme. Semua pakar memahaminya sesuai dengan persepsi masingmasing. Mana yang paling benar? Lupakanlah pertanyaan tersebut, karena
posmodernisme tidak membutuhkan klaim kebenaran; ada pluralitas kebenaran.
Semua arti diatas bisa dikatakan mengandung kebenaran (k kecil), atau, boleh jadi,
semuanya tidak mengandung kebenaran, dan itulah kebenaran yang sebenarnya.
Secara nyata, posmodernisme menolak segala jaminan kepastian, klaim kebenaran
universal yang dibangun atas dasar rasionalitas dan, apapun namanya yang berlagak
universal. Fakta-fakta bukanlah kesatuan yang utuh yang bisa digeneralisasi, tapi
merupakan fragmentasi yang berdiri sendiri, mengandung kebenaran lokal dan
subyektif. Rasionalitas cenderung pada totalisasi, karena itu harus ditentang.
Sementara fragmentasi adalah kebenaran, karena menghargai adanya keragaman
narasi.
Gugatan ini dilanjutkan dengan dekontruksi, yakni pembongkaran cara berpikir yang
logis, atau cara berpikir yang kita anggap benar karena rasional. Dekontruksi
membongkar unsur-unsur ketidaksadaran dari proses pemikiransehingga amat
terpengaruh dengan psikoanalisa Freud. Di antara unsur ketidaksadaran tersebut
adalah pengaruh kekuasaan yang muncul dalam kesadaran. Dekontruksi menolak
pemikiran dominan karena tak lebih produk relasi pengetahuan-kuasa. Selanjutnya,
yang dijadikan pilihan adalah pemikiran-pemikiran marginal; pemikiran tentang
mereka yang ditolak. Dari sinilah kita menemukan posisi pemikiran Foucault
sebagai bagian dari gestalt-nya. Foucault menggugat konsep kebenaran, pemahaman
Barat terhadap sejarah, obyektifitas dan pemikiran dominan. Ia lebih memilih
kegilaan daripada normalitas, kemudian menawarkan arkeologi dan genealogi
pengetahuan untuk memahami sejarah pemikiran dan, selanjutnya, mengumumkan
kematian manusia sebagai implikasi lansung matinya Tuhan. Man is an invention of
recent date, katanya. Kematian manusia berarti hilangnya dikotomi subyek-obyek
(dzat-mawdhu). Dikotomi ini adalah produk modernisme yang melahirkan
humanisme (al-nuzah al-insnyah; humanism), berarati humanisme juga ikut
dibunuh. Dalam tulisan berikut, penulis hanya akan membahas tentang pengertian
epistema, arkeologi, genealogi dan diskursus (wacana) secara ringkas.

V
Foucault lahir di Poitiers, 15 Oktober 1926. Pendidikan akademisnya dilalui di Ecole
Normale Superiuere (Paris) bidang filsafat dan psikologi. Tugas akademis yang
pernah Ia emban adalah Direktur Departemen Filsafat di University of ClermontFerrand dan University of Vincennes (1960). Ia juga pernah menjadi professor bidang
Sejarah Sistem Pemikiran di College de France. Juga pernah mengajar selama
bertahun-tahun di negara Arab Maghrib (terutama Tunisia). Pada 25 Juni 1984, Ia
meninggal dunia di Paris.

Ketika mengikuti pemikiran Foucault, kita akan menemukan terminologi epistema


(episteme). Apa sebenarnya yang dimaksud dengan epistema tersebut? Sebagaimana
ciri khas diskursus pemikiran kalangan posmodernisme yang dikenal sulit dan
berbelit, pemikiran Foucault juga begitu. Untuk mendefinisikan epistema memang
agak sulit, karena kalangan posmodernisme menolak segala bentuk definisi. Di mata
mereka, definisi memiliki sifat reduksi yang mengandaikan adanya kebenaran
tunggal, sehingga membatasi interpretasi dan pemahaman.
Secara relatif, bisa dikatakan bahawa epistema adalah sistem. Dalam satu periode
sejarah, hanya terdapat satu epistema. Epistema disini bisa juga dipahami sebagai
korelasi epistemologis yang dalam, diantara berbagai cabang ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa dan kurun tertentu. Kaitannya dengan empat abad terakhir
sejarah pemikiran Eropa, Foucault membaginya ke dalam tiga macam epistema, yaitu:
epistema Abad Tengah, epistema Klasik dan epistema Modern. Setiap penggalan
(rupture) dari epistema tesebut memiliki sistem pemikiran tersendiri yang berbeda
satu sama lain, sekurangnya dalam konsep dan metode. Disinilah lapangan arkeologi
pengetahuan; ia bertugas mengungkap unsur-unsur terdalam dan tersembunyi.
Epistema (boleh jadi) merupakan kumpulan relasi yang menghubungkan antara
praktek-praktek lisan dengan pengetahuan dalam berbagai bentuknya pada periode
sejarah tertentu. Epistema adalah sitem tersembunyi dibalik pengetahuan yang
dominan pada masa tertentu. Sistem tersembunyi ini dianggap sebagai pemersatu,
dalam realitasnya yang paling dalam, pada peradaban tertentu dan, periode tertentu.
Epistema adalah prasyarat munculnya pengetahuan dan teori. Jadi, ia adalah latar
tersembunyi dibelakang pengetahuan; epistema adalah struktur dasar yang berada
diluar sejarah. Ringkasnya, ia adalah struktur pengetahuan global, dengan cirinya
yang holistik. Ia dianggap sebagai jaringan dasar hukum-hukum yang mengatur
pengetahuan, metode, pemahaman, dan metode analisa.
Siapakah yang berbicara (subyek) dalam epistema? Yang jelas, bukan Tuhan dan
manusia. Tuhan telah mati, dan manusia tak lebih dari mitos; ia hanyalah invention of
recent date. Lalu siapa? Jawabannya adalah bahasa. Melalui dan mengggunakan
bahasa, epistema mengetahui dirinya. Jadi, epistema adalah obyek dan bahasa adalah
subyekwalaupun kalangan posmodernis menolak pembagian dikotomis ini, namun
realitanya, mereka tak bisa menghindarkan diri. Manusia sebagai subyek sudah
ditinggalkan, karena itu, Foucault selanjutnya mengumumkan kematian manusia,
sebagai implikasi logis kematian Tuhan.

VI
Ada kesamaan antara Foucault dengan J. Lacan berkenaan dengan bahasa. Foucault
mengatakan bahwa yang berbicara bukanlah subyek, tapi struktur linguistik dan
sistem bahasa. Sementara Lacan menegaskan bahwa jalan yang telah dirintis oleh
Freud tak memiliki makna selain bahwa, alam bawah-sadar adalah bahasa. Mereka
tampaknya memahami bahasa secara luas.
Signifikansi bahasa dalam studi Foucault tampak dalam karyanya Madness and
Civilization, yang meneliti tentang simbol-simbol yang diciptakan oleh relasi kuasa

dengan pengetahuan. Praktek sosial menyediakan mekanisme yang memungkinkan


relasi kuasa beroperasi. Kuasa ada dimana-mana, karena itu, ia bisa ditemukan dalam
segala bidang interaksi manusia: keluarga, politik, ekonomi, sosial, agama dan
sebagainya. Penelitiannya tentang sejarah orang-orang gila; yakni tentang mereka
yang ditolak, berhasil mengungkap formasi-formasi bahasa dan diskursus yang telah
menciptakan konsep Pihak Lain. Untuk hal ini, Ia menggunakan deskripsi
genealogis. Genealogi bukanlah teori, tapi lebih merupakan cara pandang atau model
perspektif untuk menempatkan diskursus, praktek sosial dan diri kita sendiri dalam
wilayah relasi kuasa. Genealogi merupakan kelanjutan dari arkeologi. Kalau
arkeologi lebih difokuskan untuk menyingkap suatu wilayah praktek diskursusif;
untuk menemukan fenomena-fenomena keterputusan dan keberbedaan, tanpa
dikorelasikan dengan kemajuan, maka genealogi lebih merupakan usaha untuk
mendeskripsikan sejarah formasi-formasi sosial; sejarah tentang asal suatu pemikiran
untuk menemukan titik tolak pemberangkatan, tanpa menghubungkannya dengan
hakekat (substansi) ataupun identitas-identitas yang hilang. Tujuannya hanyalah
untuk membongkar pemikiran-pemikiran asali, center dan substansi. Segala sesuatu
tidak memiliki mahiyah (inti; substansi). Segala substansi tak lebih dari buatan
manusia, karena itu harus di dekontruksi dan dikeping-keping. Dengan ini, Foucault
mampu membuktikan bahwa sejarah selama ini adalah sejarah yang terdistorsi; bukan
sejarah bahasa dan makna, tapi sejarah relasi kuasa.
Lebih jauh tentang arkeologi, Foucault menulis, Aku menggunakan terminologi
arkeologi secara metaforis untuk menunjuk pada sesuatu yang disebut arsip. Bukan
untuk menemukan awal sesuatu ataupun untuk menghidupkan masa lalu yang telah
mati. Lebih lanjut, Ia menerangkan tentang apa yang di maksud dengan arsip, apa
yang kumaksud dengan arsip bukanlah kumpulan teks-teks yang dijaga oleh
peradaban tertentu, bukan pula kumpulan peninggalan arkeologis yang mungkin
untuk dijaga dari kehancuran, tapi merupakan kumpulan prinsip-prinsip (aturanaturan) yang menentukan bagi muncul dan hilangnya suatu diskursus;
ketersambungan (continuity) ataupun keterputusan (rupture) diskursus tersebut pada
peradaban tertentu. Dengan arkeologi, ia bermaksud untuk membahas tentang
sejarah pemikiran, membebaskannya dari ikatan-ikatan antropologi, sekaligus
mengungkap bagaimana ikatan-ikatan tesebut terbentuk. Dengan kata lain, arkeologi
hanyalah bertugas untuk menganalisa formasi konsep tanpa mengkorelasikannya
dengan horison idealitas dan kemajuan empirik suatu pemikiran
Berkenaan dengan sejarah kegilaan, Foucault menunjukkan bahwa predikat gila
bukanlah sekedar masalah empiris atau medis semata, tapi juga berkenaan dengan
norma-norma sosial dan bentuk-bentuk diskursus tertentu. Dalam arti, pengertian
tentang kegilaan adalah hasil ciptaan manusia. Karena itu kategori gila terus berubah
sesuai dengan zaman. Pada Abad Tengah, orang gila adalah yang tidak berintegrasi
dengan masyarakat. Menurut versi gereja, orang gila adalah yang tidak memiliki
loyalitas pada gereja. Demikian seterusnya pengertian gila terus berubah sesuai
dengan perspektif dan kepentingan pemegang kuasa. Dalam proses penciptaan, ikut
terlibat para dokter, politisi, ahli hukum dan unsur-unsur yang dominan dalam
masyarakat. Yang paling dominan peranannya adalah para dokter yang menciptakan
bahasa simbol dan tanda-tanda. Selanjutnya, struktur bahasa inilah yang sangat
berpengaruh dalam menilai gila atau warasnya seseorang. Analisa genealogis
adalah kritik terhadap ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini ilmu pengetahuan
sejarah. Ilmu pengetahuan sejarah modern lebih merupakan pembungkaman terhadap

The Others, sehingga banyak lapisan-lapisan yang sebenarnya bagian dari wacana
ilmiah luput dari perhatian ilmuwan, apalagi kita. Kegilaan adalah aspek yang
terlupakan (baca: yang terbungkam; yang terpinggirkan), namun sebenarnya bagian
dari wacana ilmiah. Kegilaan sebenarnya banyak mengandung hikmah dan
kebijaksanaan.
Dari penelitiannya, Foucault berhasil menyimpulkan bahwa kegilaan merupakan
kebutuhan masyarakat akan formasi sosial yang dikehendaki, hingga menjadi
kebutuhan sosial tertentu. Dari sini tercipta mereka Pihak Lain. Kamu gila berarti
kamu bukan golongan kami. Foucault membuktikan bahwa kode-kode pengetahuan
(dalam konteks ini: kedokteran) banyak mempengaruhi struktur bawah-sadar
masyarakat. Dengan genealogi, Foucault ingin men-delegitimasi masa sekarang dari
masa lampau; ada rupture.

VII
Gagasan lain Foucault yang terpenting, berkenaan dengan wacana (discourse).
Dalam discourse, bahasa adalah mediator. Wacana adalah ucapan yang dengannya
pembicara menyampaikan segala sesuatu kepada pendengar. Unsur terkecil dari
wacana adalah kalimat. Wacana yang diperkuat dengan tulisan disebut teks. Wacana
merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan (statement) yang berbeda dengan
ungkapan (utterance) maupun proposisi (proposition). Yang dimaksud Foucault disini
bukanlah sekedar perbincangan sehari-hari, tapi perbincangan yang serius (serious
speech-act). Serius tidaknya suatu perbincangan diukur berdasar intensitas
keterlibatan unsur relasi kuasa dengan pengetahuan yang melahirkan wacana
tersebut. Ungkapan dikalangan mahasiswa bahwa staf KBRI sering berfoya-foya
adalah speech-act, namun belum bisa dianggap serius karena ketidakmampuannya
membentuk makna dan kebenaran. Namun, ketika yang berbicara adalah pejabat di
Departemen Luar Negeri, hal ini menjadi serious speech-act, karena Deplu memiliki
kuasa, selanjutnya bisa membentuk makna dan kebenaran.

VIII
Sebagai penutup, mungkin timbul pertanyaan, apa urgensinya pemikiran-pemikiran
Foucault bagi kita? Banyak yang bisa diambil, diantaranya manfaat analisis
arkeologis-genealogis dengan metode dekontruksi untuk memahami realitas sosialkeagamaan; sejauh mana relasi-relasi kuasa beroperasi dalam kehidupan umat Islam,
sehingga bisa ditemukan mereka yang lain, mereka yang ditolak, namun sebenarnya
adalah bagian dari umat yang membentuk suatu gestalt. Bukan untuk menemukan
kesatuan diskursus umat Islam, tapi untuk menemukan keragaman pemahaman dan
kebenaran. Sehingga terjadi proses decentering yang berarti keterbukaan terhadap
yang lain; yang juga berarti runtuhnya dominasi dalam interpretasi maupun klaimklaim kebenaran. Selanjutnya tercipta iklim yang inklusif. Mudah-mudahan.

Daftar Pustaka:
'Abd Al-Razzq Al-Daway, Mawt Al-Insan fi Al-Khithb Al-Falsaf Al-Mu'shir, Dar
Al-Thal'ah, Beirut, cet. I, 1992.
Ahmad Sahal, Agama dan Tantangan Pascamodernisme, dalam Islamika, no. II
(Oktober-Desember 1993), Bandung.
Al-Zawaw Baghrah, Michel Foucault fi Al-Dirasat Al-'Arabyah, dalam Falsafah wa
al-'Ashr, edisi I, th. 1999, Al-Majelis Al-A'la li Al-Tsaqfah, Kairo.
Ernest Gellner, Menolak Posmodernisme: Antara Fundamentalisme Nasionalis dan
Fundamentalisme Religius, (terjemah Hendro P. dan Nurul Agustina), Mizan,
Bandung, cet. I, th. 1994.
'Ishm Abdu'lLah, Al-Judzr Al-Nitsywyah li m Ba'da Al-Hadatsah, dalam AlFalsafah wa Al-'Ashr, edisi I, th. 1999, Al-Majlis Al-A'l li Al-Tsaqfah, Kairo.
Luthfi Asysyaukanie, Islam Dalam Konteks Pemikiran Pasca-modernisme:
Pendekatan Menuju Kritik Akal Islam, dalam Ulumul Qur'an, no I, vol. V, th. 1994,
LSAF dan ICMI, Jakarta.
Rudy Harisyah Alam, Perspektif Pasca-modernisme Dalam Kajian Agama, dalam
Ulumul Qur'an, no. I, Vol. V, th. 1993. LSAF dan ICMI, Jakarta.
St. Sunardi, Nietzsche, LKiS, Yogyakarta, cet. II, th. 1999.

Memberikan pemahaman tentang Pancasila, fungsi dan kedudukannya, konsep negara


Pancasila, hakikat bangsa dan kebangsaan, kepribadian nasional serta paham negara
kesatuan, nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa dan sistem ketatanegaraan berdasarkan
UUD 1945.
Pustaka:
1.
A. Ubaidillah, dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta, Pers, 2000.
2.

Undang-undang Dasar 1945.

3.

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945.

4.
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 (Bandung: Pustaka,
1983)
5.

Franz Magnis-Suseno dkk, Etika Sosial (Jakarta: Gramedia, 1989)

6.

K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 2000)

MU 101
Pendidikan Agama (2 SKS)

Memberikan pemahaman tentang manusia dan agama, agama Islam, sumber-sumber


ajaran Islam, kerangka dasar ajaran Islam, akidah, kitab suci, syariah, ibadah, dan
muamalah, serta akhlak. Diberikan juga pengenalan tentang agama-agama lain.
Tujuan matakuliah ini adalah agar mahasiswa menyadari pentingnya agama dalam
kehidupan manusia.
Pustaka:
1.

Murtadha Mutahhari, Manusia dan Agama (Bandung: Mizan, 1995)

2.

Houston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: Rajawali, )

3.
H. M. Rasyidi, 4 Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan
Bintang, )
4.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I dan II, (Jakarta:
UI Press, 1994)
5.
H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, dam Teori dan Praktek
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
6.
Muhamad Amarah, Melacak Akar Perbedaan Mazhab (Bandung: Pustaka
Hidayah, )
7.

Miftah Farid, Pokok-Pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka, )

8.
Harold Coward, Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama (Yogyakarta:
Kanisius, )
9.
H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar (Jakarta: Golden
Terayon Press)

MU 104

Pengantar Teknologi Informasi

(3 SKS)

Matakuliah ini bertujuan untuk memperluas wawasan mahasiswa tentang dunia


informatika guna mempersiapkan diri menuju era globalisasi, sehingga dapat menjadi
pengguna teknologi. Memperkenalkan dan melatih pemakaian beberapa software end
users seperti MS Word, MS Excel, MS Access, MS PowerPoint dan Internet.
Pustaka:
1.

Larry Long & Nancy Long, Computers, 5th ed. (Prentice Hall, 1998)

2.
Laudon, Essentials of Management of Information Systems, Organization and
Technology, 2nd ed. (Prentice Hall, 1997)
3. Steven Alter, Information Systems, A Management Perspective, 2nd ed. (The
Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.)
4.
D. Turban, Information Technology for Management, Improving Quality and
Productivity (John Wiley & Sons, Inc. 1996).

FA 101
Pengantar Studi Islam

(3 SKS)

Membahas berbagai aspek ajaran Islam dan sejarahnya seperti aspek-aspek teologi,
tasawuf, hukum, falsafah; perkembangan pranata-pranata Islam dan ilmu & teknologi
dalam sejarah Islam.
Pustaka:
1.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1 & 2 (Jakarta: UI
Press, 1994)
2.

--------, Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

3.

--------, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang)

4.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali, 1997)

5.

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1999)

6.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2000)

7.
Bassam Tibi, Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999).
8.

Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad sebelum Tertutup (Bandung: Pustaka, )

9.
Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek (Bandung:
Rosdakarya, 1999)
10. Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Logos, 1999).
11. Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1984).
12. Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
13. Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1999).
14. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES,
1980)

FA 102
Pengantar Ilmu Al-Quran

(3 SKS)

Tujuan mata kuliah ini agar mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang posisi dan
kedudukan al- Quran dan memahami al-Quran dan bermacam-macam pokok
pembahasannya yang diperlukan sebagai salah satu alat untuk memahami kandungan
al-Quran.
Pustaka:
1.
Subhi al-Salih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut : Dar el-Ilmi l al-Malayin,
1980)
2.
Manna` Khalil Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran (Jakarta: Litera Antar
Nusa, 2000)
3.

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran (Yogyakarta: )

4.

Ibrahim al-Abyari, Sejarah Al-Quran (Jakarta: Rajawali Pers, )

5.
Al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun , four volumes (Kairo: Maktabah alWahbah, 1980/1400)

6.

Ahmad von Denffer, Ulum al-Quran (Leicester: The Islamic Foundation, 1994)

7.
Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, four volumes (Kairo: Maktabah Dar alTurats, n. d.)
8.
T.M. Hasbi al-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)
9.
M. Abd. Azhim al-Zarqani, Manahil al-`Irfan fi `Ulum al-Quran (Beirut: Dar
al-Kutub al-`Ilmiyah, 1996)
10. Imam Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhan fi `Ulum al-Quran (Beirut: Dar alFikr, 1980)
11. Abd Hay al-Farmawi, Rasm al-Mushhaf bayn al-Muayyidin wa al-Mu`aridlin
(Cairo: Maktabah al-Azhariyah, 1977)
12. Bakar Syeikh Amin, Al-Ta`bir al-Fanni fi al-Quran (Cairo: Dar al-Syuruq, 1980)

.FA 103
Pengantar Ilmu Hadits 1

(2 SKS)

Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa memahami sejarah pertumbuhan dan
perkembangan sunnah/hadits, dan pokok-pokok dasar yang menjadi pedoman dalam
memperlakukan hadits. Matakuliah ini membahas riwayat perkembangan hadits dan
riwayat pembukuannya dari zaman ke zaman, macam-macam ilmu hadits, kedudukan
hadits/sunnah dalam bidang dasar syariat, fungsinya terhadap al-Quran, dan pokokpokok ilmu Mushthalah ahli hadits.
Pustaka:
1.
T.M. Hasbi al-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)
2.
M. Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: Ulumuhu wa Mustalahuhu (Jeddah: Dar elManarah,14997/1417) terj. Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1998).
3.
Yusuf al-Qaradhawi, Memahami Posisi Hadits Nabi SAW. (Bandung: Mizan,
1993)
4.

Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis atas Hadits (Bandung: Mizan, 1991)

5.
M. M. Azami, Studies in Early Hadith Literature (Indianapolis: American Trust
Publications, 1978) terj. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 199 ).
6.
M.M. Azami, On Schachts Origin of Muhammadan Jurisprudence (Riyadh:
King Saud University Press, 1985)
7.
Nuruddin `Itr, Ulum al-Hadits, terj. Manhaj al-Naqd fi `Ulum al-Hadits
(Bandung: Rosda Karya, 1994)
8.
M.M. Abu Syahbah, Difa` `an al-Sunnah, (Cairo: Mujamma` al-Buhuts alIslamiyah, 1985)
9.
Muhamad Abu Zahw, Al-Hadits wa al-Muhadditsun (Beirut: Dar al-Kitab al`Arabi, 1984)

FA 104
Bahasa Arab 1

(3 SKS)

Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Matakuliah ini bertujuan
agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang beberapa kosakata dan tata bahasa
Arab dasar dan dapat menggunakan serta mengaplikasikan pengetahuannya untuk
memahami teks-teks sederhana dalam bahasa Arab.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)
3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol. (Kingdom of
Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin et. al., Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi
Markaziyah al-Daris wa al-Taklif , four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University,
Malaysia, 1998).

6.
Ridlo Masduki, et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum press, 2000)

FA 105
Pengantar Falsafah

(2 SKS)

Memberikan dasar-dasar pengertian mengenai dunia falsafah khususnya ilmu falsafah


berikut cakupannya, agar mahasiswa mendapat landasan yang kokoh untuk
memahami falsafah lebih lanjut, baik sebagai bidang studi maupun dalam
mengembangkan kemampuan berpikir filosofis reflektif. Matakuliah ini membahas
orientasi yang mencakup pengertian falsafah, objek, tujuan, pendekatan, dan ciri-ciri
falsafah; falsafah-falsafah besar di dunia.
Pustaka:
1.
C. A. van Peursen, Orientasi di dalam Filsafat, penj. Dick Hartoko (Jakarta:
Gramedia, 1980)
2.

Henry W. Johnstone, Jr., What is Philosophy? (London: A Macmillan, 1965)

3.

C. E. M. Joad, Guide to Philosophy (New York: Dover Publication, 1957)

4.
Titus, Smith, Nolan, Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang,
1984)
5.

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996)

6.

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999)

7.

-----, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1998)

8.

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I (Yogyakarta: Kanisius, 1980)

9.

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tintamas, 1986)

10. Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: Pustaka Jaya, 2001)
11. Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius,
2000)

MU 105
Kewirausahaan

(2 SKS)

Membahas mengenai kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi, kualitas pengusaha


yang baik, pengenalan perencanaan bisnis, bentuk-bentuk perusahaan, pengenalan
struktur organisasi dan sistem informasi manajemen, serta fungsi-fungsi perusahaan.
Pada intinya memberikan kepada mahasiswa kerangka dasar untuk memasuki dunia
bisnis.
Pustaka :
1.
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewirausahaan; Kerangka Dasar Memasuki
Dunia Bisnis, BPFE UGM, Yogyakarta.
2.

Geoffrey G. Meredith et. Al, Kewirausahaan, Teori dan Praktek

3.

Wasty Soemanto, Pendidikan Wiraswasta (Sekuncup Ide Operasional)

MU 103
Sejarah Falsafah dan Sains (2 SKS)

Mengkaji hakikat manusia, perkembangan tubuh dan alam pikirannya, IPA dan
perkembangan daya abstraksi manusia, hal-hal yang terkait dengan metode ilmiah dan
implementasinya, peranan matematika dalam ilmu alamiah, kajian tentang alam
semesta dan tata surya, biosfer dan makhluk hidup, ekosistem, ilmu alamiah dan
teknologi masa depan.
Pustaka:
1.
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat (Surabaya:
Risalah Gusti, 1996)
2.
Osman Bakar, Hierarki Ilm: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu
(Bandung: Mizan, 1997).
3.

A.F. Chalmers, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu, Hasta Mitra, Jakarta, 1983.

4.
A.G.M. Van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia,
Jakarta, 1992.
5.
C.A. Qadir, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1988.

6.
C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, Routledge, London,
1988.
7.
C. Verhaak dan Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Gramedia, Jakarta,
1989.
8.

Franz Rosenthal, Etika Kesarjanaan Muslim, Mizan, Bandung, 1999.

9.

J. Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam, Mizan, Bandung, 1996.

10. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1995.
11. ---------, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta, 1990.
12. K. Ajram, The Miracle of Islamic Science, Cedar Rapids, 1992.
13. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1997.
14. Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO, Sumbangan Islam kepada Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan, Pustaka, Bandung, 1986.
15. Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut Al-Quran, Mizan, Bandung, 1993.
16. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Risalah Gusti,
Surabaya, 1996.
17. M. Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, Mizan, Bandung, 1995.
18. Nasim Butt, Sains dan Masyarakat Islam, Pustaka Hidayah, 1996.
19. Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, Mizan, Bandung, 1989.
20. Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Paramadina, Jakarta, 1997.
21. Osman Bakar, Tauhid dan Sains, Pustaka Hidayah, Bandung, 1995.

22. ------, Hirarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Mizan, Bandung,
1992.
23. Pervez Hoodbhoy, Ikhtiar Menegakkan Rasionalitas: Antara Sains dan Ortodoksi
Islam, Mizan, Bandung, 1996.
24. Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di Dunia Islam, Pustaka, Bandung,
1986.
25. Muljono, dkk, 1986, Ilmu Sosial Dasar, Universitas Trisakti.

26. Nurdin, I, 1985, Sains dan Teknologi, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta.
27. Gurtz, H, 1981, Aneka Budaya dan Komunikasi di Indonesia, Gramedia,
Jakarta..
28. Koentjaraningrat (ed.), 1970, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jambatan,
Jakarta)

FA 106
Pengantar Ilmu Hadits 2

(2 SKS)

Mengkaji pentingnya pengetahuan Ulumul Hadits, khususnya latar belakang


pentingnya penelitian sanad dan matan, tata cara penelusuran hadits pada sumbernya,
kualitas hadits dan kehujjahannya, dan biografi singkat beberapa ulama yang berjasa
besar dalam bidang pembinaan hadits dan Ulumul Hadits.
Materi perkuliahan yang diberikan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan faktorfaktor pentingnya penelitian sanad dan matan serta bagian-bagian yang harus diteliti,
penelusuran hadits pada sumbernya, permasalahan hadits sahih, hadits hasan, hadits
dlaif, dan hadits maudlu.
Pustaka:
1.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980).
2.
M. Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, Ulumuhu wa Musthalahuhu, terj. Ushul alHaduts: Pokok-Pokok Ilmu Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1980)
3.
Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Maktabah alMa`arif, Riyadh, K.S.A. tt.
4.
Shalahuddin al-Adlibi, Manhaj Naqd al-Matn `Inda Ulama al-Hadits alNabawi, Dar al-Afaq al-Jadidah, Beirut, 1983.
5.
Muwaffaq Abdullah Abd Qadir, Tautsiq al-Nushush wa Dlabthuha Inda alMuhadditsin, al-Maktabah al-Makkiyah, K.S.A. 1993.
6.

Misfar Azmullah al-Damini, Maqayis Naqd Mutun al-Hadits, Riyadh, 1984.

7.

Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis terhadap Hadits (Bandung: Mizan, 199 )

8.
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits: Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 1995).

9.
Subhi al-Salih, Ulumul Hadits wa Mushthalahuh, (Beirut: Dar al-Ilmi Li alMalayen,
).

FA 109
Pengantar Hukum Islam (3 SKS)

Matakuliah ini memperkenalkan mahasiswa pada perkembangan hukum Islam, dan


pembentukan mazhab-mazhab hukum serta bagaimana dinamika ijtihad
mempengaruhi perkembangan masing-masing mazhab tsb. Fenomena taqlid juga
dipelajari baik secara konseptual maupun historis.
Mahasiswa juga belajar untuk mengenali perbedaan antara tujuan Syariah dengan
bentuk hukum.
Pustaka:
1.

Munim A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam (Jakarta: Risalah Gusti, 1996)

2.
Norman J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh
University Press)
3.

Fazlur Rahman, Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1979)

4.
Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (Islamabad: Islamic Research
Institute, 1984)
5.
Hasbi As-Shiddiqie, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam
(Jakarta; Bulan Bintang)
6.
Dr. M. Muslihuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, Studi
Perbandingan Sistem Hukum Islam (Yogyakarta; Tiara Wacana)
7.
Faisar Ananda Arfa, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Studi Kritis Tentang
Hukum Islam di Barat (Jakarta; Pustaka Firdaus)
8.
Umar Sulaiman al-Asyqar, Fiqih Islam, Sejarah Pembentukan dan
Perkembangannya (Jakarta; Akademika Pressindo)
9.
Dr. Jaih Mubarok, Sejarah Perkembangan Hukum Islam (Bandung; Remaja
Rosdakarya)
10. Ahmad Hassan, Pintu Ijtihad Sebelum Ditutup (Bandung; Pustaka)

MU 106
Bahasa Inggris 1

(2 SKS)

Memberikan/menuntun mahasiswa dalam Reading Comprehension termasuk di


dalamnya membaca dan memahami wacana dalam bahasa Inggris, menjawab
pertanyaan dalam bahasa Inggris, vocabulary, structure, translation wacana dalam
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, serta membuat rangkuman dalam bahasa
Inggris.
Pustaka:
1.

Reading Comprehension (Jakarta: Rosda Jayaputra, 1987)

2.

L. G. Alexander, Developing Skills (London: Longman Group, 1975)

3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English for Students of Economics (Oxford:
Oxford University Press)
4.
R. A. G. Kamil, TEFL English for Technical School and Vocational Grammar
(Bandung: Tarsito)
5.
Ratna Sayekti et al., Buku Materi Pokok Bahasa Inggris (Jakarta: Dep.
Pendididikan dan Kebudayaan, 1984)

FA 107
Bahasa Arab 2

(3 SKS)

Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Matakuliah ini bertujuan
agar mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang tata bahasa Arab lanjutan
dan kosakata lebih banyak dan dapat menggunakan serta mengaplikasikan
pengetahuannya untuk memahami teks-teks bahasa Arab dari kitab-kitab klasik
maupun modern.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)

3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Dr. Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol.
(Kingdom of Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin, Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi Markaziyah
al-Daris wa al-Taklif, four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University, 1998).
6.
Ridlo Masduki et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum Press, 2000)

FA 108
Tafsir Al-Ouran (3 SKS)

Memberikan pengetahuan pengertian tafsir, kaidah-kaidah tafsir dan metodologi


tafsir. Di dalamnya dibahas antara lain perkembangan tafsir al-Quran, dasar
penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan dalam memahami al-Quran, syarat-syarat
penerimaan jenis tafsir dirayah posisi dan kedudukan al-Quran dan memahami ilmuilmu al-Quran, sejarah perkembangannya, dan bermacam-macam pokok pembahasan
lainnya yang diperlukan sebagai salah satu alat untuk memahami kandungan alQuran lebih lanjut.
Rujukan (Wajib):
1.

Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan

2.

-------, Tafsir al-Fatihah,

3.

A. Baiquni, Al-Quran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta:

4.

-------, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Jakarta:

5.

Said Agil al-Munawwar dan Masykur Hakim, Ijaz al-Quran

6.

Montgomery Watt, Introduction to the Study of the Quran

7.

Anthony C. Theiseltton, New Horizon in Hermeneutics

8.

Quraish Shihab, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 1992)

9.
Fahd al-Rumi, Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuh (Riyadh: Maktabah alTawbah, 1416)

10. Samir Abd Aziz Syalyuh, Al-Dakhil wa al-Israiliyyat fi Tafsir al-Quran alKarim (Cairo: Mathba`ah al-Jablawi, 1983)

AP 101
Antropologi

(3 SKS)

Diuraikan tentang kedudukan antropologi sosial dalam antropologi, pokok-pokok


antropologi sosial serta ruang lingkup penyelidikan antropologi serta dibahas pula
mengenai perkembangan dan pertumbuhan antropologi. Selanjutnya dibahas tentang
manusia dan hewan, pengertian ras, kesatuan hidup dan sistem reliji dan ilmu gaib.
Pustaka:
1.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I (Jakarta: Rineka Cipta, 1996)

2.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II: Pokok-pokok Etnografi (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998)

FA 201
Sejarah Falsafah Barat I (3 SKS)

Membahas sejarah awal-awal berdirinya falsafah, tokoh-tokoh, serta pandanganpandangan filosofis utama yang muncul dalam sejarah awal falsafah. Mata kuliah ini
akan menekankan Falsafah Yunani sejak masa pra-Socrates hingga masa Stoicisme.
Falsafah abad pertengahan yang dimulai sejak Santo Agustinus dan mencapai
kejayaannya pada era Thomas Aquinas akan dibahas juga dalam mata kuliah ini.
Pustaka :
1.
Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1992)
2.

Harun Hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat I (Yogyakarta: Kanisius, 1980).

3.

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996).

4.

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1976)

5.

-------, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1975).

6.

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Jambatan, 1984).

7.
Fuad Hasan, Apologia: Pidato Pembelaan Socrates yang Diabadikan Plato
(Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
8.
F. Copleston, A History of Philosophy (London: Oates/Washbourne, 1946), 9
jilid.
9.

Bertrand Russel, History of Western Philosophy

10. Antony Flew, An Introduction to Western Philosophy: Ideas and Argument from
Plato to Sartre (London: Thames and Hudson, 1971)

MJ 101
Dasar-Dasar Manajemen

(2 SKS)

Tujuan pembelajaran matakuliah ini adalah agar para calon wirausahawan dan
manajer professional memiliki kemampuan dalam berbagai konsep, prinsip-prinsip
pendekatan dan proses manajemen dalam organisasi serta mampu menerapkan fungsifungsi manajemen dalam pengolahan suatu organisasi. Materi perkuliahan meliputi:
pengertian manajemen; perkembangan teori manajemen dan berbagai pendekatan
manajerial; manajemen dan lingkungan usaha; proses manajemen; proses
perencanaan; proses pengorganisasian dan penyusunan personalia organisasi;
pengarahan; proses pengawasan.
Pustaka:
1.
A. James & F. Stoner, Managemen, 3d ed. (Englewood Cliffs, New York:
Prentice Hall International, Inc., 1986).
2.
Harold Koontz, Cyril ODonell and Heinz Weirich, Management, 8th ed.
(Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd., 1985).
3.
T. Handoko, Management, edisi 2 (Yogyakarta: BPFE-LPM2MAMP-YKPN,
1986).

FA 202
Bahasa Arab 3

(2 SKS)

Matakuliah ini memberikan bekal pengetahuan bahasa Arab untuk bisa dijadikan alat
dalam memahami teks-teks bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern,
dan ayat-ayat al-Quran serta Hadits Nabi Muhammad SAW. Mahasiswa diharapkan
memiliki keterampilan dan keahlian untuk memahami dan menerjemahkan teks-teks
bahasa Arab baik dari kitab-kitab klasik maupun modern dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Pustaka:
1.
Wheeler M. Thackton, An Introduction to Koranic and Classical Arabic
(Bethesda: Iranbooks, Inc., 1994)
2.
Abdullah Abbas Nadwi, Learn the Language of the Holy Quran (terj.) Tim
Redaksi Mizan, Belajar Mudah Bahasa al-Quran (Bandung: Mizan, 1989)
3.
Mushtafa al-Ghulayni, Jami al-Durus al-Arabiyyah (Beirut: al-Maktaba alAshriyah, 1987/1408)
4.
Dr. Mahmud Ismail Shiny et. al., Al-Arabiyyah li al-Nasyiin, six vol.
(Kingdom of Saudi Arabia: Ministry of Education, 1983/1403)
5.
Muhamad Akram Sa`aduddin et. al., Al-Qalam, Ta`allum al-`Arabiyah bi
Markaziyah al-Daris wa al-Taklif, four vol. (Kuala Lumpur: Int. Islamic University,
1998)
6.
Ridlo Masduki et. al., Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, 3 vol.
(Jakarta: Kopertais Wilayah I/DKI Jakarta, Darul Ulum Press, 2000)

MU 206
Bahasa Inggris 2

( 2 SKS)

Membahas berbagai aspek bahasa Inggris yang diarahkan terutama untuk


meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam membaca dan menerjemahkan literatur
berbahasa Inggris, serta menulis dalam bahasa Inggris.
Pustaka:
1.

Reading Comprehension (Jakarta: Rosda Jayaputra, 1987)

2.

L. G. Alexander, Developing Skills (London: Longman Group, 1975)

3.
Tom Arthur, A Rapid Course in English for Students of Economics (Oxford:
Oxford University Press)

4.
R. A. G. Kamil, TEFL English for Technical School and Vocational Grammar
(Bandung: Tarsito)
5.
Ratna Sayekti et al., Buku Materi Pokok Bahasa Inggris (Jakarta: Dep.
Pendididikan dan Kebudayaan, 1984)

MU 201
Bahasa Indonesia ( 2 SKS)

Memberikan pemahaman tentang pengertian bahasa, fungsi bahasa, manfaat


kemahiran berbahasa, ejaan dan tanda baca, pemilihan topik dan tujuan yang tepat
dalam merumuskan tema karangan, dasar-dasar kerangka karangan, langkah-langkah
menguasai sebuah kerangka karangan, alinea dan dasar-dasar pembentukan kalimat
yang efektif, kesalahan-kesalahan yang dikandung dalam kalimat, masalah
pengumpulan data, pembuatan kutipan, catatan kaki dan bibliografi, pilihan kata,
pengertian, syarat dan ketepatan pilihan, serta berbagai konvensi naskah yang berlaku
dalam penulisan naskah.
Pustaka:
1.

JS. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung: Pustaka Prima, 1982)

2.

JS. Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku (Bandung: Pustaka Prima, 1980)

3.

Gorys Keraf, Komposisi (Ende: Nusa Indah, 1977)

4.

Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia (Ende: Nusa Indah, 1984)

5.
Bistok Sirait dan N. Surbakti dkk, Pedoman Karang-Mengarang (Jakarta: Pusat
Bahasa, Diknas, 1985).
6.
Hasan Alwi dkk, Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing (Jakarta:
Depdikbud, 1995)

FA 203
Falsafah Islam 1

(3 SKS)

Membahas perkembangan falsafah Islam, sumber-sumber dan pengaruh warisan


falsafah Yunani, Iskandariah dan Timur. Dibahas pula reaksi ortodoksi Islam

terhadap falsafah dan perkembangan falsafah Islam pasca Ibn Rushd, serta tren
modern dan kontemporer.
Pustaka:
1.

Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987)

2.

A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta:

3.

Omar Amin Husein, Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, )

4.

Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1986)

5.

Ahmad Fuad al-ahwani, Filsafat Islam (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1985)

6.

M.M. Sharif, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan, 1985)

7.

Oliver Leaman, Pengantar Filsfat Islam (Jakarta: Rajawali, 1989)

8.

W.M. Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1987).

9.
S.H. Nasr, Intelektual Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996)
10. George N. Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim (Bandung: Pustaka, 1983).

FA 204
Dasar-Dasar Logika

(3 SKS)

Matakuliah ini akan melatih mahasiswa untuk dapat berpikir kritis. Berisi perkenalan
mengenai logika tradisional (Aristoteles) dan logika modern (logika induktif).
Diharapkan dengan penguasaan logika mahasiswa dapat mengembangkan pemikiran
falsafah dan agama yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Pustaka:
1.
R.G Soekadijo, Logika Dasar : Tradisional, Simbolik, dan Induktif (Jakarta :
Gramedia, 1997).
2.

A. B. Shah, Metodologi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Yayasan Obor, 1986)

3.

C.A. Van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, )

4.

Stephen F. Barker, The Element of Logic (New York: Mc Graw-Hill, )

5.
Irving M. Copi, An Introduction to Modern Logic (New York: Harper &
Brothers, )
6.

Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: Rajawali Pers, 2000)

7.

Puspoprojo, Logika Scientifika (Bandung : Remaja Karya, )

8.
Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan, Pengantar Logika Tradisional (Bandung:
Bina Cipta, )
9.

Dirdjisiswono, Pengantar Epistemologi dan Logika (Bandung: Remaja Karya, )

FA 205
Ilmu Kalam 1

(3 SKS)

Menjelaskan tentang asal-usul kalam, mazhab-mazhab kalam pertama dalam Islam,


serta doktrin-doktrin Islam tentang kalam. Mengkaji masalah-masalah kalam yang
dikebangkan oleh Sekte-Sekte Teologi Murjiah, Jabariyah, Qadariyah, Asy`ariyah,
Mu`tazilah, Syiah dan lain-lain.
Pustaka:
1.
Hasan Syafi`i, al-Madkhal ila Dirasat Ilm al-Kalam, Idarat al-Quran wa alUlum al-Islamiyah, Karachi, Pakistan, 1988.
2.
Abd Rahman Badawi, Mazahib al-Islamiyin: al-Mu`tazilah wa al-Asya`irah,
vol. I, Dar al-Ilm Li al-Malayen, Beirut, 1983.
3.
---------, Al-Turats al-yunani fi al-Hadlarat al-Islamiyah (Cairo: Dar al-Nahdlah
al-Arabiyah, 1965)
4.
Dr. M. Ramdlan Abdullah, al-Baqillani wa Arauhu al-Kalamiyah (Baghdad:
Mathba`ah al-Ummah, 1986)
5.
Abu al-Hasan Al-Ay`ari, al-Ibanah `an Ushul al-Diyanah, ed. Dr. Fawqiah
Husain Mahmoud (Cairo: Dar al-Anshar, 1977).
6.
Dr. Galal Musa, Nasyat al-Asy`ariyah wa Tathawwuruha (Beirut: Dar al-Kitab
al-Lubnaniyyin, 1982).

7.
D. B. MacDonald, Development of Muslim Theology, Jurisprudence and
Constitutional Theory (Lahore, 1964).
8.

W. M. Watt, Islamic Theology and Philosophy

9.

Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta, 1984).

10. Muhamad Abduh, Risalah Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, )


11. A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Tintamas, )
12. Muhamad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah (Cairo: Dar al-Nahdlah
al-Mishriyah, )
13. Abd Karim al-Sahrastani, al-Milal wa al-Nihal (Cairo: )
14. Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam (Yogyakarta: Tiara
Wacana, )
15. Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, )
16. Abdulaziz S. Sachedina, Islamic Messianism: The Idea of the Mahdi in Twelver
Shi`ism (Albany: State Univ. Of New York Press, 1981)
17. S.H. Nasr et. al, Shi`ism: Doctrines, Thought and Spirituality (Albany: State
Univ. Of New York Press, 1988).

FA 206
Tasawuf 1

(3 SKS)

Memahami secara kritis dan obyektif realitas Tasawwuf yang secara apriori sering
disalahpahami sebagai bersifat asosial (mementingkan kesalehan individual), anti
Syariat, dan berpandangan negatif terhadap kehidupan duniawi.
Pustaka:
1.
Annemarie Schimmel, Mystical Dimension of Islam, terj. Dimensi Mistik
dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986)
2.
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman (Bandung:
Pustaka, 1985)
3.
Margaret Smith, Rabiah: Pergulatan Spiritual Perempuan (Surabaya: Risalah
Gusti, 1997)

4.

Hamka, Tasauf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990)

5.
Nurcholish Madjid, Disiplin Keilmuan Islam Tradisional: Tasawuf (Letak dan
Peran Mistisisme dalam Penghayatan Keagamaan Islam) Makalah KKA, Seri
23/Tahun II/1988.
6.

Team Penyusun Depag, Pengantar Ilmu Tasawuf, 1981/1982.

7.
Abu Nashr al-Sarraj al-Thusi, al-Luma` (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah,
1960).
8.

Ibrahim Basyuni, Nasy`at al-Tasawuf al-Islami (Mesir: Dar al-Ma`arif, tt)

9.

R. A. Nicholson, Studies in Islamic Mysticism, terj.

(Bandung: Pustaka

10. A. J. Arberry, Pasang Surut Aliran Tasawuf, (


11. Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1987)
12. Martin Lings, What is Sufism

FA 207
Falsafah Moral/Etika

(3 SKS)

Mengkaji pandangan-pandangan para filsuf klasik, abad pertengahan, dan modern,


tentang konsep moral/etika. Teori-teori tentang moral dan etika menurut Plato,
Ariestotles, dan mazhab Stoisisme akan menjadi perhatian khusus. Pandanganpandangan tentang moral dari mazhab Utilitarianisme, Existensialisme, dan gerakan
Falsafah Analitik juga akan menjadi fokus utama mata kuliah ini. Dengan
mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diajak untuk mengetahui teori-teori
moral/etika yang menjadi landasan tindakan dan perilaku manusia, baik dalam bidang
politik, bisnis, maupun sosial.
Pustaka:
1.

Aristotle, Nicomachean Ethics (1979).

2.
Paul Edwards (ed.), Problem of Ethics, in The Encyclopaedia of Philosophy.
Macmillan 1967.
3.

Ewing, A.C, Second Thoughts in Moral Philosophy, London, 1959\

4.

Moore, G.E, Ethics, London 1912.

5.

Russell, Bertrand, Human Society in Ethics and Politics, New York, 1955.

6.

K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 1999)

FA 208
Sejarah Falsafah Barat 2

(3 SKS)

Membahas falsafah Barat modern sejak masa renaissance di Itali. Tokoh-tokoh


falsafah Barat modern utama, seperti Descartes, John Locke, David Hume, dan filsuffilsuf penting setelah era mereka, seperti Immanuel Kant dan Hegel juga akan dibahas
dalam mata kuliah ini.
Pustaka:
1.
A.K. Comaraswamy, Spiritual Authority and Temporal Power in Indian Theory
of Government (New Delhi: 1956).
2.

Lin Yu Tang, The Story of Chinese Philosophy (New York: 1958).

3.

Joseph Neeham, Science and Civilization in China (Cambridge: 1956).

4.

Radakrishnan, History of Indian Philosophy (New York, 1958)

FA 209
Mistisisme

(2 SKS)

Mengkaji segi mistik dari agama-agama, khususnya mengenai konsep Yang Suci
dalam agama-agama yang dirumuskan secara kaya dari tradisi panjang agama-agama
selama berabad-abad. Walaupun setiap agama mempunyai rumusan yang berbedabeda dengan agama lain, tetapi ada hal yang menyamakannya, paling tidak mengenai
adanya sense of the sacred. Juga akan dibahas perkembangan mistisisme yang
semakin universal lewat tradisi baru yang sering disebut new-age.
Pustaka:
1.
Carmody, Denise Lardner, dan Carmody, John Tully, Mysticism: Holiness East
and West (Oxford: Oxford University Press, 1966)
2.
Parrinder, Geoffrey, Mysticism in the Worlds Religions (London: Sheldon
Press, 1976)

3.
Johnston William, The Inner Eye of Love: Mysticism and Religion (London: St
James Place, 1978)
4.
Ruland, Vernon, Imagining the Sacred: Sounding in World Religions (NY:
Orbis Books, 1998).

FA 210
Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam 1 (2 SKS)

Memahami perkembangan umat Islam di Mesir, Turki, Iran, dan Indo-Pakistan dan
Indonesia pada zaman modern; sebab-sebab kejayaan dan kejatuhan umat Islam di
kawasan tsb. serta prospek masa depannya.
Pustaka:
1.

H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1991)

2.

Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal (Jakarta: Paramadina, 2001)

3.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
4.
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indo-Pakistan (Bandung: Mizan,
1993)
5.

------, Islam dan Sekularisme di Turki Modern (Jakarta: Jambatan, 1994)

6.
W. C. Smith, Islam in Modern History (New Jersey: Princeton Univ. Press,
1977)
7.

L. Stoddard, Dunia Baru Islam (Jakarta: Panitia Penerbit, 1966)

8.

Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan (Bandung: Mizan, 1984)

9.

Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986)

10. Ali Rehmana, Para Perintis Jalan Baru Islam (Bandung: Mizan, 1994)
11. Fazlur Rahman, Neo-Modernisme Islam: Metode dan Alternatif (Bandung:
Mizan, )
12. S.H. Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern (Bandung: Pustaka, 1983)

13. M. Syafi`i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina,
1995)
14. Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Jakarta:
Tintamas, 1966)
15. Nikki R. Keddie, Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran
(New Haven and London, 1981).

FA 211
Falsafah Islam 2

(3 SKS)

Menelaah perkembangan falsafah Islam sejak masa al-Kindi, filosof Muslim pertama,
sampai pada pemikiran falsafi filosof modern dan kontemporer seperti Muhammad
Iqbal dan Abd al-Rahman Badawi. Ini akan meliputi pemikiran al-Farabi, Ibn Sina, alGhazali, Ibn Rusyd, Suhrawardi, Mulla Sadra dsb. Topik-topik yang akan dibicarakan
misalnya tentang hubungan agama dan falsafah, akal dan wahyu, konsep akal,
penciptaan, falsafah ilmu pengetahuan (epistemologi), metafisika dll. Juga akan
dikemukakan di sini perkembangan dialektis antara para filosof sendiri, para teolog
dan juga para sufi, serta benturan dan ketegangan namun juga kesinambungan tradisi
falsafi dari masa klasik hingga masa kini.
Pustaka:
1.
Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy, cet. 2 (New York: Columbia
University Press, 1983)
2.
Nasr dan Leaman (ed.), History of Islamic Philosophy (London-New York:
Routledge, 1996).

3.
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul
International & Islamic Publications, 1993).

FA 212

Ilmu Kalam 2

(3 SKS)

Membahas persoalan-persoalan teologis dan interaksinya dengan fenomena sosialpolitik yang berkembang, terutama, pada periode formatif suatu sistem teologis.
Matakuliah ini membahas secara kritis dan analitis interaksi antara ilm al-kalam
dengan politik sebagai suatu realitas soiso-historis.
Pustaka:
1.
Hamid Dabashi, Authority in Islam: From ther Rise of Muhammad to the
Establishment of the Umayyads (New Brunswick, New Jersey, 1989)
2.
Wilfred Madelung, Religious School and Sects in Medieval Islam (London,
1985)
3.
A. J. Wensinck, The Fiqh Akbar I in The Muslim Creed: Its Genesis and
Historical Development, ed. A. J. Wensinck (London, 1965), 102-124.
4.

Al-Syahrastani, Kitab al-Milal wal al-Nihal (Kairo, 1951).

5.

Ash-Shaykh as-Saduq, A Shi`ite Creed, WOFIS, Tehran, 1982.

FA 213
Sosiologi Agama

(2 SKS)

Membahas pengertian, hubungan agama dan masyarakat, mengenai konversi dan


kedewasaan dalam beragama, agama sebagai kategori sosial, agama sebagai institusi
dalam dilema (krisis wibawa, sekularisasi), agama dan konflik sosial, dan mengenai
kerukunan hidup beragama.
Pustaka:
1.

Max Weber, The Sociology of Religion (Boston: Beacon Press, 1993)

2.

D. Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta : Kanisius, 1983).

3.
Elizabeth Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi
(Jakarta: Rajawali Pers,)
4.
Thomas F. Odea, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (Jakarta:
LP3S)
5.
Bryan S. Turner, Sosiologi Agama: Suatu Telaah Analitis atas Sosiologi Weber
(Jakarta: Rajawali Pers, )
6.

------- , Weber dan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, )

7.

Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan,)

8.

Clifford Geertz, Santri Abangan dan Priyayi (Jakarta: Pustaka Jaya, )

9.

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Rosda Karya, )

10. Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama


(Jakarta: Logos, )
11. Peter L. Berger, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial (Jakarta: LP3ES, )
12. ----- dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan (Jakarta: LP3ES)

13. J. Haryatmoko, Manusia dan Sistem: Pandangan tentang Manusia dalam


Sosiologi Talcott Parsons (Yogyakarta: Kanisius, )
14. Ronald Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta:
Rajawali Pers, )
15. John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
Masalah-Masalah (Jakarta: Rajawali Pers, )

FA 301
Falsafah Agama

(3 SKS)

Pemahaman problem filosofis yang berkaitan dengan agama secara lebih detail. Ini
meliputi deskripsi dari beberapa konsep Tuhan; dasar-dasar kepercayaan pada Tuhan
dan bukti-bukti filosofis tentang adanya Tuhan; juga dasar-dasar pengingkaran pada
Tuhan bagi mereka yang menentangnya. Juga akan didiskusikan masalah wahyu dan
kepercayaan, problem bahasa agama, problem verifikasi, keabadian jiwa dsb.
Pustaka:
1.

John Hick, Philosophy of Religion (Prentice-Hall)

2.

M. Rasyidi, Filsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1978)

3.
Bertrand Russell, Religion and Science (London: Oxford University Press,
1982)

FA 302

Estetika dan Falsafah Seni (2 SKS)

Kuliah ini bertujuan memberi gambaran tentang beberapa pemikiran tentang estetika
dan seni, teori-teori seni yang berkembang di Barat dan Timur, serta pengaruhnya
bagi perkembangan seni di Indonesia sejak zaman Hindu dan Islam hingga masakini.
Pemikiran estetik yang akan ditampilkan meliputi tradisi Yunani, India, Islam,
Kristen, Eropa modern dan kontemporer. Tokoh penting yang dibicarakan antara lain:
Plato, Aristoteles, Plotinus, Augustinus, Bharata, Anandawardhana, Dandin,
Abinavagupta, al-Farabi, Ibn Sina, Imam al-Ghazali, Ibn al-Arabi, Jalaluddin Rumi,
Nietzsche, Maritain, Santayana dan Collingwood. Pada akhir kuliah akan disajikan
pemikiran tokoh estetika Asia seperti Wang Fu-chih, Tagore, Iqbal, Kahlil Gibran, A.
K. Comaraswamy, Hagiwara Sakutaro dan Seyyed Hosein Nasr.
Pustaka:
1.

Bernard Bosanquet, A History of Aesthetics (London: 1956)

2.
Hans George Gadamer, The Relevan of the Beautiful and Other Essays
(Cambridge, 1976)
3.

Imam al-Ghazali, Kimia Kebahagiaan (Bandung: Mizan, 1982)

4.

Harold Titus, Living Issues in Philosophy (New York: 1968).

5.

Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam (Bandung: Mizan, 1987)

6.
Abdul Hadi W.M., Kembali ke Akar kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra
Profetik dan Sufistik (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000)

FA 303
Psikologi Agama

(2 SKS)

Mata kuliah ini mempelajari bagaimana agama berperan dalam hidup manusia atau
kelompok dimana pribadi itu menjadi anggotanya, serta secara kritis mempelajari apa
yang terjadi pada orang atau kelompok karena hidup keagamaan mereka. Tujuan mata
kuliah ini agar mahasiswa bisa memahami pengalaman dan perilaku keagamaan
secara ilmiah dari sudut pandang psikologi.
Pustaka:
1.
Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama: Sejak William James hingga
Gordon W. Allport (Yogyakarta: Kanisius, 1993)

2.
Nico Syukkur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi
Agama (Jakarta: Leppenas, 1982)
3.
William James, The Varieties of Religious Experience: A Study in Human
Nature (New York: Modern Library, 1902)
4.
Hanna Jumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis (Jakarta: Paramadina, 1996)

FA 304
Usul Fiqh/Falsafah Hukum Islam 1

(2 SKS)

Matakuliah ini membahas usul al-fiqh sebagai metodologi yang dikembangkan oleh
sarjana-sarjana Muslim untuk menyimpulkan hukum. Selain itu juga matakuliah ini
memberikan pemahaman tentang cara-cara istimbat (penyimpulan/pengambilan)
hukum-hukum dengan menggunakan kaidah-kaidahnya.
Pustaka:
1.

Abd al-Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers, )

2.

Amir Syarifuddin, Ushul Fikih (Jakarta: Logos, )

3.
A. Dzajuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, )
4.

Khudhari Beik, Ushul al-fiqh (Cairo:

5.

Mohammad Abu Zahrah, Ushul al-fiqh (Cairo :

6.

Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqh (Jakarta: Bulan Bintang, )

7.

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, )

8.

A. Hanafi, Sejarah dan Pengantar Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang,)

FA 305
Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam 2 (2 SKS)

Membahas perkembangan umat Islam di Indonesia pada zaman modern dan


pemikiran Islam kontemporer di dunia Islam. Tersisihnya peran politik Islam setelah
kemerdekaan dan perkembangan intelektual Islam di masa Orde Baru serta dampak
politiknya.

Pustaka:
1.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
2.

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam 1900-1942 (Jakarta: LP3ES)

3.

Karel A. Steenbrink, Beberepa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad XIX

4.
A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indo-Pakistan (Bandung: Mizan,
1993)
5.

-----, Islam dan Sekularisme di Turki Modern (Jakarta: Jambatan, 1994)

6.
W. C. Smith, Islam in Modern History (New Jersey: Princeton Univ. Press,
1977)
7.

----, Modern Islam in India (Lahore, 1963)

8.
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Jakarta:
Tintamas, 1966)
9.

Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986)

10. Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan (Bandung: Mizan, 1984)


11. L. Stoddard, Dunia Baru Islam (Jakarta: Panitia Penerbit, 1966)

FA 306
Tasawuf 2

(3 SKS)

Mengkaji tasawuf, baik sebagai ilmu Islam yang penting maupun sebagai gerakan
keruhanian dan kebudayaan. Pada bagian awal dibahas faktor-faktor sosial politik dan
keagamaan yang mendorong munculnya golongan Sufi, tahap-tahap perkembangan
dan perumusan doktrin mereka. Fokus diberikan pada pemikiran tokoh utama seperti
Rabiah al-Adawiyah, Dzu al-Nun al-Misri, Muhasibi, Bayazid Bhistami, Mansur al-

Hallaj, Junayd al-Baghdadi, Syibli, Qushairi, Hujwiri, Tustari, Imam al-Ghazali, Ibn
Arabi, Suhrawardi al-Maqtul, Fariduddin al-Attar, Jalaluddin Rumi, Abdul Karim alJili dll. Doktrin-doktrin utama yang dibahas ialah Wujudiyah, Isyraqiyah, dan
Syuhudiyah. Pada bagian akhir dibicarakan perkembangan tarekat-tarekat Sufi utama
seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Shadiliyah, Mawlawiyah dan Suhrawardiyah.
Sebagai penutup dkaji perkembangan Tasawuf Indonesia beserta tokoh-tokohnya
seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Nuruddin Raniri dll.
Pustaka:
1.
Abul-Wafa al-Taftazani, Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke Zaman
(Bandung: Pustaka, 1982)
2.
Ali Utsman al-Hujwiri, Kasyful Mahjub: Risalah Tasawuf Tertua Persia
(Bandung: Mizan, 1992)
3.
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1985).
4.

Abu Bakar Atjeh, Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia (Jakarta: 1972).

5.
Kautsar Azhari Noer, Wahdat al-Wujud Ibn Arabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1995).
6.
Abdul Hadi W. M., Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya
(Bandung: Mizan, 1995).

FA 307
Islam dan Barat

(3 SKS)

Mata kuliah ini mempelajari hubungan antara Islam dengan Barat dalam perspektif
sejarah. Di dalamnya dipelajari asal mula dan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik berkepanjangan antara kedua peradaban ini, persepsi dan
mispersepsi satu sama lain, serta pola hubungan antara keduanya secara umum.
Tujuan mata kuliah ini untuk mendorong terjadinya dialog yang bisa mengembangkan
persepsi yang lebih tepat dan benar, dari dan terhadap masing-masing pihak.
Pustaka:
1.
Norman Daniel, Islam and the West: The Making of an Image (Oxford:
Oneworld, 1997)

2.
Bernard Lewis, Islam and the West (New York and Oxford: Oxford University
Press, 1993)
3.
Albert Hourani, Islam in European Thought (Cambridge: Cambridge University
Press, 1993)
4.

Edward W. Said, Orientalisme (Bandung: Pustaka, 1985)

5.

Hasan Hanafi, Oksidentalisme (Jakarta: Paramadina, 1999)

FA 308
Sejarah Kebudayaan Islam (3 SKS)

Kuliah ini dibagi dua bagian ; Bagian pertama akan membicarakan perkembangan
kebudayaan Islam sejak abad 7 s/d abad 13, khususnya pada masa jatuhnya
kekhalifahan Baghdad oleh serbuan tentara Mongol. Juga dibahas corak pemerintahan
dinasti-dinasti Muslim yang muncul dan dominan seperti Umayyah, Abbasiyah,
Samaniyah, Fatimiyah, Seljuq dan Mamluk. Dalam bagian kedua Dikaji
perkembangan Islam di wilayah Timur di bawah dinasti-dinasti yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan Islam dan kebudayaannya seperti Il-khan
Mongol, Timuriyah, Utsmaniyah, Mughal India, Safawi Iran dan dinasti-dinasti di
Asia Tenggara.
Pustaka:
1.
C. E. Bosworth, The Islamic Dynasties (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1967)
2.
Ismail R. Faruqi & Lois L. Faruqi, Atlas Kebudayaan Islam (Bandung: Mizan,
1998).
3.
R. A. Nicholson, A Literary History of the Arab (Cambridge: Cambridge
University Press, 1956).
4.
M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (London: The
Macmillan Press, 1993).
5.

C. Israr, Sejarah Kesenian Islam I & II (Jakarta: 1978)

FA 309
Falsafah Sains

(3 SKS)

Membahas lebih mendalam metodologi ilmu yang meliputi Apakah yang disebut
ilmu itu, perdebatan dari para filasuf mutakhir mengenai ini akan dibicarakan sejak
paham induktivisme naif, positivisme logis, Karl Popper (rasionalisme-Kritis),
Thomas Kuhn mengenai paradigma, dan Feyerabend. Juga dibicarakan mengenai
falsafah ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Pustaka:
1.

Verhaak dan Haryono Imam, Filsafat Ilmu (Jakarta : Gramedia, 1992).

FA 310
Usul Fiqh/Falsafah Hukum Islam 2

(2 SKS)

Membahas masalah-masalah metodologi dalam ushul fiqh. Matakuliah ini


menjelaskan perkembangan ushul fiqh pada periode pasca-pembentukan mazhabmazhab dalam Islam.
Pustaka:
1.
)

Abd al-Wahhab Khallaf, Ukaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers,

2.

Amir Syarifuddin, Ushul Fikih (Jakarta: Logos, )

3.
A. Dzajuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, )
4.

Khudhari Beik, Ushul al-fiqh (Cairo, )

5.

Mohammad Abu Zahrah, Ushul al-fiqh (Cairo, )

6.

Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqh (Jakarta: Bulan Bintang, )

7.

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, )

8.

A. Hanafi, Sejarah dan Pengantar Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang,)

FA 311
Seminar Islam dan Isu-Isu Kontemporer

(3 SKS)

Dibahas mengenai isu-isu kontemporer, khususnya mengenai bagaimana pemikiran


Islam meresponi ide-ide modern, seperti paham negara modern, demokrasi, civil
society, hak asasi manusia, gender, hubungan antar agama, ilmu pengetahuan,
ekonomi, dan sebagainya. Isu-isu ini merupakan isu yang sekarang telah berkembang
sebagai pemikiran baru Islam dewasa ini. Maka setiap isu dapat ditawarkan sebagai
matakuliah pilihan meliputi antara lain: Islam dalam Pandangan Barat, Islam dan Hak
Asasi Manusia, Islam dan Masyarakat Madani, Ekonomi Islam, Agama dan
Feminisme, Islam dan Demokrasi.
Pustaka:
1.
Kurzman, Charles, Liberal Islam : A Sourcebook (Oxford : Oxford University
Press, 1998)
2.

Charles Kurzman, Islam Liberal (Jakarta: Paramadina, 2001)

FA 312
Falsafah Al-Quran

(2 SKS)

Mata kuliah ini mempelajari pandangan-pandangan al-Quran tentang Tuhan,


manusia, alam, eskatologi, dan keanekaragaman agama-agama, Tujuannya adalah
agar mahasiswa

memahami pandangan dunia (world view) ajaran Islam tentang masalah-masalah


dasar dalam kehidupan manusia.
Pustaka:
1.

Fazlur Rahaman, Tema Pokok al-Quran (Bandung: Pustaka)

2.
Abbas Mahmud al-Aqqad, Hari Akhir Menurut al-Quran (Jakarta:Pustaka
Firdaus)
3.

Murtada Mutahhari, Manusia dan Agama (Bandung:Mizan)

4.
Mirza Ghulam Ahmad, The Philosophy of The Teachings of Islam (Washington
D.C., 1953)

FA 313

Falsafah India

(2 SKS)

Mengkaji garis besar perkembangan falsafah India, aliran-aliran dan sistem-sistem


utama serta pengaruhnya di Indonesia. Sistem-sistem falsafah yang dikaji termasuk
Mimamsa, Vedanta, Yogatantra, Vaisyeshika, Nyaya, Shamkya, Jaina, Buddha
Mahayana dan Hinayana, dan lain-lain. Melengkapi kajian tsb. akan dikemukakan
tokoh-tokoh menonjol seperti Samkara, Patanjali, Kanada, Badarayan, Ishwara
Krishna, Tiruvallavar, Hainachandra, Meykandar, Nagarjuna, Ramanuja, Dignaga dan
lain-lain. Teks-teks bercorak falsafah seperti Chandogya Upanishad, Bhagavat Gita,
Arthasastra dan lain-lain juga akan dibahas. Pada bagian akhir dibahas pula pemikiran
filosof India modern termasuk Vivekananda, Aurobindo, Tagore, Comaraswamy dll.
Pustaka:
1.
I. Wayan Maswinara, Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha)
(Surabaya: Paramita Surabaya, 1998)
2.
Robert C. Zaehner, Kebijaksanaan Dari Timur: Beberapa Aspek Pemikiran
Hinduisme (Jakarta: Gramedia, 1993 )
3.
M. Hiriyanna, Outlines of Indian Philosophy, (Delhi: Motilal Banarsidass,
1980).
4.

Anand Krishna, Bhagavad Gita (Jakarta: Gramedia, 1995)

5.
Herbert H. Gowen, A History of Indian Literature: From Vedic Times to the
Present Day (New York: Greenwood Press, 1968)
6.

John Davies, Hindu Philosophy (London: 1962)

7.

Robert Watson Frazer, Indian Thought: Past and Present (London: 1955).

8.

Alfred Clain Underwood, Contemporary Thought of India (New York: 1953)

9.
A.K. Comaraswamy and I. B. Horner, The Living Thoughts of Gotama the
Buddha (London: 1956).
10. Rene Guenon, Introduction to the Study of the Hindu Doctrines (London: 1955).

FA 314
Epistemologi

(2 SKS)

Tujuan matakuliah ini adalah agar mahasiswa memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memberi tanggapan kritis terhadap beberapa masalah hakikat, struktur, sumber
dan cakupan pengetahuan manusia serta dasar pertanggungjawaban kebenarannya.
Matakuliah ini membahas opini, kepercayaan dan pengetahuan, teori-teori ilmu,
skeptisisme, definisi, pembenaran, demontrasi dan pembuktian.
Pustaka:
1.
Hans-Georg Gadamer, Reason in the Age of Science (Cambridge,
Massachussets: The MIT Press, 1986).
2.
Martin Hollis & Steven Lukes, eds., Rationality and Relativism (Cambridge,
Massachussets: the MIT Press, 1984).
3.
Keith Lehrer, Theory of Knowledge (Boulder and San Francisco: Westview
Press, 1990).
4.
Jean-Francois Lyotard, The Postmodern Conditions: A Report on Knowledge
(Manchester: Manchester University Press, 1989).
5.
Tom Sorell, Philosophy and the Infatuation with Science (London and New
York: 1991).

FA 315
Sejarah Agama-Agama

(2 SKS)

Mengkaji sejarah perkembangan agama-agama Timur (Yahudi, Kristen, dan Islam)


dan Timur (Hindu, Buddha, Taoisme dan Kong Hu Cu). Masing-masing meliputi
bidang sejarah, pokok ajarannya, aliran-aliran dan perkembangannya dewasa ini.
Dalam kuliah ini disinggung juga kemungkinan titik-temu agama-agama (falsafah
perennial).
Pustaka:
1.
Oxtoby, Willard G (ed). World Religions : Eastern Traditions (Oxford : Oxford
University Press, 1996).
2.
Oxtoby, Willard G (ed). World Religions : Western Traditions (Oxford : Oxford
University Press, 1996)
3.
Eastman, Roger (ed). The Ways of Religion : An Introduction to the Major
Traditions (Oxford : Oxford University Press, 1993).

FA 316
Pemikiran Politik Islam

(3 SKS)

Mengkaji konsep-konsep politik yang dikembangkan oleh para fuqaha seperti alJahizh, al-Baghdadi, al-Mawardi, al-Ghazali dll.. Juga akan dibahas pemikiranpemikiran politik para filosof Muslim, seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn
Tufayl dan Ibn Rusyd, yang mengembangkan teori-teori politik mereka berdasarkan
teori para filosof Yunani. Pemikiran-pemikiran politik modern seperti yang
dikemukakan oleh Muhammad Ridha, Tahtawi, Ali Abd al-Raziq, Sayyid Qutb dan
al-Mawdudi juga akan didiskusikan dalam matakuliah ini.
Pustaka:
1.
Ann K. S. Lambton, State and Government in Medieval Islam (London: Oxford
University Press, 1981).
2.
Erwin Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam (Westport, Connecticut:
Greenwood Press, 1985)
3.
Hamed Inayat, Modern Islamic Political Thought (Austin: University of Texas
Press, 1982).
4.

Bernard Lewis, Political Language of Islam (London, 1991)

5.

Munawir Syadzali, Islam dan Ketatanegaraan (Jakarta: UI Pres, 1993)

6.
Klaus Ferdinand dan Mehdi Muzaffari, Islam: State and Society (London:
Curzon Press, 1988)
7.
Henry Laoust, Ushul al-Islam fi al-Siayasah wa al-Ijtima` `inda Syeikh Ibn
Taymiyah, Terjemahan Arab oleh M. Abd Azhim Ali (Cairo: Dar al-Da`wah)

FA 401
Falsafah Cina (2 SKS)

Memberi pengertian mendasar tentang perkembangan falsafah Cina sejak muncul dan
terbentuknya aliran-aliran utama seperti Konfucianisme, Taoisme, Chan Buddhisme,
Neo-Konfucianisme dll. Tokoh-tokoh yang dikaji termasuk Kung Fu Tze, Lao Tze,
Meng Tze, Chuang Tze dan pengikut madzhab pemikiran mereka. Tumpuan diberikan

pada bidang-bidang falsafah pokok termasuk metafisika, kosmologi, etika, falsafah


politik dan kenegaraan, falsafah ekonomi, serta estetika dan falsafah seni.
Pustaka:
1.

Lin Yu Tang, The Story of Chinese Philosophy (New York: 1958).

2.

----------------, The Wisdom of China and India (New York: 1960).

3.

Joseph Neeham, Science and Civilization in China (Cambridge: 1956).

4.
Helmut Wilhelm, Heaven, Earth and Man in the Book of Changes (Seattle:
1977)

FA 403
Kosmologi

(2 SKS)

Membahas falsafah fisika modern (relativitas dan kuantum). Dan falsafah biologi
(terutama perdebatan teori evolusi). Semuanya dikaitkan dengan implikasi-implikasi
filosofisnya . Dan kaitannya dengan falsafah Ketuhanan dengan pembicaraan falsafah
ketuhanan argumen kosmologisnya.
Pustaka:
1.

Ian Barbour, Religion in the Age of Science, 1985.

2.
William Craig, Kalam Cosmological Argument (Oxford : Oxford University
Press, 1976)

MU 501
Metodologi Penelitian (3 SKS)

Membahas sejarah riset, arti dan fungsi riset. Dibahas pula berbagai jenis penelitian
dan berbagai macam metode penelitian berdasarkan fungsinya dan perbedaan dan
perbedaan antara positivisme dan nonpositivisme serta kecenderungan eklektisme.
Kemudian dibahas pula strategi dan langkah-langkah penelitian, teknik pengumpulan,
pengolahan dan presentasi data, dan penyusunan pelaporan penelitian. Pemberian
materi ini pada akhirnya menuju kepada pembentukkan kemampuan mahasiswa untuk
membuat rancangan penelitian.

Pustaka:
1.

Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Riset (Bandung: Tarsito, 1970)

2.
Koentjaraningrat (ed.), Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:
Gramedia, 1979)
3.
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta:
LP3ES, 1982)
4.
J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia,
1978)
5.

Nana Sujana, Tuntunan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

FA 404
Falsafah Sejarah

(2 SKS)

Membahas aliran-aliran falsafah yang berkaitan dengan perspektif sejarah. Di


dalamnya juga dibahas asal-mula pengertian falsafah sejarah sebagai ilmu, ruang
lingkup kajian, pola gerak dalam Sejarah dan makna Sejarah, serta konsep al-Quran
tentang Sejarah: teleologis dan epistemologis.
Pustaka:
1.

F. R. Ankersmit, Refleksi tentang Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1987)

2.

Jacob Buchhard, Reflection on History (London: George Allen & Unwin, 1958)

3.

Patrick Gardiner, Theories of History (New York: The Free Press, 1970)

4.
Charles Issawi, Ibnu Khaldun: Pilihan dari Muqaddimah Filsafat Islam tentang
Sejarah (Jakarta: Tintamas, 1976)
5.
Ahmad Mahmud Subhi, Fi Falsafat al-Tarikh (Iskandariyah: Muassasah alTsaqafah al-Jamiiyyah)
6.
Arnold J. A. Toynbee, Study of History (Oxford: Oxford University Press,
1956)

FA 405
Falsafah Manusia

(2 SKS)

Membahas topik-topik filosofis berkenaan dengan manusia, dimulai dengan ruang


lingkup dan pokok bahasan falsafah manusia, asal-usul manusia, hubungan tubuh,
jiwa dan ruh; bahasan diteruskan dengan pembicaraan manusia sebagai makhluk
relijius, manusia dalam dimensi simbolis dan dimensi historis, fenomenologi, bahasa
manusia, falsafah kebebasan, cara berada manusia, hubungan antar pribadi, falsafah
kerja, falsafah budaya, dan kemudian tentang falsafah teknologi dan dampak
lingkungannya, dan terakhir berkenaan dengan lingkungan tempat manusia hidup.
Pustaka:
1.
Soerjanto Poespowardojo dan K. Bertens, Sekitar Manusia: Bunga Rampai
tentang Filsafat Manusia (Jakarta: Gramedia, 1979).
2.

A. Van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1980).

3.

Herbert Marcuse, One-Dimensional Man (Boston: Beacon Press, 1966).

4.

Van Peursen, Tubuh, Jiwa, Roh (Jakarta: Gubung Mulia, 1981)

FA 407

Teori Etika Islam (2 SKS)

Pemahaman pandangan-pandangan Etika Islam yang bersifat skriptural, teologis,


filosofis maupun religius. Di dalamnya akan dibahas topik-topik seperti Kebahagiaan
dan Cara Memperolehnya, Cinta dan Persahabatan, Kebijakan-kebijakan dan
keburukan moral, Miskawaih, al-Ghazali, Ibn Hazm, beberapa tokoh Mutazilah dan
Asyariyah, Nashir al-Din Thusi, Dawwani dll.
Pustaka:
1.

Majid Fakhry, Ethical Theories in Islam (Leiden: E. J. Brill, 1991)

2.

Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak (Bandung: Mizan, 1994).

3.
Nashir al-Din Thusi, The Nasirian Ethics, terjemahan dari Persia ke Inggris oleh
G. M. Wickens (George Allen & Unwin Ltd., 1964).
4.

Murtadha Mutahhari, Falsafah Akhlak (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995).

FA 406
Hermeneutika

(2 SKS)

Hermeneutika adalah ilmu tentang tafsir. Dalam kuliah ini akan dibahas terutama
hermeneutika kontemporer, yaitu hermeneutika sebagai kajian falsafah: F.
Schleiermacher, W. Dilthey, Fenomenologi (kaitan bahasa dengan hermeneutika),
Gadamer. Hermeneutika dalam penafsiran teks: Bultman, Betti, Hirsch, Paul Ricouer
dan strukturalisme. Secara aliran akan didalami: Falsafah Hermeneutika (Heidegger,
Bultman, Gadamer). Hermeneutika sebagai kritik (Apel, Habermas, dan
Hermeneutika Materalis). Akhirnya akan

didalami falsafah hermeneutika Paul Ricouer yang sangat dekat dengan penafsiran
tradisional Islam.
Pustaka:
1.

Dr. W. Poepopradjo. Interpretasi (Remaja Karya, 1987)

2.
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics as Method, Philosophy and
Critique (Routledge & Kegan Paul, 1980)

FA 408
Sastra Islam (3 SKS)

Tujuan mata kuliah ini ialah memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang
karya-karya penting sastrawan Islam sejak awal perkembangan sejarahnya di Dunia
Arab, Persia, Indo-Pakistan dan Melayu-Nusantara. Karya-karya yang dibahas
terutama ialah yang termasuk ke dalam kategori sastra sufi dan sastra adab. Melalui
pembahasan karya-karya kategori tersebut diharapkan dapat membantu pemahaman
mahasiswa terhadap sejarah perkembangan pemikiran falsafah dan tradisi intelektual
Islam yang tidak sedikit diungkapkan dalam karya sastra. Para penulis yang karyanya
akan dibahas antara lain ialah Ibn al-Muqaffa, Ibn Tufail, Abu al-Ala al-Ma`arri, Ibn
Faridl, Badi`uzzaman al-Hamadzani, Fariduddin Attar, Jalaluddin Rumi, Sa`di, Umar
Khayyam, Hamzah Fansuri, Sunan Bonang, Ghalib, Muhammad Iqbal, Amir Hamzah,
Hamka dan lain-lain
Pustaka:

1.
Osman Haji Khalid, Kesusasteraan Arab: Zaman Abbasiah, Andalusia dan
Zaman Moden (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997)
2.
S.H. Nasr, Islamic Art and Spirituality (Albany: State University of New York
Press, 1987)
3.
Ashtiany et. al, The Cambridge History of Arabic Literature (Cambrigde:
Cambridge University Press, 1990).

MU 492
Seminar (2 SKS)

Prosedur dan Tata cara penyusunan proposal Tugas Akhir, Pembahasan Topik dan
contoh-contoh, Seminar bagi peserta Tugas Akhir

MU 599
Tugas Akhir (6 SKS)

Metode Penelitian, Teknik Penulisan Laporan, Studi Literatur, penulisan dan


penyajian lisan dalam suatu pokok permasalahan di bidang ilmu komputer di bawah
bimbingan staf pengajar, tidak perlu merupakan suatu penelitian original walaupun
mungkin merupakan bagian dari suatu penelitian yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai